BAB I PENDAHULUAN
A. Lata Latarr Bel Belak akan ang g
Multip Multipel el trauma trauma merupa merupakan kan istila istilah h medis medis yang yang mengg menggamb ambark arkan an kondis kondisii seseora seseorang ng yang yang telah telah mengal mengalami ami beberap beberapaa luka luka trauma traumatis, tis, seperti seperti cedera cedera kepala kepala serius serius selain selain luka luka bakar bakar yang yang serius. serius. Multip Multipel el trauma trauma atau politrauma adalah apabila terdapat te rdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ organ tertentu, dimana salah satunya satunya bisa menyebabkan menyebabkan kematian dan dan memb member erii damp dampak ak pada pada fisi fisik, k, kogn kognit itif if,, psik psikol olog ogik ik atau atau kela kelain inan an psikososial dan disabilitas fungsional (Lamichhane P, et al., 2011). rauma saat ini merupakan penyebab kematian paling sering di empat dekade pertama kehidupan kehidupan dan masih men!adi masalah kesehatan masyarakat masyarakat yang utama di setiap setiap nega negara ra ("ad ("ad,, 2012 2012). ). #ata #ata $%& $%& ($ ($or orld ld %ealt %ealth h &rgan &rgani' i'ati ation on)) menyebutkan sebanyak , !uta orang meninggal dan sekitar 1,* !uta orang mengalami cacat fisik akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia selama tahun 2011. 2011. +ementara di indonesia tahun 201 201 !umlah kecelakaan pemudik pemudik tercatat sebanyak 1.2- kasus (emenhub, /). &leh sebab itu maka makalah ini akan membahas tentang multipel trauma serta asuhan keperaatan yang diberikan pada kasuskasus multipel trauma.
B. Rumu Rumusa san n Masa Masala lah h
#alam #alam peny penyus usun unan an lapor laporan an ini ini akan akan diba dibaha hass meng mengen enai ai lapo laporan ran eperaatan "aat #arurat dengan klien Multipel rauma yang meliputi tin!auan teori, analisa kesen!angan kesen!angan teori dan dan !urnal.
1
C. Tujuan juan
1. u!ua u!uan n 3mum 3mum 3ntuk 3ntuk mengeta mengetahui hui konsep konsep teori teori dan analis analisis is !urnal !urnal mengen mengenai ai asuhan keperaatan pada klien "aat #arurat dengan multipel trauma serta kesen!angan antara teori dengan analisi !urnal tersebut. 2. u!uan u!uan husus husus a. 3ntuk 3ntuk menge mengetah tahui ui #efini #efinisi si Multip Multipel el rau rauma ma b. 3ntuk mengetahui 4tiologi Multipel rauma c. 3ntuk 3ntuk menge mengetah tahui ui klasifi klasifikasi kasi Multi Multiple ple rau rauma ma d. 3ntuk 3ntuk menget mengetahu ahuii manifest manifestasi asi Multipe Multipell rauma rauma e. 3ntuk 3ntuk menget mengetahu ahuii komplika komplikasi si Multipl Multiplee raum raumaa f. 3ntuk mengetahui mengetahui pemeriksaan pemeriksaan diagnostik diagnostik Multiplr Multiplr rauma rauma g. 3ntuk mengetahui mengetahui pemerik pemeriksaan saan penun! penun!ang ang Multipe Multipell rauma rauma h. 3ntuk mengetahui mengetahui penatalaksan penatalaksanaan aan Multipel Multipel rauma rauma i.
3ntuk 3ntuk meng mengeta etahui hui neck neck coll collar ar pada pada Multip Multiple le rau rauma ma
D. Manfaa nfaatt
1. Maha Mahasi sis saa #iharapkan mahasisia5i dapat mengerti dan memahami tentang keperaatan gaat darurat sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pada klien yang mengalami Multipel rauma. rauma. 2.
Masyarakat #iharapkan masyarakat mengerti dan memahami tanda dan ge!ala dari Multipel rauma sehingga menambah aasan dan pengetahuan.
*.
enag enagaa ese eseh hatan atan #iharapkan tenaga kesehatan mengerti dan memahami tentang penanganan Multipel rauma sehingga dapat melakukan mel akukan pencegahan dan penatalaksanaan pada klien yang mengalami Multipel rauma. rauma.
2
BAB II TINJAUAN TERI
A.
Def!n!s!
Multipel trauma adalah istilah medis yang menggambarkan kondisi seseora seseorang ng yang yang telah telah mengala mengalami mi beberap beberapaa luka luka trauma traumatis, tis, seperti seperti cedera cedera kepala serius selain luka bakar yang serius. Multipel trauma atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya satunya bisa menyebabkan menyebabkan kematian kematian dan memberi memberi dampak pada fisik, kognitif, kognitif, psikologik psikologik atau kelainan kelainan psikososial psikososial dan disabilitas fungsional (Lamichhane P, P, et all ., ., 2011).
B.
Et!"l"g!
rauma dapat disebabkan oleh benda ta!am,benda tumpul,atau peluru. Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam kategori luka tembus. 3ntuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa yang yang cedera cedera ,dan ,dan bagaima bagaimana na dera!at dera!at kerusak kerusakann annya, ya, perlu perlu diketah diketahui ui biomekanik terutama cedera pada trauma dapat ter!adi akibat tenaga dari luar berupa benturan, benturan, perlambatan (deselerasi), (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda ta!am, benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun 'at kimia. 6kibat 6kibat cedera ini dapat menybabka menybabkan n cedera muskuloskletal,d muskuloskletal,dan an kerusakan kerusakan organ. (Lamichhane P, et all ., ., 2011).
C.
#las!f!kas!
7erdasarkan mekanismenya, yaitu8 $. rauma tumpul a. 7iasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor. %. 9aktor lainnya seperti !atuh dan trauma secara mendadak.
deselerasi mengenai mengenai organ padat &. %asil dari crush in!ury dan trauma deselerasi (karena perdarahan) atau usus (karena perforasi dan peritonitis). '. Limfe dan hati adalah organ yang paling sering dilibatkan.
3
(. rauma ta!am a. 7iasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan
senapan. %. Mungkin dihubungkan dengan dada, diafragma dan cedera pada
system retroperitoneal . &. %ati dan usus kecil adalah organ yang paling tersering mengalami
kerusakan. '. Luka tusukan mungkin akan menembus dinding peritoneum dan
seringkali merusak secara konser:atif, bagaimana pun luka akibat tembakan
senapan
selalu
membutuhkan
pembedahan
dan
penyelidikan lebih aal untuk mengendalikan cedera intraperitoneal.
);atherino, 200*)
D.
Man!festas! #l!n!s $. Laserasi, memar, ekimosis (. %ipotensi *. idak adanya bising usus +. %emoperitoneum ,. Mual dan muntah -. 6danya tanda <7ruit= (bunyi abnormal pada auskultasi pembuluh darah,
biasanya pada arteri karotis). . >yeri. /. Pendarahan 0. Penurunan kesadaran $1. +esak $$. anda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.anda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. $(. anda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal.
4
$*. anda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada
perdarahan retroperitoneal. $+. anda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia
pada fraktur pel:is. $,. anda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe. (Lamichhane P, et all ., 2011).
E.
#"m2l!kas!
1.
Penyebab kematian dini (dalam ?2 !am) %emoragi dan cedera kepala adalah penyebab utama kematian dini setelah trauma multiple. 3ntuk mencegah kehabisan darah, maka perdarahan harus dikendalikan. ni dapat diselesaikan dengan operasi ligasi (pengikatan) dan pembungkusan, dan embolisasi dengan angiografi. %emoragi berkelan!utan memerlukan tranfusi multiple, sehingga meningkatkan kecenderungan ter!adinya 6/#+ dan #;. %emoragi berkepan!angan mengarah pada syok hipo:olemik dan akhirnya ter!adi penurunan perfusi organ. (Lamichhane P, et all ., 2011).
2.
Penyebab kematian lambat (setelah * hari) +epsis adalah komplikasi yang sering ter!adi pada trauma multiple. Pelepasan toksin menyebabkan dilatasi pembuluh, yang mengarah pada penggumpalan :enosa yang mengakibatkan penurunan arus balik :ena. Pada mulannya, curah !antung mengikat untuk mengimbangi penurunan tekanan :askular sistemik. 6khirnya, mekanisme kompensasi terlampaui dan curah !antung menurun se!alan dengan tekanan darah dan perfusi. +umber infektif harus ditemukan dan di basmi. #iberikan antibiotik, dilakukan pemeriksaan kultur, mulai dilakukan pemeriksaan radiologok, operasi eksplorasi sering dilakukan. 6bses intra abdomen merupakan penyebab sepsis paling sering . +ebagaian abses dapat keluarkan perkuatan, sedangkan yang
5
lainnya memerlukan pembedahan. +etelah pembedahan drainase abses abdomen, insisi di biarkan terbuka, dengan drainase terpasang, untuk memungkinkan
penyembuhan
dan
menghindari
kekambuhan.
+umbersumber infeksi lainnya yang perlu diperhatikan adalah selang in:asif, saluran kemih, dan paruparu. #i perkirakan baha pemberian nutrisi yang dini dapat menurunkan perkembangan sepsis dan gagal organ multipel. (Lamichhane P, et all ., 2011).
3.
Pemer!ksaan D!agn"st!k $.
rauma umpul a.
Diagnostik Peritoneal Lavage #PL adalah prosedur in:asi:e yang bisa cepat diker!akan yang bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap - @ sensiti:e untuk perdarahan intraretroperitoneal. %arus dilaksanakan oleh tim bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila di!umpai 8 1)
Perubahan sensoriumtrauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obatobatan.
2)
Perubahan sensasi trauma spinal.
*)
;edera organ berdekataniga baah, pel:is, :ertebra lumbalis.
A)
Pemeriksaan diagnostik tidak !elas.
)
#iperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam aktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera eBtraabdominal, pemeriksaan C/ay yang lama misalnya 6ngiografi.
)
6danya lapbelt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma usus (Lamichhane P, et all ., 2011).
#PL !uga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai di!umpai hal seperti di atas dan disini tidak
6
memiliiki fasilitas
3+" ataupun
; +can.
+alah
satu
kontraindikasi untuk #PL adalah adanya indikasi yang !elas untuk laparatomi. ontraindikasi relati:e antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lan!ut, dan adanya koagulopati sebelumnya. 7isa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pel:is atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma pel:isnya ataupun membahayakan uterus yang membesar. 6danya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar, melalui tube #PL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal menun!ukkan indikasi kuat untuk laparatomi. 7ila tidak ada darah segar (D10 cc) ataupun cairan feses, dilakukan la:ase dengan 1000cc /inger Laktat (pada anakanak
10cc5kg). +esudah cairan
tercampur dengan cara menekan maupun melakukan rogg-oll , cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (merican College o! Surgeon Committee o! Trauma" 200A). est (E) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi aal, eritrosit D 100.000 mm*, leukosit D 005mm * atau pengecatan gram (E) untuk bakteri, bakteri atau serat. +edangkan bila #PL (E) pada trauma ta!am bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi aal,sel darah merah 0005mm* atau lebih. (+cheets, 2002). %.
96+ ( #ocused ssesment Sonography in Trauma) ndi:idu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan 3+" untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. #engan adanya peralatan khusus di tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan keta!aman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan
7
#PL dan ; abdomen 3ltrasound memberikan cara yang tepat, nonin:ansi:e,
akurat
dan
murah
untuk
mendeteksi
hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. 3ltrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. ndikasi pemakaiannya sama dengan indikasi #PL. ( merican College o! Surgeon Committee o! Trauma, 200). &.
Computed Tomography (;) #igunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan !uga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun pel:is yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, 96+, maupun #PL (merican College o! Surgeon Committee o! Trauma, 200A).
(.
rauma a!am a.
;edera thoraB bagian baah 3ntuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thoraB foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan ; scan.
b.
4ksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan #PL pada luka tusuk abdomen depan. 3ntuk pasien yang relatif asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak in:asi:e adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 2A !am, #PL maupun laroskopi diagnostik.
c.
Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple contrast pada cedera flank maupun punggung. 3ntuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, ; dengan double atau triple contrast, maupun #PL. #engan pemeriksaan diagnostic serial untuk
8
pasien yang mulamula asimptomatik
kemudian men!adi
simtomatik, kita peroleh keta!aman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea
aBillaries anterior
(merican
College
o! Surgeon
Committee o! Trauma" 200)
4.
Pemer!ksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan /adiologi a. Pemeriksaan C/ay untuk screening trauma tumpul. b. /ontgen untuk screening adalah /ofoto cer:ical lateral, horaB 6P dan pel:is 6P dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. /ontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibaah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya men!adi petun!uk untuk dilakukan laparatomi. %ilangnya bayangan psoas menun!ukkan kemungkinan cedera retroperitoneal. c. Pemerikasaan C/ay untuk screening trauma ta!am. d. Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan C/ay pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik bermanfaat
yang untuk
abnormal,
rontgen
menyingkirkan
foto
thoraB
kemungkinan
hemo
tegak atau
pneumothoraB, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan !alannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
2.
Pemeriksaan Laboratorium
9
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. b. Penurunan hematokrit5hemoglobin. c. Peningkatan 4n'im hati8 6lkaline fosfat,+"P,+"&, d. oagulasi 8 P, P e. M/ f. 6ngiografi untuk kemungkinan kerusakan :ena hepatic. g. ; +can h. /adiograf
dada
mengindikasikan
peningkatan
diafragma,
kemungkinan pneumothoraB atau fraktur tulang rusuk FC. i.
+can limfa
!.
3ltrasonogram
k. Peningkatan serum atau amylase urine l.
Peningkatan glucose serum
m. Peningkatan lipase serum n. #PL (E) untuk amylase o. Penigkatan $7; p. Peningkatan amylase serum G. 4lektrolit serum r.
6"# (Lamichhane P, et all ., 2011)..
*.
Penilaian Pasien rauma rauma didefinisikan sebagai perpindahan energi yang ter!adi dari lingkungan ke tubuh manusia. rauma adalah penyebab utama kecacatan di 6merika +erikat, tercatat lebih dari 10 ribu kematian tiap tahunnya. rauma dapat dikategorikan sebagai ke!adian yang disenga!a dan tidak disenga!a. #i 6merika +erikat, trauma yang tidak disenga!a men!adi penyebab utama nomor lima timbulnya kematian di semua golongan usia dan men!adi penyebab nomor satu di kategori usia 1*A tahun. (Lamichhane P, et all ., 2011).
10
Mekanisme cedra mengacu pada proses yang memungkinkan energi berpindah dari lingkungan pada pasien yang menderita trauma. 4nergi merupakan agen penyebab timbulnya cedera fisik, sedangkan tipe energi yang dapat menimbulkan trauma adalah energi mekanik, elektrik, panas, kimia, dan radiasi. 7erdasarkan !enis energi, cedera yang disebabkan oleh energi mekanik paling sering ter!adi. Proses tersalurnya energi mekanik pada pasien bisa melalui ke!adian seperti
kecelakaan,
!atuh, serangan benda
tumpul,
penikaman, dan luka tembak. ;edera yang diakibatkan oleh tekanan mekanik dapat dibedakan men!aadi cedera tumpul dan penetratif. ecelakaan kendaraan bermotor dan !atuh dapat dikategorikan sebagai cedera tumpul, sementara luka tembak dan luka tusuk merupakan contoh dari cedera penetratif. abel A.1 men!elaskan pola cedera yang umumnya ter!adi pada pengemudi yang mengalami kecelakaan tanpa memakai alat pengaman. (Lamichhane P, et all ., 2011).
Ta%el (. $. Mekan!sme 'an P"la Ce'era
Mekan!sme Ce'era Ta%rakan 'e2an Pola !aring labalaba atau pola
#emungk!nan P"la Ce'era
Patah tulang belakang daerah ser:iks,
bull$s eye pada kaca depan. +etir mobil tertekuk.
trauma a!ah. 6nterior !lail chest , cidera kardiak tumpul, pneumothoraks, cidera hati atau
7ekas lutut pada dasboard.
limpa, gangguan aortik. Patah 5 dislokasi lutut, femur dan panggul.
Ta%rakan sam2!ng ontak kepala dengan !endela
Patah tulang belakang daerah ser:iks,
samping. Pintu terdorong ke ruang
cedera kepala. Lateral !lail chest .
penumpang.
;edera hati atau limpa (tergantung sisi
11
yang terkena tumbukan). Ta%el (.(. 5k"r!ng Trauma
Ukuran
#emungk!nan 5elamat T"tal 5k"r Persentase
5k"r Numer!k
Pas!en 5elamat )67
ekanan darah sistolik (mm%g) A 8?* 0? 2 1A1 0 0 La!u pernapasan (inspirasi spontan per menit)H 102A D2* 2 1 1 0 0 HPasien memulai bernapas
12
--,
11
-,-
10 -
?,?,
,?
?
*,
*
A,
* atau A
**,*
2
2,
1
2
0
*,?
sendiri, tidak menggunakan :entilasi mekanis +kor skala koma "lasgo 1*1 A -12 * 2 A 1 * 0 H.
Penatalaksanaan
Penanganan secara sistematis sangat penting dalam penatalaksanaan pasien dengan trauma. Peraatan penting yang men!adi prioritas adalah mempertahankan !alan napas, memastikan pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol pendarahan. (Lamichhane P, et all ., 2011). ematian akibat trauma memiliki pola distribusi trimodal . Puncak morbiditas pertama ter!adi dalam hitungan detik atau menit setelah cedera.
12
ematian ini diakibatkan gangguan pada !antung atau pembuluh darah besar, otak, atau saraf tulang belakang. ;edera seperti ini sangat parah dan !umlah pasien yang dapat diselamatkan relatif kecil. Puncak kedua kematian ter!adi dalam hitungan menit sampai !am sesudah trauma ter!adi. ematian dalam periode ini ter!adi pada umumnya karena memar intrakranial atau pendarahan yang tidak terkontrol akibat patah tulang panggul, robekan pada solid organ (organ padat) atau beberapa luka. Peraatan yang diterima dalam satu !am pertama ( golden period% sesudah cedera sangat penting untuk mempertahankan nyaa pasien. The Trauma &ursing Core Course (>;;) dan dvanced Trauma Li!e Support (TLS% menggunakan pendekatan primary dan secondary survey. Pendekatan ini berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada !am!am pertama setelah ter!adinya trauma. Puncak morbiditas ketiga ter!adi beberapa hari sampai minggu sesudah trauma. ematian pada periode ini ter!adi karena sepsis, kegagalan beberapa organ dan pernapasan, atau komplikasi lain. &leh karena kerumitan, keparahan cedera, serta kebutuhan akan e:aluasi dan inter:ensi secara bersamaan, pasien yang mengalami multipel trauma
memerlukan
tindakan
dari
tim
yang
terkoordinasi
untuk
menyelamatkan pasien. Pemimpin dalam tim mengamati !alannya usaha penyelamatan pasien. omposisi tim berbedabeda dari tempat ke tempat yang lain, terapi biasanya terdiri atas paling tidak satu satu dokter, satu peraat, dan petugas peraat tambahan. (Lamichhane P, et all ., 2011). '
Primary Survey Penilaian aal pasien trauma terdiri atas sur:ei primer dan sur:ei sekunder. Pendekatan ini ditu!ukan untuk mempersiapkan dan menyediakan metode peraatan indi:idu yang mengalami multiple trauma secara konsisten dan men!aga tim agar tetap terfokus pada prioritas peraatan. Masalahmasalah yang mengancam nyaa terkait !alan napas, pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran pasien diidentifikasi, die:aluasi, serta dilakukan tindakan dalam hitungan menit se!ak datang di unit gaat darurat. emungkinan kondisi
13
mengancam nyaa seperti pneumothoraks, hemotoraks, !lail chest , dan pendarahan dapat dideteksi melalui sur:ei primer. etika kondisi yang mengancam nyaa telah diketahui, maka dapat segera dilakukan inter:ensi yang sesuai dengan masalah5 kondisi pasien. Pada sur:ei primer terdapat proses penilaian, inter:ensi, dan e:aluasi yang bekelan!utan. omponen sur:ei primer adalah sebagai berikut 8 6 8 6iray (!alan napas) 7 8 7reathing (pernapasan) ; 8 ;irculation (sirkulasi) # 8 #isability (defisit neurologis) 48 4Bposure and en:ironmental control (pemaparan dan kontrol lingkungan). (Lamichhane P, et all ., 2011). A 9 Airway )Jalan Na2as7
Penilaian !alan napas merupakan langkah pertama pada penanganan pasien trauma. Penilaian !alan napas dilakukan bersamaan dengan menstabilkan leher. ahan kepala dan leher pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan menggunakan servical collar dan meletakkan pasien pada long spine board . #engarkan suara spontan yang menandakan pergerakan udara melalui pita suara. Iika tidak ada suara, buka !alan napas pasien menggunakan chin-li!t atau manu:er modi!ied )a*-thrust . Periksa orofaring, !alan napas mungkin terhalang sebagian atau sepenuhnya oleh cairan (darah, sali:a, muntahan) atau serpihan kecil seperti gigi, makanan, atau benda asing. nter:ensi sesuai dengan kebutuhan ( suctioning , reposisi) dan kemudian e:aluasi kepatenan !alan napas. 6latalat untuk mempertahankan !alan napas seperti nasofaring, orofaring, LM6, pipa trakea, Combitute" atau cricothyrotomy mungkin dibutuhkan untuk membuat dan mempertahankan kepatenan !alan napas. (Lamichhane P, et all ., 2011). B 9 Breathing )Perna2asan7
14
Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma sering ter!adi kegagalan pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat dari kondisi serius pada status neurologis pasien. 3ntuk menilai pernapasan, perhatikan proses respirasi spontan dan catat kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya. Periksa dada untuk mengetahui penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding dada secara simetris saat respirasi. +elain itu, periksa !uga toraks. Pada kasus cedera tertentu misalnya luka terbuka, !lail chest dapat dilihat dengan mudah. Lakukan auskultasi suara pernapasan bila didapatkan adanya kondisi serius dari pasien. +elalu diasumsikan baha pasien yang tidak tenang atau tidak dapat beker!a sama berada dalam kondisi hipoksia sampai terbukti sebaliknya. nter:ensi selama proses peraatan meliputi halhal sebagai berikut 8 a. &ksigen tambahan untuk semua pasien. 7agi pasien dengan :olume tidal yang cukup, gunakan non-rebreather mask dengan reser:oir 1012 l5menit. b. Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan. "unakan bag-valve-mask untuk mendorong tekanan positif oksigen pada pasien saat kondisi respirasi tidak efektif. Pertahankan !alan napas efektif dengan intubasi trakea !ika diperlukan dan siapkan :entilator mekanis. c. Pertahankan posisi pipa trakea. 7egitu pasien terintubasi, pastikan posisi pipa benarJ :erifikasi ulang bila dibutuhkan. Perhatikan gerakan simetris naik turunnya dinding dada, auskultasi daerah perut kemudian paruparu dan perhatikan saturasi oksigen melalui pulseo+imeter d. 7ila didapatkan trauma toraks, maka perlu tindakan yang serius. utup luka dada selama proses pengisapan, turunkan tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagianbagian yang !lail , dan masukkan pipa dada.
15
e. Perlu dilakukan penilaian ulang status pernapasan pasien yang meliputi pengukuran saturasi oksigen dan udara dalam darah (arterial blood gase). (Lamichhane P, et all ., 2011). C 9 Circulation )5!rkulas!7
Penilaian primer mengenai status sirkulasi pasien trauma mencakup e:aluasi adanya pendarahan, denyut nadi, dan perfusi. a. Pendarahan Lihat tandatanda kehilangan darah eksternal yang masif dan tekan langsung daerah tersebut. Iika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami pendarahan sampai di atas ketinggian !antung. ehilangan darah dalam !umlah besar dapat ter!adi di dalam tubuh. (Lamichhane P, et all ., 2011). b. #enyut nadi #enyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi, kualitas, la!u, dan dilihat
secara
ritme. #enyut nadi mungkin tidak dapat
langsung
sesudah
trauma,
hipotermia,
hipo:olemia, dan :asokonstriksi pembuluh darah yang disebabkan respons sistem saraf simpatik yang sangat intens. /aba denyut nadi karotid, radialis, dan femolar. +irkulasi die:aluasi melalui auskultasi apikal. ;ari suara degupan !antung yang menandakan adanya penyumbatan perikardial. Mulai dari tindakan pertolongan dasar sampai dengan lan!ut untuk pasien yang tidak teraba denyut nadinya. Pasien yang mengalami trauma cardiopulmonary memiliki prognosis yang !elek, terutama setelah ter!adi trauma tumpul. Pada populasi pasien trauma, selalu pertimbangkan tekanan pneumotoraks dan adanya sumbatan pada !antung sebagai penyebab hilangnya denyut nadi. ondisi ini dapat kembali normal
apabila
dilakukan
pericardiocentesis.
16
needle
thoracentesis
dan
c. Perfusi kulit 7eberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah,
pucat,
sianosis,
atau
bintikbintik
mungkin
menandakan keadaan syok hipo:olemik. ;ek arna, suhu kulit, adanya keringat, dan capillary re!ill . $aktu capillary re!ill adalah ukuran perfusi yang cocok pada anakanak, tapi kegunaanya berkurang seiring dengan usia pasien dan menurunnya kondisi kesehatan. >amun demikian, semua tandatanda syok tersebut belum tentu akurat dan tergantung pada pengka!ian. +elain kulit, tandatanda hipoperfusi !uga tampak pada orang lain, misalnya oliguria, perubahan tingkat kesadaran, takikardi, dan diperhatikan
!uga
disritmia. +elain itu, perlu
adanya
penggelembungan
atau
pengempisan pembuluh darah di leher yang tidak normal. Mengembalikan :olume sirkulasi darah merupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan segera. Pasang F line dua !alur dan infus dengan cairan hangat. "unakan blood set dan bukan in!use set karena blood set mempunyai diameter yang lebih lebar dari in!use set sehingga memungkinkan tetesannya lebih cepat dan apabila ingin memberikan transfusi darah, maka bisa langsung digunakan tanpa harus diganti. 7erikan 12 l cairan isotonic crystalloid solution (0,-@ normal saline atau ,inger$s lactate). Pada anakanak, pemberiannya berdasarkan berat badan yaitu 20 ml5kg77. #alam pemberian cairan perlu diperhatikan respons pasien dan setiap 1 ml darah yang hilang dibutuhkan * ml cairan crystalloids. Pada kondisi multiple trauma sering ter!adi perdarahan akibat kehilangan akut :olume darah. +ecara umum :olume darah orang deasa adalah ?@ dari berat badan ideal (77) sementara :olume darah anak anak berkisar antara -@ 77. Iadi orang deasa dengan berat
17
badan ?0 kg diperkirakan memiliki :olume darah. lasifikasi perdarahan meliputi halhal sebagai berikut8 1) Perdarahan kelas 1 (kehilangan darah sampai 1@) "e!ala minimal, takikardi ringan, tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Pada penderita yang sebelumnya sehat tidak perlu dilakukan transfusi. Pengisian kapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkan :olume darah dalam 2A !am. 2) Perdarahan kelas 2 (kehilangan darah 1*0@) "e!ala klinis meliputi takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan
nadi.
Penurunan
tekanan
nadi
ini
terutama
berhubungan dengan peningkatan komponen distolik karena pelepasan katekolamin. atekolamin bersifat inotropik yang menyebabkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. ekanan sistolik hanya sedikit berubah sehingga lebih tepat mendeteksi perubahan tekanan nadi. Perubahan sistem saraf sentral berupa cemas, ketakutan, dan sikap bermusuhan. Produksi urine sedikit terpengaruh yaitu antara 20*0 ml5!am pada orang deasa. 6da penderita yang terkadang memerlukan transfusi darah, tetapi kebanyakan masih bisa distabilkan dengan larutan kristaloid. *) Perdarahan kelas * (kehilangan darah *0A0@) "e!ala klinis klasik akibat perfusi inadekuat hampir selalu ada yaitu takikardi, takipnea, penurunan status mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Penderita ini sebagian besar memerlukan transfusi darah. A) Perdarahan kelas A (kehilangan darah DA0@) "e!ala klinis !elas yaitu takikardi, penurunan tekanan darah sistolik yang besar dan tekanan nadi yang sempit (tekanan distolik tidak teraba), produksi urin hampir tidak ada, kesadaran !elas menurun, kulit dingin, dan pucat. ransfusi
18
sering kali harus diberikan secepatnya. 7ila kehilangan darah lebih dari 0@ :olume darah, maka akan menyebabkan penurunan tingkat kesadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah. (Lamichhane P, et all ., 2011). Penggunaan klasifikasi ini diperlukan untuk mendeteksi !umlah cairan kristaloid yang harus diberikan. 7erdasarkan hukum !or ' rule artinya !ika ter!adi perdarahan sekitar 1.000 ml, maka perlu diberikan cairan kristaloid * B 1.000 ml yaitu *.000 ml cairan kristaloid. 7eberapa hasil penelitian menun!ukkan baha pemberian cairan F secara agresif pada pasien trauma dapat memperburuk kondisi perdarahan pasien. %al ini karena dapat menurunkan
hemostatic
plugs
yang
terbentuk
untuk
menghentikan pendarahan, tetapi kondisi ini hanya ter!adi pada beberapa kelompok pasien sa!a. +ecara umum, apabila seorang pasien didapatkan dalam kondisi yang tetap tidak stabil secara hemodinamis sesudah pemberian infus crystalloids 2* l, sebaiknya pasien segera diberikan transfusi darah. Pemberian transfusi darah disesuaikan dengan !enis dan golongan darah pasien. D 9 D!sa%!l!t: )5tatus #esa'aran7
ingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan menggunakan mnemonic 6FP3. +ebagai tambahan, cek kondidi pupil, ukuran, kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya. Pada saat sur:ei primer, penilaian neurologis hanya dilakukan secara singkat. Pasien yang memiliki risiko hipoglikemi (misal8 pasien diabetes) harus dicek kadar gula dalam darahnya. 6pabila didapatkan kondisi hipoglikemi berat, maka diberikan #ekstrose 0@. 6danya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengka!ian lebih lan!ut pada sur:ei sekunder. ";+ dapat dihitung segera setelah pemeriksaan sur:ei sekunder. .nemonic 6FP3 meliputi8 a*ake (sadar)J verbal (berespons terhadap suara5 :erbal)J pain
19
(berespons terhadap rangsang nyeri), dan unresponsive (tidak berespons). E 9 E;2"sure an' En
Lepas semua pakaian pasien secara cepat untuk memeriksa cedera, perdarahan, atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi pasien secara umum, catat kondisi tubuh, atau adanya bau 'at kimia seperti alkohol, bahan bakar, atau urine. #"ntr"l L!ngkungan )En
Pasien harus dilindungi dari hipotermia. %ipotermia penting karena ada kaitannya dengan :asokonstriksi pembuluh darah dan koagulopati. Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan pasien dan gunakan lampu pemanas, selimut, pelindung kepala, sistem penghangat udara, dan berikan cairan F hangat. (Lamichhane P, et all ., 2011). /
Secondary Survey +etelah dilakukan sur:ei primer dan masalah yang terkait dengan !alan napas, pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran telah selesai dilakukan tindakan, maka tahapan selan!utnya adalah sur:ei sekunder. Pada sur:ei sekunder pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe. 7erbeda dengan sur:ei primer, dalam pemeriksaan sur:ei sekunder ini apabila didapatkan masalah, maka tidak diberikan tindakan dengan segera. %alhal tersebut dicatat dan diprioritaskan untuk tindakan selan!utnya. Iika pada saat tertentu, pasien tibatiba mengalami masalah !alan napas, pernapasan atau sirkulasi, maka segera lakukan sur:ei primer dan inter:ensi sesuai dengan indikasi. Mnemonic yang digunakan untuk mengingat sur:ei sekunder ialah huruf 9 ke . (Lamichhane P, et all ., 2011).
20
3 9 Full Set of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of Faily
!resence
)Tan'a=tan'a
,
!nter
'an
memfas!l!tas! keha'!ran keluarga7 Full Set of Vital Signs )TT?7
andatanda :ital ini men!adi dasar untuk penilaian selan!utnya. Pasien yang kemungkinan mengalami trauma dada harus dicatat denyut nadi radial dan apikalnyaJ nilai tekanan darah pada kedua lengan. ermasuk
suhu dan
saturasi oksigen
sebaiknya
dilengkapi pada tahap ini, !ika belum dilakukan. Five Interventions ), Inter
Lima inter:ensi ini meliputi halhal sebagai berikut 8 a. Pemasangan monitor !antung. b. Pasang nasogastrik tube atau orogastrik tube (!ika ada indikasi). c. Pasang !olley kateter (!ika ada indikasi). d. Pemeriksaan laboratorium meliputi8 darah lengkap, kimia darah, urinalysis, urine, kadar ethanol, to+icologic screens (urine, serum), clotting studies (prothrombin time" activated partial thromboplastin time" !ibrinogen" D dimer% untuk pasien dengan yang mengalami gangguan koagulopati. e. Pasang oksimetri.
Facilitation of Faily !resence )Memfas!l!tas! #eha'!ran #eluarga7
Memfasilitasi
kehadiran
keluarga
berarti
memberikan
kesempatan untuk bersama pasien meskipun berada dalam situasi yang mengancam nyaa, tetapi hal ini masih men!adi hal yang kontro:ersial sampai sekarang. 7erdasarkan kesepakatan 4mergency >urses 6ssociation (4>6), keluarga diberikan kesempatan untuk bersama dengan pasien selama proses in:asif dan resusitasi. /umah sakit atau klinik yang mengi'inkan kehadiran keluarga pasien harus memiliki standar prosedur
21
tentang
bagaimana
cara
menenangkan, mendukung, dan
memberikan informasi pada anggota keluarga. ("erard M #, 200) 4 9 "ive Cofort #easures )Mem%er!kan #en:amanan7
orban trauma sering mengalami masalah yang terkait dengan kondisi fisik dan psikologis. Metode farmakologis dan non farmakologis banyak digunakan untuk menurunkan rasa nyeri dan kecemasan. #okter dan peraat yang terlibat dalam tim trauma harus bisa mengenali keluhan dan melakukan inter:ensi bila dibutuhkan.
H 9 $istory and $ead%to%&oe Exaination R!@a:at Pas!en ) $istory7
Iika pasien sadar dan kooperatif, lakukan pengka!ian pada pasien untuk memperoleh informasi tentang pengobatan, alergi, dan riayat penyakit yang bersangkutan. 6nggota keluarga pasien bisa !uga men!adi sumber untuk memperoleh data ini. nformasi penting tentang kondisi sebelum sampai di rumah sakit seperti tempat ke!adian, proses cedera, penilaian pasien dan
inter:ensi
didapatkan
dari
petugas
4M+.
3ntuk
mempermudah dalam melakukan pengka!ian yang berkaitan dengan riayat ke!adian pasien, maka dapat digunakan mnemonic MF yaitu mechanism (mekanisme), in)uries suspected (dugaan adanya cedera), vital sign on scene (F di tempat ke!adian), dan treatment received (peraatan yang telah diterima). (Lamichhane P, et all ., 2011). $ead%to%toe Exaination
(Pemeriksaan mulai dari kepala sampai kaki) #e2ala ) $ead 7
epala dilakukan inspeksi secara sistematis dan dinilai adanya lukaluka yang tampak, perubahan bentuk, dan kondisi kepala
22
yang tidak simetris. /aba tengkorak untuk mencari fragmen tulang yang tertekan, hematoma, laserasi, ataupun nyeri. Perhatikan area ekimosis atau perubahan arna. 4kimosis di belakang telinga atau di daerah periorbital adalah indikasi adanya fraktur tengkorak basilar ( !raktur basis cranii). 7erikut adalah inter:ensi yang dapat dilakukan8 a. Iaga kondisi pasien agar tidak ter!adi hipotensi atau hipoksia. b. Manitol dapat diberikan secara F untuk menurunkan tekanan intrakranial. c. Pasien cedera kepala yang kondisinya terus memburuk, harus dipertimbangkan pemberian terapi hiper:entilasi untuk menurunkan Pa;& 2 dari *0* mm%g. d. &bser:asi tandatanda peningkatan dan persiapkan pasien !ika diperlukan tindakan bedah. ("erard M #, 200) Muka )Face7
Periksa dan perhatikan apakah terdapat luka paada a!ah pasien dan kondisi a!ah yang tidak simetris. Perhatikan adanya cairan yang keluar dari telinga, mata, hidung, dan mulut. ;airan !ernih yang berasal dari hidung dan telinga diasumsikan sebagai cairan serebrospinal sampai diketahui sebaliknya. 4:aluasi kembali pupil
yang
akomodasi
meliputi mata,
kesimetrisan,
serta
periksa
respons !uga
cahaya,
fungsi
dan
keta!aman
penglihatan. Minta pasien untuk membuka dan menutup mulut untuk mengetahui adanya malocclusion, laserasi, gigi hilang atau goyah, dan5atau benda asing. indakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut 8 a. Scan noncontrast computeri0ed a+ial tomographic %. Panoramic radiographic vie*s o! the )a*
23
&. nter:ensi
yang dapat
dilakukan
adalah
memberikan
peraatan luka.
Leher ) 'ec( 7
Periksa kondisi leher pasien dan pastikan pada saat melakukan pengka!ian posisi leher tidak bergerak. Lakukan palpasi dan inspeksi terhadap adanya luka,
!e!as, ekimosis,
distensi
pembuluh darah leher, udara di baah kulit, dan de:iasi trakea. 6rteri karotid !uga dapat diauskultasi untuk mencari suara abnormal. Lakukan palpasi untuk mengetahui perubahan bentuk, kerusakan, lebam, !e!as di tulang belakang. rauma penetratif pada leher !arang mengakibatkan cedera tulang belakang. Meski begitu, kerusakan tulang belakang sebaiknya dipertimbangkan sampai dibuktikan sebaliknya dengan penilaian klinis atau radiografis. 4mpat pengamatan radiorafis yang dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran tulang belakang secara utuh adalah sebagai berikut a. Cross-table lateral (harus tampak ;11). b nterior-posterior c Lateral d 1pen-mouth odontoid
Da'a )Chest 7
Periksa dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan bentuk, trauma penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi !antung dan paruparu. Palpasi dada untuk mencari perubahan bentuk, udara di baah kulit dan area lebam5!e!as. #iagnosis yang mungkin muncul adalah sebagai berikut8 a. 6mbil portable chest radiograph !ika pasien tidak dapat duduk tegak untuk sudut posterioranterior dan lateral.
24
b. Lakukan perekaman 4;" '/-lead pada pasien yang diduga atau memiliki trauma tumpul pada dada. c. Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan 7"6 !ika pasien menun!ukkan distress napas atau telah memakai :entilator mekanik. A%'"men ) !erut 7
Periksa peruit untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi, atau on!ek yang menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut di semua empat kuadran, dan secara lembut palpasi
dinding
perut
untuk
memeriksa
adanya
kekakuan, nyeri, rebound pain atau guarding indakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut8 a Periksa 96+ ( !ocused abdominal sonography !or trauma) yaitu proses pemeriksaan sonografi pada empat ilayah perut (perikardial, perihepatik, perisplenik, dan pel:is) digunakan untuk mengidentifikasi cairan intraperitoneal pada pasien dengan trauma tumpul pada perut. b #iagnosis peritoneal lavage (!arang digunakan karena sudah tersedia CT-scan). c CT scan bagian perut (dilakukan dengan tingakat kontras medium). d 3rutan pemeriksaan radiografis perut atau gin!aluretra kandung kemih. Pel
Periksa panggul untuk mengetahui adanya pendarahan, lebam, !e!as, perubahan bentuk, atau trauma penetrasi. Pada lakilaki, periksa adanya priapism, sedangkan pada anita periksa adanya pendarahan. nspeksi daerah perineum terhadap adanya darah, feses, atau cedera lain. Pemeriksaan rektum dilakukan untuk mengukur sphincter tone, adanya darah, dan untuk mengetahui
25
posisi prostat. Letak prostat pada posisi highriding, darah pada urinary
meatus,
atau
adanya scrotal
hematoma adalah
kontraindikasi untuk dilakukannya kateter sampai uretrogram retrograde
dapat
dilakukan. 3ntuk
mengetahui
stabilitas
panggul lakukan penekanan secara halus ke arah dalam (menu!u midline) pada iliac crests. Lakukan palpasi pada daerah simfisis pubis !ika pasien mengeluh nyeri atau terdengar adanya gerakan, hentikan
pemeriksaan
dan
lakukan
pemeriksaan
Crays.
(Lamichhane P, et all ., 2011). Ekstrem!tas ) Extreity7
Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentuk, dislokasi, ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa sensorikmotorik dan kondisi neuro:askular pada masingmasing ekstremitas. Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya !e!as, lebam, krepitasi, dan ketidaknormalan suhu. Iika ditemukan adanya cedera, periksa ulang status neuro:askular distal secara teratur dan sistematis. indakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan C rays pada ekstremitas yang mengalami gangguan. nter:ensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut 8 a. 7alut bidai. b. Peraatan luka. (Lamichhane P, et all ., 2011). I 9 Inspect the !osterior Surfaces )Per!ksa Permukaan Bag!an Belakang7
#engan tetap mempertahankan posisi tulang belakang dalam kondisi netral, miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini membutuhkan beberapa orang anggota tim. Pemimpin tim menilai keadaan posterior pasien dengan mencari tandatanda !e!as, lebam, perubahan arna, atau luka terbuka. Palpasi tulang belakang untuk mencari ton!olan, perubahan bentuk, pergeseran,
26
atau nyeri. Pemeriksaan rektal dapat dilakukan pada tahap ini apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada kesempatan ini !uga bisa digunakan untuk mengambil ba!u pasien yang berada di baah tubuh pasien. 6pabila pada pemeriksaan tulang belakang tidak didapatkan adanya kelainan atau gangguan pada pasien dapat telentang, maka backboard dapat diambil (dengan mengikuti protokol institusi). indakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut8 a. Pemeriksaan Cray pada tulang belakang (leher, toraks, pinggang). b. ; scan tulang belakang. nter:ensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut8 1) Iaga tulang belakang agar tidak bergeser, sampai pasien sudah normal. 2) Pertimbangkan memberi lapisan atau mengambil papan. Lihat tandatanda kerusakan kulit. (Lamichhane P, et all ., 2011).
I.
Ne&k C"llar
>eck collar adalah alat untuk imobilisasi leher ( mempertahankan tulang ser:ical). +alah satu !enis collar yang banyak digunakan adalah +&M 7race (stemal &ccipital Mandibular mmobili'er). >amun ada !uga yang menggunakan Ccollar 4Btrication ;ollar yang dirancang untuk mobilisasi pemindahan pasien dari tempat ke!adian kecelakaan keruang medis). >amun pada prinsipnya cara ker!a dan prosedur pemasangannya hamper sama.
27
BAB III PEMBAHA5AN
A. Ju'ul Penel!t!an
Penelitian ini ber!udul <4ff ect of >eck ;ollar 9iBation on Fentilation in Multiple rauma Patients=. 6nalisis8 Iudul !urnal sudah dituliskan dengan benar karena sudah mengacu pada tu!uan penelitian. Penulisan !udul yang baik dapat menggambarkan tu!uan
28
dari penelitian. &leh karena tu!uan penelitian dirumuskan dari masalah penelitian, maka !udul penelitian !uga mencerminkan masalah penelitian (#harma, 2011).
B. A%strak
6nalisis8 Penulisan abstrak pada !urnal ini sudah sesuai kaidah penulisan. 6bstrak yang di buat pada penelitian ini sudah mencakup latar belakang, tu!uan penulisan, metode penelitian, hasil penelitian kesimpulan penelitian dan kata kunci. emudian !umlah kata yang ditulis !uga sudah sesuai, yaitu 1? kata, dimana penulisan abstrak !urnal yang baik adalah tidak lebih dari 20 kata (LP, 2012). +istematika penulisan abstrak sudah cukup baik, karena isi dari latar belakang, tu!uan penulisan, metode penelitian, hasil penelitian dan kesimpulan penelitian sudah dikelompokkan secara spesifik.
C. Nama Penel!t!
Penelitian ini dilakukan oleh tiga penelitia yaitu8 1. 9ar'ad /ahman 2. Mahboob Pouraghaei *. Payman Moharam'adeh A. 4brahim Mashhadi
6nalisis8 Pada penulisan nama peneliti sudah sesuai dengan konsep teori, dimana penulisan nama peneliti tidak mencantumkan gelar akademik. Penulisan nama yang baik adalah tanpa menuliskan gelar dan menuliskan nama lengkap (LP, 2012). >amun dalam penelitian ini tidak dicantumkan dengan !elas peran dari masingmasing peneliti apakah keempat peneliti dalam penelitian ini merupakan peneliti sesungguhnya atau hanya pembimbing. emudian asal alamat institusi dan alamat email masingmasing peneliti !uga tidak dicantumkan. Menurut LP (2012), penulisan identitas harus lengkap beserta
29
alamat institusi dan alamat email beserta nomor telpon masingmasing peneliti.
D. Tem2at 'an aktu Penel!t!an
1. empat nstalasi "aat #arurat abri' 3ni:ersity of Medical +cience, ran. 2. $aktu idak dicantumkan 6nalisis8 1. Pencantuman nama tempat penelitian dalam penelitian ini sudah lengkap karena peneliti sudah menyebutkan lebih detail lokasi penelitian. 2. Penulisan aktu penelitian belum dicantumkan dalam penelitian ini, belum sesuai dengan konsep penelitian harus !elas kapan dan dimana peneliti dilakukannya penelitian.
E. Tujuan Penel!t!an
3ntuk mengetahui pengaruh penggunaan penyangga leher terhadap :entilasi pasien dengan multipel trauma. 6nalisis8 u!uan penelitian adalah suatu keinginan yang dicapai oleh suatu kegiatan penelitian. u!uan
penelitian dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang
kongkrit, dapat diamati dan dapat diukur. u!uan penelitian dapat ditulis dalam tu!uan umum dan tu!uan khusus (#harma, 2011). u!uan penelitian ini sudah sesuai dengan !udul yang diambil dan isi dari !urnal ini sudah saling berkaitan dengan !udul dan
tu!uannya. >amun peneliti tidak
menyampaikan tu!uan khusus secara spesifik. +ehingga untuk mengetahui tu!uan khususnya pembaca harus membaca isi dari penelitian ini.
3.
Has!l
rauma adalah salah satu faktor penyebab kematian pada anak muda dan di tempat ker!a di seluruh dunia. Pedoman trauma menyatakan baha
30
neck fi Bation dengan collar diperlukan pada tahap aal e:aluasi pasien trauma. >amun, tampaknya mayoritas pasien mengeluh tentang perasaan dyspnea di papan belakang, atau karena memiliki kerah leher, dan memiliki kecenderungan untuk melepaskan kerah atau keluar dari papan belakang. Mengelola status pernapasan dan tingkat oksigenasi !aringan penting dalam meraat pasien trauma di bagian gaat darurat dan harus men!adi salah satu langkah pertama dalam e:aluasi pasien. indakan mendesak harus dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan, dan meraat tulang belakang pasien trauma sangat penting sebelum melakukan inter:ensi diagnostik. #alam sebuah penelitian yang dilakukan oleh 6y et al., Kang menggunakan spirometri untuk menganalisis pengaruh imobilisasi tulang belakang terhadap fungsi paru pada indi:idu sehat, penulis menyarankan baha penggunaan kerah leher akan menyebabkan penurunan parameter spirometri pada pasien. #alam penelitian lain, 7auer dkk. menge:aluasi kerapatan kerahasiaan leher pada parameter spirometri dan menyatakan baha menggunakan kerah leher menyebabkan penurunan yang signifikan pada tingkat 9F;, 94F1 dan 9492 ?. #alam sebuah penelitian yang dilakukan oleh +chafermeyer dkk, di mana mereka menge:aluasi efikasi dari 9ungsi kerah leher pada fungsi paru pada anakanak, penulis menun!ukkan baha penggunaan kerah leher pada anak menyebabkan penurunan parameter fungsi paru secara signifikan. #alam studi lain, Legg dkk. membandingkan parameter spirometri pada pasien dengan dan tanpa kerah leher dan menyarankan agar kerahasiaan leher secara signifikan mengurangi tingkat 9F;, pada tingkat *,-A@. 7ygra:e dkk. menge:aluasi penggunaan kerah leher pada fungsi paru dengan menggunakan spirometri dan menyatakan baha kerahasiaan leher menyebabkan penurunan parameter spirometri yang signifikan, menun!ukkan nilai 9F; dengan *,@, 94F1 dengan A,*@ dan 9492 ? dengan A,@, dengan leher kerah ukuran. #alam sebuah penelitian yang dilakukan oleh otten dkk, ditemukan baha pada *- pasien dengan kerah leher terdapat penurunan ratarata 1@ pada kapasitas paru dan spirometri. Menurut hasil penelitian kami, ditentukan baha fiksasi dengan
31
kerah leher tidak berpengaruh signifikan terhadap :entilasi dan oksigenasi pasien dalam penelitian kami. eterbatasan penelitian ini termasuk pasien yang tidak kooperatif, seperti pada kasus pasien yang mengalami gangguan atau pasien dengan rasa sakit yang parah. +elain itu, menurut kriteria penelitian, pasien dengan sedikit kehilangan kesadaran atau gangguan pernafasan belum pernah diteliti. +eperti pada hasil penelitian, !elas baha kerahasiaan leher tidak memiliki efek pada :entilasi atau oksigenasi pada beberapa pasien trauma. >amun, penelitian lebih lan!ut harus dilakukan untuk memastikan hasil ini. Penelitian ini menyimpulkan baha kerapatan kerahasiaan leher pada tes fungsi paru adalah karena kebutuhan penggunaan gaya dan otot respirasi aksesori untuk melakukan tes ini, dan baha akti:itas otot ini mungkin dibatasi oleh kerah leher. ukuran. >amun, :entilasi normal tidak memerlukan penggunaan otot paksa dan aksesori, dan akibatnya, kerah leher tidak berefek pada :entilasi.
4. 5!m2ulan
Menurut hasil penelitian ini, pengguaan penyangga leher tidak memiliki efek pada :entilasi pada beberapa pasien multi trauma.
BAB I? PENUTUP
A. 5!m2ulan
Pemasangan neck collar adalah memasang alat neck collar untuk immobilisasi leher (mempertahankan tulang ser:ikal). +alah satu !enis collar yang banyak digunakan adalah +&M 7race (+ternal &ccipital Mandibular mmobili'er). >amun ada !uga yang menggunakan Ccollar 4Btrication ;ollar yang dirancang untuk mobilisasi (pemindahan pasien dari tempat ke!adian
32
kecelakaan ke ruang medis). >amun pada prinsipnya cara ker!a dan prosedur pemasangannya hampir sama. rauma adalah salah satu faktor penyebab kematian pada anak muda dan di tempat ker!a di seluruh dunia. Pedoman trauma menyatakan baha neck fi Bation dengan collar diperlukan pada tahap aal e:aluasi pasien trauma. >amun, tampaknya mayoritas pasien mengeluh tentang perasaan dyspnea di papan belakang, atau karena memiliki kerah leher, dan memiliki kecenderungan untuk melepaskan kerah atau keluar dari papan belakang. Mengelola status pernapasan dan tingkat oksigenasi !aringan penting dalam meraat pasien trauma di bagian gaat darurat dan harus men!adi salah satu langkah pertama dalam e:aluasi pasien. indakan mendesak harus dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan, dan meraat tulang belakang pasien trauma sangat penting sebelum melakukan inter:ensi diagnostik. #alam sebuah penelitian yang dilakukan oleh 6y et al., Kang menggunakan spirometri untuk menganalisis pengaruh imobilisasi tulang belakang terhadap fungsi paru pada indi:idu sehat, penulis menyarankan baha penggunaan kerah leher akan menyebabkan penurunan parameter spirometri pada pasien. #alam penelitian lain, 7auer dkk. menge:aluasi kerapatan kerahasiaan leher pada parameter spirometri dan menyatakan baha menggunakan kerah leher menyebabkan penurunan yang signifikan pada tingkat 9F;, 94F1 dan 9492 ?. #alam sebuah penelitian yang dilakukan oleh +chafermeyer dkk, di mana mereka menge:aluasi efikasi dari 9ungsi kerah leher pada fungsi paru pada anakanak, penulis menun!ukkan baha penggunaan kerah leher pada anak menyebabkan penurunan parameter fungsi paru secara signifikan. #alam studi lain, Legg dkk. membandingkan parameter spirometri pada pasien dengan dan tanpa kerah leher dan menyarankan agar kerahasiaan leher secara signifikan mengurangi tingkat 9F;, pada tingkat *,-A@. 7ygra:e dkk. menge:aluasi penggunaan kerah leher pada fungsi paru dengan menggunakan spirometri dan menyatakan baha kerahasiaan leher menyebabkan penurunan parameter spirometri yang signifikan, menun!ukkan nilai 9F; dengan *,@, 94F1 dengan A,*@ dan
33