Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Biro Organisasi dan Kepegawaian
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenanNya sehingga penyusun dapat disusun dan diterbitkan Buku Panduan Ujian Dinas Edisi Tahun 2015. Buku Panduan ini merupakan bahan materi ujian bagi Calon Peserta Ujian Dinas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Hal ini mengingat tidak semua Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
lingkungan
Kementerian
Agraria
dan
Tata
Ruang/Badan
Pertanahan Nasional mempunyai akses terhadap materi yang akan diujikan dalam Ujian Dinas. Jauhnya lokasi tugas sebagian Pegawai Negeri Sipil lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang akan mengikuti Ujian Dinas merupakan penyebab sulitnya untuk mendapatkan bahan-bahan bacaan atau sumber informasi lainnya mengenai materi Ujian Dinas. Buku Panduan Ujian Dinas Edisi Tahun 2015 ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari Buku Panduan edisi sebelumnya, yang disesuaikan dengan perubahan ataupun perkembangan yang terjadi berkaitan dengan materi yang akan diujikan dalam Ujian Dinas Tahun 2015. Sesuai dengan tujuan penyusunannya, maka kepada seluruh Calon Peserta Ujian Dinas diharapkan untuk membaca dan memahami Buku Panduan Ujian Dinas ini dengan seksama. Semoga buku ini bermanfaat bagi Peserta Ujian Dinas di lingkungan lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Jakarta,
2015
Tim Penyusun
i
BAHAN MATERI UJIAN DINAS KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2015
NO
KELOMPOK
MATERI UJIAN
1.
A1
a. Pancasila b. UUD 1945
2.
A2
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019
3.
B
a. Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kepegawaian b. KORPRI
4.
C
a. Administrasi Perkantoran b. Teori Kepemimpinan c. Fungsi Manajemen
5.
D
a. Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Naisonal b. Pengetahuan Pertanahan
6.
E
7
F
a. b. a. b.
Bahasa Indonesia Sejarah Indonesia Perkembangan Politik Dalam Negeri Politik Luar Negeri Republik Indonesia
ii
DAFTAR ISI PRAKATA .................................................................................................................... i BAHAN MATERI UJIAN DINAS ...............................................................................ii DAFTAR ISI ...............................................................................................................iii PANCASILA................................................................................................................ 1 UNDANG – UNDANG DASAR 1945...................................................................... 16 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL 2015-2019 . 52 KEPEGAWAIAN..................................................................................................... 304 KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONSIA ......................................................... 377 ADMINISTRASI PERKANTORAN........................................................................ 455 KEPEMIMPINAN.................................................................................................... 482 PENGERTIAN DAN FUNGSI MANAJEMEN ...................................................... 495 TUGAS POKOK, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA ..... 503 PENGETAHUAN PERTANAHAN......................................................................... 577 BAHASA INDONESIA ........................................................................................... 653 SEJARAH................................................................................................................ 698 PERKEMBANGAN POLITIK DALAM NEGERI................................................... 756 POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA ............................................. 760 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 778
iii
PANCASILA A. Pengertian Pancasila. Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila terdiri
dari
dua
kata
yang
berasal
dari
bahasa Sansekerta
yaitu pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sansekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut : 1. Tidak boleh melakukan kekerasan 2. Tidak boleh mencuri 3. Tidak boleh berjiwa dengki 4. Tidak boleh berbohong 5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan
[UDIN 2015 – PANCASILA - 1]
bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasarkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang. B. Sejarah Pancasila Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara berawal pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
dr.Radjiman Wedyodiningrat, selaku ketua BPUPKI pada awal
sidang mengajukan suatu masalah sebagai agenda sidang. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah dalam sidang tersebut tiga orang pembicara, yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno untuk memaparkan gagasannya mengenai rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Berikut gagasan dari ketiga tokoh tersebut : 1. Mr. Muhammad Yamin Pada tanggal 29 Mei 1945 BPUPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Peristiwa ini dijadikan tonggak sejarah, karena pada saat itulah Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pikirannya tentang dasar negara. Pidato Mr. Muhammad Yamin berisikan lima asas dasar negara Indonesia Merdeka yang diidam-idamkan. Kelima asas tersebut adalah : 1) Peri Kebangsaan 2) Peri Kemanusiaan 3) Peri Ketuhanan 4) Peri Kerakyatan 5) Kesejahteraan Rakyat. Setelah berpidato, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia. Dalam rancangan UUD itu tercantum pula rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa
[UDIN 2015 – PANCASILA - 2]
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia 3) Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 2. Prof. Dr. Mr. Soepomo Pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Soepomo tampil berpidato di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidatonya itu beliau menyampaikan gagasannya mengenai lima dasar negara Indonesia merdeka yang terdiri dari : 1) Persatuan 2) Kekeluargaan 3) Keseimbangan lahir batin 4) Musyawarah 5) Keadilan rakyat 3. Ir. Soekarno Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Ir. Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Rumusan dasar negara yang diusulkan Ir.Soekarno tersebut adalah : 1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia 2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3) Mufakat atau Demokrasi 4) Kesejahteraan sosial 5) Ketuhanan yang berkebudayaan Lima asas di atas oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Dikatakan oleh beliau istilah itu atas saran dari salah seorang ahli bahasa. Usul mengenai nama “Pancasila” bagai dasar negara tersebut secara bulat diterima oleh sidang. Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersebut dapat diringkas menjadi Tri Sila yang rumusannya:
[UDIN 2015 – PANCASILA - 3]
1) Sosio Nasionalisme, yaitu Nasionalisme dan Internasionalisme 2) Sosio Demokrasi, yaitu Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat 3) Ketuhanan Yang Maha Esa Ir. Soekarno mengusulkan bahwa Tri Sila tersebut masih dapat diringkas lagi menjadi Eka Sila atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”. Setelah Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya, dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPKI menganjurkan supaya para anggota mengajukan usulnya secara tertulis. Usul tertulis harus sudah masuk paling lambat tanggal 20 Juni 1945, maka dibentuklah Panitia Kecil untuk menampung dan memeriksa usulan lain mengenai rumusan dasar negara. Anggota panitia terdiri atas delapan orang (Panitia Delapan), yakni sebagai berikut : 1. Ir. Soekarno (Ketua) 2. Mr. A.A. Maramis (anggota) 3. Ki Bagoes Hadikoesoemo (anggota) 4. K.H. Wahid Hasjim (anggota) 5. M. Soetardjo Kartohadikeosoemo (anggota) 6. Rd. Otto Iskandardinata (anggota) 7. Mr. Muhammad Yamin (anggota) 8. Drs. Mohammad Hatta (anggota) Kemudian, pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara BPUPKI, Panitia Delapan, dan Tyuo Sangi In (Badan Penasihat Pemerintah Pusat Bala Tentara Jepang). Rapat dipimpin Ir. Soekarno di rumah kediaman beliau Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Rapat menyetujui Indonesia merdeka secepatnya, sebagai negara hukum yang memiliki hukum dasar dan memuat dasar/filsafat negara dalam
Mukadimahnya.
Untuk
menuntaskan
hukum
dasar
maka
dibentuklah Panitia Sembilan dengan susunan anggota sebagai berikut : 1. Ir. Soekarno (Ketua) 2. Drs. Mohammad Hatta (Anggota) 3. Mr. A.A. Maramis (Anggota)
[UDIN 2015 – PANCASILA - 4]
4. K.H. Wahid Hasjim (Anggota) 5. Abdoel Kahar Meozakir (Anggota) 6. H. Agoes Salim (Anggota) 7. Abikeosno Tjokrosoejoso (Anggota) 8. Mr. Achmad Soebardjo (Anggota) 9. Mr. Muhammad Yamin (Anggota) Pada tanggal 22 Juni 1945 malam Panitia Sembilan langsung mengadakan
rapat
di rumah
kediaman
Ir.
Soekarno
di
Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Rapat berlangsung alot, karena terjadi perbedaan konsepsi antara golongan nasionalis dan Islam tentang rumusan dasar negara. Akhirnya disepakati rumusan dasar negara yang tercantum dalam Mukadimah (Pembukaan) Hukum Dasar, sebagai berikut : 1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Naskah Mukadimah yang ditandatangani oleh 9 orang anggota Panitia Sembilan itu kemudian terkenal dengan nama “Jakarta Carter” atau “Piagam Jakarta”. Mukadimah tersebut selanjutnya dibawa ke sidang BPUPKI tanggal 10 - 17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945 Mukadimah disepakati oleh BPUPKI. Pada tanggal 17 Juli 1945 sidang berhasil menyelesaikan rumusan Hukum Dasar dan Pernyataan Indonesia Merdeka. Dalam perkembangan selanjutnya, Jepang mengalami kekalahan dalam perang melawan sekutu. Pemerintah Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunby Inkai. Untuk keperluan pembentukan panitia tersebut, pada tanggal 8 Agustus 1945, Ir Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan dr. Radjiman
[UDIN 2015 – PANCASILA - 5]
Wedyodiningrat berangkat ke Saigon untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi. Menurut Ir. Soekarno, Terauchi memberikan keputusan sebagai berikut : 1. Ir. Soekarno dianggkat sebagai Ketua PPKI, Drs Mohammad Hatta sebagai wakil ketua dan dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota. 2. Panitia persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945 3. Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia. Setelah pertemuan di Saigon terjadi dua peristiwa yang sangat bersejarah dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Pertama, tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat. Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk mengesahkan naskah Hukum Dasar Indonesia yang sekarang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang disingkat UUD 1945. UUD 1945 terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alenia. Pada alenia keempat tercantum rumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejak saat itulah perkataan Pancasila telah menjadi salah satu kosakata dalam bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila.
[UDIN 2015 – PANCASILA - 6]
C. Fungsi dan Peranan Pancasila. 1. Fungsi Pancasila bagi Bangsa dan Negara Indonesia a. Pancasila sebagai Dasar Negara Pancasila sebagai Dasar Negara atau sering juga disebut sebagai Dasar Falsafah Negara ataupun sebagai ideologi Negara, hal ini mengandung pengertian bahwa Pancasila sebagai dasar mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Pancasila sebagai dasar Negara ditegaskan lagi dengan adanya Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan P4 dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pada Ketetapan ini dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten. Dalam
penjelasan Ketetapan ini dinyatakan bahwa kedudukan
Pancasila sebagai Dasar Negara di dalamnya mengandung makna sebagai Ideologi Nasional, Cita-cita dan Tujuan Negara. Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai kaidah Negara yang fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat dan tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR/DPR hasil pemilihan umum. Mengubah Pancasila berarti membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai makna yaitu: 1) Sebagai dasar untuk menata Negara yang merdeka dan berdaulat; 2) Sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan aparatur Negara yang bersih dan berwibawa, sehingga tercapai tujuan nasional, yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4; dan 3) Sebagai
dasar,
arah
dan
petunjuk
aktifitas
perikehidupan
bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. b. Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Nasional Istilah ini merupakan istilah baru dalam tata hukum Indonesia, yaitu muncul pasca reformasi melalaui Tap MPR No. III/2000, yang kemudian
[UDIN 2015 – PANCASILA - 7]
diubah dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa: 1) Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. 2) Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam ilmu hukum istilah sumber hukum berarti sumber nilai-nilai yang menjadi penyebab timbulnya aturan hukum. Jadi dapat diartikan Pancasila sebagai Sumber hukum dasar nasional, yaitu segala aturan hukum yang berlaku di negara kita tidak boleh bertentangan dan harus bersumber pada Pancasila. c. Pancasila sebagai Pandangan hidup Bangsa Indonesia Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa atau Way of Life mengandung makna bahwa semua aktifitas kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari harus sesuai dengan sila-sila dari Pancasila, karena Pancasila juga merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut yaitu : 1) Nilai dan jiwa Ketuhanan – keagamaan 2) Nilai dan jiwa kemanusiaan 3) Nilai dan jiwa persatuan 4) Nilai dan jiwa kerakyatan – demokrasi 5) Nilai dan jiwa keadilan sosial d. Pancasila sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia Walaupun nama atau kata Pancasila diperkenalkan tanggal 1 Juni 1945 oleh Bung Karno, namun pada dasarnya jiwa Pancasila telah ada sejak berabad-abad lamanya dalam kehidupan Bangsa Indonesia dan bahkan menurut AG. Pringgodigdo bahwa Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan adanya Bangsa Indonesia. Jadi Pancasila lahir dari jiwa kepribadian bangsa Indonesia yang terkristalisasi nilai-nilai yang dimilikinya.
[UDIN 2015 – PANCASILA - 8]
e. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia Pada saat bangsa Indonesia bangkit untuk hidup sendiri sebagai bangsa
yang
merdeka,
bangsa Indonesia telah
sepakat
untuk
menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara. Kesepakatan itu terwujud pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya Pancasila sebagai Dasar Negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang mewakili seluruh bangsa Indonesia. f. Pancasila sebagai Ideologi Negara Diatas telah dijelaskan bahwa ideologi dalam arti sehari-hari adalah cita-cita yang merupakan dasar, pandangan, atau paham. Jadi Pancasila sebagai Ideologi Negara merupakan tujuan bersama Bangsa Indonesia yang diimplementasikan dalam Pembangunan Nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan RI yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. g. Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa Bangsa Indonesia yang pluralis dan wilayah Nusantara yang terdiri dari berbagai pulau-pulau, maka sangat tepat apabila Pancasila dijadikan Pemersatu Bangsa, hal ini dikarenakan Pancasila mempunyai nilai-nilai
umum
dan
universal
sehingga
memungkinkan
dapat
mengakomodir semua perikehidupan yang berbhineka dan dapat diterima oleh semua pihak. 2. Peranan Pancasila a. Pancasila sebagai paradigma Ketatanegaraan Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang
[UDIN 2015 – PANCASILA - 9]
terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat dan jabatanjabatan harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila Pancasila. b. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang Sosial Politik Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka diimplementasikan sebagai berikut : 1) Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari; 2) Mementingkan kepentingan rakyat/demokrasi dalam pengambilan keputusan; 3) Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan; 4) Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab ; 5) Nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa. c. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang Ekonomi Pancasila
sebagai
mengandung
paradigma
pengertian
nasional
bagaimana
suatu
bidang
ekonomi
falsafah
itu
diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata. d. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang Kebudayaan
[UDIN 2015 – PANCASILA - 10]
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. e. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang Hankam (Pertahanan dan Keamanan) Dengan berakhirnya peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus
diaktualisasikan
untuk
menegaskan,
bahwa
TNI
telah
meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional. f. Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan Dengan memasuki kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas Pancasila sebagai paradigmanya perlu dipahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai masyarakat menunjukan adanya
suatu
academic
community
yang
akan
dalam
hidup
kesehariannya para warganya mempunyai kepedulian untuk terus menerus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui
abstraksi,
spekulasi,
imajinasi,
refleksi,
observasi,
eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang
[UDIN 2015 – PANCASILA - 11]
diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik. Epistimologi,
yaitu
bahwa Pancasila
dengan
nilai-nilai
yang
terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan, yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Lebih dari itu, dengan
penggunaan
Pancasila
sebagai
paradigma,
merupakan
keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan aksiologisnya. D. Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara Generasi Soekarno – Hatta telah mampu menunjukkan keluasan dan kedalaman wawasannya, dan dengan ketajaman intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan-gagasan vital sebagaimana dicantumkan didalam pembukaan UUD 1945, dimana Pancasila sebagai dasar negara ditegaskan dalam satu kesatuan integral dan integratif. Oleh karena itu, para tokoh menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang
1945
merupakan sebuah dokumen kemanusiaan yang terbesar dalam sejarah kontemporer
setelah
American
Declaration
of
Independent
1976.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nyaris sempurna, dengan nilainilai luhur yang bersifat universal, oleh karenanya Pancasila merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa Indonesia. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan
[UDIN 2015 – PANCASILA - 12]
tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu : (1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila. Pada tahap ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu : (1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ; (2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ; (3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ; (4) 1959 – 1965 masa orde lama ; (5) 1966 – 1998 masa orde baru dan (6) 1998 – sekarang masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum. 1. 1945
–
1968
merupakan
tahap
politis
dimana
orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen
[UDIN 2015 – PANCASILA - 13]
transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal. 2. 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi
pengembangan
Pancasila
diarahkan
pada
bidang
ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila) yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah, keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme. 3. 1995 – 2020 merupakan repositioning Pancasila. Karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan
[UDIN 2015 – PANCASILA - 14]
oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa urgensinya untuk menjadi
Pancasila
sebagai
dasar
negara
dalam
kerangka
mempertahankan jati diri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya yaitu : Realitasnya
bahwa
nilai-nilai
yang
terkandung
didalamnya
dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein” Idealitasnya
bahwa
idelisme
yang
terkandung
didalamnya
bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif menuju hari esok yang lebih baik. Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan berhenti dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa semangat Bhinneka Tunggal Ika. Reposisi Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan dan pengembangan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah untuk mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas Pancasila harus disertai penegakan (supremasi) hukum.
[UDIN 2015 – PANCASILA - 15]
UNDANG – UNDANG DASAR 1945 A. Pengertian, Kedudukan dan Sifat Undang-Undang Dasar 1945. Yang
dimaksud
dengan
Undang-Undang
Dasar
1945
adalah
keseluruhan naskah yang terdiri atas pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dan tidak dapat dipisahkan bagian yang satu dengan lainnya. UUD 1945 itu telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaaan Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Naskah yang resmi telah dimuat dan disiarkan dalam “Berita Republik Indonesia” Tahun II No. 7 yang terbit pada tanggal 15 Februari 1946, sebuah penerbitan resmi Pemerintah Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, UUD 1945 ini mengalami beberapa kali perubahan (amandemen) untuk memenuhi kebutuhan kenegaraan yang diharapkan mampu menjadi kerangka politik untuk kebersamaan bangsa dan sebagai tumpuan bangsa untuk maju ke masa depan yang lebih adil, lebih demokratis serta lebih sejahtera. Undang - Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar yang tertulis. Dari pengertian ini dapatlah dijabarkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mengikat Pemerintah, setiap lembaga negara, setiap lembaga masyarakat, dan juga setiap warga negara Indonesia dimana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang ada di wilayah negara Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati. Undang - Undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai hukum dasar, Undang Undang Dasar merupakan sumber hukum bagi hukum yang lebih rendah. Setiap produk hukum, seperti undang undang, peraturan, atau Putusan Pemerintah, bahkan juga setiap tindakan kebijaksanaan Pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat dipertanggung
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 16]
jawabkan kesesuaiannya dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUD 1945. Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata susunan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku merupakan hukum yang menempati kedudukan tertinggi. Hal ini dijelaskan dalam Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan, pada pasal 2 menyebutkan bahwa tata urutan
peraturan
perundang-undangan
merupakan
pedoman
dalam
pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundangundangan tersebut adalah sebagai berikut : 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR RI 3. Undang-undang 4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah Dalam hubungan ini, Undang Undang Dasar juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Disamping itu, masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis, yang menurut Penjelasan UUD 1945 merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Aturan-aturan semacam ini disebut konvensi ketatanegaraan.
Dengan sendirinya
konvensi itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar karena merupakan aturan sebagai pelengkap atau pengisi kekosongan yang timbul dalam praktek kenegaraan karena aturan tersebut tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar. Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa UUD 1945 itu bersifat singkat dan supel, yakni hanya
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 17]
memuat 37 pasal, ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Sifat Undang-Undang Dasar yang singkat dan supel itu juga dikemukakan dalam Penjelasan yaitu: 1. Undang Undang Dasar itu sudah cukup apabila telah memuat aturanaturan pokok saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraaan sosial. 2. UUD 1945 yang singkat dan supel itu lebih baik bagi negara seperti Indonesia ini, yang masih harus terus berkembang, harus terus hidup secara dinamis, masih terus akan mengalami perubahan-perubahan. Dengan aturan-aturan yang tertulis, yang hanya memuat aturan-aturan pokok itu, Undang Undang Dasar akan merupakan aturan yang luwes, kenyal, supel, dan tidak akan ketinggalan zaman. A.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya. 1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional. Karena pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya mengandung makna yang sangat dalam dan mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal, karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang beradab di seluruh muka bumi. Lestari, karena ia mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara proklamasi 17 Agustus 1945. Naskah pembukaan UUD 1945 yang selama ini masih digunakan ialah yang berbunyi sebagai berikut: UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 P EMBUKAAN (Preambule)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 18]
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan, Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. a. Makna Alinea-Alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan UUD 1945 dirumuskan secara padat dan khidmat sehingga tiap-tiap alineanya mengandung makna yang sangat dalam. Makna alinea-alinea Pembukaan UUD 1945 sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan UUD 1945 adalah sebagai berikut : Alinea pertama dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi
masalah
kemerdekaan
melawan
penjajahan.
Dengan
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 19]
pernyataan itu, bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan berdiri di barisan yang paling depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia. Alinea
ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, bahwa penjajahan
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankannya yang merupakan hak asasinya. Di sini letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia. Alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Aspirasi bangsa Indonesia itu adalah kesatuan tekad untuk membangun masa depan bersama walaupun ada keanekaragaman latar belakang budaya dan adat istiadat dari suku-suku serta golongan yang ada dalam masyarakat yang mendiami bumi Indonesia. Dalil
tersebut
di
atas
meletakkan
tugas
kewajiban
kepada
bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa. Jelaslah pendirian yang demikian itu, yang tercantum dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 akan tetap menjadi landasan pokok dalam mengendalikan politik luar negeri Indoneisa. Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti bahwa setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara
sadar
ditentang oleh bangsa Indonesia. Alinea kedua menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama itu. Ini juga berarti adanya kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alinea itu jelas apa yang dikehendaki atau diharapkan oleh para “pengantar” kemerdekaan, ialah Negara Indonesia
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 20]
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk terus mewujudkannya. Alinea ini menunjukkan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian : 1) Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan. 2) bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. 3) bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Alinea ketiga bukan saja menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan meteriil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya tetapi
juga
menjadi
keyakinan/kepercayaannya,
menjadi
motivasi
spiritualnya, bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbangan, keseimbangan kehidupan material dan spiritual, keseimbangan kehidupan di dunia dan di akhirat. Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur serta suatu pengukuhan dari Proklamasi Kemerdekaan. Alinea ini menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya. Motivasi spiritual yang luhur inilah yang hendak terus dikembangkan agar menjadi kekuatan moral, etik, dan spiritual dalam melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Alinea keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 21]
Fungsi yang sekaligus merupakan tujuan nasional negara Indonesia dirumuskan dengan : “....... Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” dan untuk “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”, dan “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Sedangkan prinsip dasar yang harus dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kepada Pancasila. Dengan rumusan yang panjang dan padat ini, alinea keempat Pembukaan UUD 1945 sekaligus menegaskan bahwa: 1) Fungsi dan tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; 2) Bentuk negara Indonesia adalah Republik; 3) Negara
Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan
rakyat; 4) Dasar negara Indonesia adalah Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 5) Negara Indonesia adalah negara yang tertib berdasarkan konstitusi dan hukum karena negara menyusun kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu undang-undang dasar sebagai hukum dasar yang tertulis. b. Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 Ada empat pokok pikiran yang memiliki makna sangat dalam, yaitu:
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 22]
1) Pokok pikiran pertama : “Negara” - begitu bunyinya - “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasarkan
atas
persatuan
dengan
mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham
golongan, mengatasi segala paham
perseorangan. Negara menurut pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan. Rumusan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah satu, tidak dapat dipecah-pecah. Meskipun setiap suku bangsa Indonesia mempunyai corak masing-masing, keseluruhannya secara garis besar dan dalam pokok dasarnya mengandung persamaan. Dengan demikian, negara Indonesia yang didirikan atas dasar aliran pengertian persatuan Indonesia itu mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara Indonesia yang didirikan sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakatnya menghendaki negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya karena negara Indonesia merupakan masyarakat yang integral, merupakan masyarakat yang organis, yang meliputi semangat satu bangsa, semangat kekeluargaan, semangat gotong royong, dan usaha bersama. 2) Pokok pikiran kedua “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh
rakyat”.
Pokok
pikiran
keadilan
sosial
ini
menunjukkan bahwa manusia Indonesia mempunyai hak yang sama untuk menikmati keadilan sosial dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial itu. Namun, negara juga berkewajiban menciptakan keadilan sosial tersebut. 3) Pokok pikiran ketiga, “Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 23]
harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia”. Pokok pikiran di atas menunjukkan bahwa kedaulatan dalam negara Republik Indonesia berada di tangan rakyat Indonesia. Perwujudan kedaulatan rakyat itu dilakukan berdasarkan kerakyatan atau demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. 4) Pokok pikiran keempat “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Oleh
karena
itu,
Undang-Undang
Dasar
harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara
negara
untuk
memelihara
budi
pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. 2. Batang Tubuh Undang - Undang Dasar 1945 Setelah Perubahan Keempat Batang Tubuh UUD 1945 yang saat ini digunakan adalah batang tubuh UUD 1945 yang sudah mengalami perubahan (amandemen) keempat terdiri dari 16 bab, 37 pasal ditambah tiga pasal Aturan Peralihan dan dua pasal Aturan Tambahan. Ketetapan MPR mengenai perubahan keempat UUD 1945 adalah sebagai berikut: Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan: a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan peraturan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 24]
Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat; b.
Penambahan bagian akhir dari Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, ”Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 tanggal 10 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.”
c.
Pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) ; Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A;
d.
Penghapusan judul Bab VI tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara;
e.
Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (4); Pasal 8 Ayat (3); Pasal 11 Ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5); Pasal 32 Ayat (1) dan Ayat (2); Bab XIV, Pasal 33 Ayat (4) dan Ayat (5); Pasal 34 ayat (1), Ayat (2), Ayat (4), dan Ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga naskah UUD 1945 selengkapnya berbunyi sebagai berikut: BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 25]
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***) (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.***) BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Pasal 2 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****) Pasal 3 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.***) (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.***) (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.***) BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA Pasal 4 (1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Pasal 5 (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.*)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 26]
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Pasal 6 (1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga begara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.***) (2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.***) Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.***) (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.***) (3) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.***) (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.****) (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.***)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 27]
Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*) Pasal 7A Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***) Pasal 7B (1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan
oleh
Dewan
Perwakilan
Rakyat
kepada
Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada
Mahkamah
Konstitusi
untuk
memeriksa,
mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***) (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.***) (3) Pengajuan
permintaan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
kepada
Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 28]
Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***) (4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.***) (5) Apabila
Mahkamah
Konstitusi
memutuskan
bahwa
Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.***) (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.***) (7) Keputusan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
atas
usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan
dalam
rapat
paripurna
Majelis
Permusyawaratan Rakyat.***) Pasal 7C Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.***)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 29]
Pasal 8 (1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.***) (2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.***) (3) Jika Presiden dan Wakil Presdien mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, Pelaksana Tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya. ***) Pasal 9 (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
atau
Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya Undang Dasar
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undangdan
menjalankan
segala
undang-undang
dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 30]
Janji Presiden (Wakil Presiden) : “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya
dan
seadil-adilnya,
memegang
teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” *) (2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.*) Pasal 10 Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Pasal 11 (1) Presiden
dengan
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.****) (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupam rakyat yang
terkait
dengan
beban
keuangan
negara,
dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***) (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.***) Pasal 12 Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 13 (1) Presiden mengangkat Duta dan Konsul.
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 31]
(2) Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*) (3) Presiden
menerima
penempatan
duta
negara
lain
dengan
memperhatikan pertimbangan/ Dewan Perwakilan Rakyat.*) Pasal 14 (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.*) (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*) Pasal 15 Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.*) Pasal 16 Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat
dan
pertimbangan
kepada
Presiden,
yang
selanjutnya diatur dalam undang-undang.****) BAB IV KEMENTERIAN NEGARA Pasal 17 (1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.*) (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.*) (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.***) BAB V PEMERINTAH DAERAH Pasal 18 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 32]
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.**) (2) Pemerintahan
daerah
provinsi,
daerah kabupaten, dan
kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**) (3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.**) (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.**) (5) Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.**) (6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**) (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.**) Pasal 18A (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota,
diatur
dengan
undang-undang
dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.**) (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.**)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 33]
Pasal 18B (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.**) (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.**) BAB VI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pasal 19 (1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.**) (2) Susunan
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan
undang-
undang.**) (3) Dewan
Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya
sekali
dalam
setahun.**) Pasal 20 (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.*) (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.*) (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.*) (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*) (5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 34]
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.*) Pasal 20A (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.**) (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.**) (3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.**) (4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undangundang.**) Pasal 21 (1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.*) (2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Pasal 22 (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undangundang. (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. (3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 35]
Pasal 22A Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undangundang diatur dengan undang-undang.**) Pasal 22B Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undangundang.**) BAB VIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH Pasal 22C (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.***) (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***) (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.***) (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang. ***) Pasal 22D (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.***) (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 36]
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan
undang-undang
yang
berkaitan
dengan
pajak,
pendidikan, dan agama.***) (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.***) (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.***) BAB VIB PEMILIHAN UMUM Pasal 22E (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***) (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih angaota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.***) (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilam Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.***) (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.***) (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***) (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.***) [UDIN 2015 – UUD 1945 - 37]
BAB VII HAL KEUANGAN Pasal 23 (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.***) (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.***) (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***) Pasal 23A Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.***) Pasal 23B Macam
dan
harga
mata
uang
ditetapkan
dengan
undang-
undang.****) Pasal 23C Hal-hal mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. Pasal 23D Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.****) BAB VIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23E
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 38]
(1) Untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.***) (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat,
Dewan
Perwakilan
Daerah,
dan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.***) (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.***) Pasal 23F (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.***) Pasal 23G (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.***) BAB VIII KEKUASAAN KEHAKIMAN Pasal 24 (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan
guna
menegakkan
hukum
dan
keadilan.***) (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 39]
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.****) Pasal 24A (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.***) (2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.***) (3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.***) (4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung***) (5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undangundang.***) Pasal 24B (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.***) (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***) (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***) (4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.***)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 40]
Pasal 24C (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap
Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.***) (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau
Wakil
Presiden
menurut
Undang-Undang
Dasar.***) (3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masingmasing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.***) (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.***) (5) Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil,
negarawan
yang
menguasai
konstitusi
dan
ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.***) (6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.***) BAB IX WILAYAH NEGARA Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.**)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 41]
BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK Pasal 26 (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara. (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.**) (3) Hal-hal mengenai warga negara
dan penduduk diatur dengan
undang-undang.**) Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. (3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.**) Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang. BAB XA HAK ASASI MANUSIA Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.**) Pasal 28B (1) Setiap
orang
berhak
membentuk
keluarga
keturunan melalui perkawinan yang sah.**)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 42]
dan
melanjutkan
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.**) Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh menfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat menusia.**) (2) Setiap
orang
memperjuangkan
berhak haknya
untuk secara
memajukan kolektif
dirinya
untuk
dalam
membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya.**) Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.**) (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**) (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.**) (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.**) Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.**) (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.**) (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 43]
Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.**) Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat,
dan
harta
benda
yang
di
bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.**) (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan
derajat
martabat
manusia
dan
berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain.**) Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.**) (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.**) (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya
secara
utuh
sebagai
manusia
yang
bermartabat.**) (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.**) Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 44]
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.**) (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu.**) (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**) (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.**) (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**) (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.**) (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu.**) (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**) (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.**) (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**) Pasal 28J
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 45]
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.**) (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.**) BAB XI AGAMA Pasal 29 (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA Pasal 30 (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.**) (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai
kekuatan
utama,
dan
rakyat,
sebagai
kekuatan
pendukung.**) (3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan
Angkatan
Udara
sebagai
alat
negara
bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 46]
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.**) (5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik
Indonesia,
hubungan
kewenangan
Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-sarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta halhal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.**) BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pasal 31 (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.****) (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.****) (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.****) (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan
dan
belanja
daerah
untuk
memenuhi
kebutuhan penyelenggaraaan pendidikan nasional.****) (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****) Pasal 32 (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengambangkan nilai-nilai budayanya.****)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 47]
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.****) BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang
produksi
yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan
kemajuan
dan
kesatuan
ekonomi
nasional.****) (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.****) Pasal 34 (1) Fakir miskin dan anak - anak yang terlantar dipelihara oleh negara.****) (2) Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.****) (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.****) (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ****)
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 48]
BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN Pasal 35 Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Pasal 36A Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.**) Pasal 36B Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**) Pasal 36C Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**) BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 37 (1) Usul
perubahan
pasal-pasal
Undang-Undang
Dasar
dapat
diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****) (2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.****) (3) Untuk mengubah pasal - pasal Undang - Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****) (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 49]
persen
ditambah
satu
dari
seluruh
anggota
Majelis
Permusyawaratan Rakyat.****) (5) Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. ATURAN PERALIHAN Pasal I Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****) Pasal II Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang
Dasar dan belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****) Pasal III Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.****) ATURAN TAMBAHAN Pasal I Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
ditugasi
untuk
melakukan
peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Sementara
dan
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 2003.****) Pasal II Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.****) Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (Lanjutan) tanggal 10
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 50]
Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Agustus 2002 K E T U A, ttd. Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. WAKIL KETUA,
WAKIL KETUA,
ttd.
ttd.
Prof. Dr. Ir. Ginandjar
K.H. Cholil Bisri
Kartasasmita WAKIL KETUA,
WAKIL KETUA,
ttd.
ttd.
Agus Widjoyo
Ir. Sutjipto
WAKIL KETUA,
WAKIL KETUA,
ttd.
ttd.
Drs. H.M. Husnie Thamrin
Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.
WAKIL KETUA ttd. Drs. H.A. Nazir Adlani Keterangan: *)
Perubahan Pertama disahkan 19 Oktober 1999
**)
Perubahan Kedua disahkan 18 Agustus 2000
***)
Perubahan Ketiga disahkan 10 November 2001
****)
Perubahan Keempat disahkan 10 Agustus 2002
[UDIN 2015 – UUD 1945 - 51]
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL 2015-2019 A. BUKU I : AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL BAB. I. PENDAHULUAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007. Dengan berpayung kepada UUD 1945 dan UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP tadi, RPJMN 2015-2019, disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil Presiden, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun Bappenas dan berpedoman pada RPJPN 2005-2025. RPJMN 2015-2019 adalah pedoman untuk menjamin pencapaian visi dan misi Presiden, RPJMN sekaligus untuk menjaga konsistensi arah pembangunan nasional dengan tujuan di dalam Konstitusi Undang Undang Dasar 1945 dan RPJPN 2005-2025. Untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun, pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan. Seiring dengan itu, pembangunan lima tahun ke depan juga harus makin mengarah kepada kondisi peningkatan kesejahteraan berkelanjutan, warganya berkepribadian dan berjiwa
gotong
antarkelompok pertumbuhan
royong, sosial,
yang
dan
masyarakatnya
dan postur
berkualitas,
perekonomian
yakni
bersifat
memiliki
keharmonisan
makin
mencerminkan
inklusif,
berbasis
luas,
berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan iptek sambil bergerak menuju kepada keseimbangan antarsektor ekonomi dan antarwilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 52]
BAB. II. KONDISI UMUM 2.1. LATAR BELAKANG Upaya mewujudkan tujuan negara dilaksanakan melalui proses yang bertahap, terencana, terpadu dan berkesinambungan. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR, dengan penjelasan sebagai berikut: Mandiri : berarti mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Maju
: berarti tingkat kemakmuran yang tinggi disertai dengan sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang mantap.
Adil
: berarti tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu, gender, maupun wilayah.
Makmur : berarti seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia telah terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain. Visi tersebut diwujudkan melalui 8 (delapan) misi yaitu: 1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. 2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum. 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu. 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan. 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari. 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 8. Mewujudkan
Indonesia
berperan
penting
dalam
pergaulan
dunia
internasional. Pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
[UDIN 2015 – RPJMN - 53]
menekankan
pada
pencapaian
daya
saing
kompetitif
perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. 2.2. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN 2.2.1. Tiga Masalah Pokok Bangsa Dalam rangka mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia dihadapkan pada tiga masalah pokok, yakni: 1) Merosotnya kewibawaan negara; 2) Melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional; dan 3) Merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. 2.2.2 Tantangan Utama Pembangunan Tantangan utama pembangunan dapat dikelompokkan atas: 1) Dalam rangka meningkatkan wibawa negara, tantangan utama pembangunan mencakup peningkatan stabilitas dan keamanan negara, pembangunan tata kelola untuk menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien, serta pemberantasan korupsi; 2) Dalam rangka memperkuat sendi perekonomian bangsa, tantangan utama pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan,
percepatan
pemerataan
dan
keadilan,
serta
keberlanjutan pembangunan; dan 3) Dalam rangka memperbaiki krisis kepribadian bangsa termasuk intoleransi, tantangan utama pembangunan mencakup peningkatan kualitas
sumberdaya
manusia,
pengurangan
kesenjangan
antarwilayah, dan percepatan pembangunan kelautan. BAB. III. LINGKUNGAN STRATEGIS 3.1. GEO-EKONOMI Kondisi geo-ekonomi global tetap akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian Indonesia dalam lima tahun ke depan. 3.2. GEO-POLITIK 3.2.1. Konstelasi Geo-politik Global
[UDIN 2015 – RPJMN - 54]
Konstelasi geo-politik global akan menjadi tantangan, khususnya bagi negara yang terbuka dan luas seperti Indonesia. 3.2.2. Lingkungan Geo-politik Regional Dunia mengalami proses perubahan situasi global yang ditandai dengan pergeseran hegemoni negara-negara Barat menuju pada kebangkitan ekonomi negara-negara Timur. Pergeseran ini tidak lepas dari
strategi
negara-negara
Timur
menyiasati
globalisasi,
yakni
memanfaatkan momentum krisis yang melanda negara-negara Barat dan memantapkan nasionalisme di dalam negerinya dengan melakukan proteksi terhadap potensi geo-politik dan geo-ekonomi dari berbagai bentuk intervensi asing. 3.2.3. Lingkungan Strategis Nasional Di antara negara-negara tetangga, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar dalam konteks regional, dan terbesar ketiga di dunia. Pada konteks geo-politik nasional, Indonesia menghadapi suatu lingkungan strategis yang akan mempengaruhi eksistensi demokrasi dan kemajuan Indonesia. 3.3 BONUS DEMOGRAFI Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati ‘bonus demografi’, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk
yang
ditandai
dengan
menurunnya
rasio
ketergantungan
(dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja. Perubahan struktur ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas sumber daya manusia (human capital). Bonus demografi tidak diperoleh secara otomatis, tetapi harus diupayakan dan diraih dengan arah kebijakan yang tepat. Berbagai kebijakan yang tepat diperlukan untuk menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang akan masuk ke angkatan kerja; menjaga penurunan fertilitas; menyiapkan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja; dan kebijakan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja, fleksibilitas pasar tenaga kerja, keterbukaan perdagangan dan tabungan serta dukungan sarana dan prasarana.
[UDIN 2015 – RPJMN - 55]
KEBIJAKAN DALAM MEMANFAATKAN BONUS DEMOGRAFI Bidang
Kebijakan Strategis
Pembangunan
Budaya Menjaga penurunan tingkat fertilitas
Sosial dan
Kehidupan Meningkatkan jaminan kesehatan
Agama
Memperluas pendidikan menengah universal Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan tinggi Meningkatkan pelatihan ketrampilan angkatan kerja melalui kualifikasi dan kompetensi, memperbanyak lembaga pelatihan dan relevansi pendidikan dengan pasar kerja Meningkatkan
kewirausahaan,
pendidikan
karakter
global
dengan
pemuda dan Mengoptimalkan
Ekonomi Tenaga Kerja
kerjasama
memperhatikan dimensi sosial dan budaya Memperluas lapangan kerja Meningkatkan iklim investasi dan promosi ekspor Meningkatkan sinergi arah kebijakan industri Meningkatkan fleksibilitas pasar tenaga kerja serta pengembangan sistem kerja yang layak Pendalaman kapital dan pendidikan tenaga kerja Peningkatan partisipasi perempuan dalam tenaga kerja
Daya Menjamin ketersediaan pangan dengan memperhatikan
Sumber Alam
dan
Lingkungan
perubahan pola konsumsi dan budaya lokal masyarakat Menjamin ketersediaan energi untuk industri
Hidup IPTEK untuk meningkatkan produktifitas kerja
Ilmu
Pengetahuan dan Meningkatkan Teknologi Politik,
insentif
pajak
bagi
penelitian
dan
pengembangan Hukum Meningkatkan partisipasi angkatan kerja di tingkat
dan Keamanan
regional
[UDIN 2015 – RPJMN - 56]
Menjamin hak-hak dan partisipasi seluruh penduduk pada pembangungan ekonomi (inclusive growth) Meningkatkan
perlindungan
tenaga
kerja
dan
kerjasama luar negeri Pembangunan Wilayah, Ruang
Tata dan
Mengembangkan
pusat
pertumbuhan
dengan
memperhatikan struktur angkatan kerja dan interkonektifitas antar-wilayah
Sarana
Penataan ruang menghadapi urbanisasi
Prasarana
Meningkatkan sarana yang mendukung mobilitas dan produktivitas
Apabila tidak didukung dengan kebijakan yang tepat, bonus demografi tidak akan dapat diraih, bahkan dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan. Penduduk yang besar akan meningkatkan tekanan pada kebutuhan pangan dan energi serta kelestarian dan kualitas lingkungan. 3.4. AGENDA PASCA 2015 DAN PERUBAHAN IKLIM Pembangunan berkelanjutan merupakan elemen strategis dalam RPJMN 2015-2019 dan penjabaran konkrit ke dalam bidang-bidang yang relevan akan dilakukan.
Lingkungan
strategis
sisi
global
adalah
adanya
Agenda
Pembangunan Pasca 2015 dan pengawasan perubahan iklim. Dalam
kaitan
dengan
penyusunan
RPJMN
2015-2019,
maka
perkembangan substansi dalam berbagai forum global akan diselaraskan dan kepentingan pembangunan nasional akan menjadi dasar usulan Agenda Pembangunan Pasca 2015 dari Indonesia. Dalam kaitan dengan perubahan iklim, Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak diwajibkan menentukan target penurunan emisi gas rumah kaca secara kuantitatif. Namun, Indonesia secara sukarela telah memberikan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca. Komitmen ini dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional penurunan gas rumah kaca (RAN GRK) melalui Perpres No. 61/2011 dan 33 Rencana Aksi Daerah (RAD GRK) yang ditetapkan melalui peraturan gubernur. Langkah penurunan emisi diiringi dengan langkah adaptasi yang rencana aksinya sudah selesai disusun pada tahun 2013.
[UDIN 2015 – RPJMN - 57]
Rencana pelaksanaan rencana mitigasi dan rencana adaptasi perubahan iklim pada berbagai bidang terkait dituangkan di dalam program lintas bidang dalam RPJMN 2015-2019 dengan target penurunan emisi GRK sekitar 26 persen pada tahun 2019 dan peningkatan ketahanan perubahan iklim di daerah. RAD-GRK dari 33 provinsi sebagian besar sudah dimasukkan dalam perencanaan
daerah,
atau
RPJMD.
Sehubungan
dengan
itu,
Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah perlu menjadikan target penurunan emisi dan adaptasi GRK sebagai indikator kinerja. Untuk pelaksanaan rencana aksi tersebut, terus dilanjutkan pula peningkatan kapasitas SDM dan kapasitas lembaga pelaksana, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya. BAB. IV. KERANGKA EKONOMI MAKRO Kerangka ekonomi makro dalam periode 2015-2019 disusun berdasarkan kondisi
umum
perekonomian
Indonesia,
masalah
yang
masih
harus
diselesaikan, tantangan yang harus dihadapi, serta tujuan yang ingin dicapai dalam periode lima tahun mendatang untuk mewujudkan negara Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan. Kerangka ekonomi makro meliputi sasaran dan kebijakan yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi yang tercermin dalam stabilitas moneter, fiskal dan neraca pembayaran, serta kebutuhan investasi untuk mendorong pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. BAB. V. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL 5.1 VISI MISI PEMBANGUNAN Dengan
mempertimbangkan
masalah
pokok
bangsa,
tantangan
pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: “TERWUJUDNYA
INDONESIA
YANG
BERDAULAT,
MANDIRI,
DAN
BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG” Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber
[UDIN 2015 – RPJMN - 58]
daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan
masyarakat
maju,
berkeseimbangan,
dan
demokratis
berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. 5.2 STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL Strategi Pembangunan Nasional menggariskan hal-hal sebagai berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 59]
5.3 SEMBILAN AGENDA PRIORITAS Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang
berdaulat
secara
politik,
mandiri
dalam
bidang
ekonomi,
dan
berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. 2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. 5.4 SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL Sesuai
dengan
visi
pembangunan
“Terwujudnya
Indonesia
yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, maka pembangunan nasional 2015-2019 akan diarahkan untuk mencapai sasaran utama yang tercakup dalam tabel berikut: SASARAN POKOK PEMBANGUNAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 NO
PEMBANGUNAN
1. SASARAN MAKRO Pembangunan Manusia dan Masyarakat a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) b. Indeks Pembangunan Masyarakat*) c. Indeks Gini
[UDIN 2015 – RPJMN - 60]
BASELINE 2014
73,8 0,55 0,41
SASARAN 2019
76,3 Meningkat 0,36
d.
Meningkatnya presentase penduduk yang menjadi peserta jaminan kesehatan melalui SJSN Bidang Kesehatan e. Kepesertaan Program SJSN Ketenagakerjaan Pekerja formal Pekerja informal Ekonomi Makro a. Pertumbuhan ekonomi
51,8% (Oktober 2014)
Min. 95%
29,5 juta 1,3 juta
62,4 juta 3,5 juta
5,1 % 8,0% (perkiraan) b. PDB per Kapita (Rp ribu) Tahun Dasar 43.403 72.217 2010 41.163 PDB per Kapita (Rp ribu) Tahun Dasar 2000 c. Inflasi 8,4% 3,5% d. Rasio Pajak Tahun Dasar 2010 ***) 11,5% 16,0% e. Tingkat Kemiskinan 10,96 % **) 7,0-8,0% d. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,94% 4,0-5,0% Keterangan: *)Indeks pembangunan masyarakat merupakan indeks komposit yang mengukur sifat kegotongroyongan, toleransi, dan rasa aman masyarakat **)Tingkat kemiskinan Bulan September 2014, sebelum adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM pada Bulan November 2014 ***) Termasuk pajak daerah sebesar satu persen PDB 2. SASARAN PEMBANGUNAN MANUSIA DAN MASYARAKAT Kependudukan dan Keluarga Berencana a Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk 1,49%/tahun (2000-2010) b Angka kelahiran total (Total Fertility 2,6 (2012) Rate/TFR) c Angka prevalensi Pemakaian 62% (2012) kontrasepsi (CPR) suatu cara (all methods) Pendidikan a. Rata-rata lama sekolah penduduk usia 8,1 (tahun) diatas 15 tahun (2013) b. Rata-rata angka melek aksara 94,1% (2013) penduduk usia di atas 15 tahun c. Prodi Perguruan Tinggi Minimal 50,4% (2013) Terakreditasi B d. Persentase SD/MI berakreditasi 68,7% minimal B e. Persentase SMP/MT berakreditasi 62,5% minimal B f. Persentase SMA/MA berakreditasi 73,5% minimal B
1,19%/tahun (2010-2020) 2,3 66%
8,8 (tahun) 96,1% 68,4% 84,2% 81,0% 84,6%
[UDIN 2015 – RPJMN - 61]
g.
Persentase Kompetensi Keahlian SMK 48,2% 65,0% berakreditasi minimal B h. Rasio APK SMP/MTs antara 20% 0,85 (2012) 0,90 penduduk termiskin dan 20% penduduk terkaya i. Rasio APK SMA/SMK/MA antara 20% 0,53 (2012) 0,60 penduduk termiskin dan 20% penduduk terkaya Kesehatan 1) Meningkatnya Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat a. Angka kematian ibu per 100.000 346 (SP 306 kelahiran hidup 2010) b. Angka kematian bayi per 1.000 32 (2012) 24 kelahiran hidup 17 c. Prevalensi kekurangan gizi 19,6 (2013) (underweight) pada anak balita (persen) 28 d. Prevalensi stunting (pendek dan 32,9 (2013) sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) (persen) 2) Meningkatnya Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular a. Prevalensi Tuberkulosis (TB) per 297 (2013) 245 100.000 penduduk (persen) b. Prevalensi HIV (persen) 0,46 (2014) <0,5 c. Prevalensi tekanan darah tinggi 25,8 (2013) 23,4 (persen) d. Prevalensi obesitas penduduk usia 15,4 (2013) 15,4 18+ tahun (persen) e. Persentase merokok penduduk usia 7,2 (2013) 5,4 ≤18 tahun 3) Meningkatnya Pemerataan dan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan a. Jumlah kecamatan yang memiliki 5.600 minimal satu puskesmas terakreditasi b. Persentase kabupaten/kota yang 95 mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada bayi c. Jumlah puskesmas yang minimal 1.015 5.600 memiliki lima jenis tenaga kesehatan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan a. Indeks Pembangunan Gender (IPG) 69,6 (2013) Meningkat b. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 70,5 (2013) Meningkat Perlindungan Anak
[UDIN 2015 – RPJMN - 62]
a.
Prevalensi Kekerasan terhadap Anak
Pembangunan Masyarakat a. Indeks gotong royong (mengukur kepercayaan kepada lingkungan tempat tinggal, kemudahan mendapatkan pertolongan, aksi kolektif masyarakat dalam membantu masyarakat yang membutuhkan dan kegiatan bakti sosial, serta jejaring sosial) b. Indeks toleransi (mengukur nilai toleransi masyarakat dalam menerima kegiatan agama dan suku lain di lingkungan tempat tinggal) c. Indeks rasa aman (mengukur rasa aman yang dirasakan masyarakat di lingkungan tempat tinggal) d Jumlah konflik sosial (per tahun)
Anak laki-laki: Menurun 38,62 persen; Anak perempuan: 20,48 persen (2013) 0,55 (2012)
Meningkat
0,49 (2012)
Meningkat
0,61 (2012)
Meningkat
164 (2013)
Menurun
3. SASARAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Kedaulatan Pangan 1) Produksi Dalam Negeri a. Padi (Juta Ton) 70,6 82,0 b. Jagung (Juta Ton) 19,13 24,1 c. Kedelai (Juta Ton) 0,92 2,6 d. Gula (Juta Ton) 2,6 3,8 e. Daging Sapi (Ribu Ton) 452,7 755,1 f. Produksi Ikan (juta ton) 12,4 18,8 2) Pembangunan, Peningkatan dan Rehabilitasi Irigasi a. Pembangunan dan Peningkatan 8,9 9,89 Jaringan irigasi air permukaan , air tanah dan rawa (juta ha) b. Rehabililtasi jaringan irigasi 2,71 3,01 permukaan, air tanah dan rawa (juta ha) c. Pembangunan dan Peningkatan irigasi 189,75 304,75 tambak (ribu ha) d. Pembangunan waduk 21 49 Catatan: Untuk 3 tahun pertama: fokus pada swasembada padi. Untuk kedele fokus pada konsumsi DN utamanya untuk tahu dan tempe; Gula, daging sapi dan garam fokus pada pemenuhan konsumsi rumah tangga.
[UDIN 2015 – RPJMN - 63]
Kedaulatan Energi 1. Peningkatan Produksi Sumber Daya Energi a. Minyak Bumi (ribu SBM/hari) 818 b. Gas Bumi (ribu SBM/hari) 1.224 c. Batubara (juta ton) 421 2. Penggunaan Dalam Negeri (DMO) a. Gas Bumi DN 53% b. Batubara 24% 3 Pembangunan FSRU (unit) 2 4 Jaringan pipa gas (km) 11.960 5 Pembangunan SPBG (unit) 40 6 Jaringan gas kota (sambungan rumah) 200 ribu 7 Pembangunan kilang bumi (unit) Maritim dan Kelautan 1) Memperkuat Jatidiri Sebagai Negara Maritim a. Penyelesaian pencatatan/deposit 13.466 pulau-pulau kecil ke PBB b.
Penyelesaian batas maritim antar 1 negara negara 2) Pemberantasan Tindakan Perikanan Liar a. Meningkatnya ketaatan pelaku 52% perikanan 3) Membangun konektivitas Nasional a. Pembangunan pelabuhan untuk --menunjang tol laut b. Pengembangan pelabuhan 210 penyeberangan c. Pembangunan kapal perintis 50 unit 4) Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan a. Produksi hasil perikanan (juta ton) 22,4 b. Pengembangan pelabuhan perikanan 21 unit c. Peningkatan luas kawasan konservasi 15,7 juta ha laut Pariwisata dan Industri Manufaktur 1) Pariwisata a. Kontribusi terhadap PDB Nasional 4,2% b. Wisatawan manca negara (orang) 9 juta c. Wisatawan Nusantara (kunjungan) 250 juta d. Devisa (trilliun rupiah) 120 2) Industri Manufaktur a. Pertumbuhan sektor industri 4,7% b. Kontribusi tergadap PDB 20,7% c. Penambahan jumlah industri berskala -menengah dan besar Ketahanan Air, Infrastruktur Dasar dan Konektivitas 1) Ketahanan Air
[UDIN 2015 – RPJMN - 64]
700 1.295 400 64% 60% 7 18.322 118 1,1 juta 1 17.466 (Selesai th 2017) 9 negara 87% 24 270 104 unit 40-50 24 unit 20 juta ha
8% 20 juta 275 juta 260 8,6% 21,6% 9.000 unit (2015-2019)
a. b. c. d. e. c.
d.
h. i. j. 2) a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p.
Kapasitas air baku nasional Pembangunan Waduk (kumulatif 5 tahun) Ketersedian air irigasi yang bersumber dari waduk Terselesaikannya status DAS lintas negara Berkurangnya luasan lahan kritis melalui rehabilitasi dalam KPH Pulihnya kesehatan 5 DAS Prioritas (DAS Ciliwung, DAS Citarum, DAS Serayu, DAS Bengawan Solo, dan DAS Brantas) dan 10 DAS prioritas lainnya sampai dengan tahun 2019 Terjaganya / meningkatnya jumlah mata air di 5 DAS prioritas dan 10 DAS prioritas lainnya sampai dengan 2019 melalui konservasi sumber daya air Kapasitas/Daya tampung
51,44 m3/det 21 waduk
118,6 m3/det 49 waduk
11%
20%
0
0
19 DAS (kumulatif) 5,5 juta ha (kumulatif) 15 DAS
0
15 DAS
500.000 ha
15,8 miliar m3 Pengembangan dan pengelolaan 9,136 Juta Jaringan Irigasi (permukaan, air tanah, Ha pompa, rawa, dan tambak) Rata-rata kapasitas Desain 5-25 tahun Pengendalian Struktural dan Non Struktural Banjir Infrastruktur Dasar dan Konektivitas Kapasitas pembangkit (GW) 50,7 Rasio elektrifikasi (%) 81,5 Konsumsi Listrik Perkapita 843KWh Kawasan permukiman kumuh 38.431 Ha perkotaan Kekurangan tempat tinggal (backlog) 7,6 juta berdasarkan perspektif menghuni Akses Air Minum Layak 70 % Akses Sanitasi Layak 60,9 % Kondisi mantap jalan nasional 94 % Pengembangan jalan nasional 38.570 km Pembangunan jalan baru (kumulatif 5 1.202 km tahun) Pengembangan jalan tol (kumulatif 5 807 km tahun) panjang jalur kereta api 5.434 km Pengembangan pelabuhan 278 Dwelling Time Pelabuhan 6-7 hari Jumlah bandara 237 On-time Performance penerbangan 75%
19 miliar m3 10 Juta Ha 10-100 tahun
86,6 96,6 1.200KWh 0 ha 5 juta 100% 100% 98% 45.592 km 2.650 km 1.000 km 8.692 km 450 3-4 hari 252 95 %
[UDIN 2015 – RPJMN - 65]
q. r. s. 3. a. b. c.
Kab/Kota yang dijangkau Broadband Jumlah Dermaga Penyeberangan Pangsa Pasar Angkutan Umum Perkotaan Lingkungan Emisi Gas Rumah Kaca Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Tambahan Rehabilitasi Hutan
82% 210 23%
100% 275 32%
15,5% 63,0-64,0
~ 26% 66,5-68,5
2 juta ha 750 ribu ha (dalam dan (dalam luar kawasan) kawasan) 4. SASARAN PEMBANGUNAN DIMENSI PEMERATAAN Menurunkan kesenjangan antar kelompok ekonomi 1 Tingkat Kemiskinan (%) 10,96%*) 7,0% - 8,0% 2 Tingkat Pengangguran Terbuka 5,94% 4,0 % - 5,0 % Keterangan: *) Tingkat Kemiskinan Bulan September 2014, sebelum adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM pada bulan November 2014 Meningkatkan cakupan pelayanan dasar dan akses terhadap ekonomi produktif masyarakat kurang mampu 1) Perlindungan Sosial bagi Penduduk Rentan dan Kurang Mampu (40% penduduk berpendapatan terendah) a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan 86% 100% b. Akses Pangan Bernutrisi 60% 100% c. Akses Terhadap Layanan Keuangan 4,12% *) 25% Keterangan: *) RT 40% termiskin yang saat ini memperoleh bantuan tunai melalui layanan keuangan digital 2) Pelayanan Dasar Bagi Penduduk Rentan dan Kurang Mampu (40% penduduk berpendapatan terendah) a. Kepemilikan akte lahir (2013) 64,6% 77,4% b. Akses air minum 55,7% 100% c. Akses sanitasi layak 20,24% 100% d. Akses penerangan 52,3% 100% 3) Peningkatan daya saing tenaga kerja a. Penyediaan lapangan kerja (2015- --10 juta 2019) (rata-rata 2 juta per tahun) b. Persentase tenaga kerja formal 40,5% 51,0% 4) Kepesertaan Program SJSN Ketenagakerjaan a. Pekerja formal 29,5 juta 62,4 juta b. Pekerja Informal 1,3 juta 3,5 juta 5) Meningkatkan kualitas dan keterampilan pekerja a. Jumlah pelatihan 1.921.283*) 2.170.377**) Jumlah sertifikasi 576.887*) 863.819**)
[UDIN 2015 – RPJMN - 66]
b.
Jumlah tenaga kerja keahlian 30,0% menengah yang kompeten c. Kinerja lembaga pelatihan milik negara 5,0% menjadi berbasis kompetensi Keterangan: *) Tahun 2011-2014 **) Tahun 2015-2019
42,0% 25,0%
5. SASARAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah 1) Peran Wilayah dalam Pembentukan PDB Nasional a. Sumatera 23,8 *) b. Jawa 58,0 *) c. Bali – Nusa Tenggara 2,5 *) d. Kalimantan 8,7 *) e. Sulawesi 4,8 *) f. Maluku – Papua 2,2 *) Keterangan: *) Tahun 2013 2) Pembangunan Perdesaan a. Penurunan desa tertinggal -b.
Peningkatan desa
3) a.
Pengembangan Kawasan Perbatasan Pengembangan Pusat Ekonomi Perbatasan (Pusat Kegiatan Strategis Nasional/PKSN) Peningkatan keamanan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan
b.
4) a.
--
24,6 55,1 2,6 9,6 5,2 2,9
s.d. 5.000 desa tertinggal Paling sedikit 2.000 desa mandiri
3 (111 lokasi prioritas)
10 (187 lokasi priorias) 12 pulau- 92 pulau kecil pulau kecil terluar/terdep terluar an berpenduduk
Pembangunan Daerah Tertinggal Jumlah Daerah Tertinggal
122 42 (termasuk 9 DOB) b. Kabupaten terentaskan 70 80 c. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di 7,1% *) 7,24% daerah tertinggal d. Persentase penduduk miskin di daerah 16,64% 14,0% tertinggal e. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 68,46 69,59 di daerah tertinggal Keterangan: *) rata-rata 2010-2014 5) Pembangunan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Luar Jawa [UDIN 2015 – RPJMN - 67]
a. b. c. 6) a. b.
c.
Kawasan Ekonomi Khusus di Luar Jawa Kawasan Industri Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Pembangunan Kawasan Perkotaan Pembangunan Metropolitan di Luar Jawa sebagai PKN dan Pusat Investasi Optimalisasi 20 kota otonomi berukuran sedang di Luar Jawa sebagai PKN/PKW dan penyangga urbanisasi di Luar Jawa Penguatan 39 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
7
14
n.a. 4
14 4
2
2+ 5(usulan baru)
43 kota belum optimal perannya --
20 dioptimalkan perannya
39 pusat pertumbuhan yang diperkuat d. Pembangunan 10 Kota Baru Publik -10 Kota Baru 6. SASARAN PEMBANGUNAN POLITIK, HUKUM, PERTAHANAN DAN KEAMANAN Politik dan Demokrasi 1 Tingkat Partisipasi Politik Pemilu 73,2 % 77,5 % 2 Indeks Demokrasi Indonesia 63,7 75,0 Penegakan Hukum 1 Indeks Pembangunan Hukum n.a. 75% 2 Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 3,6 4,0 3 Indeks Penegakan Hukum Tipikor n.a Naik 20% (skala 5) Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi 1. Kualitas Pelayanan Publik a. Integritas Pelayanan Publik (Pusat) 7,4 9,0 b. Integritas Pelayanan Publik (Daerah) 6,8 8,5 2. Persentase Instansi Pemerintah dengan Nilai Indeks Reformasi Birokrasi Baik (Kategori B) a. Kementerian/Lembaga 47% 75% b. Provinsi NA 60% c. Kabupaten/Kota NA 45% 3 Opini WTP atas Laporan Keuangan 74 % 95 % K/L 4. Persentase Instansi Pemerintah yang 60,2% 85,0% Akuntabilitas Kinerjanya Baik (Skor B) a. Kementerian/Lembaga 60,2% 85,0% b. Provinsi 30,3% 75,0% c. Kabupaten/Kota 2,38% 50%
[UDIN 2015 – RPJMN - 68]
Penguatan Tata Kelola Pemerintah Daerah 1) Kinerja Kuangan Daerah a. Rata-rata presentase belanja pegawai Kab/Kota b. Rata-rata pajak retribusi Kab/Kota terhadap total pendapatan c. Rata-rata pajak retribusi Provinsi terhadap total pendapatan d. Rata-rata belanja modal Kab/Kota e. Rata-rata belanja modal Provinsi f. Rata-rata presentase belanja pegawai Kab/Kota g. Rata-rata presentase belanja pegawai Provinsi h. Rata-rata ketergantungan dana transfer Kab/Kota i. Rata-rata ketergantungan dana transfer Provinsi j. Rata-rata nasional WTP Pemda Provinsi k. Rata-rata nasional WTP Pemda Kabupaten l. Rata-rata nasional WTP Pemda Kota 2) Kinerja Kelembagaan a. PTSP Kondisi Mantap b. Perda bermasalah c. Rata-rata kinerja Daerah Otonomi Baru Rata-rata kinerja maksimal Rata-rata kinerja minimal d. Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah yg ideal (sesuai PP 41) sampel 299 daerah e. Penerapan SPM di daerah (Prov/Kab/Kota) 3) Kinerja Aparatur a. Tingkat pendidikan aparatur Pemda S1, S2 dan S3 Pertahanan dan Keamanan 1. Tingkat Pemenuhan MEF (Tiga Tahap) 2. Kontribusi industri pertahanan DN terhadap MEF 3. Laju Peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba
42 %
35 %
5,9 %
11,0 %
33,6 %
40,0 %
19,9 % 16,2 % 42 %
30,0 % 30,0 % 35 %
15 %
13 %
72,2 %
70,0 %
53,9 %
50,0 %
52 %
85 %
30 %
60 %
41 %
65 %
35,5 % 350 perda 52,9 % 23,8 %
55,0 % 50 perda 70,0 % 48,0 %
45 %
70 %
75 %
90 %
43,3 %
50,0 %
Tahap I 10%
Tahap II 20%
0.08%
0.05%
Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan
[UDIN 2015 – RPJMN - 69]
dihadapi
bangsa
Indonesia
ke
depan,
maka
arah
kebijakan
umum
pembangunan nasional 2015-2019 adalah: 1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkelanjutan merupakan landasan utama untuk mempersiapkan Indonesia lepas dari posisi sebagai negara berpendapatan menengah menjadi negara maju. 2. Meningkatkan Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) yang Berkelanjutan. 3. Mempercepat
Pembangunan
Infrastruktur
Untuk
Pertumbuhan
dan
Pemerataan. 4. Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup, Mitigasi Bencana Alam dan Penanganan Perubahan Iklim. 5. Penyiapan Landasan Pembangunan yang Kokoh. 6. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan. 7. Mengembangkan dan Memeratakan Pembangunan Daerah. BAB. VI. AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL Agenda pembangunan nasional disusun sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara; 2. Mengembangkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional; 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; 8. Melakukan revolusi karakter bangsa; dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 70]
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Masing-masing
agenda
dijabarkan
menurut
prioritas-prioritas
yangdilengkapi dengan uraian sasaran, arah kebijakan dan strategi. BAB. VII. KAIDAH PELAKSANAAN Pelaksanaan rencana pembangunan menjadi lebih efektif dan efisien bila berpedoman pada rumusan kaidah pelaksanaan, yang meliputi: 1. Kerangka pendanaan, 2. Kerangka regulasi, 3. Kerangka kelembagaan, dan 4. Kerangka evaluasi . BAB. VIII. PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 merupakan penjabaran dari visi, misi dan program aksi pembangunan nasional dari pasangan Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla. RPJMN ini terdiri atas 3 (tiga) buku: yang pertama memuat prioritas pembangunan nasional, kedua memuat arah dan kebijakan bidang-bidang pembangunan, dan ketiga memuat arah kebijakan pembangunan kewilayahan. Dokumen ini menjadi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan nasional lima tahun ke depan. Dokumen ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan RPJM Daerah dan menjadi pedoman bagi pimpinan nasional dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG sebagai arah perubahan yang memberikan jalan bagi kelahiran Indonesia Hebat. Untuk itu, pelaksanaan
pembangunan
harus
didukung
oleh
(1)
komitmen
dari
kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis; (2) konsistensi kebijakan pemerintah; (3) keberpihakan kepada rakyat; dan (4) peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif (5) sistem birokrasi pemerintahan yang kuat, transparan, akuntabel, dan efisien. Selain itu, sektor-sektor pembangunan lainnya serta penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang tidak disebutkan
[UDIN 2015 – RPJMN - 71]
secara spesifik di dalam dokumen ini tetap dilanjutkan di dalam rangka mencapai visi di atas. Pembangunan nasional yang digariskan dalam RPJMN ini dilaksanakan melalui upaya seluruh komponen bangsa, akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
B. BUKU II: AGENDA PEMBANGUNAN BIDANG BAB I PENGARUSUTAMAAN DAN PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG A. Arah Kebijakan dan Strategi Pengarusutamaan 1. Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan a. Meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan ekonomi, melalui strategi:
(i)
peningkatan
pertumbuhan
ekonomi
yang
disertai,pengurangan kesejangan antar wilayah; (ii) peningkatan tingkat pendapatan (per kapita) yang disertai pengurangan kesenjangan pendapatan antar kelompok; (iii) peningkatan lapangan pekerjaan sehingga tingkat pengangguran menurun; (iv) penurunan tingkat kemiskinan sehingga jumlah penduduk miskin berkurang; (v) ketahanan pangan termasuk stabilisasi harga sehingga tingkat inflasi rendah; (vi) ketahanan energi, utamanya peningkatan akses masyarakat terhadap energi, peningkatan efisiensi dan bauran energi nasional; (vii) peningkatan
akses
transportasi/mobilitas
masyarakat;
(viii)
dan
penerapan pola produksi/kegiatan ekonomi dan pola konsumsi hemat (tidak boros) dan ramah lingkungan. b. Meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan sosial, melalui strategi: (i) peningkatan keterjangkauan layanan dan akses pendidikan, kesehatan, perumahan, pelayanan air bersih dan sanitasi masyarakat; (ii) peningkatan pengendalian pertumbuhan penduduk; (iii) peningkatan kesetaraan gender untuk akses/kesempatan pendidikan, kegiatan ekonomi
dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 72]
keterwakilan
perempuan
dalam
organisasi;
(iv)
pengendalian kekerasan terhadap anak, perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT); (v) peningkatan pelaksanaan demokrasi (indek demokrasi); dan (vi) peningkatan keamanan yang tercermin dalam rendahnya konflik horisonal dan rendahnya tingkat kriminalitas. c. Meningkatkan upaya keberlanjutan pembangunan lingkungan hidup, melalui strategi: (i) peningkatan kualitas air, udara dan tanah yang tercermin dalam peningkatan skor IKLH; (ii) pengembangan sistem neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup; (iii) penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK); (iv) penurunan tingkat deforestasi dan kebakaran hutan, meningkatnya tutupan hutan (forest cover) serta penjagaan
terhadap
keberadaan
keanekaragaman
hayati;
(v)
pengendalian pencemaran laut, pesisir, sungai, dan danau; (vi) pemeliharaan terhadap sumber-sumber mata air dan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan (vii) pengurangan limbah padat dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). d. Meningkatkan tata kelola pembangunan yang secara transparan, partisipatif, inklusif dan peningkatan standar pelayanan minimum di semua
bidang
dan
wilayah
untuk
mendukung
terlaksananya
pembangunan berkelanjutan di berbagai bidang. 2. Pengarusutamaan Tatakelola Pemerintahan yang Baik Kualitas tatakelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat tercapainya sasaran pembangunan nasional, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas,
efektivitas, efisiensi, supremasi
hukum,
keadilan, dan partisipasi masyarakat. Dalam tata kelola pemerintahan yang baik, negara membagi kekuasaan yang dimiliki dengan aktor lain yakni swasta (private sector) dan masyarakat sipil (civil society). Interaksi dimaksud mensyaratkan adanya ruang kesetaraan (equality) diantara aktor-aktor terkait sehingga prinsipprinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan lain sebagainya dapat terwujud.
[UDIN 2015 – RPJMN - 73]
Arah kebijakan dan strategi Tatakelola Pemerintahan yang Baik sebagai berikut: a. Peningkatan keterbukaan informasi dan komunikasi publik, diantaranya melalui penyelesaian dalam rangka Keterbukaan Informasi Publik; b. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, diantaranya melalui penciptaan forum-forum konsultasi publik; c. Peningkatan
kapasitas
birokrasi,
diantaranya
melalui
perluasan
pelaksanaan Reformasi Birokrasi di pusat dan daerah; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik, diantaranya melalui penguatan kapasitas pengendalian kinerja pelayanan publik, yang meliputi pemantauan,
evaluasi,
penilaian,
dan
pengawasan,
termasuk
pengawasan oleh masyarakat. 3. Pengarusutamaan Gender Arah Kebijakan dan Strategi Bidang Arah kebijakan pengarusutamaan gender dalam lima tahun ke depan antara lain: a. Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan. b. Meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO. c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Pengarusutamaan gender (PUG) dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan Strategi untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan adalah: (1) Pelaksanaan review dan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait KtP serta serta melengkapi aturan pelaksanaan dari perundangundangan terkait; (2) Peningkatan kapasitas SDM dalam memberikan layanan termasuk dalam perencanaan dan penganggaran; (3) Penguatan mekanisme kerjasama antara pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga layanan, masyarakat, dan dunia usaha dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan; (4) Penguatan sistem data
[UDIN 2015 – RPJMN - 74]
dan informasi terkait dengan tindak kekerasan terhadap perempuan; serta (5)
Pengembangan
kerangka
pemantauan
dan
evaluasi
terkait
penanganan kekerasan terhadap perempuan. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Lintas Bidang 1. Pemerataan dan Penanggulangan Kemiskinan Selama kurun waktu lima tahun, pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin sebanyak 4,80 juta orang. Pada tahun 2009, persentase penduduk miskin masih mencapai 14,15 persen atau 32,53 juta orang, dan pada bulan September 2014 angka kemiskinan menurun menjadi 10,96 persen atau sebanyak 27,73 juta orang. Strategi penurunan kemiskinan yang diterapkan selama periode 20102014 adalah mengupayakan kebijakan yang terintegrasi (pro-poor, projob, dan pro-growth) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengurangan kemiskinan pada periode tersebut dicapai melalui berbagai kebijakan afirmatif yang dilaksanakan melalui empat kelompok program, yakni
1)
perlindungan
sosial,
2)
pemberdayaan
masyarakat,
3)
pemberdayaan usaha mikro dan kecil, dan 4) program pro rakyat. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Dalam lima tahun ke depan, upaya untuk meningkatkan konsumsi per kapita penduduk 40 persen terbawah lebih cepat untuk memulihkan distribusi pendapatan yang lebih merata ditempuh dengan: a. Membangun Landasan yang Kuat agar Ekonomi Terus Tumbuh Menghasilkan Kesempatan Kerja yang Berkualitas. b. Meningkatkan produktivitas sektor/subsektor ekonomi c. Penyelenggaraan Perlindungan Sosial yang Komprehensif d. Perluasan dan Peningkatan Pelayanan Dasar e. Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan 2. Perubahan Iklim Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Perubahan Iklim a. Memperkuat koordinasi, pelaksanaan, pemantauan, dan pelaporan Rencana Aksi Nasional/ Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN/RAD-GRK) [UDIN 2015 – RPJMN - 75]
f. Menerapkan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RANAPI) secara sinergis, terutama pelaksanaan upaya adaptasi di 15 daerah percontohan 3. Revolusi Mental Bangsa yang maju ditentukan oleh mentalitas yang tangguh, baik individual maupun kolektif dari warga negaranya. Revolusi Mental bermula di alam pikiran yang menuntun bangsa dalam meraih cita-cita bersama dan mencapai tujuan kolektif bernegara, yaitu memajukan kesejahteraan umum, meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia serta membangkitkan kesadaran bahwa bangsa Indonesia memiliki kekuatan besar untuk berprestasi tinggi, produktif dan berpotensi menjadi bangsa maju dan modern, serta mengubah cara pandang, pikiran, sikap, perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Meningkatkan
kemandirian
bangsa
yang
ditandai
oleh
tegaknya
kedaulatan politik, ekonomi yang berdikari, dan kuatnya kepribadian bangsa dalam kebudayaan, yang bersumber dari nilai-nilai luhur budaya nasional (gotong royong, toleransi, harmoni, solidaritas, kesetiakawanan) untuk mengembangkan budaya pelayanan, melalui: Kedaulatan Politik a. Peningkatan kualitas peran dan fungsi lembaga-lembaga demokrasi; jaminan pemenuhan kebebasan sipil dan hak-hak politik rakyat, termasuk
peningkatan
peran
organisasi
masyarakat
sipil
dan
peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan publik. b. Pemantapan iklim kondusif bagi terpeliharanya stabilitas sosial politik yang ditandai dengan menurunnya konflik sosial politik. Pemantapan ini diupayakan melalui penerapan strategi nasional pemantapan wawasan kebangsaan dan karakter bangsa dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
[UDIN 2015 – RPJMN - 76]
c. Peningkatan kepatuhan dan penegakan hukum serta reformasi peradilan secara konsisten dan berintegritas untuk menciptakan ketertiban sosial dan mewujudkan keadilan, serta pelaksanaan reformasi birokrasi untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan layanan perizinan yang bersih, transparan, dan akuntabel, yang sejalan dengan pengembangan budaya pelayanan. d. Peningkatan kontribusi dan kualitas peran kebijakan luar negeri Indonesia dalam berbagai forum internasional untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional di dalam negeri, serta sebagai upaya untuk turut mewujudkan perdamaian dan keadilan dunia. Kemandirian Ekonomi a. Peningkatan kemandirian ekonomi nasional b. Pemberdayaan pelaku usaha kecil-menengah, ekonomi dan industri kreatif, ekonomi rakyat dan ekonomi subsisten, dengan meningkatkan pemerataan peluang dalam pengembangan ekonomi dan distribusi aset-aset produktif yang adil. c. Penguatan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat di kalangan pelaku ekonomi, pemerintah dan masyarakat untuk mencegah praktik monopoli yang menyebabkan kegiatan usaha tidak sehat dan ekonomi tidak efisien d. Peningkatan pemasyarakatan budaya produksi melalui peningkatan pemahaman dan penyadaran bahwa konsumsi berlebihan (excessive consumption) tidak baik dan tidak bijak, serta penyebaran pengetahuan teknik-teknik pembuatan barang dan jasa yang dilakukan sendiri baik melalui jalur pendidikan maupun pemasyarakatan sehingga terbangun budaya swadesi. e. Peningkatan dan pengembangan iklim yang kondusif bagi inovasi melalui pemberian penghargaan bagi temuan-temuan baru dan penegakan hak kekayaan intelektual, serta penyediaan ruang publik yang mendorong kreativitas dan yang memfasilitasi perwujudan ide kreatif ke dalam bentuk barang, audio, visual, grafis, koreografi, dan lain-lain.
[UDIN 2015 – RPJMN - 77]
Kepribadian dalam Kebudayaan a. Peningkatan
pendidikan
yang
berkualitas
untuk
melahirkan
manusiamanusia unggul, yang mampu mengembangkan kebudayaan, daya cipta dan kreativitas, daya saing, serta merancang masa depan bangsa yang maju, modern, dan mandiri. b. Peningkatan kualitas lembaga pendidikan (sekolah/madrasah dan unversitas) sebagai sarana dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yang tercermin pada proses pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan iptek dan pengembangan bahasa asing sebagai instrumen untuk mengakses sumber-sumber ilmu pengetahuan dan membangun peradaban modern. c. Peningkatan peran keluarga sebagai basis utama dan pertama pembentukan karakter dan kepribadian anak melalui pengasuhan dan pendidikan di rumah, pembinaan akhlak mulia dan budi pekerti, serta wahana sosialisasi dan persemaian nilai-nilai luhur. d. Peningkatan kesadaran masyarakat akan kemajemukan yang menuntut setiap warga negara hidup rukun, toleran, gotong royong, dan menjaga hubungan sosial yang harmonis, dengan menghargai perbedaan suku, agama, bahasa, adat istiadat, agar tercipta keutuhan, persatuan, dan kesatuan dalam kebhinnekaan. e. Pengembangan karakter dan jati diri bangsa yang tangguh, berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing dan dinamis, yang dilandasi oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berdasarkan Pancasila. f. 6) Pencanangan proyek percontohan dalam bentuk Komunitas Berkarakter sebagai “kantung-kantung perubahan,” untuk mengawali gerakan nasional kampanye revolusi mental di kalangan aparatur negara, pengelola BUMN/BUMD, dan masyarakat umum. g. Peningkatan kampanye publik melalui berbagai media (film, sastra, iklan layanan masyarakat), untuk menumbuhkan etos, semangat berkarya, daya juang, sikap antikorupsi, orientasi mencari ilmu, hidup toleran dan menjaga harmoni sosial di dalam masyarakat majemuk.
[UDIN 2015 – RPJMN - 78]
BAB 2 PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA Pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama sejatinya harus dimaknai sebagai upaya sistematis, terencana, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Upaya meningkatkan
kualitas
hidup
manusia
pada
hakekatnya
merupakan
pembangunan manusia sebagai insan dan sumber daya pembangunan, baik laki-laki maupun perempuan, mulai dari dalam kandungan ibu sampai usia lanjut. Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan lapangan pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, tetapi juga pemenuhan hak-hak dasar warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif demikian, pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia. Upaya untuk mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia perlu dilengkapi dengan gerakan Revolusi Mental untuk mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku semua orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi
dengan
bangsa-bangsa
lain
di
dunia.
Revolusi
Mental
mengandung nilai-nilai esensial yang harus diinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-inovatifadaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN BIDANG A. Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) Arah kebijakan pembangunan sub bidang kependudukan dan keluarga berencana dalam lima tahun ke depan (RPJMN Tahap III tahun 2015 – 2019) adalah
mengendalikan
jumlah
kelahiran,
pertambahan,
dan
laju
pertumbuhan penduduk melalui keluarga berencana dan pembangunan keluarga, dengan rincian arah kebijakan dan strategi sebagai berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 79]
1. Menguatkan advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di setiap wilayah dan kelompok masyarakat; 2. Menguatkan akses pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi (KR) yang merata dan berkualitas, terutama dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan; 3. Meningkatkan pemahaman remaja mengenai keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi (KR), dalam penyiapan
kehidupan dalam
berkeluarga; 4. Meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam pembangunan keluarga; 5. Menguatkan landasan hukum dan menyerasikan kebijakan pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana; 6. Menata,
menguatkan,
dan
meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana (KKB) di tingkat pusat dan daerah; 7. Meningkatkan kualitas data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, dan tepat waktu untuk dijadikan basis dalam memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat dan sekaligus pengembangan kebijakan dan program pembangunan. B. Kesehatan dan Gizi Masyarakat Pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat bertujuan untuk mendukung program Indonesia sehat dengan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan baik pada tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif. Arah kebijakan pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat pada tahun 2015-2019 adalah: 1. Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia yang berkualitas; 2. Mempercepat perbaikan gizi masyarakat; 3. Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;
[UDIN 2015 – RPJMN - 80]
4. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas; 5. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas; 6. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan alat kesehatan; 7. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan; 8. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan; 9. Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; 10. Menguatkan manajemen, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi kesehatan; 11. Memantapkan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan; 12. Mengembangkan dan meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan. C. Pendidikan Arah
kebijakan
dan
strategi
pembangunan
sub
bidang
pendidikan
diprioritaskan untuk: 1. Melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun dengan melanjutkan upaya untuk memenuhi hak seluruh penduduk mendapatkan layanan pendidikan dasar sembilan tahun berkualitas untuk menjamin seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar sembilan tahun; 2. Melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun dengan memperluas dan meningkatkan pemerataan pendidikan menengah yang berkualitas untuk mempercepat ketersediaan SDM terdidik untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja; 3. Memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan pendidikan; 4. Memperkuat kurikulum dan pelaksanaannya; 5. Memperkuat sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan kredibel; 6. Meningkatkan profesionalisme, kualitas, dan akuntabilitas guru dan tenaga kependidikan; 7. Meningkatkan kualitas LPTK; 8. Meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru; 9. Meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi;
[UDIN 2015 – RPJMN - 81]
10. Meningkatkan kualitas pendidikan tinggi; 11. Meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi; 12. Memantapkan otonomi perguruan tinggi; 13. Meningkatkan akses Pendidikan Anak Usia Dini; 14. Meningkatkan kualitas layanan Pendidikan Anak Usia Dini; 15. Meningkatkan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja; 16. Meningkatkan kualitas pendidikan orang dewasa; 17. Meningkatkan layanan pendidikan keagamaan yang berkualitas; 18. Meningkatkan kualitas pendidikan agama di sekolah untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan untuk membina akhlak mulia dan budi pekerti luhur; 19. Mengembangkan pendidikan kewargaan di sekolah untuk menumbuhkan jiwa
kebangsaan,
memperkuat
nilai-nilai
toleransi,
menumbuhkan
penghargaan pada keragaman sosial-budaya, memperkuat pemahaman mengenai hak-hak sipil dan kewargaan, serta tanggung jawab sebagai warga negara yang baik (good citizen); 20. Meningkatkan kualitas pendidikan karakter untuk membina budi pekerti, watak, dan kepribadian peserta didik; 21. Membangun budaya sekolah yang kondusif bagi penciptaan lingkungan belajar yang baik bagi siswa; 22. Meningkatkan
efisiensi
pemanfaatan
anggaran
pendidikan
dan
memperkuat mekanisme pembiayaannya; 23. Meningkatkan efektivitas desentralisasi pendidikan untuk memperbaiki kinerja penyelenggaraan pendidikan; 24. Memperkenalkan model pendanaan dan penganggaran berbasis kinerja untuk bidang pendidikan di tingkat daerah; 25. Memperkuat pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) untuk meningkatkan tata kelola pendidikan di satuan pendidikan dasar dan menengah; 26. Memperkuat peran swasta dalam menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas;
[UDIN 2015 – RPJMN - 82]
27. Meningkatkan keselarasan perencanaan pendidikan secara nasional berdasarkan pada data yang sahih dan handal. D. Perpustakaan Arah kebijakan dan strategi terdiri dari: 1. Meningkatkan budaya gemar membaca 2. Meningkatkan kualitas layanan perpustakaan, baik kapasitas dan akses, maupun utilitas. E. Pemuda dan Olahraga Arah kebijakan dan strategi terdiri dari: 1. Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan; 2. Menumbuhkan budaya olahraga dan prestasi; 3. Meningkatnya
pelayanan
kepemudaan
yang
berkualitas
untuk
menumbuhkan jiwa patriotisme, budaya prestasi, dan profesionalitas, serta untuk meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda di berbagai bidang pembangunan; 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga; 5. Meningkatnya prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional. F. Kebudayaan Arah kebijakan dan strategi terdiri dari: 1. Memperkukuh karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dinamis, dan berorientasi iptek; 2. Meningkatkan apresiasi terhadap keragaman seni dan kreativitas karya budaya; 3. Melestarikan warisan budaya baik bersifat benda (tangible) maupun tak benda (intangible); 4. Mengembangkan promosi dan diplomasi budaya; 5. Mengembangkan sumber daya kebudayaan. G. Agama Arah kebijakan dan strategi terdiri dari:
[UDIN 2015 – RPJMN - 83]
1. Meningkatkan
pemahaman,
penghayatan,
pengamalan
dan
pengembangan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat peran dan fungsi agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan; 2. Meningkatkan kerukunan umat beragama; 3. Meningkatkan pelayanan kehidupan beragama; 4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah; 5. Meningkatkan tata kelola pembangunan bidang agama. H. Kesejahteraan Sosial Arah kebijakan dan strategi terdiri dari: 1. Meningkatkan inklusivitas penyandang disabilitas yang menyeluruh pada setiap aspek penghidupan, yang dilaksanakan; 2. Memperkuat skema perlindungan sosial bagi lansia I. Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Arah kebijakan dan strategi terdiri dari: 1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Pengarusutamaan gender (PUG) dan
kelembagaan
perlindungan
perempuan
dari
berbagai
tindak
kekerasan; 2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan. J. Perlindungan Anak Arah kebijakan dan strategi terdiri dari: 1. Meningkatkan akses semua anak terhadap pelayanan yang berkualitas dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup; 2. Menguatkan sistem perlindungan anak yang mencakup pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi anak korban tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya; 3. Meningkatkan efektivitas kelembagaan perlindungan anak; BAB 3 EKONOMI Rencana pembangunan ekonomi disusun berlandaskan ideologi Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pancasila yang meletakkan dasar dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 84]
sekaligus memberikan arah dalam membangun jiwa bangsa untuk menegakkan kedaulatan, martabat, dan kebanggaan sebagai sebuah bangsa. Perwujudan pembangunan ekonomi dalam periode tahun 2015-2019 dirancang dengan menekankan pemahaman mengenai dasar untuk memulihkan harga diri bangsa dalam pergaulan antarbangsa yang sederajat dan bermartabat, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, yang tertuang dalam Trisakti. Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, pembangunan demokrasi ekonomi menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan sebagai pelaku utama dalam pembentukkan produksi dan distribusi nasional. Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk mendorong perekonomian Indonesia kearah yang lebih maju, yang mampu menciptakan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat ini harus didukung oleh berbagai kondisi penting yang meliputi: (1) terciptanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan; (2) terciptanya sektor ekonomi yang kokoh; serta (3) terlaksananya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Pertumbuhan
ekonomi
yang
cukup
tinggi
secara
berkelanjutan
memberikan kesempatan pada peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi yang pada gilirannya akan memberikan peluang pada peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh agar kegiatan ekonomi yang mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Terciptanya stabilitas ekonomi yang kokoh juga akan melindungi masyarakat dari penurunan daya beli karena kenaikan harga. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud, diperlukan berbagai upaya yang mendorong peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan yang mendorong perekonomian ke arah yang lebih maju. Selain itu diperlukan pula berbagai upaya agar semua masyarakat dapat menikmati kemajuan ekonomi yang terjadi secara berkeadilan. Dengan demikian tujuan
[UDIN 2015 – RPJMN - 85]
untuk memajukan perekonomian yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan tercapai. A. Sasaran Bidang Ekonomi 1. Kerangka Ekonomi Makro Dalam periode tahun 2015-2019, dengan berbagai upaya yang dilakukan, diperkirakan kinerja faktor-faktor ekonomi yang meliputi capital stock, human capital stock dan TFP akan meningkat. Peningkatan tajam akan terjadi sejak tahun 2016, yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 mencapai 7,1 persen, dan terus meningkat pada tahun 2018 dan 2019 yang masing-masing ditargetkan mencapai 7,5 persen dan 8,0 persen. Dengan tingkat pertumbuhan ini, pendapatan perkapita akan naik dari Rp47,7 Juta pada tahun 2015 hingga mencapai Rp72,2 Juta pada tahun 2019. Dari sisi pengeluaran, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah mendorong investasi untuk tumbuh tinggi. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, investasi akan tumbuh sebesar 10,4 persen pada tahun 2017, terus meningkat dan mencapai 12,1 persen pada tahun 2019. Dorongan kuat dari investasi akan memberikan kontribusi untuk peningkatan ekspor barang dan jasa, serta konsumsi. Ekspor akan tumbuh 8,8 persen pada tahun 2017, terus meningkat dan mencapai 12,2 persen pada tahun 2019. Konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah tumbuh secara bertahap dan masing-masing mencapai 6,1 persen pada tahun 2017 dan 2,5 persen pada tahun 2019. Dari sisi produksi, reformasi secara komprehensif mendorong industri pengolahan dalam lima tahun tumbuh secara rata-rata sebesar 7,4 persen per tahun. Sementara itu industri pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan tumbuh rata-rata sebesar 4,5 persen. Seiring dengan pertumbuhan PDB secara keseluruhan, industri tersier juga mengalami kenaikan pertumbuhan secara bertahap, dengan pertumbuhan tertinggi akan terjadi pada industri informasi dan telekomunikasi yang ditargetkan akan tumbuh sebesar 13,4 persen pada tahun 2019, yang ditopang oleh
[UDIN 2015 – RPJMN - 86]
membaiknya
infrastruktur
dan
meningkatnya
pemakaian
alat
telekomunikasi. 2. Keuangan Negara Reformasi keuangan negara dalam periode 2015-2019 diharapkan dapat mewujudkan sasaran-sasaran sebagai berikut: a. Di akhir periode RPJMN, rasio penerimaan perpajakan ditargetkan akan mencapai 16 persen PDB termasuk pajak daerah sebesar 1 persen PDB. b. PNBP ditargetkan terus meningkat dengan porsi dari pertambangan umum secara bertahap juga terus meningkat. c. Realokasi subsidi energi ke belanja produktif: d. Peningkatan kualitas perencanaan dan pelaksanaan anggaran negara. e. Peningkatan kualitas pengelolaan desentralisasi fiskal dan keuangan daerah. f. Pencapaian kesinambungan fiskal. 3. Moneter Upaya Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan stabilitas moneter, diharapkan dapat mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan, disertai dengan terjaganya stabilitas nilai rupiah selama lima tahun mendatang. Terkait inflasi, sasaran diharapkan dalam lima tahun mendatang adalah tercapainya inflasi yang setara dengan negara kawasan atau mitra dagang dengan 3,0-5,0 persen per tahun. Dalam periode 2015-2019, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi dengan laju inflasi yang lebih rendah dan postur transaksi berjalan yang lebih sehat. Dengan berlangsungnya transformasi struktural, nilai tukar diperkirakan akan dijaga untuk mencapai nilai keseimbangan yang baru dan cenderung terapresiasi seiring dengan peningkatan daya saing Indonesia sehingga menjadi Rp 12.000,0/USD pada tahun 2019. Prognosa ini sangat bergantung pada kemampuan untuk mengatasi berbagai tantangan struktural yang saat ini masih menyelimuti perekonomian domestic
[UDIN 2015 – RPJMN - 87]
4. Jasa Keuangan Sasaran sektor keuangan dalam lima tahun mendatang adalah: i) meningkatnya ketahanan/stabilitas dan daya saing sektor keuangan melalui sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien, ii) percepatan fungsi intermediasi dan penyaluran dana masyarakat untuk mendukung pembangunan, pembangunan
terutama dari
pemenuhan
masyarakat/swasta
kebutuhan (financial
pendanaan
deepening).
Bagi
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sasarannya adalah peningkatan akses kepada lembaga jasa keuangan dalam rangka meningkatkan sektor keuangan yang inklusif. Selanjutnya, sasaran sektor keuangan syariah dalam lima tahun mendatang
adalah:
(1)
meningkatnya
indikator-indikator
kuantitatif
pengembangan keuangan syariah seperti jumlah aset dan jumlah nasabah di lembaga keuangan syariah; (2) meningkatnya dukungan pembiayaan pembangunan dari sektor keuangan syariah; (3) terwujudnya good governance di industri keuangan syariah, (4) terwujudnya kondisi lembaga keuangan kesehatan syariah yang sehat dan mantap; (5) meningkatnya
pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat
terhadap
keuangan syariah termasuk meningkatnya perlindungan konsumen di sektor keuangan syariah. 5. Industri Pertumbuhan industri Tahun 2015-2019 ditargetkan lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dengan sasaran sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3.21. Untuk mencapai sasaran tersebut, jumlah industri berskala menengah dan besar perlu meningkat sekitar 9.000 unit usaha selama 5 tahun ke depan 6. BUMN Sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN dalam jangka menengah adalah meningkatnya peran BUMN dalam perekonomian/pembangunan melalui: (1) peningkatan pelayanan publik BUMN, terutama di bidang pangan, infrastruktur dan perumahan, (2)) pemantapan struktur BUMN dalam mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapanga kerja, (3)
[UDIN 2015 – RPJMN - 88]
peningkatan kapasitas BUMN melalui penyempurnaan tugas, bentuk dan ukuran perusahaan untuk meningkatkan daya saing BUMN. 7. UMKM dan Koperasi Upaya yang peningkatan daya saing UMKM dan koperasi dalam lima tahun mendatang
diharapkan
dapat
mewujudkan
sasaran-sasaran
sebagai berikut: a. Meningkatnya kontribusi UMKM dan koperasi dalam perekonomian. b. Meningkatnya daya saing UMKM. c. Meningkatnya usaha baru. d. Meningkatnya kinerja kelembagaan dan usaha koperasi. 8. Pariwisata Sasaran pembangunan pariwisata adalah sebagai berikut. a. Sasaran Pertumbuhan 1) Kontribusi terhadap PDB Nasional 2) Wisatawan Mancanegara 3) Wisatawan Nusantara 4) Devisa b. Sasaran Pembangunan Inklusif Meningkatnya usaha lokal dalam industri pariwisata dan meningkatnya jumlah tenaga kerja lokal yang tersertifikasi. 9. Ekonomi Kreatif Sasaran pembangunan ekonomi kreatif adalah sebagai berikut: a. PDB Ekraf b. Tenaga Kerja c. Jumlah Usaha d. Devisa e. Jumlah Film 10. Penguatan Investasi Sasaran pembangunan investasi pada periode 2015-2019 adalah: a. Menurunnya waktu pemrosesan perijinan investasi di pusat dan di daerah menjadi maksimal 15 hari kerja per jenis perizinan pada tahun 2019.
[UDIN 2015 – RPJMN - 89]
b. Menurunnya waktu dan jumlah prosedur untuk memulai usaha (starting a business) menjadi 7 hari dan 5 prosedur pada tahun 2019 sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan peringkat Indonesia pada Ease of Doing Business (EoDB). c. Meningkatnya pertumbuhan investasi atau Pertumbuhan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi sebesar 12,1 persen pada tahun 2019. Meningkatnya investasi PMA dan PMDN menjadi Rp933 triliun pada tahun 2019 dengan kontribusi PMDN yang semakin meningkat menjadi 38,9 persen. 11. Perdagangan Dalam Negeri Sasaran yang hendak dicapai dalam bidang perdagangan dalam negeri pada tahun 2015-2019 adalah: a. Pertumbuhan PDB riil sub kategori perdagangan besar dan eceran menjadi sebesar 8,2 persen di tahun 2019. b. Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar waktu rata-rata di bawah 9,0 persen per tahun. c. Terjaganya koefisien variasi harga barang kebutuhan pokok antar wilayah rata-rata di bawah 13,6 persen per tahun. d. Pembangunan/revitalisasi 5000 pasar rakyat, yang didukung oleh pemberdayaan terpadu nasional pasar rakyat. 12. Perdagangan Luar Negeri Sasaran yang hendak dicapai dalam bidang perdagangan luar negeri pada tahun 2015-2019 adalah: a. Pertumbuhan ekspor produk non-migas rata-rata sebesar 11,6 persen per tahun; b. Rasio ekspor jasa terhadap PDB rata-rata sebesar 3,0 persen per tahun; dan c. Peningkatan pangsa ekspor produk manufaktur menjadi sebesar 65 persen. 13. Tenaga Kerja a. Tingkat pengangguran terbuka diperkirakan sebesar 4,0-5,0 persen pada tahun 2019.
[UDIN 2015 – RPJMN - 90]
b. Menciptakan kesempatan kerja sebesar 10 juta selama 5 (lima) tahun. c. Sasaran besar lainnya yang hendak dicapai antara lain: 1) Terciptanya perubahan struktur tenaga kerja secara bertahap dari sektor/sub-sektor lapangan usaha yang produktivitasnya rendah ke sektor/sub-sektor yang produktivitasnya tinggi. 2) Meningkatkan jumlah pekerja formal. 3) Meningkatkan jumlah tenaga profesional dan berkeahlian. 4) Terlindunginya pekerja yang rentan terhadap goncangan lapangan kerja dan upah. 5) Meningkatkan keterampilan pekerja rentan agar dapat memasuki pasar tenaga kerja. 6) Tersedianya program perlindungan sosial bagi pekerja. 7) Tersedianya kebijakan pengupahan sebagai payung hokum. 8) Terciptanya hubungan industrial yang harmonis antara serikat pekerja dan pengusaha. 9) Tersedianya informasi pasar tenaga kerja yang efektif untuk menghubungkan antara pencari kerja dengan industri. 10) Terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat. 14. Perlindungan Pekerja Migran Sasaran yang hendak dicapai dalam lima tahun ke depan antara lain: a. Menurunnya jumlah pekerja migran yang menghadapi masalah hukum di dalam dan luar negeri. b. Terwujudnya mekanisme rekrutmen dan penempatan yang melindungi pekerja migran. c. Meningkatnya pekerja migran yang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar. d. Meningkatnya peran daerah dalam pelayanan informasi pasar kerja dan pelayanan rekrutmen calon pekerja migran. e. Tersedianya regulasi yang memberi jaminan perlindungan hak dan keselamatan bagi pekerja migran.
[UDIN 2015 – RPJMN - 91]
15. Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sasaran umum pelaksanaan SJSN sampai dengan tahun 2019 adalah perlindungan aset dan pendapatan keluarga yang bermuara pada pencegahan
kemiskinan
serta
peningkatan
pemerataan
dan
kesejahteraan penduduk. Jaminan sosial diharapkan dapat menjadi jaring pengaman (safety nets) yang mencegah kemiskinan saat penduduk menghadapi guncangan resiko sepanjang siklus hidup. 16. Kerjasama Ekonomi Internasional Sasaran kerjasama ekonomi internasional untuk tahun 2015 - 2019 adalah:(i) menurunnya jumlah hambatan tarif dan non-tarif dihnegaranegara yang menjadi pasar ekspor utama dan prospektif Indonesia; (ii) meningkatnya pemanfaatan skema perundingan kerjasama ekonomi internasional yang telah disepakati; (iii) mengurangi dampak negatif implementasi hasil kesepakatan kerjasama ekonomi internasional; dan (iv) meningkatnya produktivitas para pelaku usaha di pasar prospektif Indonesia. 17. Data dan Informasi Statistik Upaya menyukseskan pembangunan nasional di bidang statistik, secara ringkas sasaran dirumuskan sebagai berikut : a. Peningkatan ketersediaan data dan informasi statistik yang berkualitas. b. Peningkatan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan statistik yang diselenggarakan pemerintah dan swasta. c. Peningkatan hubungan dengan responden. d. Peningkatan jumlah dan kompetensi SDM statistik yang profesional, integritas, dan amanah. e. Peningkatan hubungan dengan pengguna data. f. Peningkatan
kualitas,
kuantitas,
dan
penggunaan
prasarana TIK dalam kegiatan statistik. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang 1. Keuangan Negara a. Peningkatan Penerimaan Negara
[UDIN 2015 – RPJMN - 92]
sarana
dan
Sebagai upaya untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan, arah kebijakan yang dilakukan ke depan adalah reformasi kebijakan secara komprehensif dan optimalisasi penerimaan perpajakan. Reformasi kebijakan secara komprehensif dilakukan terhadap tiga bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu: 1) Bidang
administrasi,
yakni
melalui
modernisasi
administrasi
perpajakan. 2) Bidang
peraturan,
dengan
melakukan
amandemen
terhadap
Undang-Undang Perpajakan beserta peraturan perundangundangan yang terkait. 3) Bidang pengawasan, dengan membangun bank data perpajakan nasional. b. Peningkatan Kualitas Belanja Negara Melalui Sinergitas Perencanan dan Penganggaran Untuk
meningkatkan
kualitas
belanja
negara,
penyempurnaan
perencanaan dan pelaksanaan anggaran negara perlu dilakukan. Dari sisi perencanaan penganggaran, penyempurnaan dapat dicapai melalui peningkatan keterkaitan perencanaan penganggaran pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah. Dengan perencanaan penganggaran yang lebih baik, diharapkan alokasi belanja akan lebih tepat sasaran dan menempatkan prioritas pendanaan pada kegiatan-kegiatan yang produktif. Dari sisi pelaksanaan anggaran, peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan secara terpisah tanpa melakukan perbaikan dalam proses perencanaan dan pelaporan keuangan. Integrasi sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan keuangan Negara dilakukan melalui Sistem Perbendahaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang di dalamnya termasuk penerapan basis data tunggal (single database) dan penyempurnaan proses bisnis. Strategi yang dilakukan adalah: 1) Pengurangan pendanaan bagi kegiatan konsumtif dalam alokasi anggaran K/L.
[UDIN 2015 – RPJMN - 93]
2) Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi yang rasional penganggarannya dan tepat sasaran. 3) Pemantapan PBK dan KPJM. 4) Penataan remunerasi aparatur negara dan sistem jaminan sosial nasional. 5) Penyempurnaan dan perbaikan regulasi dan kebijakan. 6) Pengelolaan kas yang efektif untuk mencapai jumlah likuiditas kas yang ideal. 7) Memodernisasi kontrol dan monitoring pelaksanaan anggaran dengan sistem informasi yang terintegrasi. 8) Pemberian insentif bagi lembaga dan daerah yang memiliki penyerapan anggaran yang tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan. Strategi yang akan dilakukan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah adalah: 1) Mempercepat penyelesaian rancangan Undang-Undang tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. 2) Mempercepat pelayanan evaluasi Perda/Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), meningkatkan kualitas evaluasi Perda PDRD serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan PDRD. 3) Mempercepat pelaksanaan pengalihan anggaran pusat ke daerah untuk
fungsi-fungsi
yang
telah
menjadi
wewenang
daerah,
mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan
menjadi
Dana
Alokasi
Khusus
(DAK)
dan
mempengaruhi pola belanja daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Strategi yang akan dilakukan terkait pengelolaan pembiayaan anggaran adalah:
[UDIN 2015 – RPJMN - 94]
1) Pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebagai penyangga fiskal (fiscal buffer) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pasar SBN. 2) Optimalisasi
perencanaan
dan
pemanfaatan
pinjaman
untuk
kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk berbasis proyek. 3) Pengelolaan Surat Berharga Negara melalui pengembangan pasar SBN domestik dan pengembangan metode penerbitan SBN valas yang lebih fleksibel. 4) Pengelolaan risiko keuangan yang terintegrasi. 5) Penggabungan lembaga keuangan penjaminan investasi dalam satu wadah untuk membiayai kegiatan-kegiatan beresiko tinggi. 6) Implementasi
manajemen
kekayaan
utang
(Asset
Liability
Management – ALM) untuk mendukung pengelolaan utang dan kas negara. 2. Moneter Kebijakan moneter akan tetap diarahkan pada pencapaian sasaran inflasi dan penurunan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat serta kebijakan
suku
bunga
dan
stabilisasi
nilai
tukar
rupiah
sesuai
fundamentalnya. Penguatan operasi moneter, pengelolaan lalu lintas devisa, dan pendalaman pasar keuangan akan diintensifkan untuk mendukung efektivitas transmisi suku bunga dan nilai tukar, sekaligus untuk memperkuat struktur dan daya dukung sistem keuangan dalam pembiayaan pembangunan. Beberapa hal penting terkait strategi kebijakan moneter ke depan, diantaranya: a. Meningkatkan
kedisiplinan
dalam
menjaga
stabilitas
dan
kesinambungan kebijakan moneter guna mendukung pertumbuhan ekonomi. b. Meningkatkan komunikasi yang intensif untuk menjangkar persepsi pasar.
[UDIN 2015 – RPJMN - 95]
c. Meningkatkan koordinasi yang erat di antara berbagai pemangku kebijakan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan. d. Melakukan
penguatan
kebijakan
struktural
untuk
menopang
keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, termasuk kebijakan pengelolaan subsidi
BBM,
kebijakan
di
sektor
keuangan,
terutama
terkait
pendalaman pasar keuangan, dan kebijakan di sektor riil. 3. Jasa Keuangan Arah kebijakan dan strategi utama sektor keuangan ke depan adalah sebagai berikut: a. Peningkatan koordinasi kebijakan terkait stabilitas sistem keuangan dan penyusunan payung regulasi UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan. b. Kebijakan penguatan fungsi intermediasi. c. Pengembangan dan optimalisasi peran lembaga keuangan bukan bank (asuransi, pasar modal, dana pensiun, investment bank, dsb) sebagai sumber pembiayaan pembangunan. d. Untuk mencapai tingkat keuangan inklusif dan literasi keuangan yang baik di Indonesia dalam 20 tahun mendatang, Otoritas Jasa Keuangan (2013) dalam Cetak Biru Strategi Nasional Keuangan Indonesia, telah membuat proyeksi dan kebijakan tingkat (indeks) literasi dan indeks utilitas (penggunaan) jasa keuangan beberapa industri keuangan di Indonesia sampai dengan tahun 2017 dan 2023. e. Pada industri asuransi, peningkatan indeks literasi dan utilitasnya diupayakan melalui pengembangan skim produk perasuransian yang dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah seperti asuransi mikro, dan asuransi terkait bencana alam seperti asuransi pertanian (perkebunan, peternakan, dan tanaman pangan). f. Selain itu pada industri jasa Pasar Modal, upaya peningkatan indeks literasi dan utilitas dilakukan melalui: (i) kegiatan literasi dan edukasi pasar modal kepada masyarakat luas, (ii) penyediaan dan pemasaran produk dan jasa pasar modal yang lebih terjangkau untuk seluruh golongan pengguna pasar modal, agar pengguna produk dan jasa pasar modal dapat bertambah secara signifikan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 96]
g. Untuk
meningkatkan
pembiayaan
investasi
selain
melalui
pengembangan lembaga yang sudah ada seperti perbankan, pasar modal melalui saham dan obligasi terutama surat perbendaharaan negara dan obligasi korporasi (corporate bonds) diupayakan pula melalui pengkajian pembentukan lembaga baru dan penyusunan kerangka regulasi terkait seperti sistem tabungan pos, dan lembaga keuangan lainnya. h. Mengembangkan
keuangan
syariah
diantaranya
melalui:
(i)
pembentukan komite nasional pengembangan keuangan syariah, (ii) sosialisasi dan kampanye mengenai keuangan syariah yang dipimpin oleh Komite dengan menggunakan saluran-saluran yang ada sekaligus meningkatkan kesadaran konsumen dan pelaku usaha, (iii) mendorong penempatan dana-dana pemerintah untuk sebagian ditempatkan di perbankan
atau
lembaga
keuangan
syariah,
(iv)
mendorong
terbentuknya bank investasi berbasis syariah di Indonesia, (v) meningkatkan investasi untuk pengembangan SDM di bidang keuangan syariah, (vi) mendorong terjadinya inovasi di keuangan syariah, (vii) meningkatkan sistem teknologi informasi keuangan syariah, (viii) meningkatkan interaksi dengan dunia internasional bagi pelaku usaha dan pemangku kepentingan. i. Pembentukan bank atau lembaga keuangan khusus untuk pembiayaan prioritas pembangunan (pembiayaan infrastruktur, pertanian dan kemaritiman dan UMKM). j. Pengembangan dan implementasi Program Asuransi Pertanian. k. Peningkatan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. 4. Industri Kemampuan industri mikro dan kecil belum memadai untuk dapat digunakan basis penumbuhan populasi industri berskala besar dan sedang. Sehingga pengungkit utama akselerasi pertumbuhan industri adalah investasi baik dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) ataupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Untuk menarik
[UDIN 2015 – RPJMN - 97]
investasi maka kebijakan pertama adalah pembangunan kawasan industri dengan seluruh sarana prasarana yang dibutuhkan. Dengan demikian arah kebijakan pembangunan industri adalah: a. Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau Jawa: (1) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi; (2) Kawasan Peruntukan Industri; (3) Kawasan Industri; dan (4) Sentra IKM. Strategi pengembangan perwilayahan industri adalah: 1) Memfasilitasi
pembangunan
14
Kawasan
Industri
(KI)
yang
mencakup: (1) Bintuni-Papua Barat, (2) Buli-Halmahera TimurMaluku Utara, (3) Bitung-Sulawesi Utara, (4) Palu-Sulawesi Tengah, (5) Morowali-Sulawesi Tengah, (6) Konawe-Sulawesi Tenggara, (7) Bantaeng-Sulawesi Selatan, (8) Batulicin-Kalimantan Selatan, (9) Ketapang-Kalimantan Barat, (10) Landak-Kalimantan Barat, (11) Kuala Tanjung-Sumatera Utara, (12) Sei Mangke-Sumatera Utara, (13) Tanggamus-Lampung, dan (14) Jorong, Tanah Laut-Kalimantan Selatan. 2) Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa. 3) Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang terdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur), dan 11 di Kawasan Barat Indonesia. 4) Berkoordinasi membangun
dengan
para
infra-struktur
telekomunikasi,
pengolah
pemangku
utama
(jalan,
limbah,
dan
kepentingan listrik, logistik),
air
dalam bersih,
infrastruktur
pendukung tumbuhnya industri, dan sarana pendukung kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja. b. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50 persen tumbuh di luar Jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha.
[UDIN 2015 – RPJMN - 98]
Strategi utama penumbuhan populasi adalah dengan mendorong investasi baik melalui penanaman modal asing maupun modal dalam negeri. c. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja) dengan strategi sebagai berikut: 1) Peningkatan Efisiensi Teknis 2) Peningkatan Penguasaan Iptek / Inovasi 3) Peningkatan Penguasaan dan Pelaksanaan Pengembangan Produk Baru (New Product Development) oleh industri domestik) 4) Pembangunan Faktor Input Fasilitasi dan insentif: Dalam rangka peningkatan daya saing dan produktivitas industri, fasilitasi dan pemberian insentif: a. Diprioritaskan pada: (1) industri strategis; (2) industri maritim; dan (3) industri padat tenaga kerja. b. Terhadap impor bahan baku, komponen, dan barang setengah jadi diharmonisasikan sesuai dengan rantai pertambahan nilai berikutnya di dalam negeri, semakin besar forward linkage-nya semakin besar insentifnya. 5. BUMN Dalam rangka membina dan mengembangkan BUMN dalam jangka menengah, diupayakan pelaksanaan kebijakankebijakan utama, yaitu: a. Mendukung peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat. b. Memantapkan struktur BUMN yang berdayaguna (daya saing) dan berhasil guna. c. Membangun kapabilitas BUMN. Dalam kaitannya dengan reformasi pembinaan BUMN, kebijakan yang ditempuh adalah: (1) menjaga BUMN dari intervensi politik, (2) meningkatkan
dan
mempertahankan
profesionalisme
pada
jajaran
pengelola BUMN, (3) menata pembagian kewenangan dan tanggung jawab antara regulator dan operator kewajiban pelayanan publik/PSO, dan terakhir, dan (4) mendorong BUMN menjadi perusahaan kelas dunia.
[UDIN 2015 – RPJMN - 99]
6. UMKM dan Koperasi Kebijakan di bidang UMKM dan koperasi dalam periode 2015-2019 yaitu meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas”) dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional. Strategi pembangunan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia. b. Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan. c. Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran. d. Penguatan kelembagaan usaha. e. Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha. 7. Pariwisata Arah kebijakan yang akan ditempuh dalam pembangunan pariiwisata merujuk pada PP 50 Tahun 2010 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (RIPPARNAS), yaitu: a. Pemasaran Pariwisata Nasional diarahkan untuk mendatangkan sebanyak
mungkin
wisatawan
manca
negara
dan
mendorong
peningkatan wisatawan nusantara, dengan strategi fokus pada 16 pasar wisatawan manca negara dan 16 pasar utama wisatawan domestik. b. Pembangunan Destinasi Pariwisata diarahkan untuk meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam negeri dan di luar negeri. Jenis pariwisata yang akan dikembangkan khususnya untuk wisatawan manca negara mencakup: (i) wisata alam yang terdiri dari wisata bahari, wisata ekologi, dan wisata petualangan; (ii) wisata budaya yang terdiri dari wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan belanja, dan wisata kota dan desa; dan (iii) wisata ciptaan yang terdiri dari wisata MICE & Event, wisata olahraga, wisata kebugaran (wellness) berbasis budaya nusantara, serta wisata kawasan terpadu. c. Pembangunan Industri Pariwisata diarahkan untuk meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta
[UDIN 2015 – RPJMN - 100]
meningkatkan keragaman dan daya saing produk/jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran. d. Pembangunan Kelembagaan Pariwisata diarahkan untuk membangun sumber daya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional dengan strategi: (i) berkoordinasi dengan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan sarjana di bidang kepariwisataan; (ii) meningkatkan
kapasitas
dan
kualitas
lembaga
pendidikan
kepariwisataan, memperluas jurusan dan peminatan, membangun sekolah pariwisata; serta (iii) turut serta menjaga kualitas pendidikan kepariwisataan yang diselenggarakan swasta. PRAKARSA QUICKWINS: a. Peningkatan pemasaran Pariwisata di pasar internasional dan juga domestik. b. Pembangunan Ekowisata Bahari mencakup pembangunan titik labuh untuk empat jalur pelayaran: 1) Pelabuhan masuk Tarakan – Kalimantan Utara berakhir di Biak – Papua. 2) Pelabuhan masuk Kupang – Nusa Tenggara Timur berakhir di Karimun Jawa – Jawa Tengah 3) Pelabuhan masuk Saumlaki – Maluku Tenggara berakhir di Bantaeng – Sulawesi Selatan. 4) Jalur Laut China Selatan mulai dari Anambas – Batam – Pulau Lingga. 8. Ekonomi Kreatif Arah kebijakan pembangunan ekonomi kreatif adalah memfasilitasi orang kreatif (OK) di sepanjang rantai nilai yang dimulai dari tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi. Strategi pengembangan subsektor ekonomi kreatif dilaksanakan sesuai kebutuhan yaitu dengan: a. Memperluas pasar produk kreatif Indonesia pasar baik di pasar ekspor maupun pasar domestik.
[UDIN 2015 – RPJMN - 101]
b. Memfasilitasi proses kreasi seperti pembangunan ruang kreasi, jaringan orang kreatif. c. Memfasilitasi
usaha
kreatif
sepanjang
rantai
produksi
dengan
menyediakan akses ke sumber permodalan atau pasokan SDM produksi, dan akses ke pasar. d. Memfasilitasi penumbuhan usaha kreatif terutama bagi usaha pemula. 9. Penguatan Investasi Penguatan investasi ditempuh melalui dua pilar kebijakan yaitu pertama adalah Peningkatan Iklim Investasi dan dan Iklim Usaha untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan bisnis; dan kedua adalah Peningkatan Investasi yang inklusif terutama dari investor domestik. Arah kebijakan yang ditempuh dalam pilar pertama penguatan investasi adalah menciptakan iklim investasi dan iklim usaha yang lebih berdaya saing, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang dapat meningkatkan efisiensi proses perijinan, meningkatkan kepastian berinvestasi dan berusaha di Indonesia, serta mendorong persaingan usaha yang lebih sehat dan berkeadilan. Adapun strategi yang ditempuh adalah: a. Peningkatan kepastian hukum terkait investasi dan usaha. b. Penyederhanaan prosedur perijinan investasi dan usaha di pusat dan daerah. c. Pengembangan layanan investasi yang memberikan kemudahan, kepastian, dan transparansi proses perijinan bagi investor dan pengusaha. d. Pemberian insentif dan fasilitasi investasi (berupa: insentif fiskal dan non fiskal) yang lebih selektif dan proses yang transparan. e. Pendirian Forum Investasi, yang beranggotakan lintas kementerian dan lintas
pemangku
kepentingan
untuk
memonitor,
mengatasi
permasalahan investasi, dan mencarikan solusi terbaik agar dapat terus menjaga iklim investasi dan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku usaha dan investor. f. Peningkatan iklim ketenagakerjaan yang lebih kondusif.
[UDIN 2015 – RPJMN - 102]
g. Peningkatan persaingan usaha yang sehat melalui pencegahan dan penegakan hukum persaingan usaha dalam rangka penciptaan kelembagaan ekonomi yang mendukung iklim persaingan usaha yang sehat, penyehatan struktur pasar serta penguatan sistem logistik nasional yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi yang berkeadilan. Arah kebijakan yang ditempuh dalam pilar kedua penguatan investasi adalah mengembangkan dan memperkuat investasi di sektor riil, terutama yang berasal dari sumber investasi domestik, yang dapat mendorong pengembangan investasi dan usaha di Indonesia secara inklusif dan berkeadilan terutama pada sektor produktif yang mengutamakan sumber daya lokal. Adapun strategi yang akan dilakukan untuk Pengembangan Investasi yang inklusif adalah sebagai berikut: a. Pengutamaan peningkatan investasi pada sektor: 1) Yang mengolah sumber daya alam mentah menjadi produk yang lebih bernilai tambah tinggi. 2) Yang mendorong penciptaan lapangan kerja. 3) Yang mendorong penyediaan barang konsumsi untuk kebutuhan pasar dalam negeri. 4) Yang berorientasi ekspor. 5) Yang mendorong pengembangan partisipasi Indonesia dalam jaringan produksi global (Global Production Network), baik sebagai perusahaan
subsidiary,
contract
manufacturer,
maupun
independent supplier. 6) Yang mendorong penyediaan kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri, baik berupa bahan setengah jadi, komponen, maupun sub komponen. b. Peningkatan upaya penyebaran investasi di daerah yang lebih berimbang. c. Peningkatan kemitraan antara PMA dan UKM lokal. d. Peningkatan efektivitas strategi dan upaya promosi investasi. e. Peningkatan koordinasi dan kerjasama investasi antara pemerintah dan dunia usaha.
[UDIN 2015 – RPJMN - 103]
f. Pengembangan investasi lokal, terutama melalui investasi antar wilayah yang dapat mendorong pengembangan ekonomi daerah. g. Pengembangan investasi keluar (outward investment). h. Pengurangan dampak negatif dominasi PMA terhadap perekonomian nasional, yang secara bertahap akan dilakukan melalui tiga jalur proses pengalihan, yaitu: (i) alih kepemilikan ke masyarakat domestik melalui pasar modal; (ii) alih teknologi/keahlian kepada pengusaha dan pekerja domestik, serta (iii) alih proses produksi dengan secara bertahap meningkatkan porsi pemasok domestik bagi kebutuhan bahan baku, barang setengah jadi, serta jasa-jasa industri. 10. Perdagangan Dalam Negeri Strategi pembangunan yang akan ditempuh terkait dengan arah kebijakan perdagangan dalam negeri adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perdagangan. b. Meningkatkan kualitas sarana perdagangan (terutama pasar rakyat). c. Meningkatkan aktivitas perdagangan antar wilayah di Indonesia. d. Meningkatkan kapasitas pelaku usaha dagang kecil menengah. e. Meningkatkan iklim usaha perdagangan konvensional dan non konvensional yang lebih kondusif. f. Mendorong penggunaan produk domestik. g. Meningkatkan perlindungan konsumen. h. Menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara konsisten. i. Meningkatkan efektivitas pengelolaan impor untuk menjaga stabilitas pasar domestik. j. Mendorong Perdagangan Berjangka Komoditi. k. Mendorong pengembangan Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang. l. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang perdagangan. 11. Perdagangan Luar Negeri Arah kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran bidang perdagangan luar negeri adalah memperkuat daya saing ekspor produk
[UDIN 2015 – RPJMN - 104]
non-migas dan jasa bernilai tambah tinggi untuk meningkatkan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan. Arah kebijakan tersebut akan dicapai melalui 4 (empat) pilar strategi yaitu: (i) menjaga dan meningkatkan pangsa pasar produk Indonesia di pasar ekspor utama (market maintenance), (ii) meningkatkan pangsa pasar ekspor di pasar prospektif (market creation), (iii) mengidentifikasi peluang pasar ekspor produk dan jasa potensial (product creation), dan (iv) meningkatkan fasilitasi ekspor dan impor untuk mendukung daya saing produk nasional (export facilitation and import management). Untuk itu, strategi yang akan ditempuh terkait upaya untuk menjaga dan meningkatkan pangsa pasar produk Indonesia di pasar ekspor utama (market maintenance) adalah: a. Meningkatkan kemampuan diplomasi perdagangan. b. Meningkatkan peran perwakilan dagang di luar negeri. Sedangkan strategi yang akan ditempuh terkait upaya meningkatkan pangsa pasar ekspor di pasar prospektif (market creation) adalah: a. Memanfaatkan kerjasama perdagangan yang ada dan meningkatkan kerjasama perdagangan bilateral. b. Meningkatkan peran perwakilan dagang di luar negeri. c. Meningkatkan promosi ekspor. d. Meningkatkan pemanfaatan Rantai Nilai Global dan Jaringan Produksi Global. Lebih lanjut, strategi yang akan ditempuh terkait upaya mengidentifikasi peluang pasar ekspor produk dan jasa potensial (product creation) adalah: a. Meningkatkan efektivitas market intelligence. b. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan calon eksportir dan eksportir pemula. c. Meningkatkan sosialisasi dan diseminasi informasi mengenai produk potensial kepada seluruh produsen atau pelaku usaha potensial. d. Meningkatkan daya saing produk nasional. e. Meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor sektor jasa prioritas. Dalam hal ini sektor jasa prioritas meliputi jasa transportasi, jasa perjalanan
[UDIN 2015 – RPJMN - 105]
atau pariwisata, jasa konstruksi, jasa logistik, jasa distribusi, dan jasa keuangan. Kemudian, strategi yang akan ditempuh terkait upaya meningkatkan fasilitasi ekspor dan impor untuk mendukung daya saing produk nasional (export facilitation and import management) adalah: a. Meningkatkan efektivitas manajemen impor. b. Mengoptimalkan fasilitas safeguards dan pengamanan perdagangan lainnya. c. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Free Trade Agreements (FTA) yang sudah dilakukan. d. Meningkatkan upaya pemantauan produk dan jasa luar negeri yang berpotensi mengancam daya saing produk lokal di pasar domestik. e. Mengembangkan fasilitasi perdagangan yang lebih efektif. 12. Tenaga Kerja Dengan arah kebijakan dan strategi pelaksanaannya sebagai berikut: a. Memperkuat daya saing tenaga kerja dalam memasuki pasar tenaga kerja secara global. Dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja yang berkualitas sesuai kompetensi yang dibutuhkan industri, diperlukan berbagai kebijakan yang saling bersinergi melalui peningkatan kompetensi angkatan kerja. 1) Harmonisasi standardisasi dan sertifikasi kompetensi.. 2) Mengembangkan program kemitraan antara pemerintah dengan dunia
usaha/industri
dan
antara
pemerintah
pusat
dengan
pemerintah daerah untuk peningkatkan kualitas tenaga kerja. Tiga proses dalam strategi pengembangan: a) Pengembangan standar kompetensi. b) Pengembangan program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. c) Pengembangan sertifikasi kompetensi. 3) Pengembangan
pola
pendanaan
peningkatan keahlian tenaga kerja.
[UDIN 2015 – RPJMN - 106]
pelatihan
untuk
mendukung
4) Peningkatan tata kelola penyelenggaraan program pelatihan untuk mempercepat sertifikasi pekerja. 5) Penguatan Balai Latihan Kerja (BLK). 6) Perluasan
skala
ekonomi
ke
arah
sektor/sub-sektor
yang
produktivitasnya tinggi untuk menyediakan lapangan kerja yang besar
dan
berkualitas
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat. b. Menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis dan memperbaiki Iklim Ketenagakerjaan. Prinsip dasar sistim hubungan industrial yang kuat didasarkan pada prinsip dan standar yang berkaitan dengan kebebasan berserikat dan hak untuk berorganisasi. Fungsi utama adanya serikat pekerja yang bebas adalah untuk mendorong collective bargaining. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa proses “keserikatan” dan collective bargaining antara pekerja dan pemberi kerja lebih efektif dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Agar pasar tenaga kerja berfungsi lebih baik diperlukan peraturan yang dapat mendorong investasi padat pekerja tumbuh dan berkembang. Strategi pelaksanaan yang akan dilakukan adalah: 1) Penguatan infrastruktur hubungan industrial. 2) Perbaikan kerangka hubungan industrial. 3) Pengenalan kewajiban hukum bagi semua pihak untuk bertindak berdasarkan itikad baik dalam negosiasi-negosiasi bipartit. 4) Pemberdayaan dan pembinaan serikat pekerja. 5) Meningkatkan kepatuhan perusahaan/industri terhadap peraturan ketenagakerjaan. 6) Penegakkan hukum bagi pelanggaran peraturan yang dapat merugikan pekerja dan pemberi kerja. 7) Peran instansi pemerintah daerah perlu diefektifkan. c. Meningkatkan akses angkatan kerja kepada sumber daya produktif Kebijakan ini ditargetkan kepada sebagian dari pencari kerja dan pekerja rentan yang tidak mempunyai akses kepada kegiatan ekonomi.
[UDIN 2015 – RPJMN - 107]
Pertama, penciptaan lapangan kerja melalui pekerjaan umum (public works. Kedua, pengembangan usaha skala sedang maupun kecil dimana akses kepada kredit tidak dimungkinkan. Ketiga, pelatihan berbasis kompetensi termasuk pemagangan bagi pekerja agar dapat meningkatkan
kualitas
hidup.
Strategi
pelaksanaan
yang
akan
dilakukan adalah: 1) Pemetaan penganggur kurang terdidik dan kebutuhan sarana penunjang. 2) Mendorong pekerja setengah menganggur untuk memanfaatkan waktu
senggang
melaksanakan
usaha
produktif
dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna. 3) Pendayagunaan tokoh-tokoh masyarakat atau kader desa. 4) Membangun jejaring kemitraan dengan berbagai instansi/organisasi. 5) Pemberian pelatihan untuk memasuki pasar tenaga kerja dan penerapan model wirausaha sesuai kaidah yang telah ditetapkan. 6) Memberikan kemudahan bagi wirausaha sektor informal untuk beralih menjadi wirausaha sektor formal. d. Mendorong Pengembangan Ekonomi Pedesaan Pengembangan perekonomian pedesaan dan sektor pertanian memiliki potensi besar untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menyerap
tenaga
kerja
dalam
jumlah
besar
sehingga
dapat
mengurangi kemiskinan secara signifikan. Untuk mengembangkan ekonomi sebanyak 39,2 juta pekerja yang bekerja di pertanian perdesaan atau 35,7 persen dari total angkatan kerja, diperlukan strategi pelaksanaan: 1) Peningkatan sarana dan prasarana perekonomian di daerah pedesaan. 2) Perluasan akses kredit bagi pelaku ekonomi di pedesaan dan sumber permodalan lainnya. 3) Perbaikan iklim usaha di wilayah pedesaan. 4) Teknologi dan komunikasi untuk mendorong aktifitas ekonomi desa.
[UDIN 2015 – RPJMN - 108]
5) Penyediaan informasi dan teknologi turut meningkatkan kuantitas dan kualitas produk. e. Memfungsikan pasar tenaga kerja Kebijakan ini terkait dengan integrasi ekonomi regional dimana Indonesia akan menerapkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan pusat produksi, dimana akan terjadi perpindahan investasi dan tenaga kerja terampil secara bebas. Keterbukaan pasar sudah terdeteksi dengan adanya kecenderungan perusahaan untuk menjadi lebih fleksibel, dengan karakteristik usaha yang tidak berorientasi pada tenaga kerja murah dan produksi massal, namun fleksibel untuk merespon kebutuhan konsumen. Kebutuhan pekerja yang memiliki berbagai keahlian (multitasking), termasuk kemampuan komunikasi, serta siap untuk bekerja dalam bentuk kontrak maupun part time. 1) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pasar tenaga kerja serta menjaga keseimbangan antara penawaran dan kebutuhan tenaga kerja. 2) Mengintegrasikan sistem informasi pasar tenaga kerja untuk merespon kebutuhan informasi dari perusahaan, penyedia pelatihan dan pencari kerja dengan membangun kemitraan antara pembuat kebijakan dengan bursa kerja swasta. 3) Meningkatkan keterlibatan industri dalam desain dan implementasi layanan pekerjaan, serta mengembangkan sistem yang standar menggunakan mekanisme umpan balik dari stakeholders. 4) Memastikan bahwa Job matching dan counseling dilaksanakan dengan tepat. 5) Kerja sama (outreach) dengan lembaga pendidikan, pelatihan serta pemberi kerja sehingga dapat terbangun melalui kerja sama yang berkelanjutan. 6) Peningkatan peranan pemerintah daerah dalam pengembangan mekanisme penempatan tenaga kerja.
[UDIN 2015 – RPJMN - 109]
13. Perlindungan Pekerja Migran a. Memperluas Kerjasama dalam rangka melindungi hak dan keselamatan tenaga migran 1) Mempertajam nota kesepakatan dengan negara tujuan 2) Memperkuat kerangka kerja sama dalam forum Internasional. 3) Memperkuat kerjasama di dalam negeri, antara pemerintah pusat dan daerah dengan komisi perlindungan. b. Meningkatkan Tata Kelola Penyelenggaraan Penempatan. 1) Menyediakan layanan penempatan yang lebih efisien melalui pusat pelayanan satu atap di tingkat kabupaten dan provinsi. 2) Penyederhanaan sistem dan mekanisme pelayanan. 3) Pelibatan pemerintah daerah dalam memfasilitasi. 4) Pengembangan sistem informasi. 5) Meningkatkan peran dalam perkembangan tugas networking dan market inteligent perwakilan di luar negeri. c. Membekali Pekerja Migran dengan Pengetahuan, Pendidikan dan Keahlian. Calon pekerja yang akan bekerja selain dibekali ketrampilan teknis juga diberikan pengetahuan tentang Pengarusutamaan Prinsip HAM dalam Penyusunan Kebijakan dan Pendidikan terhadap Pekerja melalui instrumen hukum berperspektif HAM terutama Konvensi ILO serta mekanisme internasional lainnya. 1) Penyiapan kualitas pekerja. 2) Melaksanakan sistem pendidikan/pelatihan yang distandardisasikan dan disediakan bagi para calon pekerja. 3) Memastikan bahwa semua tenaga kerja Indonesia yang berangkat mempunyai kontrak resmi. 4) Mensosialisasikan
proses
perekrutan
dan
keberangkatan tenaga kerja Indonesia. 5) Memberikan pelatihan investasi usaha mikro bagi TKI. d. Memperbesar pemanfaatan Jasa Keuangan bagi Pekerja
[UDIN 2015 – RPJMN - 110]
mengesahkan
1) Pengenalan
rekening
tabungan
dan
efektivitas
penggunaan
tabungan. 2) Mendorong pengembangan penyedia kredit lebih beragam. 3) Perluasan jaringan cabang Bank dan ATM bank. 4) Merancang ulang produk asuransi agar lebih efektif. 14. Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) a. Jaminan Sosial Bagi Pekerja Penerima Upah BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan memulai operasinya dengan melakukan pengalihan peserta aktif yang semula dilaksanakan oleh PT. Jamsostek. 1) Perluasan Kepesertaan Pekerja. 2) Memprioritaskan pada sektor usaha/lapangan usaha yang telah memiliki asosiasi atau penghimpunan usaha 3) Pemetaan Data dan Sosialisasi kepada Pekerja dan Perusahaan. 4) Penguatan Pelaksanaan Administrasi Kepesertaan. 5) Penguatan Tindakan Hukum (Law Enforcement). 6) Penguatan peran Pemerintah, dalam: a) memfasilitasi asosiasi industri melakukan analisis perubahan manfaat jaminan kesehatan, b) memfasilitasi BPJS untuk menyusun aturan koordinasi manfaat yang melibatkan praktisi dan stakeholders, dan c) memfasilitasi pekerja dengan menyusun peraturan tentang jaminan kesehatan untuk pekerja yang telah pensiun dengan pengaturan khusus, baik pensiunan dari pengelolaan BPJS maupun perusahaan asuransi jiwa. b. Perluasan Kepesertaan Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja Strategi perluasan kepesertaan bertujuan untuk mengurangi hambatanhambatan yang dialami penduduk, terutama pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, untuk menjadi peserta jaminan sosial, diantaranya termasuk:
[UDIN 2015 – RPJMN - 111]
1) Prioritas ekspansi pekerja informal, baik kriteria usaha kecil maupun mikro, pada daerah dengan pekerja informal terbanyak. 2) Pengembangan inovasi metode pendaftaran, pengumpulan iuran, dan pembayaran manfaat/klaim agar menjadi lebih sederhana dan mudah. 3) Formulasi insentif kepesertaan dan optimalisasi pemanfaatan lembaga/organisasi masyarakat. 4) Intensifikasi sosialisasi dan edukasi masyarakat. c. Integrasi dan Sinkronisasi Berbagai Program Perlindungan Sosial ke dalam SJSN Saat ini hampir seluruh pemerintah daerah melaksanakan program Jamkesda yang dikelola sendiri. Untuk mengurangi resiko dan biaya pengelolaan, serta memastikan manfaat yang terstandar, programprogram tersebut diarahkan untuk bergabung ke dalam SJSN. Strategi yang akan dilakukan dalam sinkronisasi dan integrasi berbagai program perlindungan sosial ke dalam SJSN, mencakup: 1) Peningkatan advokasi dan sosialisasi. 2) Penegakkan peraturan kepesertaan jaminan sosial. 3) Sinkronisasi kepesertaan dan penyesuaian manfaat SJSN sesuai dengan Program Indonesia Sehat dan Program Keluarga Produktif dan Sejahtera. d. Peningkatan Layanan dan Manfaat SJSN Penyesuaian
skema
manfaat
diperlukan
untuk
meningkatkan
jangkauan kepesertaan dan perlindungan SJSN. Penyesuaian skema manfaat ini dapat dilakukan melalui: 1) Perluasan skema program dan paket manfaat JKN bagi penduduk berkebutuhan khusus. 2) Mendorong pembangunan sarana dan prasarana layanan kesehatan di wilayah dengan jumlah fasilitas kesehatan terbatas, serta membentuk sistem kendali mutu layanan kesehatan. e. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Manajemen Pelaksanaan SJSN
[UDIN 2015 – RPJMN - 112]
Implementasi SJSN harus dilengkapi dengan kapasitas kelembagaan dan manajemen yang baik. Beberapa strategi diantaranya melalui: 1) Peningkatan kapasitas dan kemampuan DJSN dalam pelaksanaan fungsinya, serta penguatan kapasitas BPJS dalam manajemen pelaksanaan dan pengelolaan dana amanah program jaminan sosial. 2) Pembangunan sistem monitoring dan evaluasi terpadu jaminan sosial untuk menjaga kesinambungan program dan finansial. 15. Kerja Sama Ekonomi Internasional Arah kebijakan kerja sama ekonomi internasional dalam kurun waktu 2015 – 2019 adalah mendorong kerja sama ekonomi internasional yang lebih selektif dengan mengutamakan kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya melalui peningkatan
ekspor,
pariwisata,
dan
investasi,
bagi
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan tersebut di atas akan dicapai melalui beberapa strategi sebagai berikut: a. Perumusan
strategi
diplomasi
ekonomi
nasional
yang
lebih
komprehensif. b. Penyusunan kriteria dalam menentukan prioritasi (seleksi) kerja sama ekonomi
internasional
dalam
lima
tahun
ke
depan,
yang
menguntungkan dan sesuai dengan kepentingan nasional. c. Pemantauan, kaji ulang, dan evaluasi terhadap perjanjian kerjasama ekonomi internasional yang telah berjalan maupun yang tengah dalam proses negosiasi. d. Peningkatan
koordinasi
antar
lembaga
pemerintah,
lembaga
pemerintah dengan kalangan dunia usaha, akademisi, LSM, dan masyarakat. e. Peningkatan kemampuan identifikasi kepentingan nasional untuk diperjuangkan dalam forum kerja sama ekonomi internasional, baik dalam forum bilateral, regional, maupun multilateral. f. Pembentukan tim diplomasi lintas sektor/instansi yang mewakili Indonesia
dalam
memperjuangkan
kepentingan
nasional
pada
[UDIN 2015 – RPJMN - 113]
negosiasi kerja sama ekonomi internasional baik bilateral, regional, dan multilateral. g. Peningkatan kerja sama ekonomi internasional yang lebih luas dan menguntungkan bagi Indonesia dalam rangka membuka penetrasi ekspor ke pasar prospektif sambil tetap menjaga dan mempertahankan pasar ekspor utama Indonesia. h. Peningkatan daya saing perekonomian nasional untuk menghadapi implementasi
dan
peningkatan
pemanfaatan
Indonesia
dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. i. Pembentukan
aliansi
strategis
dengan
negara-negara
kekuatan
ekonomi baru dalam membentuk skema perdagangan yang lebih adil dan menguntungkan serta mendorong reformasi lembagalembaga keuangan internasional. j. Peningkatan dialog dan kerja sama teknis di bidang ekonomi dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara guna memperkuat integritas kawasan serta menjamin kestabilan politik dan ekonomi kawasan dan nasional. k. Penyusunan road map kerangka kerja sama ekonomi maritim dalam rangka mendukung pembangunan, pengelolaan, dan pemanfaatan wilayah maritim Indonesia yang lebih baik. Peningkatan daya saing nasional dalam rangka menghadapi dan meningkatkan pemanfaatan MEA 2015 perlu didukung pula oleh peningkatan iklim usaha dan investasi yang kondusif, peningkatan daya saing produk unggulan Indonesia, peningkatan infrastruktur, peningkatan daya saing sumber daya manusia, serta peningkatan kapasitas UKM. 16. Data dan Informasi Statistik a. “Peningkatan
ketersediaan
data
dan
informasi
statistik
yang
berkualitas” dilakukan langkah-langkah berikut : 1) Memperbaiki kerangka sampel dan pembentukan tahun dasar bagi survei berbasis rumah tangga maupun perusahaan. 2) Meningkatkan metodologi sensus dan survei.
[UDIN 2015 – RPJMN - 114]
3) Menjaga kesinambungan ketersediaan data melalui kegiatan survei dan kompilasi data. 4) Melaksanakan kegiatan ad-hoc sesuai kebutuhan dan perubahan lingkungan strategis untuk tahun 2015-2019. b. Dalam rangka mencapai sasaran “Peningkatan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan statistik yang diselenggarakan pemerintah dan swasta” dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Merancang
survei
yang
mengintegrasikan
semangat
saling
bekerjasama di dalam menjalankan kegiatan statistik. 2) Mengembangkan sistem yang berlaku umum dengan kemampuan untuk menjalankan kegiatan statistik. 3) Mengharmoniskan dan mengurangi tumpang-tindih kegiatan survei dengan tetap memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan pokok pengguna data terpenuhi. 4) Menciptakan
keseragaman
dalam
pemahaman
terhadap
keterpaduan statistik yang mencakup apa, mengapa dan bagaimana keterpaduan statistik akan diimplementasi. c. Dalam rangka mencapai sasaran “Peningkatkan Hubungan dengan Responden” dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Meningkatkan komunikasi dengan responden untuk memastikan pesan yang tepat tentang kewajiban dari responden. 2) Memperbaiki metode pengumpulan data sehingga tidak membebani responden. 3) Melakukan
sosialisasi
kepada
masyarakat
dalam
rangka
meningkatkan responrate dalam penyelenggaraan survei terutama pada perusahaan-perusahaan besar yang berpengaruh signifikan terhadap data yang dihasilkan. d. Dalam rangka mencapai sasaran “Peningkatan Jumlah dan Kompetensi SDM Statistik yang Profesional, Integritas, dan Amanah” dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Meningkatkan kemampuan petugas lapangan melalui pelatihan, pengelolaan dan pengawasan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 115]
2) Melakukan penelahaan dari segi jumlah responden yang dikunjungi per petugas lapangan dalam rangka perekrutan SDM. e. Dalam rangka mencapai sasaran “Peningkatan Hubungan dengan Pengguna Data” dilakukan langkah langkah sebagai berikut: 1) Membuat manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management). 2) Menyusun data mining pengguna data untuk mengetahui kebutuhan para pengguna data lebih dalam. 3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi diseminasi data dan informasi statistik. 4) Melakukan penyempurnaan pelayanan statsitik. 5) Meningkatkan berbagai cara komunikasi dengan responden. f. Dalam rangka mencapai sasaran “Peningkatan Kualitas, Kuantitas, dan Penggunaan Sarana dan Prasarana TIK dalam Kegiatan Statistik” dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Meningkatkan pembangunan arsitektur dan kerangka TIK dan manejemen informasi. 2) Mengembangkan
kebijakan,
prosedur
dan
standar
dalam
pengembangan aplikasi TIK. 3) Melakukan sosialisasi dan pelatihan dalam hal kebijakan, standar dan ketrampilan pengembangan aplikasi TIK. BAB 4 BIDANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI A. Sasaran Bidang Sasaran pembangunan Iptek adalah meningkatnya kapasitas iptek yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Meningkatnya hasil penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek yang mendukung: a. Daya saing sektor produksi barang dan jasa; b. Keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya hayati dan nirhayati; serta c. Penyiapan masyarakat Indonesia menyongsong kehidupan global.
[UDIN 2015 – RPJMN - 116]
2. Meningkatnya dukungan bagi kegiatan iptek termasuk penyediaan sumber daya manusia, sarana prasarana, kelembagaan, dan jaringan. 3. Terbangunnya 100 Techno Park di kabupaten/kota, dan Science Park di setiap provinsi. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang 1. Peningkatan Dukungan Iptek Bagi Daya Saing Sektor Produksi Dalam rangka peningkatan dukungan iptek bagi peningkatan daya saing sektor produksi, pembangunan iptek diarahkan pada: a. Penyelanggaraan Litbang (riset); b. Layanan Perekayasaan dan Teknologi; c. Layanan Infrastruktur Mutu; d. Layanan Pengawasan Tenaga Nuklir; e. Penguatan Kerjasama Akademisi-Swasta-Pemerintah. Strategi pembangunan dirumuskan untuk masing-masing arah kebijakan yang ditetapkan di atas. 1.a. PENYELANGGARAAN LITBANG (RISET): Penyelenggaraan
riset
difokuskan
pada
bidang-bidang
yang
diamanatkan RPJPN 2005-2025 yaitu: (1) pangan dan pertanian; (2) energi, energi baru dan terbarukan; (3) kesehatan dan obat; (4) transportasi; (5) telekomunikasi, informasi dan komunikasi (TIK); (6) teknologi pertahanan dan keamanan; dan (7) material maju. Selanjutnya bidang-bidang ini disebut Program Utama Nasional (PUNAS) Riset. Strategi Dalam RPJMN 2015-2019 strategi melaksanakan PUNAS RISET adalah: 1) Semua kegiatan riset harus menunjukkan kemajuan capaian secara berturut-turut dari eksplorasi hingga difusi; 2) Prioritas kegiatan riset adalah kegiatan yang dapat mencapai tahap difusi; 3) Penyediaan kebutuhan di setiap tahapan riset secara memadai.
[UDIN 2015 – RPJMN - 117]
Penjabaran strategi ini ke dalam ketujuh PUNAS Riset adalah sebagai berikut: (1) PUNAS Riset Pangan dan Pertanian Indonesia memiliki lahan sub-optimal yang sangat luas, lahan ini mencakup lahan kering masam, rawa lebak, rawa pasang surut, rawa gambut, lahan kering iklim kering. BATAN - melalui kegiatan aplikasi radiasi nuklir LIPI - melalui kegiatan penerapan bioteknologi BPPT - melalui kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi agro industri Kemristek dan Dikti – menyelenggarakan konsorsium riset khusus untuk buah dan sayur unggulan Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global. (2) PUNAS Riset Energi Riset energi dimaksudkan untuk: (1) menemukan sumber energi baru dan pengembangan energi baru dan terbarukan; (2) mengurangi pemakaian BBM (Bahan Bakar Minyak), penyiapan infrastruktur gas dan konversi BBM to BBG (Bahan Bakar Gas), penerapan dan pembinaan standar dan label sarana dan prasarana produksi peralatan dalam negeri, dan sosialisasi dan penerapan skema insentif dan disinsentif penghematan energi. Hasil yang diharapkan selanjutnya dijabarkan dalam langkah Kementerian/Lembaga sebagai berikut: BATAN: Penyiapan pembangunan PLTN. Penyiapan ini juga termasuk meningkatkan kemampuan BATAN memproduksi bahan bakar nuklir dan mengelola limbah nuklir PLTN. BPPT; Inovasi dan layanan teknologi pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP) berskala kecil 100 kW – 5 MW untuk menghasilkan rekomendasi teknologi dan industri PLTP nasional; pembangkit Listrik Tenaga Surya 100kw– 2MW dan dukungan teknis
industri
sel-surya
fotovoltaik
nasional;
peningkatan
kehandalan dan efisiensi sistem kelistrikan dengan teknologi
[UDIN 2015 – RPJMN - 118]
smart-grid dan smart-mikro grid; PLTU biomassa/batubara kualitas rendah untuk menghasilkan rekomendasi teknologi dan industri PLTU nasional; baterai dan fuel cell untuk aplikasi otomotif dan sistem kelistrikan; bahan bakar nabati (BBN); pemanfaatan dan peningkatan kualitas batubara; serta teknologi produksi dan pemanfaatan gas. LIPI. Pengembangan ilmu pengetahuan terapan di bidang energi akan difokuskan pada: (1) teknologi pembuatan bioetanol dari limbah pertanian; (2) pengembangan teknologi pembangkit listrik hybrid (termal-hidro); dan (3) pengembangan modul surya berbasis Dye Sensitized (DSSC). (3) PUNAS Riset Teknologi Kesehatan dan Obat Riset
teknologi
kesehatan
dan
obat
diharapkan
dapat
mengembangkan dan menerapkan teknologi pengembangan nutrisi khusus; teknologi pengembangan diagnostik dan alat kesehatan untuk mengurangi ketergantungan impor; teknologi pengembangan produk biofarmasi; teknologi pengembangan bahan baku obat (BBO) untuk substitusi impor; dan teknologi pengembangan tanaman obat dan obat tradisional Indonesia. BPPT - Melalui kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi obat diharapkan
menghasilkan:
(1)
teknologi
produksi
ekstrak
terstandar dari tanaman obat Indonesia dan formula sediaan obat herbal terstandar; (2) produk kit diagnostika untuk deteksi penyakit infeksi dan seed vaksin demam bedarah; (3) rekomendasi teknologi produksi bahan baku obat (antibiotik, bahan biofarmasi, dekstrosa dan bahan baku obat lainnya); dan (4) kawasan inovasi produk kesehatan berbasis sumberdaya hayati Indonesia. LBM- Eijkmann. Dalam rangka peningkatan kegiatan keragaman genetik dan genomik hayati Indonesia, akan dibangun Pusat Genomik Nasional di Lembaga Bio Molekuler (LBM) Eijkman yang bertugas melaksanakan: (1) penguraian materi genetik virus dan bakteri (patogen) yang berasal dari manusia, hewan, kelautan dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 119]
lingkungan; (2) pengumpulan informasi keanekaragaman genom manusia Indonesia dalam kaitannya dengan ketahanan dan kerentanan
terhadap
penyakit;
dan
(3)
identifikasi
variasi
molekuler dari resistensi terhadap obat anti malaria, keragaman genetik parasit malaria, serta identifikasi molekuler vektor malaria di Indonesia sebagai bagian dari pengukuran kesuksesan program eliminasi malaria nasional. LIPI. Melakukan ekstraksi bahan obat dari tanaman, fauna, dan mikroba asli Indonesia serta mengembangan obat herbal yang terstandardisasi. Kemristek dan Dikti. Akan dibentuk dua konsorsium yaitu: (1) konsorsium penelitian penyakit tropis untuk kemandirian vaksin nasional terutama vaksin penyakit HIV, vaksin demam berdarah; dan obat penyakit TBC; (2) konsorsium penelitian sel punca (stem cell). (4) PUNAS Riset Teknologi Transportasi Tema riset teknologi transportasi mencakup: sistem transportasi multimoda
untuk
konektifitas
nasional;
sistem
transportasi
perkotaan; sistem transportasi untuk sistem logistik; teknologi keselamatan
dan
keamanan
transportasi;
klaster
industri
transportasi; dan riset pendukung transportasi. BPPT – mengembangkan teknologi keselamatan transportasi dan industri kereta api; sistem transportasi untuk konektivitas dan logistik nasional baik antar koridor ekonomi dan perkotaan, serta inovasi dan layanan teknologi industri perkapalan. LAPAN - Melalui kegiatan pengembangan teknologi penerbangan akan: (1) melanjutkan pengembangan pesawat komutter N-219; dan (2) Pengembangan pesawat N-245 (5) PUNAS Riset Telekomunikasi, Informatika, dan Komunikasi BPPT. Riset dibidang TIK mencakup: pengembangan infrastruktur TIK; pengembangan system dan framework/platform perangkat lunak
berbasis
[UDIN 2015 – RPJMN - 120]
Open
Source;
pengembangan
teknologi
peningkatan konten TIK; dan penelitian pendukung bidang TIK termasuk riset sosial pendukung bidang TIK. LIPI. Melalui pengembangan ilmu pengetahuan terapan, akan dilaksanakan:
(1)
pengembangan
pengembangan
center
of
optoelektronika;
dan
(3)
teknologi
excellent
big
bidang
pengembangan
data; laser
(2) dan
instrumentasi
kebencanaan dan sistem monitoring struktur bangunan. (6) PUNAS Riset Teknologi Pertahanan dan Keamanan Riset teknologi pertahanan dan keamanan utamanya ditujukan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pembangunan industri Alpalhankam nasional dan dilaksanakan melalui Program Litbang Teknologi Alpalhankam sebagaimana diamanatkan oleh UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Tujuan dari program ini adalah mendukung proses alih teknologi dari negara maju ke industri dalam negeri. (7) PUNAS Riset Material Maju Bahan
material
maju
yang
diharapkan
dapat
dikuasai
pembuatannya secara industri di dalam negeri. Riset material maju ditujukan untuk menguasai material strategis pendukung produk-produk teknologi, yang antara lain difokuskan pada: i. Logam Tanah Jarang (Rare Earth Materials). ii. Bahan Magnet Permanen. iii. Material baterai padat: iv. Material Berbasis Silikon. 1.b. LAYANAN PEREKAYASAAN DAN TEKNOLOGI: Strategi: Secara umum strateginya adalah meningkatkan kapasitas dan pelayanan. Peningkatan
kapasitas
dan
kualitas
pelayanan/perekayasaan
teknologi secara ringkas adalah sebagai berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 121]
1) Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS). Balai ini direncanakan sebagai tempat pengujian statis dan dinamis struktur pesawat. 2) UPT Laboratoria Aerogasdinamika dan Getaran. Laboratoria ini adalah untuk menguji efek angin pada alat transportasi, bangunan gedung, struktur jembatan bentangan panjang, alat olahraga, dan cerobong pabrik. 3) Balai Termodinamika Motor dan Propulsi. Balai ini untuk menyediakan layanan teknologi bagi pengujian motor bakar untuk industri otomotif dan kendaraan bermotor lainnya. 4) UPT BPP Hidrodinamika – Surabaya. Laboratorium ini juga direncanakan untuk mendukung program alih teknologi industri pertahanan dari Korea Selatan dalam menguji disain kapal selam. 5) Balai
MEPPO.
Balai
ini mempunyai
tugas
melaksanakan
pengkajian dan pengembangan teknologi mesin perkakas, teknik produksi dan otomasi. 6) Balai Pengkajian Teknologi Polimer. Balai ini menyediakan layanan
pengujian
dan
sertifikasi
komponen
plastik
yang
digunakan alat-alat transportasi, elektronik, serta peralatan hankam. 7) Balai Teknologi Survei Kelautan. Ada tiga kegatan yang direncanakan
untuk
merevitalisasi
balai
ini.
Pertama
pengembangan pusat teknologi kelautan yang berlokasi di Panajam – Paser Utara, Kalimantan Timur. Kedua, revitalisasi armada kapal riset Baruna Jaya. Ketiga adalah revitalisasi peralatan survei. 8) Balai Besar Teknologi Energi. Laboratorium ini direncanakan berfungsi sebagai fasilitas untuk karakterisasi pembakaran batubara,
pengujian
refrigerator,
pending
ruangan
(AC),
perancangan sistem pembangkit panas surya, laboratorium kalibrasi, dan laboratorium modul surya.
[UDIN 2015 – RPJMN - 122]
9) Balai dan Laboratorium yang juga mendesak untuk direvitalisasi adalah: (1) UPT Hujan Buatan; (2) Balai Jaringan Informasi Iptek; (3) Balai Pengkajian Bioteknologi; (4) Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi; (5) Balai Pengkajian Dinamika Pantai – Yogyakarta; (6) Balai Besar Teknologi Pati – Lampung; (7) Balai Teknologi Lingkungan; dan (8) UPT Pengembangan Seni, Teknologi Keramik, dan Porselen – Bali. 1.c. INFRASTRUKTUR MUTU: Strategi: Pengawasan SNI barang beredar di pasar domestik dan jaminan kualitas barang ekspor. Untuk itu kapasitas dan kemampuan semua jajaran yang tercakup dalam infrastruktur mutu akan ditingkatkan. 1) Badan Standardisasi Nasional (BSN) BSN sebagai simpul penghubung antara jaringan standardisasi nasional dengan komunitas standar global di bawah naungan organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization, WTO) akan fokus pada kegiatan: a) Penguatan Litbang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian; b) Penguatan
Kerjasama
Standardisasi
dan
Penilaian
Kesesuaian; c) Penguatan Sistem Pengembangan SNI; d) Penguatan Sistem Akreditasi dan Penilaian Kesesuaian; e) Penguatan Sistem Metrologi Nasional; f) Penguatan
Sistem,
Regulasi
dan
Pedoman
Penerapan
Standar; g) Pengembangan Sistem Informasi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian; h) Pengembangan
Infrastruktur
Standardisasi
dan
Penilaian
Kesesuaian; i) Penguatan Edukasi dan Diseminasi Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;
[UDIN 2015 – RPJMN - 123]
j) Pembinaan pelaku usaha, khususnya UKM dalam penerapan standar; k) Pengawasan integritas penerapan SNI. 2) Kementerian/Lembaga Regulator Kementerian/Lembaga
yang
bertindak
sebagai
regulator
mencakup: Kementerian Perindustrian, Pertanian, Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Kelautan dan Perikanan, Pekerjaan Umum,
Perhubungan,
Kesehatan,
Lingkungan
Hidup
dan
Kehutanan, Riset,Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Tenaga Kerja, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi, BMKG, dan BIG. Masingmasing K/L diharapkan dapat: a) Meningkatkan
jumlah
regulasi
teknis
dan
merumuskan
standardisasi produk; b) Memberikan jaminan mutu bagi produk. 3) Kementerian/Lembaga Pengawas Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan Kementerian Teknis, diharapkan dapat: a) Mengawasi barang beredar di pasar dalam negeri; b) Menguji mutu barang bila dianggap perlu; c) Memberi sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 4) Laboratorium Uji, Sertifikasi, dan Inspeksi. Laboratorium penguji tersebar di berbagai kementerian/lembaga dan juga swasta. Demikian juga lembaga yang melakukan sertifikasi dan inspeksi. 5) Sistem Nasional Satuan Ukuran BSN bekerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian lainnya berdasarkan kompetensi teknisnya. Unit kerja di lingkungan LIPI yang bergerak di bidang metrologi
perlu
untuk
memelihara
dan
infrastruktur metrologi SNSU untuk besaran Fisika.
[UDIN 2015 – RPJMN - 124]
memperbaharui
1.d. PENGAWASAN TENAGA NUKLIR: Dalam upaya mewujudkan kondisi keselamatan nuklir di Indonesia dan memperkuat koordinasi pencapainya, maka kebijakan dan strategi keselamatan, keamanan nuklir, dan kerangka regulasi dalam RPJMN 2015-2019 meliputi: 1) Keselamatan Nuklir a) Peningkatan Infrastruktur Keselamatan Radiasi di bidang Kesehatan b) Peningkatan Infrastruktur Keselamatan Radiasi di bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan c) Peningkatan Infrastruktur Pengawasan Tenaga Nuklir. d) Pengembangan Infrastruktur Keselamatan Nuklir dan Radiasi di bidang Energi, Industri Nuklir, dan Sumber Daya Mineral Radioaktif. e) Penguatan Kapasitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia di bidang Keselamatan Nuklir. f) Pengembangan Infrastruktur dan Kapasitas Kelembagaan di bidang Keselamatan Nuklir dan Radiasi (termasuk Jaminan Mutu dan Budaya Keselamatan). g) Penguatan Sistem Kesiapsiagaan dan Kedaruratan Nuklir (KKN). h) Pengembangan Infrastruktur Keselamatan Nuklir dan Radiasi di bidang Perdagangan dan Transportasi. i) Pengembangan Infrastruktur Keselamatan Radiasi di bidang Pangan/Pertanian. 2) Keamanan Nuklir Peningkatan keamanan nuklir akan dicapai melalui: a) Pengembangan Infrastruktur Keamanan Informasi. b) Penguatan Sistem Keamanan Sumber Radioaktif Dan Proteksi Fisik. c) Pengembangan Upaya Deteksi. d) Pengembangan Upaya Respons.
[UDIN 2015 – RPJMN - 125]
e) Penguatan Sistem Safeguards. f) Penguatan Manajemen Keamanan Nuklir. g) Pengembangan Mekanisme Koordinasi Pengawasan. h) Pengembangan
Dokumen
Ancaman
Keamanan
Nuklir
Nasional. i) Pengembangan Upaya Penangkalan Keamanan Nuklir. 3) Sosialisasi Keamanan dan Pemanfaatan Nuklir Hasil pengawasan tentang keselamatan dan keamanan nuklir disinergikan dengan upaya peningkatan pemahaman tentang pentingnya pemanfaatan tenaga nuklir. Dengan demikian, seluruh pemangku kepentingan dapat memiliki pemahaman dan persepsi yang sama untuk mendorong percepatan pemanfaatan tenaga nuklir. 1.e. KERJASAMA AKADEMISI-SWASTA-PEMERINTAH Pengembangan Teknopreneur Pertumbuhan wirausaha baru berbasis kreasi barang dan jasa akan ditingkatkan.
Upaya
akan
diutamakan
menyelesaikan
kunci
keberhasilannya yaitu: Pertama: Pada masa kreasi yaitu saat calon wirausaha baru masih dalam pendidikan. Kedua: Akses ke sumber permodalan yang bersahabat bagi usaha baru baik dalam hal biaya (cost of money), risiko, dan proses administrasinya. Ketiga:
Keterampilan
pengelola
inkubator
sebagai
simpul
penghubung (mediator) dengan berbagai pemangku kepentingan usaha baru tersebut. 2. Dalam Rangka Peningkatan Keberlanjutan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara garis besar, penelitian, pengembangan dan penerapan iptek untuk keberlanjutan dan kemanfaatan sumber daya alam. 2.a. SUMBER DAYA HAYATI (BIORESOURCES) Arah Kebijakan
[UDIN 2015 – RPJMN - 126]
Kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek untuk mendukung keberlanjutan dan kemanfaatan sumber daya hayati Indonesia mencakup: (1) eksplorasi, konservasi dan peningkatan kemanfaatan flora, fauna, dan mikroba Indonesia bagi kesejahteraan rakyat; (2) melindungi flora, fauna, dan mikroba Indonesia dari ancaman kepunahan akibat perdagangan baik domestik maupun internasional. Eksplorasi, Konservasi dan Peningkatan Kemanfaatan SDH Alur kegiatan pelestarian dan pemanfaatan sumber daya hayati agar dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Melindungi
Sumber
Daya
Hayati
Indonesia
dari
Ancaman
Kepunahan Strategi Strategi pembangunan sumber daya hayati dibagi atas strategi untuk biota darat dan biota laut. 1) BIOTA DARAT Eksplorasi Lokasi eksplorasi pada kurun waktu 2015-2019 meliputi Pulau Enggano, Taman Nasional Lorentz, dan Sulawesi Barat, Maluku dan Nusa Tenggara. Konservasi Flora dan Fauna. Koleksi flora hasil kegiatan eksplorasi disimpan pusat Herbarium sedangkan dan koleksi fauna akan disimpan di Museum Zoologi. Koleksi tersebut dibuat sedemikian sehingga mewakili variasi musim (penghujan dan kemarau). Semua specimen akan dideposit di LIPI, dan beberapa duplikasinya bisa disimpan di universitas setempat sebagai mitra untuk kepentingan studi dan pembelajaran. Informasi manfaat dari koleksi juga dikumpulkan dari masyarakat lokal baik untuk tumbuhan maupun hewan. Kebun raya sebagai lokasi konservasi ex-situ telah dikembangkan sejak jaman penajajahan. Hingga saat ini telah ada 4 (empat)
[UDIN 2015 – RPJMN - 127]
kebun raya, yakni: (1) Kebun Raya Bogor – untuk vegetasi dataran rendah basah; (3) Kebun Raya Cibodas dataran tinggi basah; (3) Kebun Raya Purwodadi untuk vegetasi dataran rendah kering; dan (4) Kebun Raya Bali untuk vegetasi dataran tinggi kering. Sedang dalam pengembangan Kebun Raya Cibinong – Jawa Barat dan Kebun Raya Wamena – Papua. Semua kebun raya ini dikelola oleh LIPI. Di samping ada 18 kebun raya yang sedang diprakarsai dan dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pemuliaan Kegiatan pemuliaan utamanya mencakup: (1) pengembangan bibit unggul padi, umbi, buah, kacang-kacangan, jamur dan ternak; (2) pengembangan bibit tanaman langka dan eksotik seperti kayu, tanaman hias, dan tanaman obat; (3) pengembangan mikroba rekayasa untuk menghasilkan mikroba rekombinan dan material genetik; (4) penangkaran dan domestikasi untuk hewan liar dan tumbuhan liar; dan (5) pengembangan bioproses dan biorefinary untuk menghasilkan material berbasis tanaman seperti bambu komposit, biopestisida, pupuk, obat, enzim, pangan fungsional, dan biofuel. Alih Teknologi dan Diseminasi Hasil riset yang berhasil di skala laboratorium seperti teknik kultur jaringan, sistem peternakan modern, teknologi olahan daging dan susu, pakan silase, pupuk organik, perbanyakan bibit tanaman penghijauan, budidaya singkong terseleksi, budidaya padi unggul telah siap untuk didisiminasikan melalui alih teknologi kepada publik. Hasil pengembangan yang sudah siap dialihkan ke masyarakat
adalah
pupuk
organik,
bibit
pisang,
anggrek,
napentes, kedelai, singkong, jati, jamur, dan bibit tanaman langka. Di samping itu juga telah siap dialihkan adalah teknologi pembibitan sapi unggul dalam bentuk straw bibit sapi. Pelaksanaan Otoritas Keilmuan
[UDIN 2015 – RPJMN - 128]
Untuk mencapai kinerja LIPI sebagai Scientific Authority perlu dukungan ketersediaan data yang akurat dari hasil kegiatan studi populasi tumbuhan dan satwa, monitoring populasi tumbuhan dan satwa, tersedianya pedoman identifikasi, check list bioresources Indonesia, metode survei serta hasil kajian dari keterlibatan di sidangsidang pada sidang-sidang ilmu kehidupan internasional. Sarana dan Prasarana Penelitian Sarana dan prasarana riset yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menurut penggunaannya yaitu: (1) eksplorasi bioresources untuk meningkatkan jumlah dan kualitas informasi bioresources (2) konservasi
bioresources
secara
ex-situ
(kebun
raya),
(3)
pengkajian model pemanfaatan bioresources melalui teknologi hijau dan konsep bioekonomi, (4) pengembangan produk berbasis bioresources, (5) peningkatan kinerja Scientific Authority dalam bidang pemanfaatan bioresources dan (6) pembangunan sarana dan prasarana fasilitas Uji BLS2 (Base Standard Laboratory 2), Uji BLS3 (Base Standard Laboratory) dan pilot plan 2) BIOTA LAUT Kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek untuk keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya hayati biota laut mencakup: (1) eksplorasi sumber daya laut jeluk; (2) domestikasi biota laut liar dan teknik budidaya; (3) pencarian bahan functional food dari laut; (4) konservasi ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait; (5) kajian 'blue carbon'; dan (6) bioindikator lingkungan tercemar. 2.b. SUMBER DAYA NIR-HAYATI Pengembangan teknologi eksplorasi sumber daya alam (SDA) utamanya akan mengkaji produk perekayasaan teknologi eksplorasi sumber daya kebumian dengan penerapan teknologi geofisika dan eksplorasi dasar dan bawah dasar laut, pengembangan dan pemanfaatan
satelit
inderaja,
produk
perekayasaan
teknologi
[UDIN 2015 – RPJMN - 129]
eksplorasi SDA dengan penerapan teknologi penginderaan jauh maju. Di bidang kebencanaan akan dibangun percontohan instrumentasi kebencanaan
mandiri
yang
dimaksudkan
sebagai
pusat
pengembangan kompetensi dan pusat difusi teknologi ini; Pusat Unggulan
Teknologi
Mitigasi
Bencana
Meteorologi
bertaraf
Internasional, serta percontohan pemanfaatan armada nasional penjinak bencana hidometeorologi oleh 10 provinsi paling rawan bencana. Pengelolaan Situ dan Danau Berbasis Daya Dukung Indonesia memiliki 840 danau, 735 situ and 162 reservoir. Luas seluruhnya mencapai 126,000 ha, dengan volume air 13 milyar m3 , dan memiliki 266 spesies ikan, dimana 18 spesies diantaranya endemik. Keberlanjutan fungsi danau dan situ membutuhkan pengelolaan daya dukung secara terintegrasi. Model pengelolaan danau dan situ yang terintegrasi, yang dibagi ke dalam 5 bagian yaitu: 1) Pengembangan konsep pengelolaan danau berbasis daya dukung ekosistem; 2) Pemanfaatan biodiversitas sumber daya perairan darat secara berkelanjutan
dengan
mengembangkan
teknologi budidaya,
domestikasi, dan restoking; 3) Pengendalian
pencemaran
perairan
darat
dengan
mengembangkan teknologi lahan basah buatan, fitoremediasi dan bioremediasi; 4) Pendugaan resiko dampak perubahan iklim terhadap respon hidrologi dan kondisi ekosistem perairan darat. 5) Pemberdayaan masyarakat melalui aplikasi teknologi yang mencakup: instalasi pengolahan air gambut (IPAG); teknologi produksi biota terpilih (ikan Sidat); dan implementasi pengelolaan danau berbasis co-management.
[UDIN 2015 – RPJMN - 130]
2.c. PENGINDERAAN JAUH Penelitian,
pengembangan,
dan
penerapan
iptek
untuk
pengembangan penginderaan jauh dibagi ke dalam tiga kegiatan: (1) pemanfaatan data penginderaan jauh; (2) pengembangan satelit; dan (3) pengembangan roket sipil. 1) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh. Dalam rangka pemanfaatan data penginderaan jauh, kegiatan pertama yang dilakukan adalah peningkatan operasional bank data
yang
utamanya
mencakup:
penerimaan,
perekaman,
pengolahan, dan pengelolaan data dari berbagai satelit. Kegiatan berikutnya
adalah
pengembangan
teknologi
dan
data
penginderaan jauh yang mencakup pengkajian akuisisi data; desain sensor optis dan Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk Light Surveillance Aircraft (LSA) LAPAN; serta pengembangan pengolahan data berbasis pemrograman paralel menggunakan High Performance Computer (HPC). Kegiatan ketiga adalah pengembangan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh yang mencakup desain litbang pemanfaatan data untuk inventarisasi sumber daya lahan darat, pesisir dan laut, serta pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana; serta pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh. 2) Pengembangan Satelit Pengembangan satelit nasional mencakup 3 (tiga) sasaran utama yakni: (1) menguasai pembuatan satelit eksperimental (Seri-A); (2) satelit untuk penginderaan jauh – remote sensing (Series B); dan (3) satelit komunikasi (Series C). Target untuk RPJMN 2015-2019 adalah penguasai secara penuh satelit Series A, dan tahap pertama Series-B, 3) Pengembangan roket sipil Rencana pengembangan roket satelit untuk RPJMN 2015 – 2019 ditunjukkan dalam Tabel 4.X yang mencakup roket sonda, roket kendali, dan roket cair.
[UDIN 2015 – RPJMN - 131]
PROGRAM PENGEMBANGAN ROKET SIPIL JENIS ROKET
2015-2016 Uji terbang RX 550 Rancang bangun Roket 2 tingkat RX 320/200 Pengembangan pemanfaatan RX 450 Pemanfaatan RX 200, RX 320 Rancang bangun dan pengujian RKX-200EDF/TJ, low altitude medium subsonic
ROKET SONDA
2017-2018 Rancang bangun dan pengujian roket 2 tingkat RX 550/450 Pengembangan pemanfaatan RX 550 Pemanfaatan RX 450 Rancang bangun dan pengujian RKX200, booster – sustainer Pengembangan pemanfaatan RKX200EDF/TJ
2019 Rancang bangun dan pengujian roket 3 tingkat RX 550/450 dengan payload Pemanfaatan RX 550
Rancang bangun dan pengujian roket kendali low altitude high subsonic Pemanfaatan RKX-200EDF /TJ dan RKX 200 Thrust engine : Thrust engine: Thrust engine: 2000 Kgf 3000 5000 Kgf Enjin Non Kgf Cryogenic Enjin Cryogenic Enjin Cryogenic Uji terbang RCX Uji terbang RCX Uji terbang 1000 2000 RCX 3000 30 s < Tb < 50 s Tb : 150 s Tb : 300 s
ROKET KENDALI
ROKET CAIR
2.d. MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Dukungan iptek bagi pembangunan hijau diselenggarakan melalui kegiatan pengembangan teknologi hijau, pengembangan teknologi pengukuran
emisi
karbon,
serta
penelitian
atmosfir.
Untuk
mendukung pembangunan rendah karbon, teknologi hijau akan dikembangkan dan diterapkan untuk keperluan: (1) konservasi sumber daya alam; (2) pengembangan teknologi proses menuju industri
hijau; serta (3) infrastruktur hijau perkotaan. Sedangkan
pengembangan teknologi pengukuran dan estimasi emisi karbon Indonesia akan dikembangkan sistem dan teknologi pengukuran karbon dari resources base emission dan juga non-resources based
[UDIN 2015 – RPJMN - 132]
emission, serta penyusunan neraca karbon nasional (Indonesia Carbon Outlook). 3. Dalam Rangka Menyiapkan Masyarakat Indonesia Menuju Kehidupan Global Arah kebijakan: LIPI bekerja sama dengan beberapa lembaga litbang nasional dan internasional akan memperkuat kapasitas dan jejaring penelitian sosial kemanusian. LIPI bersama-sama lembaga-lembaga litbang daerah akan mengukur indeks kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi dan merespon fenomena global village. Strategi: Penyelenggaraan kegiatan untuk memperkuat kontribusi penelitian sosial dan kemanusiaan dalam hal memberikan solusi bagi fenomena global village akan memanfaatkan jejaring penelitian di Perguruan Tinggi Negeri di berbagai pelosok Indonesia. Strategi yang akan dilakukan meliputi: a. Memperkuat informasi dan data; b. Meningkatkan kapasitas pelaku riset (peneliti dan lembaga litbang sosial kemanusiaan ) yang berada dalam jejaring penelitian; c. Meningkatkan kualitas penelitian sosial dan kemanusiaan di seluruh Indonesia melalui jejaring riset; d. Mengembangkan kapasitas penyimpanan dan pengolahan data di lembaga-lembaga penelitian. 4. Dalam Rangka Peningkatan Dukungan Bagi Riset dan Pengembangan Dasar Arah Kebijakan dan Strategi Di samping penyelenggaraan pembangunan iptek yang diuraikan di atas, maka pembangunan iptek diarahkan untuk: (1) peningkatan kualitas dan kuantitas SDM iptek; (2) pembangunan sarana dan prasarana iptek antara lain revitalisasi Puspiptek; (3) pembangunan repositori dan diseminasi informasi iptek; serta (4) peningkatan jaringan iptek melalui konsorsium riset.
[UDIN 2015 – RPJMN - 133]
5. Dalam Rangka Pembangunan 100 Techno Park di Kabupaten/Kota dan Science Park di Setiap Provinsi Arah Kebijakan dan Startegi: Dalam rangka pembangunan Taman Tekno (techno park) dan Taman Sains (science park) arah kebijakan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut: Pembangunan Taman Sains dan Teknologi Nasional (National Science and Technology Park) diarahkan berfungsi sebagai: Pusat pengembangan sains dan teknologi maju; Pusat penumbuhan wirausaha baru di bidang teknologi maju; Pusat layanan teknologi maju ke masyarakat. Dengan arah kebijakan di atas, maka strategi untuk mencapai sasarannya adalah sebagai berikut: a. Pembangunan Taman Sains dan Teknologi Nasional (National Science and Technology Park, N-STP) akan dilaksanakan melalui: (1) revitalisasi kawasan Puspiptek – Serpong; (2) revitalisasi Inkubator Teknologi – BPPT yang berada di Puspiptek; (3) revitalisasi Cibinong Science Centre – LIPI serta pembangunan Pusat Inovasi yang ada di dalamnya; pembangunan Pusat Inovasi Teknologi Maritim di Penajam – Kalimantan Timur; serta N-STP di lingkungan universitas. b. Pembangunan Taman Sains di Provinsi akan dilaksanakan oleh Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi bagi taman sains yang berafiliasi ke universitas; dan (2) Kementerian/Lembaga bagi taman sains yang sesuai dengan kompetensi yang sudah terbangun. c. Pembangunan
Taman
Tekno
di
kabupaten/kota
oleh
kementerian/lembaga sesuai dengan kompetensi. BAB 5 BIDANG POLITIK Pembangunan Bidang Politik akan memasuki suatu tahap yang sangat menentukan pada lima tahun mendatang, karena akan memberikan penekanan pada pemantapan nilai-nilai yang menjadi substansi demokrasi. Demokrasi Indonesia akan memasuki usia 17 tahun pada tahun 2015, sejak mulai
[UDIN 2015 – RPJMN - 134]
bergulirnya reformasi pada 1998. Capaian penting selama periode ini ditunjukkan dengan fakta bahwa Indonesia tetap merupakan sebuah negara kesatuan yang utuh terbentang dari Sabang hingga Merauke. Di samping itu, Indonesia telah berhasil menjadikan pemilu yang demokratis menjadi instrumen yang dilaksanakan secara rutin untuk menempatkan wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif dan presiden di lembaga eksekutif, dengan kontrol yang kuat dari masyarakat sipil. Dua hal yang sudah dicapai tersebut merupakan modalitas untuk bergerak maju dan menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi yang kokoh, yang tidak hanya tampak baik dari sisi proseduralnya, melainkan juga jiwa dan semangatnya dalam menerapkan demokrasi substansial, menuju demokrasi yang terkonsolidasi pada akhir tahun 2025. Sementara itu, dalam 10 tahun terakhir pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Indonesia didedikasikan untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional dan sebagai upaya untuk turut berkontribusi terhadap kemaslahatan dunia internasional. Dalam peta diplomasi dunia, Indonesia dinilai semakin mempunyai prakarsa dan peran yang cukup penting. Capaian ini merupakan modal bagi pelaksanaan politik luar negeri dalam lima tahun ke depan, yang ditujukan untuk lebih menguatkan wibawa politik luar negeri Indonesia dan mereposisi peran Indonesia secara tepat dalam isu-isu global. A. Sasaran Bidang Dengan memperhatikan berbagai masalah dalam pembangunan politik yang muncul, maka perlu dirumuskan sasaran-sasaran utama pembangunan bidang politik. 1. Politik Dalam Negeri Sasaran utama pembangunan politik dalam negeri adalah terwujudnya proses positif konsolidasi demokrasi yang diukur dengan pencapaian angka indeks demokrasi Indonesia sebesar 75 pada tahun 2019, tingkat partisipasi politik rakyat sebesar 77,5 %, dan terselenggaranya pemilu yang aman, adil, dan demokratis pada tahun 2019, yang akan dicapai melalui sasaran-sasaran antara sebagai berikut :
[UDIN 2015 – RPJMN - 135]
a. Menguatnya kelembagaan demokrasi dengan capaian indeks aspek institusi demokrasi sebesar 71 pada tahun 2019, dan terselenggaranya pemilu serentak tahun 2019 yang aman, damai, adil jujur dan demokratis; b. Terjaminnya kebebasan sipil dan terpenuhinya hak-hak politik rakyat dengan capaian IDI aspek kebebasan sipil sebesar 87, dan hak-hak politik sebesar 68 pada tahun 2019. c. Meningkatnya keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol hingga 30% d. Meningkatnya keterbukaan informasi publik dan komunikasi publik, serta meningkatnya akses masyarakat terhadap informasi publik e. Terjaganya
stabilitas
sosial
dan
politik
yang
ditandai
dengan
berkurangnya jumlah konflik kekerasan dan menurunnya jumlah serangan terorisme di masyarakat secara berkelanjutan sampai dengan tahun 2019 2. Politik Luar Negeri Sasaran pembangunan bidang politik luar negeri adalah terwujudnya pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif, serta kepemimpinan dan peran Indonesia dalam kerja sama internasional yang dilandasi kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara maritim. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Dalam mencapai sasaran utama dan sasaran antara pembangunan politik, sejumlah arah kebijakan dan strategi perlu ditentukan secara tepat untuk memperoleh dampak yang optimal bagi pemantapan proses positif konsolidasi demokrasi. 1. Politik Dalam Negeri Pada sisi politik dalam negeri, maka dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, arah kebijakan dan strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan
peran
kelembagaan
demokrasi
dan
mendorong
kemitraan lebih kuat antara pemerintah, swasta dan masyarakat sipil; b. Memperbaiki perundang-undangan bidang politik;
[UDIN 2015 – RPJMN - 136]
c. Memperkuat kantor kepresidenan untuk menjalankan tugastugas kepresidenan secara lebih efektif; d. Jaminan dan pemenuhan kebebasan sipil, hak-hak dan kewajiban politik rakyat, dan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik; e. Membangun Keterbukaan Informasi Publik dan Komunikasi Publik; f. Mendorong masyarakat untuk dapat mengakses informasi publik dan memanfaatkannya; g. Meningkatkan kualitas penyiaran; h. Menguatkan iklim kondusif bagi berkembangnya demokrasi yang beradab, memelihara perdamaian, dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan; i. Menciptakan
iklim
kondusif
untuk
penanganan
terorisme
dan
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman terorisme. 2. Politik Luar Negeri Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, arah kebijakan dan strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut: a. Memperkuat diplomasi maritim untuk mempercepat
penyelesaian
perbatasan Indonesia dengan 10 negara tetangga, menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan maritim dan keamanan/kesejahteraan pulaupulau terdepan, dan mengamankan sumber daya alam dan ZEE; b. Meningkatkan kesiapan publik domestik dan meningkatnya peran (kontribusi) dan kepemimpinan Indonesia di ASEAN ; c. Meningkatkan peran Indonesia di tingkat global ; d. Menguatkan diplomasi ekonomi Indonesia dalam forum bilateral, multilateral, regional dan global; e. Meningkatkan peran Indonesia dalam kerja sama selatan selatan dan triangular; f. Meningkatkan promosi dan pemajuan demokrasi dan HAM; g. Meningkatkan kualitas perlindungan WNI/BHI di luar negeri; h. Menata kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif yang dilandasi kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara maritim dan infrastruktur diplomasi Indonesia.
[UDIN 2015 – RPJMN - 137]
BAB 6 BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN Sebagai bagian dari pembangunan nasional, pembangunan pertahanan dan keamanan merupakan komponen integral dari pembangunan nasional bidang lainnya. Visi Pembangunan Nasional 2025 itu sendiri secara jelas memuat tiga aspek utama yakni Indonesia yang maju dan mandiri; Indonesia yang adil dan demokratis; serta Indonesia yang aman dan damai. Pentingnya penciptaan Indonesia yang aman dan damai ini dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pertama, keamanan dan pertahanan dipandang sebagai prasyarat utama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif guna memajukan sektorsektor vital lainnya. Kedua, pertumbuhan ekonomi jangka pendek maupun jangka menengah dapat dicapai bila stabilitas keamanan terjaga baik, sebagaimana tercermin dalam 10 tahun terakhir ini. Ketiga, konsep keamanan nasional difokuskan pada keamanan insani. Konsep ini bersifat inklusif dan partisipatoris, dimana keamanan tradisional atau keamanan negara tidak bisa lagi dipandang sebagai satu ranah yang terpisah, melainkan semakin erat kaitannya dengan keamanan non tradisional lainnya, seperti keamanan energi, maritim dan pangan. Selain itu, personilnya semakin beragam dan tidak terkonsentrasi pada satu institusi saja, namun membutuhkan kemitraan lintas sektor. A. Sasaran Bidang Berdasarkan berbagai permasalahan, tantangan, hambatan, maupun peluang yang dihadapi pembangunan bidang pertahanan dan keamanan tahun 2015-2019, maka sasaran bidang yang akan dicapai adalah : 1. Terpenuhinya alutsista TNI dan Almatsus Polri yang didukung industri pertahanan memasuki MEF tahap II; 2. Meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme prajurit; 3. Meningkatnya profesionalisme Polri; 4. Menguatnya intelijen dan kontra intelijen; 5. Menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan; 6. Menguatnya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba;
[UDIN 2015 – RPJMN - 138]
7. Terbangunnya sistem keamanan nasional yang terintegrasi. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang 1. Arah Kebijakan Pembangunan Untuk mewujudkan
pencapaian sasaran
pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan tahun 2015-2019, maka arah kebijakan pembangunan bidang Hankam adalah : a. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran terpenuhinya alutsista TNI dan Almatsus Polri yang didukung industri pertahanan, ditempuh dengan : 1) Melanjutkan Pemenuhan MEF; 2) Meningkatkan upaya Pemeliharaan dan Perawatan (harwat); 3) Melanjutkan Pemenuhan Almatsus Polri; 4) Meningkatkan Kontribusi Industri Pertahanan bagi Alutsista TNI dan Alut Polri; 5) Peningkatan
kemampuan
dan
penguasaan
teknologi
Industri
Pertahanan. b. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran meningkatnya
kesejahteraan
dalam
rangka
pemeliharaan
profesionalisme prajurit di ditempuh dengan : 1) Meningkatkan Fasilitas perumahan dinas prajurit 2) Meningkatkan kualitas serta kuantitas pendidikan dan pelatihan prajurit TNI. c. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran meningkatnya profesionalisme Polri ditempuh dengan : 1) Penguatan SDM; 2) Peningkatan kesejahteraan personil Polri ; 3) Peningkatan sarana dan prasarana; 4) Pemantapan Manajemen Internal Polri. d. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran menguatnya intelijen dan kontra intelijen ditempuh dengan : 1) Pemantapan peran BIN sebagai Koordinator Intelijen Negara serta tata kelola dan koordinasi antar institusi intelijen negara;
[UDIN 2015 – RPJMN - 139]
2) Pemantapan efektivitas operasi intelijen dan kontra intelijen melalui peningkatan profesionalisme SDM, infrastruktur, dan modernisasi peralatan. e. Arah Kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan ditempuh dengan : 1) Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan; 2) Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan laut dan daerah perbatasan; 3) Meningkatkan sinergitas pengamanan laut dan daerah perbatasan. f. Arah Kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran menguatnya
pencegahan
dan
penanggulangan
penyalahgunaan
narkoba ditempuh dengan : 1) Mengintensifkan upaya sosialisasi bahaya narkoba (demand side); 2) Meningkatkan upaya terapi dan rehabilitasi korban penyalahguna narkoba (demand side); 3) Meningkatkan
efektifitas
pemberantasan
penyalahgunaan
dan
peredaran gelap narkoba (supply side). g. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran terbangunnya sistem keamanan nasional yang integratif ditempuh dengan: 1) Melakukan pendekatan keamanan yang komprehensif yang diukur dengan indeks ketahanan nasional; 2) Meningkatkan koordinasi antar institusi pertahanan dan keamanan dengan institusi lainnya; 3) Meningkatkan kesadaran, sikap, dan perilaku bela negara di masyarakat. 2. Strategi Kebijakan Pembangunan Untuk mewujudkan
pencapaian sasaran
pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan tahun 2015-2019, maka strategi kebijakan pembangunan bidang Hankam yang akan dilakukan adalah :
[UDIN 2015 – RPJMN - 140]
a. Strategi kebijakan pembangunan untuk mencapai sasaran terpenuhinya alutsista TNI dan Almatsus Polri yang didukung industri pertahanan adalah : 1) Pengadaan alpalhan TNI; 2) Peningkatan kesiapan Alutsista TNI 2015-2019 (selaras dengan peningkatan jumlah Alutsista yang akan tiba); 3) Pengadaan alpalkam Polri; 4) Peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri (produksi Alutsista dan pemeliharaan); 5) Peningkatan
kolaborasi
penelitian
dan
pengembangan
serta
perekayasaan antara Lembaga Litbang Pemerintah – Perguruan Tinggi – Industri; b. Strategi
kebijakan
meningkatnya
pembangunan
kesejahteraan
untuk
dalam
mencapai
rangka
sasaran
pemeliharaan
profesionalisme prajurit adalah: 1) Peningkatan jumlah fasilitas perumahan prajurit; 2) Menetapkan regulasi tentang perumahan dinas prajurit; 3) Melakukan kerjasama Interdep dengan Kementerian PU dan Perumahan Rakyat terkait pembangunan fasilitas perumahan dinas prajurit; 4) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan dan latihan prajurit TNI. c. Strategi
kebijakan
pembangunan
untuk
mencapai
sasaran
meningkatnya profesionalisme Polri adalah : 1) Perbaikan kurikulum dan kualitas pendidikan/ latihan personil Polri; 2) Peningkatan kapasitas Diklat Polri; 3) Mempertahankan postur personil Polri dengan pendekatan zerogrowth untuk mengimbangi peningkatan populasi penduduk; 4) Peningkatan fasilitas, infrastruktur, dan sarana prasarana; 5) Peningkatan fasilitas dan layanan kesehatan Polri ; 6) Peningkatan pelaksanaan Quick Wins dan Quick Responses Polri; 7) Pengembangan kemampuan Polri;
[UDIN 2015 – RPJMN - 141]
8) Pengembangan sarana dan prasarana; 9) Peningkatan
kemampuan
penanganan
flash
point
dengan
mengedepankan fungsi bhabinkantibmas dan fungsi penggalangan intelijen; 10) Penanganan gejolak sosial dan penguatan pengamanan Pemilukada serentak dan Pemilu 2019; 11) Meningkatkan sistem teknologi informasi dan komunikasi Polri; 12) Pemantapan pelaksanaan community policing ; 13) Memantapkan sistem Manajemen Kinerja Mabes Polri-Polda-PolresPolsek. d. Strategi kebijakan pembangunan untuk mencapai sasaran menguatnya intelijen dan kontra intelijen adalah : 1) Pengembangan sistem jaringan intelligence data sharing antar institusi intelijen negara; 2) Peningkatan koordinasi fungsi-fungsi intelijen oleh BIN sebagai lembaga penyedia layanan tunggal (single client) kepada Presiden; 3) Peningkatan profesionalisme SDM, infrastruktur, dan moderninsasi peralatan. e. Strategi kebijakan pembangunan untuk mencapai sasaran menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan adalah : 1) Meningkatkan sarana prasarana dan kegiatan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan, termasuk peningkatan kapasitas peralatan surveillance keamanan laut; 2) Menambah pos pengamanan perbatasan darat; 3) Memperkuat kelembagaan Keamanan Laut; 4) Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi keamanan dan keselamatan di wilayah laut yurisdiksi nasional; 5) Pengembangan kemampuan Polri di bidang kemaritiman. f. Strategi kebijakan pembangunan untuk mencapai sasaran menguatnya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba adalah : 1) Optimalisasi pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalaggunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di daerah;
[UDIN 2015 – RPJMN - 142]
2) Pelibatan lembaga pemerintah dan seluruh komponen masyarakat dalam P4GN; 3) Penyebarluasan informasi tentang bahaya narkoba melalui berbagai media; 4) Penguatan
lembaga
rehabilitasi
pecandu
dan
korban
mencapai
sasaran
penyalahgunaan narkoba; 5) Penegakan hukum kejahatan narkoba. g. Strategi
kebijakan
pembangunan
untuk
terbangunnya sistem keamanan nasional yang integratif adalah: 1) Pembentukan
Kogabwilhan
(Komando
Gabungan
Wilayah
Pertahanan); 2) Pembentukan Dewan Keamanan Nasional; 3) Pemutakhiran sistem informasi keamanan nasional; 4) Perumusan kebijakan keamanan nasional strategis, krusial, dan mendesak; 5) Pengendalian dan pemantauan keamanan nasional; 6) Pendidikan bela negara. BAB 7 BIDANG HUKUM DAN APARATUR A. Sasaran Bidang 1. Sub Bidang Hukum Sasaran pembangunan hukum adalah berikut ini: a. Meningkatnya kualitas penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan tidak berbelit-belit melalui legislasi yang berkualitas, sinergitas antar instansi penegak hukum yang dilaksanakan oleh SDM profesional dan berintegritas; b. Meningkatnya efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang didukung peraturan perundang-undangan nasional, implementasi kebijakan anti korupsi yang optimal; c. Terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM. 2. Sub Bidang Aparatur
[UDIN 2015 – RPJMN - 143]
Sasaran
utama
pembangunan
bidang
aparatur
negara
adalah
meningkatnya kualitas tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang 1. Sub Bidang Hukum Pembangunan mewujudkan
hukum
penegakan
diharapkan hukum
dapat
berkontribusi
berkualitas;
pencegahan
dalam dan
pemberantasan korupsi yang efektif; serta penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM. Ketiga sasaran ini kemudian dijabarkan ke dalam 12 (dua belas) strategi mulai dari Sistem Peradilan Pidana Terpadu; Sistem Peradilan Pidana Anak; Sistem Hukum Perdata Mudah dan Cepat; Pengembangan SDM Aparat Penegak Hukum; Harmonisasi Peraturan Bidang Anti Korupsi; Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Antikorupsi; Pencegahan Korupsi; Harmonisasi Peraturan Bidang HAM; Penegakan HAM; Bantuan Hukum dan Layanan Peradilan; Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan; dan Pendidikan HAM. 2. Sub Bidang Aparatur Arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang aparatur negara dikelompokkan berdasarkan sasaran sebagai berikut. a. Terwujudnya Birokrasi yang Bersih dan Akuntabel Arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Penerapan sistem nilai dan integritas birokrasi yang efektif. 2) Penerapan pengawasan yang independen, profesional, dan sinergis. 3) Peningkatan kualitas pelaksanaan dan integrasi antara sistem akuntabilitas keuangan dan kinerja. 4) Peningkatan fairness, transparansi dan profesionalisme dalam pengadaan barang dan jasa. b. Sasaran Kedua: Terwujudnya Birokrasi yang Efektif dan Efisien. Arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 144]
1) Penguatan agenda Reformasi Birokrasi Nasional dan peningkatan kualitas implementasinya. 2) Penataan kelembagaan instansi pemerintah yang tepat ukuran, tepat fungsi dan sinergis. 3) Penataan bisnis proses yang sederhana, transparan, partisipatif, dan berbasis e-Government. 4) Penerapan manajemen ASN yang transparan, kompetitif, dan berbasis merit untuk mewujudkan ASN yang profesional dan bermartabat. 5) Penerapan sistem manajemen kinerja nasional yang efektif. 6) Peningkatan kualitas kebijakan publik. 7) Pengembangan kepemimpinan untuk perubahan dalam birokrasi untuk mewujudkan kepemimpinan yang visioner, berkomitmen tinggi, dan transformatif. 8) Peningkatan efisiensi (belanja aparatur) penyelenggaraan birokrasi. 9) Penerapan manajemen kearsipan yang handal, komprehensif, dan terpadu. c. Sasaran Ketiga: Birokrasi yang memiliki Pelayanan Publik berkualitas 1) Penguatan kelembagaan dan manajemen pelayanan. 2) Penguatan kapasitas pengelolaan kinerja pelayanan publik. BAB 8 PEMBANGUNAN WILAYAH DAN TATA RUANG A. Sasaran (Impact) Bidang Wilayah dan Tata Ruang 1. Informasi Geospasial sasaran (impact) pembangunan bidang Informasi Geospasial a. Meningkatnya koordinasi penyelenggaraan Informasi Geospasial; b. Terpenuhinya kebutuhan minimum data dan informasi geospasial untuk perencanaan pembangunan wilayah darat dan laut Indonesia, baik kualitas maupun kuantitas; c. Terselenggaranya berbagi pakai data dan informasi geospasial; d. Termanfaatkannya data dan informasi geospasial dalam proses perencanaan pembangunan dan penyusunan kebijakan publik; [UDIN 2015 – RPJMN - 145]
e. Terpenuhinya SDM bidang Informasi Geospasial bagi penyelenggara dan pengguna Informasi Geospasial; f. Terbangunnya kelembagaan pengelolaan Informasi Geospasial pada berbagai tingkatan; dan g. Tercapainya kemandirian
IPTEK
dan industri
bidang Informasi
Geospasial. 2. Tata Ruang 4 (empat) sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang. a. Tersedianya Peraturan Perundang-undangan Bidang Tata Ruang yang Lengkap, Harmonis, dan Berkualitas. b. Meningkatnya Kapasitas Kelembagaan Bidang Tata Ruang. c. Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas RTR serta Terwujudnya Tertib Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. d. Meningkatnya
Kualitas
Pengawasan
Penyelenggaraan
Penataan
Ruang. 3. Pertanahan 4 (empat) sasaran pembangunan bidang pertanahan. a. Meningkatnya kepastian hukum hak atas tanah Dalam upaya meningkatkan kepastian hukum, telah teridentifikasi bahwa permasalahan mendasar adalah sistem pendaftaran tanah yang dianut saat ini berupa sistem publikasi negatif yang berarti negara tidak menjamin kebenaran informasi yang ada dalam sertipikat. Dibutuhkan upaya untuk mulai membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif yang dikenal sebagai Pendaftaran Tanah Stelsel Positif, yang berarti negara menjamin kebenaran informasi yang tercantum dalam sertipikat tanah yang diterbitkan. Dengan demikian, ketika terjadi gugatan maka pihak yang dirugikan akan memperoleh ganti-kerugian dari negara. Upaya membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif perlu dimulai dengan memperbaiki secara signifikan cakupan peta dasar pertanahan, cakupan bidang tanah bersertipikat hingga masingmasing meliputi 80 persen wilayah nasional, dan percepatan penetapan batas
[UDIN 2015 – RPJMN - 146]
kawasan hutan pada skala kadastral. Selain itu, perlu juga dilakukan percepatan penetapan batas tanah adat/ulayat yang didahului oleh sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait tanah adat/ulayat kepada seluruh pihak terutama pemerintah daerah untuk menyamakan pemahaman tentang peran masing-masing pihak dalam proses penetapan tersebut. Namun demikian upaya membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif tersebut amat terkait dan perlu mendapat dukungan bidang hukum, terutama pada percepatan penyelesaian kasus pertanahan di pengadilan. Dengan memperhatikan kemampuan penyelenggaraan pembangunan dan sumber daya yang ada kemudian ditetapkan target pencapaian beberapa kondisi berikut yang dapat dipenuhi dalam kerangka waktu 5 (lima) tahun. 1) Tercapainya Cakupan Peta Dasar Pertanahan hingga meliputi 80 persen dari wilayah darat nasional bukan hutan (wilayah nasional); 2) Tercapainya Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat hingga meliputi 70 persen dari wilayah nasional; 3) Tercapainya penetapan batas wilayah hutan pada skala 1:5.000 dan terintegrasi dengan sistem pendaftaran tanah di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN sepanjang 189.056,6 km; 4) Terlaksananya sosialisasi peraturan perundangan tanah adat/ulayat pada 34 provinsi dan 539 kab/kota. b. Semakin baiknya proporsi kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat Upaya perbaikan ketimpangan kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilakukan melalui reforma agraria, yaitu redistribusi tanah, legalisasi aset, dengan sekaligus dilengkapi dengan bantuan
pemberdayaan
masyarakat
kepada
masyarakat
berpenghasilan rendah yang membutuhkan terutama pemilik usaha skala mikro dan kecil termasuk petani dan nelayan, serta masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam melakukan redistribusi tanah, negara melakukan Inventarisasi Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan,
[UDIN 2015 – RPJMN - 147]
dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) untuk mendapatkan sumber-sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang kemudian ditetapkan sebagai tanah obyek agar selanjutnya dapat diredistribusikan kepada para petani sebagai penerima hak tanah (beneficiaries). Untuk itu, upaya reforma agraria perlu dipandang sebagai upaya lintas sektor yang melibatkan sektor lain seperti kehutanan, industri, dan IPTEK. Dengan demikian, sasaran semakin baiknya proporsi P4T dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat diasumsikan tercapai bila beberapa kondisi berikut dapat terpenuhi. 1) Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset; o Teridentifikasi
dan
terinventarisasi
Penguasaan,
Pemilikan,
Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta ha; o Teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha; o teridentifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya, tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertipikat, yang berpotensi sebagai TORA sedikitnya sebanyak 1 juta ha; dan o Teridentifikasi tanah milik masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria untuk legalisasi aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha. 2) Terlaksananya pemberian hak milik atas tanah (reforma aset) yang meliputi redistribusi tanah dan legalisasi aset: o Terlaksananya redistribusi tanah sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha yang meliputi: Tanah pada kawasan hutan yang dilepaskan; dan Tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya dan tanah terlantar. o Terlaksananya legalisasi aset sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha, yang meliputi:
[UDIN 2015 – RPJMN - 148]
Tanah transmigrasi yang belum dilegalisasi; dan Legalisasi aset masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria. c. Meningkatnya kepastian ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum Tujuan lain diterbitkannya UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta Perpres No. 40/2014 tentang Perubahan Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, adalah untuk mencegah spekulasi tanah dan mengendalikan harga tanah yang sebenarnya berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat secara umum. Untuk melaksanakan tujuan tersebut Pemerintah belum memiliki instrumen kelembagaan yang khusus. Dengan demikian, diperlukan lembaga khusus yang mewakili negara untuk melakukan penyediaan tanah bagi pembangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lembaga negara tersebut disebut Lembaga Penyediaan Tanah atau dikenal dengan “Bank Tanah”. Dalam pelaksanaannya Bank Tanah diamanatkan untuk melakukan
pembelian
bidang-bidang
tanah
untuk
dimanfaatkan
pembangunan kepentingan umum atau menjual kembali dengan harga tertentu bagi keperluan pembangunan. Dengan demikian, sasaran meningkatnya kepastian ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum
diasumsikan tercapai
dengan
Pembentukan
Kelembagaan Penyediaan Tanah (Bank Tanah) yang ditetapkan melalui penyusunan Peraturan Presiden (Perpres). Pasca diterbitkannya Perpres pembentukan Kelembagaan Penyediaan Tanah (Bank Tanah), maka bank tanah tersebut dapat secara aktif melakukan pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan-kawasan yang diprioritaskan pembangunannya seperti Pusat Pertumbuhan Baru, Terminal Logistik Tol Laut, Kawasan Industri, Sentra Industri Maritim dan Perikanan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 149]
d. Meningkatnya pelayanan pertanahan Upaya
meningkatkan
pelayanan
pertanahan
yang
dilakukan
Pemerintah belum memberikan hasil yang cukup memuaskan, terutama kepastian waktu pelayanan mengingat proporsi pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN belum mencapai komposisi ideal bagi jumlah Juru Ukur. Dari keadaan saat ini, dengan proporsi 15 persen, perlu ditingkatkan hingga mencapai 40 persen dari jumlah pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN secara nasional. Namun
demikian,
memperhatikan
kemampuan
penyelenggaraan
pembangunan dan sumber daya serta pemanfaatan teknologi informasi dan komputerisasi (TIK) yang ada, ditetapkan target pencapaian beberapa kondisi berikut yang dapat dipenuhi dalam kerangka waktu 5 (lima) tahun. 1) Tercapainya proporsi Juru Ukur secara nasional mencapai 30 persen dari seluruh pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN; 2) Termanfaatkannya teknologi informasi dan komputerisasi (TIK) dalam pelayanan pertanahan dan pengelolaannya di 34 kantor wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dan 539 kantor pertanahan kabupaten/kota. 4. Perkotaan Sasaran utama pembangunan perkotaan a. Pembangunan 5 Kawasan Metropolitan baru di luar Pulau Jawa – Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Jawa; b. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai PKN berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi; c. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan
[UDIN 2015 – RPJMN - 150]
ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percontohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan; d. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan; e. diwujudkan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). 5. Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Sasaran pembangunan desa dan kawasan perdesaan adalah mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa dan meningkatkan jumlah desa mandiri sedikitnya 2.000 desa. 6. Kawasan Transmigrasi Sasaran pembangunan dan pengembangan transmigrasi, meliputi: a. Terbangun dan berkembangnya 144 kawasan yang berfokus pada 72 Satuan
Permukiman
(SP)
menjadi
pusat
satuan.
Kawasan
Pengembangan (SKP) yang merupakan pusat pengolahan hasil pertanian/perikanan dan mendukung sasaran kemandirian pangan nasional, dan b. Berkembangnya 20 Kawasan Perkotaan Baru (KPB) menjadi kota kecil/kota kecamatan dengan berkembangnya industri pengolahan sekunder dan perdagangan. 7. Kawasan Strategis Pembangunan kawasan strategis periode 2015-2019 memiliki prioritas untuk
mengembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan
dan
terjalinnya
keterhubungan dengan desa, daerah-daerah tertinggal, dan kawasan perbatasan sebagai sentra bahan baku, serta berkurangnya kesenjangan pembangunan wilayah antara KBI dan KTI. Dalam mendukung prioritas tersebut, terdapat sasaran yang akan dicapai pada akhir periode RPJMN 2015-2019 dalam pengembangan di bidang kawasan strategis, yaitu: a. Kawasan Ekonomi Khusus
[UDIN 2015 – RPJMN - 151]
Sasaran pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus adalah: (i) Terwujudnya ketersediaan sarana dan prasarana kawasan penunjang kegiatan di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun distribusi barang ke luar Kawasan Ekonomi Khusus; (ii) Tersedianya lahan yang siap untuk dikelola melalui perencanaan matang; (iii) Terjalinnya koordinasi yang
baik
untuk
meningkatkan
kualitas
kegiatan
perencanaan
pembangunan; (iv) Tersedianya tenaga kerja yang berkualitas dan memiliki hubungan kelembagaan yang harmonis dengan perusahaan; (v) Terjaminnya kesejahteraan tenaga kerja di Kawasan Ekonomi Khusus; (vi) Meningkatnya jumlah Kawasan Ekonomi Khusus dari 8 kawasan, menjadi 15 kawasan pada tahun 2019; (vii) Meningkatnya nilai investasi di dalam Kawasan Ekonomi Khusus. b. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sasaran pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah: (i) Meningkatnya kapasitas bongkar muat pelabuhan bebas; (ii) Terwujudnya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sebagai pusat kegiatan industri manufaktur, pariwisata dan perdagangan;
(iii)
Terwujudnya
kapasitas
kelembagaan
Badan
Pengusahaan yang mampu mengelola kawasan yang lebih berdaya saing; (iv) Terciptanya sinergitas antarunit di Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan
Bebas
dan
Pelabuhan
Bebas
melalui
koordinasi yang terstruktur; (v) Terwujudnya sinergitas koordinasi antarstakeholders; (vi) Tersedianya tenaga kerja dengan keterampilan khusus yang dibutuhkan dalam mendukung pengembangan Kawasan Perdagangan
Bebas
dan
Pelabuhan
Bebas;
(vii)
Terwujudnya
hubungan industrial yang harmonis; (viii) debottlenecking peraturan perundangan terkait Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; (ix) Terwujudnya iklim investasi yang kondusif; dan (x) Terselesaikannya status holding zone. c. Pusat-Pusat Pertumbuhan Penggerak Ekonomi Daerah Pinggiran Lainnya
[UDIN 2015 – RPJMN - 152]
Sasaran pengembangan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya adalah: (i) Meningkatnya produktivitas komoditas unggulan di dalam kawasan; (ii) Meningkatnya konektivitas dengan wilayah-wilayah sentra produksi bahan baku; (iii) Tersedianya sarana dan prasarana jalan, energi, telekomunikasi, dan air bersih penunjang kegiatan pengelolaan komoditas unggulan di dalam kawasan; (iv) Meningkatnya kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk mampu mengelola komoditas unggulan yang berdaya saing;
dan
(v)
Terwujudnya
kelembagaan
yang
mampu
mengoordinasikan, memasilitasi, dan memediasi seluruh komponen yang terlibat dalam pengembangan kawasan. 8. Kawasan Perbatasan Sasaran pembangunan kawasan perbatasan negara dalam lima tahun kedepan adalah: a. Terlaksananya pengelolaan batas wilayah negara yang berdaulat; b. Terlaksananya aktivitas lintas batas negara yang kondusif dan saling menguntungkan; c. Terlaksananya percepatan pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang; d. Terbentuknya kelembagaan yang kuat dalam pengelolaan perbatasan negara. 9. Daerah Tertinggal Untuk mengurangi adanya kesenjangan antar wilayah di masing-masing wilayah pulau, sasarannya ditujukan untuk mengentaskan daerah tertinggal minimal 80 kabupaten dengan target outcome sebagai berikut: a. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; b. Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan c. Meningkatnya
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
di
daerah
tertinggal. 10. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah a. Restrukturisasi
Organisasi
Perangkat
Daerah
(OPD),
adapun
sasarannya yakni: (a) Tersusunnya OPD yang sesuai dengan beban
[UDIN 2015 – RPJMN - 153]
kerja dan kaya fungsi sehingga efektif dan efisien menjalankan pemerintahan; dan (b) Meningkatnya pembinaan dan fasilitasi daerah dalam rangka restrukturisasi OPD. b. Penataan
Kewenangan
Antar
Tingkat
Pemerintahan,
adapun
sasarannya yakni: (a) Meningkatnya kualitas penataan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; (b) Meningkatnya dukungan kebijakan dan peraturan tentang peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. c. Penataan Daerah, adapun sasarannya yakni: (a) Meningkatnya jumlah daerah
otonom
baru
(DOB)
yang
memiliki
kinerja
baik;
(b)
meningkatnya persentase pelaksanaan evaluasi perkembangan DOB yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang; dan (c) Meningkatnya dukungan regulasi dan kebijakan dalam pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta Desain Besar Penataan Daerah; (d) Penyelesaian segmentasi batas antardaerah; dan (e) Terlaksananya evaluasi usulan pembentukan DOB dan implementasi kebijakan penataan daerah. d. Kerjasama Daerah, adapun sasarannya yakni: (a) Meningkatnya kualitas kerjasama daerah, baik model kerjasama maupun lokus kerjasama daerah; dan (b) Meningkatnya kapasitas pemerintahan provinsi dalam rangka terbentuknya kerjasama antardaerah yang bersifat wajib. e. Harmonisasi Peraturan Perundangan, adapun sasarannya adalah (a) terevaluasinya rancangan perda; (b) membatalkan perda dan perkada yang bermasalah; (c) Tersusunnya peraturan perundangundangan bidang otonomi daerah; dan (d) harmonisasi peraturan perizinan antara pusat dan daerah. f. Sinergi
Perencanaan
sasarannya
yakni:
(a)
Penganggaran
Pusat
Meningkatnya
sinergi
Daerah,
adapun
perencanaan
dan
penganggaran pemerintah pusat dan daerah; (b) Meningkatnya efektivitas pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan baik di tingkat daerah maupun pusat; (c) terbangunnya media/sarana bagi
[UDIN 2015 – RPJMN - 154]
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pembangunan
daerah;
dan
(d)
tersusunnya dokumen
rencana
pembangunan tahunan daerah sesuai peraturan. g. Akuntabilitas dan Tata Pemerintahan, adapun sasarannya adalah meningkatnya kinerja akuntabilitas laporan keuangan dan laporan kinerja pemerintah daerah. h. Peningkatan
Pelayanan
Publik,
adapun
sasarannya
yakni:
(a)
Tersusunnya revisi beberapa panduan dan regulasi SPM, PTSP, dan Inovasi Daerah untuk percepatan implementasi di daerah; (b) Meningkatnya jumlah daerah yang melaksanakan SPM, PTSP, dan Inovasi Daerah; (c) Tersusunnya dan tersosialisasikannya instruksi presiden mengenai penerapan sikap-sikap pelayanan aparat dan sosialiasi nilai-nilai pelayanan sesuai undang-undang pelayanan publik; (d) Implementasi Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu (PATEN); dan (e) Tersusunnya kebijakan terkait peningkatan kualitas tata kelola dan daya saing perekonomian daerah. i. Efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus, adapun sasarannya yakni: (a) terlaksananya evaluasi pelaksanaan otsus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; dan (b) tersusunnya peraturan perundangan dan kerangka regulasi yang mengatur mengenai otonomi khusus/istimewa; (c) menerbitkan regulasi daerah dalam rangka pemantapan sistem tata kelola pemerintahan yang baik; (d) tersusunnya NSPK dalam rangka penguatan kelembagaan badan percepatan pembangunan kawasan Papua dan Papua Barat; dan (e) peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah otsus/ daerah istimewa. j. Penguatan kapasitas Kepala Daerah dan DPRD, adapun sasarannya yakni: (a) terlaksananya pemilihan kepala daerah sesuai dengan kebijakan yang ada; dan (b) terlaksananya fasilitasi kepala daerah, pimpinan, dan anggota DPRD dalam pembangunan daerah. 11. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah
[UDIN 2015 – RPJMN - 155]
Meningkatnya kualitas manajemen sumber daya manusia aparatur pemerintah
daerah
yang
profesional
dan
berintegritas,
adapun
sasarannya yakni: a. Terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan aparatur pemerintah daerah; b. Terselenggaranya
sistem
pendidikan
dan
pelatihan
manajemen
pembangunan, kependudukan, keuangan daerah dan kepemimpinan pemerintah daerah; serta c. Terlaksananya
standarisasi,
sertifikasi,
dan
Kerjasama
Diklat
Pemerintahan Dalam Negeri. 12. Peningkatan Kemampuan Fiskal dan Kinerja Keuangan Daerah a. Meningkatnya Kemampuan Fiskal Daerah, adapun sasarannya yakni: (a) Meningkatnya Local Taxing Power sehingga Pemerintah Daerah memiliki diskresi dari segi penerimaan untuk mendukung efisiensi pengeluaran
pemerintah
daerah
dan
peningkatan
daya
saing
pemerintah daerah; dan (b) Meningkatnya potensi penerimaan melalui peningkatan investasi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. b. Meningkatnya Kualitas Perencanaan dan Penganggaran Daerah, adapun sasarannya yakni: (a) Tersedianya kebijakan/regulasi terkait perencanaan dan penganggaran daerah; (b) Meningkatnya jumlah daerah yang menetapkan Perda APBD tepat waktu; (c) Terlaksananya sistem perencanaan dan penganggaran berbasis akrual; dan (d) Meningkatnya kualitas pertanggungjawaban keuangan daerah. c. Meningkatnya Belanja dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah, adapun sasarannya yakni: (a) Meningkatnya Belanja Pembangunan untuk menjamin ketersediaan kuantitas dan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat; (b) Meningkatnya sistem pengelolaan keuangan daerah melalui penerapan ebudgeting; dan (c) Meningkatnya kualitas perencanaan dan pengelolaan dana transfer daerah.
[UDIN 2015 – RPJMN - 156]
B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Wilayah dan Tata Ruang 1. Informasi Geospasial Arah kebijakan dalam strategi pembangunan sebagai berikut: a. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) bidang Informasi Geospasial secara rutin setiap tahun; b. Percepatan penyelenggaraan jaring kontrol geodesi sebagai referensi tunggal untuk penyelenggaraan Informasi Geospasial; c. Percepatan penyelenggaraan, pemutakhiran dan validasi Informasi Geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan; d. Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar pada Skala 1:25.000 dan 1:5.000 untuk mendukung penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota; e. Percepatan penyelenggaraan pemetaan kelautan dan lingkungan pantai dalam mendukung kedaulatan maritim; f. Percepatan penyelenggaraan pemetaan batas wilayah NKRI dengan Kurva Tertutup; g. Percepatan penyelenggaraan IGT yang terintegrasi dan memenuhi standar berdasarkan prioritas kebutuhan Nasional untuk pembangunan wilayah dan sektor, terutama sektor pangan, energi, maritim dan kelautan, serta pariwisata, dan penyediaan infrastruktur dan layanan sosial dasar masyarakat; h. Pengelolaan dan penyebarluasan data dan informasi geospasial nasional secara terpadu melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN); i. Penguatan fungsi koordinasi penyelenggaraan, penyebarluasan dan pemanfaatan IGT melalui One Gateway Policy dan One Map Policy; j. Percepatan pemenuhan SDM bidang Informasi Geospasial dan penguatan kapasitas penyelenggara Informasi geospasial secara kemitraan dengan melibatkan lembaga pendidikan, lembaga pelatihan, asosiasi dan industri serta masyarakat;
[UDIN 2015 – RPJMN - 157]
k. Penguatan Kerjasama Luar Negeri di bidang Informasi Geospasial; dan l. Penguatan kemitraan antarakademisi, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat
dalam
pembangunan
industri
Informasi
Geospasial
nasional, dan kemandirian teknologi penyelenggaraan Informasi Geospasial. 2. Tata Ruang Arah kebijakan dan strategi pembangunan Bidang Tata Ruang diuraikan ke dalam 4 (empat) kebijakan di bawah ini. a. Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis dengan strategi: (a) penyusunan peraturan perundangan amanat UU No. 26 Tahun 2007 berupa peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dan regulasi turunannya dalam rangka mendukung agenda Penguatan Sistem Pertahanan; (b) penyusunan regulasi turunan UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014 terkait RZWP-3-K; (c) harmonisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang termasuk di dalamnya peraturan insentif untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam rangka mendukung Agenda Kedaulatan Pangan; (d) penginternalisasian kebijakan sektoral dalam NSPK Bidang Tata Ruang; dan (e) pengintegrasian RTR dengan rencana pembangunan. b. Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, dengan strategi: (a) optimasi kinerja lembaga penyelenggara tata ruang (instansi, SDM Bidang Tata Ruang, dan koordinasi kelembagaan); (b) pembentukan perangkat PPNS yang; (c) peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha; dan (d) penyusunan sistem informasi penataan ruang (termasuk sistem informasi untuk sosialisasi, perizinan, serta pemantauan dan evaluasi). c. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang, dengan strategi: (a) peningkatan kualitas produk dan penyelesaian serta peninjauan kembali RTR, baik RTRWN, peraturan perundangan RTR Laut Nasional (dalam rangka mendukung Agenda Memperkuat Jati Diri sebagai Negara Maritim), RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN (termasuk
[UDIN 2015 – RPJMN - 158]
penetapan revisi Perpres RTR KSN Jabodetabekjur) dan RTRW yang telah mengintegrasikan LP2B dan prinsip-prinsip RZWP-3-K; (b) penyusunan
peraturan
zonasi
yang
lengkap
untuk
menjamin
implementasi RTR; (c) percepatan penyediaan data pendukung pelaksanaan penataan ruang yang mutakhir termasuk penggunaan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan penyediaan foto udara resolusi tinggi sebagai dasar peta skala 1:5000 untuk RDTR; dan (d) peningkatan efektifvitas pengendalian pemanfaatan ruang; dalam rangka mendukung agenda Pemerataan Pembangunan Antarwilayah terutama Desa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan. d. Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang, melalui pemantauan dan evaluasi yang terukur. 3. Pertanahan Arah kebijakan dan strategi untuk memenuhi keempat sasaran bidang yang telah diuraikan di atas. a. Membangun Sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif Dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah perlu dikembangkan sistem pendaftaran tanah publikasi positif. Kebijakan tersebut dicapai melalui strategi. 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas georefrensi melalui penyediaan peta dasar pertanahan; 2) Mempercepat penyelesaian sertipikasi tanah; 3) Meningkatkan kepastian batas hutan dan non hutan; 4) Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan perannya untuk penyusunan Peraturan Daerah terkait penyelesaian tanah adat/ulayat. b. Reforma agraria melalui redistribusi tanah dan bantuan pemberdayaan masyarakat. Redistribusi tanah dilakukan dengan memberikan hak atas tanah kepada masyarakat yang tidak memiliki tanah. Kebijakan redistribusi tanah
tersebut
pemberdayaan
perlu
disempurnakan
masyarakat
(access
dan
dilengkapi
reform)
melalui
dengan upaya
[UDIN 2015 – RPJMN - 159]
mengkoordinasikan dan menghubungkan (channeling) masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi produktif sehingga dapat lebih berkontribusi secara nasional dalam mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi sebagai berikut. 1) Koordinasi lokasi redistribusi tanah dan legalisasi aset dengan progam pemberdayaan masyarakat; 2) Pengembangan teknologi pertanian dan pengolahan hasil pertanian; 3) Pembentukan dan penguatan lembaga keuangan mikro; 4) Membangun koneksi antara usaha petani, dan UKM dengan dunia industri. c. Pencadangan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pencadangan tanah yang akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam pelaksanaannya pencadangan tanah oleh negara tidak terikat waktu untuk melakukan pemanfaatan pada bidang-bidang tanah yang dikuasai. Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi sebagai berikut: 1) Penyiapan regulasi pembentukan lembaga bank tanah berupa Peraturan Presiden (Perpres); 2) Mewakili negara untuk melakukan pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan-kawasan yang diprioritaskan pembangunannya. d. Pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan Pelayanan pertanahan memerlukan kompetensi sumber daya manusia yang ideal baik kuantitas maupun kualitas dengan komposisi yang ideal terutama ketersediaan juru ukur sebagai ujung tombak di lapangan. Dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara yang terbatas dan kebijakan organisasi birokrasi yang efektif dan efisien perlu disusun kebijakan penerimaan PNS baru. Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi perbaikan proporsi penerimaan SDM Juru Ukur Pertanahan melalui penerimaan PNS Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang terencana.
[UDIN 2015 – RPJMN - 160]
4. Perkotaan Arah kebijakan strategi pembangunan perkotaan adalah : a. Penguatan Tata Kelola Pembangunan Perkotaan 1) Menyusun peraturan perundangan yang terkait dengan Pengelolaan Perkotaan,
Standar
Pelayanan
Perkotaan
(SPP),
kebijakan
perkotaan dan berbagai peraturan teknis lainnya; 2) Mengembangkan sistem pengendalian dan fasilitasi pengelolaaan perkotaaan dan pemenuhan SPP; 3) Meningkatkan kapasitas pemimpin kota yang visioner dan inovatif; 4) Menyelenggarakan sosialisasi, pendidikan, pelatihan dan pembinaan bagi aparatur pemerintah; 5) Meningkatkan kapasitas kelembagaan perkotaan di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota; 6) Mempercepat pembangunan perkotaan melalui mekanisme dan lembaga
kerjasama
pembangunan
antarkota
dan
antara
kotakabupaten, baik dalam negeri dan luar negeri (sister city); 7) Membentuk
dan
Pembangunan
menguatkan
Kawasan
status
Perkotaan
Badan
Metropolitan
Koordinasi termasuk
Jabodetabek; 8) Meningkatkan kapasitas pemerintah kota melalui pencitraan kota (city branding); 9) Melaksanakan pembinaan, perencanaan, dan penyediaan sarana prasarana Kawasan Perkotaan di Kabupaten; 10) Melibatkan dunia swasta, organisasi masyarakat, dan organisasi profesi
dalam
penyusunan
kebijakan,
perencanaan
dan
pembangunan Kota Berkelanjutan; 11) Menyiapkan program pembangunan perkotaan nasional (National Urban Development Program); 12) Menyiapkan lembaga
bantuan teknis
dan bank
pembiayaan
infrastruktur perkotaan. b. Pengembangan Wilayah, mencakup: 1) Mengembangkan wilayah perkotaan metropolitan dan besar.
[UDIN 2015 – RPJMN - 161]
2) Mengembangkan wilayah perkotaan Sedang dan Kecil. 3) Mengembangkan Kawasan Perkotaan di Kabupaten. 5. Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pembangunan desa dan kawasan perdesaan adalah sebagai berikut: a. Penguatan Pemerintahan Desa, melalui Pengembangan kapasitas dan pendampingan
aparatur
pemerintah
desa
dan
kelembagaan
pemerintahan desa secara berkelanjutan dengan strategi: 1) Meningkatkan
kapasitas
Permusyawaratan
Desa
pemerintah melalui
desa
fasilitasi,
dan
Badan
pelatihan,
dan
pendampingan dalam (i) perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan desa; (ii) pengelolaan aset dan keuangan desa; (iii) penetapan batas desa secara digital; 2) Reformasi pelayanan publik termasuk pelayanan di luar jam kantor oleh desa, kelurahan, dan kecamatan; 3) Meningkatkan ketersediaan sarana prasarana pemerintahan desa; 4) Mengembangkan kerjasama antar desa; 5) Melaksanakan penataan desa; dan 6) Mengembangkan pusat informasi desa/balai rakyat. b. Pembangunan Desa, mencakup: 1) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa sesuai dengan kondisi geografis Desa, melalui strategi: menyusun dan memastikan terlaksananya NSPK SPM Desa. 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa, melalui strategi: (i) penataan dan penguatan BUMDesa
untuk
mendukung
ketersediaan
sarana
prasarana
produksi khususnya benih, pupuk, pengolahan produk pertanian dan perikanan skala rumah tangga desa; (ii) fasilitasi, pembinaan, maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan permodalan/kredit,
kesempatan
berusaha,
pemasaran
dan
kewirausahaan; dan(iii) meningkatkan kapasitas masyarakat desa
[UDIN 2015 – RPJMN - 162]
dalam pemanfaatan dan pengembangan Teknologi Tepat Guna Perdesaan. 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa melalui strategi: (i) mengembangkan pendidikan berbasis ketrampilan dan kewirausahaan; (ii) mendorong peran aktif masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan; (iii) mengembangkan kapasitas dan pendampingan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat secara berkelanjutan; (iv) menguatkan partisipasi masyarakat dengan
pengarusutamaan
gender;
(v)
menguatkan kapasitas
masyarakat desa dan masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam lahan dan perairan, serta lingkungan hidup desa termasuk desa pesisir secara berkelanjutan; (vi)
meningkatkan
kapasitas
masyarakat
dan
kelembagaan
masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial, lingkungan keamanan dan politik; (vii) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring pembangunan desa;
dan (viii) meningkatkan
partisipasi dan
kapasitas tenaga kerja (TKI/TKW) di desa. c. Pembangunan Kawasan Perdesaan, mencakup: 1) Pengelolaan
Sumber
Daya
Alam
dan
Lingkungan
Hidup
berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan melalui strategi: (i) menjamin pelaksanaan distribusi lahan kepada desadesa dan distribusi hak atas tanah bagi petani, buruh lahan, dan nelayan; (ii) menata ruang kawasan perdesaan untuk melindungi lahan pertanian dan menekan alih fungsi lahan produktif dan lahan konservasi; (iii) menyiapkan dan melaksanakan kebijakan untuk membebaskan desa dari kantong-kantong hutan dan perkebunan; (iv) menyiapkan dan melaksanakan kebijakan tentang akses dan hak desa untuk mengelola sumber daya alam berskala lokal termasuk pengelolaan hutan negara oleh desa berorientasi keseimbangan lingkungan
hidup
dan
berwawasan
mitigasi
bencana
untuk
[UDIN 2015 – RPJMN - 163]
meningkatkan produksi pangan dan mewujudkan ketahanan pangan; (v) menyiapkan dan melaksanakan kebijakan-regulasi baru tentang shareholding
antara
pemerintah,
investor,
dan
desa
dalam
pengelolaan sumber daya alam; (vi) menjalankan program-program investasi pembangunan perdesaan dengan pola shareholding melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang saham; (vii) merehabilitasi kawasan perdesaan yang tercemar dan terkena dampak bencana. 2) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan
desa-kota
dengan
strategi:
(i)
mewujudkan
dan
mengembangkan sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian
dan
meningkatkan
perikanan, akses
serta
transportasi
destinasi desa
pariwisata;
dengan
(ii)
pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi lokal/wilayah; (iii) mengembangkan kerjasama antardesa,
antardaerah,
dan
antarpemerintahswasta
termasuk
kerjasama pengelolaan BUMDesa, khususnya di luar Jawa-Bali; dan (iv) membangun agribisnis kerakyatan melalui pembangunan bank khusus untuk pertanian, UMKM, dan Koperasi; (v) membangun sarana bisnis/pusat bisnis di perdesaan; (vi) mengembangkan komunitas teknologi informasi dan komunikasi bagi petani untuk berinteraksi denga pelaku ekonomi lainnya dalam kegiatan produksi panen, penjualan, distribusi, dan lain-lain. d. Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan
melalui
koordinasi,
fasilitasi,
supervisi,
dan
pendampingan dengan strategi: 1) Konsolidasi satuan kerja lintas Kementerian/Lembaga; 2) Memastikan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan UU Desa sejalan dengan substansi, jiwa, dan semangat UU Desa, termasuk penyusunan PP Sistem Keuangan Desa; 3) Memastikan distribusi Dana Desa dan Alokasi Dana Desa berjalan secara efektif, berjenjang, dan bertahap;
[UDIN 2015 – RPJMN - 164]
4) Mempersiapkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mengoperasionalisasi pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi desa adat. 6. Pembangunan Kawasan Transmigrasi Arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan transmigrasi adalah sebagai berikut: a. Penyiapan Kawasan Transmigrasi, mencakup: 1) Perencanaan
pembangunan
dan
pengembangan
kawasan
transmigrasi, termasuk pembinaan potensi kawasan, perencanaan sarana dan prasarana, persebaran penduduk, serta perencanaan pengembangan masyarakatnya. 2) Penyediaan lahan transmigrasi, melalui penyediaan lahan untuk permukiman, usaha, serta prasarana dan sarana; 3) Pemenuhan prasarana dan sarana di kawasan transmigrasi sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) nasional b. Pengembangan Kawasan Transmigrasi, mencakup: 1) Pengembangan kerjasama antardaerah dan kerjasama pemerintahswasta di lokasi transmigrasi. 2) Pelayanan pertanahan di kawasan transmigrasi. 3) Pengembangan kawasan transmigrasi. 4) Pengembangan usaha ekonomi di lokasi transmigrasi. 5) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lokasi transmigrasi. 7. Penyediaan
dan
Pengelolaan
Data
dan
Informasi,
Penelitian,
Pengembangan, Pendidikan, dan Pelatihan Masyarakat Desa Strategi penyediaan dan pengelolaan data dan informasi, penelitian, pengembangan pendidikan, dan pelatihan masyarakat baik di desa, daerah tertinggal, kawasan perbatasan, maupun kawasan transmigrasi adalah: a. Penyediaan dan pengelolaan data dan informasi; b. Evaluasi pembangunan dan pengembangan desa, daerah tertinggal, dan transmigrasi;
[UDIN 2015 – RPJMN - 165]
c. Penelitian dan pengembangan untuk peningkatan produktivitas dalam mewujudkan kemandirian pangan dan energi; d. Pelatihan masyarakat desa. 8. Kawasan Strategis Arah kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis dijabarkan sebagaimana berikut: a. Arah kebijakan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus adalah: (i) mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi, energi, air bersih penunjang kegiatan industri; (ii) menyediakan perencanaan matang; (iii) meningkatkan kemampuan koordinasi, fasilitasi, dan mediasi Dewan Kawasan dan Badan Usaha Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus; (iv) meningkatkan daya saing dan kualitas tenaga kerja; serta (v) percepatan investasi industri. b. Arah kebijakan dalam pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menuju kawasan yang memiliki nilai tambah adalah: (i) mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi, air bersih, dan energi; (ii) meningkatkan profesionalisme kelembagaan Badan Pengusahaan; (iii) memberikan kemudahan dalam investasi; (iv) membenahi perundangan terkait RTR di Kawasan Perdagangan Bebas
dan
Pelabuhan
Bebas;
dan
(v)
membenahi
sistem
ketenagakerjaan. c. Arah kebijakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi
daerah
pinggiran
lainnya
adalah:
(i)
meningkatkan
produktivitas dan hilirasi komoditas unggulan yang terintegrasi dengan kawasan di sekitarnya; (ii) memberikan fasilitasi pengembangan industri-industri pengolahan komoditas unggulan di kawasan; (iii) meningkatkan konektivitas antarwilayah sekitarnya (desa, daerah tertinggal, dan perbatasan) menuju pusat-pusat pertumbuhan lainnya; (iv)
mempercepat
pengembangan
penyediaan
kawasan;
serta
infrastruktur (v)
yang
mendukung
meningkatkan
kemampuan
pengelolaan kawasan di wilayah belakangnya secara profesional.
[UDIN 2015 – RPJMN - 166]
9. Kawasan Perbatasan Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan
dengan
negara
tetangga
secara
terintegrasi
dan
berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan semakin kuatnya pertahanan keamanan nasional. Adapun penjabaran strategi pembangunan perbatasan negara sebagai berikut: a. Dimensi pengelolaan Batas Wilayah Negara. b. Dimensi pengelolaan Lintas Batas negara. c. Dimensi pembangunan kawasan perbatasan. d. Dimensi Penguatan Kelembagaan. 10. Daerah Tertinggal Arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal difokuskan pada: a. Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan; b. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik; c. Pengembangan
perekonomian
masyarakat
yang
didukung
oleh
sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan kawasan strategi. Untuk mewujudkan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal tersebut diperlukan strategi sebagai berikut: a. Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal; b. Meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat
pertumbuhan melalui pembangunan sarana
dan
prasarana transportasi; c. Meningkatkan kualitas SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan kapasitas tata kelola kelembagaan pemerintahan daerah tertinggal; d. Mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan dasar publik, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,
[UDIN 2015 – RPJMN - 167]
transportasi, air bersih, energi/listrik, telekomunikasi, serta mendukung upaya pemenuhan kebutuhan dasar; e. Memberikan tunjangan khusus kepada tenaga kesehatan, pendidikan, penyuluh pertanian, pendamping desa di daerah tertinggal; f. Melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertinggal
dan
pemberian insentif kepada pihak swasta dalam pengembangan iklim usaha di daerah tertinggal; g. Meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerah pinggiran; h. Melakukan
pembinaan terhadap
daerah
tertinggal
yang
sudah
terentaskan; i. Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah; j. Meningkatkan koordinasi dan peran serta lintas sektor dalam upaya mendukung pembangunan daerah tertinggal melalui pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai program pembangunan lintas sektor; k. Mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. 11. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah a. Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Adapun arah kebijakannya adalah restrukturisasi OPD yang efektif dan efisien dalam menjalankan pelayanan publik di daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah; dan (b) Peningkatan kapasitas dan fasilitasi pemerintah daerah dalam rangka restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah. b. Penataan kewenangan Adapun arah kebijakan penataan kewenangan adalah meningkatkan kualitas
dan
sinkronisasi
penataan
kewenangan
antartingkat
pemerintahan. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan penataan kewenangan; dan (b) Penguatan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
[UDIN 2015 – RPJMN - 168]
c. Penataan daerah Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas penataan DOB serta “penundaan” pemekaran DOB. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan penataan daerah; (b) Pengembangan pedoman daerah persiapan, penggabungan serta penghapusan
daerah;
(c)
Peningkatan
kapasitas
DOB;
(d)
Penyelesaian masalah segmentasi batas daerah; dan (e) Peningkatan pelaksanaan evaluasi perkembangan DOB. d. Kerjasama daerah Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas kerjasama daerah di seluruh wilayah. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Pengembangan model, struktur kelembagaan dan tata cara kerjasama daerah yang lebih luas dan implementatif; (b) Peningkatan fasilitasi untuk
Pemerintah
Provinsi
dalam
kordinasi,
pembinaan
dan
pengawasan serta resolusi konflik penyelenggaraan kerjasama daerah; dan (c) Pemetaan potensipotensi kerjasama daerah serta memfasilitasi terbentuknya kerjasama daerah. e. Harmonisasi peraturan perundangan Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas harmonisasi peraturan perundangan sektoral dan investasi dengan peraturan perundangan daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Evaluasi dan/atau konsultasi rancangan Perda; (b) Pembatalan Perda dan Perkada yang bermasalah; (c) Penyelesaian penyusunan peraturan perundang-undangan bidang otonomi daerah; dan (d) Pelaksanaan harmonisasi peraturan perizinan antara pusat dan daerah. f. Sinergi perencanaan dan penganggaran Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan sinergi perencanaan dan penganggaran untuk efektifitas dan efesiensi serta pemerataan pelaksanaan pembangunan di daerah. Strategi yang dilakukan adalah (a) Perbaikan mekanisme perencanaan; (b) Penguatan lembaga perencana serta hubungan perencanaan pusat dan daerah dalam sinergi
perencanaan
dan
penganggaran;
(c)
Pembangunan
[UDIN 2015 – RPJMN - 169]
media/sarana
bagi
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
pelaksanaan dan evaluasi pembangunan daerah; dan (d) Penyusunan dokumen rencana pembangunan tahunan daerah sesuai peraturan, serta (e) penyelarasan pembangunan nasional dan daerah melalui harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait penataan ruang, perencanaan dan penganggaran pusat dan daerah. g. Akuntabilitas dan Tata Pemerintahan Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas kinerja pemerintah daerah. Strategi yang dilakukan adalah peningkatan kinerja akuntabilitas laporan keuangan dan laporan kinerja pemerintah daerah. h. Peningkatan Pelayanan Publik Arah kebijakan peningkatan pelayanan publik yaitu perbaikan kualitas pelayanan publik yang semakin merata agar mampu mendukung percepatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah. Strategi terkait inovasi dan pelayanan publik meliputi: (a) Penyusunan revisi panduan dan regulasi terkait SPM (Standar Pelayanan Minimal), PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), dan Inovasi Daerah untuk percepatan implementasi di daerah; (b) Peningkatan jumlah daerah yang mengimplementasikan SPM, PTSP, dan Inovasi Daerah dengan baik; (c) Penyusunan dan sosialisasi instruksi presiden mengenai penerapan sikap-sikap pelayanan aparat dan sosialiasi nilai-nilai pelayanan; (d) Penerapan Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu (PATEN); dan (e) Penyusunan kebijakan terkait peningkatan kualitas tata kelola dan daya saing perekonomian daerah. i. Otonomi Khusus Adapun arah kebijakannya adalah penguatan pelaksanaan Otonomi Khusus bagi kemajuan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Strategi pembangunan yang ditempuh antara lain adalah: (a) Evaluasi pelaksanaan otonomi khusus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (b) penyusunan regulasi mengenai otsus/istimewa; (c) Penerbitan regulasi daerah dalam rangka pemantapan sistem tata kelola pemerintahan
[UDIN 2015 – RPJMN - 170]
yang
baik;
(d)
Penyusunan
NSPK
dalam
rangka
penguatan
kelembagaan badan percepatan pembangunan kawasan Papua dan Papua Barat; dan (e) Peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah otsus/daerah istimewa. j. Penguatan Kapasitas Kepala Daerah dan DPRD Adapun arah kebijakannya adalah peningkatan kualitas kepala daerah dan DPRD dalam melaksanakan pembangunan daerah. Strategi pembangunan yang ditempuh adalah (a) pelaksanaan pemilihan kepala daerah sesuai regulasi pilkada; (b) pelaksanaan fasilitasi kepala daerah dalam pembangunan daerah; (c) penguatan kompetensi pimpinan dan anggota DPRD; dan (d) peningkatan kapasitas kelembagaan DPRD. 12. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah a. Kemampuan Fiskal Daerah 1) Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan local taxing power. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Pelaksanaan sosialisasi dan bantuan teknis; (ii) Pengembangan dan pembentukan sistem pemungutan
Pajak
menciptakan
high
Daerah cost
yang
economy;
efektif (iii)
dan
efisien
Penguatan
tanpa
kerjasama
administrasi pajak daerah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota;
(iv) Peningkatan kapasitas terkait dengan
sistem pengelolaan data dan administrasi pajak daerah; dan (v) Pengembangan dan penataan retribusi daerah. 2) Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan potensi penerimaan daerah lainnya hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Evaluasi dan penataan pengelolaan BUMD pemerintah daerah; (ii) Pengembangan penyediaan layanan publik melalui BUMD yang bersifat mandiri; (iii) Pengembangan investasi daerah; dan (iv) Peningkatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah. b. Kualitas Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Daerah
[UDIN 2015 – RPJMN - 171]
1) Adapun
arah
kebijakannya
adalah
meningkatkan
kualitas
perencanaan dan penganggaran daerah. Strategi yang dilakukan adalah:
(i)
Meningkatkan
akuntabilitas
dan
transparansi
penganggaran; (ii) Pembuatan kebijakan/regulasi/pedoman bidang anggaran daerah; dan (iii) Meningkatkan profesionalisme dalam perencanaan dan penganggaran keuangan daerah. 2) Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan jumlah daerah yang menetapkan Perda APBD tepat waktu. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Pembuatan kebijakan/regulasi/ pedoman; dan (ii) Pemberian reward and punishment. 3) Adapun arah kebijakannya adalah menerapkan sistem perencanaan dan penganggaran berbasis akrual. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Pelaksanaan sosialisasi dan bantuan teknis untuk mendukung penerapan akuntansi berbasis akrual; dan (ii) Penyiapan sistem perencanaan dan penganggaran akuntansi berbasis akrual yang mudah dan aplikatif. 4) Adapun
arah
kebijakannya
adalah
meningkatkan
kualitas
pertanggungjawaban keuangan daerah. Strategi yang dilakukan adalah:
(i)
Penyusunan
kebijakan/regulasi/pedoman;
dan
(ii)
Penerapan reward and punishment. c. Kualitas Belanja dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah 1) Adapun
arah
kebijakannya
adalah
meningkatkan
belanja
pembangunan untuk menjamin ketersediaan kuantitas dan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Peningkatan proporsi belanja modal; (ii) Pengurangan rasio belanja pegawai
terhadap
pendanaan
untuk
total
belanja;
belanja
(iii)
infrastruktur
Pengembangan di
daerah;
variasi
dan
(iv)
Meningkatkan persentase belanja modal terhadap total belanja daerah. 2) Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan sistem pengelolaan keuangan daerah melalui penerapan ebudgeting. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Tersedianya dokumen panduan penerapan e-
[UDIN 2015 – RPJMN - 172]
budgeting, (ii)
Tersedianya sistem
aplikasi
e-budgeting
bagi
pemerintah daerah; dan (iii) Meningkatkan persentase jumlah daerah yang menerapkan e-budgeting. 3) Adapun
arah
kebijakannya
adalah
meningkatkan
kualitas
perencanaan dan pengelolaan dana transfer daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Perumusan kebijakan/regulasi terkait dengan penetapan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; (ii) Penyempurnaan revisi UU No. 33 tahun 2004 dan regulasi turunan yang terkait; (iii) Tersedianya model transparansi pembinaan dana transfer; (iv) Reformulasi dana transfer berdasarkan konsep desentralisasi asimetris; dan (v) Perbaikan skema DAK. BAB 9 BIDANG PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA A. Sasaran Bidang Sasaran umum yang hendak dicapai oleh sektor Infrastruktur pada RPJMN adalah: 1. Terpenuhinya jaringan Infrastruktur yang sesuai dengan perencanaan tata ruang nasional; 2. Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal yang layak dengan didukung prasarana, sarana dan utilitas yang memadai dalam mendorong peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; 3. Terwujudnya
pertumbuhan
bidang
Infrastruktur
minimal
dua
kali
pertumbuhan ekonomi nasional; 4. Terjaminnya kepastian dan stabilitas penyediaan jasa Infrastruktur ke seluruh pelosok tanah air untuk meningkatkan kelancaran distribusi barang, jasa dan mobilitas penumpang; 5. Terwujudnya peningkatan dan pemerataan pelayanan jasa Infrastruktur ke seluruh pelosok tanah air; 6. Tercapainya
peran
dan
investasi
swasta
yang
optimal
dalam
pembangunan infrastruktur guna meningkatkan efisiensi anggaran serta kuantitas dan kualitas layanan infrastruktur. [UDIN 2015 – RPJMN - 173]
Adapun sasaran-sasaran khusus adalah sebagai berikut: 1. Percepatan Pembangunan Perumahan Meningkatnya akses terhadap perumahan 2. Pembangunan Prasarana Dasar Kawasan Permukiman serta Energi dan Ketenagalistrikan a. Meningkatnya akses terhadap layanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan b. Meningkatnya layanan akses ketenagalistrikan c. Meningkatnya layanan akses minyak dan gas bumi untuk rumah tangga, nelayan, komersial dan transportasi 3. Menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional a. Terpenuhinya kebutuhan air baku untuk rumah tangga, perkotaan, dan industri b. Terpenuhinya kebutuhan air untuk irigasi dan air baku perkotaan c. Meningkatnya kinerja pengelolaan irigasi d. Mempercepat pemanfaatan sumber daya air sebagai sumber energi listrik (PLTA) e. Meningkatkan perlindungan terhadap daya rusak air f. Optimalisasi pengelolaan neraca air domestik 4. Penguatan
Konektivitas
Nasional
untuk
Mencapai
Keseimbangan
Pembangunan a. Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda untuk mengurangi
backlog
maupun
bottleneck
kapasitas
prasarana
transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda b. Meningkatnya kinerja pelayanan dan industri transportasi nasional untuk mendukung Konektivitas Nasional,Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan Konektivitas Global c. Meningkatnya tingkat keselamatan dan keamanan penyelenggaraan pelayanan transportasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 174]
d. Menurunnya emisi gas rumah kaca (RAN-GRK) di sektor transportasi e. Tersedianya layanan transportasi serta komunikasi dan informatika di perdesaan, perbatasan negara, pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya f. Tersedianya layanan pita lebar g. Optimalnya pengelolaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit h. Tercapainya tingkat TIK literasi nasional i. Tersedianya layanan e-Pemerintahan dan dikelolanya data sebagai aset strategis nasional dengan memperhatikan prinsip keamanan cyber nasional 5. Pembangunan Transportasi Umum Massal Perkotaan a. Meningkatnya pelayanan angkutan umum massal perkotaan b. Meningkatkan kinerja lalu lintas jalan perkotaan c. Meningkatkan
aplikasi
teknologi
informasi
dan
skema
sistem
manajemen transportasi perkotaan 6. Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur a. Menjadikan skema KPS sebagai development approach dalam pembangunan infrastruktur sektoral maupun lintas sektor. b. Menyediakan
dukungan
pembiayaan
untuk
memenuhi
target
infrastruktur melalui penyediaan alternatif pembiayaan, seperti melalui skema KPS, pembentukan Bank Pembangunan/Infrastru ktur dan skema innovative financing lainnya. c. Menciptakan efisiensi pengelolaan infrastruktur melalui mekanisme risk sharing, insentif dan disinsentif serta debottlenecking kebijakan yang ada. d. Meningkatkan peran Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur baik dalam pendanaan murni pemerintah maupun investasi swasta B. Arah Kebijakan Dan Strategi 1. Percepatan Pembangunan Perumahan Arah kebijakan dalam mendorong percepatan pembangunan perumahan rakyat akan dicapai dengan upaya peningkatan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak dan terjangkau serta
[UDIN 2015 – RPJMN - 175]
didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai serta diprioritaskan melalui strategi: a. Peningkatan peran fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan kualitas hunian.. b. Peningkatan tata kelola dan keterpaduan antara para pemangku kepentingan pembangunan perumahan. c. Peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penyediaan perumahan untuk MBR. d. Peningkatan efektifitas dan efisiensi manajemen lahan dan hunian di perkotaan. e. Pengembangan sistem karir perumahan (housing career system) sebagai dasar penyelesaian backlog kepenghunian. f. Pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan yang aman dan murah serta pengembangan implementasi konsep rumah tumbuh (incremental housing). g. Penyediaan layanan air minum dan sanitasi layak yang terintegrasi dengan penyediaan dan pengembangan perumahan. h. Revitalisasi dan pengembangan industrialisasi perumahan 2. Pembangunan Prasarana Dasar Kawasan Permukiman serta Energi dan Ketenagalistrikan a. Membangun Infrastruktur Dasar Kawasan Permukiman Arah kebijakan dalam mendorong pembangunan infrastruktur dasar air minum dan sanitasi dalam pencapaian universal access, sebagai berikut: 1) Menjamin
ketahanan
air
melalui
peningkatan
pengetahuan,
perubahan sikap dan perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi melalui strategi: a) Jaga Air b) Simpan Air c) Hemat Air
[UDIN 2015 – RPJMN - 176]
d) Bauran Air Domestik, yakni upaya untuk mengoptimalkan berbagai alternatif sumber air domestik yang tersedia sesuai tujuan pemanfaatan air. 2) Penyediaan infrastruktur produktif dan manajemen layanan melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi: a) Optimalisasi infrastruktur air minum dan sanitasi eksisting b) Pembangunan
infrastruktur
air minum
dan
sanitasi
untuk
memperluas cakupan layanan. c) Rehabilitasi infrastruktur air minum dan sanitasi untuk infrastruktur d) Pengembangan
inovasi
teknologi
air
minum,
air
limbah,
persampahan dan drainase untuk memaksimalkan potensi yang ada. e) Pembentukan dan penyehatan pengelola infrastruktur air minum, air limbah dan persampahan, baik berbasis institusi maupun berbasis masyarakat. f) Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi terbangun yang menuju prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost recovery)/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok Produksi (BPP). g) Pengaturan
kontrak
pembangunan,
berbasis
pengoperasian,
kinerja dan
baik
perancangan,
pemeliharaan
aset
infrastruktur. 3) Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat melalui strategi: a) Peningkatan kualitas rencana dan implementasi Rencana IndukSistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) dan Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK); b) Integrasi peningkatan promosi higiene dan sanitasi;
[UDIN 2015 – RPJMN - 177]
c) Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi. d) Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta media untuk menjamin
keselarasan
serta
konsistensi
perencanaan
dan
implementasinya di tingkat pusat dan daerah. 4) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi melalui strategi: a) Sinergi dan koordinasi antar pelaku program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai implementasi baik secara vertikal maupun horizontal. b) Pelaksanaan pelayanan air minum dan sanitasi berbasis regional. c) Sinergi pendanaan air minum dan sanitasi yang dilaksanakan melalui (i) peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kab/Kota, (ii) pemanfaatan alokasi dana terkait pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi di sekolah; (iii) pemanfaatan alokasi dana terkait kesehatan baik untuk upaya preventif penyakit dan promosi higiene dan sanitasi serta pemanfaatan jaminan kesehatan masyarakat; serta (iv) sinergi penyediaan air minum dan sanitasi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP), dana hibah berbasis kinerja/hasil, masyarakat, dan sumber dana lain terkait lingkungan hidup, pembangunan desa, serta kelautan dan perikanan. d) Penguatan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) termasuk terintegrasi
pengelolaan (National
Services/NAWASIS)
data
dan
Water yang
informasi
and
melalui
Sanitation
memanfaatkan
sistem
Information
teknologi
serta
melibatkan partisipasi aktif seluruh stakeholder terkait. b. Meningkatkan Ketersediaan Energi dan Ketenagalistrikan Untuk meningkatkan ketersediaan energi dan ketenagalistrikan arah kebijakan dan strategi adalah:
[UDIN 2015 – RPJMN - 178]
1) Peningkatan pasokan energi dan ketenagalistrikan (sisi penyediaan) dengan memperhatikan jaminan pasokan energi primer dan bauran energi (diversifikasi energi) dan pengendalian pemanfaatan (sisi permintaan) yang sejalan dengan pelaksanaan konservasi energi. a) Perluasan jangkauan pelayanan ketenagalistrikan b) Peningkatan bauran energi dan konservasi pemanfaatan energi 2) Penyempurnaan
kelembagaan
dan
regulasi
energi
dan
ketenagalistrikan untuk menciptakan layanan yang handal termasuk perumusan kebijakan tarif dan subsidi yang berdasarkan nilai keekonomian, berkeadilan, dan keadaan spesifik wilayah a) Penyempurnaan regulasi dan struktur industri b) Penyempurnaan kelembagaan 3. Menjamin Ketahanan Air untuk Mendukung Ketahanan Nasional Arah kebijakan pembangunan untuk ketahanan air adalah: a. Pemeliharaan dan pemulihan sumber air dan ekosistemnya, dengan strategi: 1) Pengelolaan kawasan hulu DAS secara berkelanjutan untuk menjaga kualitas dan kapasitas sumber daya air 2) Konservasi sumber daya air b. Pemenuhan kebutuhan dan jaminan kualitas air untuk kehidupan sehari-hari bagi masyarakat melalui strategi: 1) Pembangunan
saluran
pembawa
air
baku
dengan
prioritas
pemenuhan air untuk kebutuhan pokok rumah tangga terutama di wilayah defisit air, wilayah tertinggal, wilayah strategis, pulau-pulau kecil dan terdepan, kawasan terpencil serta daerah perbatasan; 2) Penyediaan sumber air keperluan rumah tangga yang tidak tersambung SPAM konvensional termasuk conjunctive use antara air permukaan dan air tanah sesuai ketersediaan sumber air lokal; 3) Mengembangkan dan menerapkan teknologi pengolahan air yang murah
dan
ramah
lingkungan
sesuai
dengan
kaidahkaidah
pengelolaan sumber daya air berbasis lingkungan berkelanjutan (Eco-Sustainable Water Infrastructure/ ESWIN).
[UDIN 2015 – RPJMN - 179]
4) Mempermudah dan memberikan insentif jaringan distribusi dan sambungan air skala rumah tangga yang belum layak secara finansial. 5) Mengembangkan sistem penyediaan air baku yang bersifat regional yang juga didukung dengan memanfaatkan inter basin transfer; 6) Pengendalian
pencemaran
air
ke
sumber-sumber
air,
dan
mendorong penerapan insentif kebijakan tarif air terkait pengelolaan limbah cair rumah tangga; 7) Menerapkan prinsip-prinsip efisiensi pemanfaatan air melalui prinsip reduce, dan mengembangkan paradigma reuse, dan recycle, termasuk menerapkan insentif penghematan air. 8) Mendorong peran serta masyarakat dalam menjaga kualitas air dan operasi pemeliharaan jaringan distribusi air serta mendorong partisipasi swasta dalam pembiayaan pembangunan prasarana air baku. c. Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan sosial dan ekonomi produktif, melalui strategi: 1) Peningkatan
layanan
jaringan
irigasi/rawa
untuk
mendukung
ketahanan pangan nasional. 2) Peningkatan penyediaan air baku bagi industri dan perkotaan, serta penerapan insentif pengendalian kualitas air; 3) Pengembangan penggunaan air dari “rain water harvesting” untuk keperluan refinery industri; serta penggunaan non konsumsi lainnya. 4) Pengendalian dan penegakan hukum bagi penggunaan air tanah yang berlebihan diiringi percepatan penyediaan dan pengelolaan air baku kawasan perekonomian, dan penerapan kebijakan pengenaan tarif air industri yang kompetitif; 5) Pemberian insentif penghematan air pertanian/perkebunan dan industri termasuk penerapan prinsip reduce, mengembangkan reuse dan recycle; 6) Percepatan pemanfaatan SDA untuk pembangunan PLTA.
[UDIN 2015 – RPJMN - 180]
d. Peningkatan ketangguhan masyarakat dalam mengurangi risiko daya rusak air termasuk perubahan iklim, melalui strategi: 1) Pengembangan
kesiapsediaan
masyarakat
terhadap
bencana
melalui perkuatan Flood Proofing sebagai kapasitas adaptasi bencana banjir dan kapasitas mitigasi institusi serta masyarakat, serta peningkatan kemampuan prediksi terhadap peningkatan aliran sungai dan dampak yang ditimbulkannya. 2) Percepatan penyusunan Flood Risk Map sebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap wilayah sungai. 3) Penerapan adaptive water management mulai dari peningkatan upaya monitoring serta permodelan klimatologis, hidrologis dan kualitas air termasuk peningkatan keterlibatan masyarakat hingga penegakan hukumnya. 4) Penerapan
Flood
pendekatan
Management
(pencegahan,
penanggulangan dan pengelolaan) mencakup Flood Forecasting Warning System. 5) Prioritas penanganan daya rusak air pada wilayah yang memiliki tingkat aktivitas ekonomi tinggi (JABODETABEK dan kawasan metropolitan lainnya). 6) Penanganan luapan lumpur Sidoarjo melalui pengaliran lumpur ke kali Porong, penanganan sosial kemasyarakatan bagi masyarakat terdampak, dan pembangunan infrastruktur penanggulangan luapan lumpur 7) Konservasi air tanah melalui pengelolaan sumber daya air tanah yang berkelanjutan. 8) Pengelolaan
wilayah
mengkombinasikan
pantai secara
secara
berkelanjutan
seimbang
antara
dengan
pendekatan
nonstruktural dan struktural. e. Peningkatan
kapasitas
kelembagaan,
ketatalaksanaan,
dan
keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya air yang terpadu, efektif,
[UDIN 2015 – RPJMN - 181]
efisien dan berkelanjutan, termasuk peningkatan ketersediaan dan kemudahan akses terhadap data dan informasi, melalui strategi: 1) Melengkapi peraturan perundangan turunan UU No. 7 Tahun 2004 serta penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) sebagai pedoman teknis pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan sumber daya air. 2) Melanjutkan penataan kelembagaan sumber daya air 3) Meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antarpemerintah dan antarsektor dalam hal pengelolaan daerah hulu dan hilir, aspek konservasi
dan
aspek
fisik;
serta
pengelolaaan
banjir
dan
pengendalian pencemaran air. 4) Menumbuhkan prakarsa dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap upaya pengelolaan sumber daya air. 5) Mendorong terbentuknya sistem pengelolaan data dan informasi terpadu untuk mewujudkan jaringan basis data antar pemangku kepentingan,
stadardisasi,
kodefikasi,
klasifikasi,
proses
dan
metode/prosedur baik pengumpulan dan pembaharuan maupun sinkronisasi data dan informasi yang handal yang dapat diakses dan dimanfaatkan dalam proses pengelolaan sumber daya air dan perencanaan investasi ke depan. 6) Meningkatkan kapasitas operasional dan pemeliharaan melalui pemenuhan Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP) untuk setiap infrastruktur sumber daya air. 7) Mendorong terbentuknya sistem pengelolaan data dan informasi terpadu antar pemangku kepentingan guna pengelolaan dan perencanaan investasi sumber daya air yang handal. 4. Membangun Konektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan Pembangunan Infrastruktur penunjang konektivitas nasional baik berupa jaringan transportasi dan jaringan telekomunikasi, perlu diintegrasikan dengan pelayanan sarana intermoda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif, termasuk mendorong pembangunan konektivitas antarwilayah,
[UDIN 2015 – RPJMN - 182]
sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Penyediaan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi. Kebijakan strategis dari konektivitas nasional adalah: a. Mempercepat pembangunan Sistem Transportasi Multimoda yang andal. b. Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional untuk mendukung Sistem Logistik Nasional dan penguatan konektivitas nasional. c. Menjaga keseimbangan antara transportasi yang berorientasi nasional dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan. d. Membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus, Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor
ekonomi
sehingga
memberikan
nilai
tambah
serta
meningkatkan produktivitas nasional secara lebih berkualitas. e. Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi yang ramah lingkungan dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan. f. Meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada pelanggan secara adil dan profesional, memprioritaskan pada aspek keselamatan, keamanan serta kenyamanan dalam penyelengaraan pelayanan transportasi, serta kesiapan terhadap berbagai resiko kecelakaan, termasuk upaya pertolongan dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi. g. Meningkatkan kapasitas dan kualitas lembaga pengembangan sumber daya manusia h. Mentransformasi Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation) menjadi broadband-ready. i. Mengoptimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagai sumber daya terbatas.
[UDIN 2015 – RPJMN - 183]
j. Mendorong pembangunan akses tetap pita lebar. k. Membangun prasarana pitalebar di daerah perbatasan negara. l. Memberikan perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta kualitas dan keamanan informasi kepada pengguna layanan. m.Mempercepat implementasi e-Pemerintahan dengan mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan cost effective. n. Mendorong penggunaan pitalebar khususnya di sektor pemerintahan dan layanan publik. o. Mendorong tingkat literasi TIK. p. Mendorong kemandirian dan daya saing industri TIK dalam negeri. q. Merestrukturisasi sektor penyiaran. r. Meningkatkan kapasitas dan kualitas lembaga pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta pengendalian mutu. s. Mendorong pemanfaatan inovasi sistem maupun teknologi, invensi, hasil riset, material lokal, dan konsep berkelanjutan untuk peningkatan efisiensi pembangunan maupun operasional infrastruktur dalam jangka panjang. 5. Membangun Transportasi Umum Massal Perkotaan Pembangunan perkotaan Indonesia kedepan diarahkan pada peningkatan peran perkotaan sebagai basis pembangunan dan kehidupan yang layak huni, berkeadilan, mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan, sesuai dengan karakter potensi dan budaya lokal. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan transportasi umum massal perkotaan, pembangunan sistem angkutan umum modern yang saling terintegrasi seperti BRT dan MRT diharapkan dapat meningkatkan peran angkutan umum dalam melayani kebutuhan perjalanan penduduk perkotaan serta menciptakan transportasi perkotaan yang praktis, efisien, ramah lingkungan, dan berkeadaban. Arah Kebijakan dan strategi yang disusun lima tahun kedepan adalah :
[UDIN 2015 – RPJMN - 184]
a. Mengembangkan sistem angkutan umum massal yang modern dan maju dengan orientasi kepada bus maupun rel serta dilengkapi dengan fasilitas alih moda terpadu, melalui strategi: 1) Pembangunan angkutan massal cepat berbasis rel antara lain MRT di wilayah Jabodetabek, dan jalur lingkar layang KA Jabodetabek, serta LRT/monorail/Tram di Surabaya, Bandung, dan Palembang, 2) Pengembangan kereta perkotaan di 10 kota metropolitan: Batam, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. 3) Pengembangan BRT di 34 kota besar. 4) Penyediaan dana subsidi/PSO yang terarah untuk penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan. b. Meningkatkan Kapasitas dan Kualitas Jaringan Jalan Kota, melalui strategi: 1) Memperbesar rasio jalan kota minimum 10 persen dari luas wilayah sepanjang memungkinkan. 2) Pengembangan
kapasitas
dan
kualitas
jalan
yang
mempertimbangkan aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi publik. 3) Penataan kembali status Jalan Nasional di perkotaan. c. Mengembangkan manajemen transportasi perkotaan yang berimbang dengan memperhatikan interaksi antara transportasi dan tata guna lahan, melalui strategi: 1) Peningkatan akses terhadap angkutan umum dengan Pembangunan Berorientasi Angkutan (TOD) 2) Penyediaan fasilitas pendukung untuk alih moda seperti Park and Ride, 3) Penerapan sistem informasi lalu lintas secara real time, penerapan ATCS dan Virtual Mobility. 4) Penguatan mekanisme implementasi sistem transportasi perkotaan dan penurunan kemacetan transportasi perkotaan. d. Meningkatkan integrasi kelembagaan transportasi perkotaan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 185]
6. Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan Infrastruktur Kebijakan
pendanaan
pembangunan
di
bidang infrastruktur
akan
diarahkan agar mampu memanfaatkan semua potensi sumber pendanaan dengan memperhatikan kondisi keuangan negara, besarnya potensi sektor swasta dan swadaya komunitas masyarakat.. Strategi yang ditempuh dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pembiayaan infrastruktur meliputi: (i) menetapkan prinsip dan kriteria untuk melakukan prioritisasi sektor dan wilayah yang pendanaan pembangunannya
berbasis
pendanaan
pemerintah;
(ii) melakukan
reformasi peraturan dan perundangan terkait keuangan sektor publik sehingga
memungkinkan
pelaksanaan
mekanisme
kombinansi
pembiayaan; (iii) memperbaiki dan menyiapkan instrumen pendukung bagi investasi sektor swasta dalam pembangunan; (iv) menata kembali kewenangan terkait penyediaan layanan publik yang dapat dilakukan oleh swasta
untuk
memastikan
tercapainya
skala
ekonomi;
serta
(v)
meningkatkan kapasitas institusi baik di pusat maupun daerah. BAB 10 BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. Sasaran Bidang 1. Pengamanan Produksi Untuk Kemandirian dan Diversifikasi Konsumsi Pangan Sasaran utama dari penguatan pasokan pangan dan diversifikasi konsumsi adalah: a. Peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri: (a) Padi; (b) Kedelai; (c) Jagung; (d) Meningkatkan produksi daging sapi; (e) Meningkatkan produksi gula; b. Peningkatan cadangan pangan pemerintah; c. Peningkatan konsumsi pangan baik jumlah maupun kualitas. 2. Pengembangan Agribisnis, Pertanian Berkelanjutan dan Kesejahteraan Petani
[UDIN 2015 – RPJMN - 186]
Sasaran utama peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian adalah: a. Meningkatnya PDB Industri Pengolahan Makanan dan Minuman serta produksi komoditas andalan ekspor dan komoditas prospektif: b. Meningkatnya jumlah sertifikasi untuk produk pertanian yang diekspor. c. Berkembangnya agroindustri terutama di perdesaan. d. Meningkatnya neraca perdagangan (ekspor-impor) komoditi pertanian. e. Meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP). 3. Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Perikanan Serta Kesejahteraan Nelayan/Pembudidaya
Ikan/Pengolah
dan
Pemasar
Hasil
Perikanan/Petambak Garam Sasaran utama sektor perikanan sebagai pendukung ketahanan pangan dan peningkatan daya saing produk perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah/pemasar hasil perikanan, dan petambak garam adalah: a. Peningkatan produksi perikanan yang terdiri dari: (a) peningkatan produksi ikan, yang terdiri dari ikan hasil tangkapan dan ikan dari hasil budidaya; (b) peningkatan produksi rumput laut; (c) peningkatan produksi garam rakyat; (d) peningkatan volume produk olahan hasil perikanan; b. Peningkatan konsumsi ikan masyarakat; c. Tercapainya pertumbuhan PDB perikanan sebesar 7,2 persen per tahun; d. Peningkatan nilai ekspor hasil perikanan; dan e. Peningkatan nilai tukar nelayan serta pembudidaya ikan. 4. Peningkatan Tata Kelola Laut, Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Serta Pengembangan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan Sasaran peningkatan tata kelola laut, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil serta pengembangan ekonomi kelautan berkelanjutan adalah: a. Terwujudnya tata kelola dalam pemanfaatan sumber daya kelautan di wilayah perairan Indonesia dan yuridiksi nasional
[UDIN 2015 – RPJMN - 187]
b. Termanfaatkannya
sumber
daya
kelautan
untuk
pembangunan
ekonomi nasional c. Terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya hayati
laut,
melalui
peningkatan
konservasi,
rehabilitasi
dan
peningkatan ketahanan masyarakat terhadap bencana pesisir. d. Terkendalinya IUU fishing dan kegiatan di laut yang merusak e. Terwujudnya
SDM
dan
Iptek
kelautan
yang
berkualitas
dan
meningkatnya wawasan dan budaya bahari. 5. Peningkatan Produksi Hasil Hutan dan Pengembangan Jasa Lingkungan a. Pengembangan KPH Produksi dan Produk Kayu dalam upaya peningkatan daya saing hasil hutan kayu ditargetkan sasaran sebagai berikut: 1) Mengembangkan 347 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP); 2) Berproduksinya kayu bulat dari hutan alam; 3) Meningkatnya produksi kayu bulat dari hutan tanaman; 4) Meningkatnya nilai ekspor produk kayu. b. Pengembangan KPH Lindung dan Hasil Hutan Bukan Kayu 1) Mengembangkan 182 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL); 2) Meningkatnya HKm, HD dan HR; 3) Meningkatnya produksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari hutan lindung; 4) Meningkatnya pendapatan dari ekowisata dan jasa lingkungan khususnya air baku untuk domestik, pertanian, dan industri. c. Meningkatnya kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan. 6. Peningkatan Konservasi dan Tata Kelola Hutan Serta Pengelolaan DAS a. Peningkatan Kinerja Tata Kelola Kehutanan 1) Penyelesaian pengukuhan/penetapan kawasan hutan; 2) Penyelesaian tata batas kawasan dan tata batas fungsi;
[UDIN 2015 – RPJMN - 188]
3) Operasionalisasi 629 KPH yang terdiri dari 347 KPHP, 182 KPHL dan 100 KPHK Bukan Taman Nasional; 4) Peningkatan kinerja pengelolaan KPH; 5) Tertanganinya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan; 6) Menurunnya jumlah hotspots kebakaran kawasan hutan. b. Peningkatan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati sasaran pengelolaan hutan konservasi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Meningkatnya kualitas fungsi dan kelestarian hutan konservasi serta keanekaragaman hayati di dalamnya. 2) Terbentuknya dan beroperasinya KPHK Non Taman Nasional sebanyak 100 unit. 3) Penyelesaian seluruh tata batas dan penetapan kawasan konservasi khususnya di 50 Taman Nasional. 4) Evaluasi seluruh Rencana Pengelolaan 50 Taman Nasional. 5) Terselenggaranya kegiatan penangkaran sekurangnya di seluruh 50 Taman Nasional untuk 25 jenis spesies langka 6) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai keekonomian KEHATI. 7) Selesainya panduan pengelolaan dan pemanfaatan KEHATI secara berkelanjutan. 8) Meningkatnya kapasitas sumber daya manusia dalam pemanfaatan keekonomian keanekaragaman hayati (KEHATI) dan jasa lingkungan secara berkelanjutan sebagai sumber bahan baku untuk sandang, pangan, papan, obat-obatan, kosmetik, energi alternatif, dan ekowisata. 9) Termanfaatkannya produk hasil keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan secara optimal, adil, dan lestari bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. 10) Terwujudnya pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk mendukung kegiatan. 11) Meningkatnya
jumlah
kemitraan
dengan
dunia
usaha
dan
masyarakat dalam pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan
[UDIN 2015 – RPJMN - 189]
12) Meningkatnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor tanaman dan satwa liar serta bioprospecting. c. Peningkatan Pengelolaan DAS Berdasarkan kondisi di atas, sasaran utama peningkatan pengelolaan DAS sebagai dukungan terhadap ketahanan air adalah sebagai berikut: 1) Menyelesaikan status DAS lintas Negara 2) Mengurangi luasan lahan kritis. 3) Memulihkan kesehatan 5 DAS prioritas (DAS Ciliwung, DAS Citarum, DAS Serayu, DAS Bengawan Solo, dan DAS Brantas) sejak tahun 2015, dan 10 DAS prioritas lainnya sampai dengan tahun 2019. 4) Meningkatkan perlindungan mata air di 5 DAS sejak tahun 2015 dan 10 DAS prioritas lainnya sampai tahun 2019. 5) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pemulihan kesehatan DAS melalui pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Adat dan Hutan Rakyat (HR) serta peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). 6) Internalisasi 108 RPDAST yang sudah disusun ke dalam RTRW. 7) Pembangunan embung, dam pengendali, dan dam penahan skala kecil dan menengah di daerah hulu 15 DAS Prioritas melalui kemitraan dengan petani 8) Pembinaan dan pengelolaan 182 KPHL. 9) Pembinaan penyelenggaraan pengelolaan 15 DAS prioritas 10) PengembanganPerbenihan Tanaman Hutan 11) Peningkatan Kualitas Data dan Informasi 15 DAS prioritas. 7. Penguatan Pasokan, Bauran dan Efisiensi Konsumsi Energi Sasaran utama penguatan ketahanan energi yang akan dicapai adalah: a. Produksi sumber daya energi b. Penyediaan sarana dan prasarana energi c. Pemanfaatan bahan bakar nabati dan efisiensi energi d. Peningkatan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) e. Pengurangan subsidi energi secara berkala akan
[UDIN 2015 – RPJMN - 190]
8. Peningkatan
Nilai
Tambah
Industri
Mineral
dan
Pertambangan
Berkelanjutan Dua sasaran utama peningkatan daya saing komoditas mineral dan tambang yang akan dicapai adalah: a. Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; dan b. Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (Sustainable Mining). 9. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup, Pengembangan Pola Produksi dan
Konsumsi
Berkelanjutan
dan
Pelestarian
dan
Pemanfaatan
Keekonomian Kehati a. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup ; b. Menguatnya kerangka
pengendalian dan kapasitas pengelolaan
lingkungan hidup; c. Meningkatnya pemanfaatan IPTEK dan SDM untuk peningkatan nilai ekonomi keanekaragaman hayati dan menyempurnakan panduan mengenai langkah-langkah untuk pengelolaan dan pemanfaatan KEHATI secara berkelanjutan; d. Mengarusutamakan keanekaragaman hayati (KEHATI) pada kegiatan perencanaan pembangunan nasional. 10. Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana Sasaran penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana adalah menurunnya indeks risiko bencana pada pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki indeks risiko tinggi bencana. 11. Penanganan Perubahan Iklim dan Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Kebencanaan a. Meningkatnya penanganan perubahan iklim. b. Meningkatnya kualitas informasi peringatan dini cuaca , iklim, dan bencana; c. Tersedianya data dan informasi iklim yang dipergunakan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
[UDIN 2015 – RPJMN - 191]
d. Meningkatnya kecepatan dan akurasi data dan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKG). B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang 1. Pengamanan Produksi untuk Kemandirian dan Diversifikasi Konsumsi Pangan Dalam rangka menuju kemandirian dan kedaulatan pangan sebagaimana tertuang dalam UU No. 17/2007 tentang RPJPN 2005-2025, UU No. 18/2012 tentang Pangan dan UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan sesuai dengan visi-misi program Presiden, maka upaya penguatan pasokan pangan dan diversifikasi konsumsi akan dilakukan melalui strategi: (1) Peningkatan produktivitas dan perluasan areal; (2) Penanganan cadangan pangan dan diversifikasi konsumsi; dan (3) Mitigasi kerawanan pangan. 2. Pengembangan Agribisnis, Pertanian Berkelanjutan dan Kesejahteraan Petani Untuk mencapai sasaran utama peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditi pertanian yang telah ditetapkan tersebut, maka arah kebijakan dalam RPJMN 2015-2019 terutama difokuskan pada:(1) peningkatan produktivitas, standar mutu dan standar ramah lingkungan hasil pertanian komoditi andalan ekspor dan untuk penggunaan industri dalam negeri; dan (2) mendorong pengembangan industri pengolahan terutama di perdesaan serta peningkatan ekspor hasil pertanian. Untuk itu strategi yang akan dilakukan meliputi: a. Peningkatan produktivitas, standar mutu dan standar ramah lingkungan hasil pertanian komoditi andalan ekspor dan untuk penggunaan industri dalam negeri akan dicapai melalui: 1) Revitalisasi perkebunan dan hortikultura rakyat; 2) Peningkatan mutu, pengembangan standarisasi hasil pertanian, peningkatan kualitas pelayanan perkarantinaan dan pengawasan keamanan hayati; serta 3) Peningkatan aksesibilitas petani terhadap teknologi, sumber-sumber pembiayaan, serta informasi pasar dana akses pasar.
[UDIN 2015 – RPJMN - 192]
b. Sasaran pengembangan industri pengolahan terutama di perdesaan serta peningkatan ekspor hasil pertanian akan dilaksanakan melalui strategi: 1) Pengembangan agroindustri perdesaan. 2) Penguatan kemitraan antara petani dengan pelaku/pengusaha pengolahan dan pemasaran (eksportir). 3) Akselerasi ekspor untuk komoditas-komoditas unggulan serta komoditas prospektif. 3. Peningkatan Produksi dan Nilai Tambah Perikanan Serta Kesejahteraan Nelayan/
Pembudidaya
Ikan/Pengolah
dan
Pemasar
Hasil
Perikanan/Petambak Garam a. Peningkatan Produktivitas, Optimalisasi Kapasitas dan Kontinuitas Produksi Perikanan. b. Peningkatan Kualitas Prasarana dan Sarana Perikanan. c. Peningkatan Mutu, Nilai Tambah dan Inovasi Teknologi Perikanan. d. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan. e. Perbaikan Tata Kelola Perikanan, untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi terwujudnya kinerja, efektivitas kerjasama kelembagaan dan perbaikan tata kelola perikanan. f. Pengembangan Sistem Distribusi Produk Perikanan serta Peningkatan Konsumsi Produk Pangan berbasis Ikan. g. Peningkatan Kesejahteraan Nelayan, Pembudidaya, Petambak Garam, dan Pengolah/Pemasar Produk Ikan. 4. Peningkatan Tata Kelola Laut, Pengelolaan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Serta Pengembangan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan Dalam rangka pemeliharaan sumber daya sebagai aset pembangunan nasional dan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan untuk pembangunan, arah kebijakan pembangunan difokuskan pada: a. Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Kelautan, dengan strategi: 1) Penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, penyusunan tata ruang laut dan harmonisasi tata ruang daratan dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 193]
laut, pengembangan kebijakan kelautan dan roadmap pembangunan maritim dan kelautan; 2) Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil; 3) Pembakuan nama pulau kecil; 4) Peningkatan koordinasi bidang kemaritiman; dan 5) Meningkatkan kualitas data dan informasi kelautan yang terintegrasi. b. Meningkatkan Konservasi, Rehabilitasi dan Peningkatan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana di Pesisir dan Laut, dengan strategi: 1) Pengutuhan dan penambahan luasan kawasan konservasi; 2) Memperkuat dan mengembangkan kerjasama regional maupun internasional dalam pengelolaan wilayah laut, seperti program CTI, SSME, MFF dan sebagainya; 3) Gerakan cinta laut dan rehabilitasi kawasan pesisir yang rusak; 4) Pengembangan kawasan pesisir yang meningkat ketahanannya terhadap dampak bencana dan perubahan iklim; serta 5) Penanggulangan pencemaran wilayah pesisir dan laut. c. Pengendalian IUU Fishing dan Kegiatan yang Merusak di Laut, dengan strategi: 1) Pengembangan sistem pengawasan yang terintegrasi; 2) Penguatan kelembagaan pengawasan di pusat dan di daerah; 3) Peningkatan kualitas SDM pengawas; 4) peningkatan dan optimalisasi sarana dan prasarana pengawasan; 5) Penataan sistem perijinan usaha kelautan dan perikanan, serta peningkatan penertiban ketaatan pelaku usaha, dan 6) Peningkatan penegakan hukum. d. Mengembangkan industri kelautan berbasis sumber daya, dengan strategi: 1) Mengembangkan wisata bahari di lokasi-lokasi andalan; 2) Pengembangan usaha perikanan di kawasan sentra produksi (dengan konsep hulu-hilir); 3) Pengembangan energi laut sebagai energi terbarukan; 4) Restorasi kawasan pesisir untuk pengembangan ekonomi wilayah;
[UDIN 2015 – RPJMN - 194]
5) Pengembangan komoditas andalan lainnya. e. Penguatan peran SDM dan Iptek Kelautan serta budaya maritim, dengan strategi: 1) Meningkatkan kegiatan pendidikan dan pelatihan; 2) Mengembangkan
pendidikan
advokasi
untuk
kelautan
dan
perikanan; 3) Mengembangkan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang kelautan; 4) Meningkatkan peran Iptek, riset dan sistem informasi kelautan dalam mendukung pelaksanaan pembangunankelautan yang berkelanjutan; dan 5) Penguatan dan revitalisasi budaya maritim daerah pesisir, serta penyelenggaraan Sail dan Hari Nusantara. 5. Peningkatan Produksi Hasil Hutan dan Pengembangan Jasa Lingkungan Arah
kebijakan
sektor
kehutanan
dalam
kaitan
dengan
upaya
meningkatkan daya saing ekonomi adalah peningkatan produksi dan produktivitas sumber daya hutan, penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari, penerapan prinsip tata kelola hutan yang baik (good forest governance), pemberian jaminan legalitas hasil hutan kayu dan produk kayu, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat sebagai mitra usaha. Strategi guna meningkatkan fungsi ekonomi sumber daya hutan dilakukan dengan cara: a. Meningkatkan kualitas tata kelola kehutanan (good forest governance); b. Deregulasi dan de-bottlenecking peraturan perundang-undangan yang birokratis dan tidak pro investasi serta mendesentralisasikan keputusan kemitraan dalam pengelolaan kawasan hutan pada tingkat tapak; c. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya hutan sejak industri hulu hingga industri hilir dengan mengembangkan keterpaduan industri berbasis hasil hutan (forest based cluster industry); dan d. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah. 6. Peningkatan Konservasi dan Tata Kelola Hutan Serta Pengelolaan DAS
[UDIN 2015 – RPJMN - 195]
a. Peningkatan Kinerja Tata Kelola Kehutanan Arah kebijakan sektor kehutanan adalah mempercepat kepastian status hukum kawasan hutan melalui inventarisasi sumber daya hutan, penyelesaian tata batas kawasan dan tata batas fungsi kawasan hutan dengan melibatkan semua stakeholders, percepatan penyelesaian pemetaan dan penetapan seluruh kawasan hutan, keterbukaan
data
mempermudah
dan
perizinan
informasi dalam
sumber
meningkatkan
daya
melakukan
hutan,
investasi
di
dan sektor
kehutanan. Strateginya adalah sebagai berikut: 1) Melakukan
percepatan
pengukuhan
kawasan
hutan
melalui
penataan batas, pemetaan dan penetapan, yang melibatkan berbagai pihak. 2) Membentuk dan mewujudkan unit manajemen yang handal di seluruh areal kawasan hutan yang mendukung fungsi produksi, lindung dan konservasi. 3) Meningkatkan melakukan
kapasitas
kegiatan
pengelola
tata
hutan
KPH dan
sehingga
mampu
penyusunan
rencana
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati dalam ekosistem hutan. 4) Meningkatkan
sarana
dan
prasarana
KPH
dalam
rangka
perlindungan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. 5) Meningkatkan penelitian dan pengembangan kehutanan untuk mendukung peningkatan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan hutan dalam KPH. 6) Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM dalam mengelola hutan di dalam KPH. b. Peningkatan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Arah kebijakan yang ditetapkan adalah memberikan kewenangan dan keleluasan bagi pengelola kawasan hutan konservasi di tingkat tapak untuk melindungi, meningkatkan kualitas habitat, mengawetkan spesies
[UDIN 2015 – RPJMN - 196]
serta
sumber
daya
genetik
dan
mendorong
terselenggaranya
pemanfaatan jasa lingkungan sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan konservasi. Strategi yang digunakan yaitu: 1) Menyelesaikan seluruh tata batas dan proses pengukuhan kawasan hutan konservasi (KPHK); 2) Meningkatkan efektivitas pola Resort Based Management (RBM) pada seluruh KPHK; 3) Mengembangkan berbagai pola kemitraan dengan masyarakat setempat; 4) Meningkatkan sarana dan prasarana KPHK; 5) Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan diseluruh KPHK-TN dan KPHK lainnya; 6) Mengembangkan skema pendanaan dan untuk mendukung kawasan konservasi berikut mekanisme pengawasannya; 7) Mengoptimalkan kerjasama dengan pihak ke tiga dalam pengelolaan penangkaran tanaman dan satwa liar dan penyelamatan 25 satwa dan tumbuhan langka. c. Peningkatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Arah kebijakan dalam RPJMN 2015-2019 terutama difokuskan pada: (1)
percepatan implementasi
pemulihan
kualitas
DAS
Prioritas
Nasional; (2) mendorong peningkatan keterlibatan masyarakat dalam Pengelolaan DAS; dan (3) internalisasi dokumen RPDAST yang telah disusun kedalam rencana tata ruang wilayah. Untuk itu strategi yang akan dilakukan meliputi: 1) Percepatan implementasi pemulihan DAS Prioritas Nasional. 2) Mendorong peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan DAS. 3) Internalisasi Dokumen RPDAST yang telah disusun ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. 7. Penguatan Pasokan, Bauran dan Efisiensi Konsumsi Energi
[UDIN 2015 – RPJMN - 197]
Arah kebijakan yang akan ditempuh adalah meningkatkan diversifikasi pemanfaatan energi dan mempertahankan produksi minyak dan gas bumi yang didukung dengan sarana prasarana memadai serta teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Strategi pembangunan yang akan dilakukan meliputi: a. Peningkatan Pasokan Energi Primer; b. Penyediaan Infrastruktur Energi; c. Pemanfaatan Batubara Kalori Rendah; d. Pengelolaan Energi yang lebih Efisien; e. Peningkatan Bauran Energi Baru dan Terbarukan; dan f. Pengurangan Subsidi Energi Secara Berkala. 8. Peningkatan
Nilai
Tambah
Industri
Mineral
dan
Pertambangan
Berkelanjutan Arah kebijakan yang ditempuh adalah: a. Meningkatkan Keterpaduan Pengembangan Industri. Strategi yang perlu dilakukan adalah: 1) Menentukan produk tambang strategis sebagai bahan baku yang akan diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi; 2) Menyempurnakan pola Domestic Market Obligation (DMO) dan membatasi ekspor produk tambang strategis guna menjamin kontinuitas pasokan bahan baku; dan 3) Mengembangkan zonasi industri berbasis produk tambang strategis. b. Penerapan Insentif Fiskal dan Non-Fiskal. c. Meningkatkan Kepastian Hukum Pengusahaan Pertambangan. Strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepastian hukum adalah: 1) Menyempurnakan pengaturan peningkatan nilai tambah di dalam negeri dan peningkatan penerimaan negara; 2) Meningkatkan
koordinasi
antar
kementerian
terkait
pembahasan isu-isu utama renegosiasi KK dan PKP2B; dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 198]
dalam
3) Memfasilitasi dan mempercepat penyelesaian sengketa yang timbul dalam pengusahaan pertambangan. d. Perbaikan dan Peningkatan Upaya Penanganan PETI dan Rehabilitasi Pasca-tambang Pengurangan dampak negatif akibat dari kegiatan pertambangan dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan, baik air, tanah, maupun udara, yang berlebihan akibat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumber
daya
mineral
dan
pertambangan,
dengan
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dua hal utama yang menjadi fokus dalam pengurangan dampak ini adalah kegiatan penambangan tanpa izin (PETI) dan upaya rehabilitasi lingkungan pasca kegiatan penambangan. Strategi yang perlu dilakukan untuk memperkuat penanganan kedua hal tersebut adalah: 1) Meningkatkan
pembinaan
upaya
perlindungan
lingkungan,
keselamatan operasi, dan usaha penunjang bidang tambang; 2) Mengembangkan mekanisme pelaksanaan prinsip-prinsip konservasi mineral dan batubara kepada pelaku usaha pertambangan; 3) Meningkatkan
rehabilitasi
kawasan
bekas
tambang
melalui
penyempurnaan pengaturan dan mekanisme pelaksanaannya; dan 4) Mengembangkan
sistem
monitoring
dan
koordinasi
antar
kementerian dan dengan pemerintah daerah untuk mengurangi kegiatan PETI. 9. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup, Pengembangan Pola Produksi dan
Konsumsi
Berkelanjutan
dan
Pelestarian
dan
Pemanfaatan
Keekonomian KEHATI a. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup 1) Menerapkan IKLH sebagai ukuran kualitas lingkungan hidup nasional 2) Menerapkan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan dengan peningkatan kesadaran dan kapasitas para pihak terhadap pola konsumsi dan produksi berkelanjutan; penyusunan konsep kebijakan operasional
pola
pengembangan
konsumsi
sistem
dan
produksi
pendukungnya;
dan
berkelanjutan penerapan
dan pola
[UDIN 2015 – RPJMN - 199]
konsumsi dan produksi berkelanjutan di sektor-sektor prioritas, serta pola konsumsi masyarakat yang berkelanjutan. 3) Memperkuat data dan informasi lingkungan hidup yang berkualitas dan berkelanjutan b. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup 1) Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup 2) Mengelola limbah dan bahan B3 3) Meningkatkan pengelolaan sampah yang terpadu 4) Melakukan upaya pemulihan pada kawasan yang sudah dalam kondisi
kritis
(terdegradasi/tercemar)
yang
terlantar
secara
terkoordinasi. c. Memperkuat Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup 1) Membina dan meningkatkan kapasitas SDM lingkungan hidup. 2) Meningkatkan kepastian hukum lingkungan. d. Melestarikan dan memanfaatkan nilai ekonomi KEHATI sesuai dengan arah kebijakan dan strategi dalam Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan/IBSAP 2003-2020 1) Meningkatkan
pemeliharaan
dan
pemanfaatan
KEHATI
berkelanjutan. 2) Meningkatkan upaya pelestarian fungsi KEHATI agar terjaga daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihannya (restorasi. 3) Memantapkan kelembagaan dan kapasitas penataan ruang, serta meningkatkan kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam mendukung implementasi pengelolaan kehati. 4) Meningkatkan kualitas SDM, serta dukungan politik, regulasi, dan anggaran dalam pengelolaan kehati melalui pengarusutamaan isu kehati pada setiap tataran kelembagaan dan masyarakat. 10. Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana Arah kebijakan penanggulangan bencana adalah mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Selanjutnya, kebijakan
[UDIN 2015 – RPJMN - 200]
meningkatkan ketangguhan terhadap bencana terutama dilaksanakan melalui strategi sebagai berikut: a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan b. Penurunan
dan
pengendalian
tingkat
kerentanan
wilayah
dan
masyarakat terhadap bencana c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan 11. Penanganan Perubahan Iklim dan Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Kebencanaan a. Melaksanakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim b. Meningkatkan jangkauan layanan,
kecepatan penyampaian dan
analisis, serta akurasi informasi peringatan dini iklim dan bencana. c. Menyediakan dan memperkuat akurasi data dan informasi pendukung penanganan perubahan iklim yang berkesinambungan. d. Meningkatkan kecepatan dan akurasi data dan informasi MKG yang mudah diakses dan berkesinambungan.
C. BUKU III : AGENDA PENGEMBANGAN WILAYAH BAB 1 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL 2015 - 2019 A. Tujuan dan Sasaran Pokok Pengembangan Wilayah Dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (NAWA CITA), maka tujuan pengembangan wilayah pada tahun 2015-2019 adalah mengurangi kesenjangan pembangunan wilayah antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) melalui
percepatan
dan
pemerataan
pembangunan wilayah
dengan
menekankan keunggulan kompetitif perekonomian daerah berbasis SDA yang
tersedia,
SDM
berkualitas,
penyediaan
infrastruktur,
serta
meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Sasaran pengembangan wilayah adalah sebagai berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 201]
1. Berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di masingmasing pulau dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Meningkatnya produksi perikanan; berkembangnya energi dan mineral kelautan; berkembangnya kawasan wisata bahari; dan berkembangnya industri maritim dan perkapalan, dengan sasaran (a) meningkatnya produksi perikanan tangkap dan budidaya; (b) meningkatnya jumlah kapal perintis 75 unit untuk menghubungkan pulau besar dan pulau-pulau kecil dan 100 lintas subsidi perintis; (c) bertambahnya luasan kawasan koservasi laut; (d) berkembangnya energi dan mineral kelautan, serta kawasan wisata bahari; (e) meningkatnya cakupan pengawasan sumber daya perikanan dan kelautan terhadap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. 3. Berkurangnya kesenjangan antarwilayah di masing-masing pulau yang ditandai
dengan
berkembangnya
daerah
tertinggal
sebanyak
80
Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal. 4. Pembangunan 5 Kawasan Metropolitan baru di luar Pulau Jawa - Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Jawa. 5. Peningkatan
peran
dan
fungsi
sekaligus
perbaikan
manajemen
pembangunan di 7 Kawasan Perkotaan Metropolitan yang sudah ada untuk
diarahkan
sebagai
pusat
kegiatan
berskala
global
guna
meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi. 6. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa - Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percontohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;
[UDIN 2015 – RPJMN - 202]
7. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa - Bali yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa-Bali. 8. Untuk pembangunan desa dan kawasan perdesaan, sasarannya adalah mengurangi jumlah desa tertinggal dan meningkatkan jumlah desa mandiri. 9. Untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan kota-desa, sasarannya adalah dengan memperkuat sedikitnya 39 pusat-pusat pertumbuhan perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). 10. Pengembangan ekonomi
kawasan
kawasan
perbatasan
perbatasan
sebagai
negara
yang
pusat dapat
pertumbuhan mendorong
pengembangan kawasan sekitarnya, terutama 187 lokasi prioritas (lokpri) perbatasan untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman; 11. Untuk meminimalkan atau mengurangi kerusakan dan kerugian ekonomi akibat
kejadian
bencana
di
masa
mendatang,
maka
sasaran
penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana adalah mengurangi indeks risiko bencana pada wilayah yang memiliki indeks risiko bencana tinggi. 12. Menguatnya tata kelola pemerintahan dan meningkatnya kapasitas aparatur pemerintah daerah dengan sasaran: a. Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; b. Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota pada tahun 2019 serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; c. Meningkatnya opini audit BPK di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota; d. Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar 60 persen dan S2-S3 sebesar 8 persen;
[UDIN 2015 – RPJMN - 203]
e. Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah; f. Terlaksananya
evaluasi
otsus
dan
pembenahan
terhadap
kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; g. Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah; h. Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; i. Terlaksananya pengaturan kewenangan secara bertahap di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; j. Meningkatnya persentase jumlah PTSP di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; k. Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP; l. Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran; m.Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; n. Terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara online di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; o. Terlaksananya
penguatan
kelembagaan
Badan
Percepatan
Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat. 13. Terwujudnya ruang
wilayah yang aman, nyaman, produktif,
dan
berkelanjutan, dengan sasaran: a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah 1. Pengembangan Kawasan Strategis
[UDIN 2015 – RPJMN - 204]
Arah Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis adalah percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, terutama di Luar Jawa (Sumatera, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan memaksimalkan
keuntungan
aglomerasi,
menggali
potensi
dan
keunggulan daerah yang selaras serta peningkatan efisiensi dalam penyediaan
infrastruktur.
Strategi
yang
akan
dilakukan
dalam
pengembangan kawasan strategis tersebut: a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah b. Percepatan Pembangunan Konektivitas c. Peningkatan Kemampuan SDM dan IPTEK d. Regulasi dan Kebijakan e. Peningkatan Iklim Investasi dan iklim usaha 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pembangunan Perkotaan Arah kebijakan pembangunan wilayah perkotaan difokuskan untuk membangun kota berkelanjutan dan berdaya saing menuju masyarakat kota yang sejahtera berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi dan budaya lokal. Untuk itu, strategi pembangunan perkotaan adalah : 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota aman, nyaman, dan layak huni 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana 4) Pengembangan kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi dan budaya lokal 5) Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Kebijakan pembangunan desa dan kawasan perdesaan, termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum
Desa,
termasuk
permukiman transmigrasi, sesuai dengan kondisi geografisnya
[UDIN 2015 – RPJMN - 205]
2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan melalui koordinasi, fasilitasi, supervisi, dan pendampingan 5) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 6) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi 7) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota c. Peningkatan Keterkaitan Perkotaan dan Perdesaan Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil, antara kota kecil dan desa, serta antar pulau. 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota
melalui
pengembangan
klaster
khususnya
agropolitan,
minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi. 3) Peningkatan Kapasitas Tata Kelola, Kelembagaan, dan Masyarakat dalam Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa. 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal difokuskan pada: 1) Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik;
[UDIN 2015 – RPJMN - 206]
2) Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan kawasan strategis. Strategi pengembangan daerah tertinggal sebagai berikut: 1) Mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal; 2) Meningkatkan aksesibilitas yang menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan; 3) Meningkatkan kualitas SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan kapasitas tata kelola pemerintahan daerah; 4) Mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan dasar publik; 5) Memberikan
tunjangan
khusus
kepada
tenaga
kesehatan,
pendidikan, penyuluh pertanian-kehutanan, pendamping desa di daerah tertinggal; 6) Melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertinggal dan pemberian insentif kepada pihak swasta dalam pengembangan iklim usaha di daerah tertinggal; 7) Melakukan pembinaan terhadap daerah tertinggal yang sudah terentaskan
melalui
penguatan
kapasitas
kelembagaan
pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM; 8) Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah; 9) Mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, yang difokuskan pada (i) pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, (ii) peningkatan
pelayanan
pendidikan
infrastruktur
transportasi
untuk
dan,
membuka
(iii)
pembangunan
keterisolasian,
(iv)
pemihakan terhadap Orang Asli Papua, (v) penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, (vi) pembangunan sentra logistik untuk mengatasi kemahalan, (vii) pengembangan energi baru dan terbarukan
terutama
di
wilayah
terisolir,
(viii)
penguatan
[UDIN 2015 – RPJMN - 207]
kelembagaan percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah
kebijakan
pengembangan
kawasan
perbatasan
adalah
mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman. Sehubungan dengan hal tersebut,strategi
pengembangan
kawasan
perbatasan
diperlukan
melalui: 1) Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara berdasarkan karakteristik wilayah, potensi lokal, dan mempertimbangkan
peluang
pasar
negara
tetangga
dengan
didukung pembangunan infrastruktur transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi; 2) Pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing; 3) Pembangunan
konektivitas
Kegiatan Strategis (Kecamatan
simpul
Nasional
disekitarnya),
transportasi
(PKSN)
Pusat
dengan
Kegiatan
utama
Pusat
lokasi
prioritas
Wilayah
(Ibukota
Kabupaten), Pusat Kegiatan Nasional (Ibukota Provinsi); 4) Transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Costum, Immigration, Quarantine, Security (CIQS) menjadi satu sistem pengelolaan yang terpadu; 5) Peningkatan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana prasarana pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara; 6) Penegasan batas wilayah negara di darat dan laut melalui Prainvestigation, refixation, maintenance (IRM), pelaksanaan IRM, penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh
[UDIN 2015 – RPJMN - 208]
kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat; dan 7) Peningkatan kerjasama perdagangan (Border Trade Aggreement) dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga. 4. Penanggulangan Bencana Arah kebijakan didalam penanggulangan bencana adalah: a. Mengurangi risiko bencana; dan b. Meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana. Strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana adalah sebagai berikut. a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah b. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana. 5. Pengembangan Tata Ruang Wilayah Nasional Adapun arah kebijakan pengembangan tata ruang wilayah nasional adalah sebagai berikut: a. Kebijakan terkait pengembangan struktur tata ruang: 1) Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; 2) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. b. Kebijakan terkait pengembangan pola ruang: 1) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup 2) Pencegahan
dampak
negatif
kegiatan
manusia
yang
dapat
budidaya
agar
tidak
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup 3) Pengendalian
perkembangan
kegiatan
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan; 4) Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan
[UDIN 2015 – RPJMN - 209]
ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; 5) Pengembangan
dan
peningkatan
fungsi
kawasan
dalam
pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; 6) Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan. 7) Internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang sudah disahkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan. Strategi pengembangan tata ruang wilayah sebagai berikut: a. Peningkatan Kualitas dan Jangkauan Pelayanan Jaringan Prasarana. b. Pemeliharaan dan Perwujudan Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. c. Pencegahan Dampak Negatif Kegiatan Manusia Terhadap Kerusakan Lingkungan Hidup. d. Pengendalian Perkembangan Kegiatan Budi Daya Sesuai Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan. e. Pelestarian dan Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup. 6. Tata Kelola Pemerintahan dan Otonomi Daerah Tata kelola pemerintahan dan otonomi daerah memiliki arah kebijakan dan strategi sebagai berikut: a. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah 1) Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Arah kebijakannya adalah restrukturisasi OPD yang efektif dan efisien dalam menjalankan pelayanan publik di daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah; dan (b) Peningkatan kapasitas dan fasilitasi pemerintah daerah.
[UDIN 2015 – RPJMN - 210]
2) Penataan kewenangan Arah kebijakan penataan kewenangan adalah meningkatkan kualitas dan sinkronisasi penataan kewenangan antar level pemerintahan. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan penataan kewenangan; dan (b) Penguatan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 3) Penataan Daerah Arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas penataan DOB serta “penundaan” pemekaran DOB. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan penataan daerah; (b) Pengembangan pedoman daerah persiapan, penggabungan serta penghapusan
daerah;
Penyelesaian
masalah
(c)
Peningkatan
segmentasi
kapasitas
batas
DOB;
(d)
dan
(e)
daerah;
Peningkatan pelaksanaan evaluasi perkembangan DOB. 4) Kerjasama Daerah Arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas kerjasama daerah di
seluruh
wilayah.
Pengembangan kerjasama
Strategi
yang
model, struktur
daerah
yang
lebih
dilakukan
kelembagaan luas
dan
adalah:
dan tata
implementatif;
(a) cara (b)
Peningkatan fasilitasi untuk Pemerintah Provinsi dalam kordinasi, pembinaan dan pengawasan serta resolusi konflik penyelenggaraan kerjasama daerah; dan(c) Pemetaan potensi-potensi kerjasama daerah serta memfasilitasi terbentuknya kerjasama daerah. 5) Harmonisasi peraturan perundangan Arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas harmonisasi peraturan perundangan sektoral dan investasi dengan peraturan perundangan daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Evaluasi dan/atau konsultasi rancangan Perda; (b) Pembatalan Perda dan Perkada yang bermasalah; (c) Penyelesaian penyusunan peraturan perundang-undangan bidang otonomi daerah; dan (d) Pelaksanaan harmonisasi peraturan perizinan antara pusat dan daerah.
[UDIN 2015 – RPJMN - 211]
6) Sinergi perencanaan dan penganggaran Arah kebijakannya adalah meningkatkan sinergi perencanaan dan penganggaran untuk efektifitas dan efesiensi serta pemerataan pelaksanaan pembangunan di daerah. Strategi yang dilakukan adalah (a) Perbaikan mekanisme perencanaan; (b) Penguatan lembaga perencana serta hubungan perencanaan pusat dan daerah dalam sinergi perencanaan dan penganggaran; (c) Pembangunan media/sarana bagi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan
dan
evaluasi
pembangunan
daerah;
dan
(d)
Penyusunan dokumen rencana pembangunan tahunan daerah sesuai peraturan, serta (e) penyelarasan pembangunan nasional dan daerah. 7) Akuntabilitas dan Tata Pemerintahan Arah kebijakannya adalah meningkatkan kualitas kinerja pemerintah daerah.
Strategi
yang
dilakukan
adalah
peningkatan
kinerja
akuntabilitas laporan keuangan dan laporan kinerja pemerintah daerah. 8) Peningkatan Pelayanan Publik Arah kebijakan peningkatan pelayanan publik yaitu perbaikan kualitas pelayanan publik yang semakin merata agar mampu mendukung percepatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah. Strategi terkait inovasi dan pelayanan publik meliputi:
(a)
Penyusunan
revisi
panduan
dan
regulasi;
(b)
Peningkatan jumlah daerah yang mengimplementasikan SPM (Standar Pelayanan Minimal), PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), dan Inovasi Daerah dengan baik; (c) Penyusunan dan sosialisasi instruksi presiden mengenai penerapan sikap-sikap pelayanan aparat dan sosialiasi nilai-nilai pelayanan; (d) Penerapan Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu (PATEN); dan (e) Penyusunan kebijakan terkait peningkatan kualitas tata kelola dan daya saing perekonomian daerah.
[UDIN 2015 – RPJMN - 212]
9) Otonomi Khusus Arah kebijakannya adalah penguatan pelaksanaan Otonomi Khusus bagi
kemajuan
pembangunan
daerah
dan
kesejahteraan
masyarakat. Strategi pembangunan yang ditempuh antara lain adalah: (a) Evaluasi pelaksanaan otonomi khusus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (b) penyusunan regulasi mengenai otsus/istimewa; (c) Penerbitan regulasi daerah; (d) Penyusunan NSPK dalam rangka penguatan kelembagaan badan percepatan pembangunan kawasan Papua dan Papua Barat; dan (e) Peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah otsus/ daerah istimewa. 10) Penguatan Kapasitas Kepala Daerah dan DPRD Arah kebijakannya adalah peningkatan kualitas kepala daerah dan DPRD.
Strategi
pembangunan
yang
ditempuh
adalah
(a)
pelaksanaan pemilihan kepala daerah sesuai regulasi pilkada; (b) pelaksanaan fasilitasi kepala daerah dalam pembangunan daerah; (c) penguatan kompetensi pimpinan dan anggota DPRD; dan (d) peningkatan kapasitas kelembagaan DPRD. b. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah Arah kebijakan yaitu peningkatan kualitas ASN. Strategi turunan arah kebijakan tersebut yaitu (a) Perbaikan mutu pendidikan PNS di Daerah, (b) Penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah; serta (c) Pelaksanaan standarisasi, sertifikasi, dan Kerjasama Diklat Pemerintahan Dalam Negeri c. Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah 1) Kemampuan Fiskal Daerah, arah kebijakannya adalah: a) Meningkatkan local taxing power. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Pelaksanaan sosialisasi dan bantuan teknis untuk peningkatan kepatuhan membayar pajak daerah; (ii) Pengembangan dan pembentukan sistem pemungutan Pajak Daerah yang efektif dan efisien tanpa menciptakan high cost economy; (iii) Penguatan
[UDIN 2015 – RPJMN - 213]
kerjasama administrasi pajak daerah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota; (d) Peningkatan kapasitas terkait dengan sistem pengelolaan data dan administrasi pajak daerah; dan (e) Pengembangan dan penataan retribusi daerah. b) Meningkatkan
potensi
penerimaan
daerah
lainnya
hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Evaluasi dan penataan
pengelolaan
BUMD
pemerintah
daerah;
(ii)
Pengembangan penyediaan layanan publik; (iii) Pengembangan investasi
daerah;
dan
(iv)
Peningkatan
hasil
pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah. 2) Kualitas Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Daerah, arah kebijakannya adalah: a) Meningkatnya Kualitas Perencanaan dan Penganggaran Daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
penganggaran;
(ii)
Pembuatan
kebijakan/
regulasi/pedoman bidang anggaran daerah; dan (iii) Meningkatkan profesionalisme dalam perencanaan dan penganggaran keuangan daerah b) Meningkatnya jumlah daerah yang menetapkan Perda APBD tepat waktu.
Strategi
yang
dilakukan
adalah:
(i)
Pembuatan
kebijakan/regulasi/pedoman untuk mendorong penetapan APBD tepat waktu; dan (ii) Pemberian reward and punishment sebagai bentuk insentif dan disinsentif. c) Penerapan sistem perencanaan dan penganggaran berbasis akrual. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Pelaksanaan sosialisasi dan bantuan teknis untuk mendukung penerapan akuntansi berbasis akrual; dan (ii) Penyiapan sistem perencanaan dan penganggaran akuntansi berbasis akrual yang mudah dan aplikatif.
[UDIN 2015 – RPJMN - 214]
d) Meningkatnya kualitas pertanggungjawaban keuangan daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Penyusunan kebijakan/regulasi/ pedoman untuk mendukung pertanggungjawaban APBD tepat waktu; dan (ii) Penerapan reward and punishment. 3) Kualitas Belanja dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah, arah kebijakannya adalah: a) Meningkatnya
Belanja
Pembangunan
untuk
menjamin
ketersediaan kuantitas dan kualitas pelayanan dasar bagi masyarakat. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Peningkatan proporsi belanja modal; (ii) Pengurangan rasio belanja pegawai; (iii) Pengembangan variasi pendanaan untuk belanja infrastruktur di daerah; dan (iv) Meningkatkan persentase belanja modal. b) Meningkatnya sistem pengelolaan keuangan daerah melalui penerapan e-budgeting. Strategi yang dilakukan adalah: (i) Tersedianya dokumen panduan penerapan e-budgeting, (ii) Tersedianya sistem aplikasi e-budgeting bagi pemerintah daerah; dan
(iii)
Meningkatkan
persentase
jumlah
daerah
yang
menerapkan e-budgeting. d. Pelaksanaan Otonomi Khusus/Daerah Istimewa Arah kebijakannya adalah penguatan pelaksanaan Otonomi Khusus bagi kemajuan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Strategi pembangunan yang ditempuh antara lain adalah: (a) Evaluasi pelaksanaan otonomi khusus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; (b) penyusunan regulasi mengenai otsus/daerah istimewa; (c) Penerbitan regulasi daerah; (d) Penyusunan NSPK; dan (e) Peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah otsus/daerah istimewa.
[UDIN 2015 – RPJMN - 215]
BAB 2 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA A. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua Tujuan pengembangan Wilayah Papua adalah mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua. Sasaran pengembangan Wilayah Papua adalah sebagai berikut: 1. Akan
dikembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan
ekonomi
dengan
dengan
sasaran
memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Akan
dilakukan
pembangunan
daerah
tertinggal
sebanyak 9 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: a. Meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; b. Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; c. Meningkatnya
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
di
daerah
tertinggal. 3. Akan dilakukan optimalisasi peran 2 kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua dan Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan negara. 4. Berkurangnya jumlah desa tertinggal atau meningkatnya jumlah desa mandiri. 5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 4 pusatpusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara
yang
berdaulat, berdaya saing,
dan
aman, maka
akan
dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi
kawasan
perbatasan
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.
[UDIN 2015 – RPJMN - 216]
negara
yang
dapat
7. Untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Wilayah Papua ditunjukkan dengan: a. Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; b. Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; c. Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); d. Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 dan S2-S3; e. Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah; f. Terlaksananya evaluasi otonomi khusus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan pelaksanaan otsus; g. Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah Papua; h. Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; i. Meningkatnya persentase jumlah PTSP; j. Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; k. Terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara online; l. Terlaksananya
penguatan
kelembagaan
Badan
Percepatan
Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat. 8. Mengurangi Indeks Risiko Bencana pada 10 kabupaten/kota sasaran (Kota Jayapura, Kota Sorong, Kota Manokwari, Kabupaten Merauke, Sarmi, Yapen, Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Biak Numfor) yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKW, Kawasan Industri maupun pusat pertumbuhan lainnya. Sehubungan dengan sasaran tersebut, diharapkan pada akhir tahun 2019, pembangunan Wilayah Papua semakin meningkat. Hal ini dicerminkan dengan makin meningkatnya kontribusi PDRB Wilayah Papua terhadap PDB
[UDIN 2015 – RPJMN - 217]
Nasional.
Dengan
demikian,
kondisi
tersebut
diharapkan
dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Wilayah Papua. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Papua 1. Pengembangan Kawasan Strategis Pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Kawasan Papua difokuskan pada pengembangan industri/hilirisasi berbasis komoditas unggulan. Percepatan pembangunan kawasan strategis di Wilayah Papua dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah di Wilayah Papua Kekayaan alam di Wilayah Papua selain sektor tambang dan mineral, sektor pertanian dan perkebunan juga melimpah, dimana potensi ini dapat
menjadi
sektor
yang
mempunyai
prospek
baik
untuk
dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, dilakukan pemetaan wilayah-wilayah yang akan dijadikan basis industri dengan mempertimbangkan potensi kekayaan alam yang menjadi komoditas unggulan daerah baik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. 1) Provinsi Papua Wilayah yang potensial untuk dijadikan sentra industri berbasis komoditas unggulan, khususnya untuk Provinsi Papua dengan fokus 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat yaitu: a) KPE Saereri b) KPE Mamta c) KPE Me pago d) KPE La pago e) KPE Ha’anim 2) Provinsi Papua Barat Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis di Provinsi Papua Barat dilakukan dengan strategi sebagai berikut: a) Pengembangan kawasan industri petrokimia;
[UDIN 2015 – RPJMN - 218]
b) Pengembangan Industri berbasis migas dan pupuk di Teluk Bintuni; c) Peningkatan produktivitas ekspor untuk produk minyak-gas, pengolahan pertambangan mineral, pertanian/perkebunan, dan hasil laut; d) Pengembangan kawasan pertanian di Karas dan Teluk Arguni; e) Pengembangan sentra ternak sapi Pola Ranch di Bomberai, Kebar, dan Salawati; f) Pengembangan Pala di Fakfak; g) Pengembangan sagu rakyat dan investasi industri komoditas sagu di Sorong Selatan; h) Pengembangan kawasan wisata bahari terpadu di kawasan Raja Ampat, dan kawasan wisata religi Mansinam; i) Pengembangan
pusat-pusat
kegiatan
ekonomi
kecil
dan
menengah guna mendukung potensi sektor pariwisata; serta j) Pembinaan terhadap mutu produk usaha kecil dan menengah di Kawasan Sorong, Manokwari, dan Fak-fak. Selain itu, di Provinsi Papua akan dikembangkan pula kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan industri di lima wilayah adat yaitu Jayapura, Biak, Timika, Wamena, dan Merauke; serta pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya. Sedangkan di Provinsi Papua Barat, akan dikembangkan kawasan ekonomi khusus dengan fokus industri petrokimia, pengembangan industri pengolahan pertambangan mineral, dan kawasan industri Teluk Bintuni. b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya meliputi: 1) Provinsi Papua Kebutuhan infrastruktur konektivitas di masing-masing wilayah adat, adalah sebagai berikut: a) KPE Saereri
[UDIN 2015 – RPJMN - 219]
(1) Pembangunan ruas jalan termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (2) Mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara; (3) Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi. b) KPE Mamta (1) Pembangunan ruas jalan, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (2) Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi; (3) Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut. c) KPE Me Pago dan KPE La Pago (1) Mempercepat pembangunan infrastruktur listrik, air bersih, dan. (2) Pembangunan transportasi darat, udara, dan laut. (3) Pembangunan jaringan kereta api. (4) Pembangunan ruas jalan, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (5) Mempercepat
daerah
irigasi
Nabire
yang
terdiri
dari
pengembangan jaringan irigasi dan pengembangan pertanian. d) KPE Ha’ Anim (1) Pembangunan ruas jalan, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis
[UDIN 2015 – RPJMN - 220]
Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (2) Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut; (3) Mempercepat pembangunan jaringan irigasi rawa di Merauke; (4) Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi 2) Provinsi Papua Barat Kebutuhan infrastruktur konektivitas di Provinsi Papua Barat, adalah sebagai berikut: a) Jaringan Jalan akses dari KI Teluk Bituni menuju ke pelabuhan; b) Konektivitas
Kawasan
Industri
Arar,
Kawasan
Peternakan
(Salawati, Bomberai, Kebar), dan lumbung pangan Sorong Selatan, yang terhubungkan dengan Kota Sorong dan Manokwari; c) Pengembangan pelabuhan Arar di Sorong; d) Pembangunan Dermaga di Teluk Bintuni; e) Pembangunan Pelabuhan Seget sebagai bagian dari Tol Laut; f) Pembangunan bandara Segun di Kabupaten Sorong; g) Penyelesaian pembangunan ruas-ruas jalan strategis nasional sesuai Peraturan Presiden RI No. 40 Tahun 2013 tentang Pembangunan
Jalan
Strategis
Nasional
Dalam
Rangka
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; h) Pembangunan jaringan kereta api dari Sorong ke Manokwari; i) Peningkatan kualitas jalan dari Manokwari ke Bintuni; j) Pembangunan Bandar Udara baru di Kabupaten Fakfak (Bandara Siboru). c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM), kapasitas
kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dilakukan dengan strategi: 1) Provinsi Papua
[UDIN 2015 – RPJMN - 221]
Pengembangan
sumber
daya
manusia
untuk
mendukung
pengembangan kawasan ekonomi berbasis wilayah adat di Provinsi Papua, dilakukan dengan strategi berikut: a) Pembentukan SDM Unggul; b) Penguasaan IPTEK; c) Pengembangan technopark sebagai center of excellence. d) Mewujudkan sumberdaya manusia tepat guna sesuai kebutuhan hingga tahun 2025, dalam rangka pencapaian daya saing tinggi; e) Pembangunan dan peningkatan Balai Latihan Kerja di Merauke, Biak, Timika, Nabire dan Jayapura; f) Pembangunan politeknik agroindustri pengembangan komoditas unggulan di masing-masing wilayah adat; g) Pengembangan SMK pertanian, pariwisata, dan pertambangan di Jayapura, Biak, Sarmi, Merauke, Timika, Nabire, dan Wamena; h) Pengembangan riset dan lembaga standarisasi mutu di Biak. 2) Provinsi Papua Barat Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan
kawasan
ekonomi
di
Provinsi
Papua
Barat,
dilakukan dengan strategi berikut: a) Pembinaan kelembagaan pengelola kawasan untuk mendukung pengelolaan kawasan yang berdaya saing; b) Penguatan kemampuan Pemda dalam menyusun peraturan pemanfaatan lahan ulayat bersama masyarakat adat untuk memberikan kemudahan investasi. c) Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi unggulan di bidang industri petrokimia dan pengolahan pertambangan mineral, pertanian, kawasan Arar, kawasan peternakan Bomberai, Kebar dan Salawati; d) Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas SDM kawasan; e) Pelatihan
dan
pendampingan
SDM
untuk
meningkatkan
kompetensi untuk mengelola produktivitas dan nilai tambah
[UDIN 2015 – RPJMN - 222]
komoditas unggulan di masing-masing kawasan pengembangan ekonomi; f) Peningkatan
kapasitas
Orang
Asli
Papua
(OAP)
untuk
mendapatkan akses sumber daya ekonomi; g) Pendampingan dalam proses produksi dan manajemen usahausaha masyarakat; h) Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi; i) Restrukturisasi
kelembagaan
dalam
pengelolaan
kawasan
pengembangan ekonomi. d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Papua diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi melalui strategi berikut: 1) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kompetitif; 2) Regulasi penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri untuk mendorong pengembangan potensipotensi ekonomi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; 3) Regulasi pembangunan kawasan pembangunan ekonomi berbasis wilayah adat; 4) Penetapan regulasi untuk mengatur pemanfaatan tanah ulayat dalam rangka memudahkan investasi; 5) Pemetaan dan penegasan batas (deliniasi) hak ulayat khususnya pada kawasan strategis yang dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; 6) Memfasilitasi terbitnya sertifikasi hak ulayat; 7) Regulasi pelayanan minimum penyelesaian izin alih fungsi lahan untuk pembangunan fasilitas layanan publik; 8) Sosialisasi kepada masyarakat adat dan investor terhadap regulasi pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di kawasan MIFEE dan kawasan industri Arar, kawasan peternakan Bomberai, Kebar, dan Salawati;
[UDIN 2015 – RPJMN - 223]
9) Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perizinan perindustrian, perdagangan, pertanahan, dan penanaman modal di Kawasan MIFEE sebagai KEK, Kawasan Industri Arar sebagai KEK, dan Kawasan Indutsri di Pulau Papua; 10) Pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan instansi terkait kepada pengelola kawasan strategis nasional dan kawasan-kawasan industri lainnya; 11) Sosialisasi kepada masyarakat adat terhadap regulasi pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di Kawasan Biak dan kawasan ekonomi berbasis kesatuan adat; 12) Pelibatan desa dan warga desa pemilik tanah adat sebagai pemegang saham (shareholdings) dalam pelaksanaan programprogram investasi pembangunan perdesaan; serta 13) Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perijinan perindustrian, perdagangan, pertanahan di Kawasan Biak; 14) Regulasi pelibatan BUMN dan BUMD dalam pemasaran hasil-hasil produk Papua dan Papua Barat di pasar yang lebih luas. 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan di Wilayah Papua diprioritaskan pada percepatan keterkaitan dan manfaat antarkota dan desa dengan kota, melalui penguatan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) berbasis kewilayahan. Percepatan pembangunan kawasan perkotaan di Wilayah Papua dilakukan melalui berbagai strategi, sebagai berikut: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) a) Mengembangkan 2 kota sedang di pulau Papua, yakni Sorong dan Jayapura;
[UDIN 2015 – RPJMN - 224]
b) Mengembangkan
kegiatan
industri
pengolahan
untuk
mengembangkan ekonomi dan meningkatkan keterkaitan dengan desa-kota sekitar; c) Meningkatkan aksesibilitas antar PKN (Timika), PKW (Fak-fak, Manokwari, Merauke), dan PKL (Misool) disekitarnya melalui penyediaan simpul transportasi khususnya simpul transportasi laut dan udara. 2) Percepatan Pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman di Kota Sedang dan Kota Baru Publik Wilayah Papua a) Mempercepat pemenuhan dan peningkatan pelayanan sarana prasarana permukiman sesuai dengan peran dan tipologi kota serta kearifan lokal Wilayah Papua; b) Meningkatkan aksesibilitas antar kota melalui penyediaan sarana transportasi; c) Menyediakan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan serta penyediaan
tenaga
kesehatan
dan
tenaga
pendidik
bagi
masyarakat; d) Mengembangkan sarana sosial budaya yang sesuai dengan kearifan lokal; e) Menyediakan dan Meningkatkan sarana ekonomi; f) Mendorong berkembangnya industri pengolahan yang didukung oleh Pelabuhan Nasional Sorong dan Jayapura sebagai pusat koleksi dan distribusi di Pulau Papua; g) Meningkatkan keamanan kota melalui pencegahan, penyediaan fasilitas dan sistem penanganan kriminalitas dan konflik antar suku. 3) Perwujudan Kota yang Berketahanan terhadap Iklim dan Bencana a) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap iklim dan bencana (urban resilience);
[UDIN 2015 – RPJMN - 225]
b) Membangun infrastruktur mitigasi terhadap bencana alam yang dapat melindungi aset-aset sosial ekonomi masyarakat; c) Mengembangkan sistem peringatan dini termasuk petunjuk tindakan yang harus dilakukan pada saat ada peringatan; d) Menerapkan pendekatan lingkungan dalam manajemen sumber daya alam (SDA) untuk mengurangi resiko bencana. 4) Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan a) Meningkatkan kapasitas pemimpin kota yang visioner dan kapasitas aparatur pemerintah; b) Meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
pemerintah
kota
melalui
pendampingan
secara
langsung dari pemerintah pusat; c) Membangun pusat data dan informasi perkotaan terpadu yang mudah diakses; d) Meningkatkan
peran
swasta,
organisasi
masyarakat,
dan
organisasi profesi secara aktif, dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan pembangunan Kota Berkelanjutan; e) Memperkuat peran lembaga daerah dan masyarakat dalam mitigasi bencana daerah; f) Merevitalisasi
kelembagaan
di
pusat
dan
daerah
untuk
Percepatan Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat. b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa (selanjutnya disebut kampung) dan kawasan perdesaan (selanjutnya disebut perkampungan) di Wilayah Papua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung
dan
kualitas
hidup
manusia
serta
penanggulangan
kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana kampung, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan secara
berkelanjutan. Pembangunan kampung dan kawasan perkampungan diarahkan pula untuk membangun keterkaitan ekonomi lokal antara perkotaan dan perkampungan melalui integrasi perkampungan mandiri
[UDIN 2015 – RPJMN - 226]
pada
4
kawasan
pertumbuhan.
Dalam
rangka
percepatan
pembangunan kampung dan kawasan perkampungan termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah Papua akan dilakukan: 1) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum sesuai dengan kondisi geografis Kampung a) Mendukung
program
khusus
Gerbangmas
Hasrat
Papua
(Gerakan Bangkit Mandiri Dan Sejahtera Harapan Seluruh Rakyat Papua) untuk mempercepat pembangunan di bidang pendidikan dasar, kesehatan yang fokus pada jaminan seribu hari pertama kehidupan, dan perumahan sehat sederhana; b) Menyediakan layanan puskesmas keliling dan membangun puskesmas yang memiliki kelengkapan obat-obatan yang cukup; c) Meningkatkan distribusi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan khususnya di kampung-kampung terpencil; d) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, baik darat, air, maupun udara, khususnya pada pembangunan bandara perintis; e) Meningkatkan
ketersediaan
jaringan
listrik
dan
jaringan
telekomunikasi yang menjangkau kampung terpencil, pulau-pulau, dan kampung perbatasan. 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat kampung a) Meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam memajukan ekonomi masyarakat miskin dan rentan; b) Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan rentan dalam pengembangan usaha berbasis lokal; c) Memberikan dukungan bagi masyarakat miskin dan rentan melalui penyediaan lapangan usaha bagi masyarakat kampung; d) Memberikan program jaminan sosial untuk kesehatan melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang didukung dengan upaya pemberian jaminan sosial daerah;
[UDIN 2015 – RPJMN - 227]
e) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana produksi (benih, pupuk, jaringan irigasi, armada perikanan, alat tangkap, bahan bakar), pasca panen, pengolahan, dan pasar kampung; f) Mendukung Program Strategis Pengembangan ekonomi dan kelembagaan kampung (PROSPEK) yang berorientasi penguatan ekonomi
masyarakat
dan
mengembangkan sistem
kemandirian
kampung
dengan
produksi tanam-petik-olahjual
hasil
produksi. 3) Pembangunan Sumber Daya Manusia, Peningkatan Keberdayaan, dan Pembentukan Modal Sosial Budaya Masyarakat Kampung a) Menguatkan lembaga adat dan kampung Adat, perlindungan hakhak masyarakat adat sesuai dengan perundangan yang berlaku; b) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kesehatan; c) Meningkatkan keberdayaan masyarakat (termasuk tokoh adat, tokoh agama, tokoh lokal) dan kelompok masyarakat dalam membangun desa melalui penguatan sosial budaya masyarakat; d) Meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, baik pendidikan formal, maupun pendidikan dan pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan berbasis potensi lokal; e) Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan tanah dan SDA; f) Meningkatkan
kapasitas
masyarakat
dalam
menghadapi
kebijakan shareholding pemerintah, kampung, dan pihak ketiga melalui pendampingan intensif. 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan a) Sosialisasi peraturan pelaksanaan UU No.6/2014 tentang Desa; b) Meningkatkan
kapasitas
pemerintah
kampung
dan
Badan
Permusyawaratan Kampung, melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan
dalam
(i)
Perencanaan,
pelaksanaan
dan
monitoring pembangunan kampung, (ii) Pengelolaan aset dan keuangan kampung, (iii) Pelayanan publik dan administrasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 228]
pemerintahan kampung, (iv) Penataan kampung; (v) penyiapan peta kampung dan penetapan batas kampung secara digital; c) Menguatkan pemerintah kampung, masyarakat, dan kelembagaan masyarakat dalam meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial, lingkungan keamanan dan politik; d) Meningkatkan ketersediaan sarana prasarana pemerintahan kampung; e) Fasilitasi pengembangan data dan informasi kampung yang digunakan
sebagai
acuan
bersama
perencanaan
dan
pembangunan kampung. 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perkampungan a) Menjamin pelaksanaan redistribusi lahan kepada petani, buruh lahan, dan nelayan (land reform); b) Menekan laju alih fungsi lahan pertanian, hutan, dan kawasan pesisir secara berkelanjutan; c) Membebaskan desa dari kantong-kantong hutan dan perkebunan; d) Mendorong
terlaksananya
program-program
investasi
pembangunan perdesaan dengan pola shareholding melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang saham; e) Meningkatkan
kesadaran
masyarakat
dalam
pemanfaatan,
pengelolaan, dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang seimbang, berkelanjutan, dan berwawasan mitigasi bencana; f) Rehabilitasi dan konservasi daerah pesisir, daerah aliran sungai, dan pulau-pulau kecil. 6) Pengembangan ekonomi kawasan perkampungan untuk mendorong keterkaitan kampung-kota a) Mewujudkan sentra produksi perikanan budidaya di kawasan Samate, P.Rembombo, P.Yefman, P. Matan, P. Senapan, Muara Tami, Muara Heram, dan sentra produksi pertanian padi di kawasan Prafi, Masui, Sidey, Tanah Miring, Kurik, Malind;
[UDIN 2015 – RPJMN - 229]
b) Meningkatkan akses masyarakat kampung terhadap modal usaha, pemasaran, dan informasi pasar; c) Meningkatkan
pemahaman
masyarakat
kampung
terhadap
lembaga pendukung ekonomi kampung; d) Mengembangkan kerjasama antar daerah, dan antar pemerintahswasta. c. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Papua Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Papua adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil, antara kota kecil dan desa, serta antar pulau a) Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan Lintas Papua, pelabuhan, bandar udara, serta angkutan sungai yang melayani Kawasan Merauke dan Raja Ampat; b) Menerapkan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi
untuk antar
wilayah; c) Mempercepat
pemenuhan
suplai
energi
untuk
memenuhi
kebutuhan domestik dan industri. 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota
melalui
pengembangan
klaster
khususnya
agropolitan,
minapolitan, dan pariwisata. a) Mengembangkan sentra produksi dan pengolahan hasil pertanian serta sentra produksi dan pengolahan hasil perikanan/kelautan; b) Meningkatkan akses desa-desa produksi menuju pusat-pusat pertumbuhan dan simpul-simpul transportasi, pengembangan pasar, dan toko sarana dan prasarana produksi; c) Mengembangkan daya tarik wisata bahari dan Taman Nasional Laut di Kawasan Pariwisata Raja Ampat dan sekitarnya; d) Membangun bank pertanian dan perikanan untuk meningkatkan akses
terhadap
perikanan/kelautan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 230]
modal
usaha
di
sektor
pertanian
dan
3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota a) Menerapkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah; b) Mengembangkan
pendidikan
kejuruan
untuk
memperkuat
kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal di sektor pertanian dan perikanan; c) Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan kawasan ekonomi khusus dan kawasan ekonomi terpadu, serta kerjasama di wilayahwilayah perbatasan. d) Meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan
masyarakat
mengenai kelestarian laut dan pesisir serta mitigasi bencana. 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Papua difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar Mendukung pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Bidang Pendidikan (1) Pengembangan Kelas Calistung di wilayah terisolir dan wilayah perbatasan; (2) Sekolah Menengah berasrama melalui penyelenggaraan pelatihan keterampilan dan keahlian profesional di wilayah terisolir dan wilayah Perbatasan; (3) Penyiapan sumber daya lokal sebagai kader pendidik; (4) Pemerataan distribusi tenaga pendidik; (5) Peningkatan program Sarjana Mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T;
[UDIN 2015 – RPJMN - 231]
(6) Peningkatan kapasitas guru dan tenaga kependidikan; (7) Pemberian tunjangan khusus bagi guru di bagian pegunungan tengah dan perbatasan negara; (8) Penyediaan rumah dinas guru dan tenaga kependidikan di wilayah-wilayah terisolir dan perbatasan; (9) Penyelenggaraan sekolah satu atap berasrama di daerah terisolir dan perbatasan; (10) Pengembangan asrama sekolah (11) Penyediaan bus sekolah; (12) Pengembangan pendidikan jarak jauh; (13) Pengembangan pendidikan kesetaraan; (14) Pemberian kuota khusus beasiswa Perguruan Tinggi untuk daerah tertinggal; (15) Penyelenggaraan program PAUD; (16) Pengembangan kurikulum untuk meningkatkan kemampuan dasar dan pengembangan minat bakat; (17) Pembangunan dan rehabilitasi sarana pendidikan dasar dan penunjang. b) Bidang Kesehatan (1) Pemberian tunjangan tenaga kesehatan; (2) Penyediaan rumah dinas tenaga kesehatan; (3) Pembangunan,
rehabilitasi,
dan
peningkatan
sarana
kesehatan; (4) Pengembangan Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat
(UKBM) sebagai tempat pelatihan kepada kader-kader kesehatan di setiap kampung, serta penyediaan energi listrik, air bersih dan sanitasi; (5) Pemberdayaan masyarakat sebagai kader kesehatan; (6) Pengadaan sarana kesehatan keliling; (7) Pengadaan sarana kesehatan terapung; (8) Pengembangan fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pratama;
[UDIN 2015 – RPJMN - 232]
(9) Pemerataan alat kesehatan dan obat-obatan di daerah tertinggal dan perbatasan; (10) Pengembangan
obat-obat
tradisional
sebagai
alternatif
pengobatan sesuai dengan budaya dan potensi lokal; (11) Pengembangan telemedis; (12) Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular HIV Aids, TB Paru, dan Malaria. c) Bidang Energi (1) Pengembangan PLTMH, PLTS, PLTU dan Biomass; (2) Pemberian bantuan subsidi listrik pada pemakaian 30-60 kWh; (3) Penyediaan energi biogas yang ramah lingkungan; (4) Penyediaan bahan bakar minyak ke wilayah terpencil; (5) Pengembangan Depo BBM di daerah terisolir. d) Bidang Informasi dan Telekomunikasi (1) Pengembangan radio komunitas dan radio komunikasi; (2) Pembangunan menara penguat sinyal dan radio penguat siaran RRI dan TVRI; (3) Pendirian Media Center di setiap SKPD untuk penyebarluasan program dan kebijakan; (4) Pengembangan jaringan internet; (5) Pengadaan M-PUSTIKA (Mobile Pusat Teknologi Informasi Komunitas). e) Bidang Permukiman dan Perumahan (1) Pembangunan perumahan layak huni khususnya di wilayah terisolir dan perbatasan; (2) Pembangunan sarana air bersih sehat di seluruh kampung; (3) Perbaikan lingkungan permukiman tidak layak huni. 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
kinerja
perekonomian
masyarakat
di
daerah
tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 233]
Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan konektivitas di Wilayah Papua difokuskan pada pembukaan
keterisolasian
wilayah
Pegunungan
Tengah
dan
perbatasan 4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Penguatan Kemampuan SDM dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) difokuskan pada afirmasi pendidikan bagi putera puteri asli Papua, peningkatan kapasitas Orang Asli Papua (OAP), serta peningkatan kapasitas aparatur di dalam pelayanan publik dan pengelolaan keuangan 5) Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif untuk pengelolaan hasil bumi dan energi dilakukan melalui prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Penyusunan strategi daerah tentang percepatan pembangunan daerah tertinggal; b) Harmonisasi kebijakan, program, dan kegiatan daerah; c) Pengaturan kembali sistem distribusi keuangan nasional sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayah Papua yang asimetris; d) Pengaturan dan pengelolaan hak ulayat; e) Koordinasi
dan
sinkronisasi
antara
pemerintah
dengan
pemerintah daerah, antar-SKPD dalam penyelenggaraan program pembangunan di daerah; f) Dialog Pembangunan Ekonomi Papua-Jakarta terkait kebijakan pengakuan dan afirmasi potensi ekonomi masyarakat lokal; g) Pengaturan Khusus penerapan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk mengakomodir hak-hak masyarakat adat di kampung-kampung wilayah Papua; h) Pemberian
insentif
untuk
pihak
swasta
pengembangan usaha di daerah tertinggal;
[UDIN 2015 – RPJMN - 234]
dalam
proses
i) Tunjangan khusus penyuluh pertanian. 6) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM. 7) Pengembangan Kampung Mendukung pengembangan kampung sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan, diharapkan adanya pelibatan warga kampung sebagai pemilik tanah adat
dalam
perencanaan,
penyelenggaran,
dan
evaluasi
pembangunan di daerah tertinggal. 8) Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat Pemihakan Regulasi dan Anggaran bagi keberlanjutan pelaksanaan program Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, sesuai dengan kebijakan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat dengan lima program utama yaitu: a) Peningkatan ekonomi lokal; b) Peningkatan pelayanan pendidikan; c) Peningkatan pelayanan kesehatan; d) Peningkatan infrastruktur dasar; e) Pemihakan terhadap Masyarakat Asil Papua. Lima
program
utama
tersebut
didukung
oleh
tiga
program
penunjang, yaitu: a) Penguatan
dan
pengendalian
pemanfaatan
ruang
dan
pengelolaan pertanahan; b) Peningkatan keamanan dan ketertiban; dan c) Pengembangan kapasitas kelembagaan. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Papua difokuskan untuk meningkatkan peran kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara tetangga Papua Nugini di perbatasan darat dan terhadap negara
[UDIN 2015 – RPJMN - 235]
Australia
di
perbatasan
laut.
Fokus
Pengembangan
Kawasan
Perbatasan di Wilayah Papua diarahkan pada pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di Wilayah Papua, yaitu PKSN Jayapura,
PKSN
Tanah
Merah,
PKSN
Merauke,
serta
serta
mempercepat pembangunan di Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) tahun 2015-2019. Strategi
pengembangan
kawasan
perbatasan
diarahkan
untuk
mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat, yang dilakukan melalui: 1) Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan, pengamanan kawasan perbatasan Papua. 2) Pengembangan Ekonomi Lokal. 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas 4) Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek 5) Penguatan Regulasi dan Insentif 4. Penanggulangan Bencana Dalam mendukung pengembangan wilayah Papua, maka arah kebijakan penanggulangan bencana di Wilayah Papua diarahkan untuk mengurangi indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki indeks risiko tinggi bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah dan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana.
Strategi
untuk
melaksanakan arah kebijakan tersebut adalah: a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan. b. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana. c. Peningkatan kapasitas aparatur dan masyarakat. 5. Penataan Ruang Wilayah Papua a. Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Papua 1) Mewujudkan struktur ruang Pulau Papua dengan menggunakan prinsip pusat pengembangan wilayah berbasis Kampung Masyarakat Adat.
[UDIN 2015 – RPJMN - 236]
2) Mewujudkan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 70 persen dari luas Pulau Papua dan kelestarian keanekaragaman hayati kelautan dunia sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle. 3) Mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan. 4) Mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Papua Nugini, Negara Palau, dan Negara Australia. 5) Mewujudkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Pulau. b. Strategi Penataan Ruang Wilayah Papua 1) Struktur Ruang Wilayah a) Pengintegrasian kawasan Kampung Masyarakat Adat dengan mengintegrasikan kawasan Kampung Masyarakat Adat dalam pengembangan sentra produksi, kawasan perkotaan nasional, serta prasarana dan sarana wilayah. b) Pengembangan pusat klaster. c) Pengembangan
jaringan
transportasi
untuk
meningkatkan
keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional. 2) Pengembangan Kawasan Lindung a) Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi. b) Kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan ekosistemnya. c) Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman hayati laut. d) Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman hayati laut. 3) Pengembangan Kawasan Budidaya a) Pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis.
[UDIN 2015 – RPJMN - 237]
b) Pengembangan kawasan minapolitan, meliputi mengembangkan kawasan
peruntukan
perikanan
yang
dilengkapi
dengan
prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat guna dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. c) Perwujudan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan. d) Percepatan
pengembangan
Kawasan
Perbatasan
dengan
pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup. e) Pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT. 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 2 (dua) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Papua. Strategi pengembangan KSN di Pulau Papua dapat dilihat pada Tabel dibawah ini: STRATEGI PENGEMBANGAN KSN DI PULAU PAPUA No
KSN
Tipe
1.
Kawasan
Sudut
Pengelolaan
Perbatas
Kepentingan
kawasan lindung
an Papua
Pertahanan dan dengan Keamanan
Strategi
K/L Kementerian Agraria
dan
Tata Ruang
memberdayakan
BNPP
masyarakat adat Kementerian di
Kawasan
Pertahanan
Perbatasan Papua 2.
Kementerian
Kawasan
Kepentingan
Timika
Pendayagunaan dan peningkatan
Agraria
Sumberdaya
fungsi
Tata Ruang
Alam
pertambangan
[UDIN 2015 – RPJMN - 238]
Pengembangan kawasan
dan
Kementerian
yang
produktif
dan
berdaya
ESDM
saing internasional
di
Kawasan Timika Sumber : Diolah, Bappenas 2014 6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah kebijakan pengembangan Wilayah Papua yakni peningkatan kapasitas pemerintah daerah yang mendorong pelestarian pembangunan berbasis masyarakat adat dan lingkungan, dengan strategi : a. Penguatan peran gubernur melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; b. Penguatan regulasi sinergi perencanaan dan penganggaran; c. Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja; d. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha; e. Penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah; f. Peningkatan proporsi belanja modal; g. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; h. Penataan mekanisme dalam proses monitoring dana transfer Otsus melalui pelibatan aktif masyarakat; i. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah; j. Perbaikan pelaksanaan kebijakan otonomi khusus. k. Pengembangan terobosan percepatan pembangunan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 239]
BAB 3 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU A. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Maluku Tujuan pengembangan Wilayah Kepulauan Maluku adalah mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku dengan
menekankan
pengembangan
keunggulan
komoditas
dan
perikanan
potensi daerah, tangkap
dan
melalui:
(a)
budidaya,
(b)
pengembangan sektor pertambangan khususnya komoditas nikel dan tembaga, (c) peningkatan SDM dan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Kepulauan Maluku adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah
Kepulauan
Maluku,
akan
dikembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Untuk mengurangi adanya kesenjangan antar Wilayah Kepulauan Maluku,maka akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 11 kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Maluku, maka akan dilakukan optimalisasi peran 2 kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan negara. 4. Pembangunan desa dan kawasan perdesaan dengan sasaran memenuhi standar
pelayanan
minimum
desa
di
desa-desa
tertinggal
dan
meningkatkan kegiatan ekonomi berbasis komoditas unggulan menuju desa mandiri.
[UDIN 2015 – RPJMN - 240]
5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 3 pusatpusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara
yang
berdaulat, berdaya saing,
dan
aman, maka
akan
dikembangkan 4 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi
kawasan
perbatasan
negara
yang
dapat
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya. 7. Sasaran untuk Otonomi Daerah adalah: 1) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); (4) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah; (5) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan
daerah
di
seluruh
wilayah
Maluku;
(6)
Meningkatnya
implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (7) Meningkatnya persentase jumlah PTSP; (8) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP; (9) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (10) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Maluku. 8. Sasaran penanggulangan bencana adalah mengurangi indeks risiko bencana pada 12 kabupaten/kota sasaran (Kota Ambon, Kota Ternate, Kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Buru, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Kota Tidore Kepulauan, Pulau Morotai dan Sula) yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKSN, PKW, Kawasan Industri maupun pusat pertumbuhan lainnya. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Maluku 1. Pengembangan Kawasan Strategis
[UDIN 2015 – RPJMN - 241]
Kebijakan pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Kepulauan Maluku diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis pengembangan produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional, diarahkan untuk pengembangan industri berbasis komoditas perikanan, pengembangan industri pengolahan berbasis nikel, dan tembaga, serta industri pariwisata bahari. Fokus lokasi pengembangan kawasa strategis di Pulau Maluku meliputi: Kawasan Ekonomi Khusus Morotai, rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Maluku, pengembangan Kawasan Industri Buli di Provinsi Maluku Utara, dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sebagai penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya di Provinsi Maluku. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Kepulauan Maluku Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis erat kaitanya dengan
memberdayakan
masyarakat
berbasis
potensi
ekonomi
wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan. b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga. c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha 1) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kompetitif;
[UDIN 2015 – RPJMN - 242]
2) Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan kewenangan antara pusat, daerah, dan instansi terkait kepada administrator kawasankawasan pertumbuhan; 3) Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE)
bidang
perindustrian,
perdagangan,
pertanahan,
penanaman modal. 4) Membuat regulasi terkait dengan pembagian kewenangan antara Kabupaten/Kota di pusat-pusat pertumbuhan; 5) Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai peruntukan investasi. 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan di Wilayah Maluku diprioritaskan pada peningkatan keterkaitan dan manfaat antar kota dan desa dengan kota, melalui penguatan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) berbasis kepulauan melalui optimalisasi 2 kota sedang yakni Ambon dan Ternate sebagai pusat pertumbuhan ekonomi skala Provinsi dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Strategi pembangunan perkotaan Wilayah Kepulauan Maluku yaitu: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman pada kota sedang di Wilayah Maluku 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Adaptif terhadap Bencana 4) Peningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan b. Pengembangan Kawasan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Kepulauan Maluku adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan
[UDIN 2015 – RPJMN - 243]
sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah Kepulauan Maluku akan dilakukan: 1) Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum
Desa
termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografisnya 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi 6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota c. Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa di Wilayah Kepulauan Maluku Peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Maluku diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 3 pusat pertumbuhan, yaitu kawasan Morotai dan sekitarnya (Provinsi Maluku Utara), Maba dan sekitarnya (Provinsi Maluku Utara), serta Bula dan sekitarnya (Provinsi Maluku). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Maluku adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar pulau
[UDIN 2015 – RPJMN - 244]
2) Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Huludan Hilir Desa-Kota melalui pengembangan klaster khususnya agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi 3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Maluku difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar Mendukung pemenuhan kebutuhan dasar dan standar pelayanan minimal untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Bidang Pendidikan b) Bidang Kesehatan c) Bidang Energi d) Bidang Informasi dan Telekomunikasi e) Bidang Permukiman dan Perumahan 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
kinerja
perekonomian
masyarakat
di
daerah
tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan. Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran. 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan
konektivitas
daerah
tertinggal
dengan
pusat
pertumbuhan yang diprioritaskan pada ketersediaan sarana dan prasarana penunjang peningkatan kinerja pembangunan ekonomi.
[UDIN 2015 – RPJMN - 245]
4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan
pemangku
kepentingan
pembangunan
daerah
tertinggal di pusat maupun di daerah yang terintegrasi untuk menunjang
pengelolaan
pangan,
perikanan,
energi,
dan
pertambangan. Strategi ini meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM, rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). 5) Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam
upaya
mendukung
percepatan
pembangunan
daerah
tertinggal, bentuk afirmasi yang lebih nyata dan konkrit dilakukan dengan evaluasi terhadap harmonisasi regulasi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif 6) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM. 7) Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan, diharapkan kawasan transmigrasi sebagai
pusat
pertumbuhan
baru
dapat
mendukung
upaya
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan pengembangan kawasan perdesaan. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Kepulauan Maluku difokuskan untuk meningkatkan peran kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara Australia, Palau, dan RDTL. Strategi
pengembangan
kawasan
perbatasan
diarahkan
untuk
mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan
[UDIN 2015 – RPJMN - 246]
dalam berinteraksi dengan negara tetangga dan pengelolaan sumber daya laut untuk menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat. Strategi tersebut dilakukan sebagai berikut: 1) Penguatan Pengelolaan Dan Fasilitasi Penegasan, Pemeliharaan Dan Pengamanan Kawasan Perbatasan Maluku. 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
ekonomi
lokal
secara
terpadupada
kawasan
perbatasan negara di Wilayah Kepulauan Maluku. 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas 4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu mengelola sumber daya alam di kawasan perbatasan dapat melakukan aktivitas dengan negara tetangga dan turut mendukung upaya peningkatan kedaulatan negara dengan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berkualitas. 5) Penguatan Regulasi dan Insentif 4. Penanggulangan Bencana Arah kebijakan penanggulangan bencana adalah mengurangi indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Strategi untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut adalah: a. Internalisasi
Pengurangan
Risiko
Bencana
dalam
Kerangka
Pembangunan Berkelanjutan. b. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui: 1) Mendorong
dan
menumbuhkan
budaya
sadar
bencana
dan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan. 2) Meningkatkan
sosialisasi
dan
diseminasi
pengurangan
risiko
bencana kepada masyarakat. 3) Bekerjasama dengan mitra pembangunan, OMS dan dunia usaha untuk mengurangi kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat. 4) Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana.
[UDIN 2015 – RPJMN - 247]
5) Pemeliharaan, penataan bangunan dan lingkungan. 6) Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam upaya pengurangan risiko bencana gempa bumi, banjir, longsor dan letusan gunung api. c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana. 5. Penataan Ruang Wilayah Maluku a. Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kepulauan Maluku 1) Mewujudkan struktur ruang wilayah Kepulauan Maluku. 2) Mewujudkan sistem jaringan prasarana yang handal berbasis Gugus Pulau serta kawasan permukiman perkotaan yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana. 3) Mewujudkan lumbung ikan nasional yang berkelanjutan. 4) Mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis minyak dan gas bumi lepas pantai, perkebunan, serta kehutanan yang berkelanjutan dengan memperhatikan ekosistem Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. 5) Mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Timor Leste, Negara Australia, dan Negara Palau. 6) Mewujudkan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN). b. Strategi Penataan Ruang Wilayah Kepulauan Maluku 1) Struktur Ruang Wilayah a) Pengembangan
jaringan
transportasi
untuk
membuka
keterisolasian wilayah. b) Pengembangan jaringan jalan yang terpadu dengan jaringan transportasi penyeberangan, pelabuhan, dan bandar udara berbasis Gugus Pulau. c) Pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi dan adaptasi bencana yaitu dengan mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana yang adaptif terhadap dampak bencana tanah longsor, gelombang pasang,banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.
[UDIN 2015 – RPJMN - 248]
2) Pengembangan Kawasan Lindung a) Penetapan dan pelestarian kawasan konservasi di laut yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. b) Pengendalian wilayah perairan di sekitar Koridor Ekosistem. c) Mempertahankan luasan dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi. d) Pengembangan dan rehabilitasi kawasan perikanan tangkap dan perikanan budi daya sebagai kawasan minapolitan. e) Pengendalian perkembangan kawasan permukiman perkotaan yang berada di kawasan rawan bencana. 3) Pengembangan Kawasan Budidaya a) Pengembangan dan rehabilitasi sentra perkebunan. b) Pengendalian dan rehabilitasi sentra pertambangan mineral. c) Untuk percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan
pertahanan
masyarakat,
serta
mempercepat
dan
kelestarian
pengembangan
keamanan, lingkungan PKSN
kesejahteraan hidup
dengan
sebagai
pusat
pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, dan simpul transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara yang berbatasan; d) Untuk pemertahanan eksistensi PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia meliputi dengan mengembangkan prasarana dan sarana transportasi. 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 3 (tiga) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Kepulauan Maluku. Strategi pengembangan KSN di Kepulauan Maluku dapat dilihat pada Tabel berikut: STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DI KEPULAUAN MALUKU No
KSN
Strategi
1.
Kawasan
Mengembangkan
prasarana
dan
sarana
[UDIN 2015 – RPJMN - 249]
2.
Perbatasan
pertahanan
Maluku
dan keamanan yang mendukung kedaulatan
Kawasan
dan
Perbatasan
Kawasan
keutuhan
batas
wilayah
Perbatasan
negara)
Maluku,
di
Kawasan
Maluku Utara- Perbatasan Maluku Utara-Papua Barat Papua Barat 3.
Kawasan Laut Mengembangkan Banda
sebagai
Kawasan
Lumbung
Ikan
Laut
Banda
Nasional
dengan
memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014. 6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah kebijakan pengembangan Wilayah Kepulauan Maluku yakni peningkatan
kapasitas
pemerintah
daerah
yang
mendorong
pembangunan ekonomi dan pelayanan publik berbasis kepulauan, dengan strategi: a. Penguatan peran gubernur melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; b. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha. c. Penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah. d. Peningkatan proporsi belanja modal; e. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; f. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah. BAB 4 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH NUSA TENGGARA A. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Tujuan pengembangan Wilayah Nusa Tenggara adalah mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Nusa Tenggara dengan
[UDIN 2015 – RPJMN - 250]
menekankan keunggulan dan potensi daerah, melalui: (a) pengembangan pariwisata ekologis, serta pengembangan industri berbasis komoditas peternakan terutama sapi, garam, rumput laut, jagung, mangan, dan tembaga, (b) penyediaan infrastruktur wilayah, (c) peningkatan SDM dan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Nusa Tenggara adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah
Pulau
Nusa
Tenggara,
akan
dikembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di koridor ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Sementara itu, untuk mengurangi adanya kesenjangan antar wilayah di Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara, maka akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 20 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal. 3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Nusa Tenggara, maka akan diusulkan pembangunan 1 Kawasan Perkotaan Metropolitan yang berperan sebagai PKN dan optimalisasi 1 kota sedang sebagai buffer urbanisasi. 4. Pembangunan
desa
dan
kawasan
perdesaan
dengan
sasaran
berkurangnya kemiskinan dan pengangguran di desa-desa tertinggal dan mempercepat pembangunan ekonomi menuju desa mandiri. 5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat sedikitnya 5 pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara
yang
berdaulat, berdaya saing,
dan
aman, maka
akan
dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat
[UDIN 2015 – RPJMN - 251]
pertumbuhan
ekonomi
kawasan
perbatasan
negara
yang
dapat
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya. 7. Sasaran Otonomi Daerah untuk Wilayah Nusa Tenggara adalah: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); (4) Terlaksananya e-budgeting di wilayah Nusa Tenggara (dengan proyek awal Provinsi NTT); (5) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 dan S2S3;
(6)
Terlaksananya
diklat
kepemimpinan
daerah
serta
diklat
manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh
wilayah
Nusa
Tenggara;
(7)
Terlaksananya
pengaturan
kewenangan secara bertahap di wilayah Nusa Tenggara (dengan proyek awal Provinsi NTB); (8) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (9) Meningkatnya persentase jumlah PTSP; (10) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP;
(11)
Terlaksananya
koordinasi
pusat
dan
daerah;
(12)
terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Nusa Tenggara. 8. Sasaran Penanggulangan Bencana di Wilayah Nusa Tenggara adalah mengurangi indeks risiko bencana pada 15 kabupaten/kota sasaran yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKSN, PKW, KEK maupun kawasan pusat pertumbuhan lainnya. B. Arah kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara 1. Pengembangan Kawasan Strategis Kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan internasional
ekonomi berbasis
[UDIN 2015 – RPJMN - 252]
yang
memiliki
pengembangan
daya
saing
industri
nasional MICE,
dan serta
pengembangan industri berbasis peternakan terutama sapi, garam, rumput laut, jagung, mangan, dan tembaga. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Pengembangan
Potensi
Ekonomi
Wilayah
di
Kepulauan
Nusa
Tenggara Strategi yang dilakukan adalah: 1) Menyiapkan kawasan KEK Mandalika sebagai pusat kegiatan MICE bertaraf internasional; 2) Meningkatkan produktivitas industri kreatif penunjang pariwisata kawasan KEK Mandalika; 3) Meningkatkan logistik penunjang kegiatan pariwisata di kawasan KEK Mandalika; 4) Menyiapkan
kawasan
pengelolaan
klaster-klaster
komoditas
unggulan sapi, garam, rumput laut, dan jagung secara terpadu serta industri hilirnya; 5) Pembinaan dan pendampingan pengelolaan komoditas unggulan sapi,
garam,
rumput
laut,
dan
jagung
untuk
meningkatkan
produktivitas. b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya. c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Strategi yang dilakukan adalah: 1) Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan kewenangan antara pusat,
daerah,
dan
instansi
terkait
kepada
administrator
kawasankawasan pertumbuhan;
[UDIN 2015 – RPJMN - 253]
2) Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE)
bidang
perindustrian,
perdagangan,
pertanahan,
penanaman modal. 3) Membuat regulasi terkait dengan pembagian kewenangan antar instansi dan antara Kabupaten/Kota, provinsi, dan pusat di pusatpusat pertumbuhan; 4) Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai peruntukan investasi. 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan di Wilayah Nusa Tenggara diprioritaskan pada percepatan keterkaitan dan manfaat antar kota dan desa dengan kota. Percepatan pembangunan kawasan perkotaan di Wilayah Nusa Tenggara dilakukan melalui strategi, sebagai berikut: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman pada pada kawasan Metropolitan Mataram Raya dan Kota Sedang di Wilayah Nusa Tenggara 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Adaptif terhadap Bencana 4) Perwujudan Kota Cerdas dan Daya Saing Kota 5) Meningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah
Nusa
Tenggara
adalah
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 254]
Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan akan dilakukan: 1) Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum
Desa
termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografisnya 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi 6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota c. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Nusa Tenggara Peningkatan
keterkaitan
desa-kota
di
Wilayah
Nusa
Tenggara
diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 5 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desakota di Wilayah Nusa Tenggara adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa, serta antar Pulau 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota
melalui
pengembangan
klaster
khususnya
agropolitan,
minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi 3) Peningkatan Kapasitas Tata Kelola, Kelembagaan, dan Masyarakat dalam Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal
[UDIN 2015 – RPJMN - 255]
Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Nusa Tenggara difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar Mendukung pemenuhan kebutuhan dasar dan standar pelayanan minimal untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Bidang Pendidikan b) Bidang Kesehatan c) Bidang Energi d) Bidang Informasi dan Telekomunikasi e) Bidang Permukiman dan Perumahan 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
kinerja
perekonomian
masyarakat
di
daerah
tertinggal secara terpadu dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan. Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan strategis
konektivitas
yang
daerah
diprioritaskan
tertinggal
pada
dengan
ketersediaan
kawasan
sarana
dan
prasarana penunjang peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah 4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan
pemangku
kepentingan
pembangunan
daerah
tertinggal di pusat maupun di daerah yang terintegrasi untuk menunjang pengelolaan pariwisata, perikanan, dan peternakan. Strategi ini meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM,
[UDIN 2015 – RPJMN - 256]
rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). 5) Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam
upaya
mendukung
percepatan
pembangunan
daerah
tertinggal, bentuk afirmasi yang lebih nyata dan konkrit dilakukan dengan evaluasi terhadap harmonisasi regulasi untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pengelolaan hasil bumi dan energi 6) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM. 7) Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan, diharapkan kawasan transmigrasi sebagai
pusat
pertumbuhan
baru
dapat
mendukung
upaya
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan pengembangan kawasan perdesaan. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Nusa Tenggara difokuskan untuk meningkatkan peran kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara yaitu RDTL dan Australia. Strategi pengembangan kawasan perbatasan
diarahkan
untuk
mewujudkan
kemudahan
aktivitas
masyarakat kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat. Strategi tersebut dilakukan sebagai berikut: 1) Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan kawasan perbatasan Nusa Tenggara Penguatan pengelolaan
dan
fasilitasi
penegasan,
pemeliharaan,
dan
pengamanan kawasan perbatasan, secara terpadu di Wilayah Nusa Tenggara
[UDIN 2015 – RPJMN - 257]
2) Pengembangan Ekonomi Lokal 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas 4) Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek 5) Penguatan Regulasi dan Insentif 4. Penanggulangan Bencana Strategi untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut adalah: a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan b. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana 5. Penataan Ruang Wilayah Nusa Tenggara a. Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Nusa Tenggara 1) Mewujudkan lumbung ternak nasional melalui pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan, industri kerajinan, dan industri jasa hasil peternakan. 2) Mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan, hortikultura dan perkebunan, pertanian tanaman pangan serta kehutanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan. 3) Mewujudkan ketersediaan air sepanjang tahun dan kelestarian ekosistem kepulauan yang mendukung kegiatan pengembangan wilayah secara berkelanjutan. 4) Mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Timor
Leste
pengembangan
dan
Negara
Kawasan
Australia
Perbatasan
melalui
percepatan
dengan
pendekatan
pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup. 5) Pengembangan
Kawasan
Strategis
Nasional
(KSN)
meliputi
pengembangan KSN Perbatasan dalam rangka peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara b. Strategi Penataan Ruang Wilayah Nusa Tenggara 1) Struktur Ruang Wilayah
[UDIN 2015 – RPJMN - 258]
a) Pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan, industri kerajinan, dan industri jasa hasil peternakan. b) Pengembangan kawasan minapolitan. c) Arah kebijakan pengembangan jaringan prasarana dan sarana yang terpadu untuk mewujudkan poros Indonesia Bagian Tenggara dengan mengembangkan lintas penyeberangan untuk meningkatkan keterkaitan antarpulau dan antarwilayah. 2) Pengembangan Kawasan Lindung a) Pelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) dari luas daratan Wilayah Nusa Tenggara sesuai dengan kondisi ekosistemnya dan pelestarian kawasan keanekaragaman hayati kelautan dunia. b) Pengendalian perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan kawasan budidaya terbangun pada Wilayah Pesisir, Pulau Kecil, dan kawasan rawan bencana. 3) Pengembangan Kawasan Budidaya Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup. 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 2 (dua) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Kepulauan Nusa Tenggara. Strategi pengembangan KSN di Kepulauan Nusa Tenggara dapat dilihat pada Tabel berikut ini: STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DI KEPULAUAN NUSA TENGGARA No KSN 1.
Strategi
Kawasan Perbatasan Pengembangan
prasarana
dan
Nusa Tenggara Timur sarana pertahanan dan keamanan Kawasan Perbatasan yang mendukung kedaulatan dan 2.
Laut RI termasuk 5 keutuhan batas wilayah negara dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 259]
pulau terluar dengan pemertahanan kawasan konservasi di negara
Timor Kawasan Perbatasan Nusa Tenggara
Leste/Australia
Timur
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014. 6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah kebijakan pengembangan Wilayah Nusa Tenggara yakni peningkatan kapasitas pemerintah daerah yang mendorong daya saing berbasis potensi ekonomi lokal dengan prinsip berkelanjutan, dengan strategi : a. Penguatan regulasi dan kebijakan penataan kewenangan; b. Penguatan peran gubernur melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; c. Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja; d. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha; e. Penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah; f. Peningkatan proporsi belanja modal; g. Peningkatan akuntabilitas dan transparansi penganggaran; h. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; i. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah. BAB 5 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI A. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Sulawesi Tujuan
pengembangan
Wilayah
Sulawesi
adalah
mendorong
percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Sulawesi dengan menekankan keunggulan dan potensi daerah, melalui: (a) pengembangan industri berbasis logistik, komoditas kakao, jagung, perikanan, padi, rotan, aspal, nikel, bijih besi, dan gas bumi, serta pengembangan pariwisata bahari,
[UDIN 2015 – RPJMN - 260]
(b) penyediaan infrastruktur wilayah, (c) peningkatan SDM dan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Sulawesi adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah Sulawesi, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di koridor ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Untuk mengurangi adanya kesenjangan antar wilayah di Sulawesi, maka akan
dilakukan
pembangunan
daerah
tertinggal
dengan
sasaran
sebanyak 14 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal. 3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Sulawesi, maka akan dipercepat pembangunan 1 Kawasan Perkotaan Metropolitan, peningkatan efisiensi pengelolaan 1 Kawasan Perkotaan Metropolitan yang sudah ada saat ini, mewujudkan optimalisasi peran 6 kota otonom berukuran sedang sebagai penyangga (buffer) urbanisasi serta 2 kota baru publik yang mandiri dan terpadu. 4. Pembangunan
desa
dan
kawasan
perdesaan
dengan
sasaran
berkurangnya pengangguran dan meningkatkan keberdayaan masyarakat di desa-desa tertinggal dan mendorong perekonomian desa berbasis komoditas unggulan menuju desa mandiri. 5. Untuk
meningkatkan
keterkaitan
desa-kota,
dengan
memperkuat
sedikitnya 9 pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 6. Untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka akan dikembangkan 2 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
kawasan
perbatasan
negara
yang
dapat
mendorong
pengembangan kawasan sekitarnya.
[UDIN 2015 – RPJMN - 261]
7. Untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah sasaran untuk wilayah Sulawesi adalah: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); (6) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan
aparatur
daerah
untuk
jenjang
S1
dan
S2-S3;
(7)
Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah; (9) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah; (10) Meningkatnya persentase jumlah PTSP; (11) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi
yang
dilimpahkan
oleh kepala
daerah ke PTSP;
(13)
Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (14) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Sulawesi. 8. Untuk Penanggulangan Bencana di Wilayah Sulawesi adalah mengurangi indeks risiko bencana pada 24 kabupaten/kota sasaran yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKSN, PKW, KEK, Kawasan Industri maupun pusat pertumbuhan lainnya. B. Arah kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Sulawesi 1. Pengembangan Kawasan Strategis Kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Sulawesi difokuskan sebagai pengembangan industri berbasis logistik, serta pengembangan industri berbasis komoditas kakao, rotan, perikanan, aspal, nikel, dan bijih besi, serta pengembangan pariwisata bahari yang miliki daya saing nasional dan internasional. a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah Sulawesi Strategi yang dilakukan adalah: 1) Menyiapkan kawasan industri KEK Palu sebagai sentra industri pengolahan
komoditas
unggulan
pertambangan,
agroindustri,
industry manufaktur, serta logistic dan KEK Bitung sebagai sentra pengolahan perikanan, angroindustri, dan logistik;
[UDIN 2015 – RPJMN - 262]
2) Mengembangkan klaster-klaster industri pengolahan pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan yang berorientasi ekspor; 3) Meningkatkan produktivitas hasil olahan pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan di dalam dan sekitar kawasan industri; 4) Mengembangkan
tempat
penyimpanan/pembekuan
ikan
yang
berteknologi tinggi; 5) Mengembangkan kawasan pengelolaan klaster-klaster komoditas unggulan; 6) Pembinaan dan pendampingan komoditas unggulan; 7) Menyiapkan kawasan industri KEK Palu sebagai sentra industri pengolahan
komoditas
unggulan
pertambangan;
agroindustri;
industry manufaktur; serta logistik serta KEK Bitung sebagai sentra pengolahan perikanan, angroindustri, dan logistik; 8) Mengembangkan klaster-klaster industri pengolahan pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan yang berorientasi ekspor; 9) Meningkatkan produktivitas hasil olahan pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan di dalam dan sekitar kawasan industri; 10) Mengembangkan
tempat
penyimpanan/pembekuan
ikan
yang
berteknologi tinggi. 11) Mengembangkan kawasan pengelolaan klaster-klaster komoditas unggulan; 12) Meningkatkan pembinaan dan pendampingan komoditas unggulan. b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Sulawesi diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi melalui strategi berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 263]
1) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kompetitif; 2) Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan kewenangan antara pusat,
daerah,
dan
instansi
terkait
kepada
administrator
kawasankawasan pertumbuhan; 3) Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE)
bidang
perindustrian,
perdagangan,
pertanahan,
penanaman modal; 4) Membuat regulasi terkait dengan pembagian kewenangan antara Kabupaten/Kota di pusat-pusat pertumbuhan; 5) Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai peruntukan investasi. 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pengembangan perkotaan di Wilayah Sulawesi diprioritaskan
pada
pemerataan
pembangunan
dan
percepatan
keterkaitan manfaat antar kota serta desa dengan kota. Untuk itu, strategi pembangunan perkotaan Wilayah Sulawesi adalah: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman pada Kawasan Metropolitan, Kota Sedang, dan Kota Baru Publik di Wilayah Sulawesi 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana 4) Perwujudan Kota Cerdas dan Berdaya Saing 5) Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Sulawesi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 264]
prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah Sulawesi akan dilakukan: 1) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi 6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota c. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Sulawesi Peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Sulawesi diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 9 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kawasankawasan ini mencakup kawasan transmigrasi, kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata). Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Sulawesi adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil, antara kota kecil dan desa, serta antar pulau 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota
melalui
pengembangan
klaster
khususnya
agropolitan,
minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 265]
3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Sulawesi difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik Mendukung pemenuhan kebutuhan dasar dan standar pelayanan minimal untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Bidang Pendidikan b) Bidang Kesehatan c) Bidang Energi d) Bidang Informasi dan Telekomunikasi e) Bidang Permukiman dan Perumahan 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
kinerja
perekonomian
masyarakat
di
daerah
tertinggal secara terpadu dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan. Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran. 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan
konektivitas
daerah
tertinggal
dengan
pusat
pertumbuhan yang diprioritaskan pada ketersediaan sarana dan prasarana penunjang peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah
[UDIN 2015 – RPJMN - 266]
4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan
pemangku
kepentingan
pembangunan
daerah
tertinggal di pusat maupun di daerah yang terintegrasi untuk menunjang pengelolaan pertanian, perkebunan, perikanan, migas, dan pertambangan nasional. Strategi ini meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM, rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) 5) Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam
upaya
mendukung
percepatan
pembangunan
daerah
tertinggal, bentuk afirmasi yang lebih nyata dan konkrit dilakukan dengan evaluasi terhadap harmonisasi regulasi untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pengelolaan hasil bumi dan energi 6) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM. 7) Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah. Dalam proses pembangunan kedepan, diharapkan kawasan transmigrasi sebagai
pusat
pertumbuhan
baru
dapat
mendukung
upaya
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan pengembangan kawasan perdesaan. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Sulawesi difokuskan untuk meningkatkan peran sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara tetangga Filipina di perbatasan laut. Strategi tersebut yaitu: 1) Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan, pengamanan kawasan perbatasan Sulawesi Penguatan pengelolaan
[UDIN 2015 – RPJMN - 267]
dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan, pengamanan, dan aktivitas lintas batas Wilayah Negara secara terpadu di Wilayah Sulawesi 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal secara terpadu pada kawasan perbatasan negara di Wilayah Sulawesi 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan konektivitas kawasan perbatasan negara di Wilayah Sulawesi 4) Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Pulau Sulawesi diarahkan untuk meningkatkan basis IPTEK dan produk unggulan berdaya saing diikuti peningkatan aktivitas perdagangan dengan negara tetangga 5) Penguatan Regulasi dan Insentif 4. Penanggulangan Bencana Untuk mendukung pengembangan Wilayah Sulawesi, maka arahan kebijakan penanggulangan bencana diarahkan untuk mengurangi risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di Wilayah Sulawesi adalah sebagai berikut: a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan b. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana c. Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana 5. Penataan Ruang Wilayah Sulawesi a. Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Sulawesi 1) Mewujudkan pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut meliputi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global.
[UDIN 2015 – RPJMN - 268]
2) Mewujudkan lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi 3) Mewujudkan pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi melalui pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan
kakao
yang
bernilai
tambah
tinggi
dan
ramah
lingkungan. 4) Mewujudkan pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi 5) Mewujudkan
jaringan
transportasi
antarmoda
yang
dapat
meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah 6) Mewujudkan
kelestarian
kawasan
berfungsi
lindung
yang
bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya 7) Mewujudkan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup 8) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) b. Strategi Pengembangan Penataan Ruang Wilayah Sulawesi 1) Struktur Ruang Wilayah a) Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global, dengan meningkatkan keterkaitan antara kawasan perkotaan nasional dan sentra perikanan b) Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah
[UDIN 2015 – RPJMN - 269]
c) Strategi
untuk
pengembangan
jaringan
transportasi
untuk
meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil 2) Pengembangan Kawasan Lindung a) Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi b) Strategi untuk pengembangan koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi 3) Pengembangan Kawasan Budidaya a) Strategi untuk pengembangan sentra pertanian tanaman pangan padi dan jagung yang didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional b) Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan c) Strategi
untuk
pembangunan
kawasan
perkotaan
nasional
sebagai pusat pengembangan pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan d) Strategi untuk pengembangan kawasan perbatasan negara dengan pendekatan kesejahteraan, pertahanan dan keamanan negara, serta lingkungan hidup e) Strategi untuk pemertahanan eksistensi 14 (empat belas) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan mengembangkan
prasarana
dan
sarana
transportasi
penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT. 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Sulawesi. Strategi pengembangan KSN di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
[UDIN 2015 – RPJMN - 270]
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DI PULAU SULAWESI KSN
No 1.
Strategi
Kawasan Sorowako
Pengembangan budidaya
dan
pertanian
peningkatan kegiatan dan
perikanan
berkelanjutan sebagai alternatif perekonomian bersaing
masyarakat
dalam
kegiatan
yang
perekonomian
yang
mampu nasional
Kawasan Sorowako 2.
Perbatasan Sulawesi
3.
Pengembangan
prasarana
dan
sarana
Utara- Kawasan Perbatasan Negara secara sinergis
Gorontalo-Sulawesi
di Provinsi Sulawesi Utara - Gorontalo –
Tengah
Sulawesi Tengah
Perkotaan
Pengembangan
Maminasata
Mamminasata pelayanan
Kawasan sebagai
berskala
Pusat
Perkotaan orientasi
internasional
dan
penggerak utama bagi KTI Pusat pertumbuhan dan sentra pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya 4.
Perkotaan Bimindo Pengembangan Kawasan Perkotaan Bimindo (Bitung-Minahasa-
sebagai Pusat orientasi pelayanan berskala
Manado)
internasional dan penggerak utama bagi KTI Pusat pertumbuhan dan sentra pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya
5.
Kawasan Gorontalo- Pengembangan Kawasan Gopandang sebagai Paguyaman-
Pusat
orientasi
pelayanan
berskala
Kwandang
internasional dan penggerak utama bagi KTI
(Gopandang) Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014.
[UDIN 2015 – RPJMN - 271]
6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah kebijakan pengembangan Wilayah Sulawesi yakni peningkatan kapasitas pemerintahan daerah yang mendorong pembangunan ekonomi secara merata berbasis pada pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, dengan strategi: a. Penguatan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; b. Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja; c. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha. d. penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah. e. Peningkatan proporsi belanja modal; f. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; g. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah. BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH KALIMANTAN A. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Kalimantan Tujuan pengembangan Wilayah Pulau Kalimantan adalah mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan dengan menekankan keunggulan dan potensi daerah, melalui: (a) pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, serta pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir kuarsa, (b) penyediaan infrastruktur wilayah, (c) peningkatan SDM dan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Pulau Kalimantan adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah Pulau Kalimantan, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah.
[UDIN 2015 – RPJMN - 272]
2. Sementara itu, untuk menghindari terjadinya kesenjangan antar wilayah di Kalimantan, maka akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 9 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal. 3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Kalimatan, maka akan dipercepat pembangunan 1 Kawasan Perkotaan Metropolitan, serta mewujudkan optimalisasi peran 4 kota otonom berukuran
sedang
sebagai
penyangga
(buffer)
urbanisasi,
serta
membangun 4 kota baru publik yang mandiri dan terpadu sebagai sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota dan kawasan perkotaan. 4. Pembangunan
desa
dan
kawasan
perdesaan
dengan
sasaran
berkurangnya kemiskinan dan meningkatkan keberdayaan masyarakat di desa-desa tertinggal dan mendorong perekonomian desa berbasis komoditas unggulan menuju desa mandiri. 5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat sedikitnya 7 pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). 6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka akan 12 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat mendorong pengembangan kawasan sekitarnya. 7. Sasaran untuk Wilayah Pulau Kalimantan adalah: (1)Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi dan kabupaten/Kota serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); (4) Terlaksananya penggunaan block grant (inpres) yang efektif dengan proyek awal Provinsi Kalimantan Tengah; (5) Meningkatnya kualitas dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 273]
proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 dan S2-S3; (6) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Kalimantan; (7) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah; (8) Meningkatnya persentase jumlah PTSP; (9) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP; (10) Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah Kalimantan (dengan proyek awal Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur) (11) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (12) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Kalimantan (dengan proyek awal Provinsi Kalimantan Timur 8. Sasaran penanggulangan bencana adalah mengurangi indeks risiko bencana pada 18 kabupaten/kota sasaran
yang memiliki indeks risiko
bencana tinggi, baik yang memiliki berfungsi sebagai PKN, PKSN, PKW, KEK, Kawasan Industri maupun pusat pertumbuhan lainnya. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Pulau Kalimantan 1. Pengembangan Kawasan Strategis Kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Pulau Kalimantan difokuskan untuk pusat produksi dan pengolahan hasil perkebunan, tambang, dan lumbung energi nasional yang berdaya saing. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Pulau Kalimantan Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis erat kaitanya dengan
memberdayakan
masyarakat
berbasis
potensi
ekonomi
wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan. b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
[UDIN 2015 – RPJMN - 274]
Peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM), kapasitas
kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Pulau Kalimantan diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan di Wilayah Pulau Kalimantan diprioritaskan pada percepatan keterkaitan dan manfaat antarkota dan desa dengan kota, Penguatan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) Berbasis Kewilayahan melalui pembentukan 1 Kawasan perkotaan metropolitan baru; optimalisasi 3 kota sedang sebagai buffer urbanisasi; dan membangun 3 kota baru publik yang mandiri dan terpadu sebagai sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota dan kawasan perkotaan. Percepatan pembangunan kawasan perkotaan di Wilayah Kalimantan dilakukan melalui berbagai strategi, sebagai berikut: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman pada Kawasan Metropolitan Baru, Kota Sedang, dan Kota Baru Publik di Wilayah Kalimantan 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana 4) Perwujudan Kota Cerdas dan Berdaya Saing 5) Kebijakan untuk Meningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Kalimantan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
[UDIN 2015 – RPJMN - 275]
prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah Kalimantan akan dilakukan: 1) Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum
Desa
termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografisnya 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta
penataan
ruang
kawasan
perdesaan
termasuk
di
kawasantransmigrasi 6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota c. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Pulau Kalimantan Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desa-kota di Wilayah Kalimantan adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil, antara kota kecil dan desa, serta antar pulau 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota melalui pengembangan klaster khususnya 3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Kalimantan difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal
[UDIN 2015 – RPJMN - 276]
untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik Mendukung pemenuhan kebutuhan dasar dan standar pelayanan minimal untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Bidang Pendidikan b) Bidang Kesehatan c) Bidang Energi d) Bidang Informasi dan Telekomunikasi e) Bidang Permukiman dan Perumahan 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
kinerja
perekonomian
masyarakat
di
daerah
tertinggal secara terpadu dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan. Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan
konektivitas
daerah
tertinggal
dengan
pusat
pertumbuhan yang diprioritaskan pada ketersediaan sarana dan prasarana penunjang peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah 4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan
pemangku
kepentingan
pembangunan
daerah
tertinggal di pusat maupun di daerah yang terintegrasi untuk menunjang pengelolaan pertambangan dan energi. Strategi ini meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM, rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) 5) Penguatan Regulasi dan Insentif
[UDIN 2015 – RPJMN - 277]
Dalam
upaya
mendukung
percepatan
pembangunan
daerah
tertinggal, bentuk afirmasi yang lebih nyata dan konkrit dilakukan dengan evaluasi terhadap harmonisasi regulasi untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pengelolaan pertambangan dan energi 6) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM. 7) Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan, diharapkan kawasan transmigrasi sebagai
pusat
pertumbuhan
baru
dapat
mendukung
upaya
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan pengembangan kawasan perdesaan. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Pulau Kalimantan difokuskan untuk meningkatkan peran sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara Malaysia di perbatasan darat dan laut. Strategi
pengembangan
kawasan
perbatasan
diarahkan
untuk
mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan pengelolaan sumber daya darat dan laut untuk menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat. Strategi tersebut dilakukan sebagai berikut: 1) Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan, pengamanan pengelolaan
kawasan dan
perbatasan
fasilitasi
Kalimantan
penegasan,
Penguatan
pemeliharaan,
dan
pengamanan kawasan perbatasan, secara terpadu di Wilayah Pulau Kalimantan 2) Pengembangan Ekonomi Lokal
[UDIN 2015 – RPJMN - 278]
Pengembangan ekonomi lokal secara terpadu pada kawasan perbatasan negara di Wilayah Pulau Kalimantan 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan konektivitas kawasan perbatasan negara di Wilayah Pulau Kalimantan 4) Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Pulau Kalimantan diarahkan agar mampu mengelola sumber daya alam di kawasan perbatasan darat dan laut, mampu melakukan aktivitas perdagangan dengan negara tetangga, dan turut mendukung upaya peningkatan
kedaulatan
negara
dengan
pemanfaatan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berkualitas. 5) Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam upaya mendukung pengembangan kawasan perbatasan negara, harmonisasi regulasi agar afirmasi terhadap pengembangan kawasan perbatasan. 4. Penanggulangan Bencana Untuk mendukung pengembangan wilayah Pulau Kalimantan, arah kebijakan penanggulangan bencana diarahkan untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat terhadap bencana.Strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di wilayah Pulau Kalimantan adalah sebagai berikut: a. Internalisasi
Pengurangan
Risiko
Bencana
dalam
Kerangka
Pembangunan Berkelanjutan b. Penurunan Kerentanan Terhadap Bencana c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana 5. Penataan Ruang Wilayah Kalimantan a. Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Pulau Kalimantan 1) Mewujudkan pusat pengembangan kawasan perkotaan nasional
[UDIN 2015 – RPJMN - 279]
2) Mewujudkan
jaringan
transportasi
antarmoda
yang
dapat
meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah 3) Mewujudkan kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah dari luas Pulau Kalimantan sebagai Paru-paru Dunia 4) Mewujudkan swasembada pangan dan lumbung pangan nasional 5) Mewujudkan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Malaysia dengan
memperhatikan
keharmonisan
aspek
kedaulatan,
pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup 6) Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) b. Strategi Penataan Ruang Wilayah Pulau Kalimantan 1) Struktur Ruang Pulau Kalimantan a) Strategi untuk arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kepala sawit, karet, dan hasil hutan b) Strategi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi c) Strategi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai kota tepi air (waterfront city) d) Strategi
pengembangan
prasarana
dan
sarana
perkotaan
berbasis mitigasi bencana banjir dilakukan dengan menata kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana banjir. e) Strategi
untuk
transportasi
arah
antarmoda
kebijakan yang
pengembangan
terpadu
dan
efisien
jaringan untuk
menghubungkan kawasan produksi komoditas unggulan menuju bandar udara dan/atau pelabuhan, dan antarkawasan perkotaan, serta membuka keterisolasian wilayah
[UDIN 2015 – RPJMN - 280]
2) Pengembangan Kawasan Lindung a) Strategi penataan ruang pelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik kawasan dengan mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik kawasan. b) Strategi penataan ruang untuk pengembangan koridor ekosistem antarkawasan konservasi c) Strategi penataan ruang untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung
dan
rehabilitasi
kawasan
berfungsi
lindung
yang
terdegradasi dengan mempertahankan luasan dan melestarikan kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan. d) Strategi penataan ruang untuk pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu kawasan berfungsi lindung 3) Pengembangan Kawasan Budidaya a) Strategi
penataan
ruang
pengembangan
sentra
pertanian
tanaman pangan dan sentra perikanan yang didukung dengan industri
pengolahan
dan
industri
jasa
untuk
mewujudkan
ketahanan pangan nasional b) Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan negara dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup c) Strategi pemertahanan eksistensi 4 (empat) pulau kecil terluar yang meliputi Pulau Sebatik, Pulau Gosong Makassar, Pulau Maratua, dan Pulau Sambit sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan KSN, dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Kalimantan. Strategi pengembangan KSN di Pulau Kalimantan dapat dilih dilihat pada Tabel berikut ini:
[UDIN 2015 – RPJMN - 281]
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DI PULAU KALIMANTAN KSN
No 1.
2.
Strategi
Kawasan
Mengembangkan prasarana dan sarana
Perbatasan
Kawasan Perbatasan Negara secara
Kalimantan
sinergis di Kalimantan
Kawasan Perkotaan Pengembangan
Kawasan
Perkotaan
Metropolitan
Banjar Bakula sebagai Pusat orientasi
Banjarmasin-
pelayanan berskala internasional Pusat
Banjarbaru-Banjar-
perekonomian pertumbuhan dan sentra
Barito Kuala Tanah
pengolahan
hasil
produksi
bagi
Laut (Banjar Bakula) pembangunan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014. 6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah
kebijakan
peningkatan
pengembangan
kapasitas
Wilayah
pemerintahan
Pulau
daerah
Kalimantan dalam
yakni
mendorong
pembangunan daerah dengan mempertimbangkan kelestarian alam dan konektivitas wilayah, dengan strategi: a. Penguatan regulasi dan kebijakan penataan kewenangan; b. Penguatan peran gubernur melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; c. Penguatan regulasi sinergi perencanaan dan penganggaran; d. Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja; e. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha. f. Penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah. g. Peningkatan proporsi belanja modal; h. Pengembangan variasi pendanaan untuk belanja infrastruktur di daerah, antara lain melalui skema hibah, pinjaman, dan skema obligasi;
[UDIN 2015 – RPJMN - 282]
i. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; j. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah. BAB 7 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA-BALI A. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Jawa-Bali Tujuan
pengembangan
Wilayah
Jawa-Bali
adalah
mendorong
percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Jawa-Bali dengan menekankan keunggulan dan potensi daerah, melalui: (a) pengembangan produksi sektor pertanian pangan, khususnya padi, pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, telematika, kimia, alumina dan besi baja, serta pengembangan industri pariwisata dan ekonomi kreatif; (b) penyediaan infrastruktur wilayah, (c) peningkatan SDM dan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Jawa-Bali adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah
Jawa-Bali,
akan
dikembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan
ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Untuk menghindari terjadinya kesenjangan antar wilayah di Pulau JawaBali, maka akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 6 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan ratarata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi 6,23 persen; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 11,92 persen; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal. 3. Untuk mendukung pemerataan pembangunan kawasan perkotaan di Jawa - Bali, maka akan dipercepat peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan
manajemen
pembangunan
di
5
kawasan
perkotaan
metropolitan yang sudah ada saat ini serta pembangunan 1 Kota Baru publik yang terpadu dan mandiri.
[UDIN 2015 – RPJMN - 283]
4. Pembangunan
desa
dan
kawasan
perdesaan
dengan
sasaran
meningkatkan keberdayaan masyarakat di desa-desa tertinggal serta mendorong kewirausahaan dan perekonomian desa berbasis komoditas unggulan dengan memanfaatkan teknologi menuju desa mandiri. 5. Khusus
untuk
meningkatkan
keterkaitan
pembangunan
kota-desa,
diharapkan dapat diwujudkan 4 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). 6. Sasaran bidang otonomi daerah untuk Wilayah Jawa-Bali adalah: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); (4) Terlaksananya e-budgeting di wilayah Jawa-Bali (dengan
proyek
awal
Provinsi
Jawa
Barat);
(5)
Terlaksananya
penggunaan block grant (inpres) yang efektif dengan proyek awal Provinsi Jawa Tengah dan Bali (6) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan
aparatur
daerah
untuk
jenjang
S1
dan
S2-S3;
(7)
Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Jawa-Bali; (8) Terlaksananya pengaturan kewenangan secara bertahap di wilayah Jawa-Bali; (9) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (10) Meningkatnya persentase jumlah PTSP (11) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP; (12) Terlaksananya pelayanan administrasi kependudukan di wilayah Jawa-Bali; (13) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (14) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Jawa-Bali. 7. Sasaran Pengurangan Risiko Bencana di Wilayah Jawa-Bali adalah mengurangi indeks risiko bencana pada 36 kabupaten/kota sasaran yang
[UDIN 2015 – RPJMN - 284]
memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKSN, PKW, Kawasan Industri maupun pusat pertumbuhan lainnya. B. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Jawa-Bali 1. Pengembangan Kawasan Strategis Kebijakan pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Jawa-Bali diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional
berbasis
sektor
industri
dan
jasa
nasional,
pusat
pengembangan ekonomi kreatif, serta sebagai salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia, diarahkan untuk pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, telematika, kimia, alumina dan besi baja. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Pengembangan
Potensi
Ekonomi
Wilayah
di
Pulau
Jawa-Bali
Pengembangan potensi ekonomi wilayah erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat berbasis komoditas unggulan wilayah. Pengembangan potensi berbasis komoditas unggulan wilayah ini diupayakan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) b. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat kegiatan ekonomi KEK Tanjung Lesung dengan kawasan industri dan kota-kota besar lainnya di Pulau Jawa dan Bali ditujukan untuk meningkatkan kelancaran arus orang dan barang dari dan menuju pusat-pusat pertumbuhan c. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM), kapasitas
kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Pulau Jawa-Bali diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 285]
2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan di Wilayah Jawa-Bali diprioritaskan pada percepatan keterkaitan dan manfaat antarkota dan desa dengan kota, melalui Penguatan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) melalui peningkatan efisiensi pengelolaan 5 Kawasan perkotaan metropolitan. Kebijakan pembangunan kawasan perkotaan di Wilayah Jawa-Bali dilakukan melalui berbagai strategi, sebagai berikut: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman pada kawasan metropolitan dan kota sedang di luar Jawa termasuk kawasan perbatasan, kepulauan, dan pesisir 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana 4) Perwujudan Kota Cerdas dan Daya Saing Kota 5) Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Jawa-Bali adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah JawaBali akan dilakukan: 1) Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum
Desa
termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografisnya 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 286]
3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi 6) Pengembangan Ekonomi Kawasan Perdesaan termasuk kawasan transmigrasi Untuk Mendorong Keterkaitan Desa-Kota c. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Jawa-Bali Peningkatan
keterkaitan
desa-kota
di
Wilayah
Jawa-Bali
diarahkan dengan memperkuat sedikitnya 4 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kawasan-kawasan ini mencakup kawasan agropolitan dan minapolitan, serta kawasan pariwisata. Arah kebijakan dan strategi peningkatan keterkaitan desakota di Wilayah Jawa-Bali adalah sebagai berikut: 1) Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil, antara kota kecil dan desa, serta antar pulau 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota
melalui
pengembangan
klaster
khususnya
agropolitan,
minapolitan, dan pariwisata. 3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota 3. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Jawa-Bali difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut:
[UDIN 2015 – RPJMN - 287]
a. Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar Mendukung pemenuhan kebutuhan dasar dan Standar Pelayanan Minimal untuk pelayanan publik di daerah tertinggal Wilayah Jawa-Bali dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: 1) Bidang Pendidikan 2) Bidang Kesehatan b. Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan kinerja perekonomian masyarakat di daerah tertinggal secara terpadu dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan. Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran c. Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan konektivitas daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan, diprioritaskan
pada
ketersediaan
sarana
dan
prasarana
yang
menunjang pada peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah d. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan pemangku kepentingan pembangunan daerah tertinggal di pusat maupun di daerah yang terintegrasi untuk menunjang pengelolaan industri dan jasa. Strategi ini meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM, rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) e. Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal, perlu adanya evaluasi terhadap harmonisasi dan regulasi agar afirmasi terhadap daerah tertinggal secepatnya dapat direalisasikan f. Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas
kelembagaan
pemerintahan
daerah
dan
kapasitas SDM. g. Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 288]
peningkatan
Mendukung pengembangan kawasan perdesaan sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. 4. Penanggulangan Bencana Untuk dampak
mendukung bencana
keberlanjutan di
masa
pembangunan
mendatang,
dan
maka
meminimalisir
arah
kebijakan
penanggulangan bencana di wilayah Jawa-Bali adalah mengurangi risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat terhadap bencana. Strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana adalah sebagai berikut: a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan b. Penurunan kerentanan terhadap bencana c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana 5. Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali a. Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali 1) Mewujudkan kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi dan adaptasi bencana 2) Mewujudkan
jaringan
transportasi
antarmoda
yang
dapat
meningkatkan daya saing 3) Mewujudkan lumbung pangan nasional yang berkelanjutan 4) Mewujudkan peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan. 5) Mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan 6) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam rangka menjaga
momentum
fungsi
kawasan
dalam
pengembangan
perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. 7) Pengembangan jaringan prasarana wilayah energi, telekomunikasi dan informatika serta prasarana pengelolaan lingkungan.
[UDIN 2015 – RPJMN - 289]
b. Strategi Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali 1) Struktur Ruang Pulau Jawa-Bali a) Strategi
pengendalian
perkembangan
kawasan
perkotaan
nasional yang menjalar (urban sprawl) b) Strategi pengembangan dan pemantapan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah dan efisiensi 2) Pengembangan Kawasan Lindung Strategi terkait Arah Kebijakan dalam rangka mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan adalah sebagai berikut: a) Peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30 persen dari luas Pulau Jawa-Bali sesuai dengan kondisi ekosistemnya b) Pengembangan kawasan lindung dan kawasan budidaya untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. c) Strategi
pengendalian
perkembangan
kawasan
perkotaan
nasional di kawasan rawan bencana 3) Pengembangan Kawasan Budidaya a) Strategi pemertahanan lahan pertanian untuk tanaman pangan, termasuk lahan pertanian pangan berkelanjutan b) Strategi pengembangan dan pemertahanan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan c) Strategi peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat industri industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Jawa-Bali. Strategi pengembangan KSN di Pulau Jawa-Bali dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
[UDIN 2015 – RPJMN - 290]
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DI PULAU JAWA-BALI No 1.
KSN
Strategi
Kawasan Perkotaan Pengembangan keterpaduan sistem pusatSarbagita
pusat kegiatan yang mendukung fungsi kawasan berbagai pusat kegiatan ekonomi nasional berbasis kegiatan pariwisata yang bertaraf
internasional
di
Kawasan
Perkotaan Sarbagita 2.
Kawasan Perkotaan Pemantapan Kedungsepur
sistemkota-kota
secara
hierarki dan terintegrasi dalam bentuk perkotaan inti dan perkotaan disekitarnya sesuai dengan fungsinya dan perannya di Kawasan Perkotaan Kedungsepur
3.
Kawasan Perkotaan Pengembangan kawasan industri di pesisir Gerbangkertosusila
4.
Kawasan Perkotaan Peningkatan daya dukung lingkungan yang Cekungan Bandung
5.
kawasan perkotaan Gerbangkertosusila berkelanjutan
Kawasan Perkotaan kawasan, Jabodetabekpunjur
dalam untuk
pengelolaan
menjamin
tetap
berlangsungnya konservasi air dan tanah dengan mempertahankan kualitas
dan
kuantitas air tanah dan air permukaan, serta penanggulangan banjir di Kawasan Perkotaan
Cekungan
Bandung
dan
Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014 6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah kebijakan pengembangan Wilayah Jawa-Bali yakni peningkatan kapasitas pemerintah daerah yang mendorong daya saing nasional berbasis industri, lumbung pangan nasional, serta perdagangan dan jasa berskala internasional, dengan strategi: a. Penguatan regulasi dan kebijakan penataan kewenangan;
[UDIN 2015 – RPJMN - 291]
b. Penguatan peran gubernur melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; c. Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja; d. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha. e. penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah. f. Peningkatan proporsi belanja modal; g. Pengembangan variasi pendanaan untuk belanja infrastruktur di daerah, antara lain melalui skema hibah, pinjaman, dan skema obligasi; h. Peningkatan akuntabilitas dan transparansi penganggaran, salah satunya melalui penciptaan informasi anggaran pemerintah daerah melalui e-government. i. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; j. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah. BAB 8 ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA A. Tujuan Dan Sasaran Pengembangan Wilayah Sumatera Tujuan
pengembangan
Wilayah
Sumatera
adalah
mendorong
percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Sumatera dengan menekankan keunggulan dan potensi daerah, melalui: (a) pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, serta pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin; (b) penyediaan infrastruktur wilayah; (c) peningkatan SDM dan ilmu dan teknologi secara terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Sumatera pada tahun 20152019 adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah
Sumatera,
[UDIN 2015 – RPJMN - 292]
akan
dikembangkan
pusat-pusat
pertumbuhan
ekonomi di Wilayah Sumatera dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah. 2. Untuk mengurangi adanya kesenjangan antar wilayah di Wilayah Pulau Sumatera, maka akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 11 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (b) menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal. 3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Sumatera, maka akan dipercepat pembangunan 2 Kawasan Perkotaan Metropolitan
baru,
peningkatan
efisiensi
pengelolaan
1
Kawasan
Perkotaan Metropolitan yang sudah ada saat ini, serta mewujudkan optimalisasi peran 6 kota otonom berukuran sedang sebagai penyangga (buffer) urbanisasi, serta membangun 2 kota baru publik yang mandiri dan terpadu sebagai sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan. 4. Pembangunan menurunnya
desa
dan
kemiskinan
di
kawasan
perdesaan
desa-desa
tertinggal
dengan dan
sasaran
mendorong
perekonomian desa berbasis komoditas unggulan menuju desa mandiri. 5. Khusus untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan kotadesa, maka akan diperkuat 8 pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). 6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara
yang
berdaulat, berdaya saing,
dan
aman, maka
akan
dikembangkan 8 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi
kawasan
perbatasan
negara
yang
dapat
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya. 7. Sasaran Otonomi Daerah adalah: (1) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD propinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber pembiayaan lainnya
dalam
APBD;
(3)
Meningkatnya
jumlah
daerah
yang
[UDIN 2015 – RPJMN - 293]
mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP); (4) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 dan S2-S3; (5) Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Sumatera; (6) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (7) Meningkatnya persentase jumlah PTSP; (8) Meningkatnya persentase jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh kepala daerah ke PTSP; (9) Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah Sumatera;
(10) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah
melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; dan (11) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Sumatera. 8. Sasaran Pengurangan Bencana adalah mengurangi indeks risiko bencana pada 21 (dua puluh satu) kabupaten/kota yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, KSN, PKW, KEK, Kawasan Industri maupun kawasan pusat pertumbuhan lainnya. B. Arah Kebijakan Dan Pengembangan Wilayah Sumatera 1. Pengembangan Kawasan Strategis Kebijakan pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Sumatera diarahkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis produksi dan pengolahan hasil bumi serta menjadi lumbung energi nasional. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: a. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Pulau Sumatera Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis erat kaitanya dengan
memberdayakan
masyarakat
berbasis
potensi
ekonomi
wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan b. Percepatan Penguatan Konektivitas
[UDIN 2015 – RPJMN - 294]
Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya c. Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek Peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM), kapasitas
kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) d. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Pulau Sumatera diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi 2. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan a. Pengembangan Kawasan Perkotaan Arah kebijakan pembangunan wilayah perkotaan di Wilayah Sumatera difokuskan untuk membangun kota berkelanjutan dan berdaya saing menuju masyarakat kota yang sejahtera berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi dan budaya lokal. Untuk itu strategi pembangunan perkotaan Wilayah Sumatera yaitu: 1) Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN) 2) Perwujudan Kota Layak Huni dan Layak Anak Yang Aman dan Nyaman 3) Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Adaptif terhadap Bencana 4) Perwujudan Kota Cerdas yang Berdaya Saing 5) Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan b. Pengembangan Desa dan Kawasan Perdesaan Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di Wilayah Sumatera adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kawasan perdesaan termasuk di
[UDIN 2015 – RPJMN - 295]
kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, serta pulau-pulau kecil terluar di Wilayah Sumatera akan dilakukan: 1) Pemenuhan
Standar
Pelayanan
Minimum
Desa
termasuk
permukiman transmigrasi sesuai dengan kondisi geografisnya 2) Penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 3) Pembangunan sumber daya manusia, peningkatan keberdayaan, dan pembentukan modal sosial budaya masyarakat Desa termasuk permukiman transmigrasi 4) Pengembangan kapasitas dan pendampingan aparatur pemerintah desa dan kelembagaan pemerintahan desa secara berkelanjutan 5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, serta penataan ruang kawasan perdesaan termasuk di kawasan transmigrasi 6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan termasuk kawasan transmigrasi untuk mendorong keterkaitan desa-kota c. Peningkatan Keterkaitan Kota dan Desa di Wilayah Sumatera Kebijakan untuk meningkatkan keterkaitan desa-kota diarahkan untuk mendukung
pengembangan
kawasan
perdesaan
menjadi
pusat
pertumbuhan baru terutama di desa-desa mandiri. Adapun prioritas strategi yang dilaksanakan sebagai berikut: 1) Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa. 2) Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan hilir desakota
melalui
pengembangan
klaster
khususnya
agropolitan,
minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi 3) Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi kepada keterkaitan desa-kota 3. Pengembangan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan a. Pengembangan Daerah Tertinggal Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera difokuskan pada promosi potensi daerah tertinggal
[UDIN 2015 – RPJMN - 296]
untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1) Pemenuhan Pelayanan Publik Dasar Mendukung pemenuhan kebutuhan dasar dan standar pelayanan minimal untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal dengan prioritas kegiatan sebagai berikut: a) Bidang Pendidikan b) Bidang Kesehatan c) Bidang Energi d) Bidang Informasi dan Telekomunikasi e) Bidang Permukiman dan Perumahan 2) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan
kinerja
perekonomian
masyarakat
di
daerah
tertinggal secara terpadu dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan antar kawasan. Strategi ini meliputi aspek infrastruktur, manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan pemasaran. 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas Peningkatan
konektivitas
daerah
tertinggal
dengan
pusat
pertumbuhan yang diprioritaskan pada ketersediaan sarana dan prasarana penunjang peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah. 4) Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas kelembagaan
pemangku
kepentingan
pembangunan
daerah
tertinggal di pusat maupun di daerah yang terintegrasi untuk menunjang pengelolaan hasil bumi dan energi. Strategi ini meliputi aspek peraturan perundangan, tata kelola, SDM, rumusan dokumen kebijakan, dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). 5) Penguatan Regulasi dan Insentif
[UDIN 2015 – RPJMN - 297]
Dalam
upaya
mendukung
percepatan
pembangunan
daerah
tertinggal, bentuk afirmasi yang lebih nyata dan konkrit dilakukan dengan evaluasi terhadap harmonisasi regulasi untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pengelolaan hasil bumi dan energi. 6) Pembinaan Daerah Tertinggal Terentaskan Pembinaan daerah tertinggal yang terentaskan melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan peningkatan kapasitas SDM. 7) Pengembangan Kawasan Perdesaan dan Transmigrasi Mendukung pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Dalam proses pembangunan kedepan, diharapkan kawasan transmigrasi sebagai
pusat
pertumbuhan
baru
dapat
mendukung
upaya
percepatan pembangunan daerah tertinggal dan pengembangan kawasan perdesaan. b. Pengembangan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan Pengembangan Kawasan Perbatasan di Wilayah Sumatera difokuskan untuk meningkatkan peran sebagai halaman depan negara yang maju dan berdaulat dengan negara Malaysia, Singapura, Thailand, India, Vietnam. Strategi
pengembangan
kawasan
perbatasan
diarahkan
untuk
mewujudkan kemudahan aktivitas masyarakat kawasan perbatasan dalam berhubungan dengan negara tetangga dan pengelolaan sumber daya darat dan laut untuk menciptakan kawasan perbatasan yang berdaulat. Strategi tersebut diantaranya: 1) Penguatan pengelolaan dan fasilitasi penegasan, pemeliharaan dan pengamanan pengelolaan
kawasan dan
perbatasan
fasilitasi
pengamanan kawasan
penegasan,
Penguatan
pemeliharaan,
dan
perbatasan, secaraterpadu di Wilayah
Sumatera 2) Pengembangan Ekonomi Lokal 3) Penguatan Konektivitas dan Sislognas
[UDIN 2015 – RPJMN - 298]
Sumatera
Peningkatan konektivitas kawasan perbatasan baik ke pusat pertumbuhan
maupun
konektivitas
dengan
negara
tetangga
Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand 4) Penguatan Kemampuan SDM dan Iptek Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) berdaya saing agar mampu mengelola sumber daya alam di kawasan perbatasan darat dan laut, mampu melakukan aktivitas perdagangan dengan negara
tetangga
dan
turut
mendukung
upaya
peningkatan
kedaulatan negara dengan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang berkualitas 5) Penguatan Regulasi dan Insentif Dalam upaya mendukung pengembangan kawasan perbatasan negara, diperlukan harmonisasi regulasi 4. Penanggulangan Bencana Pada umumnya PKN, PKW dan PKSN di Wilayah Sumatera memiliki risiko tinggi terhadap bencana. Potensi ancaman bencana yang dominan terjadi di Wilayah Sumatera adalah banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung api dan kebakaran hutan dan lahan. Arah kebijakan penanggulangan bencana di wilayah Sumatera adalah mengurangi indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat terhadap bencana, yang dapat dilakukan melalui strategi: a. Internalisasi
pengurangan
risiko
bencana
dalam
kerangka
pembangunan berkelanjutan b. Penurunan kerentanan terhadap bencana c. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana 5. Penataan Ruang Wilayah Sumatera a. Arah Kebijakan Tata Ruang Wilayah Sumatera 1) Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan baru di wilayah pesisir barat dan wilayah pesisir timur Pulau Sumatera dilakukan dengan pengembangan kawasan perkotaan nasional berbasis sumber daya alam dan jasa lingkungan di wilayah pesisir barat dan wilayah pesisir
[UDIN 2015 – RPJMN - 299]
timur Pulau Sumatera dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 2) Kebijakan mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah 3) Kebijakan mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40 persen (empat puluh persen)
dari
luas
Pulau
Sumatera
sesuai
dengan
kondisi
kawasan
yang
memiliki
ekosistemnya 4) Kebijakan
mewujudkan
kelestarian
keanekaragaman hayati hutan tropis basah melalui pengembangan koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi. 5) Kebijakan mewujudkan pusat industri yang berdaya saing melalui pengembangan keterkaitan ekonomi antar pusat-pusat industri. 6) Kebijakan mewujudkan KSN Perbatasan Negara dan KSN sudut kepentingan ekonomi melalui pengembangan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, Kawasan Perkotaan Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo (Mebidangro), Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), dan KPBPB Sabang. b. Strategi Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Sumatera 1) Struktur Ruang Pulau Sumatera a) Strategi pengembangan pusat kegiatan b) Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah c) Strategi
untuk
pengembangan
jaringan
transportasi
untuk
meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil 2) Pengembangan Kawasan Lindung a) Strategi untuk pemertahanan luasan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi
[UDIN 2015 – RPJMN - 300]
b) Strategi untuk pengembangan pengelolaan potensi kehutanan dengan prinsip berkelanjutan c) Strategi
perwujudan
kelestarian
kawasan
yang
memiliki
keanekaragaman hayati hutan tropis basah 3) Pengembangan Kawasan Budidaya Strategi perwujudan pusat industri yang berdaya saing melalui pengembangan keterkaitan ekonomi antar pusat-pusat industri dilakukan dengan mengembangkan keterkaitan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan yang terhubung dengan akses ke dan dari pelabuhan dan/atau bandar udara. 4) Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Sumatera. Strategi pengembangan kawasan strategis nasional di Pulau Sumatera dapat dilihat pada tabel berikut ini: STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASONAL DI PULAU SUMATERA KSN
No 1.
KPBPB Sabang
Strategi Mengembangkan
Kawasan
Sabang
sebagai pusat perdagangan dan jasa kepelabuhan
serta
pariwisata
internasional 2.
Perbatasan Negara Menetapkan batas laut sebagai kawasan di Provinsi Aceh dan yang memiliki fungsi pertahanan dan Provinsi
3.
Sumatera keamanan
dengan
Negara
India,
Utara,
Thailand dan Malaysia
Kawasan
Merehabilitasi dan melestarikan kawasan
Perbatasan Negara yang berfungsi lindung dalam rangka di Provinsi Riau dan mempertahankan
pulau-pulau
kecil
Provinsi Kepulauan terluar dan pengembangan prasarana
[UDIN 2015 – RPJMN - 301]
Riau
dan sarana pertahanan dan keamanan yang
mendukung
keutuhan
batas
kedaulatan
wilayah
negara
dan di
Perbatasan Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera
Utara
dan
di
Perbatasan
Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau 4.
Kawasan Perkotaan Mengembangkan Mebidangro
dan
memantapkan
fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga
Pertumbuhan
Indonesia-
Malaysia-Thailand 5.
Kawasan Perkotaan Mengembangkan
dan
memantapkan
Palembang-Betung-
fungsi Kawasan Perkotaan Patung Raya
Indralaya-
Agung sebagai pusat
Kayuagung
Perekonomian nasional yang produktif
(Patungraya Agung)
dan efisien serta mampu bersaing secara internasional
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014 6. Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah Arah kebijakan pengembangan Wilayah Sumatera yakni peningkatan kapasitas pemerintahan daerah yang mendorong daya saing dan pemerataan pelayanan, dengan strategi: a. Penguatan regulasi dan kebijakan penataan kewenangan; b. Penguatan peran gubernur melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; c. Penguatan regulasi sinergi perencanaan dan penganggaran; d. Penerapan standar pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja;
[UDIN 2015 – RPJMN - 302]
e. Penguatan peran PTSP sebagai sarana penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha. f. Penguatan mutu pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan prioritas pembangunan daerah. g. Peningkatan proporsi belanja modal; h. Penataan mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi di tingkat provinsi secara on-line; i. Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan pengelolaan keuangan Daerah.
[UDIN 2015 – RPJMN - 303]
KEPEGAWAIAN A. PENGERTIAN, JENIS, KEDUDUKAN, KEWAJIBAN DAN HAK PEGAWAI NEGERI 1. Pengertian Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahkan tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahkan tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat yang berwenang kewenangan
mengangkat,
adalah pejabat
memindahkan,
dan
yang mempunyai memberhentikan
Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan. 2. Jenis Pegawai Negeri Pegawai Negeri terdiri atas : a. Pegawai Negeri Sipil, b. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan c. Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdiri atas : a. Pegawai Negeri Sipil Pusat. b. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud di atas, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 304]
dan bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kantor Menteri Negara Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Pemerintah
Non
Departemen,
Kesekretariatan
Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Badan Narkotika Nasional, Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh Pejabat Struktural eselon I dan bukan merupakan
bagian
dari
Departemen/Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota atau dipekerjakan di luar instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan. Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu
tertentu
guna
melaksanakan
tugas
pemerintahan
dan
pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. 3. Kedudukan Pegawai Negeri Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas tersebut, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 305]
4. Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri a. Kewajiban Pegawai Negeri 1) Setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pancasila serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia. 2) Mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab. 3) Menyimpan rahasia jabatan. b. Hak Pegawai Negeri 1) Memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. 2) Hak untuk mendapatkan cuti. 3) Pegawai Negeri yang tertimpa kecelakaan dalam dan karena dinas berhak : a. Memperoleh perawatan. b. Memperoleh tunjangan cacat. c. Pegawai Negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka. 4) Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 5. Pegawai Negeri yang Menjadi Pejabat Negara Pejabat negara terdiri atas : a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; c.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; f.
Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 306]
g. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; h. Gubernur dan Wakil Gubernur; i.
Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
j.
Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. Pegawai
Negeri
yang
diangkat
menjadi
Pejabat
Negara
diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri, dan setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya. B. MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan maksud tersebut diperlukan Pegawai Negeri yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut di atas, diperlukan upaya meningkatkan manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 307]
Manajemen Pegawai Negeri Sipil perlu diatur secara menyeluruh dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam dalam penetapan formasi, pengadaan, pengembangan, penetapan gaji, dan program kesejahteraan, serta pemberhentian yang merupakan unsur dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil, baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dengan adanya keseragaman tersebut, diharapkan akan dapat diciptakan kualitas Pegawai Negeri Sipil yang seragam di seluruh Indonesia. Di samping memudahkan penyelenggaraan manajemen
kepegawaian,
manajemen
yang
seragam
dapat
pula
mewujudkan keseragaman perlakuan dan jaminan kepastian hukum bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil. 1. Tujuan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan tersebut diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang objektif terhadap kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya, maka dilaksanakan
adalah
sistem
pembinaan
karier
yang
harus
sistem pembinaan karier tertutup dalam arti
negara. Dengan sistem karier tertutup dalam arti negara, maka dimungkinkan
perpindahan
Pegawai
Departemen/Lembaga/Propinsi/Kabupaten/Kota
Negeri yang
Sipil
dari
lain
atau
sebaliknya, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh Pegawai Negeri Sipil merupakan satu-kesatuan, hanya tempat pekerjaannya yang berbeda.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 308]
2. Kebijaksanaan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Kebijaksanaan manajemen penetapan
norma,
pengembangan
standar,
kualitas
Pegawai
Negeri
prosedur,
sumber
daya
Sipil
mencakup
formasi,
pengangkatan,
Pegawai
Negeri
Sipil,
pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Oleh karena itu pengangkatan, pemindahan, serta pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. Untuk kelancaran pelaksanaan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangannya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat
dan menyerahkan sebagian
Pembina
Kepegawaian
Daerah
wewenangnya kepada Pejabat yang
diatur
dalam
Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2009. 3. Formasi dan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil a. Formasi Pegawai Negeri Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 jo. PP Nomor 54 Tahun 2003 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil, formasi Pegawai Negeri Sipil
didefinisikan sebagai jumlah dan
susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari : 1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah formasi bagi Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada satuan organisasi Pemerintah Pusat. Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh oleh Menteri yang bertanggung
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 309]
jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat. Formasi pegawai negeri untuk masing-masing satuan organisasi pemerintah pusat yang setiap tahunnya ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan aparatur negara. Penetapan formasi pegawai negeri sipil pusat dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa
Agung,
Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga
Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non
Departemen,
Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan
merupakan
bagian
dari
Departemen/Lembaga
Pemerintah Non Departemen. 2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah formasi Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada satuan organisasi Pemerintah Daerah. Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah. Formasi untuk suatu satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi, ditetapkan oleh Gubernur selaku Pejabat Pembina Kepegawaian
Daerah
Propinsi.
Formasi
untuk
satuan
organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten ditetapkan oleh Bupati dan formasi untuk satuan organisasi Pemerintah Daerah Kota ditetapkan oleh Walikota masing-masing selaku Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 310]
Organisasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor
97
Tahun 2000 adalah alat untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu. Karena tugas pokok dapat berkembang dari waktu ke waktu, maka jumlah dan mutu Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok. Perkembangan tugas pokok dapat mengakibatkan makin besarnya jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan, dan sebaliknya, dapat pula mengakibatkan makin sedikitnya Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan karena kemajuan teknologi di bidang peralatan. Formasi masing-masing satuan organisasi negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia dengan memperhatikan norma,
standar,
dan
prosedur
yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah. Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan: jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu, prinsip pelaksanaan pekerjaan, dan peralatan yang tersedia. Jenis pekerjaan adalah macam-macam pekerjaan yang harus
dilakukan
melaksanakan
oleh tugas
suatu
satuan
pokoknya,
organisasi
misalnya
dalam
pekerjaan
pengetikan, pemeriksaan perkara, penelitian, perawatan orang sakit, pengukuran, pemetaan, pemeriksaan berkas dan lainlain. Sifat pekerjaan yang berpengaruh dalam
penetapan
formasi adalah sifat pekerjaan dalam kaitannya dengan waktu. Menurut sifatnya, ada pekerjaan yang penyelesaiannya dapat dilakukan dalam jam kerja saja, yaitu pada hari kerja normal selama
8
(delapan)
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 311]
jam
sehari,
misalnya
pekerjaan
ketatausahaan, perawatan pekarangan dan yang sejenis dengan itu.
Sebaliknya ada pula pekerjaan yang harus
dilakukan 24 (dua puluh empat) jam terus menerus, misalnya pemadam kebakaran, penjaga mercusuar dan sejenisnya. Pekerjaan yang harus dilakukan 24 jam terus menerus tentu saja memerlukan pegawai yang lebih banyak. Analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu, adalah frekwensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Hasil perkiraan beban kerja masingmasing satuan organisasi tersebut, dijadikan sebagai dasar penetapan perkiraan kapasitas seorang pegawai negeri sipil untuk
selanjutnya
digunakan
dalam
menentukan
jumlah
pegawai yang diperlukan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau berdasarkan pengalaman. Prinsip pelaksanaan pekerjaan sangat besar pengaruhnya dalam
menentukan
formasi.
Karena
dengan
prinsip
pelaksanaan pekerjaan ini dapat ditentukan perlu atau tidaknya mengangkat pegawai untuk jenis pekerjaan tertentu. Misalnya untuk pekerjaan membersihkan ruangan (cleaning service), apabila menurut prinsip pelaksanaannya harus dikerjakan sendiri oleh satuan organisasi yang bersangkutan, maka harus diangkat pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Sebaliknya apabila pekerjaan itu dapat diborongkan pada pihak ketiga, maka tidak perlu diangkat pegawai untuk pekerjaan membersihkan ruangan. Peralatan yang tersedia atau diperkirakan akan tersedia dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok akan
mempengaruhi
penentuan
jumlah
pegawai
yang
diperlukan, karena pada umumnya makin tinggi mutu peralatan yang ditemukan dan tersedia dalam jumlah yang memadai
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 312]
dapat mengakibatkan makin sedikit jumlah pegawai yang diperlukan. 3) Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah proses kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong, yang pada umumnya disebabkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, meninggal dunia, mutasi jabatan, dan adanya pengembangan organisasi. Berkenaan dengan hal tersebut, maka pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan atas dasar kebutuhan, baik dalam arti jumlah dan mutu pegawai, maupun kompetensi jabatan yang diperlukan. Pengadaan perencanaan,
Pegawai
Negeri
pengumuman,
Sipil
dilakukan
pelamaran,
mulai
dari
penyaringan,
pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Lowongan formasi Pegawai Negeri Sipil diumumkan seluasluasnya oleh pejabat yang berwenang dengan dicantumkan: 1) Jumlah dan jenis jabatan yang lowong; 2) Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar; 3) Alamat dan tempat lamaran ditujukan; dan 4) Batas waktu pengajuan lamaran. Pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan telah diberikan nomor identitas Pegawai Negeri Sipil, diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang. Pengangkatan tersebut dilakukan dalam tahun anggaran berjalan dan penetapannya tidak boleh berlaku surut. Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima surat keputusan pengangkatan, segera melapor selambat-lambatnya 1 (satu) bulan pada satuan organisasi untuk melaksanakan tugas. Golongan ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, adalah :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 313]
1) Golongan ruang I/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat; 2) Golongan ruang I/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat; 3) Golongan ruang II/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I, atau yang setingkat; 4) Golongan ruang II/b bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II; 5) Golongan ruang II/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III; 6) Golongan ruang III/a bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV; 7) Golongan ruang III/b bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara; 8) Golongan ruang III/c bagi yang pada saat melamar serendahrendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah Doktor (S3). Ijazah tersebut adalah Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi negeri dan/atau Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi swasta yang telah diakreditasi oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 314]
Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi di luar negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan Ijazah dari sekolah atau perguruan tinggi negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan. 4) Pengujian Kesehatan Pegawai Negeri Sipil Dalam rangka usaha mencapai kesempurnaan PNS perlu dijamin dan dipelihara kesegaran dan kesehatan jasmani serta rohaninya, oleh sebab itu perlu diadakan pengujian kesehatan secara
tertib
teratur
dan
berkelanjutan
agar
PNS
dapat
melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna. Yang berwenang menguji kesehatan PNS adalah : 1) Dokter Penguji Tersendiri, yaitu melakukan pengujian kesehatan: a. CPNS yang akan diangkat menjadi PNS golongan ruang II/d ke bawah. b. Pelajar/mahasiswa yang akan menuntut pelajaran dalam rangka ikatan dinas dengan Pemerintah. 2) Tim Penguji Kesehatan yaitu melakukan pengujian kesehatan : a. CPNS yang akan diangkat menjadi PNS golongan ruang III/a ke atas. b. Pegawai Negeri Sipil yang :
Menurut pendapat pejabat yang berwenang tidak dapat melanjutkan pekerjaannya karena kesehatan.
Oleh pejabat yang berwenang dianggap memperlihatkan tanda-tanda suatu penyakit/kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan atau lingkungan kerjanya.
3) Tim Khusus Penguji Kesehatan. 4. Kepangkatan,
Jabatan,
Pengangkatan,
Pemberhentian a. Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil [UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 315]
Pemindahan
dan
Pangkat
adalah
kedudukan
yang
menunjukkan
tingkat
seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara. Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan. Ketentuan mengenai kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2000 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002. Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. 1) Kenaikan Pangkat Reguler Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan. Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang : a) Melaksanakan
tugas
belajar
dan
sebelumnya
tidak
menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; b) Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induk dan tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu. Kenaikan pangkat reguler dapat diberikan setingkat lebih tinggi apabila : a) Sekurangnya-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; b) Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 316]
Kenaikan pangkat reguler bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan sampai dengan : a) Pengatur Muda, golongan ruang II/a bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar; b) Pengatur, golongan ruang II/c bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; c) Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Pertama; d) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3 Tahun, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 Tahun, Ijazah Diploma I atau Ijazah Diploma II; e) Penata, golongan ruang III/c bagi yang memiliki Ijazah Sekolah Pendidikan Guru Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah
Sarjana
Muda,
Ijazah
Akademi
atau
Ijazah
Bakaloreat; f)
Penata Tingkat I, golongan ruang III/d bagi yang memiliki Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV;
g) Pembina, golongan ruang IV/a bagi yang memiliki Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, Ijazah Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara; h) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b bagi yang memiliki ijazah Doktor (S3). 2) Kenaikan Pangkat Pilihan Kenaikan
pangkat
pilihan
adalah
kepercayaan
dan
penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi. Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 317]
a) Menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; b) Menduduki
jabatan
tertentu
yang
pengangkatannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden; c)
Menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d) Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara; e) Diangkat menjadi pejabat negara; f)
Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar atau Ijazah;
g) Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu; h) Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; i)
Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki dalam jabatan
struktural dan pangkatnya masih 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi, apabila : a) Telah 1 (satu) tahun dalam pangkat yang dimilikinya; b) Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam jabatan struktural yang didudukinya; c)
Setiap unsur Penilaian Prestasi Kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional
tertentu, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila : a) Sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; b) Telah memenuhi angka kredit yang ditentukan; c)
Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya Bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 318]
Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat, apabila : a) Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; b) Setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat. Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh : a) Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Muda Tingkat I, golongan ruang I/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Juru, golongan ruang I/c; b) Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Lanjutan Tingat Atas, Diploma I atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Tingkat I, golongan ruang
I/d ke bawah, dapat
dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda, golongan ruang II/a; c)
Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang
II/a ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b; d) Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi atau Ijazah Diploma III dan masih berpangkat
Pengatur Muda Tingkat I,
golongan ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur, golongan ruang II/c; e) Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 319]
Pengatur Tingkat I, golongan ruang
II/d ke
bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; f)
Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang
III/a ke bawah, dapat dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; g) Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c. Kenaikan pangkat sehubungan dengan perolehan Surat Tanda Tamat Belajar/ijazah tersebut dapat diberikan apabila : a) Diangkat dalam jabatan/diberi tugas yang memerlukan pengetahuan/keahlian yang sesuai dengan Ijazah yang diperoleh; b) Sekurang-kurangnya telah 1(satu) tahun dalam pangkat terakhir; c)
Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir;
d) Memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang menduduki jabatan fungsional tertentu; e) Lulus Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat. Pegawai Negeri Sipil yang sedang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila : a) Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir; b) Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas belajar apabila telah lulus dan memperoleh :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 320]
a) Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau Ijazah Diploma II dan masih berpangkat Pengatur Muda, golongan ruang
II/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi
Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b; b) Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi atau Ijazah Diploma III dan masih berpangkat golongan ruang
Pengatur Muda Tingkat I,
II/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya
menjadi Pengatur, golongan ruang II/c; c)
Ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV dan masih berpangkat
Pengatur Tingkat I, golongan ruang
II/d ke
bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a; d) Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat Penata Muda, golongan ruang
III/a ke
bawah, dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b; e) Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Tingkat I, golongan ruang
Penata Muda
III/b ke bawah, dinaikkan
pangkatnya menjadi Penata, golongan ruang III/c. 3) Kenaikan Pangkat Anumerta a) Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas, diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi. Kenaikan pangkat tersebut berlaku mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tewas. b) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan tewas dan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud butir di atas. 4) Pangkat Pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau akan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 321]
mencapai batas usia pensiun, dapat diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi, apabila : a) Memiliki masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil selama: (1) Sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun secara terus-menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) bulan dalam pangkat terakhir; (2) Sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; (3) Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun secara terusmenerus dan sekurang-kurangnya telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir. b) Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; c)
Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat dalam 1 (satu) tahun terakhir;
b. Jabatan Pegawai Negeri Sipil Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi Negara. Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah disebut sebagai Jabatan Karier yaitu jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan. Jabatan yang dipegang oleh seorang Pegawai Negeri Sipil diatur dalam suatu pola jenjang karier yang menggambarkan alur pengembangan
karier
dan
menunjukkan
keterkaitan
dan
keserasiannya dengan pangkat, pendidikan dan latihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam golongan tertentu sampai dengan pensiun. Pola jenjang karier Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia diatur
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 322]
dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional 1 Tahun 2013. 1) Jabatan Struktural Jabatan Struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Jabatan Struktural dan Eselon Pegawai Negeri Sipil terdiri dari : (a) Jabatan struktural eselon I pada instansi Pusat ditetapkan oleh
Presiden
atas
usul
Pimpinan
Instansi
setelah
mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. (b) Jabatan struktural eselon II ke bawah pada instansi Pusat ditetapkan oleh Pimpinan Instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. (c) Jabatan struktural eselon I ke bawah di Propinsi dan jabatan struktural eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. (d) Penetapan eselon ditetapkan berdasarkan penilaian atas bobot tugas, tanggung jawab, dan wewenang. Eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dan jenjang pangkat untuk setiap eselon tersebut adalah :
No 1 2 3
Jenjang Pangkat, Golongan/Ruang Terendah Tertinggi Eselon Gol/ Gol/ Pangkat Pangkat Ruang Ruang Pembina Utama Ia IV/d Pembina Utama IV/e Madya Ib Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama IV/e Pembina Utama IIa Pembina Utama Muda IV/c IV/d Madya
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 323]
IV/a
Pembina Utama Muda Pembina Tk.I
IV/b
Penata Tk. I
III/d
Pembina
IV/a
Iva
Penata
III/c
Penata Tk. I
III/d
8
IVb
Penata Muda Tk. I
III/b
Penata
III/c
9
Va
Penata Muda
III/a
Penata Muda Tk. I
III/b
4
IIb
Pembina Tk. I
5
IIIa
Pembina
6
IIIb
7
IV/b
IV/c
Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural diatur dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 100 Tahun 2000 yang telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang dan Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural wajib dilantik dan mengucapkan sumpah di hadapan pejabat yang berwenang. Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan dengan prinsip orang yang tepat pada jabatan yang tepat sesuai dengan kepentingan tugas, organisasi, dan karier yang bersangkutan melalui penilaian berdasarkan nilai skor matrik terhadap unsur-unsur penilaian sebagai berikut : a. Kepangkatan/Golongan; b. Lama dalam Kepangkatan/Golongan; c. Pendidikan Formal; d. Pengalaman dalam jabatan; e. Pengalaman Penempatan; f.
Pengalaman memimpin/melaksanakan kegiatan di luar jabatan struktural;
g. Pendidikan dan Pelatihan Struktural; h. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional; i.
Pendidikan dan Pelatihan Teknis;
j.
Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 324]
k. Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil; l.
Penghargaan Satya Lencana Karya Satya;
m. Penghargaan lainnya; dan/atau n. Usia. Selain dari unsur penilaian tersebut diatas, juga dilakukan penilaian terhadap kemampuan manajemen yang meliputi integritas, kompetensi dan komitmen. Pengangkatan dalam jabatan dilaksanakan secara berjenjang dan transparan sesuai dengan pola jenjang karier dengan menitikberatkan pada sistem prestasi kerja. Pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dilakukan dengan mempertimbangkan tipe kantor. Tipe kantor tersebut didasarkan atas parameter antara lain : a. Anggaran; b. Pelayanan; c. Sumber Daya Manusia; dan/ atau d. Infrastuktur. Tipe kantor sebagaimana dimaksud pada point a pada Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan dikategorikan dalam 3 (tiga) tipe yaitu tipe A, tipe B, dan Tipe C. Syarat umum untuk menduduki suatu jabatan struktural pada setiap jenjang jabatan struktural adalah sebagai berikut : a.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
Sehat Jasmani dan Rohani;
c.
Memiliki kemampuan manajerial, kemampuan teknis fungsional dan kecakapan serta pengalaman yang diperlukan;
d.
Memiliki integritas kepribadian yang tinggi;
e.
Memiliki potensi untuk berkembang;
f.
Memiliki dedikasi dan tanggung jawab terhadap tugas dan organisasinya;
g.
Mampu menjaga reputasi diri dan instansinya;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 325]
h.
Berprestasi dalam melaksanakan tugas;
i.
Daftar Urut Kepangkatan (DUK) menjadi pertimbangan;
j.
Mengikuti pendidikan struktural menjadi pertimbangan;
k.
Mengikuti pendidikan teknis menjadi pertimbangan;
l.
Seluruh unsur penilaian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan 2 (dua) tahun terakhir berturut-turut memperoleh kualifikasi baik dan khusus unsur kesetiaan minimal sangat baik;
m. Hasil uji kompetensi/psikotest dipertimbangkan; dan n.
Tidak
sedang
menjalani
hukuman
disiplin
(dalam
proses
pemeriksaan). Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan
tersebut.
Pegawai
Negeri
Sipil
yang
telah
memenuhi
persyaratan kompetensi jabatan struktural tertentu dapat diberikan sertifikat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh instansi pengendali serta dianggap telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang dipersyaratkan untuk jabatan tersebut.
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Dari Jabatan Struktural Beberapa faktor pejabat struktural yang diberhentikan dari jabatan strukturalnya yaitu : 1.
Melaksanakan tugas belajar;
2.
Melaksanakan cuti di luar tanggungan Negara (CTLN);
3.
Dipekerjakan atau diperbantukan pada kementerian/lembaga;
4.
Dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan;
5.
Menolak pelaksanaan keputusan pengangkatan dalam jabatan struktural;
6.
Mengikuti pemilihan kepala daerah;
7.
Sakit permanen yang direkomendasikan oleh dokter yang ditunjuk;
8.
Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
9.
Diberhentikan dengan tidak hormat;
10. Dialih tugaskan pada instansi lain.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 326]
Pemberhentian ditetapkan
dengan
sebagaimana
pada
faktor
keputusan
Pejabat
Pembina
tersebut
diatas
Kepegawaian.
Pemberhentian pada point 1 sampai dengan 6, dapat dipertimbangkan kembali untuk pengangkatan dalam jabatan struktural.
Perpindahan Jabatan atau Wilayah Kerja Staf dan pejabat Eselon IV, Eselon III, atau Eselon II di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dapat diangkat atau dipindahkan dalam jabatan struktural pada Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan tipe A, tipe B, atau tipe C sesuai dengan ketentuan syarat umum dan syarat khusus pengangkatan dalam jabatan struktural. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mempunyai kewenangan untuk mengangkat staf khusus sesuai kebutuhan. Staf khusus ini dapat berasal dari lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau dari luar. Pemindahan wilayah kerja Pegawai Negeri Sipil yang tidak menduduki jabatan struktural dilakukan secara terencana, konsisten dan berkelanjutan. Dan hal ini dapat dipertimbangkan apabila yang bersangkutan telah bertugas paling kurang 4 (empat) tahun pada unit kerjanya, kecuali : 1. Mengikuti suami; dan/ atau 2. Pindah antar provinsi kecuali Pulau Jawa dan Bali. Apabila Pegawai Negeri Sipil telah menjalankan tugasnya lebih dari 4 (empat) tahun, wajib untuk dipindahkan. Perpindahan wilayah kerja dapat dilakukan : 1. Antar unit kerja di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; 2. Antar unit kerja di Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan; 3. Antar Kantor Pertanahan yang wilayah kerjanya berbatasan. Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan tugas belajar, tidak diperkenankan untuk pindah wilayah kerja dan pemindahan wilayah
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 327]
kerja tersebut dapat dipertimbangkan apabila yang bersangkutan telah menyelesaikan tugas belajar dan telah melaksanakan tugas ditempat semula paling kurang 2 (dua) tahun, kecuali dibutuhkan untuk keperluan dinas berdasarkan pertimbangan Pejabat Eselon I yang membawahinya.
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik
Indonesia
membentuk Baperjakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Susunan keanggotaan Baperjakat terdiri dari : Ketua merangkap anggota
: Sekretaris Utama;
Anggota
: 1. Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan; 2. Deputi
Bidang
Pendaftaran
Hak
Tanah,
Tanah
dan
Pemberdayaan Masyarakat; 3. Deputi
Bidang
Pengaturan
dan
Pengendalian Pertanahan; 4. Deputi Bidang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum; dan 5. Deputi
Bidang
Penanganan
sengketa dan Perkara Pertanahan. Sekretaris bukan anggota
: Kepala Biro Organisasi Kepegawaian.
Rapat Baperjakat dapat dipimpin langsung oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia apabila ada hal yang mendesak dan Sekretariat Baperjakat yang berkedudukan di Biro Organisasi Kepegawaian ikut serta membantu dalam pelaksanaan rapat Baperjakat. Sekretariat Baperjakat tersebut terdiri dari : Ketua
:
Kepala Bagian Mutasi Kepegawaian;
Anggota
:
1. Kepala Sub Bagian Mutasi Wilayah I; 2. Kepala Sub Bagian Mutasi Wilayah II; 3. Kepala Sub Bagian Mutasi Wilayah III.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 328]
Kepala Kantor Wilayah membentuk Tim Pembantu Baperjakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Susunan keanggotan Tim Baperjakat ini terdiri dari : Ketua merangkap anggota
: Kepala Bagian Tata Usaha;
Anggota
: 1. Kepala Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan; 2. Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah 3. Kepala Bidang Pengaturan dan Pentaan Pertanahan; 4. Kepala
Bidang
Pertanahan
dan
Pengendalian Pemberdayaan
Masyarakat; dan 5. Kepala
Bidang
Pengkajian
dan
Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Sekretaris bukan anggota
: Kepala Sub Bagian Kepegawaian
Hasil rapat Tim Pembantu Baperjakat disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan. 2) Jabatan Fungsional (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013) Jabatan fungsional merupakan kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keterampilan tertentu dan untuk kenaikan pangkatnya tidak diisyaratkan dengan angka kredit. Tujuan Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Umum adalah : a) Untuk menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang
Pegawai
Negeri
Pertanahan Nasional R.I;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 329]
Sipil
di
lingkungan
Badan
b) Sebagai dasar dalam melaksanakan penilaian prestasi kerja, penentuan Diklat serta pelaksanaan pola jenjang karier Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I. Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Umum bagi Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan sesuai dengan syarat Jabatan Fungsional Umum yang dilamar. Perpindahan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I yang menduduki Jabatan Fungsional Umum dapat dilaksanakan secara : a) Perpindahan Jabatan Fungsional Umum secara vertikal, dilaksanakan terhadap Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I yang akan menduduki Jabatan Fungsional Umum setingkat lebih tinggi dalam satu jenis yang sama, sesuai dengan syarat Jabatan Fungsional Umum dengan memperhatikan pangkat dan golongan. b) Perpindahan Jabatan Fungsional Umum secara horizontal, dilaksanakan terhadap Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I yang akan menduduki Jabatan Fungsional Umum yang berbeda dan setingkat dengan jabatan Fungsional Umum yang sebelumnya, sesuai dengan syarat Jabatan Fungsional Umum. c) Perpindahan Jabatan Fungsional Umum secara diagonal, dilaksanakan terhadap Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I dari Jabatan Fungsional Umum yang akan menduduki Jabatan Fungsional Tertentu atau Jabatan
Struktural
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan. Perpindahan Jabatan Fungsional Umum dilaksanakan dengan memperhatikan pendidikan/Diklat yang telah diikuti/keterampilan
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 330]
tertentu yang dimiliki, sesuai dengan tingkat atau jenis jabatan Fungsional Umum yang akan diduduki. Jabatan Fungsional Tertentu adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab,
wewenang,
dan
hak
seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan untuk kenaikan jabatan dan pangkatnya disyaratkan dengan angka kredit. Jabatan Fungsional Tertentu di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yaitu : a. Jabatan Fungsional
Peneliti
berada di bawah
susunan
organisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) dengan
Instansi
Pembina
Lembaga
Ilmu
Pengetahuan
Indonesia (LIPI), usia pensiun seorang peneliti dapat mencapai 65 tahun. b. Jabatan Fungsional Widyaiswara berada di bawah susunan organisasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) dengan Instansi Pembinanya Lembaga Administrasi Negara (LAN), usia pensiun seorang widyaiswara dapat mencapai 65 tahun. c.
Jabatan
Fungsional
Auditor
berada
di
bawah
susunan
organisasi Inspektorat Jenderal dengan Instansi Pembina BPKP, usia pensiun seorang Auditor dapat mencapai 60 tahun. d. Jabatan
Fungsional
Dosen
Sekolah
Tinggi
Pertanahan
Nasional (STPN) berada di bawah susunan organisasi STPN dengan
Instansi
Pembina
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan/Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, usia pensiun seorang Dosen dapat mencapai 65 tahun. e. Jabatan Fungsional Surveyor Pemetaan berada di bawah susunan organisasi Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, Direktorat Pengukuran
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 331]
dan Pemetaan
Kadastral,
Direktorat
Survei
dan
Pemetaan
Tematik,
Direktorat
Penatagunaan Tanah yang berada di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, serta Bidang dan/atau Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan yang berada di Kantor Wilayah Provinsi dan Kantor Pertanahan dengan Instansi Pembina Badan Informasi Geospasial, dengan usia pensiun seorang Surveyor Pemetaan dapat mencapai 60 tahun. f.
Jabatan Fungsional Pustakawan berada di bawah susunan organisasi yang memiliki fasilitas perpustakaan seperti di STPN dan/atau Puslitbang dengan Instansi Pembina Perpustakaan Nasional dengan usia pensiun Pustakawan dapat mencapai 65 tahun.
c. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil 1) Pemberhentian Sementara (Schorsing) a) Pemberhentian sementara Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966, sebagai berikut : (1)
Untuk kepentingan Negeri
yang
peradilan seorang Pegawai
didakwa
kejahatan/pelanggaran
telah jabatan
melakukan dan
suatu
berhubungan
dengan itu oleh pihak yang berwajib dikenakan tahanan sementara, mulai saat penahanannya harus dikenakan pemberhentian sementara. (2)
Pegawai Negeri yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran
hukum pidana yang tidak
menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan
kepercayaan
atas
diri
pegawai
yang
bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 332]
pegawai
itu,
mulai
saat
penahanannya
harus
dikenakan pemberhentian sementara. b) Hak
Gaji
Pegawai
Negeri
Sipil
yang
diberhentikan
sementara : (1)
Yang ditahan oleh pihak berwajib karena didakwa telah
melakukan
suatu
kejahatan/pelanggaran
jabatan ditentukan sebagai berikut : (a) Jika terdapat petunjuk - petunjuk yang cukup meyakinkan
bahwa
ia
telah
melakukan
pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan
berikutnya
ia
diberhentikan,
diberikan
bagian gaji sebesar 50 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir. (b) Jika belum terdapat petunjuk - petunjuk yang jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan, diberikan bagian gaji sebesar 75 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir. (2)
Yang ditahan oleh pihak berwajib karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan sementara diberikan gaji sebesar 75 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
c) Tindakan kepegawaian setelah pemeriksaan. (1)
Jika setelah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib seseorang Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara ternyata tidak bersalah maka pegawai tersebut harus segera diangkat dan dipekerjakan kembali pada jabatannya semula.
(2)
Jika setelah pemeriksaan dimaksud pegawai yang bersangkutan ternyata bersalah maka :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 333]
(a) Bagi pegawai yang diberhentikan sementara karena
didakwa
telah
kejahatan/pelanggaran
melakukan
jabatan,
harus
suatu diambil
tindakan pemberhentian, sedangkan pembayaran gaji
berikut
tunjangan-tunjangan
yang
telah
dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali. (b) Terhadap pegawai yang diberhentikan sementara karena
didakwa
pelanggaran
telah
hukum
melakukan
pidana
yang
suatu tidak
berhubungan dengan jabatan jika perlu diambil tindakan, harus diambil tindakan sesuai dengan pertimbangan/keputusan hakim yang mengambil keputusan dalam perkara yang menyangkut diri pegawai yang bersangkutan. (3)
Pemberhentian seorang Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan bersalah ditetapkan mulai akhir bulan keputusan
pengadilan
yang
telah
mempunyai
kekuatan hukum yang pasti. 2) Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994, pemberhentian terdiri dari 2 jenis yaitu : a) Pemberhentian
PNS
adalah
pemberhentian
yang
mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. b) Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan organisasi negara tetapi masih tetap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dikelompokan dalam 2 sebutan yaitu : a) Pemberhentian dengan hormat
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 334]
Pemberhentian
dengan
hormat
apabila
alasan -
alasannya sebagai berikut : (1) Atas permintaannya sendiri; (2) Pindah ke Instansi Pemerintah di luar lingkungannya; (3) Karena mencapai batas usia pensiun; (4) Karena adanya penyederhanaan organisasi; (5) Karena tidak cakap jasmani dan rohani; (6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia; (7) Pegawai Negeri Sipil yang hilang; (8) Pemberhentian karena hal-hal lain (habisnya cuti di luar tanggungan Negara tetapi tidak melapor, atau melapor tapi tidak ada formasi); (9) Calon PNS tidak memenuhi syarat untuk
diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil, dikarenakan : - mengajukan permohonan berhenti; - tidak memenuhi syarat kesehatan; - tidak lulus Diklat Prajabatan; - tidak menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas; - menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang dapat mengganggu lingkungan pekerjaan; - dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat; - menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. b) Pemberhentian tidak dengan hormat Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil karena melanggar kepentingan dinas dan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain karena: (1) Melanggar
sumpah/janji
Pegawai
Negeri
Sipil,
sumpah/janji jabatan pegawai negeri atau melakukan pelanggaran peraturan disiplin yang berat.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 335]
(2) Dihukum penjara, berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja
melakukan sesuatu tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun, atau diancam dengan hukuman yang lebih berat. (3) Melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan (Pasal 413 sampai dengan Pasal 436 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). (4) Melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (tindak kejahatan terhadap negara, kejahatan yang menghina martabat Presiden dan Wakil Presiden, kejahatan terhadap Negara dan Kepala sahabat,
Negara / Wakil Kepala Negara
kejahatan mengenai perlakuan kewajiban
Negara, hak-hak negara dan kejahatan terhadap ketertiban umum). (5) Melakukan
usaha
atau
kegiatan
yang
bertujuan
mengubah Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945, atau terlibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah. (6) Calon Pegawai Negeri Sipil yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil yang disebabkan karena : -
pada waktu melamar dengan sengaja memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar;
-
dihukum keputusan
penjara
atau
pengadilan
kurungan yang
sudah
berdasarkan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan atau
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 336]
tindak pidana kejahatan yang ada hubungangnya dengan jabatan/tugasnya. 5. Sumpah, Kode Etik dan Disiplin Pegawai Negeri Sipil a. Sumpah Pegawai Negeri Sipil Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengangkatannya menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah/janji yang susunan kata-katanya sebagai berikut : Demi Allah, saya bersumpah/berjanji : bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundangundangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa
mengutamakan
kepentingan
Negara
daripada
kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara. Pengucapan sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui pemerintah, yakni : 1) diawali dengan ucapan “Demi Allah” untuk penganut agama Islam; 2) diakhiri dengan ucapan “Semoga Tuhan menolong saya” untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik; 3) diawali dengan ucapan “Om atah Paramawisesa” untuk penganut agama Hindu; dan
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 337]
4) diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Budha” untuk penganut agama Budha. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk memangku sesuatu jabatan tertentu wajib mengangkat Sumpah/Janji Jabatan Negeri. b. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan Pelayan Publik adalah pejabat, pegawai atau petugas yang bertugas melaksanakan tindakan
atau
serangkaian
tindakan
pelayanan
publik
dan
pelayanan internal di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I. Penyelenggara Pelayanan Publik adalah pimpinan unit/satuan kerja
di lingkungan
Badan Pertanahan
Nasional R.I
yang
melakukan pelayanan publik dan pelayanan internal. Kode Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Kode
Etik
dimaksudkan
sebagai
bagian
dari
upaya
meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan pegawai kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
kualitas
Pelayan
Publik
dan
Penyelenggara
dalam
melaksanakan tugas. Norma kepribadian yang wajib dipedomani oleh setiap Pelayan Publik dan Penyelenggara Pelayanan Publik dalam kehidupan pribadi, berkeluarga dan bermasyarakat adalah :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 338]
1) Jujur, yaitu senantiasa dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakan; 2) adil, yaitu bersikap netral, tidak memihak dan mngutamakan asaz keadilan; 3) integritas, yaitu kukuh bersikap dan bertindak membela kebenaran yang bermartabat dan bertanggung jawab; 4) sederhana, yaitu wajar/tidak berlebihan dalam bersikap dan berpenampilan serta berperilaku; 5) lugas, yaitu bersikap dan bertindak secara rasional dan tegas dalam membela kebenaran; 6) transparan, yaitu terbuka menyampaikan informasi yang sifatnya wajib dijleaskan kepada yang berkepentingan; dan 7) menghormati dan menghargai martabat dan hak sesama manusia. Dalam kedinasan setiap Pelayan Publik dan Penyelenggara waj ibmengembangkan kemampuan diri sebagai berikut : 1) Professional, yaitu senantiasa mendasari dan menerapkan kemampuan sesuai keahlian profesi; 2) Berkapasitas/capable,
yaitu
memiliki
pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang handal sesuai dengan tugas profesinya; 3) Berani, yaitu melakukan tindakan dalam penugasan sesuai batas kewenangannya; 4) Tangguh,
yaitu
memiliki
ketahanan
yang
kuat
dalam
menghadapi berbagai godaan, tantangan, ancaman dalam penugasan; 5) Tangkas, yaitu mampu melksanakan tugas dengan cepat, tepat dan akurat; 6) Cermat, yaitu mampu bertindak dengan teliti dan penuh perhitungan; 7) Jeli,
yaitu
memiliki
ketajaman
permasalahan dan pemecahannya;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 339]
dalam
menganalisis
8) Independen, yaitu memiliki kemandirian yang tidak mudah dipengaruhi; 9) Loyal, yaitu setia kepada tugas, pimpinan maupun institusi; 10) Berdedikasi, yaitu memiiki semangat pengabdian yang tinggi kepada institusi. Setiap
Pelayan
Publik
dan
Penyelenggara
dalam
melaksanakan tugasnya di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia wajib : 1) Mematuhi
segala
peraturan
kedinasan
dan
perundang-
undangan yang berlaku; 2) Melaksanakan tugas dan kewajiban secara professional dan bertanggung jawab; 3) Melaksanakan tugas
pokok
dan
fungsi
sesuai
Standar
Operasional Prosedur (SOP); 4) Bertanggung jawab atas pelaksanaan setiap penugasan sesuai batas kewenangannya; 5) Melaksanakan tugas dengan senantiasa berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat; 6) Melaksanakan mengindahkan
tugas norma
dan
kewajiban
agama,
dengan
kesusilaan
dan
senantiasa nilai-nilai
kemanusiaan; 7) Mengembangkan kemampuan diri dan berusaha meningkatkan prestasi kerja; 8) Menjaga nama baik institusi dan melakukan perbuatan terpuji; 9) Menjaga rahasia negara dan institusi sesuai dengan peraturan kedinasan dan peraturan perundang-undangan; 10) Melaporkan harta kekayaan, bagi yang wajib menyampaiakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN); dan 11) Melaporkan gratifikasi pada Komisi Pemberantasan Korupsi selambat-lambatnya 30 hari setelah diterima.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 340]
Dalam melaksanakan tugas di lingkungan Badan Pertanahan Nasional
Republik
Indonesia
setiap
Pelayan
Publik
dan
Penyelenggara dilarang: 1) Menyalahgukan kewenangan jabatan secara langsung atau tidak langsung; 2) Melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); 3) Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian masyarakat; 4) Membocorkan rahasia negara; 5) Membocorkan informasi/dokumen yang wajib dirahasiakan; 6) Melakukan persekongkolam dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya atau di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia umumnya dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan bangsa dan negara; 7) Melakukan
perbuatan
yang
dapat
mencemarkan
nama
lembaga atau negara; 8) Menggunakan fasilitas kantor diluar kepentingan kedinasan; 9) Menggunakan inventaris negara untuk kepentingan pribadi; dan 10) Menghilangkan atau merusak barang/dokumen aset negara. Setiap
Pelayan
Publik
dan
Penyelenggara
dalam
melaksanakan tugas Pelayanan Publik wajib : 1) Melaksanakan pelayanan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP); 2) Melayani dengan empati, sopan, santun dan tanpa pamrih; 3) Melayani secara cermat, cepat, tepat dan tidak mempersulit; 4) Memberikan pelayanan secara adil dan tidak diskriminatif; 5) Memberikan pelayanan dengan transparan, mencakup aspekaspek prosedur, perasyaratan, pendataan, pembiayaan dan target penyelesaian;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 341]
6) Bersikap simpatik, terbuka dan menerima saran, kritik, keluhan atau keberatan dari penerima manfaat layanan; 7) Menerapkan pungutan biaya/tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 8) Memberikan pelayanan yang memberi kemanfaatan kepada masyarakat. Setiap Pelayan Publik dan Penyelenggara dalam melaksanakan tugas Pelayanan Publik dilarang : a. Melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) tanpa alasan yang sah; b. Memberikan pelayanan secara diskriminatif, memihak atau pilih kasih; c. Melakukan pungutan yang tidak sah dalam bentuk apapun; d. Meminta imbalan secara langsung maupun tidak langsung; e. Menerima sesuatu yang diluar ketentuan yang berlaku, seperti komisi, ucapan terimakasih, dan sumbangan tidak sah; f.
Bersikap arogan, menunjukkan kesombongan;
g. Melakukan tindakan yang mempersulit masyarakat; h. menyembunyikan informasi yang harus disampaikan kepada publik,
mengenai
aspek-aspek
prosedur,
persyaratan,
pendataan, pembiayaan dan target penyelesaian; dan i.
Memberikan pelayanan yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Pelayan Publik dan atau
Penyelenggara
yang
melakukan
pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral, yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat yang berwenang yaitu berupa pernyataan tertutup atau pernyataan terbuka. Pernyataan tertutup disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruangan tertutup yang hanya diketahui oleh pegawai yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan pernyataan serta pejabat lain yang terkait yang berpangkat tidak lebih rendah dari Pelayan Publik dan Penyelenggara yang bersangkutan.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 342]
Pernyataan terbuka disampaikan melalui forum-forum pertemuan resmi Pelayan Publik dan Penyelenggara, upacara bendera, media massa dan forum
lainnya yang dipandang sesuai. Dalam
pernyataan sanksi moral, harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pelayanan Publik dan Penyelenggara. Pelayan
Publik
dan
Penyelenggara
yang
melakukan
pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral, dapat dikenakan
tindakan
administratif
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan, atas rekomendasi majelis kode Etik, dan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pelayan Publik dan Penyelenggara yang dikenai sanksi moral dan atau tindakan administratif dapat ditindaklanjuti
dengan
memproses
perkara
kepada
lembaga
peradilan umum apabila Pelayan Publik dan Penyelenggara melakukan perbuatan hukum dan atau melakukan tindakan pidana. c. Disiplin Pegawai Negeri Sipil ( PP Nomor 53 Th. 2010 ) Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. 1) Kewajiban dan Larangan Pegawai Negeri Sipil Tujuan PNS dikenakan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa terlebih dahulu dengan seksama terhadap PNS yang melakukan pelanggaran. Pelanggaran disiplin
terdiri
dari
2 (dua) hal,
yaitu
pelanggaran terhadap kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pelanggaran terhadap larangan.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 343]
Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang termasuk kewajiban dan larangan Pegawai Negeri Sipil adalah : a. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Setiap PNS wajib: (1)
Mengucapkan sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil;
(2)
Mengucapkan sumpah/janji jabatan;
(3)
Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
(4)
Menaati
segala
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan; (5)
Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
Pegawai
Negeri
Sipil
dengan
penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; (6)
Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
(7)
Mengutamakan
kepentingan
negara
daripada
kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; (8)
Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
(9)
Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
(10) Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil; (11) Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; (12) Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan; (13) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 344]
(14) Memberikan
pelayanan
sebaik-baiknya
kepada
masyarakat; (15) Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas; (16) Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan (17) Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. b. Larangan Pegawai Negeri Sipil Setiap PNS dilarang: (1) Menyalahgunakan wewenang; (2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain; (3) Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional; (4) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing; (5) Memiliki,
menjual,
membeli,
menggadaikan,
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah; (6) Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan
kerjanya
dengan
tujuan
untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; (7) Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 345]
(8) Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya; (9) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; (10) Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah
satu
pihak
yang
dilayani
sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; (11) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; (12) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan
Perwakilan
Rakyat,
Dewan
Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye; b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; (13) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara: a) Membuat
keputusan
menguntungkan
atau
dan/atau
tindakan
merugikan
salah
yang satu
pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap
pasangan
calon
yang
menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 346]
(14) Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah
dengan
cara
memberikan
surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan (15) Memberikan
dukungan
kepada
calon
Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: a) Terlibat
dalam
kegiatan
kampanye
untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b) Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; c) Membuat
keputusan
menguntungkan
atau
dan/atau
tindakan
merugikan
salah
yang satu
pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap
pasangan
calon
yang
menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. 2) Tingkat dan jenis hukuman disiplin PNS terdiri atas : a. Hukuman disiplin ringan, terdiri atas : - Teguran lisan. - Teguran tertulis. - Pernyataan tidak puas secara tertulis. b. Hukuman disiplin sedang, terdiri atas: - Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun. - Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 347]
- Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. c. Tingkat hukuman disiplin berat, terdiri atas : - Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun. - Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. - Pembebasan dari jabatan. - Pemberhentian dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri, sebagai PNS. - Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. 3) Pelanggaran dan Jenis Hukuman terhadap kewajiban mentaati ketentuan jam kerja Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan. a) Hukuman Disiplin Ringan
Teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja;
Teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan
Pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;
b) Hukuman Disiplin Sedang
Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja;
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 348]
Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima) hari kerja; dan
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja;
c) Hukuman Disiplin Berat
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) hari kerja;
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari kerja;
Pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 (empat puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil a) Perceraian
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 349]
(1)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan melakukan perceraian, wajib memperoleh izin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat.
(2)
PNS baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai penggugat, wajib memperoleh izin tertulis dari pejabat.
(3)
PNS baik pria maupun wanita yang akan melakukan perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat, wajib
memberitahukan
secara
tertulis
adanya
gugatan perceraian melalui saluran hierarki kepada pejabat untuk mendapat surat keterangan dalam waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah ia menerima gugatan perceraian. (4)
Suami sebagai
istri
yang
PNS
kedua-duanya
baik
dalam
berkedudukan
satu
lingkungan
departemen/instansi maupun tidak, masing-masing wajib memperoleh izin tertulis atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat. (5)
Alasan-alasan untuk dapat melakukan perceraian sebagai berikut: (a) Salah satu pihak berbuat zinah. (b) Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan. (c) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan
tanpa
alasan
yang
sah
serta
tanpa
memberikan nafkah lahir maupun batin atau karena hal lain diluar kemampuannya. (d) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau yang lebih berat secara terusmenerus setelah perkawinan berlangsung.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 350]
(e) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat lahir maupun batin yang membahayakan. (f) Terus-menerus
terjadi
perselisihan
dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi. (6)
Setiap atasan dan pejabat yang menerima surat pemberitahuan adanya gugatan perceraian wajib merukunkan kembali kedua belah pihak dan dapat memanggil atau meminta keterangan dari pihakpihak yang bersangkutan.
(7)
Pejabat harus memberikan surat keterangan untuk melakukan perceraian kepada setiap PNS yang menyampaikan
surat
pemberitahuan
adanya
gugatan. (8)
Apabila Pejabat dalam waktu yang ditentukan tidak juga menetapkan keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan keterangan
atau untuk
tidak
memberikan
surat
perceraian,
maka
melakukan
dalam hal ini pejabat tersebut dianggap telah menolak ijin perceraian. (9)
Apabila hal tersebut diatas (nomor 8) ternyata semata-mata merupakan kelalaian dari Pejabat.
(10) Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria, maka wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk bekas istri dan anak-anaknya dengan membuat pernyataan tertulis. (11) Hak atas bagian gaji untuk bagian istri tidak diberikan apabila perceraian terjadi karena istri terbukti telah berzinah
dan
atau
melakukan
kekejaman/penganiayaan berat baik lahir maupun bathin dan atau menjadi pemabuk, pemadat dan
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 351]
menjadi penjudi yang sukar disembuhkan dan atau telah meninggalkan suami selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin dan alasan yang sah atau karena hal diluar kemampuannya. (12) Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, hak atas bagian gaji tetap diberikan apabila alasan mengajukan gugatan cerai karena : (a) Dimadu; (b) Suami telah terbukti berzinah; (c) Suami terbukti telah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat lahir maupun bathin; (d) Suami menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan; (e) Suami meninggalkan istri selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin dan alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. b) Pegawai Negeri Sipil Pria yang Beristri Lebih dari Seorang (1)
PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh ijin tertulis lebih dahulu dari Pejabat.
(2)
Setiap atasan yang menerima surat permintaan ijin tersebut diatas, wajib memberikan pertimbangan.
(3)
Setiap Pejabat harus mengambil keputusan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan terhitung ia menerima surat permintaan ijin tersebut.
(4)
Apabila dalam waktu yang telah ditentukan Pejabat tidak menetapkan keputusan yang sifatnya tidak mengabulkan atau tudak menolak permintaan ijin tersebut, maka dalam hal demikian Pejabat tersebut dianggap telah menolak, tetapi apabila ternyata hal itu merupakan kelalaian dari Pejabat, maka Pejabat bersangkutan dikenakan hukuman disiplin.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 352]
c) Pegawai Negeri Sipil Wanita tidak Diijinkan Menjadi Istri Kedua/Ketiga/Keempat (1)
Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diijinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
(2)
Seorang wanita yang berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat
dilarang
menjadi
Pegawai
Negeri Sipil. d) Hidup Bersama Diluar Ikatan Perkawinan yang Sah (1) Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah. (2) Yang
dimaksud
hidup
bersama
di
luar
ikatan
perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami istri dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolaholah merupakan suatu rumah tangga. (3) Setiap Pejabat yang mengetahui atau menerima laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dilingkungannya melakukan hidup bersama seperti tersebut di atas, wajib memanggil untuk diperiksa. (4) Pemeriksaan tersebut harus dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). 5) Hal-hal yang perlu diketahui : a) Pejabat yang berwenang menghukum. b) Tata cara pemanggilan, pemeriksaan, penjatuhan hukuman dan penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin. c) Upaya Administratif yang terdiri dari keberatan dan banding administratif: - Hukuman
disiplin
yang
tidak
dapat
diajukan
upaya
administratif - Hukuman disiplin yang dapat diajukan keberatan - Hukuman disiplin yang dapat diajukan banding administratif d) Berlakunya Keputusan Hukuman Disiplin.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 353]
d. Gaji Pegawai Negeri Sipil 1) Setiap Pegawai Negeri Sipil berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji yang diterima oleh PNS harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. 2) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 3) Sistem Penggajian terdiri atas : a) Sistem Skala Tunggal yaitu sistem penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama. b) Sistem
Skala
Ganda
yaitu
sistem
penggajian
yang
menentukan besarnya gaji, bukan saja didasarkan pada pangkat,
tetapi
beratnya
juga didasarkan
tanggung
jawab
sifat yang
pekerjaan dipikul
dan dalam
melaksanakan pekerjaan. Untuk menentukan besarnya gaji, faktor kemampuan keuangan Negara merupakan faktor penentu. 4) Gaji Berkala a) Kenaikan gaji berkala dapat diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil apabila telah dipenuhi syarat-syarat : (1) Telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan gaji berkala. (2) Nilai rata-rata DP3 (Penilaian Prestasi Kerja) sekurangkurangnya cukup (3) Surat pemberitahuan kenaikan gaji berkala diterbitkan 2 (dua) bulan sebelum kenaikan gaji. (4) Kewenangan. - Pejabat yang berwenang menandatangani surat pemberitahuan kenaikan gaji berkala ialah Kepala Kantor / Satuan Kerja Setempat (pasal 53 ayat (1) KEPPRES No.29 tahun 1984).
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 354]
- Kenaikan gaji berkala dibuat/diberikan dalam bentuk Surat Pemberitahuan
Kenaikan Gaji Berkala (SP.
KGB) kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(KPKN)
atau
Pembantu
Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara. - Kenaikan gaji berkala tidak dapat berlaku surut lebih dari 2 (dua) tahun. b) Penundaan Kenaikan Gaji Berkala. Pemberitahuan kenaikan gaji berkala kepada seorang Pegawai Negeri Sipil dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun dengan alasan sebagai berikut : -
DP3 (Penilaian Prestasi Kerja) dengan nilai rata-rata “Sedang” atau “Kurang”.
-
Melakukan pelanggaran disiplin dan dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala.
5) Kenaikan Gaji Istimewa. Kenaikan
gaji
istimewa
hanya dapat
diberikan
kepada
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat : a) DP3 (Penilaian Prestasi Kerja) menunjukkan nilai “Amat Baik”. b) Menjadi teladan bagi lingkungan kerjanya. Kenaikan gaji istimewa berlaku hanya dalam pangkat yang dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan pada saat pemberian kenaikan gaji istimewa itu. e. Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan hukum dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil maka diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 355]
Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil adalah suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai sebagai atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai (dengan ketentuan paling rendah pejabat Eselon V atau pejabat lain yang ditentukan) terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja Pegawai Negeri Sipil. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap Pegawai Negeri Sipil pada satuan organisasi sesuai dengan sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja. Sedangkan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) adalah rencana kerja tahunan yang memuat rencana kegiatan tahunan yang ditetapkan setiap tahun pada bulan januari Target adalah jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap pelaksanaan tugas jabatan sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan oleh intansi pemerintah. Target dalam SKP pada prinsipnya berlaku bagi pemegang jabatan struktural maupun fungsional, dengan ketentuan sebagai berikut : 1.
Bagi pemegang jabatan struktural maupun fungsional umum dengan sifat tugas yang input/bahan kerjanya berasal dari unit organisasi bersangkutan, maka penetapan target didasarkan pada rencana kerja tahunan yang telah ditetapkan;
2.
Bagi pemegang jabatan struktural maupun fungsional umum dengan sifat tugas yang input/bahan kerjanya berasal dari output/hasil kerja unit organisasi lain, penetapan target didasarkan asumsi rata-rata tahun sebelumnya;
3.
Bagi pemegang jabatan fungsional tertentu, penetapan target berdasarkan pada angka kredit yang dipersyaratkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk
menjamin objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 356]
Penilaian
prestasi
kerja
Pegawai
Negeri
Sipil
dilakukan
berdasarkan prinsip : a. objektif; b. terukur; c. akuntabel; d. partisipatif; dan e. transparan. Penilaian prestasi kerja meliputi beberapa unsur yaitu : a. Sasaran Kerja Pegawai yang meliputi aspek :
kuantitas;
kualitas;
waktu; dan
biaya.
b. Perilaku kerja meliputi aspek : a. Orientasi pelayanan; b. Integritas; c. Komitmen; d. Disiplin; e. Kerja sama; dan f. Kepemimpinan (bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural). Berdasarkan aspek tersebut diatas maka setiap instansi menyusun dan menetapkan standar teknis yang ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara berdasarkan pedoman agar kegiatan sesuai dengan karakteristik, sifat, jenis kegiatan, dan kebutuhan tugas masing-masing jabatan. Penilaian Sasaran Kerja Pegawai tersebut dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja dengan target. Apabila realisasi kerja melebihi target maka penilaian Sasaran Kerja Pegawai dapat mencapai lebih dari 100 (seratus). Sedangkan bila realisasi kerja tidak tercapai karena diakibatkan oleh faktor diluar kemampuan individu Pegawai Negeri
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 357]
Sipil maka penilaiannya didasarkan pada pertimbangan kondisi penyebabnya. Hal yang menjadi bagian dalam pencapaian Sasaran Kerja Pegawai adalah : 1. Melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan atau pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas jabatan; dan/atau 2. Menunjukkan kreativitas yang bermanfaat bagi organisasi
dalam melaksanakan tugas jabatan;
Tata Cara Penilaian Penilaian
prestasi
kerja
dilakukan
dengan
cara
menggabungkan penilaian Sasaran Kerja Pegawai dengan bobot nilai 60 % (enam puluh persen) dan penilaian terhadap perilaku kerja dengan bobot nilai 40 % (empat puluh persen). Penilaian prestasi kerja ini dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam setahun yaitu dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang bersangkutan dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya. Nilai Pelaksanaan Pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut :
a. 91 – ke atas
:
sangat baik
b. 76 – 90
:
baik
c. 61 – 75
:
cukup
d. 51 – 60
:
kurang
e. 50 ke bawah
:
buruk
Pelaksanaan Penilaian Hasil penilaian tersebut diatas diberikan secara langsung oleh pejabat penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, setelah diterima wajib menandatangani serta mengembalikan kepada pejabat penilai paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya hasil penilaian prestasi kerja. Hasil
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 358]
penilaian ini mulai berlaku sesudah ada pengesahan dari atasan pejabat penilai.
Keberatan Hasil Penilaian Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya kepada atasan pejabat penilai secara hierarki paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima hasil penilaian prestasi kerja. Bila Pegawai Negeri Sipil mempunyai alasan-alasan yang cukup atas pengajuan keberatannya dan atasan pejabat penilai sudah memeriksa dengan seksama terlebih dahulu, maka atasan pejabat penilai dapat melakukan perubahan nilai prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil tersebut.
Ketentuan Lain terhadap Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil Apabila adanya perpindahan wilayah kerja pada pegawai setelah bulan Januari maka yang bersangkutan tetap menyusun Sasaran Kerja Pegawai pada awal bulan sesuai dengan surat perintah melaksanakan tugas atau surat perintah menduduki jabatan tetapi jika yang bersangkutan tidak menyusun Sasaran Kerja Pegawai, maka akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil. Penilaian prestasi kerja bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat negara atau pimpinan/anggota lembaga nonstruktural dan tidak diberhentikan dari jabatan organiknya
dilakukan
oleh
pimpinan
instansi
yang
bersangkutan berdasarkan bahan dari instansi tempat yang bersangkutan bekerja. Penilaian prestasi kerja bagi Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjalankan tugas belajar di dalam negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan menggunakan bahan-bahan
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 359]
penilaian prestasi akademik yang diberikan oleh pimpinan perguruan
tinggi
atau
sekolah
yang
bersangkutan.
Sedangkan bila tugas belajar di luar negeri maka penilaian presetasi kerjanya dilakukan oleh pejabat penilai dengan menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja bagi Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota atau instansi pemerintah lainnya dilakukan oleh pejabat penilai dimana yang bersangkutan bekerja. Sedangkan bila diperbantukan/dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional, organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan oleh pemerintah dilakukan oleh pimpinan instansi induknya atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan bahan yang diperoleh dari instansi tempat yang bersangkutan bekerja dan dikecualikan dari kewajiban untuk menyusun Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Meskipun Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari
2014,
Pemerintah
semua
Nomor
10
peraturan Tahun
pelaksanaan 1979
tentang
Peraturan Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil tetap berlaku sepanjang
tidak
bertentangan
dengan
ketentuan
dalam
Peraturan Pemerintah ini. f.
Pendidikan dan Pelatihan 1) Tujuan Pendidikan dan Pelatihan adalah : a) meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 360]
profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan kebutuhan instansi; b) menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; c) memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi
pada
pelayanan,
pengayoman,
dan
pemberdayaan masyarakat; d) menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan
tugas
pemerintahan
umum
dan
pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. 2) Sasaran
Pendidikan
dan
Pelatihan
adalah
terwujudnya
Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. 3) Jenis dan Jenjang Pendidikan dan Pelatihan, terdiri dari : a) Diklat Prajabatan, yang terbagi dalam : (1) Diklat Prajabatan Golongan I, untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil Golongan I; (2) Diklat Prajabatan Golongan II, untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil Golongan II; (3) Diklat Prajabatan Golongan III, untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil Golongan III. CPNS wajib mengikuti diklat Prajabatan selambatlambatnya 2 (dua) tahun setelah pengangkatannya sebagai CPNS. CPNS wajib mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. b) Diklat Dalam Jabatan, terdiri dari : (a) Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan
kompetensi
kepemimpinan
aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat ini terdiri dari :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 361]
-
Diklatpim Tingkat IV, untuk Jabatan Struktural Eselon IV
-
Diklatpim Tingkat III, untuk Jabatan Struktural Eselon III
-
Diklatpim Tingkat II, untuk Jabatan Struktural Eselon II
-
Diklatpim Tingkat I, untuk Jabatan Struktural Eselon I
(b) Diklat
Fungsional
dilaksanakan
untuk
mencapai
persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang Jabatan Fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang diklat fungsional ini ditetapkan oleh Instansi Pembina Jabatan Fungsional yang bersangkutan. (c) Diklat Teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS. Diklat teknis ini dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang diklat ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan. 4) Peserta Pendidikan dan Pelatihan a) Peserta Diklat Prajabatan adalah semua CPNS; b) Peserta Diklatpim adalah : (1) PNS
yang
akan
atau
telah
menduduki
Jabatan
Struktural; (2) PNS yang akan mengikuti Diklatpim Tingkat tertentu tidak dipersyaratkan mengikuti Diklatpim Tingkat di bawahnya; (3) PNS yang akan mengikuti Diklatpim ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan memperhatikan pertimbangan Baperjakat dan Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi yang didasarkan pada peta jabatan dan Standar Kompetensi Jabatan. c) Peserta Diklat Fungsional adalah PNS yang akan atau telah menduduki Jabatan Fungsional tertentu.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 362]
d) Peserta Diklat Teknis adalah PNS yang membutuhkan peningkatan
kompetensi
teknis
dalam
pelaksanaan
tugasnya. 5) Seleksi dan Tim Seleksi Peserta Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan (Diklatpim) di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. a) Seleksi Peserta Diklatpim Berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang pedoman seleksi calon peserta Diklatpim tingkat I, II, III, IV, maka untuk meningkatkan mutu Diklatpim dimaksud dipandang perlu adanya seleksi bagi setiap Pegawai Negeri Sipil yang akan mengikuti pendidikan Diklatpim. Adapun unsur-unsur yang diseleksi terhadap calon peserta Diklatpim meliputi : (1) Kesesuaian latar belakang status kepegawaian calon peserta dengan persyaratan administratif yang meliputi komponen-komponen sebagai berikut : (a) Kepangkatan - Diklatpim Tk. I - Diklatpim Tk. II - Diklatpim Tk. III - Diklatpim Tk. IV
: Pangkat / golongan minimal Pembina Utama Madya (IV/c) : Pangkat / golongan minimal Pembina (IV/a) : Pangkat / golongan minimal Penata (III/c) : Pangkat / golongan minimal Pembina Muda Tingkat I (III/b)
(b) Jabatan - Diklatpim Tk. I
- Diklatpim Tk. II
- Diklatpim Tk. III
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 363]
: Pegawai Negeri Sipil yang telah atau akan menduduki jabatan eselon I : Pegawai Negeri Sipil yang telah atau akan menduduki jabatan eselon II : Pegawai Negeri Sipil yang telah atau akan menduduki jabatan eselon III
- Diklatpim Tk. IV
: Pegawai Negeri Sipil yang telah atau akan menduduki jabatan eselon IV
(c) Latar belakang pendidikan formal - Diklatpim Tk. I
- Diklatpim Tk. II
- Diklatpim Tk. III
- Diklatpim Tk. IV
: Pendidikan serendah-rendahnya Sarjana / Diploma IV / yang sederajat : Pendidikan serendah-rendahnya Sarjana / Diploma IV atau / sederajat : Pendidikan serendah-rendahnya Sarjana Muda / Diploma III / yang sederajat : Pendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat
(d) Usia minimal 5 (lima) tahun sebelum BUP (e) Mempunyai DP3 (Penilaian Prestasi Kerja) tahun terakhir minimal setiap unsur bernilai baik (f)
Tidak pernah dikenakan tindakan hukuman disiplin tingkat sedang dalam 1 (satu) tahun terakhir atau tingkat berat dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Pengetahuan akademik kurikulum (seleksi dilakukan secara tertulis dan wawancara) (3) Kesiapan
potensi
pembelajaran
akademik
untuk
mengikuti
(seleksi dilakukan secara tertulis dan
wawancara) (4) Tes kesiapan fisik dan mental melalui pengamatan, wawancara dan tertulis terhadap komponen-komponen : a. Kesehatan/kebugaran yang dibuktikan dengan surat keterangan
berbadan
sehat
dari
berkompeten b. Kemampuan komunikasi lisan c. Komitmen pada tugas d. Kesiapan mental dan atau psikotes (5) Kemampuan berbahasa Inggris
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 364]
pihak
yang
- Diklatpim Tk. I
- Diklatpim Tk. II
- Diklatpim Tk. III
- Diklatpim Tk. IV
: Kemampuan berbahasa Inggris dengan skor TOELF minimal 470 / yang setara : Kemampuan berbahasa Inggris dengan skor TOELF minimal 435 / yang setara : Kemampuan berbahasa Inggris dengan skor TOELF minimal 350 / yang setara : Kemampuan berbahasa Inggris dengan skor TOELF minimal 300 / yang setara
b) Tim Seleksi Peserta Diklat Instansi ( TSPDI ) Tim seleksi peserta diklat di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di bentuk berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 99-III-2007 tanggal 22 Maret 2007 dengan tugas melaksanakan seleksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang akan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan ( Diklatpim ) tingkat I, II, III, IV berdasarkan pedoman seleksi dari Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, dan selanjutnya memberi masukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi
syarat
untuk
ditetapkan
dan
ditugaskan
mengikuti Diklatpim. (6) Kurikulum dan Metoda Pendidikan dan Pelatihan a) Kurikulum diklat mengacu pada standar kompetensi jabatan. b) Penyusunan dan pengembangan kurikulum diklat dilakukan dengan melibatkan pengguna lulusan, penyelenggara diklat, peserta dan alumni diklat, serta unsur ahli lain. c) Kurikulum Diklat Prajabatan dan Diklatpim ditetapkan oleh instansi Pembina (LAN)
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 365]
d) Kurikulum Diklat Fungsional ditetapkan oleh Instansi Pembina Jabatan Fungsional. e) Kurikulum Diklat Teknis ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan. f) Metoda Diklat disusun sesuai dengan tujuan dan program
Diklat
bagi
orang
dewasa,
dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Sesuai
dengan
kebutuhan
praktis
dan
pengembangan diri peserta; (2) Bersifat
interaktif
antara
peserta
dengan
widyaiswara dan antar peserta; (3) Berlangsung dalam suasana belajar yang bebas, dinamis dan fleksibel. (7) Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan a) Diklat
dapat
diselenggarakan
secara
klasikal
dan/atau non klasikal; b) Penyelenggara
diklat
secara
klasikal
dilakukan
dengan tatap muka; c) Penyelenggara diklat secara non klasikal dapat dilakukan dengan pelatihan di alam bebas, pelatihan di tempat kerja, dan pelatihan dengan system jarak jauh; d) Diklat Prajabatan dilaksanakan oleh Lembaga Diklat Pemerintah yang terakreditasi; e) Diklatpim tingkat IV, Diklatpim tingkat III dan Diklatpim tingkat II dilaksanakan oleh Lembaga Diklat Pemerintah yang terakreditasi; f) Diklatpim
tingkat
I
dilaksanakan
oleh
Instansi
Pembina (LAN); g) Diklat teknis dan Diklat fungsional dilaksanakan oleh Lembaga Diklat yang terakreditasi. (8) Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan dilakukan melalui :
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 366]
a) Penyusunan pedoman diklat; b) Bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat; c) Bimbingan dalam penyelenggaraan diklat; d) Standarisasi dan akreditasi diklat; e) Standarisasi dan akreditasi widyaiswara; f) Pengembangan system informasi diklat; g) Pengawasan
terhadap
program
dan
penyelenggaraan diklat; h) Pemberian bimbingan
bantuan di
pengembangan,
teknis
tempat
melalui
kerja,
konsultasi,
kerjasama
penyelenggaraan
dan
dalam evaluasi
diklat. g. Izin Belajar Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 antara lain disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Tanda Tamat Belajar/Ijazah dapat dinaikkan pangkatnya,
termasuk
Tanda
Tamat
Belajar/Ijazah
yang
diperolehnya sebelum diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dengan mempertimbangkan hal-hal terebut diatas, maka bagi para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional R.I yang melanjutkan pendidikan di luar jam kerja dengan biaya sendiri, tidak perlu lagi diberikan izin belajar, kecuali pegawai tugas belajar yang dibiayai Pemerintah Republik Indonesia atau negara lain, harus mendapat keputusan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional
R.I
yang
memperoleh/memiliki
Tanda
Tamat
Belajar/Ijazah termasuk Tanda Tamat Belajar/Ijazah yang diperoleh sebelum diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dapat
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 367]
dinaikkan pangkatnya
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan ketentuan : 1) Lulus
Ujian
Penyesuaian
Kenaikan
pangkat
yang
diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional R.I, dengan syarat Tanda Tamat Belajar/Ijazah Strata 1, Strata 2 dan Strata 3 diperoleh dari Sekolah/Perguruan Tinggi Negeri atau Sekolah/Perguruan Tinggi Swasta yang telah terakreditasi oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundangundangan
yang
berlaku
berwenang
menyelenggarakan
pendidikan, dibuktikan dengan menyertakan bukti akreditasi lembaga
pendidikan
yang
menerbitkan
Tanda
Tamat
Belajar/Ijazah dimaksud. 2) Disiplin ilmu berkaitan dengan tugas pokok Badan Pertanahan Nasional R.I. 3) Formasi untuk kenaikan pangkat memungkinkan dan formasi untuk kenaikan pangkat tersebut ditetapkan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I berdasarkan analisis jabatan sesuai ketentuan yang berlaku. Bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional
R.I
yang
memperoleh/memiliki
Tanda
Tamat
Belajar/Ijazah Strata 1, Strata 2 maupun Strata 3 yang diperoleh
dari
Sekolah/Perguruan
Tinggi
Negeri
atau
Sekolah/Perguruan Tinggi Swasta yang tidak terakreditasi oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundangundangan
yang
berlaku
berwenang
menyelengarakan
pendidikan, tidak diperkenankan mempergunakan gelar yang tersebut dalam Tanda Tamat Belajar / Ijazah Strata 1, Strata 2 maupun Strata 3 tersebut untuk keperluan kedinasan. Dengan telah dikeluarkannya Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 290-2209
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 368]
tanggal 9 Agustus 2002, maka Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanggal 24-12-1990 Nomor 28 Tahun 1990 tentang pemberian izin belajar di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tidak berlaku lagi. h. Ujian
Penyesuaian
Kenaikan
Pangkat
(UPKP)
dan
Ijin
Pencantuman Gelar. Dalam rangka menjaga keseimbangan komposisi jumlah Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan SMA, Diploma III, S1 dan Magister, yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, dimana dalam setiap satuan organisasi, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, jumlah jabatan fungsional umum yang paling banyak dibutuhkan adalah jabatan fungsional umum dengan kualifikasi pendidikan SLTA, misalnya juru ukur dan tenaga administrasi. Selanjutnya jabatan fungsional umum dengan kualifikasi pendidikan S1, misalnya konseptor/analis. Apabila komposisi jumlah Pegawai Negeri Sipil tersebut tidak dikendalikan, maka bukan tidak mungkin di waktu yang akan datang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional akan kekurangan tenaga-tenaga administrasi dan juru ukur, dan di sisi lain kelebihan tenaga konseptor/analis. Pegawai Negeri Sipil yang telah memperoleh ijazah setingkat lebih tinggi dari ijasah sebelumnya dan akan menyesuaikan pangkatnya dengan ijasah yang dimiliki atau akan mencantumkan tingkat pendidikan/gelarnya dalam SK Kenaikan Pangkat atau untuk kepentingan dinas lainnya harus terlebih dahulu mengikuti dan lulus Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat (dahulu Ujian Penyesuaian Ijazah). 1) Dasar Hukum a) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 369]
b) Surat Edaran Sekretaris Utama BPN RI Nomor 669-130.29Settama tanggal 6 Maret 2009 perihal Ujian Penyesuaian kenaikan Pangkat dan Pemberian Izin Pencantuman Gelar Akademik sebagai tindak lanjut dari Edaran Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi
Nomor
4062/D/T/2005
tanggal
14
Desember 2005, yaitu : o Pendidikan dengan model kelas jauh/kelas khusus; o Pendidikan dengan model kelas sabtu-Minggu/kelas eksekutif; o Lembaga Perguruan Tinggi dengan model kelas jauh dimana kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di luar kampus
induknya
serta
dikemas
dalam
bentuk
kerjasama. 2) Peserta Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat a) Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tingkat Magister adalah Pegawai Negeri Sipil Golongan III/d minimal 2 (dua) tahun dan Menduduki Jabatan Struktural Eselon IV. b) Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat dapat diikuti oleh Pegawai Negeri Sipil Golongan III/d minimal 2 (dua) tahun dan menduduki Jabatan Fungsional Tertentu (JFT). c) Ujian Penyesuaian Pangkat Tingkat
S1 adalah Pegawai
Negeri Sipil Golongan II/c minimal 2 (dua) tahun dengan pendidikan SMTA/SMU/D1 dan Golongan II/d minimal 2 (dua) tahun dengan pendidikan Diploma III. d) Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tingkat Diploma III adalah Pegawai Negeri Sipil Golongan II/a minimal 2 (dua) tahun dengan pendidikan SMTA/SMU/D1. e) Ujian Penyesuaian Pangkat Tingkat SMA adalah Pegawai Negeri Sipil Golongan I/c minimal 2 (dua) tahun dengan pendidikan SLTP/SMP.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 370]
f) Memiliki STTB/Ijazah dari disiplin ilmu yang sesuai dengan bidang tugas yang ada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. g) Sedang tidak menjalani hukuman disiplin. h) Setiap unsur DP3 (Penilai Prestasi Kerja) tahun terakhir baik. 3) Pegawai
Negeri
Sipil
Badan
Pertanahan
Nasional
R.I
dibebaskan dari UPKP apabila : a) Memperoleh ijazah S1 dan telah memiliki pangkat/golongan ruang Penata Tingkat I (III/d), ijazah S2 dan telah memiliki pangkat/golongan ruang Pembina IV/a) ke atas, dan ijazah S3 dari Perguruan Tinggi Negeri atau Perguruan Tinggi Swasta yang terakreditasi. b) Memperoleh ijazah setingkat dengan ijazah yang telah diperoleh sebelumnya (misalnya sudah memiliki gelar sarjana Ekonomi, kemudian memperoleh gelar Sarjana Hukum) c) Memperoleh ijazah karena tugas. d) Khusus Pegawai Negeri Sipil sebagaimana huruf a dan b, yang
bersangkutan
diharuskan
mengajukan
ijin
pencantuman gelar kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. i.
Cuti 1) Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu. 2) Tujuan pemberian cuti adalah untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani, meningkatkan semangat dan produktivitas kerja dalam melaksanakan tugasnya serta untuk kepentingan Pegawai Negeri Sipil. 3) Cuti Pegawai Negeri Sipil terdiri atas : a) Cuti Tahunan. b) Cuti Besar. c) Cuti Sakit.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 371]
d) Cuti Bersalin. e) Cuti karena alasan penting. f) Cuti di luar tanggungan negara. 4) Ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan cuti Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976. 5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tanggal 9 Oktober 1989 Nomor 16 Tahun 1989 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Cuti di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 6) Kewenangan tersebut adalah : a) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia bagi Pejabat Eselon I untuk semua jenis cuti dan cuti diluar tanggungan negara bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil kecuali untuk cuti diluar tanggungan negara untuk persalinan keempat dan seterusnya. b) Sekretaris Utama bagi Pejabat Eselon II, III dan IV di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Pusat dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi serta pejabat lainnya yang setingkat untuk semua jenis cuti. c) Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Pusat untuk semua jenis cuti. d) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi bagi Pejabat Eselon III dan IV Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk semua jenis cuti.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 372]
e) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk cuti tahunan, cuti bersalin dan cuti sakit Pegawai Negeri Sipil yang mengalami gugur kandungan bagi Pejabat Eselon IV, V dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. j.
Pensiun Pegawai Negeri Sipil Berkenaan dengan berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur
Sipil
Negara
(ASN)
dan
surat
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : B/43/M.PAN-RB/01/2014 tanggal 3 Januari 2014 perihal Tindak Lanjut
UU
ASN,
sambil
menunggu
ditetapkan
Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : a) Dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terdiri atas : 1) Jabatan Aparatur Sipil Negara terdiri atas : o Jabatan Administrasi o Jabatan Fungsional o Jabatan Pimpinan Tinggi 2) Jabatan Administrasi terdiri atas : o Jabatan Administrator o Jabatan Pengawas o Jabatan Pelaksana 3) Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas : o Jabatan Pimpinan Tinggi Utama o Jabatan Pimpinan Tinggi Madya o Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama b) Dalam Pasal 87 ayat (1) huruf c dan Pasal 90 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), ditentukan bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pensiun, yaitu : 1) 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 373]
2) 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi 3) Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional c) Dalam Pasal 131 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, ditentukan terhadap jabatan Pegawai Negeri Sipil dilakukan penyetaraan : 1) Jabatan eselon Ia Kepala Lembaga Lembaga Pemerintah non Kementerian setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Utama 2) Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya 3) Jabatan eselon II setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama 4) Jabatan eselon III setara dengan Jabatan Administrator 5) Jabatan eselon IV setara dengan Jabatan Pengawas 6) Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan Jabatan Pelaksana Berdasarkan dengan hal tersebut diatas maka : a) Batas usia pensiun Pejabat Pimpinan Tinggi Utama, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya dikenal sebagai pejabat struktural eselon I dan eselon II) adalah 60 (enam puluh) tahun tanpa melalui mekanisme perpanjangan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. b) Dalam hal terdapat Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan Pimpinan Tinggi Utama, Pimpinan Tinggi Madya, dan Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya dikenal sebagai pejabat struktural eselon I dan eselon II) belum berusia 60 (enam puluh) tahun tetapi keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil telah ditetapkan karena mencapai batas usia pensiun 56 (lima puluh enam tahun atau lebih dan pemberhentiannya ditetapkan berlaku terhitung mulai akhir Januari 2014 dan seterusnya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 374]
1) Apabila tidak diberhentikan dari jabatannya, maka batas usia pensiunnya 60 (enam puluh) tahun; 2) Apabila telah diberhentikan dari jabatannya, maka batas usia pensiunnya 58 (lima puluh delapan) tahun 3) Apabila telah diberhentikan dari jabatannya dan usianya lebih dari 58 (lima puluh delapan) tahun, maka diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan pemberhentian dari jabatannya. c) Pegawai Negeri Sipil yang sebelumnya menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Utama, Pimpinan Tinggi Madya, dan Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya dikenal sebagai jabatan struktural eselon I dan eselon II) dan sedang menjalani masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Apabila pada saat berakhirnya masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun telah berusia 58 (lima puluh delapan) tahun atau lebih, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan berakhirnya masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun dan diberikan
hak-hak
kepegawaian
sesuai
peraturan
perundang-undangan. 2) Apabila pada saat berakhirnya masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun belum berusia 58 (lima puluh delapan) tahun dan yang bersangkutan masih bersedia melaksanakan tugas, maka ditugaskan kembali dengan ketentuan tidak berhak lagi mengajukan masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun pada saat akan mencapai batas usia pensiun 58 (lima puluh delapan) tahun. 3) Apabila pada saat berakhirnya masa bebas tugas atau masa persiapan pensiun belum berusia 58 (lima puluh delapan) tahun, dan tidak bersedia melaksanakan tugas kembali, maka yang bersangkutan mengajukan permohonan berhenti
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 375]
atas permintaan sendiri secara tertulis bermaterai kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d) Batas usia pensiun Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, dan Pejabat Pelaksana (sebelumnya dikenal sebagai pejabat struktural eselon III ke bawah dan jabatan fungsional umum) adalah 58 (lima puluh delapan) tahun. e) Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dari jabatan organik karena diangkat sebagai Pejabat Negara atau Kepala Desa, dan belum berusia 56 (lima puluh enam) tahun pada Desember 2013, maka batas usia pensiunnya adalah 58 (lima puluh delapan) tahun.
[UDIN 2015 – KEPEGAWAIAN - 376]
KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONSIA A. PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, diperlukan adanya Pemerintah yang bersih dan berwibawa serta didukung aparatur pemerintah yang bersih, berwibawa, berdayaguna dan berhasilguna. Guna mewujudkan aparatur pemerintah sebagaimana yang dimaksud di atas, perlu adanya pegawai yang bersatu padu, jujur, berdisiplin dan mampu melaksanakan tugas perjuangan serta pengabdiannya dalam mengisi kemerdekaan, sebagai alat yang ampuh untuk menyelenggarakan tugas
umum
pemerintahan
dan
pembangunan,
serta
memberikan
pelayanan terhadap masyarakat. Atas dasar pemikiran tersebut, diperlukan adanya suatu organisasi untuk menghimpun segenap pegawai Republik Indonesia, sebagai satusatunya wadah pembinaan non kedinasan bagi segenap pegawai Republik Indonesia. B. PEMBENTUKAN KORPRI. Pada masa orde lama pegawai Republik Indonesia terKotak-Kotak sesuai aspirasi politik atau ideologi yang dianutnya, maka pada awal tahun 1966 dimulai usaha-usaha menata kehidupan pegawai Republik Indonesia dalam satu wadah. Untuk membentuk satu wadah pegawai Republik Indonesia, maka dibentuk Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) berdasarkan KEPPRES Nomor 82 Tahun 1971 pada
tanggal
29 Nopember 1971.
Adapun dasar pertimbangan dibentuknya KORPRI adalah : 1. Untuk
mewujudkan
masyarakat
adil
dan
makmur
berdasarkan
Pancasila yang menjadi cita-cita rakyat dan bangsa Indonesia mutlak diperlukan adanya Aparatur Pemerintahan yang berkemampuan tinggi, bersih dan berwibawa.
[UDIN 2015 – KORPRI - 377]
2. Untuk itu perlu suatu Korps Pegawai yang setia kepada falsafah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah dan Haluan Negara serta program-programnya. 3. KORPRI dibentuk sebagai satu-satunya wadah untuk
menghimpun
para pegawai Republik Indonesia dalam usaha membina dan menjamin adanya pegawai dengan persyaratan tersebut pada angka 1 dan 2 di atas. C. ANGGARAN DASAR KORPRI. Dalam perkembangannya Anggaran Dasar KORPRI pada setiap Musyawarah
Nasional
(MUNAS)
KORPRI
mengalami
perubahan-
perubahan menuju penyempurnaan. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggal terakhir ditetapkan berdasarkan Keputusan MUNAS VII KORPRI Nomor KEP-05/MUNAS VII/XI/2009 tanggal 19 Nopember 2009. Beberapa bagian penting Anggaran Dasar KORPRI hasil MUNAS VII dirumuskan sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum Korps
Pegawai
Republik
Indonesia
(selanjutnya
disingkat
KORPRI) adalah satu-satunya wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia yang meliputi : Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat dan Daerah, Badan Layanan Umum Pusat dan Daerah, dan Badan Otorita/Kawasan Ekonomi Khusus yang kedudukan dan kegiatannya tidak terpisahkan dari kedinasan; 2. Nama, Sifat, Pembentukan dan Kedudukan a. Organisasi ini bernama Korps Pegawai Republik Indonesia, disingkat KORPRI. b. Organisasi KORPRI bersifat demokratis, bebas, aktif, professional, netral, produktif, dan akuntabel.
[UDIN 2015 – KORPRI - 378]
c. KORPRI didirikan pada tanggal 29 Nopember 1971 dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 tahun 1971. d. Dewan Pengurus KORPRI Nasional berkedudukan di ibu Kota negara Republik Indonesia. 3. Dasar dan Kedaulatan Organisasi a. KORPRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Kedaulatan organisasi berada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui musyawarah menurut tingkat kepengurusan. 4. Visi, Misi, Fungsi dan Program a. KORPRI mempunyai Visi: Terwujudnya organisasi KORPRI yang kuat, netral, demokratis, untuk membangun jiwa korps (korsa) pegawai Republik Indonesia dan mensejahterakan anggota dan keluarganya. b. Misi KORPRI adalah: 1) Mewujudkan organisasi KORPRI yang kuat, berwibawa dan mencakup seluruh tingkat kepengurusan; 2) Membangun
solidaritas
dan
soliditas
pegawai
Republik
Indonesia sebagai perekat dan alat pemersatu bangsa dan negara; 3) Mewujudkan kesejahteraan, penghargaan, pengayoman
dan
perlindungan hukum untuk meningkatkan harkat dan martabat anggota; 4) Membangun pegawai Republik Indonesia yang bertaqwa, profesional, disiplin, bebas kolusi, korupsi dan nepotisme dan mampu melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan yang baik; 5) Mewujudkan KORPRI yang netral dan bebas dari pengaruh politik. c. Fungsi KORPRI adalah : 1) Sebagai satu-satunya wadah berhimpunnya seluruh anggota; 2) Membina dan meningkatkan jiwa korps (korsa); 3) Sebagai perekat dan pemersatu bangsa dan negara;
[UDIN 2015 – KORPRI - 379]
4) Sebagai
wadah
untuk
peningkatan
kesejahteraan
dan
memberikan penghargaan bagi anggota; 5) Sebagai pengayom, pelindung dan pemberi bantuan hukum bagi anggota; 6) Meningkatkan harkat dan martabat anggota; 7) Meningkatkan ketaqwaan, kejujuran, keadilan, disiplin dan profesionalisme; 8) Mewujudkan kepemerintahan yang baik. d. Program Nasional KORPRI adalah : 1) Untuk mencapai visi dan misi serta penyelenggaraan fungsi sebagaimana dimaksud pada pasal 7, 8 dan 9, KORPRI menyusun
dan
menetapkan
Program
Nasional
melalui
Musyawarah Nasional; 2) Program
masing-masing
tingkat
kepengurusan
mengacu
kepada Program Nasional KORPRI dan diputuskan oleh musyawarah menurut tingkat kepengurusan. 5. Doktrin, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, Atribut dan Pakaian Seragam. a. Dalam rangka pembinaan jiwa korsa, KORPRI mempunyai Doktrin, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut serta Pakaian Seragam; b. Ketentuan mengenai Doktrin, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, Atribut, dan Pakaian Seragam sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan oleh Musyawarah Nasional. 6. Keanggotaan, Hak , dan Kewajiban. a. Keanggotaan KORPRI terdiri dari : 1) Anggota Biasa; 2) Anggota Luar Biasa 3) Anggota Kehormatan. b. Hak Anggota. 1) Anggota Biasa mempunyai hak : a) Memilih dan dipilih dalam kepengurusan;
[UDIN 2015 – KORPRI - 380]
b) Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi; c) Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil; d) Mendapat pendampingan dan bantuan hukum; e) Memperoleh kesejahteraan sesuai kemampuan organisasi; f) Memperoleh perlakuan yang adil dan perlindungan dari intervensi politik dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan. 2) Anggota Luar Biasa mempunyai hak : a) Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi; b) Mendapat pendampingan dan bantuan hukum. 3) Anggota Kehormatan mempunyai hak : a) Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi; b) Mendapat pendampingan dan bantuan hukum, c. Kewajiban Anggota. 1) Anggota Biasa mempunyai kewajiban untuk : a) Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Organisasi; b) Menjaga netralitas, solidaritas dan soliditas anggota; c) Membela dan menjunjung tinggi organisasi; d) Menjaga
dan
meningkatkan
moral
anggota
dan
etika
organisasi; e) Menghadiri rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatankegiatan yang diadakan organisasi; f) Membayar iuran anggota. 2) Anggota Luar Biasa mempunyai kewajiban untuk : a) Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan organisasi; b) Menjaga netralitas, solidaritas dan soliditas anggota; c) Membela dan menjunjung tinggi organisasi; d) Menjaga
dan
meningkatkan
moral
anggota
dan
organisasi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 381]
etika
e) Menghadiri rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatankegiatan tertentu. 3) Anggota Kehormatan mempunyai kewajiban untuk : a) Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan organisasi; b) Menjaga netralitas, solidaritas dan soliditas anggota; c) Membela dan menjunjung tinggi organisasi; d) Menjaga
dan
meningkatkan
moral
anggota
dan
etika
organisasi; e) Menghadiri rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatankegiatan tetentu. 7. Kepengurusan, Masa Jabatan Dan Hubungan Kerja a. Pengurus KORPRI terdiri dari Dewan Pengurus KORPRI dan Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI; b. Dewan Pengurus KORPRI berbentuk dewan dan bersifat kolektif yang dipilih oleh anggota berdasarkan musyawarah sesuai dengan tingkat kepengurusan; c. Tingkat kepengurusan KORPRI dan wilayah kerjanya: 1) Dewan Pengurus KORPRI Nasional mempunyai wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara meliputi Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan Kesekretariatan Lembaga-Lembaga Negara; 3) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Layanan Umum Pusat, Badan
Otorita
dan
Pengelola
Kawasan
Ekonomi
Khusus
mempunyai wilayah kerja di masing-masing instansi; 4) Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia berkedudukan di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan
[UDIN 2015 – KORPRI - 382]
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mempunyai wilayah kerja di masing-masing instansi; 5) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi
mempunyai wilayah kerja
meliputi wilayah Provinsi yang bersangkutan; 6) Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota mempunyai wilayah kerja meliputi wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. d. Masa jabatan Dewan Pengurus KORPRI adalah lima tahun; e. Masa jabatan Sekretaris Dewan Pengurus KORPRI adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Hierarki Kepengurusan KORPRI. Hierarki Kepengurusan KORPRI secara berjenjang sebagai berikut: 1) Dewan Pengurus KORPRI Nasional membawahi Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara,
Dewan
Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus, dan komponen
PNS
pada
Markas
Besar
Tentara
Nasional
Indonesia/Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, serta Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; 2) Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
membawahi: a) Dewan Pengurus KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; b) Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat pada unit pelaksana teknis Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara. 3) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi membawahi : a) Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota;
[UDIN 2015 – KORPRI - 383]
b) Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi (SKPD); c) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah; d) Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat pada Unit Pelaksana Teknis Provinsi; e) Dewan Pengurus KORPRI instansi-instansi vertical yang ada di provinsi. 4) Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota membawahi: a) Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota; b) Dewan Pengurus KORPRI Unit Kecamatan; c) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah; d) Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat pada Unit Pelaksana Teknis Kabupaten/Kota; e) Dewan Pengurus KORPRI instansi-instansi vertical yang berada di Kabupaten/Kota. g. Hubungan Kerja Kepengurusan KORPRI 1) Hubungan kerja secara vertikal: a) Kepengurusan KORPRI di tingkat Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara, Provinsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus, serta Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia/Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia secara vertikal dibawah koordinasi langsung Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Kepengurusan
KORPRI
Kementerian/Lembaga
[UDIN 2015 – KORPRI - 384]
di
tingkat
Pemerintah
unit Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
dan
Kelompok/Komisariat sebagaimana secara vertikal dibawah koordinasi
langsung
Dewan
Kementerian/Lembaga
Pengurus
KORPRI
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; c) Kepengurusan KORPRI di tingkat Unit Provinsi, Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan kepengurusan KORPRI tingkat Kabupaten/Kota serta kepengurusan KORPRI pada instansi vertikal di provinsi sebagaimana secara vertikal dibawah koordinasi langsung Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; d) Kepengurusan KORPRI di tingkat Unit Kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Daerah,
Lembaga Penyiaran Publik
Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, dan pengurus Unit Kecamatan serta kepengurusan KORPRI pada instansi vertikal
di
koordinasi
Kabupaten/Kota langsung
secara
Dewan
vertikal
Pengurus
dibawah KORPRI
Kabupaten/Kota. 2) Hubungan kerja secara horisontal: a) Antar
kepengurusan
Kementerian/Lembaga
KORPRI
ditingkat
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Non
Lembaga Negara, Badan
Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Layanan Umum Pusat, dan Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus serta Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia/Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dapat
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
yang
koordinatif horisontal;
[UDIN 2015 – KORPRI - 385]
bersifat
b) Kepengurusan
KORPRI
di
tingkat
Provinsi
dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat koordinatif horisontal dengan pengurus KORPRI pada instansi-instansi vertikal yang berada di Provinsi tersebut; c)
Kepengurusan KORPRI di tingkat Kabupaten/Kota dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat koordinatif horisontal dengan pengurus KORPRI pada instansi-instansi vertikal yang berada di Kabupaten/Kota tersebut.
8. Penasihat, Dewan Pengurus, dan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus KORPRI Nasional a. Penasihat Nasional KORPRI 1) Penasihat Nasional KORPRI adalah Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia; 2) Penasihat Nasional Harian KORPRI adalah Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia serta Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 3) Penasihat Nasional dan Penasihat Nasional Harian bertugas dan berwenang memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus Nasional KORPRI baik diminta maupun tidak diminta. b. Dewan Pengurus KORPRI Nasional 1) Dewan Pengurus KORPRI Nasional bersifat kolektif dan dipilih oleh Musyawarah Nasional; 2) Dewan Pengurus KORPRI Nasional bertugas melaksanakan Program Nasional yang ditetapkan berdasarkan keputusan Musyawarah Nasional; 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Nasional terdiri atas: a) Seorang Ketua Umum; b) Seorang Wakil Ketua Umum; c) Lima orang Ketua; d) Ketua Departemen, sekurang-kurangnya : Departemen Organisasi dan Kelembagaan;
[UDIN 2015 – KORPRI - 386]
Departemen Pembinaan
Disiplin,
Jiwa
Korps
dan
Wawasan Kebangsaan; Departemen Perlindungan dan Bantuan Hukum; Departemen Usaha dan Kesejahteraan; Departemen Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Departemen
Peningkatan
Peran
Perempuan
dan
Pengabdian Masyarakat; Departemen Pengendalian (sesuai kebutuhan). 4) Dewan Pengurus KORPRI Nasional dikukuhkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selaku Penasihat Nasional Harian KORPRI. c. Sekretariat Jenderal Pengurus KORPRI Nasional 1) Dewan Pengurus KORPRI Nasional dalam menyelenggarakan fungsi dan tugasnya didukung oleh Sekretariat Jenderal; 2) Sekretariat Jenderal Pengurus KORPRI Nasional dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang dijabat oleh pejabat struktural Eselon I. 9. Penasihat, Dewan Pengurus, Sekretariat Dewan Pengurus Korpri Kementerian
/
Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian
/
Kesekretariatan Lembaga Negara a. Penasihat KORPRI Kementerian / Lembaga Pemerintah Non Kementerian / Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Penasihat KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
adalah
Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pimpinan Lembaga-Lembaga Kesekretariatan Negara atau Pimpinan dari instansi masing-masing; 2) Penasihat KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/ Kesekretariatan Lembaga Negara bertugas dan berwenang memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus KORPRI
Kementerian/Lembaga
Pemerintah
[UDIN 2015 – KORPRI - 387]
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara baik diminta maupun tidak diminta. b. Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara bersifat kolektif dan dipilih oleh musyawarah Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara; 2) Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara bertugas melaksanakan
program
Pemerintah
Non
Negara
berdasarkan
KORPRI
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Kementerian/Lembaga Kementerian/Kesekretariatan
keputusan
Lembaga
musyawarah
Pemerintah Lembaga
Negara
Non sebagai
penjabaran Program Nasional KORPRI; 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Sebanyak-banyaknya empat orang Wakil Ketua; c) Ketua Bidang, sekurang-kurangnya: Bidang Organisasi dan Kelembagaan; Bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Bidang Usaha dan Kesejahteraan; Bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Bidang Peningkatan Peran Perempuan dan Pengabdian Masyarakat; Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan).
[UDIN 2015 – KORPRI - 388]
4) Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI Nasional. c. Penasihat KORPRI
Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Penasihat KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara adalah pejabat
eselon I pada Kementerian, Lembaga Pemerintah
Non Kementerian, Lembaga Kesekretariatan Negara; 2) Penasihat KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian bertugas dan berwenang memberikan nasihat
kepada
Dewan
Pengurus
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian baik diminta maupun tidak diminta. d. Dewan
Pengurus
Pemerintah
Non
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara 1) Dewan
Pengurus
Pemerintah
Non
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara bersifat kolektif dan dipilih oleh Musyawarah Unit; 2) Dewan
Pengurus
Pemerintah
Non
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara bertugas melaksanakan program KORPRI Unit Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara berdasarkan keputusan musyawarah unit sebagai penjabaran program KORPRI
Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; 3) Susunan
Dewan
Kementerian/Lembaga
Pengurus
KORPRI
Pemerintah
Unit Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara terdiri atas: a) Seorang Ketua;
[UDIN 2015 – KORPRI - 389]
b) Sebanyak banyaknya tiga orang Wakil Ketua; c) Ketua Sub-bidang, sekurang-kurangnya: Sub-bidang Organisasi dan Kelembagaan; Sub-bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; Sub-bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Sub-bidang Usaha dan Kesejahteraan; Sub-bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Sub-bidang
Peningkatan
Peran
Perempuan
dan
Pengabdian Masyarakat; Sub Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan). 4) Dewan
Pengurus
Pemerintah Negara
Non
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
dikukuhkan
Kementerian/Lembaga
oleh
Dewan
Pemerintah
Lembaga
Pengurus Non
KORPRI
Kementerian/
Kesekretariatan Lembaga Negara. e. Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat Apabila dibutuhkan pada jajaran Satuan Kerja Unit Pelaksana Teknis
di
Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dapat dibentuk Dewan Pengurus KORPRI tingkat kelompok/komisariat. f. Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara 1)
Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dalam menyelenggarakan fungsi dan tugasnya didukung oleh Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara; 2)
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
[UDIN 2015 – KORPRI - 390]
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara dipimpin oleh seorang sekretaris yang merupakan pejabat struktural Eselon II; 3)
Dewan
Pengurus
Pemerintah
Non
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara dalam menyelenggarakan fungsi dan melaksanakan tugas organisasi didukung oleh Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI
unit
Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; 4)
Sekretariat
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Unit
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dijabat secara ex-officio oleh pejabat struktural yang diusulkan oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Pemerintah Negara
Non
kepada
pejabat pembina kepegawaian; 5)
Dewan
Pengurus
KORPRI
Kementerian/Lembaga
Kelompok/Komisariat Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
pada Non
Negara
dalam
menyelenggarakan fungsi dan tugasnya didukung oleh Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat; 6)
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dijabat secara exofficio oleh pejabat struktural yang diusulkan oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat kepada pejabat pembina kepegawaian.
10. Penasihat, Dewan Pengurus dan Sekretariat Dewan
Pengurus
Korpri Provinsi a. Penasihat KORPRI Provinsi 1) Penasihat
KORPRI
Provinsi
adalah
Gubernur
dan
Gubernur;
[UDIN 2015 – KORPRI - 391]
Wakil
2) Penasihat
KORPRI
Provinsi
bertugas
dan
berwenang
memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus KORPRI Provinsi baik diminta maupun tidak diminta. b. Dewan Pengurus KORPRI Provinsi 1) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi bersifat kolektif dan dipilih oleh musyawarah provinsi; 2) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi bertugas melaksanakan program KORPRI Provinsi berdasarkan keputusan musyawarah provinsi sebagai penjabaran Program Nasional KORPRI; 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Sebanyak-banyaknya empat orang Wakil Ketua; c) Ketua Bidang, sekurang-kurangnya: - Bidang Organisasi dan Kelembagaan; - Bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; - Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; - Bidang Usaha dan Kesejahteraan; - Bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; - Bidang Peningkatan Peran Perempuan dan Pengabdian Masyarakat; - Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan). 4) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI Nasional. c. Penasihat KORPRI Unit Provinsi 1) Penasihat KORPRI Unit Provinsi adalah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Tingkat Provinsi; 2) Penasihat KORPRI Unit Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi baik diminta maupun tidak diminta.
[UDIN 2015 – KORPRI - 392]
d. Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi 1) Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi bersifat kolektif dan dipilih oleh musyawarah unit provinsi; 2) Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi bertugas melaksanakan program
KORPRI
unit
provinsi
berdasarkan
keputusan
musyawarah unit provinsi sebagai penjabaran Program KORPRI provinsi; 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Seorang Wakil Ketua; c) Ketua Sub-bidang, sekurang-kurangnya: Sub-bidang Organisasi dan Kelembagaan; Sub-bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; Sub-bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Sub-bidang Usaha dan Kesejahteraan; Sub-bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Sub-bidang Pemberdyaan Perempuan dan Pengabdian Masyarakat; Sub-Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan). 4) Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI Provinsi. e. Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Provinsi 1) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi dalam menyelenggarakan fungsi dan tugasnya didukung oleh Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; 2) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Provinsi dipimpin oleh seorang Sekretaris yang merupakan pejabat struktural eselon II; 3) Dewan
Pengurus
menyelenggarakan
KORPRI fungsi
dan
Unit tugasnya
Provinsi didukung
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 393]
dalam oleh
4) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dijabat secara ex-officio oleh pejabat struktural yang diusulkan oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi kepada pejabat pembina kepegawaian 11. Penasihat, Dewan Pengurus dan Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota a. Penasihat KORPRI Kabupaten/Kota 1) Penasihat KORPRI Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; 2) Penasihat KORPRI Kabupaten/Kota bertugas dan berwenang memberikan
nasihat
kepada
Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota baik diminta maupun tidak diminta. b. Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota 1) Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota bersifat kolektif dan dipilih oleh musyawarah Kabupaten/Kota; 2) Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota
bertugas
melaksanakan program KORPRI Kabupaten/Kota berdasarkan keputusan musyawarah Kabupaten/ Kota sebagai penjabaran Program KORPRI Provinsi; 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Sebanyak-banyaknya dua orang Wakil Ketua; c) Ketua Bidang, sekurang-kurangnya: Bidang Organisasi dan Kelembagaan; Bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Bidang Usaha dan Kesejahteraan; Bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya. Bidang Perempuan dan Pengabdian Masyarakat; Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan).
[UDIN 2015 – KORPRI - 394]
4) Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI Provinsi. c. Penasihat KORPRI Unit Kabupaten/Kota 1) Penasihat KORPRI Unit Kabupaten/Kota adalah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Kabupaten/Kota serta unit Kecamatan; 2) Penasihat
KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota
bertugas
dan
berwenang memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/ Kota baik diminta maupun tidak diminta. d. Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota 1) Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota bersifat kolektif dan dipilih oleh Musyawarah Unit Kabupaten/Kota; 2) Dewan
Pengurus
melaksanakan berdasarkan
KORPRI
program keputusan
Unit
Kabupaten/Kota
KORPRI
Unit
Musyawarah
bertugas
Kabupaten/Kota
Unit
Kabupaten/Kota
sebagai penjabaran Program KORPRI Kabupaten/Kota. 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Seorang Wakil Ketua; c) Ketua Sub-Bidang, sekurang-kurangnya: Sub-bidang Organisasi dan Kelembagaan; Sub-bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; Sub-bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Sub-bidang Usaha dan Kesejahteraan; Sub-bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Sub-bidang
Peningkatan
Peran
Perempuan
Pengabdian Masyarakat; Sub-bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan).
[UDIN 2015 – KORPRI - 395]
dan
4) Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota. e. Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota 1) Dewan
Pengurus
menyelenggarakan
KORPRI fungsi
dan
Kabupaten/Kota tugasnya
dalam
didukung
oleh
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota; 2) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Sekretaris yang merupakan pejabat struktural eselon III; 3) Dewan
Pengurus
menyelenggarakan
KORPRI fungsi
Unit
dan
Kabupaten/Kota
tugasnya
dalam
didukung
oleh
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota; 4) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dijabat secara ex-officio oleh pejabat struktural yang diusulkan oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota kepada pejabat pembina kepegawaian. 12. Penasihat, Dewan Pengurus dan Sekretariat Dewan Pengurus Korpri Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum Milik Negara Dan/Atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat dan Badan Layanan Umum Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Pusat dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah Serta Badan Otorita Dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus a. Penasihat KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus 1) Penasihat KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat,
[UDIN 2015 – KORPRI - 396]
Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus adalah Pimpinan/Direksi masing-masing lembaga; 2) Penasihat KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus bertugas dan berwenang memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus baik diminta maupun tidak diminta. b. Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus 1) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus bersifat kolektif dan dipilih oleh musyawarah di lembaga masing-masing; 2) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus bertugas melaksanakan Program KORPRI di lembaga masingmasing
berdasarkan
keputusan
musyawarah
sebagai
penjabaran Program Nasional KORPRI; 3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran
[UDIN 2015 – KORPRI - 397]
Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Sebanyak-banyaknya dua orang Wakil Ketua; c) Ketua Bidang, sekurang-kurangnya: Bidang Organisasi dan Kelembagaan; Bidang Pembinaan Disiplin, Jiwa Korps dan Wawasan Kebangsaan; Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Bidang Usaha dan Kesejahteraan; Bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Bidang Peningkatan Peran Perempuan dan Pengabdian Masyarakat; Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan). 4) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI Nasional. c. Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus 1) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dalam menyelenggarakan fungsi dan tugasnya didukung oleh Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI di lembaga masingmasing;
[UDIN 2015 – KORPRI - 398]
2) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dipimpin oleh seorang Sekretaris yang ditunjuk dan diangkat oleh Pimpinan/Direksi yang merupakan pejabat struktural
eselon
II
dan/atau
kedudukan
dan
grade
kepegawaiannya disamakan dengan pejabat struktural Pegawai Negeri Sipil, pada lembaga masing-masing. d. Penasihat KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah 1) Penasihat KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah adalah Pimpinan/Direksi masing-masing lembaga; 2) Penasihat KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah bertugas dan berwenang memberikan nasihat kepada Dewan Pengurus KORPRI di lembaga masing-masing baik diminta maupun tidak diminta. e. Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah 1) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah bersifat kolektif dan dipilih oleh musyawarah di lembaga masing-masing; 2) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah bertugas melaksanakan Program Nasional KORPRI di lembaga masing-masing berdasarkan keputusan musyawarah sebagai penjabaran Program KORPRI tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota;
[UDIN 2015 – KORPRI - 399]
3) Susunan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah terdiri atas: a) Seorang Ketua; b) Sebanyak-banyaknya dua orang Wakil Ketua; c) Ketua Sub-Bidang, sekurang-kurangnya: Sub-Bidang Organisasi dan Kelembagaan; Sub-Bidang
Pembinaan
Disiplin,
Jiwa
Korps
dan
Wawasan Kebangsaan; Sub-Bidang Perlindungan dan Bantuan Hukum; Sub-Bidang Usaha dan Kesejahteraan; Sub-Bidang Kerohanian, Olahraga dan Sosial Budaya; Sub-Bidang
Peningkatan
Peran
Perempuan
dan
Pengabdian Masyarakat; Sub-Bidang Pengendalian (sesuai kebutuhan). 4) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota. f.
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah,
Badan
Layanan
Umum
Daerah
dan
Lembaga
Penyiaran Publik Daerah 1) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah
dalam
menyelenggarakan
fungsi
dan
tugasnya
didukung oleh Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI di lembaga masing-masing; 2) Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan
Layanan Umum
Daerah dan
Lembaga
Penyiaran Publik Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris yang ditunjuk
[UDIN 2015 – KORPRI - 400]
dan
diangkat
oleh
pimpinan/Direksi
yang
kedudukannya disamakan dengan pejabat struktural atau grade kepegawaian pada lembaga masing-masing. 13. Musyawarah dan Rapat Kerja a. Musyawarah terdiri atas: 1) Musyawarah Nasional; 2) Musyawarah Pimpinan; 3) Musyawarah
Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian/ Kesekretariatan Lembaga Negara; 4) Musyawarah Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus; 5) Musyawarah pada komponen Pegawai Negeri Sipil di Markas Besar
Tentara
Nasional
Indonesia
dan
Markas
Besar
Kepolisian Republik Indonesia; 6) Musyawarah Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/ Kesekretariatan Lembaga Negara; 7) Musyawarah Provinsi; 8) Musyawarah Unit Provinsi; 9) Musyawarah Kabupaten/Kota; 10) Musyawarah Unit Kabupaten/Kota; 11) Musyawarah Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah ditingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota. b. Rapat Kerja terdiri atas: 1) Rapat Kerja Nasional; 2) Rapat
Kerja
Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Non
Kementerian/ Kesekretariatan Lembaga Negara; 3) Rapat Kerja Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus;
[UDIN 2015 – KORPRI - 401]
4) Rapat Kerja pada komponen Pegawai Negeri Sipil di Markas Besar
Tentara
Nasional
Indonesia
dan
Markas
Besar
Kepolisian Republik Indonesia; 5) Rapat Kerja Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/ Kesekretariatan Lembaga Negara; 6) Rapat Kerja Provinsi; 7) Rapat Kerja Unit Provinsi; 8) Rapat Kerja Kabupaten/Kota; 9) Rapat Kerja Unit Kabupaten/Kota; 10) Rapat Kerja Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah. c. Selain
musyawarah
sebagaimana
tersebut
di
atas
dimungkinkan adanya musyawarah luar biasa sesuai dengan tingkatannya; d. Musyawarah Nasional KORPRI 1) Musyawarah
Nasional
KORPRI
merupakan
pemegang
kedaulatan dan pelaksana kekuasaan tertinggi organisasi; 2) Musyawarah Nasional KORPRI diadakan setiap lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; f) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota;
[UDIN 2015 – KORPRI - 402]
g) Anggota kehormatan yang diundang. 3) Musyawarah Nasional KORPRI berwenang: a) Menetapkan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI; b) Menilai laporan
pertanggungjawaban Dewan
Pengurus
KORPRI Nasional; c) Menetapkan Program Nasional KORPRI; d) Memilih Dewan Pengurus KORPRI Nasional; e) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan; f) Menetapkan Doktrin, Kode Etik, Panji, Lambang, Lagu dan Atribut serta pakaian seragam KORPRI; g) Menentukan arah perjuangan organisasi KORPRI. 4) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Nasional KORPRI dapat dipercepat atas permintaan tertulis sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
Dewan
Pemerintah
Pengurus
Non
KORPRI
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara, 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan
Hukum
Milik
Negara
dan/atau
Badan
Hukum
Pendididkan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus, 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Provinsi dan ¼ jumlah Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota; 5) Musyawarah Nasional Luar Biasa KORPRI dapat dilaksanakan apabila: a) Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 403]
b) Adanya suatu keadaan yang dihadapi oleh organisasi yang mengharuskan perlunya perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 6) Kewenangan Musyawarah Nasional Luar Biasa KORPRI sama dengan Musyawarah Nasional KORPRI. 7) Penundaan Musyawarah Nasional KORPRI: a) Musyawarah Nasional KORPRI dapat ditunda paling lama 1 (satu) tahun atas permintaan Musyawarah Pimpinan; b) Apabila setelah ditunda selama 1 (satu) tahun ternyata tidak dapat dilaksanakan Musyawarah Nasional KORPRI, maka atas kesepakatan sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh Dewan Pengurus KORPRI Nasional dibentuk caretaker dengan
tugas
melaksanakan
Musyawarah
Nasional
KORPRI. e. Musyawarah Pimpinan KORPRI 1) Musyawarah Pimpinan KORPRI adalah kekuasaan di bawah Musyawarah Nasional KORPRI yang dilaksanakan antara dua Musyawarah Nasional. 2) Musyawarah Pimpinan KORPRI dihadiri oleh: a) Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi.
[UDIN 2015 – KORPRI - 404]
3) Musyawarah Pimpinan KORPRI dipimpin oleh Ketua Umum, apabila Ketua Umum berhalangan maka Musyawarah Pimpinan KORPRI dapat dipimpin oleh Wakil Ketua Umum atau salah satu Ketua; 4) Musyawarah Pimpinan KORPRI dilaksanakan satu kali dalam masa periode kepengurusan, kecuali terjadi hal-hal yang sifatnya darurat dapat dilaksanakan lebih dari satu kali; 5) Musyawarah Pimpinan KORPRI berwenang untuk: a) Mengevaluasi dan mensahkan laporan kinerja Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Mengambil
keputusan
yang
sifatnya
strategis
demi
kelangsungan organisasi; c) Menetapkan pengganti sementara apabila Ketua Umum Dewan Pengurus KORPRI Nasional tidak dapat menjalankan tugas organisasi karena berhalangan tetap atau meninggal dunia. f. Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara yang bersangkutan; c) Utusan
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
Unit Non yang
bersangkutan; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat yang bersangkutan.
[UDIN 2015 – KORPRI - 405]
2) Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya; 3) Dalam
keadaan
luar
biasa
Kementerian/Lembaga
Musyawarah
KORPRI
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya ½ dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
yang
bersangkutan dan/atau ½ dari jumlah anggota; 4) Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
berwenang
untuk: a) Menilai
laporan
KORPRI
pertanggungjawaban
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Dewan
Pengurus
Pemerintah
Lembaga
Non
Negara
yang
bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara yang bersangkutan; c) Memilih
dan
menetapkan
Kementerian/
Dewan
Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan
Pengurus
KORPRI
Pemerintah
Non
Lembaga
Negara
yang
bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5) Musyawarah
Luar
Biasa
KORPRI
Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dapat dilaksanakan apabila: a) Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau
[UDIN 2015 – KORPRI - 406]
keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan
Pengurus
Pemerintah Negara
Non
berhenti
KORPRI
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan bersama-sama sehingga
Lembaga
tidak
dapat
menjalankan tugas organisasi. 6) Kewenangan
Musyawarah
Kementerian/Lembaga
Luar
Biasa
KORPRI
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara sama dengan Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara. g. Musyawarah KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil Pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia 1) Musyawarah KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan. 2) Musyawarah KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker
[UDIN 2015 – KORPRI - 407]
oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya; 3) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya ½ dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas
Besar
Kepolisian
Republik
Indonesia
yang
bersangkutan; 4) Musyawarah KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia berwenang untuk: a) Menilai
laporan
pertanggungjawaban
Dewan
Pengurus
KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan; c) Memilih
dan
menetapkan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5) Musyawarah Luar Biasa KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas
Besar
Kepolisian
Republik
Indonesia
dapat
dilaksanakan apabila: a) Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau
[UDIN 2015 – KORPRI - 408]
keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan Pengurus KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia berhenti bersama-sama sehingga tidak dapat menjalankan tugas organisasi. 6) Kewenangan Musyawarah Luar Biasa KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia sama dengan Musyawarah KORPRI Komponen Pegawai Negeri Sipil pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. h. Musyawarah KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus 1) Musyawarah KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan.
[UDIN 2015 – KORPRI - 409]
2) Musyawarah KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat di atasnya untuk menjalankan kepengurusannya; 3) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara
dan/atau
Badan
Hukum
Pendidikan,
Lembaga
Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dapat dipercepat atas permintaan sekurangkurangnya ½ dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dan ½ dari pengurus unit KORPRI di lembaga yang bersangkutan; 4) Musyawarah KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus berwenang untuk: a) Menilai
laporan
pertanggungjawaban
Dewan
Pengurus
KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan
Pengelola
Kawasan
Ekonomi
Khusus
yang
bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga
[UDIN 2015 – KORPRI - 410]
Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan; c) Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5) Musyawarah Luar Biasa KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dapat dilaksanakan apabila: a) Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus berhenti bersama-sama sehingga tidak dapat menjalankan tugas organisasi. c) Kewenangan Musyawarah Luar Biasa KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola
Kawasan
Ekonomi
Khusus
sama
dengan
Musyawarah KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus.
[UDIN 2015 – KORPRI - 411]
i. Musyawarah KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1)
Musyawarah KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara yang bersangkutan; b) Utusan
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Unit
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Non
Negara
yang
bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat yang bersangkutan. 2)
Musyawarah KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya;
3)
Dalam
keadaan
luar
biasa
Kementerian/Lembaga Kementerian/Kesekretariatan
Musyawarah
KORPRI
Pemerintah Lembaga
Non
Negara
dapat
dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya ½ dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat dan/atau ½ dari jumlah anggota KORPRI pada Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/
Kesekretariatan
Lembaga
Negara yang bersangkutan; 4)
Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
berwenang
untuk: a) Menilai laporan KORPRI
[UDIN 2015 – KORPRI - 412]
Unit
pertanggungjawaban Dewan Kementerian/Lembaga
Pengurus
Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
yang
bersangkutan; b) Menetapkan
Program
Kerja
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Unit
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Non
Negara
yang
bersangkutan; c) Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kementerian/Lembaga
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Non
Negara
yang
bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5)
Musyawarah Luar Biasa KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dapat dilaksanakan apabila: a) Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan
Pengurus
Pemerintah Negara
Non
berhenti
KORPRI
Unit
Kementerian/Lembaga
Kementerian/Kesekretariatan bersama-sama sehingga
Lembaga
tidak
dapat
menjalankan tugas organisasi. 6)
Kewenangan
Musyawarah
Kementerian/Lembaga
Luar
Biasa
KORPRI
Pemerintah
Unit Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara sama dengan Musyawarah KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara. j. Musyawarah KORPRI Provinsi 1)
Musyawarah KORPRI Provinsi dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional;
[UDIN 2015 – KORPRI - 413]
b) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
yang
bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit
Provinsi yang
bersangkutan; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah yang bersangkutan; f) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada instansi vertikal di tingkat provinsi. 2)
Musyawarah KORPRI Provinsi dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya;
3)
Dalam keadaan luar biasa Musyawarah KORPRI Provinsi dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dan 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi yang bersangkutan, 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Unit Badan Usaha Milik Daerah,
Badan
Layanan
Umum
Daerah
dan
Lembaga
Penyiaran Publik Daerah yang bersangkutan; 4)
Musyawarah KORPRI Provinsi berwenang untuk: a) Menilai
laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus
KORPRI Provinsi yang bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Provinsi; c) Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi yang bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5)
Musyawarah Luar Biasa KORPRI Provinsi dapat dilaksanakan apabila:
[UDIN 2015 – KORPRI - 414]
a) Organisasi KORPRI Provinsi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan Pengurus KORPRI Provinsi berhenti bersama-sama sehingga tidak dapat menjalankan tugas organisasi. 6)
Kewenangan Musyawarah Luar Biasa KORPRI Provinsi sama dengan Musyawarah KORPRI Provinsi.
k. Musyawarah KORPRI Unit Provinsi 1) Musyawarah KORPRI Unit Provinsi dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
yang
bersangkutan; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi yang bersangkutan; c) Utusan Perwakilan anggota pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan. 2) Musyawarah KORPRI Unit Provinsi dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya; 3) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah KORPRI Unit Provinsi dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya ½ dari jumlah anggota KORPRI pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan; 4) Musyawarah KORPRI Unit Provinsi berwenang untuk: a) Menilai laporan
pertanggungjawaban Dewan
Pengurus
KORPRI Unit Provinsi yang bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Unit Provinsi; c) Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi yang bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan.
[UDIN 2015 – KORPRI - 415]
5) Musyawarah
Luar
Biasa
KORPRI
Unit
Provinsi
dapat
dilaksanakan apabila: a) Organisasi KORPRI Unit Provinsi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi berhenti bersamasama sehingga tidak dapat menjalankan tugas organisasi. 6) Kewenangan Musyawarah Luar Biasa KORPRI Unit Provinsi sama dengan Musyawarah KORPRI Unit Provinsi. l. Musyawarah KORPRI Kabupaten/Kota 1) Musyawarah KORPRI Kabupaten/Kota dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; b) Utusan Dewan
Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota yang
bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota yang bersangkutan; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kecamatan; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah yang bersangkutan; f) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada instansi vertikal di tingkat Kabupaten/Kota. 2) Musyawarah KORPRI Kabupaten/Kota dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya; 3) Dalam
keadaan
luar
biasa
Musyawarah
KORPRI
Kabupaten/Kota dapat dipercepat atas permintaan sekurangkurangnya 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus dan
1/3
[UDIN 2015 – KORPRI - 416]
dari
jumlah
Dewan
Pengurus
Kabupaten/Kota KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota serta 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI KORPRI Unit
Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan
Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Publik Daerah yang bersangkutan, 1/3 dari jumlah Dewan Pengurus KORPRI Unit Kecamatan; 4) Musyawarah KORPRI Kabupaten/Kota berwenang untuk: a) Menilai laporan
pertanggungjawaban Dewan
Pengurus
KORPRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Kabupaten/Kota; c) Memilih
dan
menetapkan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota yang bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5) Musyawarah
Luar
Biasa KORPRI
Kabupaten/Kota
dapat
dilaksanakan apabila: a) Organisasi KORPRI Kabupaten/Kota berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota
berhenti
bersama-sama sehingga tidak dapat menjalankan tugas organisasi. 6) Kewenangan Musyawarah Luar Biasa KORPRI Kabupaten/Kota sama dengan Musyawarah KORPRI Kabupaten/Kota. m. Musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota 1) Musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota dilaksanakan lima tahun sekali dan dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit
Kabupaten/Kota
yang bersangkutan; c) Utusan Perwakilan anggota pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan.
[UDIN 2015 – KORPRI - 417]
2) Musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota dapat ditunda paling lama enam bulan dan bila telah lebih enam bulan harus ditunjuk caretaker oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya untuk menjalankan kepengurusannya; 3) Dalam
keadaan
luar
biasa
Musyawarah
KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota dapat dipercepat atas permintaan sekurangkurangnya ½ dari jumlah anggota KORPRI pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan; 4) Musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota berwenang untuk: a) Menilai
laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus
KORPRI Unit Kabupaten/Kota yang bersangkutan; b) Menetapkan Program Kerja KORPRI Unit Kabupaten/Kota; c) Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota yang bersangkutan; d) Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan. 5) Musyawarah Luar Biasa KORPRI Unit Kabupaten/Kota dapat dilaksanakan apabila: a) Organisasi KORPRI Unit Kabupaten/Kota berada dalam keadaan
darurat
atau
keadaan
yang
membahayakan
persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang mengancam kelangsungan hidup organisasi; b) Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota berhenti bersama-sama sehingga tidak dapat menjalankan tugas organisasi. 6) Kewenangan
Musyawarah
Luar
Biasa
KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota sama dengan Musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota. n. Rapat Kerja Nasional KORPRI 1) Rapat Kerja Nasional KORPRI adalah forum komunikasi, evaluasi,
dan
konsultasi
dalam
rangka
mengembangkan
keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi di tingkat nasional;
[UDIN 2015 – KORPRI - 418]
2) Rapat Kerja Nasional KORPRI dihadiri oleh: a) Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota. f) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan,
Badan
Layanan
Umum
Pusat,
Lembaga
Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus. 3) Rapat Kerja Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam dua tahun; 4) Rapat Kerja Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus KORPRI Nasional; 5) Rapat Kerja Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Nasional untuk melakukan langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. o. Rapat
Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Rapat Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara adalah forum komunikasi dan evaluasi
dalam rangka mengembangkan
keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi; 2) Rapat Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional;
[UDIN 2015 – KORPRI - 419]
b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara yang bersangkutan; c) Utusan
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Unit
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Non
Negara
yang
bersangkutan. 3) Rapat Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara diadakan sekali dalam dua tahun; 4) Rapat Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dipimpin oleh Ketua Unit Nasional yang bersangkutan; 5) Rapat Kerja KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara
berwenang
memberikan rekomendasi kepada Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian,
Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga Negara untuk melakukan langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. p. Rapat Kerja KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Rapat Kerja KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara adalah forum komunikasi dan evaluasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi; 2) Rapat Kerja KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Negara yang bersangkutan;
[UDIN 2015 – KORPRI - 420]
Lembaga
b) Utusan
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Unit
Pemerintah
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Non
Negara
yang
bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Komisariat/Kelompok. 3) Rapat Kerja KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara diadakan sekali dalam dua tahun; 4) Rapat Kerja KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara dipimpin oleh Ketua Unit Nasional yang bersangkutan; 5) Rapat Kerja KORPRI Unit Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara berwenang memberikan rekomendasi kepada Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah
Non
Kementerian,
Pimpinan
Kesekretariatan
Lembaga Negara untuk melakukan langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. q. Rapat Kerja KORPRI Pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia 1) Rapat Kerja KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia adalah forum
komunikasi dan
evaluasi
dalam rangka
mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi; 2) Rapat Kerja KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan;
[UDIN 2015 – KORPRI - 421]
c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan. 3) Rapat Kerja KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia diadakan sekali dalam dua tahun; 4) Rapat Kerja KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang bersangkutan; 5) Rapat Kerja KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia berwenang memberikan rekomendasi kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. r. Rapat Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus 1) Rapat Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus adalah forum komunikasi dan evaluasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi; 2) Rapat Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dihadiri oleh:
[UDIN 2015 – KORPRI - 422]
a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan,
Badan
Layanan
Umum
Pusat,
Lembaga
Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan. 3) Rapat Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus diadakan sekali dalam dua tahun; 4) (Rapat Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus yang bersangkutan; 5) Rapat Kerja KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus berwenang memberikan rekomendasi kepada Pimpinan/Direksi pada lembaga masing-masing untuk melakukan langkahlangkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi.
[UDIN 2015 – KORPRI - 423]
s. Rapat Kerja KORPRI Provinsi 1)
Rapat Kerja KORPRI Provinsi adalah forum komunikasi, evaluasi,
dan konsultasi
dalam rangka mengembangkan
keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program di Provinsi; 2)
Rapat Kerja KORPRI Provinsi dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
yang
bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Daerah yang bersangkutan; f) Utusan Dewan pengurus KORPRI pada instansi vertikal di tingkat Provinsi. 3)
Rapat
Kerja
KORPRI
Provinsi
dilaksanakan
sekurang-
kurangnya sekali dalam dua tahun; 4)
Rapat Kerja KORPRI Provinsi dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Provinsi;
5)
Rapat
Kerja
KORPRI
Provinsi
berwenang
memberikan
rekomendasi kepada gubernur untuk melakukan langkahlangkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. t. Rapat Kerja KORPRI Unit Provinsi 1)
Rapat Kerja KORPRI Unit Provinsi adalah forum komunikasi, evaluasi, dan konsultasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program di Unit Provinsi;
2)
Rapat Kerja KORPRI Unit Provinsi dihadiri oleh: a) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
bersangkutan; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 424]
yang
c) Utusan Perwakilan anggota pada satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan. 3)
Rapat Kerja KORPRI Unit Provinsi dilaksanakan sekurangkurangnya sekali dalam dua tahun;
4)
Rapat Kerja KORPRI Unit Provinsi dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi;
5)
Rapat Kerja KORPRI Unit Provinsi berwenang memberikan rekomendasi kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah untuk melakukan langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi.
u. Rapat Kerja KORPRI Kabupaten/Kota 1)
Rapat
Kerja
komunikasi,
KORPRI evaluasi,
Kabupaten/Kota dan
konsultasi
adalah dalam
forum rangka
mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program kerja di Kabupaten/Kota; 2)
Rapat Kerja KORPRI Kabupaten/Kota dihadiri oleh: a) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
yang
bersangkutan; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota yang bersangkutan; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kecamatan yang bersangkutan; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Daerah yang bersangkutan; f) Utusan Dewan pengurus KORPRI pada instansi vertikal di tingkat Kabupaten/Kota. 3)
Rapat Kerja KORPRI Kabupaten/Kota dilaksanakan sekurangkurangnya sekali dalam dua tahun;
[UDIN 2015 – KORPRI - 425]
4)
Rapat Kerja KORPRI Kabupaten/Kota dipimpin oleh Ketua Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota
yang
bersangkutan; 5)
Rapat Kerja KORPRI Kabupaten/Kota berwenang memberikan rekomendasi
kepada
Bupati/Walikota
untuk
melakukan
langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. v. Rapat Kerja KORPRI Unit Kabupaten/Kota 1) Rapat Kerja KORPRI Unit Kabupaten/Kota adalah forum komunikasi,
evaluasi,
dan
konsultasi
dalam
rangka
mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program kerja di Unit Kabupaten/Kota; 2) Rapat Kerja KORPRI Unit Kabupaten/Kota dihadiri oleh: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota yang bersangkutan; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota yang bersangkutan; c) Utusan Perwakilan anggota pada satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan. 3) Rapat Kerja KORPRI
Unit Kabupaten/Kota dilaksanakan
sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun; 4) Rapat Kerja KORPRI Unit Kabupaten/Kota dipimpin oleh Ketua Dewan
Pengurus
KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota
yang
bersangkutan; 5) Rapat
Kerja
KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota
berwenang
memberikan rekomendasi kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah untuk melakukan langkah-langkah strategis yang bermanfaat bagi organisasi. 14. Keuangan a. Pembiayaan untuk kegiatan KORPRI bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
[UDIN 2015 – KORPRI - 426]
b. Pembiayaan untuk kegiatan KORPRI di Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat dan Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Pusat dan Daerah, serta Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus bersumber dari anggaran tahunan perusahaan/instansi/lembaga masing-masing; c. Selain Pembiayaan sebagaimana diatur diatas, maka untuk kegiatan KORPRI dapat juga bersumber dari: 1)
Bantuan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;
2)
Iuran anggota;
3)
Sumbangan yang tidak mengikat;
4)
Usaha-usaha lain yang sah.
15. Laporan dan Pertanggungjawaban a. Laporan 1) Setiap tingkat kepengurusan KORPRI berkewajiban untuk menyusun laporan tahunan atas pelaksanaan tugasnya; 2) Laporan sebagaimana dimaksud diatas disampaikan kepada Dewan Pengurus KORPRI yang berkedudukan satu tingkat di atasnya. b. Pertanggungjawaban 1) Setiap tingkat kepengurusan KORPRI berkewajiban untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya pada akhir masa jabatan kepengurusannya; 2) Laporan sebagaimana tersebut di atas disampaikan dalam musyawarah pada tingkat kepengurusan masing-masing. 16. Ketentuan Lain-Lain a. Staf Khusus dan Panitia Ad-Hoc 1) Dewan Pengurus KORPRI Nasional dapat mengangkat Staf Khusus sebanyak-banyaknya lima orang; 2) Dewan Pengurus KORPRI Nasional dapat membentuk Panitia Ad-Hoc untuk menangani masalah-masalah yang krusial dan mendesak;
[UDIN 2015 – KORPRI - 427]
3) Tata cara pengangkatan Staf Khusus dan pembentukan Panitia Ad-Hoc sebagaimana diatur di atas akan diatur tersendiri di dalam peraturan Dewan Pengurus KORPRI Nasional. b. Pengaturan Khusus Organisasi KORPRI 1)
Kepengurusan KORPRI di lingkungan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan instansi lain yang mempunyai kekhususan dalam struktur
organisasinya
sehingga
memerlukan
pengaturan
organisasi tersendiri sebagai kelengkapan untuk memenuhi peraturan perundangan-undangan dapat menyusun peraturan organisasi KORPRI sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI serta peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2)
Kepengurusan
KORPRI
di lingkungan
Kementerian
dan
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang mempunyai kekhususan
dalam
struktur
memerlukan
pengaturan
kelengkapan
untuk
organisasinya
organisasi
memenuhi
sehingga
tersendiri
peraturan
sebagai
perundangan-
undangan dapat menyusun peraturan organisasi KORPRI sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI serta peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Satuan Pelaksana Kegiatan 1) Badan Pembina Olah Raga (BAPOR) KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana
kegiatan
di
bidang
keolahragaan,
yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan; 2) Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di bidang pendampingan dan bantuan hukum bagi anggota KORPRI, yang berkedudukan
[UDIN 2015 – KORPRI - 428]
di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan; 3) Badan Pembinaan Kesenian (BAPENI) KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di bidang kesenian bagi anggota KORPRI, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan; 4) Badan Pembina Rohani (BABINROH) KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di bidang pembinaan kerohanian untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi anggota, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan; 5) Yayasan KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di bidang pengabdian masyarakat yang bersifat nirlaba
untuk
meningkatkan kesejahteraan bagi anggota KORPRI beserta keluarganya, seperti kegiatan bidang pendidikan, kegiatan bidang bantuan sosial, kegiatan dibidang pelayanan kesehatan dan lain sebagainya, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan; 6) KOPERASI KORPRI dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di bidang
usaha
dan
perdagangan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan bagi anggota KORPRI, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan; 7) Usaha-usaha komersial lain yang tidak bertentangan dengan Undang-undang
dapat
dibentuk
pada
setiap
tingkatan
kepengurusan KORPRI sebagai satuan pelaksana kegiatan di
[UDIN 2015 – KORPRI - 429]
bidang
usaha
dan
perdagangan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan anggota, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada organisasi KORPRI sesuai tingkat kepengurusan. 17. Ketentuan Peralihan a. Dengan
berlakunya
Anggaran
Dasar
KORPRI
yang
telah
ditetapkan dan disahkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia, maka kepada seluruh tingkat kepengurusan KORPRI agar melaksanakan musyawarah guna menyesuaikan diri paling lambat satu tahun; b. Segala ketentuan organisasi KORPRI yang bertentangan dengan Anggaran Dasar ini dinyatakan tidak berlaku. D. ANGGARAN RUMAH TANGGA KORPRI. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional KORPRI Nomor: Kep-05/MUNAS VII/XI/2009 tanggal 19 Nopember 2009. Anggaran Rumah Tangga KORPRI memuat antara lain : 1. Keanggotaan a. Anggota KORPRI Anggota KORPRI terdiri atas: 1) Anggota Biasa; 2) Anggota Luar Biasa; 3) Anggota Kehormatan. b. Tata Cara Menjadi Anggota KORPRI 1) Tata cara menjadi Anggota Biasa: a) Bagi Pegawai Negeri Sipil secara otomatis menjadi anggota KORPRI sejak yang bersangkutan diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil; b) Bagi pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus,
[UDIN 2015 – KORPRI - 430]
yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil secara otomatis menjadi anggota KORPRI; c) Bagi pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Layanan Umum Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus, yang berasal dari serikat pekerja dapat menjadi anggota KORPRI dengan pengajuan secara individu maupun secara kolektif; d) Bagi pegawai Badan Usaha Milik Daerah, Lembaga Penyiaran Publik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah, secara otomatis menjadi anggota; e) Aparatur Pemerintah Desa atau Lembaga yang setara dengan Desa yang meliputi Kepala Desa dan Sekretaris Desa, secara otomatis menjadi anggota sejak menjadi perangkat desa; 2) Tata cara menjadi Anggota Luar Biasa: Bagi para pensiunan Pegawai Negeri Sipil, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat dan Daerah, Badan Layanan Umum Pusat dan Daerah, serta Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dapat menjadi anggota Luar Biasa
dengan cara
permohonan
Pengurus
pada
Dewan
mengajukan
KORPRI
dari
instansi/lembaga dimana yang bersangkutan pensiun. 3) Tata cara menjadi Anggota Kehormatan: a) Bagi Penasihat KORPRI di semua tingkat kepengurusan secara otomatis yang bersangkutan menjadi anggota kehormatan selama yang bersangkutan menjabat sebagai pimpinan
Kementerian/lembaga
pemerintah
non
Kementerian/kesekretariatan lembaga negara, gubernur dan
[UDIN 2015 – KORPRI - 431]
wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, Walikota dan wakil Walikota; b) Bagi seseorang yang dianggap berjasa terhadap organisasi KORPRI dapat diangkat oleh Dewan Pengurus KORPRI Nasional atas usul dari masing-masing kepengurusan KORPRI di semua tingkatan. 2. Hak Suara Dalam Musyawarah Korpri a. Hak Suara Dalam Musyawarah Nasional KORPRI 1) Yang mempunyai hak suara dalam Musyawarah Nasional KORPRI adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan,
Badan
Layanan
Umum
Pusat,
Lembaga
Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; f) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota; 2) Jumlah hak suara adalah: a) Dewan Pengurus KORPRI Nasional mempunyai tujuh belas suara; b) Masing-masing
Dewan
Kementerian/Lembaga
Pengurus Pemerintahan
KORPRI Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara mempunyai tiga suara;
[UDIN 2015 – KORPRI - 432]
c) Masing-masing Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Badan Layanan Umum Pusat, Lembaga Penyiaran Publik Pusat, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus mempunyai satu suara; d) Masing-masing Dewan Pengurus KORPRI pada Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mempunyai tiga suara; e) Masing-masing
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
mempunyai tiga suara; f) Masing-masing Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota mempunyai satu suara. 3) Penggambilan
keputusan
dilaksanakan
berdasarkan
musyawarah untuk mufakat, namun bila tidak memperoleh kesepakatan maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dengan memperhatikan kehadiran utusan masingmasing Dewan Pengurus KORPRI. b. Hak Suara Dalam Musyawarah Luar Biasa KORPRI 1) Musyawarah Luar Biasa KORPRI dapat dilakukan pada semua tingkat kepengurusan; 2) Musyawarah Luar Biasa KORPRI sebagaimana dimaksud di atas dilakukan sesuai
dengan ketentuan dalam Anggaran
Dasar; 3) Musyawarah Luar Biasa KORPRI diselenggarakan oleh panitia Musyawarah Luar Biasa KORPRI; 4) Hak Suara dalam Musyawarah Luar Biasa KORPRI sama dengan hak suara Musyawarah Nasional KORPRI c. Hak Suara Dalam Musyawarah Pimpinan KORPRI Setiap peserta Musyawarah Pimpinan mempunyai hak suara yang sama.
[UDIN 2015 – KORPRI - 433]
d. Hak Suara Dalam Musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan
Lembaga
Negara 1) Yang mempunyai hak suara dalam musyawarah KORPRI Kementerian/Lembaga
Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; b) Utusan
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Pemerintahan
Unit Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; c) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Kelompok
dan
Komisariat. 2) Hak suara yang dimiliki oleh masing-masing Utusan Dewan Pengurus KORPRI sebagaimana tersebut di atas mempunyai satu suara. e. Hak
Suara
Dalam
Musyawarah
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Pemerintahan
Unit Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara 1) Yang mempunyai hak suara dalam musyawarah KORPRI Unit Kementerian/Lembaga
Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; b) Utusan
Dewan
Pengurus
Kementerian/Lembaga
KORPRI
Pemerintahan
Unit Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara; c) Utusan
Dewan
Komisariat.
[UDIN 2015 – KORPRI - 434]
Pengurus
KORPRI
Kelompok
dan
2) Hak suara yang dimiliki oleh masing-masing Utusan Dewan Pengurus KORPRI sebagaimana tersebut di atas mempunyai satu suara. f.
Hak Suara Dalam Musyawarah KORPRI Provinsi 1)
Yang mempunyai hak suara dalam musyawarah KORPRI Provinsi adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Daerah; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat.
2)
Jumlah hak suara adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Nasional sebagai Peninjau tidak mempunyai hak suara; b) Setiap
anggota
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
mempunyai satu suara; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi mempunyai satu suara; d) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota
mempunyai satu suara; e) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Daerah mempunyai satu suara; f) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat mempunyai satu suara. g. Hak Suara Dalam Musyawarah KORPRI Unit Provinsi 1) Yang mempunyai hak suara dalam musyawarah KORPRI Unit Provinsi adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 435]
c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat. 2) Jumlah hak suara adalah: a) Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Provinsi
sebagai
Peninjau tidak mempunyai hak suara; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Provinsi mempunyai satu suara; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat mempunyai satu suara. h. Hak Suara Dalam Musyawarah KORPRI Kabupaten/Kota 1) Yang mempunyai hak suara adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota; b) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota; c) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Daerah; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kecamatan. 2) Jumlah hak suara adalah: a) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Provinsi sebagai Peninjau tidak mempunyai hak suara; b) Setiap anggota Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota mempunyai satu suara; c) Utusan
Pengurus
KORPRI
Unit
Kabupaten/Kota
mempunyai satu suara; d) Utusan Dewan Pengurus KORPRI Badan Usaha Milik Daerah, Badan Layanan Umum Daerah dan Lembaga Penyiaran Daerah mempunyai satu suara; e) Utusan Pengurus KORPRI Unit Kecamatan mempunyai satu suara. i.
Hak Suara Dalam Musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota 1) Yang mempunyai hak suara dalam musyawarah KORPRI Unit Kabupaten/Kota adalah: a)
Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kabupaten/Kota;
[UDIN 2015 – KORPRI - 436]
b)
Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota;
c)
Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat.
2) Jumlah hak suara adalah: a)
Utusan
Dewan
Pengurus
KORPRI
Kabupaten/Kota
sebagai Peninjau tidak mempunyai hak suara; b)
Utusan Dewan Pengurus KORPRI Unit Kabupaten/Kota mempunyai satu suara;
c)
Utusan Dewan Pengurus KORPRI Kelompok/Komisariat mempunyai satu suara.
3. Sahnya Musyawarah KORPRI a. Sahnya Musyawarah KORPRI 1)
Musyawarah Musyawarah
KORPRI
Nasional,
Musyawarah
Kementerian/Lembaga
Pimpinan,
Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara, Musyawarah Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Lembaga Penyiaran Publik, Badan Hukum Milik Negara, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus, Musyawarah Unit Kementerian/Lembaga
Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara, Musyawarah Provinsi,
Musyawarah
Unit
Provinsi,
dan
Musyawarah
Kabupaten/Kota, serta Musyawarah Unit Kabupaten/Kota dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 50% ditambah 1(satu) dari jumlah peserta yang berhak hadir dan mempunyai hak suara dalam musyawarah tersebut; 2)
Ketentuan sebagaimana tersebut di atas berlaku juga untuk Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkatan kepengurusan.
b. Pengambilan Keputusan Musyawarah 1)
Keputusan Musyawarah diambil dengan musyawarah dan mufakat;
2)
Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud di atas tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak.
[UDIN 2015 – KORPRI - 437]
3)
Setiap peserta yang hadir dan mempunyai hak suara yang sama.
c. Kuorum Musyawarah 1)
Keputusan-keputusan Nasional,
yang
diambil
Musyawarah
dalam
Pimpinan,
Kementerian/Lembaga
Musyawarah Musyawarah
Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara, Musyawarah Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Lembaga Penyiaran Publik, Badan Hukum Milik Negara, Badan Otorita dan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus, Musyawarah Unit Kementerian/Lembaga
Pemerintahan
Non
Kementerian/Kesekretariatan Lembaga Negara, Musyawarah Provinsi,
Musyawarah
Unit
Provinsi,
dan
Musyawarah
Kabupaten/Kota, serta Musyawarah Unit Kabupaten/Kota, dinyatakan sah apabila memenuhi kuorum sebesar 50% ditambah 1(satu) dari jumlah peserta yang hadir tambah satu dan mempunyai hak suara; 2)
Ketentuan sebagaimana tersebut di atas berlaku juga untuk Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkatan kepengurusan.
4. Persyaratan Jabatan Pengurus Korpri a. Syarat untuk dapat diangkat menjadi Pengurus KORPRI pada setiap
tingkat
kepengurusan
adalah
berkedudukan
sebagai
anggota biasa KORPRI; b. Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1)
Mempunyai kemampuan, komitmen, loyalitas, integritas dan dedikasi yang tinggi terhadap perjuangan organisasi KORPRI;
2)
Telah mengabdikan dirinya bagi kepentingan organisasi KORPRI.
[UDIN 2015 – KORPRI - 438]
5. Pembagian Tugas Dan Tata Kerja Pembagian Tugas dan Tata Kerja masing-masing Dewan Pengurus KORPRI diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dewan Pengurus KORPRI sesuai dengan tingkat kepengurusan. 6. Tindakan Disiplin Dan Pemberhentian a. Sanksi Pelanggaran Disiplin 1) Anggota Dewan Pengurus KORPRI dapat dikenakan sanksi apabila: a) melakukan pelanggaran terhadap kode etik; b) terbukti melalaikan tugas; c) menyalahgunakan
wewenang
dan/atau
hak
milik
organisasi; d) mencemarkan nama baik/citra organisasi; e) melakukan perbuatan yang tercela sehingga merendahkan martabat pribadi, keluarga dan/atau organisasi; f)
dihukum dengan hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2)
Jenis sanksi meliputi: a. peringatan (lisan dan tertulis); b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
3)
Sanksi sebagaimana tersebut di atas dikenakan setelah dilakukan pemeriksaan oleh Rapat Dewan Pengurus KORPRI lengkap sesuai dengan tingkat kepengurusan.
b. Mekanisme Pemeriksaan 1)
Untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota Dewan Pengurus KORPRI disemua tingkatan dibentuk Panitia Ad-Hoc;
2)
Panitia Ad-Hoc melakukan pemeriksaan terhadap anggota Dewan Pengurus KORPRI yang melanggar dan hasil pemeriksaan dibuatkan berita acara;
[UDIN 2015 – KORPRI - 439]
3)
Panitia
Ad-Hoc
melaporkan
kepada
Dewan
Pengurus
KORPRI untuk diputuskan lebih lanjut mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada anggota Dewan Pengurus KORPRI yang melanggar; 4)
Dewan Pengurus KORPRI melakukan rapat pleno untuk menjatuhkan sanksi.
c. Pembelaan Diri 1)
Anggota Dewan Pengurus KORPRI yang terkena sanksi, berhak untuk melakukan pembelaan diri secara lisan dan/atau tertulis yang disampaikan kepada Ketua Dewan Pengurus KORPRI di masing-masing tingkatan kepengurusan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak sanksi dikenakan;
2)
Untuk mengambil keputusan atas pembelaan diri tersebut di atas, perlu dilakukan melalui mekanisme Rapat Pimpinan yang diselenggarakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat pembelaan diri;
3)
Apabila
diperlukan,
kepada
anggota
Dewan
Pengurus
KORPRI yang akan dikenai sanksi dapat dipanggil untuk dimintai keterangan secara langsung dalam Rapat Pimpinan. d. Peringatan Peringatan lisan maupun tertulis dilakukan terhadap Anggota Dewan Pengurus KORPRI yang: 1)
Melakukan pelanggaran terhadap kode etik;
2)
Terbukti melalaikan tugas;
3)
Menyalahgunakan wewenang dan/atau hak milik organisasi;
4)
Mencemarkan nama baik/citra organisasi;
5)
Melakukan perbuatan yang tercela sehingga merendahkan martabat pribadi, keluarga dan/atau organisasi
e. Pemberhentian Sementara 1)
Pemberhentian
sementara
dikenakan
terhadap
anggota
Dewan Pengurus KORPRI yang telah diberi peringatan, baik secara lisan maupun tertulis tiga kali berturut-turut;
[UDIN 2015 – KORPRI - 440]
2)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh Dewan Pengurus KORPRI di masing-masing tingkat kepengurusan berdasarkan keputusan rapat yang diadakan khusus untuk itu.
f.
Pemberhentian Dengan Hormat Anggota Dewan Pengurus KORPRI diberhentikan dengan hormat karena: 1)
Permintaan sendiri;
2)
Meninggal dunia;
3)
Pensiun;
4)
Berhenti dari jabatan negeri untuk menjadi pejabat negara;
5)
Pelanggaran disiplin.
g. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat 1)
Pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap Anggota
Dewan
Pengurus
KORPRI
apabila
telah
mendapatkan sanksi peringatan maupun Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pasal 19 dan pasal 20; 2)
Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Anggota Dewan Pengurus KORPRI dilakukan oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat diatasnya atas usul Dewan Pengurus KORPRI yang bersangkutan;
3)
Pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap Anggota Dewan Pengurus KORPRI apabila dikenai sanksi hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
7. Penggantian Jabatan Anggota Dewan Pengurus KORPRI Antar Waktu a.
Penggantian Jabatan Anggota Dewan Pengurus KORPRI Antar Waktu adalah tindakan pengisian kekosongan jabatan Dewan Pengurus KORPRI dikarenakan salah seorang anggota pengurus berhenti;
[UDIN 2015 – KORPRI - 441]
b.
Pergantian Ketua Dewan Pengurus KORPRI dapat dilakukan melalui musyawarah atau musyawarah luar biasa atau Rapat Dewan Pengurus KORPRI sesuai dengan tingkat kepengurusan;
c.
Pergantian anggota Dewan Pengurus KORPRI selain tersebut pada poin b dapat dilakukan melalui rapat kerja atau Rapat Dewan Pengurus KORPRI sesuai dengan tingkat kepengurusan;
d.
Pengisian kekosongan jabatan anggota Dewan Pengurus KORPRI antar waktu dilakukan oleh Dewan Pengurus KORPRI yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Dewan Pengurus KORPRI satu tingkat di atasnya;
e.
Pengisian kekosongan jabatan anggota Dewan Pengurus KORPRI antar waktu dapat dilakukan dengan mengangkat calon dari Dewan
Pengurus
KORPRI
yang
sudah
ada
dengan
mempertimbangkan kemampuan; f.
Pengisian
kekosongan
jabatan
anggota
Dewan
Pengurus
KORPRI, melalui pergantian anggota Dewan Pengurus KORPRI antar waktu wajib dilakukan paling lambat tiga bulan dari terjadinya kekosongan jabatan Pengurus; g.
Masa jabatan anggota Dewan Pengurus KORPRI yang diangkat melalui pergantian antar waktu berakhir bersamaan dengan berakhirnya periode kepengurusan Dewan Pengurus sesuai dengan tingkatannya
8. Pengelolaan Keuangan KORPRI a.
Pengelolaan
Keuangan
KORPRI
yang
bersumber
dari
APBN/APBD 1)
Pembiayaan untuk kegiatan kepengurusan KORPRI disusun berdasarkan ketentuan untuk perencanaan keuangan baik di tingkat pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah dan dikelola
berdasarkan
prinsip-prinsip
sistem
akuntansi
pemerintah (SAP); 2)
Pengawasan dan pertanggungjawaban
keuangan
untuk
kegiatan organisasi yang berasal dari APBN maupun APBD
[UDIN 2015 – KORPRI - 442]
serta
Hibah/Bantuan
dilakukan
menurut
ketentuan
pengawasan keuangan pemerintahan dan LAKIP. b.
Pengelolan Keuangan KORPRI yang bersumber dari Iuran Anggota 1)
Besaran
iuran
anggota
ditentukan
berdasarkan
hasil
musyawarah Dewan pengurus KORPRI pada masing-masing tingkatan; 2)
Pengalokasian dan penggunaan iuran anggota pada setiap tingkat
kepengurusan
ditetapkan
melalui
musyawarah
tingkatan masing-masing; 3)
Besaran
iuran
sebagaimana
dimaksud
di
atas
serta
pengalokasian dan penggunaan sebagaimana dimaksud di atas disampaikan untuk mendapat persetujuan pengurus satu tingkat di atasnya; 4)
Pembukuan dana yang terhimpun
dari iuran anggota
sebagaimana dimaksud di atas dilakukan tersendiri dan pertanggungjawabannya disampaikan dalam musyawarah tiap tingkat kepengurusan untuk mendapat pengesahan; 5)
Penggunaan iuran anggota hanya boleh untuk menunjang kegiatan organisasi KORPRI.
c.
Pengelolaan Keuangan KORPRI yang bersumber dari Bantuan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/Pihak Lain 1)
KORPRI
dapat
menerima
bantuan
dari
Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah dan/atau dari pihak lain yang tidak mengikat; 2)
Pembiayaan untuk kegiatan KORPRI yang berasal dari dana hibah atau bantuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dikelola berdasarkan ketentuan pengelolaan dana hibah atau bantuan pemerintah;
3)
Setiap bantuan dan sumbangan sebagaimana dimaksud poin 1 yang diterima, wajib dicatat dan dipertanggungjawabkan sesuai peraturan organisasi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 443]
4)
Bantuan dan sumbangan sebagaimana yang dimaksud pada poin 1 hanya dapat dipergunakan/dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi.
d.
Pengelolaan Aset dan Keuangan KORPRI yang bersumber dari Hasil Usaha 1)
Dewan
Pengurus
KORPRI
di
masing-masing
tingkat
kepengurusan mempunyai kewenangan mengelola aset-aset yang dimiliki oleh KORPRI; 2)
Hasil usaha yang berasal dari aset-aset milik KORPRI di masing-masing tingkat kepengurusan dapat menjadi sumber keuangan untuk membiayai kegiatan KORPRI;
3)
Pemanfaatan hasil usaha ini dikelola berdasarkan prinsipprinsip akuntabilitas dan dilaporkan pada musyawarah anggota oleh setiap Dewan Pengurus dan/atau Pengurus KORPRI sesuai dengan tingkatannya.
9. Unit Pelaksana Kegiatan 1)
Dewan Pengurus
KORPRI di semua tingkatan dapat
membentuk Satuan Pelaksana Kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan,
perlindungan
hukum,
kesehatan
dan
kebugaran bagi anggota KORPRI dan keluarganya; 2)
Satuan pelaksana kegiatan dimaksud antara lain: BAPOR KORPRI, LKBH KORPRI, BAPENI KORPRI, Koperasi, BABINROH KORPRI, Yayasan, lembaga pendidikan, rumah sakit, dan usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku;
3)
Kepengurusan Satuan pelaksana kegiatan tersebut pada poin (1) dan (2) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengurus KORPRI sesuai tingkat kepengurusan;
4)
Kepengurusan Satuan pelaksana kegiatan tersebut pada poin (1), (2), dan (3) bertanggungjawab kepada Dewan Pengurus KORPRI sesuai tingkat kepengurusan;
[UDIN 2015 – KORPRI - 444]
5)
Seluruh aset yang dimiliki oleh Satuan pelaksana kegiatan berupa barang bergerak (kendaraan, surat berharga), barang tidak bergerak (tanah dan bangunan), serta seluruh barang inventaris kantor (Barang Milik Negara dan Barang Milik Organisasi) dikuasai dan dikelola oleh Dewan Pengurus KORPRI sesuai dengan tingkat kepengurusan.
6)
Satuan Pelaksana Kegiatan Dewan Pengurus KORPRI yang bersifat usaha: ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan keolahragaan serta perlindungan hukum diaudit oleh internal auditor atau bila diperlukan oleh akuntan publik.
10. Ketentuan Lain-Lain 1)
Dalam hal Dewan Pengurus KORPRI pada suatu tingkatan tidak berfungsi secara efektif sebagaimana mestinya, baik karena hal yang bersifat teknis maupun administratif serta sebab-sebab lainnya, Dewan Pengurus KORPRI setingkat di atasnya
wajib
mengambil
tindakan
tertentu
untuk
menyelamatkan kepentingan organisasi; 2)
Tindakan Dewan Pengurus KORPRI setingkat di atasnya sebagaimana dimaksud pada poin (1) dilakukan dengan keputusan Dewan Pengurus KORPRI pada tiap tingkatan.
3)
Untuk mengelola aset yang dimiliki KORPRI dan keuangan yang bukan berasal dari APBN/APBD Dewan Pengurus KORPRI
disemua
tingkatan
dapat
menunjuk
pengelolaan/bendahara asset dan keuangan; 4)
Pedoman tentang pengelolaan asset yang dimiliki KORPRI dan keuangan yang bukan berasal dari APBN/APBD akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Dewan Pengurus KORPRI Nasional.
11. Ketentuan Penutup 1)
Hal-hal yang belum diatur maupun yang memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga ini, akan diatur dalam Petunjuk Operasional Organisasi;
[UDIN 2015 – KORPRI - 445]
2)
Anggaran Rumah Tangga ini merupakan satu kesatuan dan tidak terpisah dengan Anggaran Dasar, sehingga hanya dapat
diubah
oleh
dan
dalam
Musyawarah Nasional
KORPRI. E. PROGRAM NASIONAL KORPRI TAHUN 2009-2014. Program Umum KORPRI Tahun 2009-2014 ditetapkan berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional VII KORPRI Nomor KEP-06/MUNAS VII/2009 tanggal 19 Nopember 2009. 1. Pendahuluan Organisasi KORPRI mempunyai tugas utama melaksanakan pembinaan jiwa korps (korsa) sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dengan demikian tugas dan fungsi KORPRI juga melaksanakan sebagian tugas pemerintahan sehingga organisasi KORPRI merupakan organisasi tidak terlepas dari kedinasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tersebut, tantangan yang dihadapi oleh KORPRI ke depan semakin berat dalam rangka membangun kesadaran anggota KORPRI agar memiliki rasa solidaritas yang kuat, menjalin persatuan dan kesatuan serta soliditas dan kohesivitas yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. KORPRI juga harus mampu menjadi motor penggerak reformasi birokrasi di tingkat pusat dan daerah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Dewasa ini pemerintah sedang menghadapi krisis ekonomi global yang berdampak pada kondisi anggaran pemerintah yang belum mampu untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan bagi anggota KORPRI, sehingga KORPRI dituntut untuk berpartisipasi memecahkan masalah kesejahteraan pegawai melalui usaha-usaha yang tidak membebani anggaran negara.
[UDIN 2015 – KORPRI - 446]
Di sisi lain, organisasi KORPRI harus mampu membangun profesionalisme
anggotanya
sebagai
perangkat
birokrasi,
mengembangkan kesejahteraan, serta memberikan pengayoman dan perlidungan hukum bagi anggotanya. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi, KORPRI menghadapi berbagai macam kendala yang harus diselesaikan antara lain masih rendahnya kebanggaan
solidaritas dan
antar
rasa
anggota,
memiliki;
belum
masih
terciptanya rendahnya
rasa tingkat
kesejahtaraan; masih rendahnya kinerja birokrasi karena belum sesuainya
profesionalisme
dan
kompetensi;
belum
optimalnya
pengayoman dan perlindungan hukum bagi anggota; serta belum berjalannya reward and punishment. 2. Fungsi Fungsi yang diselenggarakan KORPRI adalah: a. Satu satunya wadah berhimpunnya seluruh anggota untuk mencapai tujuan bersama; b. Pembangun jiwa korps (korsa); c. Perekat dan pemersatu bangsa dan negara; d. Wadah untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan penghargaan bagi anggota; e. Pengayom, pelindung dan pemberi bantuan hukum bagi anggota; f.
Peningkatan harkat dan martabat anggota;
g. Peningkatan
ketaqwaan,
kejujuran,
keadilan,
disiplin
dan
profesionalisme; h. Perwujudan kepemerintahan yang baik. 3. Arah Kebijakan Dan Sasaran a. Penguatan organisasi dan tata kerja dengan sasaran terbangunnya organisasi KORPRI yang solid, kuat, dan mampu melaksanakan tugas-tugas secara efektif dan efisien. b. Penguatan jiwa korps dengan sasaran terbangunnya soliditas dan solidaritas anggota KORPRI sebagai abdi negara, abdi masyarakat dan aparat birokrasi.
[UDIN 2015 – KORPRI - 447]
c. Pengembangan
usaha
dengan
sasaran
meningkatnya
kesejahteraan anggota d. Pengayoman dan perlindungan hukum dengan sasaran terciptanya rasa aman bagi anggota dalam rangka melaksanakan tugas-tugas kedinasan e. Peningkatan
profesionalisme,
disiplin
dan
pemberiaan
penghargaan dengan sasaran terciptanya aparatur yang kompeten, berdedikasi dan berintegritas. f.
Arah
kebijakan
tersebut
pada
huruf
a-e
tersebut
diatas
dilaksanakan dengan sasaran terwujudnya suatu pemerintahan yang transparan dan akuntabel. 4. Pokok-Pokok Program a. Organisasi dan Tata Kerja : 1) Terbentuknya organisasi KORPRI dengan paradigma dan struktur organisasi yang baru sesuai hasil Musyawarah Nasional di semua tingkat kepengurusan. 2) Terbentuknya
kesekretariatan
tetap
KORPRI
dengan
paradigma dan struktur organisasi yang baru sesuai hasil Musyawarah Nasional di semua tingkat kepengurusan. 3) Mengembangkan dan mengefektifkan komunikasi, koordinasi dan hubungan kerja antar pengurus KORPRI di semua tingkatan
dengan
membangun
sistem
jaringan
internet,
membangun website, dan penerbitan (Tabloid, Koran, Majalah) secara berkala. 4) Membangun kerjasama dengan organisasi sejenis (public services) baik ditingkat nasional, regional maupun internasional. 5) Pengembangan keanggotaan KORPRI di jajaran BUMN, BUMD, BLU, BHMN, BHUP, LPP, dan lembaga-lembaga lain yang pegawainya digaji melalui anggaran negara (APBN, APBD). 6) Pengembangan
organisasi-organisasi
otonom
dibawah
KORPRI yang berfungsi sebagai unit-unit pelaksana teknis
[UDIN 2015 – KORPRI - 448]
antara lain BAPOR/BAPENI KORPRI, LKBH KORPRI, Koperasi KORPRI, Usaha-Usaha ekonomi KORPRI, Yayasan Pendidikan KORPRI, Generasi Muda KORPRI (GEMA KORPRI) dan lainlain. b. Pembinaan Jiwa Korps (Korsa) 1) Peningkatan rasa solidaritas sesama anggota KORPRI untuk mewujudkan soliditas organisasi. 2) Dikembangkannya sistem pengawasan atasan langsung secara berjenjang
dalam
rangka
peningkatan
disiplin
anggota
KORPRI. 3) Menetapkan sistem tata upacara yang baku bagi anggota KORPRI/PNS pada upacara rutin tanggal 17 setiap bulan dan upacara hari-hari besar nasional. 4) Dilaksanakannya tata upacara persemayaman dan upacara pemakaman sebagai penghormatan kepada anggota KORPRI yang meninggal dunia baik dimasa dinas maupun purna dinas diseluruh tingkat kepengurusan KORPRI. 5) Memperkuat upaya pembinaan karier pegawai berdasarkan merrit system terlepas dari intervensi politik. 6) Meningkatkan rasa nasionalisme/sadar kebangsaan bagi setiap anggota KORPRI guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. 7) Menyelenggarakan Pekan Olah Raga Nasional KORPRI (PORNAS KORPRI) 1 (satu) kali dalam periode kepengurusan KORPRI. 8) Meningkatkan Iman dan Taqwa melalui pembinaan keagamaan secara rutin bagi anggota KORPRI. c. Usaha dan Kesejahteraan : 1) Mendorong terbangunnya usaha Koperasi di semua tingkat kepengurusan yang mempunyai jejaring pengembangan usaha, pemasaran, distribusi barang dan jasa, untuk meningkatkan hasil usaha demi kesejahteraan anggota.
[UDIN 2015 – KORPRI - 449]
2) Mengupayakan peningkatan penerimaan Uang Tabungan Pensiun bagi PNS dan mendesak pemerintah untuk membayar iuran sebagai pemberi kerja melalui Tabungan Pensiun (TASPEN). 3) Mengupayakan peningkatan pelayanan Kesehatan melalui Asuransi Kesehatan (ASKES) bagai anggota KORPRI beserta keluarganya; 4) Mendorong terbangunnya perumahan bagi anggota KORPRI baik di pusat maupun daerah di semua tingkat kepengurusan yang bekerjasama dengan Menteri Negara Perumahan Rakyat, BAPERTARUM,
Departemen
Pekerjaan
Umum,
Badan
Pertanahan Nasional dan Pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan program
pembangunan satu juta rumah bagi
PNS. 5) Mendorong terbangunnya Rumah Sakit KORPRI di berbagai daerah. 6) Mendorong
pendirian
perusahaan-perusahaan
(perseroan
terbatas) yang sahamnya dimiliki oleh anggota KORPRI. 7) Mengupayakan Batas Usia Pensiun PNS dari 56 tahun menjadi 58 tahun. 8) Mengupayakan ibadah Haji dan Umroh bagi anggota KORPRI yang beragama Islam melalui Tabungan Haji PNS, sedangkan bagi
yang
beragama
melaksanakan
ziarah
lain
diberikan
keagamaan
kesempatan sesuai
untuk dengan
keyakinannya. 9) Mendorong terbangunnya lembaga-lembaga pendidikan formal dan informal yang dikelola oleh KORPRI disemua tingkat kepengurusan. 10) Mengupayakan Kartu Tanda Anggota KORPRI menjadi kartu multiguna
bekerja
sama
dengan Badan
Kepegawaian
Nasional, perbankan, asuransi dan instansi terkait lainnya.
[UDIN 2015 – KORPRI - 450]
11) Mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan Tunjangan Hari Raya minimal sebesar 1(satu) bulan gaji. d. Pengayoman dan Perlindungan Hukum : 1) Mengupayakan pendirian Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) KORPRI di seluruh tingkat
kepengurusan
bekerjasama dengan Perhimpunan Advokat. 2) Menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) bagi anggota KORPRI. 3) Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan untuk membangun Kesadaran Hukum bagi anggota KORPRI. 4) Memberikan pendampingan, bantuan hukum
dan Advokasi
bagi anggota KORPRI yang menghadapi masalah hukum. 5) Mengupayakan penyelesaian dan pengembalian aset-aset organisasi KORPRI disemua tingkatan yang dikuasai oleh Yayasan KORPRI, baik kelompok, maupun perorangan melalui jalur hukum. e. Profesionalisme, Disiplin dan Penghargaan : 1) Mengupayakan terbangunnya sistem pembinaan pendidikan dan pelatihan dalam rangka mewujudkan birokrat profesional karier. 2) Mengupayakan diadopsinya
materi-materi
KORPRI dalam
kurikulum dan sillaby pada pendidikan dan pelatihan prajabatan dan penjenjangan jabatan struktural dan fungsional. 3) Dikembangkannya
suatu
sistem
pemberian
penghargaan
terhadap anggota KORPRI maupun institusi. 4) Mengupayakan pengurus KORPRI disemua tingkatan untuk diangkat menjadi anggota BAPERJAKAT. 5) Mempelopori Gerakan Disiplin Nasional. f.
Pemerintahan yang Transparan, Akuntabel dan Partisipatif : 1) Berperan aktif untuk mewujudkan reformasi birokrasi di tingkat pusat dan daerah;
[UDIN 2015 – KORPRI - 451]
2) Melaksanakan
program
sesuai
perencanaan
dengan
pelaporan secara berkala serta evaluasi yang menyeluruh guna meningkatkan transparansi, akuntabel, dan partisipatif; 3) Mendorong terciptanya situasi dan lingkungan kerja yang kondusif. g. Program Kemitraan: Melaksakan program kegiatan bekerjasama dengan berbagai Instansi dalam rangka membantu program pemerintah, pengabdian masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat. 5. Penutup Keberhasilan Program Nasional KORPRI sangat tergantung pada kemauan, kesadaran, niat baik, tekad, semangat, dan partisipasi dari penasihat, pengurus dan anggota KORPRI. Untuk itu seluruh komponen KORPRI harus bekerjasama dan bahu membahu guna menyukseskan Program Nasional KORPRI dimaksud. Program Nasional KORPRI ini selanjutnya menjadi pedoman dan acuan dalam menyusun program kerja pada masing-masing jenjang kepengurusan sesuai kondisi dan kemampuan masing-masing tingkat kepengurusan. Rencana dan realisasi pelaksanaan Program Nasional KORPRI
agar
dilaporkan
secara
berkala
menurut
jenjang
kepengurusan organisasi. F. DOKTRIN DAN KODE ETIK 1. Doktrin KORPRI, adalah kebulatan tekad dan kesatuan pemikiran KORPRI tentang dasar-dasar dan pokok-pokok pelaksanaan serta pengembangan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara dan menjadi pedoman serta pembimbing bagi segenap anggota dalam melaksanakan asas dan mencapai tujuan KORPRI. Doktrin KORPRI disebut BHINNEKA KARYA ABDI NEGARA, yang berarti walaupun Pegawai Republik Indonesia melaksanakan tugas diberbagai bidang dengan jenis karya yang beraneka ragam, tetap
[UDIN 2015 – KORPRI - 452]
satu dalam rangka melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. 2.
Kode Etik Kode Etik KORPRI adalah PANCAPRASETYA KORPRI, yaitu aturan tata susila, sikap, akhlak dan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi anggota kelompok profesi tertentu dalam bersikap, berperilaku dan melaksanakan dengan
kegiatan.
Keputusan
PANCAPRASETIA
MUNAS
kelima
KORPRI
KORPRI
ditetapkan
nomor
KEP-
03/MUNAS/1999 tanggal 16 Pebruari 1999. PANCA PRASETIA KORPRI : Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah insan yang : 1. Setia dan taat kepada negara kesatuan dan pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Menjunjung
tinggi
kehormatan
Bangsa
dan
Negara
serta
memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara. 3. Mengutamakan kepentingan Negara dan Masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan. 4. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan Korps Pegawai Republik Indonesia. 5. Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme. G. LAMBANG DAN PANJI 1. Lambang Lambang KORPRI adalah lambang organisasi KORPRI dengan bentuk dasar terdiri atas : a) Pohon, dengan 17 ranting, 8 dahan dan 45 daun, melambangkan Proklamasi RI. b) Bangunan berbentuk balairung dengan 5 tiang, melambangkan tempat dan wahana sebagai pemersatu, perekat bangsa untuk mendukung pemerintahan RI yang stabil dan demokratis.
[UDIN 2015 – KORPRI - 453]
c) Sayap yang besar dan kuat ber-elar 4 ditengah dan 5 ditepi, melambangkan
pengabdian
dan
perjuangan
KOPRI
untuk
mewujudkan organisasi yang mandiri dan profesional. 2. Panji Panji adalah Bendera Organisasi berbentuk persegi panjang, dengan bahan dasar beludru, warna dasar hijau tua/hijau daun dilengkapi dengan gambar lambang organisasi yang disulam timbul dipasang ditengah, bertuliskan “ABDI NEGARA” yang dipasang pada ketiga sisi tepi kain. H. DEKLARASI SAPTA KARSA KORPRI Deklarasi Sapta Karsa KORPRI ditetapkan berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional VII KORPRI Nomor KEP-12/MUNAS VII/XI/2009 tanggal 19 November 2009. SAPTA KARSA KORPRI : Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia: 1. Membangun organisasi yang kuat dengan memantapkan jiwa korsa untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta mempertahankan NKRI. 2. Bersikap profesional dalam menjalankan tugas serta konsisten mendukung pemerintah. 3. Bersikap netral, rasional, obyektif dengan menjaga jarak yang sama dengan setiap komponen bangsa, dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 4. Memperjuangkan agar pembina kepegawaian dijabat oleh pejabat karier dalam birokrasi. 5. Mendesak pemerintah merealisasikan reformasi birokrasi dengan mempercepat terlaksananya sistem remunerasi bagi anggota korpri secara menyeluruh guna menuju tata kelola pemerintahan yang baik. 6. Mendesak pemerintah agar ikut mengalokasikan dana pensiun dari premi asuransi pensiun (taspen, bappertarum, askes) bagi pns. 7. Bertekad untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengayoman bagi anggota korpri beserta keluarganya.
[UDIN 2015 – KORPRI - 454]
ADMINISTRASI PERKANTORAN PENDAHULUAN A. PENGERTIAN UMUM 1. Pengertian Kantor Kantor menerima,
ialah
tempat
mengolah,
menangani
menyalurkan,
kegiatan
maupun
informasi,
baik
menggandakannya.
Sedangkan Kepala Kantor adalah seseorang yang menjalankan kegiatan dan memimpin pekerjaan kantor. Fungsi Kepala Kantor atau Office Manager dititikberatkan pada pengelolaan : a. Gedung atau tempat kerja. b. Personal yang menjalankan tugas pekerjaan, dan c. Pekerjaan perkantorannya sendiri. Ketiga faktor harus dikelola secara selaras, serasi dan seimbang. Kedudukannya di bawah Pimpinan organisasi dan fungsinya membantu pimpinan organisasi dengan memberikan pelayanan informasi dalam rangka pengambilan keputusan dan pencapaian tujuan organisasi (menurut George R. Terry-POAC). 2. Pengertian Sekretariat Kantor maupun Sekretariat, menurut arti umum adalah sama, yaitu tempat berbagai pekerjaan berlangsung. Sekretariat berasal dari bahasa LATIN yaitu
SECRETARIATUS
yang artinya KANTOR
SEKRETARIS BEKERJA, sedangkan SEKRETARIS berasal dari kata SECRETARIUS atau SECRETARIUM, artinya pejabat yang diserahi tugas memegang rahasia. SEKRETARIAT adalah para pegawai atau kantor yang dipercaya memelihara warkat-warkat dan melakukan tugas kesekretariatan (Jess Sterm). Sekretariat ialah suatu kantor atau badan untuk para pegawainya melakukan pemeliharaan warkat-warkat dan melakukan
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 455]
fungsi
kesekretariatan
untuk
suatu
perundingan
majelis
atau
perkumpulan (Edward C. Amith dan Arnold J. Zucher). B. ASAS ADMINISTRASI PERKANTORAN Pelaksanaan pekerjaan kantor dapat diorganisir dengan berpedoman pada 2 (dua) asas yaitu asas sentralisasi dan desentralisasi. 1. Sentralisasi Dengan asas ini dimaksudkan bahwa semua kegiatan/pekerjaan kantor pada satu organisasi dilakukan oleh satu satuan organisasi (unit) tersendiri,
sehingga
unit-unit
pelaksanaan
tugas
pokok
dalam
organisasi itu dibebaskan dari pekerjaan kantor yang meliputi misalnya memelihara arsip, mengetik surat dan lain sebagainya. Asas ini mempunyai kebaikan-kebaikan antara lain : a. mudah menyeragamkan cara kerja; b. mudah melakukan pengawasan; c. penghematan dalam penggunaan perabot dan peralatan kantor; d. mudah meratakan beban kerja; e. penggunaan tenaga kerja lebih fleksibel. Disamping itu ada juga kelemahan-kelemahan, antara lain : a. Dengan dipusatkannya semua pekerjaan kantor, maka tidak mungkin menampung semua pekerjaan pada waktu yang sama, sehingga pekerjaan kantor yang penting dan memerlukan waktu cepat, akan mengalami kelambatan/tertunda. b. Kebutuhan khas dari masing-masing unit belum tentu dapat dipenuhi oleh unit yang merupakan pusat (sentral) perkantoran. 2. Desentralisasi Dalam asas ini, setiap unit dalam organisasi tersebut mengurus masing-masing pekerjaan kantor yang diperlukan oleh lingkungannya, misalnya setiap bagian mempunyai seksi arsip sendiri, menyelesaikan tugas-tugas pengetikan tersendiri dan sebagainya. Asas ini mempunyai kebaikan-kebaikan antara lain :
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 456]
a. Apabila unit kerja organisasi tersebut dibeberapa gedung maka semua pekerjaan kantor lebih lancar jalannya kalau dipakai asas desentralisasi. b. Beberapa pekerjaan yang memang menurut sifatnya harus dilakukan oleh masing-masing bagian di desentralisasikan, karena mempunyai ciri khas misalnya pekerjaan-pekerjaan mengolah data, membuat laporan mengenai sesuatu yang bersifat teknis dan sebagainya. Kelemahan-kelemahan menggunakan asas ini antara lain : a. Kalau setiap bagian harus mempunyai alat-alat kantor yang sama, misalnya dalam hal pengadaan mesin stensil maka hal ini akan memboroskan biaya kantor, apabila mesin-mesin stensil tersebut penggunaannya di masing-masing unit tidak bertahan lama. b. Sulit mengadakan pengawasan pekerjaan kantor. Penerapan
tata
cara
pelaksanaan
pekerjaan kantor
yaitu
pemilihan asas yang paling baik untuk pekerjaan kantor bagi organisasi adalah dengan memperhatikan kebutuhan dan kebaikan-kebaikan dari kedua asas tersebut. KEGIATAN KANTOR A. PENGORGANISASIAN Suatu kegiatan pekerjaan didalam suatu kantor selalu ada tata usaha, karena sebenarnya tata usaha adalah merupakan kegiatan dari admnistrasi perkantoran (Administrasi dalam arti sempit). Menurut Drs. The Liang Gie, TATA USAHA dirumuskan sebagai segenap aktivitas menghimpun, mencetak, mengolah, menggandakan, mengirim dan menyimpan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam setiap usaha kerja sama. Berhubung dengan itu maka kegiatan yang bersifat ketatausahaan adalah meliputi : mengonsep, mengetik, mengirim, dan menerima surat, membuat laporan, memeriksa, menghitung dan lain sebagainya. 1. Ada tiga unsur dari kantor, yaitu :
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 457]
a. Gedung; b. Peralatan/perlengkapan/sarana; c. Personal. Salah satu alat dari atau sarana dari administrasi perkantoran adalah organisasi. Organisasi meliputi pembagian kerja dan pengaturan kerja mengenai permasalahannya.
Karya-karya
yang
dibutuhkan
dalam
proses
pekerjaan kantor antara lain personal dalam menjalankan tugas kewajiban menangani alat-alat atau perlengkapan/sarana tersebut. 2. Karya-karya kantor yang diperlukan dalam memperlancar proses pekerjaan (Flow of Work) suatu unit kerja (menurut Prof. Prajudi) antara lain: a. Formulir; b. Surat menyurat; c. Laporan; d. Kearsipan. Tidak kalah penting dalam Flow of Work tersebut adalah adanya standarisasi. B. KARYA KANTOR NOMOR SATU yaitu : Produksi pertama dari pekerjaan kantor adalah FORMULIR. Prof. Prayudi merumuskan sebagai sehelai kertas tipis atau tebal, kecil atau besar, dicetak dan dipergunakan untuk mengumpulkan atau meneruskan, menyampaikan, merekam informasi atau keputusan. Menurut
perumusan
ahli
perancang
FORMULIR
bernama
B.
KRONWALL, suatu formulir adalah selembar kertas atau kartu yang dipotong menurut ukuran tertentu yang akan dibuat pencatatan-pencatatan dan biasanya dicetak dengan garis tulisan, tanda-tanda, dan hal lain yang umum atau sering berulang kembali lagi dalam peristiwa-peristiwa yang berlainan yang memerlukannya, sedangkan apa yang bersangkut paut dengan peristiwa itu dinyatakan dengan jalan mengisi, mencoret dan menandai atau lainnya semacam itu.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 458]
1. Agar penggunaan formulir benar-benar mengenai sasaran, artinya menghemat waktu dan tenaga, maka : a. Formulir harus didesain dengan sebaik-baiknya sesuai dengan manfaat dan tujuan pembuatannya. b. Formulir harus dipergunakan secara jitu. c. Formulir harus diawasi penggunaannya. d. Formulir itu harus mempermudah pekerjaan tata usaha baik penyimpanan maupun perawatannya. 2. Isi formulir pada umumnya dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu : a. Bagian tercetak yang merupakan keterangan-keterangan yang telah tetap. Gunanya untuk menghemat waktu dan tenaga dalam pengisian formulir tersebut. b. Bagian
yang
kosong,
untuk
mengisi
hal-hal
yang
perlu
disampaikan/dilaksanakan. 3. Pembuatan Formulir. a. Setiap formulir hendaknya mempunyai kegunaan yang jelas. Perlunya standardisasi dalam menciptakan formulir yaitu: ukuran, jenis, warna, tipe hurufnya. b. Setiap formulir hendaknya dirancang dalam corak yang sederhana. c. Susunan keterangan hendaknya diatur secara logis dan praktis guna memudahkan pengisian. d. Hendaknya ada ruang yang kosong untuk keterangan-keterangan yang perlu diketahui. e. Penciptaan
dan
perancangan
formulir
dalam
suatu
kantor
hendaknya dipusatkan pada seorang petugas. C. KARYA KANTOR NOMOR DUA yaitu : SURAT MENYURAT Seorang yang bekerja di Bagian Tata Usaha setiap hari disibukkan oleh adanya surat masuk ataupun surat keluar. Karena surat masuk adalah sehelai kertas atau lebih yang ditulis/diketik dan memuat bahan komunikasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain, baik atas nama pribadi ataupun kedudukannya dalam kantor. Surat menyurat merupakan alat hubungan keluar dengan masyarakat yang tidak kalah pentingnya. [UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 459]
Surat menyurat dari setiap organisasi adalah penting karena dapat dijadikan alat oleh publik untuk menilai organisasi yang bersangkutan. 1. Pembuatan surat. a. Bagaimana caranya untuk selalu menghasilkan surat yang mempunyai
“Personal
Touch”,
artinya
surat
yang
selalu
memperhatikan pribadi dari setiap penerima surat, keamanan si penerima surat. b. Bagaimanakah
teknik
penulisan
surat
yang
sebaik-baiknya
mengenai opmak surat, lay out, dan penggunaan tanda-tanda indeks, koma, dan sebagainya. c. Bagaimana menghasilkan surat yang mutunya baik. 2. Teknik Pembuatan surat. Untuk menulis surat dengan baik, maka teknik pembuatannya harus memenuhi beberapa syarat, yakni : a. Obyektif (mengutamakan kepentingan pembaca); b. Singkat, sederhana, padat, tepat, akan tetapi tidak kasar dan tidak berbelit-belit; c. Bahasanya sopan, praktis, tepat, tetapi ramah; d. Harus terang, tegas, dan jelas (dari siapa, kepada siapa, dan tentang apa), kalimat yang dimengerti oleh umum/semua orang agar tidak menimbulkan kesalahan tafsiran/pahaman; e. Standardisasi; f.
Wujud fisik yang menarik (kualitas kertas baik dan rapih);
g. Sistematis (ada pembukaan, uraian isi, dan penutup). 3. Ciri-ciri Surat yang baik. a. Surat itu mempunyai maksud dan memang perlu; b. Bahasa yang dpakai sesuai dengan maksud surat tersebut dan dapat dimengerti oleh si pembaca; c. Surat itu menunjukkan budi bahasa, pertimbangan baik dan kebijaksanaan; d. Surat tidak terlampau panjang tetapi singkat dan jelas;
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 460]
e. Surat itu harus tulus dan mencerminkan pengertian akan masalahmasalah yang dihadapi oleh orang yang dituju; 4. Tujuan Pembuatan Surat. Teknik penulisan surat harus diperhatikan karena tujuan surat tidak lain adalah: a. Menyampaikan informasi; b. Menyampaikan kehendak si pengirim; c. Menyampaikan perintah-perintah atau instruksi; d. Meyakinkan seseorang dengan alasan yang masuk akal; e. Mendapat tindak balasan/lanjut. 5. Fungsi Surat. Surat sebagi alat komunikasi juga berfungsi sebagai: a. alat bukti tertulis; b. Alat pengikat; c. Bukti historis; d. Data organisasi; e. Pedoman bagi pimpinan dalam mengambil keputusan; f.
Alat pengukur maju mundur kegiatan/aktivitas organisasi;
g. Wakil/duta organisasi; h. Piranti/sarana Komunikasi Tertulis; i.
Alat Pengingat;
j.
Piranti/sarana Tata Usaha.
6. Sifat Surat. a. Ekonomis; b. Praktis; c. Efektif. 7. Pengetahuan Penunjang. Untuk
menulis
surat
dengan
baik
selain
mempunyai
pengetahuan/pendidikan yang cukup, juga seharusnya: a. Tenaga terampil; b. Metode membaku; c. Fasilitas yang memadai;
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 461]
d. Tenaga yang berpengetahuan dalam hal tata bahasa. KOMPOSISI SURAT dan GAYA BAHASA, misalnya: a. Bahasa surat jelas, sopan, dan praktis; b. Mengetahui
peraturan-peraturan
yang
berhubungan
dengan
masalahnya; c. Mengetahui posisi pejabat pembuat dan penerima surat. Surat-surat yang ada dalam masyarakat banyak macam ragamnya, baik dilihat dari segi isi dan tujuan maupun wujud dan sifatnya. Adanya keanekaragaman tersebut adalah wajar karena bidang kegiatan yang ada dalam masyarakat yang menggunakan surat sebagai alat komunikasi demikian luasnya/banyaknya persoalan-persoalan yang perlu diselesaikan dengan mempergunakan surat. 8. Klasifikasi Surat. Jika diadakan klasifikasi atau penggolongan maka surat dapat dibedakan dalam berbagai macam, yaitu : a. Menurut wujudnya (kartu pos, warkat, dsb.); b. Menurut keamanan isinya; c. Menurut jumlah isinya; d. Menurut urgensinya/pengirimannya/derajadnya. Dari penggolongan surat tersebut di atas, maka yang sangat perlu diperhatikan adalah penggolongan surat menurut keamanan isinya yang akan diklasifikasikan sebagai berikut: a. Surat Sangat Rahasia. b. Surat Rahasia. c. Surat Biasa. Cara penggunaan amplop menurut klasifikasi surat tersebut adalah : a. Surat Sangat Rahasia. Dengan menggunakan 3 (tiga) amplop. Amplop pertama, diberi tanda “SANGAT RAHASIA” kemudian dilak, amplop tersebut dimasukkan ke dalam amplop kedua diberi tanda “SANGAT RAHASIA”
dan dilak, kemudian dimasukkan ke dalam
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 462]
amplop ketiga yang merupakan Surat Biasa (tidak diberi tanda “SANGAT RAHASIA”) b. Surat Rahasia Dengan menggunakan 2 (dua) amplop. Amplop pertama diberi tanda “RAHASIA” dan dilak, dimasukkan ke dalam amplop kedua yang merupakan Surat Biasa. c. Surat Biasa Cara pengiriman dengan menggunakan 1 (satu) amplop, tidak dengan tanda. Surat menyurat merupakan hubungan ke luar dengan masyarakat yang sangat penting, keterampilan dalam membuat surat
sesuai dengan
peraturan atau standar yang sudah ditentukan sangat mempengaruhi kredibilitas dari organisasi yang bersangkutan. D. KARYA KANTOR NOMOR TIGA, yaitu : LAPORAN Fungsi Laporan: Menghimpun, mencatat, usaha mencari data, menilai data, menyimpan data. Prinsip Laporan: Sederhana, terpadu, berdaya guna (efektif)/berhasil guna (efisien), cepat dan tepat, valid (sahih dan benar), realible (nyata). Ada enam asas laporan tertulis yang baik : a. Kejelasan (clarity); b. Ketetapan (consistency); c. Kelengkapan (adequacy); d. Ketepatan waktu (timeliness); e. Kemungkinan Penjelasan (adaptability); f.
Minat ( nterest). Laporan yang baik adalah laporan yang disusun dan
diolah
berdasarkan data dan informasi yang benar dan dapat dipercaya dengan disertai analisa. E. KARYA KANTOR NOMOR EMPAT, yaitu : KEARSIPAN 1. Kearsipan atau sering disebut Administrasi Kearsipan adalah semua kegiatan
yang
berkenaan
dengan
penerimaan,
pencatatan,
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 463]
penyimpanan,
penggunaan,
pemeliharaan,
penyusutan
dan
pemusnahan benda-benda arsip. Tetapi aktivitas pokok dari kearsipan adalah aktivitas yang berkenaan dengan penyimpanan. Menurut LAN arsip adalah : Segala kertas naskah buku, foto, film, rekaman suara, gambar, peta, bagan atau dokumen-dokumen lain dalam segala macam bentuk sifatnya, aslinya atau salinannya serta segala cara penciptaannya dan yang dihasilkan atau diterima oleh suatu badan, sebagai bukti dari tujuan organisasi, fungsi, prosedur, pekerjaan/kegiatan-kegiatan lainnya dari pemerintah atau karena pentingnya informasi yang terkandung di dalamnya. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971, Arsip ialah : Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga negara dan Badan-badan Pemerintah dalam bentuk corak apapun baik dalam
keadaan
tunggal
maupun
berkelompok,
dalam
rangka
pelaksanaan kegiatan pemerintah. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan Swasta dan atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun kelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan. 2. Fungsi Arsip : Menurut pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang PokokPokok Kearsipan, arsip dapat dibedakan : a. Arsip Dinamis, yaitu arsip yang dapat dipergunakan secara langsung untuk perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan bangsa pada umumnya atau dipergunakan secara langsung dalam penyelenggaraan Administrasi Negara. b. Arsip Statis, yaitu arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk perencanaan penyelenggaraan kehidupan bangsa pada umumnya, maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari Administrasi Negara.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 464]
c. Arsip aktif, adalah arsip dinamis yang secara langsung dan terus menerus diperlukan dan digunakan dalam penyelenggaraan administrasi. d. Arsip in aktif, adalah arsip dinamis yang frekuensi penggunaannya untuk penyelenggaraan administrasi mulai menurun. 3. Pengertian Filing adalah proses pengaturan dan penyimpanan bahanbahan secara sistimatis, sehingga bahan-bahan tersebut dengan mudah dan cepat dapat ditemukan kembali setiap kali diperlukan. 4. Tata Cara Menyusun dan Menyimpan Arsip atau Sistem Penyimpanan Warkat atau Arsip. Pada pokoknya dikenal lima macam penyimpanan warkat : a. Penyimpanan
menurut
abjad
dari
nama-nama
orang
atau
organisasi utama yang tertera dalam tiap-tiap warkat itu. Dalam surat menyurat antara sebuah perusahaan dengan para langganannya misalnya, surat-surat yang ditujukan dan diterima dari langganan itu disimpan menurut abjad nama masing-masing langganan. b. Penyimpanan menurut pokok-pokok soal (subject filing). Warkat-warkat dapat pula disimpan menurut urusan yang dimuat dalam tiap warkat. Misalnya semua surat menyurat yang mengenai satu di bawah judul iklan. Demikian pula misalnya surat kontrak tentang pembelian tanah. Warkat-warkat yang telah dikelompokkan menurut pokok soalnya itu kemudian disimpan menurut urutan abjad judul-judul urusan tersebut. c. Penyimpanan menurut wilayah (geographic filing) Surat-surat yang harus dirawat oleh suatu organisasi dapat pula disimpan
menurut
pembagian
wilayahnya.
Untuk
Indonesia
misalnya,dapat dikelompokkan menurut pulau-pulau (Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan lain-lainnya), atau menurut propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lain-lainnya). Sebuah
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 465]
penerbit majalah yang mempunyai langganan di seluruh Indonesia, misalnya dapat menyimpan surat-surat dengan langganan itu menurut kota-kota tempat tinggal masing-masing orang. Di sini dipakai pula sistem abjad untuk mengatur urutan-urutan nama-nama langganan itu, tetapi pengelompokan utamanya adalah menurut pembagian wilayah. d. Penyimpanan menurut Nomor (Numeric filing). Pada sistem penyimpanan ini warkat yang mempunyai nomor disimpan menurut angka dari 1 (satu)
terus meningkat hingga
bilangan yang lebih besar. e. Penyimpanan menurut Tanggal (chronological filing) Sebagai sistem terakhir untuk menyimpan warkat-warkat ialah menurut urut-urutan tanggal yang tertera dalam tiap-tiap warkat. Sistem
ini
dapat
dipakai
bagi
warkat-warkat
memperhatikan sesuatu jangka waktu tertentu,
yang
harus
misalnya surat-
surat tagihan. Demikianlah karya-karya kantor yang perlu mendapat perhatian dan harus ditangani secara profesional agar administrasi kantor dapat berjalan dengan baik dan berkembang secara sehat, berdaya guna dan berhasil guna. SYARAT DAN RUANG LINGKUP TUGAS PEGAWAI A. SYARAT-SYARAT PEGAWAI : Syarat-syarat yang dimiliki seorang pegawai antara lain : 1. Syarat Pengetahuan, antara lain : a. Pengetahuan Umum yang luas, terutama yang berhubungan dengan tata naskah atau warkat (biaya pos, titipan kilat, hargaharga benda pos, dan tarif angkutan). b. Pengetahuan tentang misi, fungsi, tugas-tugas, struktur organisasi, serta susunan personil. c. Pengetahuan tentang korespondensi dan tata kearsipan.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 466]
d. Mengetahui dan menguasai penerapan bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar serta menguasai bahasa asing. e. Mengetahui teknik-teknik keprotokolan. 2. Syarat Keterampilan, antara lain : a. Teknik menyusun surat dengan pengetikan surat; b. Teknik tata cara penyimpanan arsip; c. Menulis cepat (steno); d. Teknik berkomunikasi dengan telepon; e. Teknik menyusun laporan. 3. Syarat Kepribadian, antara lain : a. Loyalitas, dedikasi yang tinggi. b. Ketekunan, keramah-tamahan. c. Kesabaran, kejujuran, keterbukaan. d. Ketelitian, kerapihan, kejelian. e. Bertanggung jawab. f.
Berpenampilan yang santun.
g. Dapat menyimpan rahasia. B. RUANG LINGKUP TUGAS PEGAWAI Tugas seorang pegawai dapat dikelompokkan menjadi delapan macam, sebagai berikut : 1. Tugas Rutin, yaitu tugas-tugas yang harus dikerjakan setiap hari tanpa memerlukan perintah khusus, atau pengawasan khusus. 2. Tugas-tugas
Khusus,
yaitu
melaksanakan
tugas-tugas
yang
diperintahkan oleh pimpinan dengan menyelesaikannya secara khusus dengan dimintai pendapatnya, pertimbangan dan pengalamannya. Tugas khusus itu, misalnya: mengonsep surat perjanjian kerja sama dengan relasinya atau instansi luar, menyusun surat-surat rahasia, dan sebagainya. 3. Tugas-tugas Istimewa, yaitu tugas-tugas yang menyangkut keperluan pimpinan, antara lain : a. Membetulkan letak alat tulis pimpinan beserta menyediakan perlengkapan yang diperlukan. [UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 467]
b. Bertindak sebagai penghubung untuk meneruskan informasi kepada relasinya. c. Mengingatkan pimpinan untuk mengikuti acara yang sudah dijadwalkan atau menandatangani surat yang perlu segera diselesaikan. 4. Tugas Resepsionis, antara lain : a. Menerima dan menjawab telepon serta mencatat pesan. b. Menerima tamu yang akan bertemu denga pimpinan. c. Mencatat janji untuk pimpinan. d. Menyusun kerja sehari- hari pimpinan. 5. Tugas Keuangan, antara lain : a. Menangani urusan pimpinan dengan Bank. b. Membayar rekening pajak, sumbangan atas nama pimpinan. c. Menyimpan catatan keperluan sehari-hari pimpinan. d. Menyediakan dana untuk keperluan sehari-hari. 6. Tugas Sosial, antara lain : a. Mengurusi rumah tangga kantor pimpinan. b. Mengatur penyelenggaraan resepsi untuk kantor pimpinan beserta pengurusan undangannya. 7. Tugas Insidental, antara lain : a. Menyiapkan agenda rapat, menyiapkan laporan, pidato, atau pernyataan pimpinan. b. Membuat ikhtisar (clipping) dari berita-berita dan karangankarangan yang termuat dalam surat kabar, majalah, dsb, yang ada kaitannya dengan kepentingan organisasi. c. Mengoreksi bahan-bahan cetakan seperti : brosur, undangan, dsb, yang dikonsep oleh pimpinan. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas, maka tugas yang paling sederhana tetapi sangat penting karena menyangkut kewibawaan dan nama baik dari organisasi yaitu tugas menerima tamu dan juga tugas penanganan telepon.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 468]
C. TUGAS PENERIMA TAMU Sebagai seorang pegawai harus menghormati para tamu yang berkunjung ke kantor, serta dengan senang hati melayaninya. Untuk itu seorang pegawai perlu mempelajari tata cara menerima tamu, sehingga diharapkan tamu merasa senang dan mempunyai kesan yang baik. Seorang pegawai merupakan penyaring para tamu yang akan bertemu dengan pimpinan. Bersikaplah ramah kepada semua tamu yang datang. Tugas seorang pegawai adalah sebagai penghubung para tamu dengan pimpinan, bukan menjadi pembatas atau penghalang para tamu yang datang. Tugas pelayanan menerima tamu bagi seorang pegawai adalah untuk membantu pimpinan dalam menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Sedangkan setiap instansi mempunyai peraturan tersendiri dalam penerimaan tamu. 1. Beberapa petunjuk umum bagi pegawai dalam melayani tamu di kantor antara lain : a. Sebagai prinsip dasar adalah menghormati setiap tamu yang datang baik bersifat dinas maupun pribadi. Setiap tamu yang datang bertamu di kantor ingin disambut dengan baik sekaligus ingin dihormati. Seorang Pegawai harus pandai-pandai berbicara agar tamu yang datang tidak tersinggung perasaannya. Namun demikian seorang pegawai perlu melaksanakan peraturan yang berlaku di kantor tersebut. Seorang pegawai perlu memberitahukan peraturan-peraturan yang berlaku kepada setiap tamu secara ramah dan bijaksana. Sekalipun tamu tersebut kelihatan sombong dan kasar, tetapi sebagai seorang pegawai yang baik harus menguasai diri dan tetap memberikan pelayanan yang sebaik mungkin. Dengan demikian tamu tersebut akan mengubah sikapnya. Dan tindakan demikian akan memperbesar penghargaan orang terhadap organisasi tersebut. Oleh karena itu, segala tindakan yang dapat menyinggung atau menyakiti perasaan tamu, agar dihindari karena pasti akan merugikan organisasi. b. Melayani tamu menurut kepentingannya :
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 469]
1) Tamu yang datang untuk minta bantuan dana, dsbnya. 2) Tamu yang datang untuk menawarkan barang dagangan atau jasa. 3) Tamu yang ingin bertemu dengan keluarga dekat. c. Tamu aparat pemerintah : 1) Yang bersifat kunjungan rutin. 2) Yang bersifat kunjungan khusus. d. Tamu-tamu teman pimpinan. Sekalipun tamu yang datang adalah teman pimpinan, tetapi sebagai seorang pegawai yang bertanggungjawab perlu untuk bertanya lebih dahulu kepada pimpinan, apakah beliau bersedia untuk menerima tamu tersebut, sekarang atau belum. 2. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh penerima tamu yaitu : a. Ruang penerima tamu. b. Cara penerimaan tamu. c. Tamu yang tidak ada perjanjian sebelumnya. d. Tamu yang harus menunggu. e. Catatan tamu. f.
Merencanakan perjanjian. Petugas khusus penerima tamu biasanya selalu menyediakan
Buku Tamu, baik yang berupa buku besar maupun yang berupa kartu tamu/kertas tamu. Setiap pegawai harus mengetahui letak setiap bagian dari organisasinya dan juga nama-nama pejabat tersebut sehingga tamu-tamu yang datang untuk menemui pejabat-pejabat tersebut dapat dilayani dengan baik. Tamu-tamu tersebut dapat ditanyakan maksud kedatangannya kemudian tamu tersebut dapat diantar langsung ketempat atau bagian yang dituju. 3. Syarat Penerima Tamu : a. Ramah dan sopan, sabar, bersahabat. b. Terampil, disiplin yang tinggi. c. Penampilan rapi. d. Mempunyai pengetahuan yang memadai.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 470]
e. Mengetahui hal-hal pokok tentang organisasi. f.
Bijaksana.
D. PENANGANAN TELEPON Dengan pesawat telepon, masyarakat dapat berhubungan dengan suatu organisasi secara mudah dan cepat. Sehingga ini akan memberi keuntungan bagi organisasi, oleh karena itu seorang pegawai yang bertugas melayani telepon mempunyai peranan yang penting sekali. Seorang pegawai juga harus memiliki sifat dan kemampuan menangani telepon dengan baik, karena dialah yang menjawab telepon untuk atasannya dan wajib memberi kesan yang baik. Dalam melaksanakan tugas kegiatan kantor, para pegawai/pejabat dapat berkomunikasi langsung dengan cara bertamu ataupun melalui telepon. 1. Cara menangani telepon masuk : a. Seorang pegawai harus segera menjawab dan jangan membiarkan telepon berdering lebih dari lima kali. b. Angkatlah gagang telepon dengan tangan kiri. c. Tangan kanan siap dengan alat tulis untuk mencatat pesan. d. Hindari menjawab dengan mengatakan “ Hallo”, karena akan membuang waktu. e. Memberi salam dan menyebut nama organisasi atau kantor, misalnya “Selamat pagi, disini Biro Kepegawaian“. Bilamana anda menerima telepon, perkenalkan lebih dahulu nama bagian/unit kerja anda dan nomor telepon unit tersebut, bila perlu sebutkan nama anda sendiri. Tanyakan nama si penelepon dan apa keperluannya. f.
Kalau si penelepon belum diketahui atau belum jelas namanya, tanyakanlah
dengan
sopan
namanya.
Kemudian
dalam
pembicaraan selanjutnya, sering-sering menyebutkan namanya agar lebih menambah keakraban. g. Dalam pembicaraan melalui telepon, kata-kata harus diucapkan secara jelas, dalam menyampaikan apa yang dipikirkan harus lancar dan dengan suara yang tidak datar.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 471]
h. Ia harus pula mencatat segala pesan atau permintaan penelepon dengan tepat sambil menaruh perhatian penuh pada percakapan telepon itu, bila perlu ia harus meminta penelepon mengeja katakata sulit/asing. Demikian juga nomor telepon, angka dan pesanpesan lainnya ada baiknya untuk diulangi. i.
Dalam
mentransfer
telepon,
harus
benar-benar
mengetahui
masalah yang disampaikan oleh si penelepon. Jangan sampai penelepon disalurkan dari satu pesawat ke pesawat lainnya. j.
Berusaha untuk mendengar dan menyimak percakapan dengan baik, sehingga dapat mengetahui dan menangani penelepon dengan tepat dan cepat.
k. Apabila tidak dapat segera memenuhi permintaan penelepon, maka ia perlu menanyakan apakah penelepon setuju jika ia menelepon kembali. l.
Bila ada pekerjaan yang harus dikerjakan sebagai hasil dari penelepon tersebut, segera membuat catatan sebelum lupa.
m. Jangan melayani rekan yang mencoba manarik perhatian atau menyela saat sedang melakukan pembicaraan telepon. n. Kalau si penelepon salah menelepon, Berikanlah petunjuk yang sebaik-baiknya sehingga ia dapat menghubungi pihak lain dengan tepat. Janganlah menjawab dengan kata-kata “tidak tahu” atau “ itu bukan urusan saya”. o. Dalam mengakhiri pembicaraan melalui telepon, berbicaralah dengan ramah tidak tergesa-gesa dan ucapkan salam. Menutup telepon setelah penelepon memutuskan hubungan terlebih dahulu. p. Ia harus pula mencatat segala pesan atau permintaan penelepon dengan tepat sambil menaruh perhatian penuh pada percakapan telepon itu, bila perlu ia harus meminta penelepon mengeja katakata sulit/asing. Demikian ada baiknya untuk diulangi. 2. Syarat-Syarat penelepon. a. Ramah dan sopan, sabar, bersahabat. b. Terampil, disiplin yang tinggi.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 472]
c.
Penampilan rapi.
d. Mempunyai pengetahuan yang memadai. e. Mengetahui hal-hal pokok tentang organisasi. f.
Bijaksana.
E. TATA CARA KERJA SAMA MELALUI KOMUNIKASI Adalah suatu keharusan bagi setiap pegawai untuk bekerja sama dengan pegawai-pegawai lain. Hal ini penting karena tidak semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dapat diselesaikan sendiri. Pada Umumnya dapat dikatakan bahwa sesuatu penugasan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya diperlukan penjelasan baik mengenai isinya, cara melaksanakannya atau hal-hal lain yang dipandang perlu. Komunikasi adalah hubungan yang dilakukan oleh dua orang/pihak atau lebih untuk penyampaian pesan dengan selamat. Pihak pertama disebut Komunikator dan pihak kedua disebut Komunikan. Ketiga unsur ini (Komunikator, Komunikan, dan Pesan)
harus ada
dalam komunikasi. Sedangkan unsur-unsur yang lebih antara lain adalah sarana seseorang dapat melakukan kerja sama yang baik, kalau ia dapat menerapkan teori komunikasi ini berarti bahwa ia telah dapat berkomunikasi secara efektif. Komunikasi
berasal dari bahasa Latin yaitu COMMUNICATIO yang
artinya pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah communicatio bersumber dari kata comunis yang artinya sama maknanya. Jadi sekelompok orang yang terlibat dalam komunikasi harus memiliki kesamaan makna, jika tidak maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Bila seseorang menyampaikan pesan, pikiran dan perasaan kepada orang lain dan orang tersebut mengerti apa yang dimaksudkan oleh penyampai pesan maka komunikasi berlangsung. Yang
perlu
diperhatikan
agar
seseorang
berhasil
baik
dalam
komunikator dengan komunikan: 1. Adanya kesamaan bahasa antara komunikator dengan komunikan. 2. Adanya kejelasan pesan yang disampaikan. 3. Adanya sarana yang tepat dalam penyampaian pesan. [UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 473]
4. Pemilihan saat yang tepat dalam penyampaian pesan. 5. Adanya ajakan (persuasi) dari komunikator kepada komunikan. 6. Adanya itikad baik dari komunikator terhadap komunikan. Penerapan keenam tonggak komunikasi ini akan sangat membantu dalam melaksanakan kerja sama antara seseorang dengan orang lain. Sebagai pegawai yang harus mampu memecahkan masalah yang timbul dalam organisasi anda. Sikap mental terhadap setiap masalah yang timbul harus selalu positif, yaitu ikut berusaha sekuat tenaga untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Sikap positif yang dimiliki merupakan modal dasar untuk memberi sumbangan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sulit.
Tidak
hanya
bersikap
bersahabat
dan
menyenangkan
serta
pengetahuan tata krama dalam pergaulan saja, untuk menunjang karier, tetapi perlu juga pengembangan penampilan. F. SYARAT-SYARAT MENDUKUNG ATASAN 1. Ada 4 syarat mendukung atasan : a. KESETIAAN b. KEJUJURAN c. KEPRIBADIAN – Sikap pribadi untuk mendukung atasan. d. KINERJAAN – Semangat dalam bekerja. Jika
kita
mau
jujur,
maka
akan
menyadari
bahwa
kita
sesungguhnya pada saat bersamaan merupakan bawahan dan atasan dari orang lain. Menjadi atasan mungkin merupakan suatu “ Bakat “ yang kita miliki dari lahir. Sebab dari kecil kita belajar bagaimana menuntut dan memerintah orang tua. Sekarang ada baiknya kita mencoba belajar menjadi bawahan yang baik. Seringkali kita menganggap bahwa yang dibutuhkan atasan dari kita ialah kinerja yang tinggi. Setiap pekerjaan diselesaikan dengan cepat dan tepat tanpa harus diberi petunjuk panjang lebar. Akan tetapi menurut William Crocket, penulis buku “The Secret of a Dynamic Subordinate” (Penerbit : Center for Applied Behavioral Science, 1992) kinerja yang prima hanya salah satu diantara empat. Tiga kunci sukses
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 474]
lainnya dalam mendukung atasan adalah: Kesetiaan, Kejujuran dan Kepribadian. a. KESETIAAN Jika para penyelia dan manajer ditanya, tingkah laku apa yang diharapkan dari bawahannya, sebagian besar dengan mudah akan menjawab : Kesetiaan atau Loyalitas. Akan Tetapi akan jauh lebih sulit bagi mereka untuk menjabarkan kesetiaan tersebut. William Crocket menjabarkannya dalam beberapa hal, yaitu : 1) Berikan dukungan yang konsisten, terutama pada masa-masa sulit seperti ketika atasan yang bersangkutan baru menduduki jabatannya atau sedang banyak pekerjaan. Dalam saat-saat seperti ini atasan akan sangat membutuhkan bawahan yang dapat diandalkan; bawahan yang ada pada dibutuhkan. Meninggalkan atasan dalam masa sulit sama saja dengan “mengkhianati”-nya. 2) Berikan dukungan terhadap tindakan atasan. Dari waktu ke waktu seorang atasan pasti harus mengambil tindakan yang mungkin tidak disukai orang lain. Mendukung keputusan tersebut di depan rekan-rekan yang lain merupakan bentuk kesetiaan kita kepadanya. Caranya dengan berusaha melihat situasi dari sudut pandangnya. Apapun perasaan kita terhadap keputusan tersebut, usahakan untuk tetap sepaham dengan dia atau paling sedikit, jangan membuat komentar yang negatif tentang hal itu di depan yang lain. 3) Mengkomunikasikan perbedaan pendapat dengan cara yang membangun dan menolong. Mengeluh atau mengatakan ketidaksetujuan dibelakang beliau, tidak akan membawa kebaikan apapun. Hal-hal ini sebaiknya dikemukakan didepan dia agar dapat didiskusikan sehingga terjadi perubahan yang berarti. 4) Buatlah atasan terlihat benar. Tanpa kita sadari keluhan yang kita kemukakan di depan rekan-rekan kita dapat sampai juga ke
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 475]
atasan dari atasan kita. Secara tidak langsung kita telah mencoreng nama beliau didepan atasannya. Sebaliknya ungkapan dukungan yang kita sampaikan di depan orang juga dapat mencapai boss dari atasan kita dan membuat dia “bersinar” didepan bossnya. 5) Hindari mengkritik. Jangan katakan apapun dibelakang atasan kita, jika kita tidak berani mengatakannya langsung didepan dia. Janganlah menjadi musuh dalam selimut yang menusuk dari belakang (Stabbed on your back). b. KEJUJURAN Ketidak jujuran berarti tidak mengatakan hal yang sebenarnya, termasuk
juga
menyimpan
informasi
penting
dari
yang
bersangkutan. Menurut Crocket bukan saja lebih baik jujur, tetapi memang setiap orang harus jujur. Berikut beberapa langkah untuk membangun hubungan yang tulus dan saling percaya dengan atasan kita : 1) Berikan semua informasi yang dia butuhkan pada waktunya. Dalam posisi kita yang berhubungan dengan tingkatan karyawan yang berbeda dari atasan, kita mungkin menemukan informasi yang tidak dia sadari. Dalam kasus seperti ini, kita perlu berperan sebagai “mata” dan “telinga” atasan kita. Seninya ialah bagaimana membuat menejer tetap mendapat informasi penting tanpa membuat diri kita seperti tukang mengadu dan mata-mata. 2) Kesampingkan faktor perasaan kita mengenai bagaimana seharusnya dia bertindak. Seberapapun “kompak”nya kita dengan atasan, kita akan menemukan waktu-waktu dimana kita merasa bahwa tindakan dia sebenarnya kurang tepat. Dalam situasi ini kita perlu mengutarakan pendapat kita secara terbuka dan membangun, tetapi dengan tetap mengingat bahwa keputusan terakhir ada pada dia. Hal ini tidak berarti kita harus mengikuti semua kemauan dia secara membuta, apalagi jika
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 476]
hal itu jelas-jelas bertentangan dengan etika dan hukum. Yang pasti hal ini berarti kita harus menghormati keputusan dia karena dialah yang akan mempertanggung jawabkannya. 3) Kita harus selalu bekerja bagi atasan, bukan menentang dia. Sekalipun kita mengerjakan semua tugas dan tanggungjawab dengan baik, tidak berarti otomatis kita telah bekerja membantu atasan kita. Kita perlu juga menyesuaikan diri dengan gaya dan irama kerja dia agar tidak menjadi hambatan bagi dia. c. KINERJAAN Pekerjaan kita merupakan bagian dari pekerjaan atasan kita. Artinya jika kita tidak melakukan pekerjaan kita dengan baik, atasan kitalah yang akan diminta pertanggungjawabannya. Ada beberapa petunjuk untuk meningkatkan kinerja. 1) Buatlah prioritas atasan sebagai prioritas kita. Usahakan untuk bertemu secara berkala dengan dia untuk meninjau prioritas kerja dari waktu ke waktu. Beritahukan kegiatan anda yang sekarang untuk memastikan bahwa anda mengerjakan apa yang atasan anggap sebagai yang paling penting. 2) Lakukan pekerjaan yang dia minta sebaik mungkin. Menejer menghargai kemampuan untuk melakukan segala hal dengan benar dalam kesempatan pertama. Artinya kerjakan setiap tugas tepat waktu, akurat dan dengan cara mengurangi gangguan, sehingga memungkinkan hubungan yang lebih positif. Kinerja yang dapat diandalkan membuat atasan merasa yakin akan kemampuan kita, bahkan ketika beliau tidak hadir dan kita harus bertindak sendiri. 3) Hindari kejutan. Selalu beritahukan kepada atasan bagaimana kemajuan pekerjaan kita. Sekalipun hal itu berarti juga mengemukakan situasi sulit, misalnya ketika pekerjaan tersebut kemungkinan
besar
akan
terlambat.
Memberitahukan
kemungkinan-kemungkinan negatif dari jauh hari memberi
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 477]
kesempatan kepada atasan kita untuk segera mengatasi masalah, sebelum terlambat. d. KEPRIBADIAN Kepribadian dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana kita mengarahkan tenaga dan semangat kepada peran kita, serta bagaimana kita membentuk dan memelihara hubungan bisnis. Sebuah pekerjaan tanpa pekerja hanyalah merupakan uraian panjang di atas kertas. Kehadiran kitalah yang membuat suatu pekerjaan atau peran itu menjadi hidup. Hal ini dapat dilaksanakan secara efektif dengan cara : 1) Menciptakan hubungan yang efektif. Baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja yang lain. Antara lain dengan memberikan perhatian yang tulus terhadap semua orang serta berusaha untuk menjadi pendengar yang aktif. 2) Berusaha sedapat mungkin memenuhi permohonan dan permintaan dari orang lain secara sukarela (tidak dengan terpaksa). Tentu saja adakalanya kita menghadapi situasi yang kita tidak dapat menyenangkan.semua orang dan harus mengatakan “tidak”, Kita harus bisa menolak dengan cara halus dan sopan, sekalipun berada dalam tekanan. 3) Menunjukkan ketulusan dan kejujuran. Mungkin terdengar terlalu indah dan berlebihan. Percayalah, setiap atasan pasti menuntut hal ini, sekalipun dengan tingkat dan cara yang berbeda-beda. Belajar menyampaikan berita buruk dan biasa terus terang tanpa menjadi kasar atau bersikap menyalahkan yang lain. 2. Apa yang diharapkan pimpinan dari seorang pegawai. Yang diharapkan Pimpinan dari seorang pegawai, yaitu : a. Mampu mengelola rutin dan harian sendiri. b. Mampu berprakarsa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ditemui tanpa harus mengganggu atasan.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 478]
c. Mampu melakukan tindak lanjut segala hal sehingga selesai secara tuntas. d. Siap sedia untuk bekerja atau menyelesaikan tugas tanpa harus diminta. e. Mampu mengelola kantor secara baik selama atasan tidak berada ditempat dalam waktu lama. f.
Bekerja secara sistimatis dan mempunyai kebiasaan kerja yang mantap.
g. Mampu
mengelola
waktu
dengan
baik
mengatur
janji-janji
pertemuan dan jadwal mengontrol agenda agar selalu up to date. h. Loyal terhadap
atasan
sehingga
beliau
dapat
memberikan
kepercayaan penuh kepada anda. i.
Tetap sopan santun, bersedia membantu dan bersikap hormat terhadap semua orang.
j.
Mengerti secara baik lingkup pekerjaan atasan serta aktivitasaktivitasnya di lingkungan organisasi.
k. Mengerti secara baik maksud dan tujuan atasan dalam mencapai hal-hal tersebut. l.
Bersikap senang dalam krisis, lemah lembut bila tensi semua orang naik,
cukup
mengerti
bilamana
atasan
anda
sekali-sekali
kehilangan kendali. m. Memperluas pengetahuan dengan membaca. Bila ada hal-hal yang menyampaikannya kepada atasan. n. Mengumpulkan fakta-fakta dan informasi yang berkaitan dengan hal-hal tertentu, melakukan riset ataupun mengkonsep surat-surat yang sederhana. o. Menggali
gagasan-gagasan
untuk
memperbaiki
ruang
kerja
ataupun metode-metode bekerja. p. Dapat menyampaikan pendapat baik secara lisan maupun tulisan dengan baik. q. Berpartisipasi dalam melakukan program-program perbaikan diri sendiri.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 479]
r.
Mempunyai penampilan yang professional.
G. HUBUNGAN ANTARA MANUSIA Hubungan antara manusia adalah dasar daripada hubungan-hubungan yang terdapat dalam masyarakat. Penerapan yang dapat kita lihat dalam masyarakat terdapat dalam berbagai bidang kegiatan dilakukan oleh seseorang dalam pergaulan. Dalam melakukan hubungan dengan orang lain seseorang akan dapat melakukannya dengan baik apabila ia dapat menerapkan prinsip-prinsip hubungan kemanusiaan: 1. Kebutuhan untuk keperluan sebagai manusia yang layak (Equity). Apabila kebutuhan ini tidak dapat dipuaskan maka hal ini akan menimbulkan ketidaksenangan bahwa akibat lebih jauh dapat dibentuk kebencian bahkan pembunuhan sekaligus dapat dilakukan. 2. Kebutuhan akan pengakuan (Recognition). Yaitu
pengakuan
atas
jasanya,
kepandaiannya,
kelebihannya,
keistimewaannya. Seseorang akan dapat melakukan hubungan antar manusia dengan baik kalau ia mau memperhatikan dan mau mengakui kelebihan dari seseorang yang diajak berhubungan. Adalah suatu kenyataan bahwa dalam berhubungan dengan orang lain manusia ingin dikenal, disanjung, ingin diakui jasanya, pangkatnya, jabatannya, kedudukannya dan sebagainya. Ini semua akan dapat memperlancar hubungan apabila seseorang mau memperhatikan. 3. Kebutuhan akan keamanan (Security). Yaitu kebutuhan akan adanya rasa aman, bebas dari gangguan, bebas dari bahaya. Seseorang mau berhubungan dengan orang lain apabila orang itu merasa tidak terganggu, serta aman atau tidak akan memperoleh kesulitan dengan orang yang mengajak berhubungan tersebut. 4. Kebutuhan untuk dapat mengatasi kesulitan (Survival). Apabila seseorang dalam kesulitan dan tidak bisa mengatasi maka dalam keadaan demikian seseorang sangat membutuhkan bantuan orang lain.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 480]
Bantuan ini dapat berupa pendapat, nasehat dan sebagainya. Seseorang akan mau berhubungan dengan seseorang lainnya apabila ia akan terpenuhi kebutuhan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang mungkin akan ia hadapi dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Seseorang dengan demikian akan dapat saling bekerjasama dengan baik apabila kedua belah pihak mengerti dan menerapkan teori hubungan antar manusia ini dengan saling memenuhi kebutuhan manusia dari kedua belah pihak.
[UDIN 2015 – ADMINISTRASI PERKANTORAN - 481]
KEPEMIMPINAN I.
Pengantar Kepemimpinan dimulai dari hati bukan kepala, kepemimpinan mengalami perkembangan sesuai dengan zaman dan masa yang terus mengalami perubahan. Namun ada nilai-nilai lama yang tidak pernah akan usang, misalnya terkait integritas, komitmen, karakter dan sikap mental, nilai-nilai tersebut sudah teruji oleh waktu hingga kini. Untuk menyikapi fenomena tersebut dibutuhkan suatu pribadi yang mempunyai karakter yang berkualitas, kepercayaan diri atas kemampuan dan tindakan yang mengayomi dengan tanpa merendahkan orang lain. Kepemimpinan adalah proses seorang individu mempengaruhi anggotaanggota
kelompok
lainnya
untuk
mencapai
tujuan
organisasi.
Kepemimpinan mendasarkan diri pada perasaan positif antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan merupakan satu proses dua arah antara yang dipimpin dan yang memimpin. Pemimpin harus memiliki integritas. Integritas adalah suatu prinsip yang didasarkan atas karakter, etika, agama, dan moral yang baik. Menjadi pemimpin yang sukses harus mempunyai motivasi dan menyatakan niat dengan bebas, dengan motivasi segala sesuatunya menjadi mungkin. Pemimpin yang mempunyai motivasi tinggi adalah pemimpin yang bisa mencetak hasil-hasil yang mengejutkan, pemimpin yang bisa menawarkan kepada kita harapan dibangunnya sebuah organisasi yang berdasarkan kebenaran dan tanggungjawab, sukses kepemimpinan adalah yang dapat menciptakan langkah yang menarik dari organisasi untuk jangka panjang. II.
Sifat Dasar Kepemimpinan Sebelum membahas
lebih
lanjut apa
itu kepemimpinan
dan
bagaimana menjadi pemimpin yang efektif, kita perlu tahu apa arti dari kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan telah menjadi topik yang sangat
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 482]
menarik dari para ahli sejarah dan filsafat sejak masa dahulu. Sejak saat itu para ahli telah menawarkan 350 definisi tentang kepemimpinan. Salah seorang ahli menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling mudah di observasi tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit dipahami” (Richard
L. Daft 1999), mendefinisikan
kepemimpinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan sulit, karena sifat dasar kepemimpinan itu sendiri memang sangat komplek. Akan tetapi perkembangan ilmu saat ini telah membawa banyak kemajuan sehingga pemahaman tentang kepemimpinan menjadi lebih sistematis dan obyektif. III.
Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan tampaknya lebih merupakan konsep yang berdasarkan pengalaman. Arti kata-kata ketua atau raja yang dapat ditemukan dalam beberapa bahasa hanyalah untuk menunjukan adanya perbedaan antara pemerintah dari anggota masyarakat lainnya. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut
(bawahan)
yang
menginginkan
perubahan
nyata
yang
mencerminkan tujuan bersama (Joseph C Rost. 1993). Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam yang terjadi antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya (bawahan). Pengaruh dalam hal ini berarti hubungan di antara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa, paksaan. Dengan demikian kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling menpengaruhi. Unsur-unsur pokok dalam kepemimpinan. Pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian sebaliknya. Orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan sehingga pemimpin diharapkan mampu menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi
dan
bukan
mempertahankan
status
quo.
Selanjutnya
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN- 483]
perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan, yang harus dicapai dimasa depan sehingga tujuan ini menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi. Pemimpin menpengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama. Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang yang terjadi di antara orang-orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapain tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin atau yang dipimpin mengambil tanggung jawab pribadi untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Beberapa definisi yang lain terkait dengan kepemimpinan: 1. Seseorang yang memimpin dan menunjukkan jalan : pemimpin harus mampu dan mau untuk berada di depan dan memimpin jalannya organisasi, memerlukan inisiatif, kebenaran dan iman 2. Seseorang yang menunjukkan jalan, arah dan komando : seorang pemimpin tidak akan pernah dapat menyendiri, ia bagian dari kumpulannya dan bertanggung jawab sebagai pemimpin. 3. Seseorang yang mempengaruhi sikap dan tindakannya dari yang lainnya: Seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk memberikan inspirasi bagi yang lainnya untuk bergerak ke arah yang benar. 4. Seseorang dengan kemampuan untuk memotivasi orang lain untuk menghasilkan: bagian yang penting dari kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan untuk memotivasi yang lainnya. Namun motivasi hanya efektif bila tujuan utamanya benar-benar tercapai. Banyaknya konsep definisi mengenai kepemimpinan yang berbeda hampir
sebanyak
jumlah
orang
yang
telah
berusaha
untuk
mendefinisakannya. Namun demikian terdapat apa yang terdapat dalam kepemimpinan:
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 484]
-
pemimpin,
-
keinginan/niat,
-
tanggungjawab,
-
perubahan,
-
tujuan bersama,
-
pengikut, dan
-
pengaruh. Banyak
kesamaan
di
antara
definisi-definisi
tersebut
yang
memungkinkan adanya skema klasifikasi secara kasar antara lain: 1. Pemimpin adalah pengaruh. Semua dari kita dapat melatih sejumlah pengaruh pada seseorang, pada masalah yang sama, dan di tempat yang sama. Kepemimpinan bukan jabatan, posisi, atau bagan alir. Kepemimpinan
adalah
suatu
kehidupan
yang
mempengaruhi
kehidupan lain (John Maxwell) 2. Kepemimpinan sebagai fokus proses-proses kelompok Mumfrroed (1906-1907)“ 3. Kepemimpinan
adalah
keunggulan seseorang
atau
beberapa
individu dalam kelompok, dalam mengontrol gejala-gejala sosial Cooley (1902) 4. Pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan di lain pihak seluruh gerakan sosial bila diuji secara teliti akan terdiri atas berbagai tendensi yang mempunyai inti tersebut Redl (1942) 5. Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok Brown (1936) 6. Pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok akan tetapi boleh dipandang sebagai sesuatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan Knickerbocker (1948) 7. Kepemimpian adalah fungsi dari kebutuhan yang muncul pada situasi tertentu dan terdiri atas hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Kepemimpinan
sebagai
suatu
kepribadian
dan
akibatnya Bowden (1926).
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN- 485]
8. Kepemimpinan
sebagai
memungkinkan
individu
perpaduan
dari
mempengaruhi
berbagai orang
sifat lain
yang untuk
mengerjakan beberapa tugas tertentu Bogarus (1928) IV.
Teori Kepemimpinan 1. Teori Great Man Anda mungkin pernah mendengar bahwa ada orang-orang tertentu yang memang "dilahirkan untuk memimpin". Menurut teori ini, seorang pemimpin besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu seperti karisma, keyakinan, kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya terlahir sebagai pemimpin alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas untuk memimpin adalah sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan bukan dibuat. Teori ini menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan ditakdirkan untuk menjadi pemimpin karena kondisi sudah membutuhkannya. 2. Teori Sifat Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan sangat
bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil,
ditentukan
oleh
kemampuan
pribadi
pemimpin.
Dan
kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah : a. pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; b. sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 486]
c. kemampuan
untuk
bertumbuh
dan
berkembang,
analitik,
menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif. Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan antara lain terlalu bersifat deskriptif; tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan; dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno; akan tetapi apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin, justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan. 3. Teori kontingensi Teori kontingensi fokus pada variabel yang berkaitan dengan lingkungan yang mungkin menentukan gaya kepemimpinan tertentu yang paling cocok. Menurut teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Kesuksesan tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut dan aspek situasi. 4. Teori Perilaku Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku: a. Konsiderasi dan struktur inisiasi Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan
memiliki
ciri
ramah
tamah,
mau
berkonsultasi,
mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN- 487]
b. Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443) 5. Teori Partisipatif Teori
kepemimpinan
partisipatif
menunjukkan
bahwa
gaya
kepemimpinan yang ideal adalah mengambil masukan dari orang lain. Para pemimpin mendorong partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok
dan
membantu
anggota
kelompok
merasa
lebih
berkomitmen terhadap proses pengambilan keputusan. Dalam teori partisipatif, bagaimanapun, pemimpin berhak untuk memungkinkan masukan pendapat dari orang lain. 6. Teori Manajemen Teori manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran pengawasan kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada sistem imbalan dan hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam bisnis, ketika karyawan berhasil mereka dihargai, ketika mereka gagal mereka ditegur atau dihukum.
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 488]
7. Teori Hubungan Teori hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memotivasi dan menginspirasi dengan membantu anggota kelompok melihat penting dan baiknya suatu tugas. Pemimpin fokus pada kinerja anggota kelompok dan juga ingin setiap orang untuk memaksimalkan potensinya. Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki standar etika dan moral yang tinggi. 8. Teori Situasional Keberhasilan
seorang
pemimpin
menurut
teori
situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah : * Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas; * Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan; * Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan; * Norma yang dianut kelompok; * Rentang kendali; * Ancaman dari luar organisasi; * Tingkat stress; * Iklim yang terdapat dalam organisasi. Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan "membaca"
situasi
yang
dihadapi
dan
menyesuaikan
gaya
kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN- 489]
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan
mengajak
bawahannya
untuk
berpartisipasi.
Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai
perilaku memberikan perhatian pada
kepentingan dan kebutuhan bawahan. b. Model " Interaksi Atasan-Bawahan" Menurut
model
ini,
efektivitas
kepemimpinan
seseorang
tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang
akan menjadi
pemimpin yang efektif, apabila:
Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional Model
ini
menekankan
bahwa
efektivitas
kepemimpinan
seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah:
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 490]
* Memberitahukan; * Menjual; * Mengajak bawahan berperan serta; * Melakukan pendelegasian. d. Model " Jalan- Tujuan " Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian
pemimpin
kepada
kepentingan
dan
kebutuhan
bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya. e. Model "Pimpinan-Peran serta Bawahan" : Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan. V.
Prinsip-prinsip Kepemimpinan Prinsip,
sebagai
paradigma
terdiri
dari
beberapa
ide
utama
berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN- 491]
merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Covey) sebagai berikut: 1. Seorang yang belajar seumur hidup Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya,
belajar melalui membaca,
menulis, observasi,
dan
mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar. 2. Berorientasi pada pelayanan Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik. 3. Membawa energi yang positif Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ; a. Percaya pada orang lain Seorang
pemimpin
bawahannya,
mempercayai
sehingga
mempertahankan
mereka
pekerjaan
yang
orang
lain
termasuk
staf
mempunyai
motivasi
dan
baik.
Oleh
karena
itu,
kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian. b. Keseimbangan dalam kehidupan Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 492]
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri.
Rasa
aman
tergantung
pada
inisiatif,
ketrampilan,
kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan. d. Sinergi Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi
adalah kerja kelompok dan memberi
keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja. e. Latihan mengembangkan diri sendiri Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai
keberhasilan
yang
tinggi.
Jadi
dia
tidak
hanya
berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi. Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya:
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN- 493]
(1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang. Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas emosional dan piritual (IQ, EQ dan SQ).
[UDIN 2015 – KEPEMIMPINAN - 494]
PENGERTIAN DAN FUNGSI MANAJEMEN Pengertian dan fungsi manajemen Secara umum bidang ilmu manajemen berperan penting supaya perusahaan, organisasi, atau kelompok, bahkan pribadi bisa menjalankan fungsinya dengan benar. Manajemen digunakan untuk mengatur, merencanakan, dan mengontrol sehingga tujuan dapat dicapai. Bidang manajemen ini juga menjadi salah satu pekerjaan yang pasti ada jenjangnya. Yang artinya, kemungkinan anda akan naik pangkat sangat besar. Tergantung pada skill, dedikasi, dan keberuntungan anda. Sebagai ilmu, manajemen sebenarnya bukan hanya bermanfaat bagi perusahaan, tapi juga bisa diaplikasikan terhadap diri sendiri, pengelolaan kelompok, atau negara sekalipun. A. Pengertian Manajemen (Definition of Management) Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang artinya seni melaksanakan dan mengatur. Menurut Mary Parker Follet, manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut
Ricky
W. Griffin,
manajemen
adalah
sebuah
proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu : 1. Manajemen sebagai suatu proses 2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen
[UDIN 2015 – MANAJEMEN- 495]
3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai ilmu pengetahuan (Science) Manajemen sebagai suatu proses, dikemukakan tiga buah definisi: 1. Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. 2. Selanjutnya, Hilman mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang sama. Manajemen adalah kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen. 3. Menurut pengertian yang ketiga, manajemen adalah seni (Art) atau suatu ilmu pnegetahuan. Mengenai inipun sesungguhnya belum ada keseragaman pendapat, segolongan mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan segolongan yang lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu. Sesungguhnya kedua pendapat itu sama mengandung kebenarannya. Menurut G.R. Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orangorang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Menurut Mary Parker Follet manajemen adalah suatu seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari Mary ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang perlu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri. B. Fungsi-Fungsi Manajemen (Management Functions) Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.
[UDIN 2015 – MANAJEMEN - 496]
Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga, yaitu: 1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber
yang
dimiliki.
Perencanaan
dilakukan
untuk
menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. 2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar
menjadi
kegiatan-kegiatan
Pengorganisasian
mempermudah
pengawasan
menentukan
melaksanakan
dan
tugas-tugas
yang
manajer orang
yang
dalam
yang
telah
lebih
melakukan
dibutuhkan
dibagi-bagi
kecil. untuk
tersebut.
Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. 3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha C. Penjabaran Fungsi-fungsi Manajemen secara rinci Secara mendasar, fungsi manajemen itu dibagi menjadi 3, yaitu fungsi Planning, Organizing, dan Directing. Nah, karena dalam pelaksanaannya manajemen itu melibatkan banyak sekali proses dan juga banyaknya jenis hal yang perlu dikelola tersebut bisa berjalan dengan optimal untuk mencapai tujuannya, fungsi manajemen yang tiga tadi perlu dijabarkan lagi. [UDIN 2015 – MANAJEMEN- 497]
Penjabaran ini dimaksudkan supaya pembagian tugas dan wewenang menjadi lebih mudah dan jelas. Terkesan ribet dan bertele-tele. Tapi sesungguhnya,
semakin
rinci
fungsi
menajemen
tadi
dijabarkan,
pelaksanaannya akan semakin mudah. Penjabaran Fungsi-Fungsi Manajemen : 1.
Planning (Perencanaan) Berbagai batasan tentang planning dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Misalnya yang sederhana saja merumuskan bahwa perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang terakhir merumuskan perencanaan merupakan penetapan jawaban kepada enam pertanyaan berikut : a. Tindakan apa yang harus dikerjakan? b. Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan? c. Di manakah tindakan itu harus dikerjakan? d. Kapankah tindakan itu harus dikerjakan? e. Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu? f. Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu? Menurut Henry Fayol, planning merupakan pemilihan atau penetapan
tujuan-tujuan
organisasi
dan
penentuan
strategi
kebijaksanaan proyek program prosedur metode sistem anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Penentuan langkahlangkah yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Menurut George R. Terry, pengertian dari fungsi perencanaan antara lain: a. Menjelaskan, memantapkan dan memastikan tujuan yang dicapai b. Meramalkan keadaan untuk yang akan datang c. Memperkirakan kondisi pekerjaan yang dilakukan d. Memilih tugas yang sesuai untuk pencapaian tujuan e. Membuat rencana secara menyeluruh dengan menekankan kreatifitas
[UDIN 2015 – MANAJEMEN - 498]
f. Membuat kebijaksanaan, prosedur, standar dan metode untuk pelaksanaan kerja. g. Mengubah rencana sesuai dengan petunjuk hasil pengawasan h. Membiarkan peristiwa dan kemungkinan akan terjadi. 2.
Organizing (Pengorganisasian) Organizing adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Menurut Luther Gullick, pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerja sama di sekolah. Kegiatan pengorganisasian menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas sesuai prinsip pengorganisasian. Sehingga pengorganisasian dapat disebut sebagai keseluruhan proses memilih orang-orang serta mengalokasikannya sarana dan prasarana untuk memunjang tugas orang-orang itu dalam organisasi dan mengatur mekanisme kerjanya sehingga dapat menjamin pencapaian tujuan Menurut Robbins dan Coulter (1999), pengorganisasian adalah menentukan tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan pada tingkat mana keputusan harus dibuat.
3.
Leading (Kepemimpinan) Leading dikemukan oleh Louis A. Allen. Istilah leading dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh manajer yang menyebabkan orang lain bertindak. Pekerjaan leading meliputi lima kegiatan yaitu: a. Mengambil keputusan b. Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan c. Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak d. Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya e. Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
[UDIN 2015 – MANAJEMEN- 499]
Menurut James A.F. Stoner, Memimpin (to lead) menunjukan bagaimana
para
manajer
mengarahkan
dan
mempengaruhi
bawahannya, menggunakan orang lain untuk melaksanakan tugas tertentu, dengan menciptakan suasana tepat, mereka membantu bawahannya bekerja sebaik mungkin. 4.
Directing/Commanding (Pengarahan) Directing atau Commanding adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah, instruksi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas masingmasing, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan semula. Menurut Profesor Oei Liang Lee, Directing merupakan aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien untuk mencapai tujuan. Pengarahan yang dilakukan oleh pimpinan harus berpegang pada beberapa prinsip, yaitu prinsip mengarah kepada tujuan, prinsip keharmonisan dengan tujuan dan prinsip kesatuan komando.
5.
Motivating (Motivasi) Motivating atau kegiatan pemberian motivasi merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara sukarela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan.
6.
Coordinating (Pengkoordinasian) Menurut Luther Gullick, Koordinating merupakan satu dari beberapa fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan
[UDIN 2015 – MANAJEMEN - 500]
yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri. Menurut Profesor Oei Liang Lee, Koordinasi perlu diadakan agar terdapat suatu keadaan yang harmonis sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Koordinasi antar bagian dan individu di dalam organisasi akan dapat tercapai bilamana diikuti dengan tiga prinsip, yaitu prinsip kontak langsung, prinsip penekanan pada pentingnya koordinasi dan hubungan timbal balik di antara faktor-faktor yang ada. 7.
Controlling (Pengawasan/Pengendalian) Controlling adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula. Menurut
Luther
perkembangan
ke
Gullick, arah
Proses
tujuan
dan
pengawasan
mencatat
memungkinkan
manajer
mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil tindakan korektif sebelum terlambat. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencna, kebijakan, dan upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Menurut Profesor Oei Liang Lee, Pengawasan dapat mengukur seberapa jauh hasil yang telah dicapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Langkah-langkah
mengadakan
pengawasan
yang
adalah
harus
dilakukan
menciptakan
untuk
standard,
membandingkan kegiatan yang dilakukan dengan standar dan melakukan tindakan koreksi. 8.
Reporting (Pelaporan) Adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi. Menurut Luther Gullick, pelaporan
[UDIN 2015 – MANAJEMEN- 501]
dimaksudkan sebagai fungsi yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja. Jalur pelaporan dapat bersifat vertikal, tetapi dapat juga bersifat horizontal. Pentingnya pelaporan terlihat dalam kaitannya dengan konsep sistem informasi manajemen,
yang
merupakan
hal
penting
dalam
pembuatan
keputusan oleh manajer. 9.
Staffing (Susunan Kepegawaian) Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi. Menurut Luther Gullick, Staffing berbeda dengan fungsi lainnya, penekanan dari fungsi ini lebih difokuskan pada penyusunan sumber daya yang akan melakukan kegiatan-kegiatan yang telah direncakan dan diorganisasikan
secara
jelas
pada
fungsi
perencanaan
dan
pengorganisasian. Aktifitas yang dilakukan dalam fungsi ini, antara lain menentukan, memilih, mengangkat, membina, membimbing sumber daya manusia dengan menggunakan berbagai pendekatan dan atau seni pembinaan sumber daya manusia. Menurut Harold Koontz and Cyril O’Donnell,
Staffing
merupakan suatu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada
suatu
organisasi
sejak
dari
merekrut
tenaga
kerja,
pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi. 10. Forecasting (Ramalan) Forecasting
adalah
meramalkan,
memproyeksikan,
atau
mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rancana yang lebih pasti dapat dilakukan.
[UDIN 2015 – MANAJEMEN - 502]
TUGAS POKOK, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Dengan telah ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019, maka perlu diterbitkannya beberapa Peraturanperaturan Presiden sebagai berikut: 1. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang; 2. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional; 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Sebagai tindak lanjut Pasal 47 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, dan Pasal 96 huruf b Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. A. Kedudukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh Menteri yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional. B. Tugas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 503]
agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. C. Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi : a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang,
infrastruktur
keagrariaan/pertanahan,
keagrariaan/pertanahan,
penataan
hubungan
agraria/pertanahan,
hukum
pengadaan
tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; b. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi
kepada
seluruh
unsur
organisasi
di
lingkungan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; e. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di daerah; dan f. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. D. Susunan Organisasi 1. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN terdiri dari : a. Sekretariat Jenderal (Setjen); b. Direktorat Jenderal Tata Ruang (Ditjen I); c. Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan (Ditjen II); d. Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan (Ditjen III);
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 504]
e. Direktorat Jenderal Penataan Agraria (Ditjen IV); f. Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah (Ditjen V); g. Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Pemanfaatan
Ruang
dan
Penguasaan Tanah (Ditjen VI); h. Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah (Ditjen VII); i. Inspektorat Jenderal (Itjen); j. Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah; k. Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat dan Kemasyarakatan; dan l. Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan; m. Pusat Pendidikan dan Pelatihan ( Pusdiklat); n. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang); dan o. Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Pusdatin). 2. Sekretariat Jenderal (Setjen) Setjen adalah unsur pembantu Menteri/Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Setjen dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. Setjen mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Setjen menyelenggarakan fungsi : a. koordinasi kegiatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; b. koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama, hubungan masyarakat, arsip dan dokumentasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; d. pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 505]
e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan advokasi hukum; f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan layanan pengadaan barang/jasa; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala.
Sekretariat Jenderal terdiri dari : a) Biro
Perencanaan
dan
Kerjasama
mempunyai
tugas
melaksanakan koordinasi, pembinaan, dan penyusunan rencana, program dan anggaran, serta pelaksanaan administrasi kerja sama dalam bidang agraria/pertanahan dan tata ruang. Biro Perencanaan dan Kerjasama terdiri atas : 1. Bagian Penyusunan Rencana : -
Subbagian Perencanaan Umum;
-
Subbagian Perencanaan Strategis;
-
Subbagian Sistem dan Standardisasi.
2. Bagian Program dan Penganggaran : -
Subbagian Perencanaan Program dan Anggaran I;
-
Subbagian Perencanaan Program dan Anggaran II;
-
Subbagian Perencanaan Program dan Anggaran III.
3. Bagian Kerja Sama : -
Subbagian Kerja Sama Dalam Negeri;
-
Subbagian Kerja Sama Luar Negeri;
-
Subbagian Tata Usaha Biro.
4. Bagian Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Program : -
Subbagian Pemantauan;
-
Subbagian Evaluasi;
-
Subbagian Penyusunan Laporan.
5. Kelompok Jabatan Fungsional b) Biro
Organisasi
dan
Kepegawaian
mempunyai
tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, koordinasi dan pembinaan organisasi dan tata laksana, pengembangan pegawai, mutasi dan urusan umum kepegawaian. [UDIN 2015 – TUPOKSI - 506]
Biro Organisasi dan Kepegawaian terdiri atas : 1. Bagian Organisasi dan Tata Laksana : -
Subbagian Organisasi;
-
Subbagian Tata Laksana;
-
Subbagian Analisis Jabatan.
2. Bagian Pengembangan Pegawai : -
Subbagian Pengadaan dan Pengembangan Kapasitas Pegawai;
-
Subbagian Karir Jabatan Struktural dan Fungsional;
-
Subbagian Penilaian Kompetensi Pegawai.
3. Bagian Mutasi Kepegawaian : -
Subbagian Mutasi Kepegawaian Wilayah I;
-
Subbagian Mutasi Kepegawaian Wilayah II;
-
Subbagian Mutasi Kepegawaian Wilayah III.
4. Bagian Umum Kepegawaian : -
Subbagian
Tata
Usaha
dan
Sistem
Informasi
Kepegawaian; -
Subbagian Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai;
-
Subbagian Penegakan Disiplin dan Kode Etik.
5. Kelompok Jabatan Fungsional c) Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan anggaran dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), perbendaharaan, tata laksana keuangan, akuntansi dan pelaporan serta pengelolaan barang milik negara. Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) terdiri atas : 1. Bagian Anggaran dan PNBP : -
Subbagian Anggaran dan PNBP I
-
Subbagian Anggaran dan PNBP II;
-
Subbagian Anggaran dan PNBP III.
2. Bagian Perbendaharaan dan Tata Laksana Keuangan : -
Subbagian Perbendaharaan;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 507]
-
Subbagian Pencairan Anggaran;
-
Subbagian Tata Laksana Keuangan dan Tata Usaha Biro.
3. Bagian Akuntansi dan Pelaporan : -
Subbagian Akuntansi dan Pelaporan I;
-
Subbagian Akuntansi dan Pelaporan II;
-
Subbagian Akuntansi dan Pelaporan III.
4. Bagian Penatausahaan Barang Milik Negara : -
Subbagian Penatausahaan BMN Wilayah I;
-
Subbagian Penatausahaan BMN Wilayah II;
-
Subbagian Penatausahaan BMN Wilayah III;
5. Kelompok Jabatan Fungsional. d) Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan penyusunan peraturan perundangundangan, advokasi hukum, dan hubungan masyarakat. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat terdiri atas : 1. Bagian Perundangan-Undangan : -
Subbagian Perundang-undangan I;
-
Subbagian Perundang-undangan II;
-
Subbagian Perundang-undangan III.
2. Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum : -
Subbagian Pertimbangan dan Konsultasi Hukum;
-
Subbagian Advokasi Hukum; dan
-
Subbagian Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum.
3. Bagian Hubungan Masyarakat : -
Subbagian Hubungan Antar Lembaga dan Media Center;
-
Subbagian
Layanan
Pengaduan
dan
Penyuluhan
Masyarakat; -
Subbagian Tata Usaha Biro.
4. Kelompok Jabatan Fungsional. e) Biro Umum dan Tata Usaha Pimpinan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pengelolaan sarana, prasarana, dan
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 508]
layanan pengadaan, pemeliharaan fasilitas kantor, dan urusan tata usaha persuratan serta kearsipan. Biro Umum dan Tata Usaha Pimpinan terdiri atas : 1. Bagian Persuratan dan Kearsipan : -
Subbagian Tata Persuratan;
-
Subbagian Kearsipan;
-
Subbagian Tata Usaha Biro.
2. Bagian Rumah Tangga: -
Subbagian Urusan Dalam;
-
Subbagian Pengelolaan Gedung dan Kendaraan Dinas;
-
Subbagian Pengamanan.
3. Bagian Perlengkapan dan Layanan Pengadaan : -
Subbagian Perlengkapan;
-
Subbagian Layanan Pengadaan;
-
Subbagian Penyimpanan, Distribusi dan Pelaporan.
4. Bagian Tata Usaha Pimpinan dan Protokol : -
Subbagian Tata Usaha Menteri/Kepala;
-
Subbagian Tata Usaha Sekretaris Jenderal;
-
Subbagian Tata Usaha Staf Ahli;
-
Subbagian Protokol.
5. Kelompok Jabatan Fungsional 3. Direktorat Jenderal Tata Ruang (Ditjen I) Ditjen I adalah unsur pelaksana yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen I dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen
I
mempunyai
pelaksanaan kebijakan
tugas di
menyelenggarakan
bidang perencanaan
perumusan
dan
tata
dan
ruang
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ditjen I menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 509]
b. pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang, koordinasi pemanfaatan ruang, pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang; f. pelaksanaan administrasi Ditjen I; g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen I terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen I. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran, fasilitasi administrasi kerjasama serta evaluasi dan pelaporan; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan pertimbangan hukum; c. pelaksanaan urusan kepegawaian, penataan organisasi, dan penyusunan ketatalaksanaan; d. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan e. pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, dan protokol pimpinan di lingkungan Ditjen I Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program : -
Subbagian Perencanaan Strategis dan Kerja Sama;
-
Subbagian Program dan Anggaran;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Hukum, Kepegawaian, dan Ortala : [UDIN 2015 – TUPOKSI - 510]
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Organisasi dan Tata Laksana.
c. Bagian Keuangan dan Umum : -
Subbagian Perbendaharaan, Verifikasi, dan Pelaporan;
-
Subbagian Pengelolaan Barang Milik Negara; dan
-
Subbagian Umum dan Rumah Tangga.
d. Kelompok Jabatan Fungsional. (2) Direktorat Perencanaan Tata Ruang Direktorat
Perencanaan
Tata
Ruang
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perencanaan tata ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional. Direktorat Perencanaan Tata Ruang menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan
perumusan
kebijakan
dan
strategi
di
bidang
perencanaan tata ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; b. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang perencanaan tata ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; c. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang; d. penyiapan
pengelolaan
data
dan
informasi
serta
bahan
komunikasi; e. penyusunan pedoman bidang perencanaan tata ruang; f.
penyusunan dan pelaksanaan peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan, dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, termasuk kawasan perbatasan negara; dan
g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Perencanaan Tata Ruang terdiri atas : a. Subdirektorat Perencanaan dan Kemitraan : [UDIN 2015 - TUPOKSI - 511]
-
Seksi Perencanaan Umum dan Monitoring Evaluasi;
-
Seksi Data, Informasi, dan Kemitraan.
b. Subdirektorat Pedoman Perencanaan Tata Ruang : -
Seksi
Pedoman
Perencanaan
Tata
Ruang
Kawasan
Perkotaan; -
Seksi Pedoman Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kawasan Perdesaan.
c. Subdirektorat Perencanaan Tata Ruang Nasional : -
Seksi Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional, Pulau, dan Kepulauan;
-
Seksi Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara
d. Subdirektorat Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Wilayah I : -
Seksi Wilayah IA;
-
Seksi Wilayah IB.
e. Subdirektorat Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Wilayah II : -
Seksi Wilayah IIA;
-
Seksi Wilayah IIB.
f. Subbagian Tata Usaha g. Kelompok Jabatan Fungsional. (3) Direktorat Pemanfaatan Ruang Direktorat Pemanfaatan Ruang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan rencana
tata
ruang
wilayah
nasional,
rencana
tata
ruang
pulau/kepulauan, dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional. Direktorat Pemanfaatan Ruang menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi
di bidang
pemanfaatan ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan [UDIN 2015 – TUPOKSI - 512]
kawasan strategis nasional; b. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang pemanfaatan ruang
wilayah
nasional,
pulau/kepulauan,
dan
kawasan
strategis nasional; c. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang; d. penyiapan pengelolaan data dan informasi serta bahan komunikasi; e. penyusunan pedoman bidang pemanfaatan ruang; f.
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang
wilayah
nasional,
pulau/kepulauan,
dan
kawasan
strategis nasional serta fasilitasi pelaksanaan kerja sama regional; g. penyiapan bahan koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dalam penataan ruang; h. pelaksanaan monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah nasional, pulau/kepulauan, dan kawasan strategis nasional; dan i.
pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Pemanfaatan Ruang terdiri atas : a. Subdirektorat Perencanaan dan Kemitraan : -
Seksi Perencanaan Umum dan Monitoring Evaluasi;
-
Seksi Data, Informasi, dan Kemitraan.
b. Subdirektorat Pedoman Pemanfaatan Ruang : -
Seksi Pedoman Keterpaduan Pemanfaatan Ruang;
-
Seksi Pedoman Penataan Kawasan.
c. Subdirektorat Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional, Kepulauan dan Pulau : -
Seksi Pemanfaatan Ruang Nasional dan Kepulauan;
-
Seksi Pemanfaatan Ruang Pulau
d. Subdirektorat Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Nasional Wilayah I :
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 513]
-
Seksi Wilayah IA;
-
Seksi Wilayah IB.
e. Subdirektorat Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Nasional Wilayah II : -
Seksi Wilayah IIA;
-
Seksi Wilayah IIB.
f. Subbagian Tata Usaha g. Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Penataan Kawasan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penataan kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan baru, dan kawasan ekonomi. Direktorat Penataan Kawasan menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi operasional di bidang penataan dan pengembangan kawasan; b. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang penataan dan pengembangan kawasan; c. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam penataan dan pengembangan kawasan; Direktorat Penataan Kawasan terdiri dari : a. Subdirektorat Perencanaan dan Kemitraan : -
Seksi Perencanaan Umum dan Monitoring Evaluasi; dan
-
Seksi Data, Informasi, dan Kemitraan.
b. Subdirektorat Penataan Kawasan Perkotaan : -
Seksi Wilayah I;
-
Seksi Wilayah II.
c. Subdirektorat Penataan Kawasan Perdesaan : -
Seksi Wilayah I;
-
Seksi Wilayah II.
d. Subdirektorat Penataan Kawasan Baru : -
Seksi Wilayah I; [UDIN 2015 – TUPOKSI - 514]
-
Seksi Wilayah II.
e. Subdirektorat Penataan Kawasan Ekonomi : -
Seksi Wilayah I;
-
Seksi Wilayah II.
f. Subbagian Tata Usaha g. Kelompok Jabatan Fungsional. (5) Direktorat
Pembinaan
Perencanaan
Tata
Ruang
dan
Pemanfaatan Ruang Daerah Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaaatan Ruang
Daerah
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah. Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaaatan Ruang Daerah menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan dan strategi operasional di bidang
pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan
ruang daerah; b. penyiapan dan pelaksanaan program di bidang pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; c. penyiapan instrumen dan pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembinaan perencanaan tata ruang dan pemanfaatan ruang daerah; d. penyiapan
pengelolaan
data
dan
informasi
serta
bahan
komunikasi; e. pelaksanaan
pembinaan
perencanaan
tata
ruang
dan
pemanfaatan ruang kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota, termasuk pemenuhan standar pelayanan minimum bidang penataan ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaaatan Ruang Daerah terdiri atas : [UDIN 2015 - TUPOKSI - 515]
a. Subdirektorat Perencanaan dan Kemitraan : -
Seksi Perencanaan Umum dan Monitoring Evaluasi;
-
Seksi Data, Informasi, dan Kemitraan.
b. Subdirektorat Pembinaan Wilayah I : -
Seksi Bina Provinsi dan Kabupaten Wilayah Sumatera;
-
Seksi Bina Kota dan Perkotaan Wilayah Sumatera.
c. Subdirektorat Pembinaan Wilayah II : -
Seksi Bina Provinsi dan Kabupaten Wilayah Jawa dan Bali;
-
Seksi Bina Kota dan Perkotaan Wilayah Jawa dan Bali.
d. Subdirektorat Pembinaan Wilayah III : -
Seksi Bina Provinsi dan Kabupaten Wilayah Kalimantan dan Sulawesi;
-
Seksi Bina Kota dan Perkotaan Wilayah Kalimantan dan Sulawesi.
e. Subdirektorat Pembinaan Wilayah IV : -
Seksi Bina Provinsi dan Kabupaten Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua;
-
Seksi Bina Kota dan Perkotaan Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
f. Subbagian Tata Usaha g. Kelompok Jabatan Fungsional. (6) Kelompok Jabatan Fungsional. 4. Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan (Ditjen II) Ditjen II adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen II dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen
II
mempunyai
tugas
menyelenggarakan
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dijen II menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan di bidang survei, pengukuran dan pemetaan;
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 516]
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengukuran dan pemetaan dasar dan kadastral, serta survei dan pemetaan tematik; c. pelaksanaan kebijakan pembinaan surveyor dan pemanfaatan peralatan survei, pengukuran dan pemetaan; d. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan; e. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan; f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang survei, pengukuran dan pemetaan; g. pelaksanaan administrasi Ditjen II; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen II terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen II. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f.
pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen II.
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Hukum : -
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 517]
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
-
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
c. Kelompok Jabatan Fungsional. (2) Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengukuran dan pemetaan dasar, pengelolaan peralatan dan pembinaan
surveyor
serta
pengelolaan
data
dasar
agraria/pertanahan dan tata ruang. Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengukuran dan pemetaan dasar, pengelolaan peralatan dan pembinaan surveyor serta pengelolaan data dasar agraria/pertanahan dan tata ruang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengukuran dan pemetaan dasar, pengelolaan peralatan dan pembinaan surveyor serta pengelolaan data dasar agraria/pertanahan dan tata ruang; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengukuran dan pemetaan dasar, pengelolaan peralatan dan pembinaan surveyor serta pengelolaan data dasar agraria/ pertanahan dan tata ruang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengukuran dan pemetaan dasar, pengelolaan peralatan dan pembinaan surveyor serta pengelolaan data dasar agraria/pertanahan dan tata ruang; e. pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
pengukuran dan pemetaan dasar, pengelolaan peralatan dan pembinaan surveyor serta pengelolaan data dasar agraria/ pertanahan dan tata ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. [UDIN 2015 – TUPOKSI - 518]
Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar terdiri atas : a. Subdirektorat Pengukuran Dasar dan Peralatan : -
Seksi Pengukuran Dasar;
-
Seksi Peralatan.
b. Subdirektorat Pemetaan Dasar dan Pembinaan Surveyor : -
Seksi Pemetaan Dasar;
-
Seksi Pembinaan Surveyor.
c. Subdirektorat Pengelolaan Data Dasar : -
Seksi Sinkronisasi Data Dasar;
-
Seksi Informasi Data Dasar.
d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional. (3) Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Kadastral mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengukuran dan pemetaan kadastral serta pengelolaan data kadastral. Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Kadastral menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengukuran dan pemetaan kadastral serta pengelolaan data kadastral; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengukuran dan pemetaan kadastral serta pengelolaan data kadastral; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengukuran dan pemetaan kadastral serta pengelolaan data kadastral; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengukuran dan pemetaan kadastral serta pengelolaan data kadastral; e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengukuran dan pemetaan kadastral serta pengelolaan data [UDIN 2015 - TUPOKSI - 519]
kadastral; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Kadastral terdiri atas : a. Subdirektorat Pengukuran Kadastral : -
Seksi Pengukuran Bidang Tanah;
-
Seksi Pengukuran Ruang dan Perairan.
b. Subdirektorat Pemetaan Kadastral : -
Seksi Pemetaan Bidang Tanah;
-
Seksi Pemetaan Ruang dan Perairan
c. Subdirektorat Pengelolaan Data Kadastral : -
Seksi Sinkronisasi Data Kadastral;
-
Seksi Informasi Data Kadastral.
d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik Direktorat
Survei
dan
Pemetaan
Tematik
mempunyai
tugas
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang survei dan pemetaan tematik agraria/pertanahan, tata ruang, ekonomi, perbatasan, dan wilayah tertentu. Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang survei dan pemetaan tematik
agraria/pertanahan,
tata
ruang,
sosial,
ekonomi,
perbatasan, dan wilayah tertentu; b. pelaksanaan kebijakan di bidang survei dan pemetaan tematik agraria/pertanahan, tata ruang, sosial, ekonomi, perbatasan, dan wilayah tertentu; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang survei dan pemetaan tematik agraria/pertanahan, tata ruang, ekonomi, perbatasan, dan wilayah tertentu; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang survei dan [UDIN 2015 – TUPOKSI - 520]
pemetaan
tematik
agraria/pertanahan,
tata
ruang,
sosial,
ekonomi, perbatasan, dan wilayah tertentu; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang survei dan pemetaan
tematik
agraria/pertanahan,
tata
ruang,
sosial,
ekonomi, perbatasan, dan wilayah tertentu; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Survei dan Pemetaan Tematik terdiri atas : a. Subdirektorat Tematik Pertanahan : -
Seksi Survei Tematik Pertanahan;
-
Seksi Pemetaan dan Analisis Tematik Pertanahan.
b. Subdirektorat Tematik Tata Ruang, Perbatasan dan Wilayah Tertentu : -
Seksi Survei Tematik Tata Ruang, Perbatasan dan Wilayah Tertentu;
-
Seksi Pemetaan Tematik Tata Ruang, Perbatasan dan Wilayah Tertentu.
c. Subdirektorat Tematik Agraria dan Sosial Ekonomi : -
Seksi Survei Tematik Agraria dan Sosial Ekonomi;
-
Seksi Pemetaan Tematik Agraria dan Sosial Ekonomi.
d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional. (5) Kelompok Jabatan Fungsional 5. Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan (Ditjen III) Ditjen III adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen III dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen III mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
pengaturan,
penetapan, dan pendaftaran hak tanah, pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta pemberdayaan masyarakat. Ditjen III menyelenggarakan fungsi:
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 521]
a. perumusan kebijakan di bidang pengaturan, penetapan, dan pendaftaran hak tanah, pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penetapan, dan pendaftaran hak tanah, pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengaturan, penetapan, dan pendaftaran hak tanah, pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengaturan, penetapan, dan pendaftaran hak tanah, pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; e. pelaksanaan
evaluasi
dan
pelaporan
di
bidang
pengaturan,
penetapan, dan pendaftaran hak tanah, pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, serta pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; f. pelaksanaan urusan administrasi Ditjen III; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen III terdiri atas : (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen III. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen III. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : [UDIN 2015 – TUPOKSI - 522]
a. Bagian Program dan Hukum : -
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
-
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
c. Kelompok Jabatan Fungsional. (2) Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah dan Ruang Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah dan Ruang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengaturan dan penetapan hak tanah dan ruang. Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah dan Ruang menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan dan penetapan hak tanah dan ruang; b. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pengaturan dan penetapan hak tanah dan ruang; c. pelaksanaan penetapan hak meliputi pemberian, perpanjangan dan pemberian kembali hak atas tanah dan hak ruang bagi perseorangan dan badan hukum swasta serta penetapan hak komunal; d. penunjukan badan hukum tertentu yang dapat mempunyai hak milik; e. pemberian izin dan penetapan hak atas tanah bekas milik Belanda dan bekas tanah asing lainnya; f. pemberian
bimbingan
teknis,
dan
supervisi
pengaturan dan penetapan hak tanah dan ruang; [UDIN 2015 - TUPOKSI - 523]
di
bidang
g. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengaturan dan penetapan hak tanah dan ruang; dan h. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Pengaturan dan Penetapan Hak Tanah dan Ruang terdiri atas : a. Subdirektorat Penetapan Hak Guna Usaha : -
Seksi Penetapan Hak Guna Usaha Wilayah I;
-
Seksi Penetapan Hak Guna Usaha Wilayah II.
b. Subdirektorat Penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai : -
Seksi Penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Wilayah I;
-
Seksi Penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Wilayah II.
c. Subdirektorat Penetapan Hak Atas Ruang, Hak Komunal dan Perpanjangan Hak : -
Seksi Penetapan Hak Atas Ruang, Hak Komunal dan Perpanjangan Hak Wilayah I;
-
Seksi Penetapan Hak Atas Ruang, Hak Komunal dan Perpanjangan Hak Wilayah II.
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (3) Direktorat Pengaturan dan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang dan PPAT Direktorat Pengaturan dan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang dan PPAT mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendaftaran tanah dan ruang, hak komunal, pemeliharaan data pendaftaran tanah dan ruang, dan pemberian
izin
peralihan
hak,
pelepasan
hak,
perubahan
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 524]
penggunaan dan perubahan pemanfaatan/komoditas, peralihan saham, dan PPAT. Direktorat Pengaturan dan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang dan PPAT menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pendaftaran tanah dan ruang, hak komunal, pemeliharaan data pendaftaran tanah dan ruang, dan pemberian izin peralihan hak, pelepasan hak,
perubahan
penggunaan
dan
perubahan
pemanfaatan/komoditas, peralihan saham, pengembangan dan pembinaan PPAT; b. pemberian
bimbingan
teknis,
dan
supervisi,
di
bidang
pendaftaran tanah dan ruang, hak komunal, pemeliharaan data pendaftaran tanah dan ruang, dan pemberian izin peralihan hak, pelepasan
hak,
perubahan
penggunaan
dan
perubahan
pemanfaatan/komoditas, peralihan saham, dan PPAT; c.
pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pendaftaran tanah dan ruang, hak komunal, pemeliharaan data pendaftaran tanah dan ruang, dan pemberian izin peralihan hak, pelepasan
hak,
perubahan
penggunaan
dan
perubahan
pemanfaatan/komoditas, peralihan saham, dan PPAT; dan d. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Pengaturan dan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang dan PPAT terdiri atas : a. Subdirektorat Pendaftaran Hak Tanah dan Ruang : -
Seksi Pendaftaran Hak Tanah dan Ruang Wilayah I;
-
Seksi Pendaftaran Hak Tanah dan Ruang Wilayah II.
b. Subdirektorat Pemeliharaan Data Hak Tanah dan Ruang : -
Seksi Pemeliharaan Data Hak Tanah dan Ruang Wilayah I;
-
Seksi Pemeliharaan Data Hak Tanah dan Ruang Wilayah II.
c. Subdirektorat PPAT : -
Seksi PPAT Wilayah I;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 525]
-
Seksi PPAT Wilayah II.
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Direktorat Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat Direktorat Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat mempunyai tugas
melaksanakan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pemberdayaan hak atas tanah masyarakat. Direktorat
Pemberdayaan
Hak
Atas
Tanah
Masyarakat
menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; b. pelaksanaan
kegiatan
pemberdayaan
hak
atas
tanah
masyarakat; c.
penyiapan
kerjasama
dengan
lembaga
lembaga non pemerintah dalam rangka
pemerintah
dan
pemberdayaan hak
atas tanah masyarakat; d. pelaksanaan
pengembangan
dan
diseminasi
model
pemberdayaan hak atas tanah masyarakat e. pemberian
bimbingan
teknis
dan
supervisi
di
bidang
pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; f.
pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pemberdayaan hak atas tanah masyarakat; dan
g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Pemberdayaan Hak Atas Tanah Masyarakat terdiri atas : a. Subdirektorat Inventarisasi Potensi dan Pendampingan : -
Seksi Identifikasi dan Inventarisasi Potensi;
-
Seksi
Pendampingan
Pemberdayaan
Hak
Atas
Tanah
Masyarakat b. Subdirektorat Fasilitasi dan Kerja Sama : [UDIN 2015 – TUPOKSI - 526]
-
Seksi Fasilitasi dan Kerja Sama Lembaga Pemerintah;
-
Seksi Fasilitasi dan Kerja Sama Lembaga Non Pemerintah.
c. Subdirektorat
Pengembangan
dan
Diseminasi
Model
Pemberdayaan : -
Seksi Pengembangan Model Pemberdayaan;
-
Seksi Diseminasi Model Pemberdayaan
d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional. (5) Kelompok Jabatan Fungsional. 6. Direktorat Jenderal Penataan Agraria (Ditjen IV) Ditjen IV adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen IV dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen IV mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penatagunaan tanah, penataan penguasaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu, konsolidasi tanah, dan landreform sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ditjen IV menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang penatagunaan tanah, penataan penguasaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu, konsolidasi tanah, dan landreform; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penatagunaan tanah, penataan penguasaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu, konsolidasi tanah, dan landreform; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penatagunaan tanah, penataan penguasaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu, konsolidasi tanah, dan landreform; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penatagunaan tanah, penataan penguasaan dan pemanfaatan wilayah pesisir,
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 527]
pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu, konsolidasi tanah, dan landreform; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penatagunaan tanah, penataan penguasaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu, konsolidasi tanah, dan landreform; f. pelaksanaan administrasi Ditjen IV; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen IV terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen IV. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen IV. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Hukum : -
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
-
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
c. Kelompok Jabatan Fungsional.
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 528]
(2) Direktorat Penatagunaan Tanah Direktorat Penatagunaan Tanah mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang perencanaan dan evaluasi penatagunaan tanah, data dan neraca penatagunaan tanah, dan penatagunaan tanah kawasan perkotaan dan perdesaan. Direktorat Penatagunaan Tanah menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang perencanaan dan evaluasi penatagunaan tanah, data dan neraca penatagunaan tanah serta penatagunaan tanah kawasan perkotaan dan perdesaan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan evaluasi penatagunaan tanah, data dan neraca penatagunaan tanah serta penatagunaan tanah kawasan perkotaan dan perdesaan; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perencanaan dan evaluasi penatagunaan tanah, data dan neraca penatagunaan tanah serta penatagunaan tanah kawasan perkotaan dan perdesaan; d. pemberian
bimbingan
teknis
dan
supervisi
di
bidang
perencanaan dan evaluasi penatagunaan tanah, data dan neraca
penatagunaan
tanah
serta
penatagunaan
tanah
kawasan perkotaan dan perdesaan; e. pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
perencanaan dan evaluasi penatagunaan tanah, data dan neraca
penatagunaan
tanah
serta
penatagunaan
tanah
kawasan perkotaan dan perdesaan; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Penatagunaan Tanah terdiri atas : a. Subdirektorat Perencanaan dan Evaluasi Penatagunaan Tanah : -
Seksi Perencanaan Penatagunaan Tanah;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 529]
-
Seksi Evaluasi Penatagunaan Tanah.
b. Subdirektorat Data dan Neraca Penatagunaan Tanah : -
Seksi Data Penatagunaan Tanah;
-
Seksi Neraca Penatagunaan Tanah
c. Subdirektorat Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan : -
Seksi Kawasan Perkotaan;
-
Seksi Kawasan Perdesaan
d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional (3) Direktorat
Penataan
Wilayah
Pesisir,
Pulau-Pulau
Kecil,
Perbatasan dan Wilayah Tertentu Direktorat Penataan Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan
Wilayah
Tertentu
mempunyai
tugas
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang di bidang penataan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu. Direktorat Penataan Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penataan dan pemantauan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan dan wilayah tertentu; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penataan dan pemantauan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan dan wilayah tertentu; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penataan dan pemantauan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan dan wilayah tertentu; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penataan dan pemantauan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan dan wilayah tertentu; [UDIN 2015 – TUPOKSI - 530]
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penataan dan pemantauan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan dan wilayah tertentu; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Penataan Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu terdiri atas : a. Subdirektorat Penataan dan Pemantauan Wilayah Pesisir : -
Seksi Penataan Wilayah Pesisir;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Wilayah Pesisir
b. Subdirektorat Penataan dan Pemantauan Pulau-Pulau Kecil : -
Seksi Penataan Pulau-Pulau Kecil;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pulau-Pulau Kecil.
c. Subdirektorat Penataan dan Pemantauan Wilayah Perbatasan dan Wilayah Tertentu : -
Seksi Penataan Wilayah Perbatasan dan Wilayah Tertentu;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Wilayah Perbatasan dan Wilayah Tertentu.
d. Subbagian Tata Usaha e. Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Direktorat Konsolidasi Tanah Direktorat Konsolidasi Tanah mempunyai tugas perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang bidang potensi dan perencanaan, penataan dan kerja sama, pemantauan dan evaluasi. Direktorat Konsolidasi Tanah menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
potensi
dan
perencanaan, penataan dan kerja sama, pemantauan dan evaluasi; b. pelaksanaan kebijakan di bidang potensi dan perencanaan, penataan dan kerja sama, pemantauan dan evaluasi;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 531]
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang potensi dan perencanaan, penataan dan kerja sama, pemantauan dan evaluasi; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang potensi dan perencanaan, penataan dan kerja sama, pemantauan dan evaluasi; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang potensi dan perencanaan, penataan dan kerja sama, pemantauan dan evaluasi; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Konsolidasi Tanah terdiri atas ; a. Subdirektorat Potensi dan Perencanaan : -
Seksi Potensi Obyek Konsolidasi Tanah;
-
Seksi Perencanaan Konsolidasi Tanah.
b. Subdirektorat Penataan dan Kerja Sama : -
Seksi Penataan;
-
Seksi Kerja Sama
c. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi : -
Seksi Pemantauan;
-
Seksi Evaluasi
d. Subbagian Tata Usaha. (5) Direktorat Landreform Direktorat
Landreform
mempunyai
tugas
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang inventarisasi dan data landreform, penguasaan tanah obyek landreform dan ganti kerugian, serta redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama. Direktorat Landreform menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang inventarisasi dan data landreform; penguasaan tanah obyek landreform dan ganti
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 532]
kerugian, redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama b. pelaksanaan kebijakan di bidang
inventarisasi dan data
landreform; penguasaan tanah obyek landreform dan ganti kerugian, redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inventarisasi dan data landreform; penguasaan tanah obyek landreform dan ganti kerugian, redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama; d. pemberian
bimbingan
teknis
dan
supervisi
di
bidang
inventarisasi dan data landreform; penguasaan tanah obyek landreform
dan
ganti
kerugian,
redistribusi
tanah
dan
pemanfaatan bersama; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang inventarisasi dan data landreform; penguasaan tanah obyek landreform dan ganti kerugian, redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Landreform terdiri atas : a. Subdirektorat Inventarisasi dan Data Landreform : -
Seksi Inventarisasi Tanah Obyek Landreform;
-
Seksi Pengelolaan Data Landreform.
b. Subdirektorat Penguasaan Tanah Obyek Landreform dan Ganti Kerugian : -
Seksi Penguasaan Tanah Obyek Landreform;
-
Seksi Ganti Kerugian Tanah Obyek Landreform
c. Subdirektorat Redistribusi Tanah dan Pemanfaatan Bersama : -
Seksi Redistribusi Tanah;
-
Seksi Pemanfaatan Bersama.
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (6) Kelompok Jabatan Fungsional
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 533]
7. Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah (Ditjen V) Ditjen V adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen V dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen
V
mempunyai
tugas
menyelenggarakan
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ditjen V menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan tanah; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan tanah; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan tanah; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan tanah; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengadaan tanah, penilaian tanah, pengaturan dan penetapan tanah instansi, serta pembinaan dan pengendalian pengadaan tanah; f. pelaksanaan administrasi Ditjen V; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen V terdiri atas : (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen V. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 534]
a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen V. Sekretariat Direktorat Jenderalterdiri atas : a. Bagian Program dan Hukum : -
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
-
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
c. Kelompok Jabatan Fungsional. (2) Direkorat Pemanfaatan Tanah Pemerintah Direktorat Pemanfaatan Tanah Pemerintah mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pemanfaatan tanah pemerintah. Direktorat
Pemanfaatan
Tanah
Pemerintah
menyelenggarakan
fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pemanfaatan tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya; b. pelaksanaan kebijakan di bidang bidang pemanfaatan tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pemanfaatan tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya; [UDIN 2015 - TUPOKSI - 535]
d. pemberian bimbingan teknis, supervisi dan perizinan kerja sama di bidang pemanfaatan tanah pemerintah serta pemantauan dan evaluasinya; e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pemanfaatan
tanah
pemerintah
serta
pemantauan
dan
evaluasinya; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Pemanfaatan Tanah Pemerintah terdiri atas : a. Subdirektorat Pemanfaatan Tanah : -
Seksi Pemanfaatan Tanah Instansi;
-
Seksi Pemanfaatan Tanah Badan Usaha Pemerintah
b. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Pemerintah : -
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Instansi;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Tanah Badan Usaha Pemerintah.
c. Subbagian Tata Usaha; d. Kelompok Jabatan Fungsional. (3) Direktorat
Pembinaan
Pengadaan
dan
Penetapan
Tanah
Pemerintah Direktorat Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah. Direktorat Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
pembinaan
pengadaan dan penetapan hak atas tanah pemerintah; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan pengadaan dan [UDIN 2015 – TUPOKSI - 536]
penetapan hak atas tanah pemerintah; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan pengadaan dan penetapan hak atas tanah pemerintah; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan pengadaan dan penetapan hak atas tanah pemerintah; e. pelaksanaan pembinaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengadaan
dan
penetapan
hak
atas
tanah
pemerintah; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat
Direktorat Pembinaan Pengadaan dan Penetapan Tanah Pemerintah terdiri atas : a. Subdirektorat Bina Pengadaan Tanah Pemerintah : -
Seksi Bina Perencanaan dan Persiapan;
-
Seksi Bina Pelaksanaan Pengadaan.
b. Subdirektorat Penetapan Hak Atas Tanah Pemerintah : -
Seksi Penetapan Hak Pengelolaan;
-
Seksi Penetapan Hak Atas Tanah.
c. Subbagian Tata Usaha; d. Kelompok Jabatan Fungsional (4) Direkorat Penilaian Tanah Direktorat
Penilaian
Tanah
mempunyai
tugas
melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penilaian tanah. Direktorat Penilaian Tanah menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian tanah; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian tanah; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian tanah; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penilaian [UDIN 2015 - TUPOKSI - 537]
tanah; e. pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
penilaian tanah; dan f. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. Direktorat Penilaian Tanah terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Bidang Tanah : -
Seksi Bina Penilai Tanah;
-
Seksi Pengadaan dan Kendali Mutu Penilaian Bidang Tanah dan Properti
b. Subdirektorat Bina Zona dan Kendali Mutu Zona Nilai Tanah; : -
Seksi Zona Nilai Tanah;
-
Seksi Kendali Mutu Zona Nilai Tanah.
c. Subdirektorat Bina Zona Nilai Ekonomi Kawasan dan Kendali Mutu : -
Seksi Zona Nilai Ekonomi Kawasan;
-
Seksi Kendali Mutu Nilai Ekonomi Kawasan.
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (5) Kelompok Jabatan Fungsional. 8. Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Pemanfaatan
Ruang
dan
Penguasaan Tanah (Ditjen VI) Ditjen VI adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen VI dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen VI mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan
di
bidang
pengendalian
pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ditjen VI menyelenggarakan fungsi :
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 538]
a. perumusan kebijakan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; f. pelaksanaan administrasi Ditjen VI; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen VI terdiri atas : (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen VI. Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen VI. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Hukum : [UDIN 2015 - TUPOKSI - 539]
-
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
-
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
c. Kelompok Jabatan Fungsional (2) Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang. Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
pengendalian
pemanfaatan ruang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian pemanfaatan ruang; d. pemberian
bimbingan
teknis
dan
supervisi
di
bidang
pengendalian pemanfaatan ruang; e. pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
pengendalian pemanfaatan ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang terdiri atas : a. Subdirektorat Perencanaan dan Pedoman : -
Seksi Perencanaan;
-
Seksi Pedoman.
b. Subdirektorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah I : [UDIN 2015 – TUPOKSI - 540]
-
Seksi Bina Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang
c. Subdirektorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah II : -
Seksi Bina Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang.
d. Subdirektorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah III : -
Seksi Bina Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang
e. Subdirektorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah IV : -
Seksi Bina Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
-
Seksi Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang
f. Subbagian Tata Usaha; g. Kelompok Jabatan Fungsional. (3) Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Direktorat
Penertiban
Pemanfaatan Ruang
mempunyai
tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang
penyidikan
dan
penertiban
terhadap
pelanggaran
pemanfaatan ruang serta pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang. Direktorat Penertiban Pemanfaatan
Ruang menyelenggarakan
fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penyidikan dan penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang serta pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penyidikan dan penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang serta
pembinaan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penyidikan
dan
penertiban
terhadap
pelanggaran
pemanfaatan ruang serta pembinaan Penyidik Pegawai Negeri [UDIN 2015 - TUPOKSI - 541]
Sipil Penataan Ruang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyidikan dan penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang serta pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang; e. pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
penyidikan dan penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang serta pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang terdiri atas : a. Subdirektorat Perencanaan dan Pedoman : -
Seksi Perencanaan;
-
Seksi Pedoman.
b. Subdirektorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah I : -
Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
-
Seksi Penertiban Pemanfaatan Ruang.
c. Subdirektorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah II ; -
Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
-
Seksi Penertiban Pemanfaatan Ruang.
d. Subdirektorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah III : -
Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
-
Seksi Penertiban Pemanfaatan Ruang
e. Subdirektorat Penertiban Pemanfaatan Ruang Wilayah IV : -
Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
-
Seksi Penertiban Pemanfaatan Ruang.
f. Subbagian Tata Usaha; g. Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 542]
bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian dan pemantauan pertanahan. Direktorat
Pengendalian
dan
Pemantauan
Pertanahan
menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengendalian dan pemantauan pertanahan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan pemantauan pertanahan; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bidang pengendalian dan pemantauan pertanahan; d. pemberian bimbingan teknis, supervisi dan perizinan kerja sama di bidang pengendalian dan pemantauan pertanahan; e. pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
pengendalian dan pemantauan pertanahan; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan terdiri atas : a. Subdirektorat Pengendalian Penerapan Kebijakan dan Program Pertanahan : -
Seksi Pengendalian Penerapan Kebijakan Pertanahan;
-
Seksi Pengendalian Program Pertanahan
b. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Tanah Pertanian : -
Seksi Pemantauan Tanah Pertanian;
-
Seksi Evaluasi Tanah Pertanian
c. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian : -
Seksi Pemantauan Tanah Non Pertanian;
-
Seksi Evaluasi Tanah Non Pertanian
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (5) Direktorat Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Direktorat mempunyai
Penertiban tugas
dan
Pendayagunaan
perumusan
dan
Tanah
pelaksanaan
Terlantar kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian [UDIN 2015 - TUPOKSI - 543]
bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Direktorat
Penertiban
dan
Pendayagunaan
Tanah
Terlantar
menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan
perumusan kebijakan
di bidang penertiban dan
pendayagunaan tanah terlantar; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; e. pelaksanaan pengamanan dan pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar untuk berbagai kepentingan pembangunan; f.
penyusunan program pendayagunaan tanah negara
bekas
tanah terlantar untuk berbagai kegiatan pembangunan; g. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar; h. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. Direktorat Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar terdiri atas : a. Subdirektorat Potensi Tanah Terlantar : -
Seksi Identifikasi Potensi Tanah Terlantar;
-
Seksi Pengelolaan Data Tanah Terlantar.
b. Subdirektorat Penertiban dan Penetapan Tanah Terlantar : -
Seksi Penertiban Tanah Terlantar;
-
Seksi Penetapan Tanah Terlantar.
c. Subdirektorat Pendayagunaan Tanah Terlantar : -
Seksi Analisis Pemanfaatan Tanah Terlantar;
-
Seksi Peruntukan Tanah Terlantar.
d. Subbagian Tata Usaha; [UDIN 2015 – TUPOKSI - 544]
e. Kelompok Jabatan Fungsional. (6) Kelompok Jabatan Fungsional. 9.
Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang, dan Tanah (Ditjen VII) Ditjen VII adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Ditjen VII dipimpin oleh Direktur Jenderal. Ditjen VII mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan
di
bidang
penyelesaian
sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ditjen VII menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penyelesaian sengketa, konflik dan perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah; f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang, dan Tanah; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Ditjen VII terdiri atas : (1) Sekretariat Direktorat Jenderal
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pemberian pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Ditjen VII. [UDIN 2015 - TUPOKSI - 545]
Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen VII. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Hukum : -
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum;
-
Subbagian Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara;
-
Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga.
c. Kelompok Jabatan Fungsional (2) Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah I
Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah I mempunyai
tugas
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang meliputi wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan Papua. Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah I menyelenggarakan fungsi : [UDIN 2015 – TUPOKSI - 546]
a. penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
pencegahan
sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah I terdiri atas : a. Subdirektorat Pencegahan dan Pembatalan Wilayah I : -
Seksi Pencegahan dan Pembatalan Wilayah IA;
-
Seksi Pencegahan dan Pembatalan Wilayah IB
b. Subdirektorat Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah I : -
Seksi Penanganan Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah IA;
-
Seksi Penanganan Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah IB.
c. Subdirektorat Konflik Tanah dan Ruang Wilayah I : -
Seksi Konflik Tanah dan Ruang Wilayah IA;
-
Seksi Konflik Tanah dan Ruang Wilayah IB.
d. Subbagian Tata Usaha;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 547]
e. Kelompok Jabatan Fungsional. (3) Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah II Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah II mempunyai
tugas
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua Barat. Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah II menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
pencegahan
sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah dan ruang; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan sengketa/konflik tanah dan ruang serta pembatalan hak atas tanah, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik tanah [UDIN 2015 – TUPOKSI - 548]
dan ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah II terdiri atas : a. Subdirektorat Pencegahan dan Pembatalan Wilayah II : -
Seksi Pencegahan dan Pembatalan Wilayah IIA;
-
Seksi Pencegahan dan Pembatalan Wilayah IIB.
b. Subdirektorat Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah II : -
Seksi Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah IIA;
-
Seksi Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah IIB.
c. Subdirektorat Konflik Tanah dan Ruang Wilayah II : -
Seksi Konflik Tanah dan Ruang Wilayah IIA;
-
Seksi Konflik Tanah dan Ruang Wilayah IIB
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (4) Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang mempunyai tugas perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang di bidang penanganan dan penyelesaian perkara tanah dan ruang. Direktorat
Penanganan
Perkara
Tanah
dan
Ruang
menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penanganan dan penyelesaian perkara tanah dan ruang; b. pelaksanaan kebijakan di bidang penanganan dan penyelesaian perkara tanah dan ruang; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penanganan dan penyelesaian perkara tanah dan ruang; d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penanganan dan penyelesaian perkara tanah dan ruang; e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penanganan dan [UDIN 2015 - TUPOKSI - 549]
penyelesaian perkara tanah dan ruang; dan f.
pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
Direktorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang terdiri atas : a. Subdirektorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Wilayah I : -
Seksi Penanganan Perkara Tata Usaha Negara Wilayah I;
-
Seksi Penanganan Perkara Perdata Wilayah I.
b. Subdirektorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Wilayah II: -
Seksi Penanganan Perkara Tata Usaha Negara Wilayah II;
-
Seksi Penanganan Perkara Perdata Wilayah II.
c. Subdirektorat Penanganan Perkara Tanah dan Ruang Wilayah III: -
Seksi Penanganan Perkara Tata Usaha Negara Wilayah III;
-
Seksi Penanganan Perkara Perdata Wilayah III.
d. Subbagian Tata Usaha; e. Kelompok Jabatan Fungsional. (5) Kelompok Jabatan Fungsional. 10. Inspektorat Jenderal (Itjen) Itjen adalah unsur pengawas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala. Itjen dipimpin oleh Inspektur Jenderal. Itjen mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Itjen menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya; c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri/Kepala;
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 550]
d. penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; e. pelaksanaan administrasi Itjen; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Itjen terdiri atas : (1) Sekretariat Itjen Sekretariat
Itjen
mempunyai
tugas
melaksanakan
pemberian
pelayanan administratif kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Itjen. Sekretariat Itjen menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana program dan anggaran; b. koordinasi dan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan dan advokasi hukum; c. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; d. pelaksanaan urusan kepegawaian; e. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara; dan f. pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Itjen. Sekretariat Itjen terdiri atas : a. Bagian Program dan Hukum : -
Subbagian Program;
-
Subbagian Hukum dan Evaluasi Kinerja.
b. Bagian Kepegawaian dan Umum : -
Subbagian Kepegawaian, Tata Usaha dan Rumah Tangga;
-
Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara.
c. Kelompok Jabatan Fungsional (2) Inspektorat Wilayah I Inspektorat Wilayah I mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern, terhadap audit kinerja dan, audit dengan tujuan tertentu, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya, serta penyusunan laporan hasil pengawasan pada di lingkungan Ditjen III, Itjen, Pusdatin, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 551]
Kantor Pertanahan di Provinsi Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat. Inspektorat Wilayah I menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan terkait pengawasan intern di Wilayah I; b. penyusunan
rencana
dan
program
pengawasan
serta
penanganan kasus dan pengaduan di Wilayah I; c. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya di Wilayah I; d. pelaksanaan
koordinasi pengawasan internal dan eksternal
terkait penanganan kasus dan pengaduan; e. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Itjen; f.
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, pengusutan dan pengujian terhadap kasus dan pengaduan yang bersifat khusus dan strategis di Wilayah I;
g. penyusunan laporan hasil pengawasan di Wilayah I; dan h. pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat Wilayah I. Inspektorat Wilayah I terdiri atas : a. Subbagian Tata Usaha; b. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor (3) Inspektorat Wilayah II Inspektorat Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern, terhadap audit kinerja dan, audit dengan tujuan tertentu, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya, serta penyusunan laporan hasil pengawasan pada di lingkungan Ditjen I, Ditjen VI, Pusdiklat, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan di Provinsi Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku dan Gorontalo. Inspektorat Wilayah II menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan terkait pengawasan intern di [UDIN 2015 – TUPOKSI - 552]
Wilayah II; b. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya di Wilayah II; c. pelaksanaan
koordinasi pengawasan internal dan eksternal
terkait penanganan kasus dan pengaduan; d. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Itjen; e. pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, pengusutan dan pengujian terhadap kasus dan pengaduan yang bersifat khusus dan strategis di Wilayah II; f.
penyusunan laporan hasil pengawasan di Wilayah II; dan
g. pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat Wilayah II. Inspektorat Wilayah II terdiri atas : a. Subbagian Tata Usaha; b. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor. (4) Inspektorat Wilayah III Inspektorat
Wilayah
III
mempunyai
tugas
melaksanakan
pengawasan intern, terhadap audit kinerja dan, audit dengan tujuan tertentu, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya, serta penyusunan laporan hasil pengawasan pada di lingkungan Ditjen II, Ditjen IV, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan di Provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Sulawesi Selatan, Kalimantan Utara dan Nusa Tenggara Timur, serta Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Inspektorat Wilayah III menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan terkait pengawasan intern di Wilayah III; b. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya di Wilayah III; [UDIN 2015 - TUPOKSI - 553]
c. pelaksanaan
koordinasi pengawasan internal dan eksternal
terkait penanganan kasus dan pengaduan; d. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Itjen; e. pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, pengusutan dan pengujian terhadap kasus dan pengaduan yang bersifat khusus dan strategis di Wilayah III; f.
penyusunan laporan hasil pengawasan di Wilayah III; dan
g. pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat Wilayah III. Inspektorat Wilayah III terdiri atas : a. Subbagian Tata Usaha; b. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor. (5) Inspektorat Wilayah IV Inspektorat
Wilayah
IV
mempunyai
tugas
melaksanakan
pengawasan atas kebijakan dan pengawasan intern, terhadap audit kinerja
dan,
audit
dengan
tujuan
tertentu,
reviu,
evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya, serta penyusunan laporan hasil pengawasan pada di lingkungan Setjen, Ditjen VII, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan di Provinsi Riau, Bengkulu, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Inspektorat Wilayah IV menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan terkait pengawasan intern di Wilayah IV; b. penyusunan
rencana
dan
program
pengawasan
serta
penanganan kasus dan pengaduan di Wilayah IV; c. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya di Wilayah IV; d. pelaksanaan
koordinasi pengawasan internal dan eksternal
terkait penanganan kasus dan pengaduan; e. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan [UDIN 2015 – TUPOKSI - 554]
Itjen; f.
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, pengusutan dan pengujian terhadap kasus dan pengaduan yang bersifat khusus dan strategis di Wilayah IV;
g. penyusunan laporan hasil pengawasan di Wilayah IV; dan h. pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat Wilayah IV. Inspektorat Wilayah IV terdiri atas : a. Subbagian Tata Usaha; b. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor. (6) Inspektorat Wilayah V Inspektorat Wilayah V mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern, terhadap audit kinerja dan, audit dengan tujuan tertentu, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya, serta penyusunan laporan hasil pengawasan pada di lingkungan Ditjen V, Puslitbang, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan di Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Bali, Papua dan Papua Barat. Inspektorat Wilayah V menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan penyusunan kebijakan terkait pengawasan intern di Wilayah V; b. penyusunan
rencana
dan
program
pengawasan
serta
penanganan kasus dan pengaduan di Wilayah V; c. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya di Wilayah V; d. pelaksanaan
koordinasi pengawasan internal dan eksternal
terkait penanganan kasus dan pengaduan; e. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Itjen; f.
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, pengusutan dan pengujian terhadap kasus dan pengaduan yang bersifat khusus dan
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 555]
strategis di Wilayah V; g. penyusunan laporan hasil pengawasan di Wilayah V; dan h. pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat Wilayah V. Inspektorat Wilayah V terdiri atas : a. Subbagian Tata Usaha; b. Kelompok Jabatan Fungsional Auditor (7) Kelompok Jabatan Fungsional. 11. Staf Ahli Menteri/Kepala dibantu oleh Staf Ahli, yang merupakan satu kesatuan dalam susunan organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal. Pelaksanaan tugas sehari-hari Staf Ahli difasilitasi oleh Setjen. Staf Ahli terdiri atas : 1) Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah mempunyai
tugas
memberikan rekomendasi
terhadap
isu-isu
strategis kepada Menteri/Kepala terkait dengan bidang landreform dan hak masyarakat atas tanah. 2) Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat dan Kemasyarakatan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri/Kepala
terkait
dengan
bidang
masyarakat
adat
dan
kemasyarakatan. 3) Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri/Kepala terkait dengan bidang ekonomi pertanahan. 12. Pusdiklat Pusdiklat adalah unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Pusdiklat dipimpin oleh seorang Kepala. Pusdiklat mempunyai tugas
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 556]
melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Pusdiklat menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran pendidikan dan pelatihan; b. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; c. pelaksanaan kerja sama pendidikan dan pelatihan; d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan; e. pelaksanaan urusan tata usaha, kearsipan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga, dan barang milik negara; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Pusdiklat terdiri atas : 1) Bagian Umum : a. Subbagian Tata Usaha dan Kearsipan; b. Subbagian Keuangan dan Kepegawaian; c. Subbagian Rumah Tangga dan Perlengkapan. 2) Bidang Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan : a. Subbidang Perencanaan Program Pendidikan dan Pelatihan; b. Subbidang Evaluasi dan Pelaporan. 3) Bidang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan : a. Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Fungsional; b. Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Teknis. 4) Kelompok Jabatan Fungsional Widyaiswara. 13. Puslitbang Puslitbang adalah unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Puslitbang dipimpin oleh seorang Kepala. Puslitbang mempunyai tugas melaksanakan
penelitian
dan
pengembangan
perpustakaan agraria/pertanahan dan tata ruang. Puslitbang menyelenggarakan fungsi:
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 557]
serta
pengelolaan
a. penyiapan penyusunan kebijakan teknis, program dan anggaran, serta kerja sama penelitian dan pengembangan; b. pelaksanaan
penelitian
dan
pengembangan
bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang; c. pelaksanaan
koordinasi
dan
kerja
sama
penelitian
dan
pengembangan; d. pelaksanaan publikasi hasil penelitian dan pengembangan; e. pengelolaan perpustakaan; f. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan Puslitbang; g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Puslitbang; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Puslitbang terdiri atas : 1) Bidang Program dan Kerja Sama : a. Subbidang Program; b. Subbidang Kerja Sama. 2) Bidang Publikasi dan Perpustakaan : a. Subbidang Publikasi; b. Subbidang Perpustakaan. 3) Subbagian Tata Usaha 4) Kelompok Jabatan Fungsional Peneliti. 14. Pusdatin Pusdatin adalah unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Pusdatin dipimpin oleh seorang Kepala. Pusdatin mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program dan anggaran serta strategi pelaksanaan pengembangan sistem teknologi informasi dan pengelolaan data dan informasi pertanahan, tata ruang dan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pusdatin menyelenggarakan fungsi:
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 558]
a. penyiapan penyusunan kebijakan teknis, program dan anggaran strategi perancangan, pengembangan, penyediaan, pelayanan, penerapan serta standarisasi sistem teknologi informasi; b. penyiapan koordinasi dan pelaksanaan program dan anggaran serta strategi perancangan, pengembangan, penyediaan, pelayanan, penerapan serta standarisasi sistem teknologi informasi; c. penyiapan
koordinasi
dan
pengelolaan
data
dan
informasi
pertanahan dan tata ruang; dan d. penyiapan koordinasi dan pelaksanaan di bidang informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan; e. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan Pusdatin; f. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusdatin; dan g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri/Kepala. Pusdatin terdiri dari : 1) Bidang Pengembangan dan Standarisasi Sistem Teknologi Informasi : a. Subbidang Pengembangan Sistem Teknologi Informasi; b. Subbidang Standarisasi Sistem Teknologi Informasi. 2) Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Pertanahan dan Tata Ruang : a. Subbidang Pengelolaan Data Pertanahan dan Tata Ruang; b. Subbidang Penyajian Informasi Pertanahan dan Tata Ruang. 3) Bidang Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan : a. Subbidang
Pengelolaan
Data
Lahan
Pertanian
Pangan
Pertanian
Pangan
Berkelanjutan; dan b. Subbidang
Penyajian
Informasi
Berkelanjutan. 4) Subbagian Tata Usaha; 5) Kelompok Jabatan Fungsional. 15. Jabatan Fungsional
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 559]
Lahan
Kelompok
Jabatan
Fungsional
mempunyai
tugas
melakukan
kegiatan sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masingmasing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bertanggung
jawab
kepada
Sekretaris
Jenderal/Direktur
Jenderal/Kepala Biro/Direktur/Kepala Pusat.
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas Jabatan yang terbagi dalam
kelompok
keahliannya.
jabatan
fungsional
Masing-masing
sesuai
Kelompok
dengan
Jabatan
bidang
Fungsional
dikoordinir oleh tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal/Direktur Jenderal/Kepala Biro/Direktur/Kepala Pusat.
Kelompok Jabatan Fungsional dalam hal melaksanakan tugas-tugas Biro/Sekretariat
Direktorat
Jenderal/Direktorat/Pusat
secara
administratif bertanggung jawab kepada masing-masing Kepala Biro/Sekretaris Direktorat Jenderal/Direktur/Kepala Pusat.
Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
E.
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. 1. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional a. Kedudukan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) adalah instansi vertikal BPN di Provinsi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala BPN. Kanwil BPN dipimpin oleh seorang Kepala. b. Tugas Kanwil BPN mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN di Provinsi yang bersangkutan. c. Fungsi [UDIN 2015 – TUPOKSI - 560]
Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Kanwil BPN mempunyai fungsi : 1) Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan; 2) Pengkoordinasian,
pembinaan,
dan
pelaksanaan
survei,
pengukuran, dan pemetaan; hak tanah dan pendaftaran tanah; pengaturan dan penataan pertanahan; pengendalian pertanahan dan
pemberdayaan
masyarakat;
serta
pengkajian
dan
penanganan sengketa dan konflik pertanahan; 3) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pertanahan di lingkungan provinsi; 4) Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah; 5) Pengelolaan sistem informasi manajemen pertanahan nasional (simtanas) di provinsi; 6) Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan; 7) Pengkoordinasian
pengembangan
sumberdaya
manusia
pertanahan; 8) Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana, dan
prasarana,
perundang-undangan
serta
pelayanan
pertanahan. d. Susunan Organisasi 1) Kanwil BPN terdiri dari: a. Bagian Tata Usaha; b. Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan; c. Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah; d. Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan; e. Bidang
Pengendalian
Pertanahan
dan
Pemberdayaan
Masyarakat; f. Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. 2) Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif kepada semua satuan organisasi Kanwil BPN, serta
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 561]
menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program, dan peraturan perundang - undangan.
Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi: a) penyusunan rencana, program, dan anggaran; b) koordinasi pelayanan pertanahan; c) pengelolaan data dan informasi; d) pelaksanaan
urusan
kepegawaian,
keuangan,
dan
perlengkapan; e) evaluasi kegiatan dan penyusunan laporan; f) pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga.
Bagian Tata Usaha terdiri dari: -
Subbagian Perencanaan dan Keuangan;
-
Subbagian Kepegawaian;
-
Subbagian Umum dan Informasi.
3) Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan survei, pengukuran, dan pemetaan bidang tanah, ruang, dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik, dan survei potensi tanah, pembinaan surveyor berlisensi.
Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai fungsi: a) pelaksanaan kebijakan teknis survei, pengukuran, dan pemetaan bidang tanah, ruang, dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran
batas kawasan/wilayah,
pemetaan tematik, dan survei potensi tanah, pembinaan surveyor berlisensi; b) pelaksanaan perapatan kerangka dasar orde 3 dan orde 4 serta pengukuran batas kawasan/wilayah; c) pelaksanaan pengukuran, perpetaan, pembukuan bidang tanah, dan ruang; d) pelaksanaan pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik serta survei potensi tanah;
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 562]
e) pelaksanaan bimbingan tenaga teknis, surveyor berlisensi, dan pejabat penilai tanah; f) pelaksanaan pengembangan
pemeliharaan, peralatan
pengelolaan, teknis,
dan
dan teknologi
komputerisasi.
Bidang Survei, Pengukuran dan Pemataan terdiri dari: -
Seksi Pengukuran dan Pemetaan Dasar;
-
Seksi Pemetaan Tematik;
-
Seksi Pengukuran Bidang;
-
Seksi Survei Potensi Tanah.
4) Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas mengkoordinasikan dan melaksanakan penyusunan program, pemberian perijinan, pengaturan tanah pemerintah, pembinaan, pengaturan, dan penetapan hak tanah, pembinaan pendaftaran hak atas tanah, dan komputerisasi pelayanan.
Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi: a) pelaksanaan kebijakan teknis pengaturan dan penetapan hak tanah; b) penetapan hak tanah, perairan, ruang atas tanah, dan ruang
bawah
tanah,
yang
meliputi
pemberian,
perpanjangan, dan pembaharuan hak tanah; c) pembinaan dan pengendalian proses serta pelaksanaan kewenangan pemberian hak atas tanah; d) pengelolaan administrasi tanah-tanah instansi pemerintah, tukar-menukar,
dan
penaksiran
tanah,
dan
mengadministrasikan atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara, daerah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah; e) pemberian rekomendasi dan perijinan hak tanah bekas milik Belanda dan bekas tanah asing lainnya dalam rangka penetapan hak dan hak pengelolaan;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 563]
f) penyusunan
telaahan
permasalahan
dalam
rangka
penyelesaian penetapan hak dan hak pengelolaan; g) pendataan tanah bekas tanah hak dan penyajian informasi hak-hak tanah; h) pengaturan sewa tanah untuk bangunan, dan hak-hak lain yang berkaitan dengan tanah; i) pemberian ijin pengalihan dan pelepasan hak tanah tertentu; j) pembinaan teknis hak-hak tanah; k) pembinaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan; l) pembinaan penegasan dan pengakuan hak atas tanah bekas hak Indonesia; m) pembinaan peralihan dan pembebanan hak atas tanah serta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari: -
Seksi Penetapan Hak Tanah Perorangan;
-
Seksi Penetapan Hak Tanah Badan Hukum;
-
Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah;
-
Seksi Pendaftaran, Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5) Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas
mengkoordinasikan
dan
melaksanakan
urusan
penatagunaan tanah, penataan pertanahan wilayah pesisir, pulaupulau kecil, perbatasan, dan kawasan tertentu lainnya, landreform, dan konsolidasi tanah.
Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan
mempunyai
fungsi: a) penyusunan
rencana,
program,
dan
koordinasi
pelaksanaan landreform, penatagunaan tanah, konsolidasi tanah, dan penataan pertanahan kawasan tertentu; b) pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah; [UDIN 2015 – TUPOKSI - 564]
c) pelaksanaan
kebijakan
pengaturan
dan
penetapan
penggunaan dan pemanfaatan tanah; d) penyiapan
rencana
persediaan
tanah,
peruntukan,
pemeliharaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; e) penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan kawasan tertentu lainnya; f) penyiapan dan penetapan neraca perubahan dan neraca kesesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, dan neraca ketersediaan tanah provinsi dan kabupaten/kota; g) penyiapan
dan
pelaksanaan
pola
penyesuaian
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan fungsi kawasan; h) penetapan
kriteria
kesesuaian
penggunaan
dan
pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka perwujudan fungsi kawasan/zoning; i) penataan
penguasaan,
pemanfaatan
di
pemilikan,
wilayah
pesisir,
penggunaan, pulau-pulau
dan kecil,
perbatasan, dan kawasan tertentu lainnya; j) pelaksanaan
penerbitan
pertimbangan
teknis
penatagunaan tanah, ijin perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan kewenangannya; k) pengembangan
dan
pemeliharaan
basis
data
penatagunaan tanah; l) pelaksanaan monitoring, dan evaluasi pemeliharaan tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap kawasan; m) pengusulan penetapan/penegasan, pengeluaran tanah menjadi obyek landreform, redistribusi tanah (pembagian tanah) dan ganti kerugian tanah obyek landreform serta pemanfaatan tanah bersama; n) pemberian ijin peralihan hak atas tanah pertanian dan ijin redistribusi tanah yang luasnya tertentu;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 565]
o) penetapan pengeluaran tanah dari obyek landreform hasil penertiban redistribusi; p) penegasan obyek konsolidasi tanah dan pelaksanaan konsolidasi tanah; q) pengkoordinasian dan pengendalian penyediaan tanah untuk pengembangan wilayah melalui konsolidasi tanah, penataan tanah bersama untuk peremajaan kota, daerah bencana dan daerah bekas konflik, permukiman kembali, pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan serta penguasaan tanah-tanah obyek landreform; r) pengumpulan,
pengolahan,
penyajian,
dan
pendokumentasian data landreform.
Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari: -
Seksi Penatagunaan Tanah;
-
Seksi Penataan Kawasan Tertentu;
-
Seksi Landreform;
-
Seksi Konsolidasi Tanah.
6) Bidang
Pengendalian
Pertanahan
mempunyai
Masyarakat
tugas
dan
Pemberdayaan
mengkoordinasikan
dan
melaksanakan penyusunan program pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.
Bidang
Pengendalian
Pertanahan
dan
Pemberdayaan
Masyarakat mempunyai fungsi: a) penyusunan
rencana
dan
program
pengendalian
pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar, dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat; b) pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara,
tanah
terlantar,
dan
tanah
kritis
serta
pemberdayaan masyarakat; c) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban pemegang hak [UDIN 2015 – TUPOKSI - 566]
atas
tanah,
pemantauan,
evaluasi,
dan
penertiban
kebijakan dan program pertanahan, program sektoral, dan pengelolaan tanah negara, tanah terlantar, dan tanah kritis serta saran tindak dan langkah-langkah penanganan serta usulan rekomendasi, pembinaan, dan peringatan serta penertiban dan pendayagunaan dalam rangka pengelolaan tanah negara serta penangan tanah terlantar dan tanah kritis; d) penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas tanah terlantar; e) inventarisasi
potensi
masyarakat
marjinal,
asistensi,
fasilitasi, dan peningkatan akses ke sumber produktif; f) bimbingan masyarakat, lembaga masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra kerja pertanahan dalam rangka pengelolaan pertanahan; g) pengkoordinasian
dan
kerjasama
dengan
lembaga
pemerintah provinsi dan non pemerintah, serta supervisi terhadap
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
dan
kelembagaan oleh Kantor Pertanahan; h) pengelolaan basis data pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat.
Bidang
Pengendalian
Pertanahan
dan
Pemberdayaan
Masyarakat terdiri dari: -
Seksi Pengendalian Pertanahan;
-
Seksi Pemberdayaan Masyarakat.
7) Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
mempunyai
tugas
mengkoordinasikan
dan
melaksanakan pembinaan teknis penanganan sengketa, konflik, dan perkara pertanahan.
Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai fungsi:
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 567]
a) penyusunan rencana dan program di bidang penanganan sengketa, konflik, dan perkara pertanahan; b) pelaksanaan penanganan sengketa, konflik, dan perkara pertanahan; c) pemantauan
dan
evaluasi
pelaksanaan
penanganan
sengketa, konflik, dan perkara pertanahan; d) penyiapan bahan dan penanganan masalah, sengketa, dan konflik pertanahan secara hukum dan non hukum; mediasi dan
fasilitasi
penyelesaian
sengketa
dan
konflik
pertanahan; penanganan perkara di pengadilan; e) penyiapan usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusanputusan lembaga peradilan; f) penelitian data dan penyiapan pembatalan serta penyiapan usulan rekomendasi dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah; g) pengkoordinasian
dan
bimbingan
teknis
penanganan
sengketa, konflik, dan perkara pertanahan.
Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan terdiri dari: -
Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;
-
Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan;
2. Kantor Pertanahan a. Kedudukan Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal BPN di Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala BPN melalui Kepala Kanwil BPN. Kantor Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala. b. Tugas Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. [UDIN 2015 – TUPOKSI - 568]
c. Fungsi Kantor Pertanahan mempunyai fungsi: 1) Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan; 2) Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan; 3) Pelaksanaan
survei,
pengukuran,
dan
pemetaan
dasar,
pengukuran, dan pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survei potensi tanah; 4) Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan wilayah tertentu; 5) Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah aset pemerintah; 6) Pelaksanaan
pengendalian
pertanahan,
pengelolaan
tanah
negara, tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; 7) Penanganan konflik, sengketa, dan perkara pertanahan; 8) Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah; 9) Pengelolaan sistem informasi manajemen pertanahan nasional (simtanas); 10)Pemberian
penerangan
dan
informasi
pertanahan
kepada
masyarakat, pemerintah dan swasta; 11)Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan; 12)Pengkoordinasian
pengembangan
sumberdaya
manusia
pertanahan; 13)Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan
prasarana,
perundang-undangan
pertanahan. d. Susunan Organisasi 1) Kantor Pertanahan terdiri dari: a) Subbagian Tata Usaha;
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 569]
serta
pelayanan
b) Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan; c) Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah; d) Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan; e) Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan; f) Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara. 2) Subbagian
Tata
Usaha
mempunyai
tugas
memberikan
pelayanan administratif kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan,
serta
menyiapkan
bahan
evaluasi
kegiatan,
penyusunan program, dan peraturan perundang-undangan.
Subbagian Tata Usaha mempunyai fungsi: a) pengelolaan data dan informasi; b) penyusunan rencana,
program, dan
anggaran serta
laporan akuntabilitas kinerja pemerintah; c) pelaksanaan urusan kepegawaian; d) pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran; e) pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan prasarana; f) penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program; g) koordinasi pelayanan pertanahan.
Subbagian Tata Usaha terdiri dari: o Urusan Perencanaan dan Keuangan; o Urusan Umum dan Kepegawaian
3) Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas melakukan survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survei potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah.
Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai fungsi:
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 570]
a) pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survei potensi tanah, pembinaan suveyor berlisensi; b) perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas kawasan/ wilayah; c) pengukuran, perpetaan, pembukuan bidang tanah, ruang dan perairan; d) survei,
pemetaan,
pemeliharaan
dan
pengembangan
pemetaan tematik dan potensi tanah; e) pelaksanaan kerjasama teknis surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah; f) pemeliharaan peralatan teknis.
Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari: o Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan; o Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah
4) Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penetapan hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penertiban bekas tanah hak; pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi: a) pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah; b) penyiapan rekomendasi pelepasan, penaksiran harga dan tukar-menukar, saran dan pertimbangan serta melakukan kegiatan
perijinan,
saran
dan
pertimbangan
usulan
penetapan hak pengelolaan tanah; c) penyiapan
telaahan
dan
pelaksanaan
pemberian
rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak; [UDIN 2015 - TUPOKSI - 571]
d) pengadministrasian atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara, daerah bekerjasama dengan pemerintah, termasuk tanah badan hukum pemerintah; e) pendataan dan penertiban tanah bekas tanah hak; f) pelaksanaan
pendaftaran
hak
dan
komputerisasi
pelayanan pertanahan; g) pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak; h) pelaksanaan peralihan, pembebanan hak atas tanah dan pembinaan PPAT.
Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari : o Sub Seksi Penetapan Hak Tanah; o Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah; o Sub Seksi Pendaftaran Hak; o Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah
5) Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan
bahan
dan
melakukan
penatagunaan
tanah,
landreform, konsolidasi tanah, penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.
Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai fungsi : a) pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulaupulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya, penetapan
kriteria
kesesuaian
penggunaan
dan
pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah dalam
rangka
penyesuaian
perwujudan
penggunaan
fungsi dan
kawasan/zoning,
pemanfaatan
tanah,
penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penataan tanah bersama untuk peremajaan kota, daerah bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali;
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 572]
b) penyusunan rencana persediaan, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan tanah, neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan lainnya; c) pemeliharaan
basis
data
penatagunaan
tanah
kabupaten/kota dan kawasan; d) pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning
dan
redistribusi
tanah,
pelaksanaan
konsolidasi tanah, pemberian tanah obyek landreform dan pemanfaatan tanah bersama serta penertiban administrasi landreform; e) pengusulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform; f) pengambilalihan dan/atau penerimaan penyerahan tanahtanah yang terkena ketentuan landreform; g) penguasaan tanah-tanah obyek landreform; h) pemberian ijin peralihan hak atas tanah pertanian dan ijin redistribusi tanah dengan luasan tertentu; i) penyiapan usulan penetapan surat keputusan redistribusi tanah pengeluaran tanah dari obyek landreform; j) penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan obyek konsolidasi tanah; k) penyediaan tanah untuk pembangunan; l) pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan; m) pengumpulan, pengolahan, penyajian dan dokumentasi data landreform.
Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari : o Sub Seksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu o Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah
6) Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan bahan
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 573]
dan melakukan kegiatan
pengendalian
pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai fungsi: a) pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara,
tanah
terlantar
dan
tanah
kritis
serta
pemberdayaan masyarakat; b) pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah, pemantauan dan evaluasi penerapan kebijakan dan program pertanahan dan program sektoral, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis; c) pengkoordinasian dalam rangka penyiapan rekomendasi, pembinaan, peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara, penanganan tanah terlantar dan tanah kritis; d) penyiapan saran tindak dan langkah-langkah penanganan serta
usulan
rekomendasi,
pembinaan,
peringatan,
harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara serta penanganan tanah terlantar dan tanah kritis; e) inventarisasi potensi masyarakat marjinal, asistensi dan pembentukan
kelompok
masyarakat,
fasilitasi
dan
peningkatan akses ke sumber produktif; f) peningkatan partisipasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan mitra kerja teknis pertanahan dalam rangka pemberdayaan masyarakat; g) pemanfaatan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis untuk pembangunan; h) pengelolaan basis data hak atas tanah, tanah negara, tanah terlantar, dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 574]
i) penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas tanah terlantar.
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari: o Sub Seksi Pengendalian Pertanahan o Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat
7) Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan
bahan
dan
melakukan
kegiatan
penanganan
sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara mempunyai fungsi: a) pelaksanaan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan; b) pengkajian masalah, sengketa dan konflik pertanahan; c) penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan non hukum, penanganan dan
penyelesaian
perkara,
pelaksanaan
alternatif
penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk
mediasi,
rekomendasi
fasilitasi
dan
pelaksanaan
lainnya,
usulan
putusan-putusan
dan
lembaga
peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah; d) pengkoordinasian
penanganan
sengketa,
konflik
dan
perkara pertanahan; e) pelaporan penanganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara pertanahan.
Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara terdiri dari: o Sub Seksi Sengketa dan Konflik Pertahanan o Sub Seksi Perkara Pertanahan
8) Tata Kerja Dalam melaksanakan tugasnya, semua unsur di lingkungan Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan wajib menerapkan prinsip
[UDIN 2015 - TUPOKSI - 575]
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan sendiri maupun dalam hubungan antar instansi pemerintah di daerah.
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Kanwil BPN dan
Kantor
Pertanahan
wajib
melaksanakan
sistem
pengendalian intern di lingkungan masing-masing yang memungkinkan terlaksananya mekanisme uji silang.
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-masing dan memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab pada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan secara berkala tepat pada waktunya.
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap satuan organisasi di bawahnya.
[UDIN 2015 – TUPOKSI - 576]
PENGETAHUAN PERTANAHAN A. PENDAHULUAN Tanah adalah sumber daya yang mutlak, karena tanpa tanah kehidupan di atas bumi ini tidak akan dapat dipertahankan. Tanah adalah sebuah komoditi fisik dan sekaligus juga sebuah konsep abstrak yang hak untuk memiliki atau menggunakannya merupakan bagian dari tanah sebagai objek fisik yang kita kenal. Pengelolaan yang baik atas tanah adalah sangat penting bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Dari perspektif hukum, tanah adalah suatu konsep yang meliputi ruang dan fisik mulai dari pusat bumi sampai dengan sesuatu yang tidak terbatas di ruang angkasa. Namun dalam pembahasan ini, perspektif hukum tentang tanah akan dibatasi pada sebuah konsep tentang volume suatu ruang yang meliputi permukaan bumi, segala sesuatu yang melekat padanya, serta batuan dan mineral-mineral yang terkandung didalamnya termasuk areal yang tertutup air seperti laut dan danau, semua bangunan dan konstruksi, serta semua tumbuhan yang melekat padanya. Obyek yang tidak melekat pada tanah, seperti mobil, binatang dan manusia, tidak merupakan bagian dari tanah, walaupun semua itu merupakan subjek hak atas tanah yang akan dipengaruhi oleh penggunaan ruang yang mereka tempati. "Hak atas udara", yang merupakan ruang di atas tanah, dalam batas-batas tertentu dianggap merupakan bagian dari tanah, tetapi belum menjadi pembahasan intensif dalam administrasi pertanahan. Peranan tanah dalam perekonomian suatu bangsa mungkin tidak selamanya menduduki peranan yang utama namun tidak pernah hilang nilai pentingnya. Tanpa jaminan rasa aman tentang hak-hak atas tanah niscaya tidak akan pernah terwujud suatu pembangunan yang berkelanjutan. Akibatnya, akan sangat kecil keinginan untuk melakukan penanaman modal jangka panjang. Karena itu, negara-negara yang sedang mengalami masa
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 577]
transisi, akan secara khusus, mengalami kesulitan untuk mendapatkan investasi asing atau investasi dari luar negeri. Dalam panduan ini, materi pertanahan akan secara ringkas membuka cakrawala pembaca tentang pemahaman mendasar mengenai kegiatan pertanahan dalam perspektif yang “utuh”. Dalam keterbatasan ruang pembahasan yang disediakan, akan diusahakan semaksimal mungkin menjelaskan tentang kegiatan pertanahan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, profesi, teknologi, peralatan dan banyak lagi aspek. Karena secara prinsip hasil yang diharapkan dari suatu kegiatan pertanahan adalah terwujudnya : 1. Akses terhadap bahan makanan dan tempat tinggal sebagai kebutuhan penting ummat manusia. 2. Rasa aman dalam penguasaan tanah sebagai suatu kebijaksanaan permukiman yang esensial. 3. Kepastian tentang status hukum pemilikan tanah sebagai sesuatu hal yang sangat penting bagi produksi pertanian yang efisien. 4. Rasa aman secara formal yang disaratkan oleh para penanam modal dari suatu hak atas tanah. 5. Kegiatan pembangunan berkelanjutan, yang ternyata sangat tergantung pada pertanggungjawaban sepenuhnya dari negara dalam pengelolaan informasi tentang pemilikan, nilai dan penggunaan tanah, walaupun sektor swasta juga terlibat secara ekstensif. 6. Tanah dan informasi pertanahan yang terpelihara dengan baik dalam rangka menunjang (mencapai) pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan tersebut, suatu kegiatan pertanahan akan bersentuhan dan
terkait
erat
melaksanakan,
dengan
berbagai
issu,
seperti
organisasi
yang
peralatan dan teknologi yang digunakan, hukum dalam
berbagai aspek, anggaran, perencanaan, proses dan prosedur, aspek sosial dan budaya serta berbagai issu lainnya dan yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan sumber daya manusia dengan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan serta profesi.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 578 ]
1. Administrasi Pertanahan Administrasi pertanahan secara umum dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses dan informasi-informasi mengenai tanah secara efektif dikelola. Informasi tersebut biasanya disajikan kepada para staf senior pada instansi pemerintah dan para politisi yang terlibat dalam penetapan kebijakan (isue-isue) pertanahan. Terminologi menggambarkan
administrasi tentang
pertanahan
proses
pencatatan,
digunakan pengelolaan
untuk dan
penyebarluasan (dessiminasi) informasi mengenai pemilikan, nilai dan penggunaan serta sumberdaya yang berkaitan dengan tanah, termasuk didalamnya determinasi (yang umum diketahui sebagai “kegiatan ajudikasi”) dari hak atau atribut lain tentang tanah, survey dan keterangannya, dokumentasi tentang detail dan kelengkapan mengenai informasi yang relevan dalam
rangka menunjang pasar tanah.
Administrasi pertanahan menaruh perhatian yang besar pada tiga hal penting yang berhubungan erat dengan tanah, yakni kepemilikan, nilai dan penggunaan tanah, diantara berbagai konteks yang tercakup dalam pengelolaan tanah sebagai sumber daya. Dalam rangkaian alur pikir tentang administrasi pertanahan seperti dijelaskan di atas, maka suatu sistem administrasi pertanahan yang baik akan : a. Memberikan jaminan kepemilikan dan keamanan penguasaan atas tanah Suatu daftar (tanah) resmi (milik pemerintah) harus memuat semua informasi yuridis karena kompilasi data-data dan proses hukum sebidang tanah yang dilaksanakan dengan baik akan memungkinkan semua pihak dapat mengetahui sistem tersebut sehingga dapat mengidentifikasi hak-hak pihak ketiga sebagaimana mengetahui nama pemilik tanahnya dengan bukti pemilikan yang sah. Pada beberapa sistem pendaftaran tanah, seperti di Inggris, negara menjamin kebenaran semua detail mengenai tanah yang telah terdaftar. Sehingga jika terjadi kesalahan yang kemudian ditemukan, [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 579]
negara akan membayar ganti kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan tersebut. Belanda merupakan negara yang menganut sistem bahwa pendaftaran tanah digunakan sebagai alat pembuktian utama (primer) namun bukan bukti mutlak (definitif). Namun demikian, di dalam sistem ini setiap permohonan dilindungi dari informasi yang tidak akurat atau tidak lengkap yang terdapat dalam dokumen yang dimasukkan ketika pendaftaran atau disebabkan oleh kesalahan, penghilangan, penundaan atau kesalahan lainnya. Walaupun secara teknis tidak ada jaminan kepemilikan dari sudut pandang ini, namun integritas dari sistem sangatlah tinggi bagi pemilik tanah untuk percaya sepenuhnya atas haknya. b. Menunjang kegiatan pajak bumi dan bangunan Pencatatan yang baik akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam
pengumpulan
pajak
bumi
dan
bangunan
dengan
mengidentifikasi pemilik tanah dan informasi yang baik pada performa dari pasar tanah, misalnya dengan mengidentifikasi harga senyatanya pada saat terjadi pembayaran harga tanah dan jumlah penjualan. Sebab kadaster disyaratkan untuk mencakup semua bidang tanah, semua bangunan yang ada di atasnya juga harus tercakup didalamnya dan tidak ada yang terabaikan. Pajak jenis ini relatif lebih mudah untuk dikumpulkan dibandingkan dengan pajak pendapatan karena jumlah penerimaan dapat saja disembunyikan. Tidak akan mungkin untuk dapat menyembunyikan sebidang tanah atau bangunan walaupun mungkin saja untuk memanipulasi (memalsukan) catatan (data) nya. c. Memberikan rasa aman bagi pemberi kredit Kepastian tentang pemilikan dan pengetahuan tentang semua hak yang melekat pada sebidang tanah akan meyakinkan perbankan dan lembaga keuangan untuk memberikan pinjaman sehingga pemilik tanah dapat melakukan investasi di atas tanahnya. Menjaminkan tanah (tanggungan) adalah salah satu cara untuk memperoleh modal bagi
investasi
untuk
pengembangan.
Pemilik
tanah
dapat
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 580 ]
membangun
atau
meningkatkan
infrastruktur
bangunan
atau
meningkatkan metode mereka dan manajemen tanahnya, misalnya dengan menerapkan teknik pertanian baru dan teknologi. d. Membangun, menumbuhkan dan memonitor pasar tanah Daftar tanah harus terbuka untuk umum sehingga pemilik tanah dapat setiap saat melakukan konfimasi tentang haknya. Demikian juga bagi mereka yang akan membeli tanah dapat melakukan konfirmasi setiap saat dengan penuh keyakinan, mengetahui bahwa orang yang akan menjual tanah adalah pemilik yang dijamin secara sah.
Kepada
mereka yang tanah dan/atau bangunannya harus dijual, misalnya karena sebuah jalan tol baru akan dibangun melintasi tanahnya, akan dapat
diperlakukan
dengan
adil
apabila
daftar
tanah
dapat
menyajikan informasi tentang harga tanah senyatanya, sehingga memungkinkan perkiraan yang terbaik tentang harga pasar yang akan dibuat atas tanah tersebut. e. Melindungi tanah negara Di banyak negara tanah-tanah yang dikuasai oleh negara untuk keperluan (manfaat) rakyat biasanya tidak (belum) terdokumentasikan dengan baik. Hal ini tidak menjadi masalah apabila negara tersebut memiliki semua bidang tanah, tetapi di negara-negara yang mengenal hak-hak pribadi atas tanah, diperlukan manajemen yang baik atas tanah-tanah yang dimiliki (dikuasai) oleh negara. Negara mesti mengatur
tanah
penggunaannya
yang secara
menjadi efisien
assetnya dan
sedikit
dan
menjamin
demi
sedikit
menjadikannya hak pribadi bagi warga negaranya. Suatu sistem pendaftaran hak atas tanah akan dapat memfasilitasi hal ini. f. Mengurangi sengketa atas tanah. Dibanyak negara sengketa tanah dan batas-batas tanah memberi sumbangan yang berarti dalam peningkatan tuntutan hukum yang mahal dan semuanya mengarah pada pelanggaran hukum/peraturan. Seringkali pengadilan akan kehabisan waktunya hanya untuk menyelesaikan persoalan tanah, sehingga menunda bagian lain dari [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 581]
sistem peradilan. Tanah (sering) tidak dapat diperjualbelikan atau digunakan (dengan baik) tanpa penyelesaian sengketa, akibatnya tidak ada calon penanam modal yang nekat untuk mengembangkan tanah yang menurut hukum sedang dalam status quo tersebut. Proses pendaftaran hak atas tanah harus mengantisipasi (mencegah) kemungkinan munculnya sengketa di masa yang akan datang, karena itu sejak pada pendaftaran pertama kali prosedur formal harus diikuti sehingga dapat mengatasi ketidakpastian. g. Memfasilitasi reformasi pertanahan (landreform). Distribusi tanah kepada warga yang tidak memiliki tanah, konsolidasi dan redistribusi tanah untuk penggunaan yang lebih efisien semuanya membutuhkan
data
yang
lengkap
tentang
kepemilikan
dan
penggunaan tanah pada saat kegiatan tersebut akan dilaksanakan. Ganti rugi yang mungkin harus dibayar kepada mereka yang kehilangan tanahnya karena pelaksanaan kegiatan tersebut, atau uang yang akan ditarik dari mereka yang memperoleh dari kegiatan tersebut,
desain
dari
bentuk
baru
kepemilikan
tanah
untuk
mewujudkan produktivitas yang lebih besar dari sebidang tanah, semua ini hanya akan dapat efektif jika bentuk yang ada terdokumentasi dengan baik. h. Meningkatkan mutu rencana perkotaan dan pembangunan infrastruktur. Seperti halnya “landreform” di daerah pedesaan, di pusat-pusat daerah perkotaan juga membutuhkan pembangunan kembali dan rencana dan pengendalian penggunaan tanah yang efektif. Di banyak negara, pengendalian pembangunan dan penerbitan izin mendirikan bangunan adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Suatu sistem administrasi pertanahan yang baik akan dapat (harus) memungkinkan terintegrasinya pencatatan kepemilikan tanah, nilai tanah dan penggunaan tanah dari sudut pandang sosial, ekonomi dan lingkungan
dalam
rangka
mendukung
suatu
rencana
fisik.
Ketersediaan data kadaster terbaru dalam skala besar tentang [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 582 ]
wilayah perkotaan akan menyediakan batasan dasar menyangkut skema pembangunan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan serta desain kegiatan yang dapat diterima. i. Menunjang pengelolaan lingkungan hidup. Data kadastral serbaguna dapat digunakan untuk mencatat wilayah lindung, memberikan detail tentang lokasi arkeologi dan area untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan lainnya yang harus dilindungi.
Kadaster juga dapat digunakan dalam persiapan
pengujian dampak lingkungan dan memonitor akibat pembangunan dan proyek konstruksi. Di Belanda, contohnya, ada sebuah daftar tentang lokasi yang sedang terpolusi dan lokasi yang pernah terpolusi yang telah dinetralisir. j. Menghasilkan data statistik tentang tanah. Dengan memonitor kepemilikan, nilai dan penggunaan tanah, data dapat diatur untuk berbagai keperluan, di satu sisi dengan pengalokasian sumber daya dan di sisi lain dengan mengukur keandalan suatu program pembangunan. Baik rencana manajemen jangka panjang maupun jangka pendek membutuhkan data untuk mendukung pengambilan keputusan. 2. Kadaster Pemilikan, nilai dan penggunaan tanah walaupun berdiri sendiri dalam konsep,
namun
saling ketergantungan
dalam prakteknya
(kenyataannya). Setiap atribut tentang tanah harus dikelola dengan hatihati dan untuk mencapai hal tersebut harus terlebih dahulu diwujudkan sebuah pencatatan tanah yang baik mengenai kepemilikan untuk menciptakan penguasaan tanah yang aman; tentang nilai untuk menciptakan
keadilan
dalam
pajak
bumi
dan
bangunan
serta
keseimbangan dan pengambilalihan secara paksa (penggusuran) tanah untuk keperluan negara; dan tentang penggunaan tanah untuk menciptakan manajemen sumber daya yang efisien.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 583]
Kadaster mirip dengan pendaftaran tanah karena berisi serangkaian catatan tentang tanah. Kadaster didasarkan atas kepemilikan bidang tanah, yang arealnya didefinisikan dengan kepemilikan (kadaster Hak); atau nilai pajak suatu area dari sebidang tanah yang mungkin berbeda dari apa yang dimiliki atau pada area yang didefinisikan dengan penggunaan tanah dibandingkan dengan pemilikan tanah (kadaster Pajak). Kadaster dapat mendukung pencatatan hak atas tanah dan bangunan atau pajak atas tanah, atau catatan tentang penggunaan tanah. Kadaster dapat juga digunakan untuk berbagai tujuan dalam rangka menyajikan informasi pertanahan yang luas cakupannya. Dalam beberapa kasus akan menjadi lebih baik jika dikonstruksi berdasarkan batas-batas bidang tanah, karena hal ini merupakan dasar legal untuk semua kegiatan atas tanah. Jika kepemilikan belum dapat dibuktikan, karena mungkin tanahnya masih disimpan untuk bekas pemiliknya, catatan serbaguna seperti ini dapat dibuat pada bidang tanah yang ditetapkan dengan hak guna usaha. Kadaster adalah sebuah sistem informasi yang terdiri atas 2 bagian : yang
merupakan
suatu
seri
peta-peta
atau
sket-sket
yang
memperlihatkan ukuran dan lokasi dari keseluruhan bidang tanah dan catatan-catatan tertulis (tekstual) yang menggambarkan segala atribut tentang tanah dimaksud (Pendaftaran Tanah dalam PP No.10 Tahun 1961). Sedangkan Pendaftaran tanah secara eksklusif menekankan pada kepastian letak, luas dan kemilikan (Pendaftaran Tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997), namun demikian baik kadaster maupun pendaftaran tanah harus dilaksanakan dalam suatu batasan hukum yang baku. Sistem yang menggabungkan antara kadaster dan pendaftaran tanah kemudian diperkenalkan dan sistem ini banyak diterapkan dibagian timur Eropa sebagai bagian dari program land reform.
Hak untuk
menggunakan tanah didaftarkan pada sistem kadastral yang direformasi, sementara hak-hak kepemilikan dikelola dibawah sistem tradisional. Hal [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 584 ]
ini menyebabkan duplikasi kegiatan dan proses administrasi pertanahan yang lebih kompleks dari pada jika dilaksanakan sebaliknya. Sehingga akan menjadi baik bagi sistem yang terpisah untuk dijadikan suatu sistem yang menyatu. Tiap-tiap negara menginterpretasikan terminologi “kadaster” secara berbeda
sehingga
sering
menyebabkan
kebingungan
dalam
menganalisa sistem administrasi pertanahan. Umumnya pengertian tentang kadaster dipahami sebagai suatu bentuk dari sistem informasi pertanahan. Informasi pertanahan tidak harus didasarkan atas bidang tanah, berbeda dengan kepentingan yuridis, perpajakan atau kadaster serbaguna. Sistem informasi pertanahan dapat saja merupakan sebuah hasil inventarisasi tentang sumber daya hutan, atau tanah (dalam arti fisik), atau geologi dan mungkin saja merupakan penggabungan dari berbagai tipe data. Kadaster lebih spesifik dan terfokus pada kepemilikan, nilai dan penggunaan bidang-bidang tanah. Data yang mungkin diperoleh dari sebuah kadaster terdiri atas: data mengenai bentuk (geometric data) yang terdiri atas koordinat dan peta; alamat atau letak tanah, penggunaan tanah, informasi tentang bangunan yang ada di atasnya; keadaan dan lamanya penguasaan tanah; detail tentang
kontruksi
bangunan-bangunan
dan
apartemen;
populasi
penduduk; nilai pajak bumi. Data kadaster dapat saja berkaitan dengan satu plot tanah atau mungkin mencakup banyak bidang, seperti pada penggunaan tanah dengan sistem zoning. Data seperti ini dapat digunakan untuk mendukung jual beli tanah secara pribadi, untuk mendukung pasar tanah, atau untuk membantu dalam administrasi berbagai seksi ekonomi seperti: pertanian; perlindungan terhadap lingkungan
hidup; perikanan;
kehutanan;
perumahan manajemen
penggunaan tanah dan zoning; utilitas umum; transport. 3. Manajemen Pertanahan Dan Reformasi Pertanahan Manajemen pertanahan adalah proses dimana sumber daya yang terkandung pada tanah dikelola dengan baik. Hal ini mencakup semua
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 585]
kegiatan yang berhubungan dengan manajemen pertanahan sebagai suatu sumber daya baik dari sudut pandang lingkungan maupun dari sudut pandang perekonomian. Manajemen pertanahan dapat mencakup pertanian, pertambangan mineral, pengelolaan tanah dan perumahan dan perencanaan fisik kota dan daerah pedesaan. Manajemen Pertanahan mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Jaminan atas bangunan, termasuk keputusan untuk memasang hak tanggungan dan penanaman modal; b. Penilaian harga tanah; c. Pembangunan dan manajemen utilitas dan pelayanan; d. Manajemen sumber daya tanah seperti kehutanan, tanah (fisik), atau pertanian; e. Formasi dan pelaksanaan kebijaksanaan penggunaan tanah; f.
Penilaian dampak lingkungan;
g. Memonitor semua kegiatan atas tanah yang berpengaruh terhadap penggunaan tanah dengan baik. Salah satu langkah terpenting dalam masa transisi dari sebuah perencanaan
terpusat
kepada
sebuah
ekonomi
pasar
adalah
terbentuknya kepemilikan pribadi atas tanah. Agar penanam modal dapat mengambil bagian, para penanam modal harus merasa yakin bahwa kekayaan yang mereka tanamkan akan dapat berkembang di atas tanah yang mempunyai hak yang aman. Dalam hal ini harus ada batasan yang jelas dan pasti mengenai hukum yang mengatur kepemilikan dan hak untuk menggunakan tanah. Manajemen sumber daya tanah yang baik akan membantu untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Untuk negara-negara yang berada pada masa transisi, reformasi pertanahan adalah sebuah komponen kunci dalam rangka mencapai tujuannya. Terminologi reformasi pertanahan (landreform) mempunyai berbagai pengertian. Dapat berarti perbaikan hak-hak atas tanah bagi pemilik yang telah ada, suatu proses yang dikenal sebagai restitusi tanah. Hal ini [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 586 ]
terjadi di negara-negara yang mengalami transisi dimana bekas-bekas hak pribadi atas tanah diperbaiki. Reformasi pertanahan juga
dapat
meliputi redistribusi hak atas tanah dari satu sektor ke sektor yang lain misalnya dengan mengambil tanah negara atau tanah milik individu yang luas dan memberikannya kepada orang-orang yang tidak mempunyai tanah. Reformasi pertanahan juga meliputi kegiatan konsolidasi tanah, yakni semua pemilik tanah di dalam suatu wilayah ditempatkan pada bidang tanah baru yang nilainya sebanding tetapi dalam bentuk yang lebih memperhatikan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah. Reformasi pertanahan juga dapat berarti perubahan penguasaan tanah yakni dalam tata cara perolehan hak atas tanah, yakni dengan menghapuskan hak-hak tradisional dan adat yang rumit dan menerapkan mekanisme peralihan tanah (termasuk perolehan) yang lebih sederhana dan jelas. Dampaknya terhadap pertanahan mungkin terlalu dini, tetapi mungkin juga akan menghasilkan reformasi pajak bangunan yang dapat meningkatkan nilai tanah dan konsekuensi terhadap penggunaannya. Program reformasi pertanahan biasanya berdampak terhadap wilayah-wilayah
tertentu
misalnya
wilayah
perkotaan. Di wilayah pertanian program
pertanian
atau
pusat
dapat didesain untuk
menunjang perubahan teknologi pertanian, jenis tanaman, tata cara pemeliharaan tanah, penganggaran pembangunan atau pemasaran hasil produksi. Di wilayah perkotaan program reformasi pertanahan akan melibatkan pembangunan infrastruktur, pajak bumi dan bangunan, atau perubahan tata cara dan penggunaan tanah serta bangunan yang ada di atasnya. Dengan demikian reformasi pertanahan mencakup sebuah keanekaragaman kegiatan yang mungkin, tidak semua aktivitas tersebut dapat dilaksanakan pada setiap program reformasi. 4. Aspek Hukum Dalam Administrasi Pertanahan Hukum adalah kumpulan peraturan masyarakat
untuk
mewujudkan
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 587]
yang dipakai dalam suatu
berlangsungnya
keteraturan
dan
perdamaian dari perilaku anggota masyarakatnya. Hukum mungkin beragam bentuknya sebagaimana yang terjadi saat ini di Eropa dimana terjadi beberapa perbedaan tradisi-tradisi legal. Secara global, terdapat contoh ketentuan hukum yang semua ketentuan dan peraturanperaturannya tertulis dan terhimpun; sementara hukum adat yang tidak tertulis (tercatat), tetapi ketentuannya dapat dipastikan diketahui dengan baik oleh seluruh anggota masyarakat; dan pada wilayah-wilayah tertentu terdapat aturan umum, yang tumbuh dari hukum adat tetapi setelah melalui perjalanan waktu, keputusan-keputusan pengadilan telah ditetapkan berdasarkan ketentuan tersebut sehingga kasus-kasus yang baru dapat diputuskan berdasarkan hukum tersebut. Hukum terkait dan berpengaruh terhadap administrasi pertanahan secara langsung pada aspek-aspek: kepemilikan hak atas tanah, pendaftaran hak (pertama dan derivative), penetapan (definisi) dan survey batas tanah yang biasa dinyatakan sebagai formasi hak atas tanah dan batas tanah dan hak cipta dalam kaitannya dengan informasi yang didaftarkan. Isu-isu tersebut secara spesifik dapat dikelompokkan ke dalam pembahasan tentang hukum dan hak atas tanah, penguasaan dan pengaturan tanah, pendaftaran hak dan peralihan hak (pertama dan derivatif), ajudikasi hak atas tanah, batas-batas tanah, survey kadastral, dan informasi bidang tanah (persil). Terdapat empat macam bidang kegiatan dimana hukum secara khusus mempengaruhi administrasi pertanahan : a. Hukum tentang perumahan yang berpengaruh terhadap perbuatan hukum atas tanah. b. Hukum tentang reformasi pertanahan seperti privatisasi tanah negara, ganti rugi bekas tanah pribadi, dan konsolidasi tanah; c. Hukum yang mengatur pelaksanaan administrasi pertanahan misalnya peraturan-peraturan yang mengawasi kegiatan kadaster; dan d. Hukum tentang perlindungan hak cipta yang berpengaruh terhadap kepemilikan informasi dan ide, perlindungan terhadap data dan hakhak pribadi. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 588 ]
Wilayah lain dari hukum, misalnya yang berhubungan dengan kebangkrutan,
pewarisan,
dan
perkawinan
juga
mempengaruhi
pertanahan dan tentu saja administrasi pertanahan. Hukum pertanahan melaksanakan (menyangkut) hubungan antara orang-orang (sebagai pribadi “in personam”) dan orang dengan sesuatu atau barang-barang (in rem). Hukum pertanahan sangat menaruh perhatian pada pengaturan tentang berbagai hal yang mungkin dapat dilakukan terhadap tanah. Pendefinisian/ batasan tentang tanah dalam pandangan hukum berbedabeda antara suatu negara dengan negara lainnya (yurisdiksi) misalnya apakah yang dimaksud dengan tanah itu juga termasuk berbagai jenis bahan
tambang
dan
mineral-mineral
yang
terkandung
dibawah
permukaan tanah, benda-benda yang melekat pada permukaan tanah seperti bangunan atau bagian dari bangunan atau objek-objek alami yang tumbuh diatas tanah, dan apakah definisi berkaitan dengan bendabenda (hak-hak) fisik atau dengan konsep abstrak seperti hak-hak atas tanah dan bangunan (real properti). Di banyak negara terdapat aturan dasar tentang pertanahan mencakup aturan-aturan undang-undang khusus yang mengatur operasi (pelaksanaan kegiatan) kadastral dan sistem pendaftaran tanah secara khusus undang-undang tersebut akan mendefinisikan batasan umum tentang tanah dan bangunan (real properti). Kecuali ada pembatasan sebaliknya dari apa yang menjadi dasar pandangan bahwa tanah meliputi ruang yang terdiri dari pusat bumi ke atas sampai ke langit (ruang angkasa), yang mencakup semua benda-benda alam dan buatan manusia yang melekat atau terkandung pada permukaan bumi, dan juga termasuk hak-hak seperti kepemilikan dan penggunaan tanah. Tanah mungkin dimiliki oleh satu orang, dalam penguasaan oleh orang lain dan diduduki oleh orang ketiga. “Kepemilikan” berarti hak untuk menikmati penggunaan sesuatu, kemampuan untuk menggarap (mengelola)nya dan mendapatkan manfaat dari hak-hak yang melekat diatasnya. Dengan “real properti” (penguasaan tanah) hal ini berkait [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 589]
dengan pengertian “hak” (title) sebagai hak tertinggi atas tanah. Hak dipegang
oleh
pemilik,
yang mungkin
tidak (harus)
selamanya
menguasai tanah tersebut. Penguasaan
melibatkan
kemampuan
untuk
menikmati
(mendapatkan) penggunaan tanah dan dalam beberapa keadaan untuk mengeksploitasi (mendapatkan) produksi (hasil-hasil) yang ada di atas atau di bawah permukaannya. Penguasaan (dapat) bermakna kekuatan fisik untuk mengawasi suatu obyek; seorang pencuri yang mencuri sebuah mobil dapat saja menguasai mobil tersebut namun dia bukanlah pemilik mobil tersebut. Dalam kaitan ini hak-hak intelektual (cipta) akan sangat berbeda karena informasi tidak sama dengan benda-benda (material). B. SISTEM ADMINISTRASI PERTANAHAN DI INDONESIA ( UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA ) 1. Latar belakang lahirnya UUPA Untuk mencapai tujuan negara dan cita-cita rakyat Indonesia yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka keberadaan hukum agraria nasional sangat diperlukan, untuk dapat menjamin kepastian hukum hak tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.
atas
Hukum agraria yang berlaku
sebelum tahun 1960, ternyata tidak dapat menjamin kepastian hukum hak atas tanah bagi rakyat Indonesia dan juga belum dapat menunjang pembangunan, hal tersebut dikerenakan banyaknya hukum yang mengatur masalah pertanahan seperti hukum perdata, hukum adat, hukum islam dan diatur berdasarkan kepentingan dan kondisi pada saat tertentu, hal tersebut menimbulkan hukum agraria mempunyai sifat dualisme yaitu berlakunya hukum adat dan peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum
barat, sehingga menimbulkan berbagai
masalah antar golongan serta tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 590 ]
Untuk mewujudkan hukum agraria nasional yang dapat menjamin kepastian hukum hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia dan juga mampu mewujudkan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai sumber kesejahteraan lahir dan batin, adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia sepanjang masa, maka Pemerintah pada tanggal 24
September
1960 menerbitkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. Undang-Undang Pokok Agraria tersebut sebagai pelaksanaan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, memberikan wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk : a. Mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan,
persediaan dan pemeliharaannya; b. Menentukan
dan
mengatur hak-hak yang dapat
dipunyai
atas
(bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang menguasai bumi, air dan ruang angkasa. 2. Tujuan Undang-Undang Pokok Agraria a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat dalam rangka masyarakat adil dan makmur. b. Meletakkan
dasar-dasar
untuk
mengadakan
kesatuan
dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan. c. Meletakkan dasar-dasar untuk
memberikan
kepastian
hukum
mengenai hak-hak tanah bagi rakyat Indonesia. 3. Pandangan Politik Hukum Agraria a. Perlu adanya hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat, sederhana, menjamin kepastian hukum, tidak menyatakan unsurunsur yang bersandar pada hukum agama. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 591]
b. Harus dapat mewujudkan fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai sumber kesejahteraan lahir batin bagi rakyat Indonesia, adil merata sepanjang masa. c. Mewujudkan penjelmaan Pancasila sebagai azas kerohanian Negara dan cita-cita Bangsa, seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. d. Merupakan pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 dan mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan dan penggunaanya sehingga tanah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Landasan filosofis dan Sumber Hukum Materiil a. Landasan filosofis dari UUPA adalah Pancasila dan UUD 1945. b. Sumber lain sepanjang mengenai hal-hal yang belum dikenal dalam Hukum Adat (misalnya Hukum Perdata Barat). 5. Pengertian Dasar a. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air bangsa Indonesia. b. Bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah kekayaan Nasional sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. c. Hubungan antara Bangsa dengan bumi, air dan ruang angkasa bersifat abadi/kodrati. 6. Hubungan Hukum antara Negara dengan Tanah Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkat tertinggi di kuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pengertian dikuasai tersebut di atas bukan berarti dimiliki wewenang kepada
akan tetapi memberi pengertian memberi
Negara
untuk mengatur
dan
menentukan
hubungan antara Negara dengan tanah, sehingga segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran
rakyat
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (Pasal 2 UUPA).
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 592 ]
7. Azas-azas sebagai Dasar Hukum Agraria Nasional Dalam UUPA dimuat beberapa azas yang menjadi dasar dari Hukum Agraria Nasional. Azas-azas tersebut sebagai dasar, dengan sendirinya harus
menjiwai
pelaksanaan
UUPA
dan
segenap
peraturan
pelaksanaannya. Beberapa azas dimaksud sebagai berikut: a. Azas Nasionalitas/Wawasan Nusantara. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. (Pasal 1 ayat (1) UUPA). Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi (Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUPA). b. Azas Penguasaan dari Negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia pada tingkat tertinggi menguasai bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Hak menguasai dari
Negara dimaksud memberikan wewenang untuk : 1) Mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. c. Azas Pengakuan Hak Ulayat. Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakatmasyarakat
hukum
adat diakui sepanjang menurut kenyataannya
masih ada sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 593]
d. Azas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, hal ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak dapat dibenarkan, bahwa tanahnya dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata
untuk
kepentingan
pribadi,
apalagi
hal
tersebut
menimbulkan kerugian kepada masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, sehingga bermanfaat
baik
bagi
kesejahteraan
dan
kebahagiaan
yang
mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. e. Azas Kebangsaan. Hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Warga negara asing dilarang mempunyai hak milik atas tanah, orang-orang asing dan Badan Hukum Asing dapat mempunyai tanah di wilayah Indonesia dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah adalah badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan yang ditetapkan oleh Pemerintah. f. Azas Persamaan bagi Setiap Warga Negara Indonesia. Tiap-tiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya (Pasal 9 ayat (2) UUPA). g. Azas Kewajiban Pemegang Hak Atas Tanah. Pada azasnya setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan (Pasal 10 ayat (1) UUPA). h. Azas Penatagunaan Tanah. Agar bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat memberikan manfaat yang
sebesar-
besarnya bagi Negara dan Rakyat Indonesia, maka perlu membuat suatu
rencana
umum
mengenai
persediaan,
peruntukan
dan
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 594 ]
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk : 1) keperluan negara 2) keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. 3) keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan. 4) keperluan perkembangan produksi pertanian, peternakan dan perikanan. 5) keperluan
mengembangkan
industri,
transmigrasi
dan
pertambangan. i. Azas Kesatuan Hukum. Undang-Undang Pokok Agraria adalah merupakan hukum agraria nasional yang bermaksud menghilangkan dualisme hukum dan mengadakan kesatuan serta kesederhanaan hukum pertanahan. j. Azas Kepastian Hukum Hak Atas tanah. Usaha mewujudkan kepastian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik (Pasal
Indonesia
19 ayat (1) UUPA). Dan setiap peralihan, hapusnya serta
pembebanan atas hak-hak lain harus didaftarkan, dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian hukum mengenai haknya (Pasal 23, 32 dan 38 ayat (1) UUPA). 8. Sifat Hak Atas Tanah Fungsi individual; wewenang untuk mempergunakan dan mendapat manfaat dari tanah, termasuk tubuh bumi, air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar ada hubungan langsung dengan penggunaan tanah (Pasal 4 ayat (2) UUPA). a. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6). b. Untuk tidak merugikan kepentingan umum, diadakan
pembatasan
pemilikan dan penguasaan tanah oleh satu keluarga/badan hukum. Pembatasan berlaku bagi satu keluarga bukan satu orang (Pasal 17 UUPA). [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 595]
c. Hanya
WNI
dan
badan-badan
hukum
yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, hubungan yang penuh dengan bumi, air dan ruang angkasa (Pasal 21 UUPA). Semua WNI sama haknya atas tanah tidak mengenal pembedaan rasialis (Pasal 9 ayat 2 UUPA). 9. Ketentuan penggarapan/hubungan kerja pengusahaan tanah Orang/badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif (Pasal 10 UUPA). Mencegah cara-cara pemerasan dalam penggarapan/pengusahaan tanah pertanian (Pasal 10 UUPA).
Harus
dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas (Pasal 11 UUPA). Perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
(Pasal 11 dan 15 UUPA).
10. Bentuk dan sifat usaha di dalam pengaturan penguasaan tanah Koperasi atau bentuk gotong royong lainnya (Pasal 12 ayat (1) UUPA). Negara dapat mengadakan usaha dengan pihak lain di lapangan Agraria (Pasal 12 ayat (2) UUPA). Usaha Pemerintah dalam lapangan Agraria yang bersifat monopoli harus diselenggarakan dengan undang-undang (Pasal 13 ayat (3) UUPA). Usaha-usaha yang bersifat monopoli swasta harus dicegah (Pasal 13 ayat (2) UUPA). 11. Tujuan / sasaran kerja sama dalam pengusahaan tanah Mewujudkan kerja sama berdasarkan kepentingan bersama dalam rangka kepentingan Nasional (Pasal 12 UUPA). Peningkatan produksi dan kemakmuran rakyat (Pasal 13 ayat (1) UUPA).
Menjamin bagi
setiap WNI derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia (Pasal 13 ayat (2) UUPA). 12. Kewajiban pemegang hak atas tanah Setiap orang, badan hukum, Instansi Pemerintah yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah wajib memelihara dan menambah kesuburan tanah serta mencegah kerusakannya dengan memperhatikan
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 596 ]
pihak ekonomi lemah (Pasal 15 UUPA). Setiap penguasaan atas tanah harus didasarkan pada sesuatu hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 UUPA dan tunduk pada hukum tanah yang berlaku (Pasal 2 UUPA). 13. Hak atas tanah yang bersifat sementara Hubungan kerja sama yang bersifat sementara seperti sewamenyewa tanah pertanian, bagi hasil, gadai serta hak menumpang, diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan UUPA dan diusahakan dihapus dalam waktu yang singkat (Pasal 53 UUPA). 14. Macam-macam hak atas tanah a. Hak atas tanah yang diatur dalam pasal 16 UUPA adalah : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 UUPA. b. Hak - hak atas air dan ruang angkasa yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) UUPA adalah : Hak Guna Air, Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan, Hak Guna Ruang Angkasa. C. PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG PERTANAHAN Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kementerian Agraria dan Tata Ruang dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 597]
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata
ruang
untuk
membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan negara. Dan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pengaturan Penguasaan Tanah Pokok-pokok kebijaksanaan pertanahan di bidang pengaturan penguasaan tanah ditetapkan dalam pasal-pasal UUPA (UU Nomor : 5 Tahun 1960) antara lain sebagai berikut : a. Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan (Pasal 7 UUPA). b. Setiap orang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan (Pasal 10 ayat (1) UUPA). c. Perbedaan dalam tingkatan ekonomi masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomi lemah (Pasal 11 ayat (2) UUPA). d. Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta (Pasal 13 ayat (1) UUPA). e. Untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat diatur luas maksimum atau luas minimum tanah yang boleh dipunyai dengan suatu hak (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa dan seterusnya, hak-hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara : hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan
hak
sewa tanah
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 598 ]
pertanian) oleh satu keluarga atau badan hukum (Pasal 17 ayat (1) UUPA). Selanjutnya sebagai pelaksanaan pasal 7, 10, 11, 13 dan 17 diatur dalam: a. Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian; b. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi. c. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961. d. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Pertanian Secara Guntai (Absentee) bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri. e. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Pengaturan penguasaan tanah atau penguasaan tanah bertujuan agar terjadi pemerataan di bidang pertanahan sehingga pemanfaatannya dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam penataan penguasaan dan pemilikan tanah perlu memperhatikan hakhak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah pertanian dan perkotaan, serta mencegah penelantaran tanah termasuk upaya untuk mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan masyarakat. Pokok-pokok kebijaksanaan Pengaturan Penguasaan Tanah baik di pedesaan maupun di perkotaan pada hakekatnya untuk : 1) Mewujudkan terselenggaranya peningkatan taraf hidup masyarakat banyak terutama golongan ekonomi lemah; 2) Mewujudkan terselenggaranya pemerataan penguasaan pemilikan dan pemanfaatan tanah; 3) Mewujudkan terselenggaranya keadilan atas penguasaan pemilikan dan pemanfaatan tanah; 4) Mewujudkan terselenggaranya peningkatan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan tanah. a. Redistribusi Tanah Obyek Landreform. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 599]
Dalam upaya pengaturan penguasaan tanah pembagian tanah yang dikuasai langsung oleh negara merupakan obyek landreform kepada petani penggarap. Tanah-tanah yang ditetapkan sebagai obyek landreform adalah : 1) Tanah kelebihan dari batas maksimum. 2) Tanah guntai (absentee). 3) Tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada negara 4) Tanah-tanah Negara yang dikuasai langsung oleh Negara. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan Keputusan Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara menjadi Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Landreform menyatakan bahwa tanah-tanah negara lainnya (selain yang disebut dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961) yang akan ditegaskan menjadi obyek pengaturan penguasaan tanah oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional meliputi : 1) Tanah negara bebas. 2) Tanah-tanah bekas hak erfpacth. 3) Tanah-tanah bekas hak guna usaha yang telah berakhir waktunya dan
tidak
diperpanjang
oleh
pemegang
hak
atau
telah
dicabut/dibatalkan oleh pemerintah. 4) Tanah-tanah kehutanan yang telah digarap/dikerjakan oleh rakyat dan telah dilepaskan haknya oleh instansi yang bersangkutan. 5) Tanah-tanah bekas gogolan. 6) Tanah-tanah bekas hak adat/ulayat. Tujuan
redistribusi
tanah
adalah
meningkatkan
pemerataan
penguasaan tanah dan keseimbangan pola pemanfaatan tanah dan meningkatkan pemberian kepastian hukum dan efisiensi penggunaan tanah serta memantapkan stabilitas yang dinamis penguasaan dan penggunaan tanah.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 600 ]
Sasaran redistribusi tanah adalah petani penggarap tanah dengan memberikan hak milik atas tanah redistribusi guna lebih meningkatkan taraf hidupnya. b. Konsolidasi Tanah. Konsolidasi adalah kegiatan untuk menata bidang-bidang tanah termasuk
haknya sehingga menjadi tertib dan teratur dengan
dilengkapi prasarana jalan dan fasilitas lingkungan yang diperlukan dengan melibatkan partisipasi para pemilik tanah secara langsung. Tujuan konsolidasi adalah: 1) Menyediakan tanah bagi kepentingan pembangunan; 2) Peningkatan fasilitas lingkungan; 3) Memberikan pemanfaatan tanah yang optimal. Manfaat yang diperoleh dari konsolidasi tanah adalah : 1) Terpenuhinya kebutuhan lingkungan pemukiman atau areal pertanian yang teratur; 2) Membantu mempercepat laju pembangunan pemukiman atau pembangunan daerah pertanian di pedesaan; 3) Pemerataan hasil pembangunan yang langsung dapat dinikmati oleh pemilik tanah; 4) Menghindari ekses-ekses yang timbul dalam hal penyediaan tanah secara konvensional; 5) Meningkatkan nilai
ekonomis
tanah
maupun
meningkatkan
produktivitas tanah; 6) Menertibkan administrasi pemilikan tanah; 7) Secara
sadar
masyarakat
ikut
berpartisipasi
aktif
dalam
pembangunan. c. Perjanjian Bagi Hasil. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil, mengatur hubungan kerja dalam pengusahaan tanah antara pemilik dengan penggarapnya, yang bersendikan azas kekeluargaan. Tujuan perjanjian bagi hasil adalah: 1) Untuk memperoleh imbangan pembagian hasil yang adil; [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 601]
2) Melindungi pihak-pihak yang ekonominya lemah; 3) Memberikan jaminan kepastian hukum baik bagi pemilik maupun penggarap dengan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing; 4) Bentuk perjanjian harus tertulis atau cukup lapor kepada Kepala Desa. d. Izin Peralihan Hak Atas Tanah. Tujuan dan hakekat setiap izin peralihan/pemindahan hak atas tanah ialah dalam rangka pengendalian penguasaan/pemilikan tanah baik oleh badan hukum maupun oleh perorangan agar tidak melanggar
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
untuk
mencegah terjadinya tanah absentee, penguasaan/pemilikan tanah melebihi batas maksimum yang diperkenankan baik tanah pertanian maupun tanah non pertanian di perkotaan. Penatagunaan Tanah Pokok-pokok kebijaksanaan pertanahan di bidang Penatagunaan Tanah sebagaimana diatur dalam pasal-pasal Undang-Undang Pokok Agraria antara lain sebagai berikut: Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara, hak menguasai dari Negara tersebut memberikan wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 2 UUPA). Pemerintah membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk keperluan negara; keperluan peribadatan dan keperluan suci pusat
kehidupan
kesejahteraan; peternakan
dan
masyarakat,
keperluan perikanan;
sosial,
lainnya; keperluan pusatkebudayaan
mengembangkan keperluan
dan
produksi;
mengembangkan
lain-lain pertanian, industri,
transmigrasi dan pertambangan (Pasal 14 ayat (1) UUPA). [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 602 ]
Berdasarkan
rencana
umum,
Pemerintah
Daerah
mengatur
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa untuk daerahnya sesuai dengan keadaan daerah masing-masing (Pasal 14 ayat (2) UUPA). Setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan-hubungan hukum dengan tanah dengan memperhatikan ekonomi lemah berkewajiban memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA). a. Konsepsi Penatagunaan Tanah. Konsepsi penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan pokok-pokok kebijaksanaan Pemerintah melaksanakan pengelolaan penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan untuk semua kepentingan yang ditata secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan
dalam
rangka
konservasi
sumberdaya
alam,
kelangsungan fungsi lindung dan lingkungan hidup. Penatagunaan tanah dilaksanakan oleh Pemerintah bertujuan untuk: 1) Mewujudkan tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah serta lingkungan hidup; 2) Terarahnya peruntukan tanah sesuai rencana tata ruang wilayah dan kepastian penggunaan tanah bagi setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah; 3) Terarahnya penyediaan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat sesuai rencana tata ruang wilayah. b. Strategi Penatagunaan Tanah. Dalam perencanaan tata ruang, baik tata ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Dati I maupun Kabupaten/Kota, aspek pertanahan merupakan faktor yang sangat dominan, dan saat ini tanah merupakan salah satu unsur ruang yang menduduki tempat yang paling strategis. Aspek pertanahan sangat menentukan dalam perencanaan tata ruang adalah keadaan penggunaan tanah saat [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 603]
sekarang (present landuse), kemampuan tanah dan potensi tanah serta status penguasaan tanah. Pelaksanaan
pengendalian
pemanfaatan
ruang
melalui
mekanisme pengendalian penggunaan tanah berupa perizinan yaitu izin lokasi dan mekanisme pemberian hak serta program konsolidasi tanah. c. Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Penataan ruang bertujuan : 1) Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 2) Terselenggaranya
pengaturan pemanfaatan ruang kawasan
lindung dan kawasan budi daya. 3) Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Penyusunan tata ruang di bagi dalam
tiga tingkatan yaitu
penyusunan tata ruang tingkat Nasional, tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota
yang dijabarkan lebih lanjut secara rinci sesuai
tingkat kedalaman perencanaan besaran wilayah, bidang kegiatan dan fungsi-fungsi lainnya. Pelaksanaan rencana tata ruang meliputi kegiatan membuat rencana teknik program dan pemanfaatan ruang yang
sesuai,
sedangkan
sebagai
pedoman
dalam
tugas
penatagunaan tanah dijabarkan lebih lanjut demi tercapainya Catur Tertib Pertanahan. Penataan ruang dan penatagunaan tanah berkaitan satu sama lainnya, karena pengertian ruang adalah bagian di atas permukaan bumi sedangkan penatagunaan tanah merupakan penataan semua bentuk kegiatan di atas permukaan bumi, sehingga penataan ruang dan
penatagunaan
tanah
merupakan
kesatuan
kegiatan,
perbedaannya terletak pada penatagunaan tanah menitikberatkan pada pengaturan peruntukan bumi secara horizontal dan penataan ruang secara vertikal. d. Ruang Lingkup Penatagunaan Tanah. Ruang lingkup penatagunaan tanah adalah :
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 604 ]
1) Penatagunaan tanah meliputi kegiatan penataan persediaan, peruntukan dan penggunaan serta pemeliharaan tanah bagi berbagai kebutuhan pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat. 2) Kegiatan tersebut meliputi : a) Perencanaan. b) Pelaksanaan dan pengendalian. c) Bimbingan dan pengawasan (penyuluhan, pemantauan dan pengendalian). e. Pemberian Izin Lokasi. Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2004
tentang
Penatagunaan
Tanah
dan
Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota,
maka
ditetapkan
Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah, dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011. Pertimbangan Teknis Pertanahan menjadi persyaratan dalam penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah harus terselenggara dengan ketentuan: a. tidak boleh mengorbankan kepentingan umum; b. tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya; c. memenuhi azas keberlanjutan; d. memperhatikan azas keadilan; dan e. memenuhi ketentuan peraturan perundangan. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah meliputi:
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 605]
a. Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan; dan b. Peta-peta Pertimbangan Teknis Pertanahan. Penyusunan dan penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dilaksanakan oleh Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan terdiri dari : a) Pertimbangan dilaksanakan
Teknis oleh
Pertanahan
Tim
lintas
Pertimbangan
wilayah
Teknis
Provinsi
Pertanahan
Nasional, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia; b) Pertimbangan Teknis Pertanahan lintas wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan
oleh
Tim
Pertimbangan
Teknis
Pertanahan
Provinsi, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional; dan c) Pertimbangan
Teknis
Pertanahan
dalam
satu
wilayah
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Kabupaten/Kota, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan. Hak-Hak Atas Tanah Tugas pokok Bidang Hak-Hak Atas Tanah pada dasarnya bersifat memberikan pelayanan kepada masyarakat, badan hukum dan instansi Pemerintah
yang
memerlukan
tanah
dalam
bentuk
mekanisme
pemberian (termasuk perpanjangan), pencabutan hak dan pengawasan terhadap pemindahan hak atas tanah. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 UUPA dikenal beberapa macam hak atas tanah. a. Hak Milik Hak milik adalah hak atas tanah terpenuh, terkuat, bersifat turunmenurun, dapat beralih dan dialihkan atau dipindahtangankan, dapat diwakafkan dan dapat dijadikan jaminan hutang dengan ikatan hipotik atau credit verband sebagai mana diatur dalam Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 49 UUPA. Hanya Warga Negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia
yang
ditetapkan
Pemerintah
dapat
menjadi
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 606 ]
pemegang hak milik (misalnya badan hukum keagamaan untuk keperluan-keperluan yang langsung berhubungan dengan keagamaan (Pasal 21 UUPA). Hak milik mempunyai fungsi sosial. Penggunaan tanah milik oleh orang yang bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 24 UUPA). 1) Terjadinya Hak Milik secara formal diatur sebagai berikut : a) Terjadinya hak milik menurut hukum adat, diatur dengan Peraturan Pemerintah. b) Karena penetapan Pemerintah menurut cara dan syarat yang ditetapkan Pemerintah (Pasal 22 UUPA). c) Karena ketentuan Undang-Undang (diktum kedua UUPA, ketentuan konversi dan peraturan pelaksanaannya). Yang dimaksud dengan pernyataan bahwa yang dapat mempunyai hak milik adalah warga negara atau badan hukum Indonesia yang ditetapkan pemerintah yaitu : a) Warga Negara Indonesia. b) Badan-badan Hukum yang ditetapkan Pemerintah. c) Yayasan yang berbentuk koperasi. d) Orang asing yang sesudah berlakunya UUPA memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan dan menjadi Warga Negara Indonesia. 2) Peralihan Hak Milik Peralihan hak milik (jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan
wasiat,
pemberian
menurut
Adat
dan
perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik) serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 23 UUPA). Setiap peralihan hak milik atau perbuatan yang dimaksudkan untuk langsung maupun tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing atau badan hukum yang tidak ditetapkan sebagai badan hukum yang boleh mempunyai hak milik, adalah batal dengan sendirinya menurut
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 607]
hukum, tanahnya jatuh pada Negara, pembayaran tidak dapat dituntut kembali, hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung (Pasal 26 UUPA) 3) Hapusnya Hak Milik Menurut ketentuan Pasal 27 UUPA Hak Milik hapus karena : a) Tanahnya jatuh pada Negara : (1) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA. (2) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. (3) Karena diterlantarkan. (4) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2) UUPA. b) Tanahnya Musnah. b. Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah Negara untuk keperluan perusahaan pertanian, perikanan,
dan
peternakan (Pasal 28 ayat (1) UUPA). Jangka waktu suatu Hak Guna Usaha adalah 25 atau 35 tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Luas minimum 5 Ha, jika luasnya lebih dari 25 Ha, harus mempergunakan teknologi budidaya yang baik dan modal yang layak (Pasal 28 ayat (2) UUPA). HGU dapat beralih/dialihkan (Pasal 28 ayat (3) UUPA) dan dapat dijadikan jaminan kredit dengan dibebani hak-hak tanggungan (Pasal 33 UUPA). Hak Guna Usaha terjadi karena Penetapan Pemerintah (Pasal 31 UUPA). Dan yang dapat menjadi subyek hak guna usaha adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (pasal 30 UUPA). Hak Guna Usaha hapus karena : 1) Jangka waktu berakhir. 2) Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir. 3) Dilepaskan oleh pemegang haknya. 4) Dicabut untuk kepentingan umum. 5) Diterlantarkan. 6) Tanahnya musnah. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 608 ]
7) Pemegang hak tidak memenuhi syarat-syarat kewarganegaraan dan tidak
melepaskan haknya kepada subyek hukum yang
memenuhi syarat dalam jangka waktu 1 tahun (Pasal 34 UUPA). c. Hak Guna Bangunan Hak
Guna
Bangunan
adalah
hak
untuk
mendirikan
dan
mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri (tanah Negara atau tanah milik orang lain). Jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 25 ayat (1), (2) UUPA). Dapat beralih/dialihkan (Pasal 35 ayat (3) UUPA), dan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan (Pasal 39 UUPA). Terjadinya Hak Guna Bangunan adalah sebagai berikut : 1) Di atas tanah Negara karena penetapan Pemerintah (dalam hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 jo. No. 5 tahun 1973) 2) Di atas tanah milik orang lain, karena perjanjian yang otentik antara pemilik tanah dan orang yang memperoleh hak
guna
bangunan (Pasal 37 UUPA). Yang dapat menjadi Subyek Hak Guna Bangunan. 1) Warga Negara Indonesia. 2) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. d. Hak Pakai Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam Keputusan pemberiannya atau dalam perjanjian pengolahan tanah. Hak Pakai dapat terjadi karena penetapan/diberikan oleh Pemerintah atau diberikan oleh pemilik tanah (perseorangan dan Badan Hukum dengan suatu perjanjian (Pasal 41 UUPA). 1) Yang dapat mempunyai Hak Pakai ialah : a) Warga Negara Indonesia. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 609]
b) Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. c) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia. d) Badan Hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. e) Instansi/Badan Pemerintah. 2) Jangka waktu. Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama dipergunakan untuk keperluan tertentu. 3) Peralihan/Pemindahan dan Pendaftaran Hak Pakai. Hak Pakai yang diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, haknya dapat dipindahkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Akan tetapi Hak Pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan (Pasal 43 UUPA). 4) Hapusnya Hak Pakai : a) Karena jangka waktunya berakhir. b) Karena tanahnya musnah. c) Karena dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi. e. Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah hak untuk menguasai tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk : 1) Merencanakan
peruntukan
dan
penggunaan
tanah
yang
bersangkutan. 2) Menggunakan
tanah
tersebut
untuk
keperluan
pelaksanaan
tugasnya. 3) Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan: a) Hak Milik, b) Hak Guna Bangunan, atau c) Hak Pakai, 4) Menerima/memungut uang pemasukan. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 610 ]
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada (subyek): 1) Departemen-Departemen dan Jawatan-jawatan Pemerintah. 2) Badan-badan Hukum yang seluruh modalnya dimiliki Pemerintah/ Pemerintah Daerah. Hak Pengelolaan terjadi karena penetapan Pemerintah. Jangka waktu Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu selama tanah tersebut digunakan untuk keperluan usahanya. Hapusnya Hak Pengelolaan : 1) Karena dilepaskan oleh pemegang haknya. 2) Dibatalkan karena tanahnya tidak dipergunakan sesuai dengan pemberian haknya. 3) Dibatalkan untuk kepentingan umum. 4) Tanahnya musnah. Sumber hukum Hak Pengelolaan : 1) Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara dikenal dengan istilah hak beheer, atau hak penguasaan atau hak pengelolaan. 2) Dalam penjelasan UUPA digunakan istilah Pengelolaan untuk memberikan sebutan atau nama pada tanah yang diserahkan ke dalam penguasaan Daerah Swatantra atau Badan Penguasa untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya ataupun yang diberikan dalam penguasaan masyarakat hukum Adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional. 3) Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 diatur bahwa hak beheer (PP No. 8 Tahun 1953) dapat dikonversi menjadi Hak pengelolaan atau Hak pakai. 4) Diatur kembali lebih lengkap dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1977 materi hak sama, hanya prosedur penyerahan pada pihak ketiga diperjelas. 5) Diakui adanya hak pengelolaan dalam PP No. 29 tahun 1974 dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1972 Pasal 11.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 611]
6) Terakhir tegas-tegas diakui adanya hak pengelolaan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 Pasal 7. f. Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan, hanya dapat dipunyai oleh Warga Negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya menyebabkan diperoleh hak milik atas tanah itu (pasal 46 UUPA). g. Hak Guna Air Hak guna air ialah hak untuk memperoleh air guna keperluan tertentu. Mengalirkan air di atas tanah orang lain. Hak guna air, pemeliharaan/ penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 47 UUPA). h. Hak Guna Ruang Angkasa 1) Hak guna ruang gunakan
angkasa memberi wewenang untuk memper-
tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna
usaha-usaha memelihara dan mengembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan halhal lainnya yang bersangkutan dengan itu. 2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 48 UUPA). i. Hak Tanah Untuk Keperluan Suci dan Sosial. Hak
milik
tanah
badan-badan
keagamaan
dan
sosial
dipergunakan untuk: 1) Usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. 2) Keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan Hak Pakai.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 612 ]
3) Perwakafan tanah milik diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 49 UUPA). j. Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah Dalam rangka mewujudkan Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi,
diperlukan
program-program
peningkatan
pemerintah
di
pelayanan bidang
dan
pelaksanaan
pertanahan
sehingga
diperlukan pelimpahan kewenangan yang lebih luas kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan mengenai Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah sebagaimana telah mengubah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2011 diatur sebagai berikut : Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah 1) Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota a) Hak Milik Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberi keputusan mengenai : a. Pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi). b. Pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 3.000 M² (tiga ribu meter persegi). c. Pemberian Hak Milik untuk badan hukum keagamaan dan
sosial
yang
telah
ditetapkan
berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukkan
Badan-Badan
Hukum
yang
dapat
mempunyai Hak Milik atas Tanah, atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi). [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 613]
d. Pemberian Hak Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program: 1. Transmigrasi; 2. Redistribusi tanah; 3. Konsolidasi tanah; 4. Program yang dibiayai oleh APBN dan/atau APBD; dan Pendaftaran Tanah yang bersifat strategis dan massal. b) Hak Guna Bangunan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberi keputusan mengenai : a.
Pemberian Hak Guna Bangunan
untuk
orang
perseorangan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 3.000 M² (tiga ribu meter persegi); b.
Pemberian Hak Guna Bangunan untuk badan hukum atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter persegi); dan
c.
Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.
c) Hak Pakai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberi keputusan mengenai : a.
Pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi);
b.
Pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 3.000 M² (tiga ribu meter persegi);
c.
Pemberian Hak Pakai untuk badan hukum swasta, BUMN/BUMD
atas
tanah
non
pertanian
yang
luasnya tidak lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter persegi);
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 614 ]
d.
Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan; dan
e.
Pemberian Hak Pakai aset Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
d) Izin Kerjasama dan Izin Perolehan Tanah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberi keputusan mengenai : a. Pemberian Pengelolaan
izin
kerjasama
dengan
pihak
pemegang
Hak
ketiga,
jika
dipersyaratkan dalam Surat Keputusan pemberian Hak Pengelolaan; b. Pemberian izin perolehan tanah bagi Badan Sosial dan Keagamaan, jika dipersyaratkan dalam Surat Keputusan
persetujuan
bahwa
badan
hukum
tersebut dapat memiliki tanah dengan Hak Milik. 2) Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi a) Hak Milik Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai : a.
Pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari luas batas maksimum kepemilikan tanah pertanian perorangan.
b.
Pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 3.000 M² (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 10.000 M² (sepuluh ribu meter persegi).
c.
Pemberian
Hak
Milik
untuk
keagamaan
dan
sosial
yang
badan telah
hukum
ditetapkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 615]
1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah, atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 M² (seratus lima puluh ribu meter persegi). b) Hak Guna Usaha Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000.000 M2 (dua juta meter persegi). c) Hak Guna Bangunan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai: a.
Pemberian Hak Guna Bangunan
untuk
orang
perseorangan atas tanah yang luasnya lebih dari 3.000 M2 (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 10.000 M² (sepuluh ribu meter persegi); b.
Pemberian Hak Guna Bangunan untuk
badan
hukum atas tanah yang luasnya lebih dari 20.000 M2 (dua puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi). d) Hak Pakai Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai: a.
Pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 100.000 M² (seratus ribu meter persegi).
b.
Pemberian Hak Pakai untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 3.000 M² (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 10.000 M2 (sepuluh ribu meter persegi);
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 616 ]
c.
Pemberian Hak Pakai untuk badan hukum swasta, BUMN/BUMD
atas
tanah
non
pertanian
yang
luasnya lebih dari 20.000 M² (dua puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 M² (seratus lima puluh ribu meter persegi). e) Redistribusi Tanah Objek Landreform Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai penetapan tanah negara untuk menjadi tanah obyek landreform. 3) Kewenangan
Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik Indonesia a) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menetapkan pemberian Hak Atas Tanah yang diberikan secara umum. b) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memberi keputusan mengenai pemberian Hak Atas Tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannnya kepada Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan. Kewenangan Kegiatan Pendaftaran Tanah 1) Kewenangan Penandatanganan Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur a) Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur ditandatangani oleh Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan dalam waktu bersamaan. b) Peta Bidang Tanah digunakan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah, Tim Peneliti Tanah, dan/atau Panitia C dan Surat Ukur menjadi bagian sertipikat. c)
Dalam hal Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan berhalangan karena dinas, cuti, sakit atau sebab lainnya untuk waktu lebih dari 5 (lima) hari kerja berturut-turut dan tidak ditunjuk pejabat atau Pelaksana
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 617]
Tugas (Plt.) Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan, maka Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur (sebagaimana dimaksud pada poin a) ditandatangani oleh Kepala Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan atas nama Kepala Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan berdasarkan
keputusan
Penunjukan
Petugas
Penandatanganan Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan. d) Tembusan
Keputusan
Penunjukan
Petugas
Penandatanganan Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur (sebagaimana dimaksud pada poin c) disampaikan kepada Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. e) Selain dalam hal sebagaimana dimaksud pada poin c Kepala Kantor Pertanahan dapat menugaskan Kepala Sub
Seksi
Pengukuran
dan
Pemetaan
untuk
menandatangani Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur dalam rangka pelaksanaan program kegiatan pertanahan yang bersifat strategis, massal, dan program lainnya, serta penandatanganan Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur pada kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah (derivatif) lebih dari 2.000 (dua ribu) bidang setiap bulan. f)
Penugasan penandatanganan Peta Bidang Tanah dan Surat
Ukur
sebagaimana
dimaksud
pada
pon
e,
ditetapkan dengan Keputusan Pelimpahan Kewenangan oleh Kepala Kantor Pertanahan. g) Tembusan
Keputusan
Pelimpahan
Kewenangan
sebagaimana dimaksud pada pon f disampaikan kepada Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. h) Pemeliharaan data pendaftaran tanah yang berkaitan dengan pengukuran batas bidang tanah, dapat langsung
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 618 ]
diterbitkan Surat Ukur dan tidak diperlukan pembuatan Peta Bidang Tanah. i)
Pemecahan sertipikat langsung diterbitkan Surat Ukur tidak diperlukan pembuatan Peta Bidang Tanah.
j)
Pemisahan sertipikat langsung diterbitkan Surat Ukur untuk bidang tanah yang dipisahkan, tidak diperlukan pembuatan Peta Bidang Tanah.
k)
Dalam hal terjadi peralihan hak sebagian bidang tanah, terlebih
dahulu
dilakukan
pemecahan/pemisahan
sertipikat sebagaimana dimaksud pada poin i dan poin j dibuat atas nama diri sendiri, selanjutnya dibuat Akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2) Kewenangan
Penandatanganan
Buku
Tanah
dan
Sertipikat a) Dalam pendaftaran tanah secara sporadik, Buku Tanah dan Sertipikat Untuk Pertama Kali ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan. b) Apabila Kepala Kantor Pertanahan berhalangan karena dinas, cuti, sakit atau sebab lain untuk waktu lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja berturut-turut, maka Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional menunjuk Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Kantor Pertanahan. c) Tembusan Keputusan Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt.) sebagaimana dimaksud pada poin b disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 3) Pelimpahan Kewenangan Pada Penandatanganan Buku Tanah dan Setipikat a) Apabila beban pekerjaan dalam pelayanan lebih dari 1.000 (seribu) kegiatan pada setaip bulannya di Kantor Pertanahan, pemeliharaan [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 619]
maka
kewenangan pendaftaran
pelayanan tanah
data dan
penandatanganannya harus dilimpahkan kepada Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah yang meliputi kegiatan : -
Pendaftaran
Hak
Tanggungan
Tanggungan
(Cessie),
Peralihan
Perubahan
Hak
Kreditur
(Subrogasi); -
Pendaftaran Hak Mi lik Atas Satuan Rumah Susun;
-
Penandatanganan
Surat
Keterangan Pendaftaran
Tanah; -
Pencatatan sita dan pengangkatan sita;
-
Pengecekan Sertipikat; dan
-
Pencatatan lain-lainnya.
b) Apabila Kantor Pertanahan mempunyai volume beban pekerjaan pada pelayanan lebih dari 3.000 (tiga ribu), kewenangan yang dilimpahkan kepada Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah sebagaimana dimaksud pada
poin
a,
Kepala
Kantor
Pertanahan
dapat
melimpahkan sebagian kewenangan dimaksud kepada masing-masing Kepala Sub Seksi pada Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah. c) Tembusan
Keputusan
Pelimpahan
kewenangan
sebagaimana dimaksud pada poin a dan poin b disampaikan kepada Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional
dan
Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik Indonesia. Beban pekerjaan tersebut diatas pada poin a dan poin c berdasarkan rata-rata kegiatan pelayanan Pendaftaran Tanah selama 6 (enam) bulan terakhir yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional setelah dilakukannya penelitian pada Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 620 ]
Pendaftaran Tanah Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. a. Azas dan Tujuan Pendaftaran Tanah 1) Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. 2) Tujuan Pendaftaran tanah : a) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, suatu rumah susun, hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya
sebagai
pemegang
hak
yang
bersangkutan. Oleh karena itu, kepada yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah. b) Untuk menyediakan informasi yang terbuka untuk umum kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Oleh karena itu, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik satuan rumah susun wajib didaftar. b. Penyelenggara dan Pelaksana Pendaftaran Tanah 1) Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional R.I.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 621]
2) Pelaksanaan Pendaftaran Tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu dapat ditugaskan kepada Pejabat lain. 3) Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT)
dan
Pejabat
lain
yang
ditugaskan
untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu antara lain pembuatan akta PPAT, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang, Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi dan lain sebagainya. 4) Pendaftaran tanah dilaksanakan melalui 2 cara: (a) Pendaftaran
tanah
secara
sporadik,
yaitu
kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individu atau massal. (b) Pendaftaran
tanah
secara
sistematik,
yaitu
kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Ad. (b)
Didalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi.
Tugas dan Wewenang Panitia Ajudikasi, yaitu : a) Menyiapkan rencana kerja ajudikasi secara terperinci; b) Mengumpulkan data fisik dan dokumen asli data yuridis semua
bidang
bersangkutan
tanah serta
yang
ada
memberikan
di
wilayah
tanda
yang
penerimaan
dokumen kepada pemegang hak atau kuasanya; c) Menyelidiki riwayat tanah dan menilai kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah; d) Mengumumkan data fisik dan data yuridis yang sudah dikumpulkan; [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 622 ]
e) Membantu menyelesaikan ketidaksepakatan atau sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan mengenai data yang diumumkan; f) Mengesahkan hasil pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d) yang akan digunakan sebagai dasar pembukuan hak atau pengusulan pemberian hak; g) Menerima
uang
memelihara
setiap
pembayaran, kwitansi
mengumpulkan
bukti
pembayaran
dan dan
penerimaan uang yang dibayarkan oleh mereka yang berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku; h) Menyampaikan laporan secara periodik dan menyerahkan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor Pertanahan; i) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara khusus kepadanya, yang berhubungan dengan pendaftaran tanah secara sistematik di lokasi yang bersangkutan. Tugas dan Wewenang Ketua Panitia Ajudikasi, yaitu : a) Memimpin dan bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan program kegiatan ajudikasi; b) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan Kantor Pertanahan dan instansi terkait; c) Memberikan pengarahan pelaksanaan kegiatan termasuk penyuluhan awal di RT; d) Berdasarkan berita acara pengesahan pengumuman sebagaimana
dimaksud
dalam
pasal
28
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997: (1)
menegaskan konversi hak atas tanah;
(2)
menandatangani penetapan pengakuan hak;
(3)
mengusulkan pemberian hak atas tanah negara.
e) Atas nama Kepala Kantor Pertanahan menandatangani buku tanah dan sertipikat serta mengesahkan peta pendaftaran; [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 623]
f)
Atas nama Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menandatangani surat ukur;
g) Atas
nama
Kepala
Kantor
Pertanahan
mendaftar
peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang telah didaftar dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik sebelum warkah-warkah hak yang bersangkutan
diserahkan
kepada
Kepala
Kantor
Pertanahan; h) Menandatangani dokumen penyerahan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor Pertanahan. c. Obyek Pendaftaran Tanah. 1) Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai; 2) Tanah hak pengelolaan; 3) Tanah wakaf; 4) Hak milik atas satuan rumah susun; 5) Hak tanggungan; 6) Tanah negara. d. Satuan Wilayah dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah 1) Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah a) Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan. b) Khususnya untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah negara satuan wilayah pendaftarannya adalah kabupaten. 2) Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : a) Pengumpulan dan pengolahan data; b) Pembuktian hak dan pembukuannya; c) Penerbitan sertifikat; d) Penyajian data fisik dan data yuridis; e) Penyimpanan daftar umum dan dokumen. 3) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi : [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 624 ]
a) Pendaftaran perolehan dan pembebanan hak; b) Pendaftaran perubahan dan pendaftaran tanah lainnya. e. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 1) Tugas dan kewenangan PPAT. Tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum. 2) Perbuatan hukum yang dimaksud di atas adalah : a) Jual beli; b) Tukar menukar; c) Hibah; d) Pemasukan ke dalam perusahaan; e) Pembagian hak bersama; f)
Pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas hak Hak Milik;
g) Pemberian hak tanggungan; h) Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu. LARASITA LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
yang
diperlukan, diharapkan
LARASITA
dibangun
dan
dan
dipikirkan oleh
dikembangkan
untuk
mewujudnyatakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, UndangUndang Pokok Agraria, serta seluruh peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dan keagrariaan. Pelaksanaan dan peraturan Larasita diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Larasita Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 625]
Pengembangan LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN
RI)
dengan
masyarakat,
sekaligus
mengubah
paradigma
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN RI dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau pro aktif, mendatangi masyarakat secara langsung. Dan, LARASITA telah diujicobakan pelaksanaannya di beberapa kabupaten/kota yang setelah dilakukan evaluasi disimpulkan dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada kantor pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian
kewenangan
yang
diperlukan
guna
kelancaran
pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk: a. menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agraria); b. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; c. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar; d. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah; e. memfasilitasi
penyelesaian
tanah
bermasalah
yang
mungkin
diselesaikan di lapangan; f.
menyambungkan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat; dan
g. meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat. Dengan
LARASITA,
kantor
pertanahan
menjadi
mampu
menyelenggarakan tugas-tugas pertanahan dimanapun target kegiatan berada. Pergerakan tersebut juga akan memberikan ruang interaksi antara aparat BPN RI dengan masyarakat sampai pada tingkat kecamatan, kelurahan/desa, dan tingkat komunitas masyarakat, di seluruh wilayah kerjanya, terutama pada lokasi yang jauh dari kantor
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 626 ]
pertanahan. LARASITA dalam pelaksanaan tugasnya, menjalankan kegiatan sebagai berikut: a. Pemberdayaan Masyarakat a) Penyuluhan
pertanahan
dalam
rangka
pemberdayaan
masyarakat; b) Identifikasi kegiatan unggulan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; c) Menyambungkan
aspirasi
masyarakat
dengan
program
pertanahan; d) Pengklasifikasian subjek dan objek hak; e) Kegiatan pertanahan lainnya terkait dengan pemberdayaan masyarakat; f) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada Kepala Kantor Pertanahan. b. Partisipasi dan Kerjasama a) Pengumpulan Informasi Usaha Mikro Kecil, Nelayan dan Usaha Penangkapan Ikan Skala Kecil, Petani Pemilik Tanah Skala Kecil,atau program lainnya yang ditetapkan Pemerintah; b) Peninjauan lapang dan membuat sket lokasi serta status penguasaan dan pemilikan; c. Pendeteksian Awal Tanah Terlantar a) Pengumpulan informasi tanah yang terindikasi terlantar, tanah kritis, ketidaksesuaian penggunaan tanah dengan tata ruang dan masalah lingkungan; b) Peninjauan lapang dan membuat sket lokasi serta status penguasaan dan pemilikan; c) Penelusuran riwayat tanah yang diindikasikan terlantar; d) Pengklasifikasian subjek dan objek hak; e) Kegiatan pertanahan lainnya terkait dengan pendeteksian awal tanah terlantar; f) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada Kepala Kantor Pertanahan. d. Pendekteksian
Awal
Tanah
Penyelesaian di Lapangan [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 627]
Bermasalah
dan
Fasilitasi
a) Pengumpulan informasi tanah yang bermasalah (sengketa dan konflik); b) Peninjauan lapang dan membuat sket lokasi serta status penguasaan dan pemilikan; c) Penelusuran riwayat sengketa dan konflik pertanahan; d) Pengklasifikasian subjek dan objek hak; e) Fasilitasi penyelesaian yang mungkin dilakukan di lapangan; f) Kegiatan pertanahan lainnya terkait dengan pendekteksian awal tanah bermasalah dan fasilitasi penyelesaian di lapangan; g) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada Kepala Kantor Pertanahan. e. Pendeteksian Awal Kesesuaian P4T dengan RTRW a) Pengecekan lapangan P4T dengan RTRW; b) Analisis kesesuaian P4T dengan RTRW; c) Kegiatan pertanahan lainnya terkait dengan pendeteksian awal kesesuaian P4T dengan RTRW; d) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada Kepala Kantor Pertanahan. f.
Pendeteksian Awal Tanah Obyek Landreform a) Pengumpulan informasi tanah objek landrefom dan konsolidasi tanah; b) Peninjauan lapang dan membuat sket lokasi serta status penguasaan dan pemilikan; c) Pengklasifikasian subjek dan objek hak; d) Kegiatan pertanahan lainnya terkait dengan pendeteksian awal tanah obyek landreform; e) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
g. Legalisasi Aset Masyarakat. a) Kegiatan yang berhubungan langsung dengan pemohon yaitu menerima dan meneliti berkas, menerima biaya, membuat tanda terima dan menyerahkan produk kepada pemohon; b) Apabila pekerjaan yang dilakukan belum dapat diselesaikan secara tuntas di lapangan karena ketentuan peraturan perundang-
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 628 ]
undangan, maka kegiatan tersebut selanjutnya diproses di kantor pertanahan. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas LARASITA, dibentuk Tim Pembina LARASITA di BPN RI, Tim Kendali Pelaksanaan LARASITA di Kantor Wilayah BPN, dan Tim LARASITA di Kantor Pertanahan. 1. Tim Pembina LARASITA Tim ditetapkan dengan Keputusan Kepala BPN RI, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: a) Kepala BPN selaku Pembina; b) Sekretaris Utama selaku Ketua; c) Deputi
I
selaku
Penanggung
Jawab
di
bidang
survey,
pengukuran dan pemetaan d) Deputi II selaku Penanggung Jawab di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah e) Deputi III selaku Penanggung Jawab di bidang pengaturan dan penataan pertanahan f)
Deputi IV selaku Penanggung Jawab di bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat.
g) Deputi V selaku Penanggung Jawab di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan. h) Inspektur Utama selaku Penanggung Jawab di bidang monitoring dan evaluasi. i)
Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan selaku Sekretaris;
2. Tim Kendali Pelaksanaan LARASITA Untuk mengendalikan pelaksanaan LARASITA di wilayah kerja Kantor Wilayah BPN, dibentuk Tim Kendali Pelaksanaan LARASITA dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN, dengan susunan keanggotaan dan tugas sebagai berikut: a. Keanggotaan Tim Kendali Pelaksanaan LARASITA paling banyak 7 (tujuh) orang, dengan susunan sebagai berikut: 1) Ketua, pejabat setingkat eselon III; 2) Anggota, minimal eselon IV. [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 629]
b. Tugas Tim Kendali Pelaksanaan LARASITA adalah: 1) melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan LARASITA di wilayah kerjanya; 2) melaporkan secara periodik pelaksanaan LARASITA kepada Tim Pembina LARASITA. 3. Tim LARASITA Pelaksanaan LARASITA dilakukan oleh Tim LARASITA yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, sebagai berikut: a. Keanggotaan terdiri paling sedikit 5 (lima) orang dengan susunan sebagai berikut: 1) Koordinator, dengan persyaratan paling rendah pejabat eselon IV; 2) Petugas Pelaksana, paling sedikit 4 (empat) orang, dengan persyaratan paling tinggi pejabat eselon IV atau staf yang menurut penilaian dianggap cakap dan mampu untuk melaksanakan LARASITA. b. Penunjukan keanggotaan Tim LARASITA dilakukan bergantian sesuai dengan kebutuhan dan/atau beban kerja pada Kantor Pertanahan c. Dalam hal tertentu, Koordinator tidak harus turun ke lapang setelah mendapat ijin dari Kepala Kantor Pertanahan. d. Petugas
LARASITA
melaksanakan
tugas
sesuai
dengan
perencanaan, jadwal dan tugas yang diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan. e. Apabila diperlukan, Kepala Kantor Pertanahan dapat mengajukan permohonan bantuan tenaga pelaksana LARASITA kepada Kepala Kantor Wilayah BPN. D. BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bahwa tanah mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan YME, maupun bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang pribadi atau badan yang memperoleh
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 630 ]
suatu hak atas tanah, oleh karena itu wajar apabila mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan diwajibkan membayar pajak kepada negara. Pembayaran pajak kepada negara atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2000. 1. Obyek Pajak. Yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi: a. Pemindahan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan perolehan, penunjukan jual beli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai hukum tetap, hadiah, penggabungan usaha, pemekaran usaha dan peleburan usaha. b. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Obyek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah yang diperoleh: 1) Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan atas perlakuan timbal balik; 2) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; 3) Badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri; 4) Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan norma; 5) Karena wakaf; 6) Digunakan untuk kepentingan ibadah. 2. Subyek Pajak.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 631]
Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen). Sebagai dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak, Nilai Perolehan Obyek Pajak dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak. Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional maksimal sebesar Rp.
60.000.000,00
(enam
puluh
juta
rupiah).
Khusus
hibah
wasiat/warisan yang diterima oleh orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah, Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajaknya ditetapkan maksimal sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). E. UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH
Peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, membutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, untuk menjamin pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kelancaran penyediaan arus dana pembangunan dalam masyarakat, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Beberapa hal yang mendapat tekanan perhatian dalam UndangUndang Hak Tanggungan ini adalah: 1. Prosedur
Pendaftaran
Hak
Tanggungan
menghendaki
adanya
kepastian mengenai jangka waktu dan tanggal dilaksanakannya kegiatan-kegiatan dalam rangka pendaftaran tersebut dan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk setiap tahap kegiatan, para pelaksana dituntut memegang teguh ketentuan jangka waktu tersebut dan memastikan terpenuhinya persyaratan sebagaimana ditentukan. 2. PPAT wajib mengirimkan berkas yang diperlukan untuk pendaftaran Hak Tanggungan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sesudah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Oleh karena itu [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 632 ]
PPAT bertanggungjawab terhadap semua akibat, termasuk kerugian yang diderita pihak yang bersangkutan, yang disebabkan oleh keterlambatan pengiriman berkas tersebut. 3. Ditunjuknya Hak Pakai Atas Tanah Negara sebagai objek Hak Tanggungan denda dibebani fidusia. Bagi para pemegang hak pakai sebagian besar terdiri atas golongan ekonomi lemah yang tidak berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan menjadi terbuka kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya. F. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) guna menunjang pembangunan nasional, PNBP pada BPN sebagai salah satu sumber penerimaan negara perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 dan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonomi, pelaksanaan pelayanan di bidang pertanahan pada prinsipnya merupakan kewenangan Daerah. Namun untuk menjaga kelangsungan pelayanan di bidang pertanahan sebelum adanya peraturan yang baru mengenai
kewenangan
di
bidang
pertanahan,
sebagian
tugas
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional di Daerah tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sampai dengan ditetapkannya Peraturan Perundang-undangan di bidang pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut dan untuk memenuhi ketentuan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak telah ditetapkan tarif atas jenis PNBP yang berlaku di Badan Pertanahan Nasional dengan PP Nomor 13 Tahun 2010, dengan ketentuan sebagai berikut:
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 633]
Pengecualian penetapan tarif dalam ketentuan PP No. 13 Tahun 2010, yaitu : a. Kepada penerima hak atas tanah obyek P3MB dan Prk.5 sepanjang bukan instansi pemerintah wajib membayar sebesar 25% dari nilai tanah. b. Pelayanan Pemeriksaan
Tanah
oleh
Panitia
A
dan
Pelayanan
Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstansi dikenai tarif 50% terhadap : 1) Masyarakat tidak mampu; 2) Badan hukum yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, panti asuhan, dan panti jompo; 3) Veteran, pegawai negeri sipil, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; 4) Suami/istri Veteran, suami/istri pegawai negeri sipil, suami/istri prajurit Tentara Nasional Indonesia, suami/istri anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; 5) Pensiunan pegawai negeri sipil, purnawirawan Tentara Nasional Indonesia, purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6) Janda/duda veteran, Janda/duda pegawai negeri sipil, Janda/duda prajurit Tentara Nasional Indonesia, Janda/duda anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; 7) Janda/duda purnawirawan
Pensiunan
pegawai
Tentara
Nasional
negeri
sipil,
Indonesia,
Janda/duda Janda/duda
purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Tarif 10% dari tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah berupa Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berupa Pelayanan Pendaftaran Keputusan Perpanjangan HGU, HGB atau HP berjangka waktu; Keputusan Pembaharuan
HGU, HGB atau HP berjangka waktu,
terhadap: 1) Veteran; 2) Suami/istri Veteran, suami/istri pegawai negeri sipil, suami/istri prajurit Tentara Nasional Indonesia, suami/istri anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 634 ]
3) Pensiunan pegawai negeri sipil, purnawirawan Tentara Nasional Indonesia, purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia; 4) Janda/duda veteran, Janda/duda pegawai negeri sipil, Janda/duda prajurit Tentara Nasional Indonesia, Janda/duda anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; 5) Janda/duda purnawirawan
Pensiunan Tentara
pegawai
negeri
Nasional
sipil,
Indonesia,
Janda/duda Janda/duda
purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia; d. Tarif 50% dari tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah berupa Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama kali berupa Pelayanan Pendaftaran Keputusan Perpanjangan HGU, HGB atau HP berjangka waktu; Keputusan Pembaharuan
HGU, HGB atau HP berjangka waktu,
terhadap: 1) Pegawai Negeri Sipil; 2) Prajurit Tentara Nasional Indonesia; 3) Anggota Kepolisian Nasional Republik Indonesia; e. Tarif Rp 0,00 dikenakan terhadap: 1) Pelayanan pendaftaran Tanah Wakaf; 2) Pelayanan pendaftaran Penggantian Nazhir; 3) Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Pendaftaran
Keputusan
Perpanjangan
berupa Pelayanan
HGU,
berjangka waktu; Keputusan Pembaharuan
HGB
atau
HP
HGU, HGB atau HP
berjangka waktu, terhadap : a. Masyarakat tidak mampu; b. Instansi Pemerintah; c. Badan hukum yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, panti asuhan, dan panti jompo; 4) Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah bagi instansi Pemerintah; 5) Pelayanan informasi Pertanahan bagi instansi Pemerintah; 6) Pelayanan Penetapan Tanah Obyek P3MB/Prk.5 bagi instansi Pemerintah.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 635]
No A.
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
Pelayanan Survei, Pengukuran, dan Pemetaan; I. Pelayanan Survei, Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah, dan Pemetaan 1. Pelayanan Survei a. Pelayanan Survei Nilai Bidang Tanah Pemukiman atau Pertanian b. Pelayanan Survei Nilai Bidang Tanah Usaha
Rp 450.000,00 per bidang Rp 600.000,00 per bidang
2. Pelayanan Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah 3. Pelayanan Pemetaan a. Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Zona Nilai Ekonomi Kawasan Skala 1:10.000 b. Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Zona Nilai Ekonomi Kawasan Skala 1:25.000 c. Pemetaan Tematik Bidang Skala 1:2.500
Rp 3.500.000,00 per tugu
d. Pemetaan Tematik Bidang Tanah untuk Pemecahan Sertifikat Skala 1 : 1.000 e. Pemetaan Tematik Kawasan Skala 1:10.000
Rp 75.000,00 per bidang
f.
Rp 20.000,00 per hektar
Pemetaan Tematik Kawasan Skala 1 : 25.000
4. Pelayanan Pembuatan Peta Dasar a. Pembuatan Peta Foto Skala 1:1.000 (minimal 1.000 hektar) b. Penambahan Pembuatan Peta Foto Skala 1:1.000 seluas 500 Hektar dan kelipatannya c. Pembuatan Peta Citra Skala 1:2.500 (minimal 10.000 hektar) d. Pembuatan Peta Garis Skala 1:1.000 (minimal 100 hektar)
Rp 25.000,00 per hektar Rp 5.000,00 per hektar Rp 75.000,00 per bidang
Rp 40.000,00 per hektar
Rp 200.000,00 per hektar Rp 150.000,00 per hektar Rp 50.000,00 per hektar Rp 120.000,00 per hektar
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 636 ]
Keterangan
No
e. Pembuatan Peta Garis Skala 1 : 2.500 (minimal 100 hektar) Jenis Pelayanan II. Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah dalam rangka Penetapan Batas 1. Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah a. Luas tanah sampai dengan 10 hektar b. Luas tanah lebih dari 10 hektar sampai dengan 1.000 hektar c. Luas tanah lebih dari 1.000 hektar 2. Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah Secara Massal
B.
Rp 100.000,00 per hektar Tarif/Rumus
Tu = (
L/500 x HSBKu ) + Rp. 100.000,00
Tu = ( L/10.000 x HSBKu ) + Rp. 134.000.000,00 75% dari tarif Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah 150% dari tarif Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah
4. Pelayanan Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi
30% dari tarif Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah
III. Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah, atau Ruang Perairan
300% dari tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah
Pelayanan Pemeriksaan Tanah
III. Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia B IV. Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah V. Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah untuk
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 637]
Tu : Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah dalam rangka Penetapan Batas
L : Luas tanah Tu = ( L/4.000 x HSBKu ) + Rp. 14.000.000,00 dimohon (m2)
3. Pelayanan Pengembalian Batas
I. Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A II. Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A untuk pemeriksaan tanah secara massal
Keterangan
Tpa = (L/500 x HSBKpa) + Rp350.000,00 Tpam = 1/5 x (L/500 x HSBKpa) + Rp350.000,00 Tpb = (L/100.000 x HSBKpb ) + Rp 5.000.000,00 Tpp = (L/500 x HSBKpp) + Rp350.000,00 Tpm = 1/5 x (L/500 x HSBKpm) +
yang
HSBKu : Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran yang berlaku untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan Tpa : Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A. HSBKpa : Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A Tpam : Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A untuk Pemeriksaan Tanah secara massal. Tpb : Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh
pemeriksaan tanah secara massal No
Rp350.000,00
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
VI. Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi C.
D.
Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya
Keterangan HSBKpb: Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan tanah oleh Panitia B untuk tahun berkenaan,
I. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Pertanian
Tkts = (( L+500)/0,020) + (3Tu x ¾) + Tph
II. Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Nonpertanian
Tkts = (( L+500)/0,004) + (3Tu x ¾ ) + Tph
Tpp: Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah.
I. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi
Tptil = (L/100.00 x HSBKpb) + Rp5.000.000,00
II. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan Lokasi
50% ((L/100.00 x HSBKpb) + Rp5.000.000,00)
HSBKpp: Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah untuk tahun berkenaan
Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan
III. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah E.
50% dari Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A
Panitia B
Tptip = (L/500 x HSBKpa) + Rp350.000,00
Pelayanan Pendaftaran Tanah I. Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali 1. Pelayanan Pendaftaran Penegasan Konversi atau Pengakuan Hak 2. Pelayanan Pendaftaran Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah untuk: a. Perorangan b. Badan Hukum
T = (2‰ x Nilai Tanah) + Rp100.000,00 Rp 50.000,00 per bidang
Rp 50.000,00 per bidang Rp. 100.000,00 per bidang
3. Pelayanan Pendaftaran Keputusan perpanjangan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak
Rp 50.000,00 per bidang
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 638 ]
HSBKpm : Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah untuk Pemeriksaan Tanah secara massal untuk tahun berkenaan Tpk : Tarif Pelayanan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi HSBKpk : Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh Petugas Konstatasi untuk
Pengelolaan No
tahun berkenaan Jenis Pelayanan
4. Pelayanan Pendaftaran Keputusan pembaruannHak Atas Tanah untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan 5. Pelayanan Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun a. Bersubsidi (berdasarkan penetapan Kementerian Negara Perumahan Rakyat) b. Non Subsidi 6. Pelayanan Pendaftaran Hak Guna Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah, dan Ruang Perairan 7. Pendaftaran Perubahan Hak: a. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik b. Hak Pakai menjadi Hak Guna Bangunan c. Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai d. Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
II. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
Tarif/Rumus Rp 50.000,00 per bidang
Rp 50.000,00 per unit Rp 100.000,00 per unit Rp 50.000,00 per bidang Rp 50.000,00 per bidang Rp 50.000,00 per bidang Rp 50.000,00 per bidang Rp 50.000,00 per bidang
T = (1‰ x Nilai Tanah) + Rp 50.000,00
1. Pelayanan pendaftaran pemindahan/ peralihan Hak Atas Tanah untuk Instansi Pemerintah dan badan hukum keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, Panti Asuhan dan Panti Jompo
Rp 50.000,00 per bidang
2. Pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Rp 50.000,00 per orang
3. Pemindahan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Rp 50.000,00 per orang
4. Pelayanan Pendaftaran Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Milik
Rp 50.000,00 per bidang
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 639]
Keterangan Tkts : Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya Tptpl : Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Penetapan Lokasi. Tptil : Tarif Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Lokasi
No
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
5. Pelayanan Pendaftaran Hak Tanggungan [Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)] dengan Nilai Hak Tanggungan: a. b. c. d. e.
sampai dengan Rp250.000.000,00 di atas Rp250 juta sampai dengan Rp1 Milyar di atas Rp1 Milyar sampai dengan Rp10 Milyar di atas Rp10 Milyar sampai dengan Rp1 Trilyun di atas Rp1 Trilyun
Rp 50.000,00 per bidang Rp 200.000,00 per bidang Rp 2.500.000,00 per bidang Rp 25.000.000,00 per bidang Rp 50.000.000,00 per bidang
6. Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan (Cessie, Subrogasi, Merger)
Rp 50.000,00 per bidang
7. Pelayanan Pendaftaran Hapusnya Hak atas Tanah dan Hak Milik Satuan Rumah Susun karena Pelepasan Hak
Rp 50.000,00 per bidang
8. Pelayanan Pendaftaran Pembagian Hak Bersama (tanpa ada pemecahan/pemisahan maupun memerlukan pemecahan/ pemisahan)
Rp 50.000,00 per bidang
9. Pelayanan Pendaftaran Perubahan Data Berdasarkan Putusan Pengadilan atau Penetapan Pengadilan
Rp 50.000,00 per bidang
10. Pelayanan Pendaftaran Pemisahan, Pemecahan, dan Penggabungan
Rp 50.000,00 per bidang
11. Pelayanan Pendaftaran Hapusnya Hak Tanggungan/Roya (termasuk roya parsial yang memerlukan pemisahan atau tidak)
Rp 50.000,00 per bidang
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 640 ]
Keterangan
12. Pelayanan Pendaftaran Perubahan Nama
Rp 50.000,00 per bidang
13. Pelayanan Penggantian Blanko Sertifikat (karena hilang/rusak atau penggantian blanko sertifikat model lama ke model baru)
Rp 50.000,00 per bidang
No
F.
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
14. Pelayanan Pencatatan Pemblokiran
Rp 50.000,00 per bidang
15. Pelayanan Pencatatan Lain sesuai ketentuan yang berlaku.
Rp 50.000,00 per bidang
Pelayanan Informasi Pertanahan I. Pelayanan Informasi Titik Koordinat
Rp 50.000,00 per titik
II. Pelayanan Data Global Navigation Satellite System (GNSS)/Continuously Operating Reference Stations (CORS) 1. Paket data harian
Rp 50.000,00 per pengguna/hari
2. Paket data bulanan
Rp 1.250.000,00 per pengguna/bulan
3. Paket data tahunan
Rp 13. 750.000,00 per pengguna/tahun
III. Pelayanan Peta Pertanahan dalam format multimedia dan format raster lainnya 1. Peta sampai dengan Skala 1:5.000 (minimal 25 hektar) 2. Peta dari Skala 1:10.000 sampai dengan 1:50.000 (minimal 4.000 hektar)
Rp 4.000,00 per hektar/tema Rp 100,00 per hektar/tema
IV. Pelayanan Informasi Nilai Tanah atau Kawasan 1.
Nilai Tanah atau Nilai Aset Properti
2.
Zonasi Nilai Tanah (minimum 50 hektar)
Rp 1.000,00 per hektar
3.
Nilai Ekonomi Kawasan (minimum 50 hektar)
Rp 1.000,00 per hektar
4.
Nilai Aset Kawasan (minimum 50 hektar)
Rp 1.000,00 per hektar
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 641]
Rp 50.000,00 per bidang
Keterangan
V. Pelayanan Peta Analisis Penatagunaan Tanah (Analisis Penggunaan Tanah, Ketersediaan Tanah, dan peta-peta lainnya)
No
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
1. Hitam putih a. Format A4
Rp 25.000,00 per lembar/wilayah
b. Format A3
Rp 40.000,00 per lembar/wilayah
c. Format A2
Rp 55.000,00 per lembar/ wilayah
d. Format A1
Rp 75.000,00 per lembar/ wilayah
e. Format A0
Rp 100.000,00 per lembar/ wilayah
2. Kertas Berwarna
3.
a. Format A4
Rp 75.000,00 per lembar/ wilayah
b. Format A3
Rp 90.000,00 per lembar/ wilayah
c. Format A2
Rp 110.000,00 per lembar/ wilayah
d. Format A1
Rp 135.000,00 per lembar/ wilayah
e. Format A0
Rp 175.000,00 per lembar/ wilayah
Digital dalam format multimedia a. Skala sama dengan atau lebih besar dari 1 : 10.000 b. Skala lebih kecil dari 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 50.000
Rp 350.000,00 per tema/wilayah
c. Skala lebih kecil dari 1 : 50.000 sampai dengan 1 : 100.000 d. Skala lebih kecil dari 1 : 100.000
Rp 275.000,00 per tema/wilayah
Rp 300.000,00 per tema/wilayah
Rp 250.000,00 per tema/wilayah
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 642 ]
Keterangan
VI. Pelayanan Informasi Data Tekstual/Grafikal 1.
Pengecekan Sertifikat
2.
Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
Rp 50.000,00 per SKPT
3.
Informasi Tekstual/Grafikal untuk Surveyor Berlisensi
Rp 50.000,00 per bidang
No G.
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
Pelayanan Lisensi I. Penilai Tanah II. Surveyor Berlisensi III. Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
H.
Rp 50.000,00 per sertifikat
Rp 250.000,00 per orang/usaha jasa penilaian Rp 250.000,00 per orang/usaha jasa perorangan Rp 250.000,00 per orang
Pelayanan Pendidikan I. Program Pendidikan Diploma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral untuk mahasiswa tahun akademik 2009/2010 1. Penyelenggaraan Pendidikan : a. Biaya Kuliah 1) Kuliah/Teori 2) Praktik b. Biaya Penunjang Pendidikan c. Biaya Ujian d. Biaya Wisuda e. Biaya Pengelolaan II. Program Pendidikan Diploma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral 1. Pendaftaran Calon Mahasiswa 2. Penyelenggaraan Pendidikan:
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 643]
Rp 20.000,00 per satuan kredit semester Rp 30.000,00 per satuan kredit semester Rp 50.000,00 per satuan kredit semester Rp 8.500,00 per satuan kredit semester Rp 250.000,00 per orang Rp 12.500,00 per satuan kredit semester
Rp 150.000,00 per orang
Keterangan
3. 4.
a. Kuliah 1) Teori 2) Praktek 3) Teori dan Praktik b. Ujian Wisuda Penunjang Kegiatan Pendidikan
No
Rp 30.000,00 per satuan kredit semester Rp 40.000,00 per satuan kredit semester Rp 70.000,00 per satuan kredit semester Rp 25.000,00 per satuan kredit semester Rp 300.000,00 per orang Rp 7.000.000,00 per orang/paket
Jenis Pelayanan
Tarif/Rumus
III. Program Pendidikan Diploma IV/Strata-1 Pertanahan 1.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
2.
Penyelenggaraan Pendidikan:
Rp 150.000,00 per orang
a. Kuliah
3.
1) Teori
Rp 40.000,00 per satuan kredit semester
2) Praktik
Rp 60.000,00 per satuan kredit semester
3) Teori dan Praktik
Rp 100.000,00 per satuan kredit semester
b. Ujian
Rp 60.000,00 per satuan kredit semester
Wisuda
Rp 500.000,00 per orang
4. Penunjang Kegiatan Pendidikan IV. Pendidikan Ketrampilan Pertanahan untuk Masyarakat (Non Institusional) 1.
Pendaftaran Calon Mahasiswa
Rp 150.000,00 per orang
1) Teori
Rp 30.000,00 per jam pelajaran
2) Teori dan Praktik
Rp 50.000,00 per jam pelajaran
a. Ujian 2.
Rp 6.000.000,00 per orang/tahun
Pelantikan
Rp 8.500,00 per jam pelajaran Rp 250.000,00 per orang
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 644 ]
Keterangan
3.
Penunjang Kegiatan Pendidikan
Rp 700.000,00 per orang/paket
V. Program Pendidikan Khusus Pejabat Pembuat Akta Tanah 1. 2.
No
Pendaftaran Calon Mahasiswa Penyelenggaraan Pendidikan: a. Kuliah 1) Teori 2) Teori dan Praktik Jenis Pelayanan
b. Ujian 3. Wisuda 4. Penunjang Kegiatan Pendidikan VI. Program Pendidikan Spesialis-1 Pertanahan 1. Pendaftaran Calon Mahasiswa 2. Penyelenggaraan Pendidikan: a. Kuliah 1) Teori 2) Praktik 3) Teori dan Praktik b. Ujian 3. Wisuda 4. Penunjang Kegiatan Pendidikan VII. Program Pendidikan Magister (Strata-2) Pertanahan 1. Pendaftaran Calon Mahasiswa 2. Penyelenggaraan Pendidikan: a. Kuliah 1) Teori 2) Praktik
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 645]
Rp 150.000,00 per orang
Rp 60.000,00 per satuan kredit kwartal Rp 90.000,00 per satuan kredit kwartal Tarif/Rumus Rp 50.000,00 per satuan kredit kwartal Rp 500.000,00 per orang Rp 2.000.000,00 per orang/paket Rp 150.000,00 per orang
Rp 60.000,00 per satuan kredit triwulan Rp 90.000,00 per satuan kredit triwulan Rp 150.000,00 per satuan kredit triwulan Rp 75.000,00 per satuan kredit triwulan Rp 500.000,00 per orang Rp 5.000.000,00 per orang/paket Rp 150.000,00 per orang
Rp 60.000,00 per satuan kredit semester Rp 90.000,00 per satuan kredit semester
Keterangan
I.
J.
3) Teori dan Praktik b. Ujian 3. Wisuda 4. Penunjang Kegiatan Pendidikan Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)/Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Nomor 5/Prk/1965 Pelayanan di Bidang Pertanahan yang berasal dari Kerjasama dengan Pihak Lain
Rp 150.000,00 per satuan kredit semester Rp 75.000,00 per satuan kredit semester Rp 500.000,00 per orang Rp 10.000.000,00 per orang/paket 25% (dua puluh lima persen) dari nilai tanah
Sebesar nilai nominal yang tercantum dalam dokumen kerjasama
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 646 ]
G. PEMBARUAN AGRARIA Pengelolaan administrasi pertanahan, karena menyangkut tanah sebagai sumber daya agraria, merupakan permasalahan yang krusial. Sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai Rahmat Tuhan yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia, merupakan kekayaan nasional yang wajib disyukuri sehingga harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Anggapan sementara
pihak
menyatakan
bahwa
pengelolaan
sumber
daya
agraria/sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan
kualitas
lingkungan,
ketimpangan
struktur
penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik.
Bertolak
dari
berbagai
pertimbangan
tersebut,
Majelis
Permusyawaratan Masyarakat dengan ketetapan nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Nopember 2001 telah menentukan arah kebijakan pembaruan agraria sebagai berikut : 1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor. 2. Melaksanakan pemanfaatan
penataan tanah
kembali
(landreform)
penguasaan, yang
pemilikan
berkeadilan
dan
dengan
memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat. 3. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. 4. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 647]
5. Memperkuat
kelembagaan
dan
kewenangannya
dalam
rangka
mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi. 6. Mengupayakan
dengan
sungguh-sungguh
pembiayaan
dalam
melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflikkonflik sumber daya agraria yang terjadi. Untuk menindaklanjuti Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut, Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi yang menangani masalah agraria telah berupaya untuk menyikapinya. Sebagai salah satu wujud nyata dari upaya tersebut, Kepala Badan Pertanahan Nasional telah menerbitkan berbagai keputusan sebagai pengejawantahan kebijakan di bidang pertanahan. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional yang lahir sebagai bagian dari upaya-upaya tersebut antara lain : 1. Intruksi Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2002 tentang Proses Pelayanan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional; 2. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 24 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar; 3. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara menjadi Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Landreform. H. KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN Pada tanggal 31 Mei 2003 terbit Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan. Dalam Keputusan Presiden tersebut ditegaskan bahwa: dalam rangka mewujudkan konsepsi, kebijakan dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan terpadu, serta pelaksanaan Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Badan Pertanahan Nasional melakukan langkah-langkah percepatan :
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 648 ]
1. Penyusunan Rancangan Undang-undang Penyempurnaan Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Rancangan Undang-undang tentang Hak Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan. 2. Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang meliputi : a. Penyusunan
basis
data
tanah-tanah
aset
negara/pemerintah/pemerintah daerah di seluruh Indonesia; b. Penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-government, ecommerce dan e-payment; c. Pemetaan kadasteral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk
menunjang
kebijakan
pelaksanaan
landreform
dan
pemberian hak atas tanah; d. Pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi, dengan mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi, dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional. Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan tersebut adalah : 1. pemberian ijin lokasi; 2. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; 3. penyelesaian sengketa tanah garapan; 4. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; 5. penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; 6. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; 7. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 649]
8. pemberian ijin membuka tanah; 9. perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. Kewenangan-kewenangan tersebut yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi, dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi yang bersangkutan.
Dalam
rangka
pelaksanaan
kewenangan-kewenangan
tersebut, BPN menyusun norma-norma dan/atau standardisasi mekanisme ketatalaksanaan, kualitas produk dan kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan, dan
diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan setelah ditetapkannya Keputusan Presiden ini. I.
TANAH TERLANTAR Negara memberikan hak atas tanah atau Hak Pengelolaan kepada Pemegang Hak untuk diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan serta dipelihara dengan baik selain untuk kesejahteraan bagi Pemegang Haknya juga harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Ketika Negara memberikan hak kepada orang atau badan hukum selalu diiringi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan surat keputusan pemberian haknya. Karena itu Pemegang Hak dilarang menelantarkan
tanahnya,
dan
jika
Pemegang
Hak
menelantarkan
tanahnya, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah mengatur akibat hukumnya yaitu hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan dan pemutusan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Dalam
Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar, yang termasuk dalam Obyek penertiban tanah terlantar meliputi meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya
atau
sifat
dan
tujuan
pemberian
hak
atau
dasar
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 650 ]
penguasaannya. Dan yang tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar adalah: 1. tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya; dan 2. tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Miik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Penertiban tanah terlantar dilakukan dengan tahapan : 1. inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi terlantar; 2. identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar; 3. peringatan terhadap pemegang hak; 4. penetapan tanah terlantar. J. STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN (SPOPP) Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat perlu adanya pedoman pelaksanaan pelayanan pertanahan yang didasarkan pada semangat pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam sebagai suatu kebijakan dalam sistem pelayanan pertanahan secara nasional. Ketentuan-ketentuan yang sudah ada saat ini belum mengatur secara menyeluruh dan rinci mengenai biaya, jangka waktu, dan persyaratan dalam pemberian pelayanan pertanahan. Oleh karena itu, diterbitkanlah Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional. SPOPP disusun dengan maksud sebagai penyempurnaan dari beberapa ketentuan yang mengatur masalah prosedur tata cara pelayanan pertanahan sebagimana pernah diatur sebelumnya, seperti dalam Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efisiensi dan Kualitas Pelayanan Masyarakat di Bidang [UDIN 2015 – PERTANAHAN - 651]
Pertanahan. Tujuan diterbitkannya SPOPP ini adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang mencerminkan adanya efisiensi,
keterbukaan,
kenyamanan
dan
akuntabilitas,
kepastian
dalam
kesederhanaan,
memperoleh
semua
keadilan, jenis-jenis
pelayanan pertanahan dengan mencantumkan hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan, biaya, dan jangka waktu penyelesaian pelayanan. SPOPP
merupakan pelaksanaan tugas dan fungsi pengaturan
pelayanan pertanahan di BPN, Kantor Wilayah BPN Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Untuk daerah-daerah tertentu, dengan pertimbangan adanya kendala faktor geografis dan transportasi ataupun faktor-faktor alam lainnya, sehingga jangka waktu pelaksanaan pelayanan pertanahan dikhawatirkan akan melebihi jangka waktu yang ditetapkan dalam SPOPP, maka Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi setempat dapat menetapkan jangka waktu yang rasional sesuai dengan kondisi dan situasi daerah yang bersangkutan. Apabila dalam dalam teknis pelaksanaan terdapat kendala yang menyangkut masalah biaya, maka tetap mengacu pada ketentuan yang sudah ada yaitu Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional. Dan apabila kendala yang dihadapi berkaitan dengan masalah biaya transportasi dan biaya upah minimum Regional Kabupaten/Kota dan Propinsi, maka harus dilakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Pemerintah Daerah Propinsi setempat. Unit Kerja di lingkungan BPN, Kantor Wilayah BPN Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan pelayanan pertanahan dengan sistem komputerisasi, penyesuaian/penggunaan serdasarkan
SPOPP
Sistem
mulai
Software
diberlakukan
Aplikasi
dengan
Pertanahan
tenggang
waktu
penyesuaian paling lama 9 bulan setelah ditetapkan, dengan maksud agar masing-masing komputerisasi
kantor yang
dapat
telah
menyesuaikan/memperbaharui
berjalan
dengan
sistem
sistem
komputerisasi
berdasarkan Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010.
[UDIN 2015 – PERTANAHAN - 652 ]
BAHASA INDONESIA I. Kebijakan Bahasa Indonesia Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia, baik di
intansi
pemerintah,
lembaga
pendidikan,
maupun
di
kalangan
masyarakat pada umumnya harus diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar. Sebagai bahasa nasional yang harus kita junjung, kedudukan bahasa Indonesia jeIas teIah terukir dalam butir-butir Sumpah Pemuda tahun 1928. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia terjamin dan terpelihara, seperti tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36. Oieh karena itu, usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal merupakan tanggung jawab bersama. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) Lambang kebanggaan nasional (2) Lambang jati diri (identitas) nasional (3) Alat persatuan berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya (4) Alat perhubungan antarbudaya antardaerah. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) Bahasa resmi kenegaraan (2) Bahasa pengantar resmi lembaga-lembaga pendidikan (3) Bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Pencanangan semboyan "Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar" dalam upaya pembinaan bahasa Indonesia mendapat tanggapan positif dari warga Indonesia. Semboyan yang sederhana, tetapi cukup berat [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 653]
dilaksanakan itu berisikan anjuran kepada masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik sesuai dengan lingkungan dan keadaan yang dihadapi dan benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Tujuan pembinaan bahasa Indonesia, antara Iain: (1) Menumbuhkan dan membina sikap bahasa yang positif (2) Meningkatkan kegairahan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar (3) Meningkatkan mutu serta disiplin penguasaan bahasa Indonesia dalam segenap lapisan masyarakat (HaIim, 1982). a. Sikap Positif terhadap Bahasa Indonesia Sikap positif terhadap bahasa Indonesia tidak berarti sikap kebahasaan yang kaku dan tertutup yang menuntut kemurnian bahasa Indonesia dan menutup bahasa Indonesia dari hubungan saling pengaruh dengan bahasa lain, yaitu bahasa daerah dan bahasa asing. Di Indonesia terdapat lebih kurang 400 bahasa daerah. Tiap-tiap bahasa daerah itu mempunyai daya hidup dan masih berfungsi sebagai sarana komunikasi antarwarga masyarakat bahasa itu. Di antara bahasa daerah itu ada beberapa bahasa yang diajarkan dan digunakan sebagai alat komunikasi dan bahasa pengantar di lembaga pendidikan tingkat dasar. Di samping itu, terdapat bahasa daerah yang diajarkan di lembaga pendidikan di tingkat menengah dan tingkat atas. Kenyataan lain yang harus diperhatikan adalah bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang kita akui dan kita perlukan untuk dapat berhubungan dengan bangsa Iain di dunia serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hal itu tentu saja berakibat bahwa pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia semakin bertambah besar. Namun, jika pengaruh itu dalam tingkat kewajaran tidak perlu dikhawatirkan, apaIagi jika hal itu merupakan pengaruh positif, yaitu pengaruh yang memperkaya bahasa Indonesia, baik dalam mutu maupun keIengkapannya. Apabila pengaruh bahasa Inggris atau bahasa asing Iainnya itu merupakan pengaruh yang negatif, yaitu pemakaian yang bukan didasarkan atas keperluan, [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 654 ]
melainkan untuk memberi kedudukan sosial tertentu perlu dicegah (HaIim,1982). b. Upaya Meningkatkan Kegairahan Penggunaan Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar Kita bukan hanya berbekal sikap positif terhadap bahasa Indonesia, melainkan harus memiliki keinginan dan kegairahan menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Dalam hubungan ini, kita hendaklah memahami benar pengertian penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan penggunaan bahasa Indonesia dengan benar.
II. Ejaan Bahasa Indonesia Jika kita berbicara mengenai ejaan dalam bahasa Indonesia, berarti kita berhadapan dengan bahasa tulis. Kita akan berhadapan dengan cara bagaimana menuliskan huruf, kata, dan menggunakan tanda baca. Jadi, masalah ejaan tidak ada kaitannya dengan lafal yang menjadi unsur terpenting dalam bahasa lisan. Pada saat ini bahasa Indonesia menggunakan ejaan yang disebut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan diresmikan pemakaiannya pada tanggaI 16 Agustus 1972 oIeh Presiden Soeharto. Namun, patut disadari bahwa masih banyak di antara para pemakai bahasa termasuk Anda yang melupakan kaidah itu. HaI itu dapat dilihat dalam pemakaian sehari-hari, seperti dalam buku, surat kabar, majalah, dan surat dinas. Ada pemakai bahasa yang beIum tahu persis kapan dituliskan serangkai dan kapan puIa dituliskan terpisah. PenjeIasan lebih lanjut tentang aturan ejaan itu dimuat dalam buku Pedoman
Umum
Ejaan
Bahasa
Indonesia
yang
Disempurnakan
(selanjutnya disingkat menjadi Pedoman Umum EYD). Buku pedoman itu berisi aturan-aturan mengenai: a. penggunaan huruf, b. penulisan kata, c. penulisan unsur serapan,dan d. tanda baca.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 655]
Berikut ini akan disajikan beberapa segi mengenai penerapan ejaan yang menyangkut pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan tanda baca. a. Penggunaan Huruf Kapital Dalam
Pedoman
Umum
Ejaan
Bahasa
Indonesia
yang
Disempurnakan terdapat beberapa kaidah peggunaan huruf kapital. Berikut ini disajikan beberapa hal yang masih perlu Anda perhatikan. 1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam menulis ungkapan yang berhubungan dengan hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan. MisaInya : Allah, Yang Mahakuasa, Quran, InjiI, BimbingIah hamba-Mu, Atas rahmat-Mu, dengan kuasa-Nya Perhatikan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama untuk menuliskan kata-kata, seperti imam, makmum, doa, puasa, dan misa. MisaInya : Mereka mengikuti misa di gereja itu. Ia menjadi imam masjid di kampungnya. 2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. MisaInya : Mahaputra
Yamin,
Haji
Agus
SaIim,
SuItan
Hasanuddin, Imam Hanafi Perhatikan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan jika tidak diikuti nama orang. MisaInya : H.B. Yassin juga mendapat gelar mahaputra. Ayahnya telah menunaikan ibadah haji tahun lalu. Sebagai seorang suItan, ia berwibawa sekaIi. 3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. MisaInya : Gubernur Fauzi Bowo (jabatan yang diikuti nama orang)
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 656 ]
Letnan KoIoneI SaIadin (pangkat yang diikuti nama orang) Gubernur Jawa Barat (jabatan yang diikuti nama tempat) Rektor Universitas Indonesia (jabatan yang diikuti nama tempat) Perhatikan, nama jabatan dan pangkat itu tidak ditulis dengan huruf kapital jika, tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. MisaInya : Siapa gubernur yang baru dilantik itu? Dia menjabat sebagai rektor selama 5 tahun. Paman saya berpangkat Ietnan jenderal. 4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. MisaInya : bangsa Indonesia, suku Baduy, bahasa Inggris Perhatikan penulisan yang berikut! mengindonesiakan kata-kata asing kesunda-sundaan, keinggris-inggrisan, kebeIanda-beIandaan Perhatikan yang dituliskan dengan huruf kapital hanya nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa, sedangkan kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil saja. MisaInya : bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa SpanyoI 5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. MisaInya : tahun Masehi, bulan Mei, hari Rabu, hari NataI, Perang Candu, Republik Indonesia 6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi. MisaInya : Teluk Jakarta, Asia Tenggara, Bukit Barisan, Sungai Kapuas, Danau Tondano, SeIat Karimata Akan tetapi, coba Anda perhatikan juga penulisan yang benar berikut ini!
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 657]
Dia berIayar sampai ke teluk., Jangan mandi di danau yang kotor., Mereka menyeberangi selat itu selama 2 hari. Kata teluk, danau, dan selat adalah kata umum, bukan kata khusus. Oleh karena itu, ketiga kata itu ditulis dengan huruf kecil. 7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan, dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi. MisaInya : Departemen Keuangan RI, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang Dasar 1945 Akan tetapi, coba Anda perhatikan juga penulisan yang benar berikut ini! Dia pegawai salah satu departemen. Menurut
undang-undang,
Saudara
dapat
dijatuhi
hukuman berat., Kata departemen dan undang-undang dasar ditulis dengan huruf kecil karena kata itu tidak diikuti nama. 8) Huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan. MisaInya : Dr. dr. S.E. B.A. M.Sc. Ny. Ir. M.A. S.H. M.B.A. Sdr. 9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. MisaInya : Kapan Bapak berangkat?., Atas kehadiran Ibu, kami ucapkan terima kasih., Surat Saudara sudah saya terima. Akan tetapi, coba Anda perhatikan juga penulisan yang benar berikut ini! Kita harus menghormati ayah dan ibu kita. Semua adik dan kakak saya sudah berkeIuarga. Perhatikan juga penulisan kata sapaan yang diikuti nama jabatan. Kami sedang menunggu Pak Dosen. Rumah Pak Lurah terletak di tengah-tengah desa.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 658 ]
Menurut keterangan Bu Dokter, penyakit saya tidak parah. 10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti orang ke-2 (Anda) MisaInya : Tahukah Anda bahwa gaji pegawai negeri akan naik? Apakah kegemaran Anda? b. Penggunaan Huruf Miring 1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan misalnya : Majalah Bahan dan Sarana sangat digemari para pengusaha. Sudahkah Anda membaca
buku Organisasi
dan
Kepegawaian? Surat kabar Suara dapat merebut hati pembacanya. 2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing misalnya : Nama latin untuk buah manggis adalah Garcinia mangostana. 3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau keIompok kata. misalnya : Huruf pertama kata abad ialah a. Sebenamya, bukan saya yang harus mengerjakan hal itu, tetapi dia. c. Penulisan Kata 1) Penulisan Gabungan Kata Kaidah
penulisan
gabungan
kata
adalah
sebagai
berikut.
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Contoh:
tanda tangan, rumah sakit, tata surya, terima kasih, kereta api, juru tulis, duta besar, tidak adil, terus terang, kerja sama, dan uji coba
Akan tetapi, harus Anda perhatikan kaIau gabungan kata itu hanya mendapat awalan atau hanya akhiran, awalan atau akhiran itu [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 659]
dituliskan serangkai dengan kata yang dekat dengannya. Kata lainnya yang merupakan unsur gabungan itu tetap dituliskan terpisah dan tidak diberi tanda hubung. Perhatikan contoh berikut ini! berterima kasih, hancur leburkan, bertanggung jawab, berterus terang, sebar luaskan, bertanda tangan, tanda tangani, menganak sungai,, bekerja sama, menyebar luas, uji cobakan Selanjutnya,
harus
Anda
perhatikan
kaIau
gabungan
kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, penulisannya harus serangkai, tidak diberi tanda hubung. Perhatikan contoh berikut ini! persepakboIaan,
penandatanganan,
menggarisbawahi,
pertanggungjawaban,
menghancurleburkan, menandatangani, diserahterimakan,
diujicobakan,
mengambinghitamkan, ditandatangani,
dibudidayakan,
menyebarIuaskan, mencampuradukkan,
kesimpangsiuran. 2) Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata Mari kita perhatikan contoh berikut! Bumiputra, saputangan, belasungkawa, sukacita, barangkali, sukarela,
beasiswa,
sekaligus,
daripada,
segitiga,
darmabakti, padahal, halalbihalal, matahari, kasatmata 3) Gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti penuh, unsur itu hanya muncuI dalam kombinasinya. Perhatikan contoh berikut ini! Caturtunggal, nonmigas, tunanetra, nonteknis, tunawisma, antarkota, saptakrida, pascasarjana, dwiwama, pascabedah, narapidana,
mahabijaksana,
multilateral,
mahatahu,
subseksi, perilaku, subbagian, Selanjutnya, perhatikan gabungan kata berikut ini!
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 660 ]
Jika unsur terikat itu diikuti oIeh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur itu diberi tanda hubung. Perhatikan contoh berikut! non-Indonesia, antar-SMA, KTP-nya Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya, yang berupa kata dasar. Namun, jika unsur berikutnya kata berimbuhan, penulisan maha dan peri terpisah. Perhatikan contoh berikut ini! Maha Pengasih, peri keadilan, Maha Pemurah, peri kemanusiaan Akan tetapi, perlu Anda perhatikan jika unsur maha diikuti esa, waIaupun esa berupa kata dasar, kata itu tetap dituliskan terpisah. Perhatikan contoh berikut ini! Maha Esa d. Penulisan Kata Ulang Kata ulang dituliskan dengan menggunakan tanda hubung di antara kedua unsurnya. Penulisan kata ulang ada bermacam-macam. 1) Pengulangan kata dasar MisaInya:
anak-anak, undang-undang
2) Pengulangan kata berimbuhan MisaInya:
berkejar-kejaran, didorong-dorong
3) Pengulangan gabungan kata MisaInya:
meja - meja tulis, kereta - kereta api cepat
4) Pengulangan kata yang berubah bunyi MisaInya:
sayur – mayur, bolak - balik
e. Penulisan Kata Depan Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. MisaInya: di rumah, ke rumah, dari rumah, di mana, ke mana, dari mana, di antara, di sini, ke sini, dari sini, di samping, ke samping, dari samping, di muka, ke muka, dari muka [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 661]
Akan tetapi, perhatikan awalan di- dan ke- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. MisaInya: dibaca, dilaporkan, ketujuh, kekasih f.
Penulisan Partikel Dalam bahasa Indonesia terdapat Iima macam partikel, yaitu lah, kah, tah, per, dan pun. 1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. MisaInya:
Kuncilah pintu itu jika Saudara akan pergi! Apakah Anda karyawan Departemen Keuangan?
2) Partikel per yang berarti 'tiap-tiap', 'demi', dan 'muIai' ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahuIui dan mengikutinya. per meter Rp50.000,00, satu per satu turun, per 1
MisaInya:
Januari Sebaliknya, per pada bilangan pecahan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. MisaInya:
empat pertiga, dua perempat
3) Partikel pun Partikel pun yang sudah dianggap padu benar ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. MisaInya:
walaupun, bagaimanapun,
meskipun, kendatipun,
biarpun, maupun,
adapun, sekalipun,
sungguhpun Partikel pun yang ditulis seteIah kata benda, kata sifat, kata kerja, dan kata bilangan, dituliskan terpisah. Pun seperti itu merupakan kata utuh. Perhatikan contoh dalam kalimat berikut! Apa pun yang dikerjakannya, ia selalu gembira. Hijau muda pun tidak masalah, asal hijau. Bekerja pun enak jika udara sejuk. Satu pun beIum saya terima suratnya. g. Penulisan Angka dan Lambang Bilangan [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 662 ]
1) Lambang bilangan dituliskan dengan angka jika berhubungan dengan ukuran (panjang, Iuas, isi, berat), satuan waktu, nilai uang, atau yang dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, dan ruangan pada aIamat yang bukan pada dokumen resmi. Contoh: 5 cm, 20 m, 21 l, 35 kg, 3 jam, Rp5.000,00, Jalan Rereng I, Nomor 43 2) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata dituliskan dengan huruf, sedangkan yang dinyatakan lebih dari dua kata dituliskan dengan angka. Contoh: Selama seminggu calon pegawai yang mendaftar ke Departemen Keuangan berjumlah seribu orang. 3) Bilangan dalam perincian juga dituliskan dengan angka waIaupun jika ditulis dengan huruf hanya terdiri atas satu atau dua kata. Contoh: Menurut catatan, pegawai yang diterima di Departemen Keuangan berjumlah 100 orang, 20 orang untuk Direktorat Jenderal Pajak, 30 orang untuk Direktorat Anggaran, dan 50 orang untuk Direktorat JenderaI Bea dan Cukai. 4) Lambang bilangan yang jika dituliskan dengan huruf terdiri atas satu atau dua kata pada awal kalimat dituliskan dengan huruf. Contoh: Lima
belas
orang
pegawai
Departemen
Keuangan
memperoIeh piagam dari pemerintah. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga lambang bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada awal kalimat. Contoh: Sebanyak 35
orang
ditahan dalam
kerusuhan
itu,
sedangkan 5 orang diizinkan pulang. 5) Bilangan yang terdapat dalam dokumen resmi, seperti akta, kuitansi, dan cek dapat menggunakan angka dan huruf sekaligus. Contoh: TeIah dijual tanah seIuas 3.000 (tiga ribu) meter dengan harga Rp40.000.000,00 (empat puIuh juta rupiah). Namun, di luar dokumen resmi, bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 663]
Contoh: Pegawai di kantor kami berjumlah empat ratus orang. Kata bilangan tingkat dapat dituliskan sebagai berikut. Contoh: Paku Buwono X, Paku Buwono ke-10, Paku Buwono kesepuIuh, Abad XX, Abad ke-20, Abad kedua puIuh, Tingkat I, Tingkat ke-I, Tingkat kesatu (pertama) Kata bilangan yang mendapat akhiran -an ditulis sebagai berikut. Contoh: tahun 50-an, uang 5000-an Berdasarkan cara masuknya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi dua goIongan, yaitu: unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Untuk keperluan itu, teIah diusahakan ejaan asing hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesia masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. h. Penulisan Unsur Serapan Penulisan unsur serapan yang benar adalah Advokat, akhir, akhlak, aktif, aktivitas, analisis, menganalisis, penganalisisan, apotek, asas, asasi, atlet, atmosfer, definisi, deskriptif, efektif, esai, kuitansi, likuidasi, manajemen, manajer, masyarakat, massa, metode, motivasi, nasihat, November, objek, organisasi, persen, persentase, produksi, produktif, produktivitas, Februari, fisik, formal, frekuensi, hakikat, hierarki, hipotesis, ideaI, ijazah, ikhlas, ikhtiar, impor, insaf, intensif, itikad, izin, jadwal, jenderal, kaidah, karier, karisma, kategori, khotbah, klasifikasi, kompleks, konduite, konsinyasi,
konfrontasi, kongres, konkret, konsekuensi,
koordinasi,
dikoordinasi,
profesi,
proklamasi,
memproklamasikan, psikis, psikologi, rasional, rezeki, risiko, sah, sahih, saraf, sintesis, sistem, sistematika, sistematis, spiritual, standar, standardisasi, struktural, subjek, teknik, teknisi, teknologi, teladan, teleks, telepon, teori, teoretis, terampil, terap, terjemah, tradisional,
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 664 ]
transpor, kreativitas, kualifikasi, kualitas, kuorum, transportasi, unit, wujud, zaman i.
Tanda Baca 1) Tanda Titik (.) a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. MisaInya:
Ibu tinggal di Bandung. Biarlah mereka duduk di sana.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. MisaInya:
Rahadyan P. N. Paramesti
c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan. MisaInya:
Dr. (Doktor)
Ir. (insinyur)
S.E. (sarjana ekonomi)
S.H. (sarjana hukum)
S.S. (sarjana sastra)
M.Sc. (master of science)
M.B.A. (master of business administration) d. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau Iebih hanya dipakai satu tanda titik. MisaInya:
a.n. (atas nama)
d.a. (dengan alamat)
u.b. (untuk beliau)
u.p. (untuk perhatian)
dkk. (dan kawan-kawan)
dll. (dan lain-lain)
dsb. (dan sebagainya)
dst. (dan seterusnya)
e. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. MisaInya: II. Departemen Keuangan A. Direktorat Jenderal Pajak B. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 1. Patokan Umum 1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 665]
1.2.1 Gambar Tangan 1.2.2 Tabel 1.2.3 Grafik f. Tanda tiik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 Iewat 35 menit 20 detik)
g. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. MisaInya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
h. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah. MisaInya:
Ia lahir pada tahun 1970 di Surabaya. Lihat haIaman 2345 dan seterusnya.
i. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan yang terdiri atas hurufhuruf awal kata atau suku kata, atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim yang sudah diterima oIeh masyarakat. MisaInya:
MPR (MajeIis Permusyawaratan Rakyat), UUD (Undang-undang
Dasar),
WHO
(WorId
HeaIth
Organization), ormas (organisasi massa), sekjen (sekretaris jenderal), tiIang (bukti pelanggaran), rapim (rapat pimpinan) j. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang. Misalnya:
cm (sentimeter), l (liter), kg (kilogram), Rp (rupiah)
k. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya Misalnya:
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 45)
l. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat penerima surat Misalnya:
21 Juli 2009, Yth. Sdr. Rani, Jalan Tanjung 26, Jakarta
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 666 ]
2) Tanda Koma (,) a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan Misalnya:
Saya membeli kertas, pensil, dan buku.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan. MisaInya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimat MisaInya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
d. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat MisaInya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan kata penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. MisaInya:
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. Jadi, soalnya tidaklah semudah itu
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, pasal L dan M) MisaInya:
Kata ibu, “Saya gembira sekali”. “Saya gembira sekali,” kata ibu, “karena kamu lulus.”
g. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat (ii) bagianbagianalamat (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan Misalnya:
Sdr. Amirudin, Jalan Cempaka 12, Jakarta
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 667]
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta. Medan, 27 Mei 2013 Jakarta, Indonesia h. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka MisaInya:
Arifin, E. Zaenal. 2003. Bahasa yang Lugas dalam Laporan Teknis. Jakarta: Akademi Pressindo.
i. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk membedakan dari singkatan nama keIuarga atau marga. MisaInya:
M. Syukur, S.E. Bambang, S.H., M.A.
j. Tanda koma dipakai di muka angka persepuIuhan dan di antara rupiah dan sen dalam bilangan. MisaInya:
23,12 m Rp 3.000,00 (Lambang Rp tidak diberi titik)
k. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi. MisaInya:
Guru saya, Bu Ani, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang makan sirih. Seorang peserta, selaku wakiI kelompoknya, maju cepatcepat.
l. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan Iangsung tersebut berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru dan mendahuIui bagian Iain dalam kalimat itu. MisaInya:
"Di mana Saudara tinggal? " tanya Karim.
3) Tanda Titik Koma (;)
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 668 ]
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. MisaInya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menonton televisi; Saya sendiri asyik mendengarkan lagu.
4) Tanda Titik Dua (:) a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. MisaInya:
Yang kita butuhkan sekarang ialah barang-barang berikut: kursi, meja, dan Iemari. FakuItas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerIukan pemerian. MisaInya:
Ketua : Rahadyan P. Sekretaris : A.N. Paramesti
c. Tanda titik dua tidak dipakai kaIau rangkaian atau pemerian itu merupakan peIengkap yang mengakhiri pemyataan. MisaInya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan Ekonomi Umum dan jurusan Ekonomi Perusahaan.
5) Tanda Hubung (-) a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oIeh pergantian baris. MisaInya:
... ada cara ba- ru juga
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 669]
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris atau pangkaI baris. Misalnya:
memenuh-i
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: ... cara baru mengukur panas. ... cara baru mengukur kelapa. ... alat pertahanan yang baru. Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkaI baris. c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. MisaInya:
kemerah-merahan, tukar-menukar
d. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjeIas hubungan bagian-bagian ungkapan. Bandingkan: tiga-puluh dua-pertiga (30 2/3) tiga-puluh-dua pertiga (32/3) e. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimuIai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan -an, dan (d) singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata. MisaInya:
se-Indonesia, se- Jawa Barat, tahun 50-an, KTP-nya
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. MisaInya:
di-charter, pen-tackle-an,
6) Tanda Pisah (--) a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjeIasan khusus di Iuar bangun kalimat.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 670 ]
MisaInya:
Kemerdekaan
bangsa
itu—saya
yakin
akan
tercapai—diperjuangkan oIeh bangsa itu sendiri. b. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggaI yang berarti 'sampai dengan' atau di antara dua nama kota yang berarti 'ke', atau 'sampai'. MisaInya:
1905—1945, tanggaI 10—14 Juni 2012, Jakarta—Denpasar
7) Tanda Petik ("...") a. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat. MisaInya:
Bacalah “Penulisan Kata” dalam buku Pedoman Umum
Ejaan
Bahasa
Indonesia
yang
Disempurnakan! b. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus. MisaInya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "si Hitam".
8) Tanda Petik Tunggal ('...') Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing. MisaInya: rate of inflation 'laju infIasi'. 9) Tanda Garis Miring (/) a. Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat. Misalnya: No. 5/ND/2012 b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat. MisaInya: Mahasiswa/mahasiswi, harganya Rp10.000,00/lembar Jalan Mahoni II/3
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 671]
III. Bentuk Dan Pilihan Kata Yang Tepat Pilihan kata merupakan unsur yang sangat penting, baik dalam bidang karang-mengarang maupun dalam percakapan seharl-harl. Pilihan kata adalah mutu dan kelengkapan kata ang dikuasai seseorang. Dengan penguasaan pilihan kata, orang mampu menggunakan secara tepat dan cermat berbagai perbedaan dan persamaan makna kata sesuai dengan tujuan dan gagasan yang akan disampaikan. Di samping itu, pemakai bahasa juga mampu memperoleh bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki pembaca dan pendengar. Pada saat menggunakan kata kata itu harus dimiliki syarat-syarat sebagai berikut: (1) tepat. (2) benar. (3) lazim. a. Tepat Yang
dimaksud
dengan
tepat
adalah
bahwa
kata
itu
dapat
mengungkapkan gagasan secara cermat. Contoh: pilihan kata yang tidak tepat terdapat dalam kalimat berlkut. Becak itu dibuat dari mantan motor. Kami ingin memberitahukan kepada Ibu bahwa kami tidak masuk kantor hari ini karena sakit. Rapat diadakan pada hari Jumat, tanggal 17 September 2009 jam 10.00. Contoh: pilihan kata yang tepat: Becak itu dibuat dari bekas motor. Saya ingin memberitahukan kepada Ibu bahwa saya tidak masuk kantor hari ini karena sakit. Rapat diadakan pada hari Jumat, tanggal 17 September 2009 pukul 1O.OO. b. Benar Pilihan kata itu harus benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Contoh: pilihan kata yang salah terdapat dalam kalimat berikut.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 672 ]
Sari telah merubah jadwal pelajaran. Pengrusak gedung itu telah ditangkap polisi. Siapakah yang mengkelola administrasi perusahaan itu? Pirsawan televisi tidak pernah melewatkan siaran Dunia dalam Berita. Kata merubah, pengrusak, mengkelola, dan pirsawan tidak dibentuk secara benar. Bentuk yang benar adalah mengubah, perusak, mengelola, dan pemirsa. c. Lazim Lazim berarti bahwa kata yang dipakai adalah dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat. Kata meninggal, mati, dan wafat, berarti 'tidak hidup', hilang nyawanya. Ketiga kata itu mempunyai kelaziman masing-masing. Contoh: Hal yang lazim
Ayahnya telah meninggal di tempat tugas.
Hewan peliharaannya mati mendadak. Hal yang tidak lazim
Ayahnya telah mati.
Ayam peliharaannya telah meninggal.
1) Arti Tersurat dan Arti Tersirat Pemilihan kata itu berdasarkan keperluan kita. Kata dalam arti tersurat adalah kata dalam arti yang wajar, yaitu sesuai dengan arti yang disandangnya, tanpa tambahan arti. Contoh: Telinga kanannya berdarah terkena kawat durl. Pak Jasmin berdinas ke Surabaya. Segerombolan kijang melintasi padang rumput. Kata dalam arti tersirat adalah kata yang mempunyai sejumlah pertalian pikiran yang dapat menimbulkan berbagal nilai rasa. Contoh: Mereka mempunyai banyak telinga sehingga segala sesuatu yang kami bicarakan sampai kepada mereka. Anggota gerombolan itu telah dapat ditangkap tentara kita.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 673]
Pejabat harus dapat membaca situasi dengan cermat. 2) Pembentukan Kata Pilihan kata yang baik juga ditentukan oleh pilihan bentuk kata yang benar. Dalam pembentukan kata, hal yang perlu Anda perhatikan adalah sebagai berikut: a) Jika imbuhan me- ditambahkan pada kata dasar yang dimulai dengan konsonan s, p, t, dan k, konsonan tersebut luluh. Contoh:
me- + saring
= menyaring
me- + pukul
= memukul
me- + tarl
= menari
me- + karang
= mengarang
me- + taat + -i
= menaati
me- + sukses + -kan
= menyukseskan
me- + target + -kan
= menargetkan
me- + terjemah + -kan
= menerjemahkan
b) Jika imbuhan me- ditambahkan pada kata dasar yang bersuku satu, bentuk me- berubah menjadi menge-. Contoh:
me- + bom
= mengebom
me- + cek
= mengecek
c) Konsonan rangkap pada awal kata tidak luluh jika ditambah imbuhan me-. Contoh:
me- + kritik
= mengkritik
me- + proses
= memproses
me- + klasifikasi
= mengklasifikasi
me- + syukur + -i
= mensyukuri
d) Akan tetapi, imbuhan me- jika ditambahkan pada kata dasar yang dimulai dengan konsonan c, konsonan itu tidak luluh. Contoh:
me- + cuci
= mencuci
me- + cinta + -i
= mencintai
me- + cicil
= mencicil
me- + colok
= mencolok
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 674 ]
3) Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia Dalam
pemakaian
sehari-hari
kadang-kadang
orang
salah
menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia. Bentuk jamak yang benar dilakukan dengan cara berikut ini. a. Bentuk jamak dengan mengulang kata yang bersangkutan Contoh: anak-anak, kursi-kursi, mobil-mobil b. Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan Contoh: beberapa kursi, semua anak, lima mobil, tujuh motor c. Bentuk jamak dengan menambah kata bantu jamak Contoh: para undangan, daftar kata d. Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang Contoh: kami, kita, kalian, dan mereka 4) Ungkapan Idiomatik Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsumya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua kata yang dapat memperkuat pilihan kata atau diksi di dalam tulisan. Contoh pemakaian ungkapan idiomatik: Menteri Keuangan bertemu dengan Presiden RI kemarin. Selain itu, ada beberapa kata yang berbentuk seperti itu. sehubungan dengan, sesuai dengan, berhubungan dengan, bertepatan dengan, sejalan dengan Ungkapan idiomatik Iain yang perlu Anda perhatikan ialah sebagai berlkut: terdiri atas, terjadi dari, disebabkan oleh, berbicara tentang, dan bergantung pada. Beberapa Contoh Pemakaian Kata Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak sama penggunaannya. Kata tiap-tiap harus diikuti oleh kata benda, sedangkan kata masing-masing tidak boleh diikuti oleh kata benda. Contoh: Tiap-tiap kelas terdiri atas empat puluh orang.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 675]
Tiap-tiap peserta akan mendapat honorarium masingmasing berjumIah Rp 50.000,00. Penggunaan kata dan lain-lain harus dipertimbangkan secara cermat. Kata dan lain-lain sama kedudukannya dengan seperti, antara Iain, dan misalnya. Contoh: Pembuatan peraturan itu harus melibatkan ahli kesehatan, ahli kependudukan, pemilik industri, dan Iain-Iain. Pembuatan peraturan itu harus melibatkan, antara Iain ahli kesehatan, ahli kependudukan, dan pemilik industri. Penggunaan kata pukul dan jam harus dilakukan secara tepat. Kata pukul menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu. Contoh: Pelatihan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Naskah Dinas berlangsung selama 8 jam, yaitu dari pukul 8.00 s.d. 16.00. Kata sesuatu dan suatu harus digunakan secara tepat. Kata sesuatu tidak diikuti oleh kata benda, sedangkan kata suatu harus diikuti oleh kata benda. Contoh: Ia sedang mencari sesuatu di ruangan ini. Pada suatu waktu kakak saya datang dengan wajah berseri-seri. Kata dari dan daripada tidak sama penggunaannya. Kata dari digunakan untuk menunjukkan asal, baik orang, benda, bahan, arah maupun jarak waktu. Contoh: Saya mendapat tugas dari atasan saya. Ia datang dari Bandung. Dari kecil dia sudah tampak kecerdasannya. Kata daripada berfungsi membandingkan. Contoh: Ruang Anggrek lebih luas daripada Ruang Mawar.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 676 ]
IV. Kalimat Dan Paragraf Orang berbahasa tidak menggunakan kata-kata secara lepas, tetapi dengan merangkainya menjadi bentuk untaian kata yang mengungkapkan pikiran utuh. Untaian kata yang mengungkapkan pikiran secara utuh itu disebut kalimat. Contoh kalimat:
Diklat Ujian Dinas I baru saja berakhir.
Bahkan, hasil Ujian Dinas I itu sudah diumumkan.
Sekarang ia menjabat sebagai Kepala Subbagian Perlengkapan di instansinya. Kebenaran sebuah kalimat, selain ditentukan oleh keutuhan unsur-
unsur pikiran, ditentukan juga oleh: kelugasan penyusunan (tidak rancu), kebenaran urutan katanya, ketepatan pemakaian kata penghubung atau perangkainya, kecermatan memilih katanya,
kebenaran menggunakan
bentuk katanya. a. Kalimat Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek dan predikat. Kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, pernyataan itu tidak dapat disebut kalimat. 1) Jenis-Jenis Kalimat Jenis kalimat dapat dibagi berdasarkan beberapa hal seperti berikut. Kalimat dapat dibagi atas dua jenis, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk. a. Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Contoh kalimat tunggal: Dia bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Predikat kalimat ini adalah bekerja Mereka makan dan minum di warung itu. sedangkan predikat kalimat ini adalah makan dan minum (predikat jamak).
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 677]
b. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk dapat dibagi atas dua jenis: kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri atas dua kalimat
tunggal
yang
bersifat
setara
atau
sama
kedudukannya. Contoh: a) Ibu menulis dan ayah membaca. b) Saya menawarkan tugas itu, tetapi dia menolak. Kalimat majemuk tidak setara (bertingkat) terdiri atas satu kalimat yang bebas (klausa bebas) dan satu kalimat yang tidak bebas (klausa terikat). Contoh: a) Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal) b) Mereka masih mengacaukan data komputer. (tunggal) c) Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka masih dapat mengacaukan data komputer itu. 2) Kesalahan Kalimat Dalam kenyataan masih banyak pemakai bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis, yang salah menatanya. Kesalahan kalimat itu, antara lain disebabkan oleh: a. Penulisan Kalimat yang Tidak Utuh Yang tergolong ke dalam jenis kesalahan seperti ini adalah kalimat yang menghilangkan salah satu atau beberapa bagian kalimat yang kehadirannya wajib atau menentukan kelengkapan kalimat itu. Contoh: Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama. Kegagalan proyek itu karena perancangan yang tidak mantap. Yaitu mobil yang khas rakitan Indonesia. [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 678 ]
Jika kalimat diatas kita perbaiki menjadi kalimat yang utuh, kalimat-kalimat itu kita ubah menjadi: Dalam musyawarah itu mereka menghasilkan lima ketetapan yang harus dipatuhi bersama. Kegagalan proyek itu terjadi karena perencanaan yang tidak mantap. Mobil yang dipamerkan itu termasuk mobil yang khas, yaitu mobil yang khas rakitan Indonesia. b. Penulisan Kalimat yang Rancu Kesalahan kalimat seperti itu dimungkinkan karena penulis (pemakai bahasa) mengacaukan dua macam pengungkapan kalimat atau lebih. Misalnya: Meskipun negara itu merupakan penghasil kapas nomor satu di dunia, tetapi harga tekstil untuk keperluan rakyatnya sangat tinggi. Agar tidak rancu, kalimat itu diubah sebagai berikut. Meskipun negara itu merupakan penghasil kapas nomor satu di dunia, harga tekstil untuk keperluan rakyatnya sangat tinggi. Negara itu merupakan penghasil kapas nomor satu di dunla, tetapi harga tekstil untuk keperluan rakyatnya sangat tinggi. c. Pemakaian Keterangan yang Tidak lengkap Contoh yang salah: Memenuhi permintaan Saudara, bersama ini kami kirlmkan sebuah daftar harga terbitan kami. Contoh yang benar: Bersama ini kami kirimkan sebuah daftar harga terbitan kami untuk memenuhi permintaan Saudara. Untuk memenuhi permintaan Saudara, bersama ini kami kirimkan sebuah daftar harga terbitan terbaru. d. Kesalahan Urutan Kata
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 679]
Kesalahan penulisan kalimat dapat juga terjadi karena urutan katanya tidak sesuai dengan kaidah kalimat bahasa Indonesia. Contoh yang salah: Saya telah selesaikan semua pekerjaan saya ini hari. Contoh yang benar: Telah saya selesaikan semua pekerjaan saya hari ini. e. Kesalahan Pemakaian Kata dan Ungkapan Penghubung Yang dimaksud dengan kata atau ungkapan penghubung dalam pembicaraan ini ialah semua kata atau ungkapan yang digunakan
oleh
penulis
(pemakai
bahasa)
untuk
menghubungkan bagian-bagian kalimat atau menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang Iain. Kata penghubung antarbagian kalimat yang lazim dipakai dalam penulisan kalimat antara Iain kata dan, atau, tetapi, ketika, jika, asalkan, agar, supaya, meskipun, sebagai, sebab, karena, dan bahwa. Pemakaian kata penghubung antarbagian kalimat dapat dilihat pada contoh berikut. Bu Sri seorang pegawai teladan dan anak-anaknya pun pandai-pandai pula. Pak Handoko tidak masuk kantor hari ini karena sakit. Ungkapan penghubung yang berfungsi menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang Iain tidak banyak jumlahnya. Yang lazim dipakai dalam bahasa Indonesia antara lain (oleh karena itu, namun, kemudian, setelah itu, bahkan, selain itu, sementara itu, walaupun demikian, dan sehubungan dengan itu). Contoh pemakaiannya dapat dilihat seperti di bawah ini. Pembangunan di bidang pariwisata terus ditingkatkan. Oleh karena itu, kehadiran wisatawan asing di Indonesia setiap tahun terus bertambah. Musim kemarau tahun ini di desa kami sangat Iama. Walaupun demikian, berkat pemasangan sumur pompa bahaya kekeringan dapat diatasi. [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 680 ]
Contoh yang salah: Saya tidak sependapat dengan mereka, namun demikian saya tidak akan menentangnya. Amara anak yang tergolong pandai di sekolahnya bahkan ia pernah menjadi juara pertama. Contoh yang benar: Saya tidak sependapat dengan mereka. Namun, saya tidak akan menentangnya. Amara anak yang tergolong pandai di sekolahnya. Bahkan, ia pernah menjadi juara pertama f. Kesalahan Pemakaian Kata Depan Contoh kalimat yang salah: Kegiatan itu kami laksanakan berdasarkan arahan daripada Menteri Keuangan Republik Indonesia. Bagi warga desa yang berminat mendapatkan kredit bank harap mendaftarkan namanya di kantor kelurahan. Saya mengharapkan Saudara untuk hadir dalam rapat itu. Pembinaan hukum di Indonesia harus dilaksanakan dengan berlandaskan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dengan pandangan itu dapat menerapkan program keluarga berencana di desa ini. Contoh kalimat yang benar: Kegiatan itu kami laksanakan berdasarkan arahan Menteri Keuangan Republik Indonesia Warga desa yang berminat mendapatkan kredit bank harap mendaftarkan namanva di kantor kelurahan. Saya mengharapkan Saudara hadir dalam rapat itu. Pembinaan
hukum
di
Indonesia
harus
dilaksanakan
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pandangan
itu
dapat
berencana di desa ini. [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 681]
menerapkan
program
keluarga
g. Kesalahan Pemakaian Bentuk Kata Kebenaran suatu kalimat tidak hanya ditentukan oleh keteraturan bagian-bagiannya sebagai satuan pembentuk kalimat, tetapi juga ditentukan oleh bentuk dan pilihan kata yang mengisi bagianbagian itu. Kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kekurangtepatan memilih bentuk kata, dalam kenyataannya, masih sering dijumpai seperti tampak dalam kalimat berikut. Dengan sangat menyesal, kami tidak dapat memenuhi permintaan Anda karena persediaan barang kami sudah habis. (Bentuk yang benar adalah sediaan, bukan persediaan) Semua langganan Bapak saya layani dengan baik. (Bentuk yang benar adalah pelanggan, bukan langganan) Pemutaran roda itu harus tetap pada porosnya. (Bentuk yang benar adalah perputaran karena bentuk ini diangkat dari berputar, bukan memutarkan) Bahasa Indonesia adalah pemersatu bangsa dalam usaha menyatukan bangsa Indonesia. (Bentuk
yang
benar
adalah
mempersatukan,
bukan
menyatukan, mempersatukan berkorelasi dengan bersatu) Dalam bahasa Indonesia terdapat serangkaian kata yang proses pembentukannya menunjukkan keteraturan, misalnya dalam pembentukan kata berlkut. tulis menulis penulis penulisan tulisan pilih memilih pemilih pemilihan pilihan buat membuat pembuat pembuatan buatan serang menyerang penyerang penyerangan serangan simpul menyimpulkan - - simpulan tani bertani petani pertanian dagang berdagang pedagang perdagangan tinju bertinju petinju pertinjuan [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 682 ]
gulat bergulat pegulat pergulatan mukim bermukim pemukim permukiman satu bersatu pemersatu mempersatukan solek bersolek pemersolek mempersolek oleh beroleh pemerolehan memperoleh h. Pilihan Kata yang Tidak Tepat Kesalahan kalimat dapat juga disebabkan oleh pilihan kata yang kurang cermat. Kata besar, raya, dan akbar merupakan tiga buah kata yang memiliki makna yang sama. Namun, dalam pemakaiannya mungkin ketiga kata itu tidak dapat saling menggantikan. Misalnya: Setiap umat beragama di Indonesia mempunyai hari raya masingmasing. Nanti malam di Jalan Jenderal Sudirman akan diadakan pawai akbar. Kata raya pada hari raya dalam kalimat di atas dapat diganti dengan kata besar menjadi hari besar, tetapi tidak dapat diganti dengan kata akbar. Kata akbar pada pawai akbar dapat diganti dengan kata besar, tetapi tidak dapat diganti dengan kata raya. b. Paragraf Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Topik paragraf adalah pikiran utama di dalam sebuah paragraf. Semua pembicaraan dalam paragraf itu terpusat pada pikiran utama ini. Pikiran utama itulah yang menjadi topik persoalan atau pokok pembicaraan. Oleh sebab itu, pikiran utama kadang-kadang disebut juga gagasan pokok di dalam sebuah paragraf. Dengan demikian, apa yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah paragraf, itulah topik paragraf.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 683]
1) Syarat-Syarat Paragraf Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf. a. Kesatuan Paragraf Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf perlu ditata secara
cermat
agar
tidak
ada
satu
pun
kalimat
yang
menyimpang dari ide pokok paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok pikiran paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang itu harus dikeluarkan dari paragraf. Perhatikan paragraf di bawah ini. Jateng sukses. Kata-kata ini meluncur gembira dari pelatih regu Jateng setelah selesai pertandingan final Kejurnas Tinju Amatir, Minggu malam, di Gedung Olahraga Jateng, Semarang. Kota Semarang terdapat di pantai utara Pulau Jawa, ibu kota Provinsi Jateng. Pernyataan itu dianggap wajar karena apa yang diimpiimpikan selama ini dapat terwujud, yaitu satu medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Hal itu ditambah lagi oleh pilihan petinju terbaik yang jatuh ke tangan Jateng. Hasil yang diperoleh itu adalah prestasi paling tinggi yang pernah diraih oleh Jateng dalam arena seperti itu. b. Kepaduan Paragraf Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan kalimat secara Iogis dan melalui ungkapan-ungkapan (kata-kata) pengait antarkalimat. Urutan yang Iogis akan terlihat dalam susunan kalimatkalimat dalam paragraf itu. Dalam paragraf itu tidak ada kalimat-kalimat yang sumbang atau keluar dari permasalahan yang dibicarakan.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 684 ]
Pengait Paragraf Agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf, yaitu berupa (1) ungkapan penghubung transisi, (2) kata ganti, atau (3) kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan). Ungkapan
pengait
antarkalimat
dapat
berupa
ungkapan
penghubung/ transisi. 1. Beberapa Kata Transisi Hubungan tambahan
: lebih lagi, selanjutnya, tambahan pula,
di
samping
itu,
lalu,
berikutnya, demikian pula, begitu juga, di samping itu, lagi pula. Hubungan pertentangan : akan
tetapi,
namun,
bagaimanapun,
walaupun
demikian. sebaliknya, meskipun begitu, Iain halnya. Hubungan perbandingan : sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan itu. Hubungan akibat
: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu.
Hubungan tujuan
: untuk itu, untuk maksud itu.
Hubungan singkatan
: singkatnya, akhirnya, dengan
pendeknya, pada
kata
umumnya,
Iain,
sebagai
simpulan. Hubungan waktu
: sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian.
Hubungan tempat
: berdekatan dengan itu.
Paragraf di bawah ini memperlihatkan pemakaian ungkapan pengait antarkalimat yang berupa ungkapan penghubung transisi. Belum ada isyarat jelas bahwa masyarakat sudah [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 685]
menarik tabungan deposito mereka. Sementara itu, bursa efek
Indonesia
mulai
goncang
dalam
menampung
serbuan para pemburu saham. Pemilik-pemilik uang berusaha meraih sebanyak-banyaknya saham yang dijual di
bursa.
Oleh
karena
itu,
bursa
efek
berusaha
menampung minat pemilik uang yang menggebu-gebu. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tempo cepat melampaui angka 100 persen. Bahkan, kemarin IHSG itu meloncat tingkat. Dengan
dipasangnya
ungkapan
pengait
antarkalimat
sementara itu, oleh karena itu, akibatnya, dan bahkan dalam paragraf tersebut, kepaduan paragraf terasa sekali, serta urutan kalimat-kalimat dalam paragraf itu Iogis dan kompak. 2. Kata Ganti Ungkapan pengait paragraf dapat juga berupa kata ganti, baik kata ganti orang maupun kata ganti yang Iain. Kata Ganti Orang Dalam
usaha
memadu
kalimat-kalimat
dalam
suatu
paragraf, kita banyak menggunakan kata ganti orang. Pemakaian kata ganti ini berguna untuk menghindarl peyebutan nama orang berkali-kali. Kata ganti yang dimaksud adalah saya, aku, kita, kami (kata ganti orang pertama), engkau, kamu, kamu sekalian (kata ganti orang kedua), dia, ia, beliau, mereka, dan nya (kata ganti orang ketiga). Hal ini dapat kila lihat pada contoh berlkut ini. Devi, Rustam, Sari, dan Lutfi adalah teman sekolah sejak SMA hingga perguruan tinggi. Kini mereka sudah menyandang gelar dokter gigi dari sebuah universitas negeri di Bandung. Mereka merencanakan
mendirikan
sebuah
poliklinik
lengkap dengan apoteknya. Mereka menghubungi saya dan mengajak bekerja sama, yaitu saya [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 686 ]
diminta menyediakan tempatnya karena kebetulan saya memiliki sebidang tanah yang letaknya strategis. Saya menyetujui permintaan mereka. Kata mereka dipakai sebagai pengganti kata Devi, Rustam, Sari, dan Lutfi agar orang tidak disebutkan berkali-kali dalam satu paragraf. Penyebutan nama orang yang berkalikali dalam satu paragraf akan menimbulkan kebosanan serta menghilangkan keutuhan paragraf. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini. Hajjah Junitasari adalah ketua majelis taklim di desa ini. Rumah Hajjah Junitasari terletak dekat masjid Nurul Ittihad. Pengulangan Hajjah Junitasari akan menimbulkan kesan kekurangpaduan dua kalimat itu. Kesannya akan lain jika kalimat itu diubah sebagai berlkut. Hajjah Junitasari adalah ketua majelis taklim di desa ini. Rumahnya terletak dekat masjid Nurul Ittihad. Bentuk -nya dalam kalimat di atas adalah bentuk singkat kata ganti orang ketiga, yaitu Hajjah Junitasari. Dengan demikian, kepaduan kalimat-kalimat itu dapat kita rasakan. Penggunaan kata ganti orang ketiga tunggal, beliau, dapat dilihat pada kalimat berikut ini. Ibu Sud adalah pencipta Iagu empat zaman yang sangat produktif. Beliau telah menciptakan tidak kurang dari dua ratus buah Iagu. Kata Ganti yang Iain Kata ganti lain yang digunakan dalam menciptakan kepaduan paragraf ialah itu, ini, tadi, begitu, demikian, di situ, ke situ, di atas, di sana, di sini dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 687]
Itu asrama mereka. Mereka tinggal di situ sejak kuliah tingkat satu sampai dengan meraih gelar sarjana. Orang tua mereka juga sering berkunjung ke situ. Kata Kunci Di samping itu, ungkapan pengait dapat pula berupa pengulangan kata-kata kunci, seperti kata sampah pada contoh paragraf yang pertama. Pengulangan kata-kata kunci ini perlu dilakukan dengan hati-hati (tidak terlalu sering). c. Pembagian Paragraf Pembagian Paragraf Menurut Letak Kalimat Topik Menurut letak kalimat topiknya, paragraf dibagi atas paragraf deduktif dan paragraf induktif. Paragraf yang meletakkan kalimat topik pada awal paragraf disebut paragraf deduktif, sedangkan paragraf yang meletakkan kalimat topik di akhir paragraf disebut paragraf induktif. Pengarang jenis pertama meletakkan kalimat topiknya di bagian awal paragraf yang bersangkutan. Perhatikan kalimat yang dicetak dengan huruf tebal. Arang aktif ialah sejenis arang yang diperoleh dari suatu pembakaran yang mempunyai sifat tidak Iarut dalam air. Arang ini dapat diperoIeh dari pembakaran zat-zat tertentu, seperti ampas tebu, tempurung kelapa, dan tongkol jagung. Jenis arang ini banyak digunakan dalam beberapa industri pangan atau nonpangan. Industri yang menggunakan arang aktif adalah industri kimia dan farmasi, seperti pekerjaan memurnikan minyak, menghilangkan bau yang tidak murni, dan menguapkan zat yang tidak perlu. Pengarang jenis kedua meletakkan kalimat topiknya pada bagian akhir paragraf, seperti terlihat pada paragraf berlkut. Dua anak kecil ditemukan tewas di pinggir jalan Jenderal Sudirman. Seminggu kemudian seorang anak wanita hilang [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 688 ]
ketika pulang dari sekolah. Sehari kemudian polisi menemukan bercak-bercak darah di kursi belakang mobil John. Polisi juga menemukan potret dua orang anak yang tewas di Jalan Jenderal Sudirman di dalam kantung celana John. Dengan demikian, John adalah orang yang dapat diminta pertanggungawaban tentang hilangnya tiga anak itu. V. Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Surat Dinas DaIam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terIepas dari saling memberikan informasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Informasi secara lisan terjadi jika pemberi informasi berhadap-hadapan dengan penerima informasi. Pemberian informasi melalui teIepon, radio, dan melalui teIevisi termasuk pemberian informasi secara lisan. Informasi secara tertulis terjadi jika pemberi informasi tidak mungkin menggunakan media
seperti
tertera
di
atas.
Sarana
komunikasi
tertulis
untuk
menyampaikan informasi kepada pihak lain (orang, organisasi, atau instansi lain) itu terdiri atas beberapa macam, salah satu di antaranya surat dinas. Surat merupakan suatu media untuk menyampaikan informasi. Informasi yang disampaikan secara tertulis dalam surat dapat berbentuk pernyataan, pemberitahuan, permintaan, dan lain-lain. Informasi akan mencapai sasarannya jika bahasa yang digunakan dapat mengungkapkan isi surat sesuai dengan sifat surat serta kedudukan penulis dan pembaca surat. a. Bagian-Bagian Surat Bagian-bagian yang terdapat dalam surat dinas adalah sebagai berikut: 1) kepala surat atau kop surat, 2) tanggal surat, 3) nomor surat, 4) lampiran surat, 5) hal surat, 6) alamat yang dituju, 7) salam pembuka, 8) paragraf pembuka surat, [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 689]
9) paragraf isi surat, 10) paragraf penutup surat, 11) salam penutup 12) tanda tangan, 13) nama jeIas penanda tangan, 14) jabatan penanda tangan, 15) tembusan, dan 16) inisial. b. Penulisan Bagian Surat yang Salah 1) KepaIa Surat P.T. Berimak JI. Kemuning 59-Tomang-Jakarta Barat Po BOX 217 RA. Tilp. 5200647-5200173 2) Tanggal Surat Jakarta, 14-9-2009.Jakarta, 15 Sept. '09.3) Nomor Surat Nomor: 21 07/F8/U1.5/2009.No.: 2212/A/C/IX/2009. 4) Lampiran Surat Lampiran : satu berkas.Lamp. : 2 (dua) eksemplar.5) Hal Surat Perihal: Penentuan petugas pameran dalam rangka Bulan Bahasa yang akan diselenggarakan tanggal 28 Oktober—2 November 2009 6) AIamat Surat Kepada Yth. Bapak Kepala Pusat Bahasa. JI. Daksinapati Barat IV Rawamangun, Jakarta Timur,7) SaIam Pembuka [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 690 ]
Dengan hormat Dengan hormat! 8) Isi Surat Bersama surat ini kami mengundang Bapak menghadiri rapat ... 9) Salam Penutup Hormat kami. Salam kami,10) Tanda Tangan, Nama JeIas, dan Jabatan (Ir. Paramardhika) Kepala, 11) Tembusan Tembusan: Disampaikan kepada Yth.: 1. Bapak Direktur Keuangan (sebagai laporan) 2. Bapak Direktur Operasional (sebagai undangan) 3. Arsip/pertinggal c. PenuIisan Bagian Surat yang Benar 1) PT Berimak JaIan Kemuning 59, Tomang, Jakarta Barat Kotak Pos 217 RA TeIepon 5200647, 5200173 2) Jakarta, 14 September 2009 (tanpa kepala surat lengkap) 15 September 2009 (memakai kepala surat) 3) Nomor: 2107/FB/U1.5/2009 No.: 2212/A/C/IX/2009 4) Lampiran: Satu berkas Lamp.: Dua eksempIar 5) HaI: Petugas pameran 6) Yth. Kepala Pusat Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 691]
Rawamangun Jakarta Timur 7) Dengan hormat, 8) Kami mengharapkan kehadiran Bapak dalam rapat.... 9) Hormat kami, Salam kami, 10) Tanda tangan Ir. Paramardhika Kepala 11) Tembusan: 1. Direktur Keuangan 2. Direktur Operasional d. Pemilihan Kata 1) Ungkapan yang Bersinonim Ungkapan-ungkapan yang bersinonim berikut tidak digunakan sekaligus karena penggunaan dua makna yang berarti sama merupakan pemakaian yang mubazir. Contoh: sejak dan dari adalah dan merupakan demi dan untuk antara lain serta dan lain-lain agar dan supaya 2) Kata-kata yang Bermiripan DaIam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang bermiripan, baik dari segi bentuk maupun dari segi makna. Sebagai contoh, katakata tersebut adalah suatu dan sesuatu, masing-masing dan tiap-tiap, jam dan pukul, serta dari dan daripada.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 692 ]
Ungkapan Penghubung Ungkapan penghubung dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu ungkapan Penghubung intrakalimat atau penghubung antarbagian kalimat dan ungkapan pengubung antarkalimat. Ungkapan penghubung intrakalimat berfungsi menghubungkan unsur-unsur dalam suatu kalimat. Yang termasuk ungkapan penghubung intrakalimat adalah: baik... maupun..., antara... dan..., seperti, misalnya, misalnya demikian, serta seperti dan lain-lain. Ungkapan penghubung antarkalimat berfungsi menghubungkan unsur penghubung yang menyatakan pertalian dua kalimat. Misalnya : oleh karena itu namun akan tetapi jadi lagipula meskipun begitu e. Penerapan Kaidah Ejaan yang Disempurnakan PenuIisan surat hendaknya menerapkan kaidah-kaidah ejaan yang telah ditetapkan dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Pedoman itulah yang dijadikan rujukan atau patokan di dalam berbahasa tulis. Agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jeIas, berikut ini contoh penulisan yang benar. u.p. (untuk perhatian), d. a. (dengan aIamat), s.d. (sampai dengan), a.n. (atas nama), u.b. (untuk beIiau), PT, antarwarga, pascapanen, subbagian, tunakarya, kerja sama, menandatangani, terima kasih
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 693]
f.
Penyusunan KaIimat Surat dinas hendaknya menggunakan kalimat efektif, yaitu kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran penulis. Kalimat-kalimat yang dipakai dalam surat dinas adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, singkat, dan enak dibaca. Kalimat harus memiliki subjek dan predikat. Sebagai contoh, berikut akan dibahas beberapa kalimat yang salah, yang terdapat dalam surat dinas, dan dicantumkan juga perbaikannya. SALAH 1) Menurut rencana, dalam rapat itu akan dihadiri KepaIa Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Diklat Keuangan. 2) Membalas
surat
Bapak
tanggaI
16
September
2009,
No
217/R/2009, saya beritahukan bahwa .... 3) Bersama surat ini saya ingin memberitahukan bahwa .... 4) Atas kerja samanya, kami ucapkan terima kasih. 5) Atas kehadirannya, saya haturkan beribu-ribu terima kasih. KaIimat nomor (1) salah karena tidak bersubjek. Seharusnya, kata rapat itu tidak didahului kata depan dalam agar subjek kalimat itu tidak menjadi kabur. perbaikannya adalah kata dalam sebelum rapat itu dihilangkan sehingga kalimat itu menjadi sebagai berikut. BENAR (1a) Menurut rencana, rapat itu akan dihadiri KepaIa Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Diklat Keuangan. Kata dalam sebelum kata rapat itu dapat digunakan asal predikat kalimatnya,
yaitu
dihadiri,
diubah
menjadi
hadir
sehingga
perbaikannya menjadi seperti berikut. (1b) Menurut rencana, dalam rapat itu akan hadir KepaIa Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Diklat Keuangan. (2a) Sehubungan dengan surat Bapak tanggal .... (3a) Dengan ini saya ingin memberitahukan bahwa .... (4a) Atas kerja sama Bapak, kami ucapkan terima kasih.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 694 ]
(5a) Atas kehadiran Saudara, saya ucapkan terima kasih. Contoh beberapa Paragraf Pembuka dan Penutup Surat 1) Paragraf Pembuka Surat Pemberitahuan Misalnya : (1) Kami beri tahukan bahwa pada bulan Oktober yang akan datang Pusat Bahasa akan menyelenggarakan Bulan Bahasa dan Sastra 2009. (2) Dengan ini kami beri tahukan bahwa pada bulan Oktober 2009, Pusat Bahasa akan menyelenggarakan Bulan Bahasa dan Sastra. 2) Paragraf Pembuka Surat Permohonan (1) Dengan
ini
kami
beri
tahukan
bahwa
dalam
rangka
meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk pegawai kami, terutama pembuatan surat dinas, kami mohon agar Saudara dapat mengirimkan tenaga pengajar bahasa Indonesia. (2) Untuk memenuhi permintaan Saudara melalui surat Nomor 89/BF/VII/08 tanggal 14 September 2009, tentang bantuan tenaga penyuluh, kami sampaikan informasi sebagai berikut. 3) Paragraf Pembuka Surat Undangan Paragraf pembuka surat undangan lazimnya bersatu dengan paragraf isi surat karena pernyataan yang tertera pada isi surat tersebut hanyalah mengharapkan kehadiran seseorang atau lebih dalam suatu kegiatan. Berikut ini adalah contohnya. (1) Kami mengundang Saudara pada rapat persiapan Lomba Karya Tulis Ilmiah yang akan kami selenggarakan pada hari : Selasa tanggal : 15 September 2009 pukul : 09.00 tempat : Ruang Mawar. (2) Kami mengharapkan kehadiran Saudara untuk memberikan arahan pada Pembukaan Rapat Koordinasi, yang akan di [UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 695]
selenggarakan pada hari Senin, tanggal 2 Mei 2009, pukul 13.00--15.00, di Ruang KP, Jalan Daksinapati Barat VI, Jakarta 13220. 4) Paragraf Penutup (1) Paragraf Penutup Surat Pemberitahuan (a) Atas perhatian Saudara (Bapak, Ibu, atau Anda), kami ucapkan terima kasih. (b) Saya ucapkan terima kasih atas perhatian Bapak. (c) Kami menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja sama selama ini. (d) Atas perhatian Saudara, kami sampaikan terima kasih. (2) Paragraf Penutup Surat Permintaan (a) Atas perhatian dan bantuan Saudara (bapak, Ibu, atau Anda), kami ucapkan terima kasih. (b) Atas perhatian dan kerja sama Bapak, saya mengucapkan terima kasih. (c) Kami menunggu kabar Saudara dan atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih. (d) Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara terhadap instansi kami. (3) Paragraf Penutup Surat Undangan (a) Atas perhatian serta kehadiran Bapak (Ibu, Saudara, atau Anda), kami ucapkan terima kasih. (b) Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kehadiran Bapak. (c) Karena pentingnya acara tersebut, kehadiran Saudara (Bapak, Ibu, atau Anda), sangat kami harapkan dan atas perhatian Saudara Bapak, Ibu, atau Anda), kami ucapkan terima kasih. (4) Paragraf Penutup Surat Keterangan (a)
Surat
keterangan
ini
kami
buat
untuk
digunakan
sebagaimana mestinya.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 696 ]
(5) Paragraf Penutup Surat Tugas (a) Kami berharap agar tugas ini dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, dan atas perhatian Saudara (Bapak, Ibu), kami ucapkan terima kasih. (b) Tugas ini harap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan atas perhatian Saudara (Bapak, Ibu), kami ucapkan terima kasih.
[UDIN 2015 – BAHASA INDONESIA - 697]
SEJARAH I.
Pergerakan Nasional: Masa Awal, Masa Radikal Dan Masa Bertahan Masa Pergerakan Nasional ditandai dengan munculnya organisasiorganisasi modern antara lain Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), dan Indische Partij (IP) dalam memperjuangkan perbaikan nasib bangsa. Kaum terpelajar melalui organisasi-organisasi memotori munculnya pergerakan nasional Indonesia. Pada saat itulah bangsa-bangsa di Nusantara mulai sadar akan rasa “sebagai satu bangsa” yaitu bangsa Indonesia. Kata “Pergerakan Nasional“ mengandung suatu pengertian yang khas yaitu merupakan perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke arah perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia yang disebabkan karena rasa tidak puas terhadap keadaan masyarakat yang ada. Dengan demikian istilah ini mengandung arti yang sangat luas. Gerakan yang mereka lakukan memang tidak hanya terbatas untuk memperbaiki derajat bangsa tetapi juga meliputi gerakan di berbagai bidang pendidikan, kebudayaan, keagamaan, wanita dan pemuda. Istilah
Nasional
berarti
bahwa
pergerakan-pergerakan
tersebut
mempunyai cita-cita nasional yaitu berkeinginan mencapai kemerdekaan bagi bangsanya yang masih terjajah. Adapun
faktor-faktor
yang
menyebabkan
timbulnya
pergerakan
nasional, antara lain adalah: 1. Faktor yang berasal dari luar negeri, yaitu pada waktu itu Asia sedang menghadapi imperialisme. Hal inilah yang mendorong bangkitnya nasionalisme Asia. Selain itu kemenangan Jepang terhadap Rusia juga merupakan bukti bahwa bangsa timur dapat mengalahkan bangsa barat. Di samping adanya gerakan Turki Muda yang bertujuan mencari perbaikan nasib. 2. Faktor yang berasal dari dalam negeri yaitu adanya rasa tidak puas dari bangsa Indonesia terhadap penjajahan dan penindasan kolonial. Ketidakpuasan itu sebenarnya sudah lama mereka ungkapkan melalui perlawanan bersenjata melawan Belanda yang antara lain dipimpin
[UDIN 2015 – SEJARAH - 698]
oleh Pattimura,Teuku Cik Ditiro, Pangeran Diponegoro, dll. Namun perlawanan-perlawanan itu menemui kegagalan. Kegagalan inilah yang menyadarkan para pemimpin bangsa untuk merubah taktik dalam mewujudkan cita-cita mereka, yaitu dengan mendirikan organisasi-organisasi modern. Gagasan pertama pembentukan Budi Utomo berasal dari dr.Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Ia menginginkan adanya tenaga-tenaga muda yang terdidik secara Barat, namun pada umumnya pemuda-pemuda tersebut tidak sanggup membiayai dirinya sendiri. Sehubungan dengan itu perlu dikumpulkan beasiswa untuk membiayai mereka. Pada tahun 1908, dr.Wahidin bertemu dengan Sutomo pelajar Stovia. Dokter Wahidin mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia. Secara kebetulan para pelajar Stovia juga memerlukan adanya suatu wadah yang dapat menampung kegiatan dan kehidupan budaya mereka pada umumnya. Pada tanggal 20 Mei 1908 diadakan rapat di satu kelas di Stovia dan rapat tersebut berhasil membentuk sebuah organisasi bernama Budi Utomo dengan Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya. Pada awalnya tujuan Budi Utomo adalah menjamin kemajuan kehidupan sebagai bangsa yang terhormat. Kemajuan ini dapat dicapai dengan mengusahakan perbaikan pendidikan, pengajaran, kebudayaan, pertanian,
peternakan,
dan
perdagangan.
Namun
sejalan
dengan
berkembangnya waktu tujuan dan kegiatan Budi Utomo pun mengalami perkembangan. Pada tahun 1914 Budi Utomo mengusulkan dibentuknya Komite Pertahanan Hindia (Comite Indie Weerbaar). Budi Utomo menganggap perlunya milisi bumiputra untuk mempertahankan Indonesia dari serangan luar akibat Perang Dunia pertama. Selanjutnya ketika Volksraad (Dewan Rakyat) didirikan, Budi Utomo aktif dalam lembaga tersebut. Dalam Volksraad itu Budi Utomo menempatkan 20 orang wakil dari jumlah keseluruhan 46 orang anggota. Pada tahun 1932 pemahaman kebangsaan Budi Utomo makin berkembang maka pada tahun itu juga mereka mencantumkan cita-cita Indonesia merdeka dalam tujuan organisasi.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 699]
Berbeda dengan Budi Utomo yang mula-mula hanya mengangkat derajat para priyayi khususnya di Jawa, maka organisasi Serikat Islam sasaran anggotanya mencakup seluruh rakyat jelata yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Pada tahun 1909 R.M. Tirtoadisuryo mendirikan perseroan dalam bentuk koperasi bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perseroan dagang ini bertujuan untuk menghilangkan monopoli pedagang Cina yang menjual bahan dan obat untuk membatik. Persaingan pedagang batik Bumiputra melalui SDI dengan pedagang Cina juga nampak di Surakarta. Oleh karena itu Tirtoadisuryo mendorong seorang pedagang batik yang berhasil di Surakarta, Haji Samanhudi untuk mendirikan Serikat Dagang Islam. Setahun setelah berdiri, Serikat Dagang Islam tumbuh dengan cepat menjadi organisasi raksasa. Sekitar akhir bulan Agustus 1912, nama Serikat Dagang Islam diganti menjadi Serikat Islam (SI). Hal ini dilakukan karena adanya perubahan dasar perkumpulan, yaitu mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong-menolong di antara kaum muslimin. Anggota SI segera meluas ke seluruh Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Sebagian besar anggotanya adalah rakyat jelata. Serikat Islam ini dapat membaca keinginan rakyat, dengan membantu perbaikan upah kerja, sewa tanah dan perbaikan sosial kaum tani. Perkembangan yang cepat ini terlihat pada tahun 1917 dengan jumlah anggota mencapai 450.000 orang yang tersebar pada 84 cabang. Meningkatnya anggota Serikat Islam secepat ini, membuat pemerintah Hindia Belanda menaruh curiga. Gubernur Jenderal Idenburg berusaha menghalangi pertumbuhannya. Kebijakan yang ditempuh antara lain dengan hanya memberikan izin sebagai badan hukum pada tingkat lokal. Sebaliknya pada tingkat pusat tidak diberikan izin karena dianggap membahayakan, jumlah anggota yang terlalu besar diperkirakan akan dapat melawan pemerintah. Dalam
kongres
tahunannya
pada
tahun
1916,
Cokroaminoto
mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Komite Pertahanan Hindia. Hal itu menunjukkan bahwa kesadaran politik bangsa Indonesia
[UDIN 2015 – SEJARAH - 700]
mulai meningkat. Dalam kongres itu diputuskan pula adanya satu bangsa yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia. Sementara itu orang-orang sosialis yang tergabung dalam de Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) seperti Semaun, Darsono, dan lain-lain mencoba mempengaruhi SI. Sejak itu SI mulai bergeser ke kiri (sosialis). Melihat perkembangan SI itu, pimpinan SI yang lain kemudian menjalankan disiplin partai melalui kongres SI bulan Oktober 1921 di Surabaya. Selanjutnya SI pecah menjadi SI “putih” di bawah Cokroaminoto dan SI “merah” di bawah Semaun dan Darsono. Dalam kongres Serikat Islam di Madiun pada tahun 1923 nama Serikat Islam diganti menjadi Partai Serikat Islam. Partai ini bersifat nonkooperasi yaitu tidak mau bekerjasama dengan pemerintah tetapi menginginkan perlu adanya wakil dalam Dewan Rakyat. Organisasi yang sejak berdirinya sudah bersikap radikal adalah Indische Partij. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1912 di kalangan orangorang Indo di Indonesia dipimpin oleh E.F.E. Douwes Dekker. Cita-citanya adalah agar orang-orang yang menetap di Hindia Belanda (Indonesia) dapat duduk dalam pemerintahan. Adapun semboyannya adalah Indie Voor de Indier (Hindia bagi orang-orang yang berdiam di Hindia). Dalam menjalankan propagandanya ke Jawa Tengah, Douwes Dekker bertemu dengan Cipto Mangunkusumo yang telah meninggalkan Budi Utomo.
Cipto
terkenal
dalam
Budi
Utomo
dengan
pandangan-
pandangannya yang radikal, segera terpikat pada ide Douwes Dekker. Suwardi Suryaningrat dan Abdul Muis yang berada di Bandung juga tertarik pada ide Douwes Dekker tersebut. Dengan dukungan tokoh-tokoh tersebut, Indische Partij berkembang menjadi 30 cabang dengan 7.300 orang anggota, sebagian besar terdiri atas orang-orang Indo-Belanda. Indische Partij berjasa memunculkan konsep Indie voor de Indier yang sesungguhnya lebih luas dari konsep “Jawa Raya” dari Budi Utomo. Dibandingkan dengan Budi Utomo, Indische Partij telah mencakup sukusuku bangsa lain di nusantara. Budi utomo dalam perkembangannya terpengaruh juga oleh cita-cita nasionalisme yang lebih luas. Hal ini dialami
[UDIN 2015 – SEJARAH - 701]
juga oleh organisasi-organisasi lain yang keanggotaannya terdiri atas sukusuku bangsa tertentu, seperti Serikat Ambon, Serikat Minahasa, Kaum Betawi, Partai Tionghoa Indonesia, Serikat Selebes, dan Partai ArabIndonesia.
Cita-cita
persatuan
ini
kemudian
berkembang
menjadi
nasionalisme yang kokoh, hal ini menjadi pokok. Masa akhir Indische Partij terjadi ketika Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo ditangkap dan diminta untuk memilih daerah pembuangan. Akhirnya ke dua tokoh tersebut meminta dibuang ke negeri Belanda. Demikian juga Douwes Dekker dibuang ke Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1918. Masa radikal, diartikan sebagai suatu masa yang memunculkan organisasi-organisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Pada umumnya organisasi-organisasi ini tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan cita-cita organisasinya. Mereka dengan tegas menyebutkan tujuannya untuk mencapai Indonesia Merdeka. Organisasi-organisasi atau partai ini sudah bergerak dalam bidang politik, khususnya menentang keputusan pemerintah Belanda. Masa radikal ini juga diwarnai pengaruh Marxisme dan komunisme. Pada tahun 1908 di negeri Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Organisasi ini didirikan oleh pelajar-pelajar dari Indonesia. Pada mulanya hanya bersifat sosial yaitu untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama para pelajar tersebut. Namun sejalan dengan berkembangnya perasaan anti kolonialisme dan imperialisme setelah berakhirnya Perang Dunia I, organisasi ini juga menginginkan adanya hak bagi bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sehubungan dengan itu Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) dan bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sejalan dengan itu majalah Perhimpunan Indonesia (PI) yang semula bernama “Hindia Putra” juga berganti nama menjadi “Indonesia Merdeka”. Para anggota PI berusaha mengadakan propaganda kemerdekaan Indonesia.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 702]
Di samping itu mereka mengadakan hubungan dengan gerakangerakan nasional di berbagai negara di dunia, antara lain dengan Liga Penentang Tindasan Penjajah, Internasionale Komunis dan ikut serta pada kongres-kongres internasional yang bersifat humanistis. Dalam perkembangannya pada tanggal 10-15 Februari 1927 Liga Penentang Tindakan Penjajahan mengadakan kongres internasional pertama di Brussel. Tujuan kongres ini adalah menentang imperialisme di dunia dan tindakan penjajahan. Dalam kongres Brussel itu hadir wakil-wakil pergerakan kebangsaan berbagai negara terjajah di dunia termasuk Indonesia diwakili oleh Mohammad Hatta, Nazir Pamuntjak, Gatot Mangkupraja, Achmad Soebardjo dan Semaun. Adapun hasil-hasil yang diputuskan dalam Kongres Brussel adalah: 1. Memberikan dukungan yang sebesar-besarnya kepada Pergerakan Kemerdekaan Indonesia dan menyokong pergerakan itu terusmenerus dengan segala daya upaya apa pun juga; 2. Menuntut dengan keras kepada Pemerintah Belanda agar pergerakan Rakyat Indonesia diberi kebebasan bergerak, menghapus keputusankeputusan hukuman mati serta pembuangan dan menuntut adanya pembebasan tahanan politik bagi kaum pergerakan. Dengan lahirnya keputusan-keputusan yang memberikan dukungan kepada kaum pergerakan maka Perhimpunan Indonesia segera menjadi anggota Liga Tindakan Anti Penjajahan. Tujuannya adalah agar kaum pergerakan mendapat perhatian Internasional serta para pemuda Indonesia bisa berkenalan dengan para tokoh pergerakan bangsa-bangsa lain. Di samping itu juga untuk menanamkan rasa senasib dengan bangsa-bangsa terjajah. Misalnya dengan tokoh-tokoh nasional dari India, Indo Cina, Filipina, Mesir serta tokon pergerakan negara-negara di Pasifik. Tindakan Perhimpunan Indonesia (PI) itu membuat Pemerintah Kolonial Belanda bertindak tegas. Empat anggota pengurus Perhimpunan Indonesia yaitu Mohammad Hatta, Nazir Pamuntjak, Abdul Madjid, Ali Sastroamidjojo ditangkap. Mereka dihadapkan pada sidang pengadilan Maret 1928. Dalam kesempatan tersebut, Mohammad Hatta mengajukan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 703]
pidato pembelaan yang berjudul “Indonesia Vry” . Pemerintah kolonial Belanda ternyata tidak berhasil membuktikan kesalahannya, sehingga merekapun dibebaskan. Kejadian ini merupakan peristiwa yang penting bagi perjalanan Pergerakan Nasional Indonesia. Penentangan yang dilakukan membuat PI semakin mendapat simpati dari rakyat sehingga PI semakin besar. Semangat yang tinggi untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka juga nampak pada Partai Nasional Indonesia. Dalam anggaran dasarnya ditegaskan secara jelas yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia. PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu jiwa nasional (nationaale geest), tekad nasional (nationaale wil), dan tindakan nasional (nationnale daad). Dengan cara ini Partai Nasional Indonesia berusaha dengan kekuatan rakyat sendiri, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan budaya. Pemahaman ketiga unsur itu menjadikan masyarakat sadar akan kemelaratannya dalam alam penjajahan. Kepada rakyat dijelaskan bahwa masa lampau Indonesia adalah sangat gemilang. Manusia Indonesia menurut Soekarno (tokoh PNI) dimiskinkan oleh kolonial. Manusia Indonesia yang memiliki tanah untuk mencari nafkah, tetapi tetap miskin. Manusia Indonesia yang miskin itu dinamakan Soekarno marhaen. Semangat marhaen dan nasionalisme yang ditiupkan oleh Bung Karno mendapat simpati kelompok-kelompok politik. Semangat marhaen dan nasonalisme itulah yang membuat partai-partai politik semakin terbangun persatuannya. Oleh sebab itu pada akhir tahun 1927 PNI mengadakan suatu rapat di Bandung yang antara lain dihadiri oleh wakil-wakil dari Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Sumatranen Bond dan Kaum Betawi. Rapat yang dipimpin Partai Nasional itu sepakat membentuk suatu
badan
kerjasama
yaitu
Perhimpunan-Perhimpunan
Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Lahirnya PPPKI mendapat respon dalam kongres PNI tahun 1928. Dalam kongres itu dikemukakan bahwa ada pertentangan tajam antara
[UDIN 2015 – SEJARAH - 704]
pejajah dan yang dijajah. Belanda, merupakan suatu kekuatan imperialisme yang mengeruk kekayaan bumi Indonesia. Itulah sebabnya tatanan-tatanan sosial, ekonomi dan politik Indonesia hancur lebur. Untuk mengatasi keadaan ini diperlukan perjuangan politik yaitu mencapai Indonesia merdeka. Tidak dapat disangkal bahwa ada unsur-unsur Marxisme turut mempengaruhi sikap pergerakan nasional. Pemikiran itu disebarkan dalam rapat-rapat, kursus-kursus dan sekolah-sekolah serta organisasi-organisasi pemuda yang didirikan oleh PNI. Pers PNI yang terdiri dari surat-surat kabar Banteng Priangan (Bandung) dan Persatuan Indonesia (Jakarta) juga membantu penyebaran pandangan ini. Kegiatan PNI ini dengan pesat menarik perhatian massa. Jumlah anggota PNI pada tahun 1929 diperkirakan 10.000 orang, yang tersebar antara lain di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Makassar. Perkembangan PNI ini semakin mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda. Dengan tuduhan akan melakukan pemberontakan, tokoh-tokoh PNI, Soekarno, dkk ditangkap, kemudian diajukan ke pengadilan 18 Agustus 1930. Dalam pengadilan tersebut, Soekarno mengajukan pidato pembelaan “Indonesia Menggugat”. Tokoh-tokoh PNI tersebut kemudian dijatuhi hukuman penjara. Setelah tokoh-tokohnya dtangkap, PNI dibubarkan. Kemudian dibentuk PNI Merdeka (Pendidikan Nasional Indonesia) yang dipimpin Moh. Hatta dan Partindo (Partai Indonesia) yang dipimpin Sartono. Setelah keluar dari penjara Ir. Soekarno masuk Partindo. Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang telah mendirikan berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk menggalang persatuan. Semangat persatuan ini diwujudkan dalam kongres pemuda pertama di Jakarta pada bulan Mei 1926. Para pemuda menyadari bahwa nasonalisme perlu ditumbuhkan dari sifat kedaerahan yang sempit menuju terciptanya kesatuan seluruh bangsa Indonesia. Namun kongres pertama ini belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 705]
PPI mempelopori penyelenggaraan Kongres Pemuda II. Dalam Kongres Pemuda II yang diselenggrakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Pasundan, Jong Selebes, Pemuda Kaum Betawi. Kongres ini berusaha mempertegas kembali makna persatuan dan berhasil mencapai suatu kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yaitu: Pertama, kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Dalam penutupan kongres itu pula untuk pertama kali dikumandangkan lagu Indonesia Raya dan Bendera Merah Putih dikibarkan untuk mengiringi lagu tersebut. Suasana haru yang sangat mendalam memenuhi hati para pemuda yang hadir saat itu. Sebagai tindak lanjut Sumpah Pemuda pada tanggal 31 Desember 1930 di Surakarta dibentuk organisasi Indonesia Muda, yang merupakan penyatuan dari berbagai organisasi pemuda, yaitu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Sekar Rukun dan Pemuda Indonesia. Hal itu membuat Pemerintah Belanda semakin serius mengawasi pergerakan politik bangsa Indonesia. Gubernur Jenderal De Jonge melakukan tekanan keras terhadap organisasi pergerakan nasional. Ia mempunyai hak luar biasa untuk menindak setiap gerakan nasional yang dianggap mengganggu ketentraman dan ketertiban. Partai politik dikenakan larangan rapat. Surat kabar diberangus dan dibakar. Para pemimpinnya ditangkap dan dibuang. Tindakan pemerintah berupa penangkapan dan pembuangan para pemimpin politik, inilah yang menyebabkan hubungan partai-partai politik dengan massa rakyat terputus. Pemimpin dan pengikut dipisahkan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 706]
dari kegiatan politik. Polisi rahasia atau Politieke Inlichtingen Dienst (PID) selalu memata-matai setiap gerakan dan siap menindak. Masa bertahan, pada tahap ini kaum pergerakan berusaha mencari jalan baru untuk melanjutkan perjuangan. Hal itu dilakukan karena adanya tindakan keras dari pemerintah. Mereka menggunakan taktik baru, yaitu dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui parlemen. Partai politik mengirimkan wakil-wakilnya dalam Dewan Rakyat. Mereka mengambil jalan kooperatif, tetapi sifatnya sementara (insidentil). Artinya kalau terjadi ketidakcocokan dengan politik pemerintah, mereka dapat keluar dari Dewan Rakyat. Perjuangan moderat dan parlementer ini berlangsung dari tahun 19351942,
pada
masa
pemerintahan
Gubernur
Jenderal
Tjarda
van
Starkenborgh Stachouwer (1936-1942). Tjarda cerdik dan tajam, dan ia tetap hanya memberi peluang secara parlementer serta terbatas. Hingga saat pemerintah Hindia Belanda gulung tikar, pemberian hak parlementer penuh kepada
wakil-wakil rakyat Indonesia tidak pernah
menjadi
kenyataan. Di antara partai-partai politik yang melakukan taktik kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda adalah Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya. Kelompok Studi Indonesia di Surabaya menyarankan agar perbedaan antara gerakan yang berasas kooperasi dan nonkooperasi tidak perlu dibesar-besarkan. Yang penting tujuan organisasi sama yaitu memperjuangkan pembebasan rakyat dari penderitaan lewat kesejahteraan ekonomi, sosial budaya dan politik. Untuk melaksanakan cita-cita kesejahteraan ekonomi maka Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) mendirikan bank, koperasi serta perkumpulan tani dan nelayan. Pemakarsanya adalah Dokter Sutomo, seorang pendiri Budi Utomo. Pada tahun 1932, anggota PBI yang berjumlah 2500 orang dari 30 cabang menyelenggarakan kongres, kongres tersebut memutuskan bahwa PBI akan tetap menggalakkan koperasi, serikat kerja, dan pengajaran. Untuk mencapai tujuan itu maka tidak ada jalan lain yang dilakukan kecuali pendidikan rakyat diperhatikan dengan mengadakan kegiatan kepanduan.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 707]
Pada tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan PBI. Dalam sebuah partai yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra), Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-oraganisasi lain yang ikut bergabung dalam Parindra adalah: Serikat Sumatera, Serikat Celebes, Serikat Ambon, Kaum Betawi, dan Tirtayasa. Bergabungnya berbagai partai membuat Parindra semakin kuat dan anggotanya tersebar di mana-mana. Jumlah anggotanya meningkat pesat. Pada tahun 1936 jumlah anggotanya berkisar 3425 orang dari 37 cabang. Cita-cita Parindra pun semakin tegas yaitu mencapai Indonesia merdeka. Dalam kongresnya tahun 1937, Wuryaningrat terpilih sebagai ketua dibantu oleh Mohammad Husni Thamrin, Sukarjo Wiryapranoto, Panji Suroso, dan Susanto Tirtoprojo. Kerjasama antar anggota cabangcabangnya menjadikan Parindra sebagai partai politik terkuat menjelang runtuhnya Hindia Belanda. Di samping Parindra juga muncul organisasi lain seperti Partindo. Namun karena desakan pemerintah akhirnya partai itu bubar pada tahun 1936. Para pemimpinnya meneruskan perjuangan dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937. Tokoh-tokoh yang duduk dalam Gerindo ialah Mr. Sartono, Mr. Mohammad Yamin, dan Mr. Amir Syarifuddin. Para pemimpinnya menginginkan Gerindo menjadi partai rakyat dengan asas kooperasi. Prinsip demokrasi dipertahankan untuk menahan desakan ekspansi Jepang yang makin dekat. Perjuangan melawan pemerintah Belanda terus dilanjutkan. Di pihak lain, para pejuang juga mempersiapkan diri menghadapi Jepang yang mulai mengarah ke selatan. Namun kemudian terjadi kericuhan di dalam Gerindo, sehingga perpecahan tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu Mr. Mohammad Yamin mendirikan Partai Persatuan Indonesia pada tanggal 21 Juli 1939. Asas perjuangannya adalah demokrasi kebangsaan dan kerakyatan.
Namun
organisasi
masyarakat.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 708]
ini
tidak
mendapat
tempat
dalam
Pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Limburg Stirum (1916-1921) dibentuk Volksraad atau Dewan Rakyat, yaitu pada tanggal 18 Mei 1918. Anggota dewan dipilih dan diangkat dari golongan orang Belanda, Indonesia, dan bangsa-bangsa lain. Orang Indonesia yang menjadi anggota mula-mula berjumlah 39%, kemudian bertambah dalam tahuntahun selanjutnya. Tujuan pembentukan Dewan Rakyat adalah agar wakilwakil rakyat Indonesia dapat berperan serta dalam pemerintahan. Akan tetapi,
dewan
ini
tidak
mencerminkan
perwakilan
rakyat
yang
sesungguhnya, karena yang berhak memilih anggota dewan adalah orangorang yang dekat dengan pemerintah. Wakil-wakil bumiputra tidak banyak mempunyai hak suara. Meskipun
demikian,
partai
politik
yang
berazaskan
kooperatif
mengirimkan wakil-wakilnya untuk duduk dalam Dewan Rakyat. Mereka menyalurkan aspirasi (cita-cita, harapan, keinginan) partainya melalui dewan itu. Sedang golongan nonkooperatif menganggap Dewan Rakyat hanyalah sandiwara dan mereka tidak mau duduk dalam dewan itu. Golongan
kooperatif
berupaya
semaksimal
mungkin
untuk
memanfaatkan Dewan Rakyat. Pada tahun 1930 Mohammad Husni Thamrin, anggota Dewan Rakyat, membentuk Fraksi Nasional guna memperkuat barisan dan persatuan nasional. Mereka menuntut perubahan ketatanegaraan dan penghapusan diskriminasi di berbagai bidang. Mereka juga menuntut penghapusan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda tentang penangkapan dan pengasingan pemimpin perjuangan Indonesia serta pemberangusan pers. Pada tanggal 15 Juli 1936 Sutarjo Kartohadikusumo, anggota dewan rakyat, menyampaikan petisi agar Indonesia diberi pemerintahan sendiri (otonomi) secara berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun. Jawaban terhadap petisi Sutarjo baru diberikan oleh pemerintah dua tahun kemudian. Dapat dipastikan bahwa tuntutan untuk otonomi ini ditolak pemerintah, sebab hal ini memberi peluang yang mengancam runtuhnya bangunan kolonial. Meskipun demikian, para nasionalis tetap gigih memperjuangkan tuntutan itu lewat forum parlemen semu tersebut.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 709]
Kegagalan Petisi Sutarjo bahkan menjadi cambuk untuk meningkatkan perjuangan nasional. Pada bulan Mei 1939 Muh. Husni Thamrin membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, PSII, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan, Kaum Betawi, dan Persatuan Minahasa. Tujuannya ialah agar terbentuk kekuatan nasional tunggal dalam menghadapi pemerintah kolonial. Selain itu, ancaman perang makin terasa karena Jepang sudah bergerak makin jauh ke selatan dan mengancam Indonesia. GAPI mengadakan aksi dan menuntut Indonesia Berparlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia, Pemerintah harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Jika tuntutan itu diterima pemerintah, GAPI akan mengajak rakyat untuk mengimbangi kemurahan hati pemerintah. Untuk mencapai cita-cita GAPI ini maka pada tanggal 24 Desember 1939 dibentuk Kongres Rakyat Indonesia. Kegiatan ini antara lain menuntut pemerintah Belanda agar menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan bendera merah putih sebagai bendera Nasional. Pemerintah memberikan reaksi dingin. Perubahan ketatanegaraan akan diberikan setelah Perang Dunia II selesai. Pada 1 September 1939 pecah perang di Eropa yang kemudian berkembang menjadi Perang Dunia II. Tuntutan GAPI dijawab Pemerintah dengan pembentukan Komisi Visman pada bulan Maret 1941. Komisi yang diketuai Visman ini bertugas menyelidiki keinginan golongan-golongan masyarakat Indonesia dan perubahan pemerintahan yang diinginkan. Namun Komisi ini hanya menampung hasrat masayarakat Indonesia yang pro pemerintah dan masih menginginkan Indonesia tetapi dalam ikatan Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan komisi Visman tidak memuaskan. Komisi hanya sekedar memberi angin atau berbasa basi kepada
kaum
nasionalis
Indonesia
dan
tidak
menanggapi perubahan ketatanegaraan Indonesia.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 710]
sungguh-sungguh
Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia. Meskipun demikian pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu : 1. Pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri; 2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat; 3. Pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.12 Untuk menguatkan perjuangan GAPI, KRI, diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 14 September 1941. Di dalam MRI duduk wakil-wakil dari organisasi politik, organisasi Islam, federasi serikat sekerja, dan pegawai negeri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat antara organisasi-organisasi yang tergabung dalam MRI, namun persatuan dan kesatuan kaum Nasionalis terus dipupuk sampai masuknya Tentara Militer Jepang. II.
Masa Pendudukan Jepang Sampai Indonesia Merdeka Masa Pendudukan Jepang berlangsung dari tahun 1942-1945, diwarnai dengan perubahan-perubahan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. perubahan-perubahan itu terlihat nyata dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Pada masa pendudukkan Jepang ini, dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang sangat penting artinya bagi perjuangan bangsa Indonesia khususnya untuk mewujudkan kemerdekaan. Para tokoh pergerakan yang sebelumnya aktif dalam masa awal dan masa radikal melanjutkan berkiprah menuangkan gagasan-gagasannya untuk perbaikan nasib bangsanya dan kemudian berhasil memproklamasikan kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang. Pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang yang menjadi sekutu Jerman, menyerang pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour (Pasifik). Sejak itu Perang Pasifik, yaitu bagian Perang Dunia II di wilayah Pasifik dimulai. Sebulan sesudah itu Jepang masuk dan menyerang Indonesia, mulai dari Tarakan
(Kalimantan Timur),
kemudian Sumatera dan
dilanjutkan Pulau Jawa pada dua minggu kemudian. Pemerintah Hindia Belanda memaklumkan perang pada Jepang lima jam setelah penyerbuan Pearl Harbour, tetapi pasukannya tidak sebanding [UDIN 2015 – SEJARAH - 711]
dengan pasukan Jepang yang menyerbu Indonesia. Belanda hanya memiliki 4 divisi sedangkan Jepang menyerang dengan 6 sampai 8 divisi, sehingga tidak mengherankan bila Gubernur Jenderal Tjarda menyerah tanpa syarat pada Jepang di Kalijati pada 8 Maret 1942. Kekalahan itu ditanda tangani oleh Panglima tentara Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten, sedang pihak Jepang diwakili oleh Jenderal Hitosyi Imamura. Dengan masuknya Jepang tidak berarti Pergerakan Nasional Indonesia akan berhenti. Gerakan Petisi seperti Wibowo dan Soetarjo yang muncul pada tahun 1936-an tetap menjadi landasan perjuangan kaum pergerakan di masa Jepang. Tujuan pergerakan ini adalah memberikan pemahaman agar pemerintah militer Jepang dapat lebih memahami rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Cita-cita perjuangan telah tertanam pada kaum pergerakan. Oleh sebab itu Pemerintah Militer Jepang tidak dapat menghindari terbentuknya organisasi-organisasi seperti PUSAT TENAGA RAKYAT (PUTERA), Pemuda Menteng, Perhimpunan Kebangkitan Rakyat dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini pada hakekatnya dimotori oleh tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno. Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansur, Chairul Saleh dan lain-lain. Munculnya tokoh-tokoh pergerakan Nasional adalah konsekuensi dari usaha untuk mensukseskan perang Asia Timur Raya. Itulah sebabnya tokoh pergerakan seperti Hatta, Syahrir, Soekarno segera dibebaskan dari tahanan. Soekarno dan Hatta kemudian bersama-sama membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Ternyata kegiatan PUTERA semakin membahayakan kedudukan Jepang, karena itu organisasi ini dibubarkan dan kemudian diganti dengan Perhimpunan Kebangkitan Rakyat (Jawa Hokokai). Selanjutnya baik di desa-desa maupun di kota juga dibentuk
organisasi-organisasi
pemuda
seperti
SEINENDAN
dan
KEIBODAN. Kedua organisasi ini dimaksudkan untuk membantu perang Jepang melawan Tentara Sekutu. Gencarnya pergerakan politik pada awal pendudukan Jepang membuat pemerintah Jepang melarang semua kegiatan politik. Pada tanggal 21
[UDIN 2015 – SEJARAH - 712]
Maret 1942 dikeluarkan surat keputusan untuk membubarkan semua organisasi yang bergerak di bidang politik. Jepang hanya mengijinkan organisasi sosial seperti olah raga dan kesenian. Organisasi politik dimungkinkan bila merupakan gerakan bersama untuk kepentingan bangsa Asia seperti Gerakan 3 A. Melalui Gerakan 3 A Jepang memperkenalkan diri sebagai pembela Asia terhadap kekejaman Imperialisme Barat. Gerakan ini bersemboyan Nippon pelindung Asia, Nippon cahaya Asia dan Nippon pemimpin Asia. Gerakan ini tidak memperoleh simpati dari kaum pergerakan, apalagi dipimpin oleh seorang tokoh yang tidak terkenal seperti Mr. Syamsudin. Perang Pasifik adalah babak baru bagi perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka. Pada tanggal 16 Juni tahun 1943 Perdana Menteri Jepang Tojo memberikan kebijakan baru untuk memperluas bidang pendidikan dan kebudayaan serta memberi kesempatan untuk ikut serta di bidang pemerintahan. Realiasi ini terlihat dengan dibentuknya badan-badan pertimbangan di daerah dan pusat. Pengangkatan orang-orang Indonesia untuk menduduki jabatan tinggi mulai nampak. Di samping itu orang-orang Indonesia mulai menjadi anggota badan penasehat pada badan-badan Pemerintahan Militer Jepang. Penempatan orang-orang pribumi pada jabatan pemerintahan di setiap keresidenan mulai nampak. Dalam
masa
pemerintahan
Jepang
di
Indonesia,
wilayah
pemerintahannya dibagi atas tiga bagian besar, pertama meliputi Jawa dan Madura dengan pusat pemerintahan di Batavia. Wilayah ini di bawah kekuasaan pasukan Tentara XVI. Kedua Wilayah Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Wilayah ini di bawah kekuasaan pasukan Tentara XXV. Wilayah ketiga meliputi Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi yang berpusat di Makassar. Wilayah ini di bawah kekuasaan pasukan Armada Selatan II. Masa pendudukan Jepang ini merupakan masa yang berat bagi orangorang Indonesia. Orang-orang Indonesia diwajibkan mengikuti peraturan Jepang yang sangat memberatkan, seperti mengibarkan bendera Jepang, menyanyikan
lagu
kebangsaan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 713]
Jepang,
melakukan
seikerei
dan
sebagainya. Rakyat juga dipaksa untuk membantu Jepang untuk memperoleh kemenangan dalam perang Asia Timur Raya. Dengan jalan menyerahkan hasil panen, menyerahkan perhiasan dan dipaksa untuk menjadi romusha. Akibatnya kehidupan rakyat sangat memprihatinkan. Kehidupan ekonomi mereka sangat merosot. Bahan kebutuhan sehari-hari sangat sulit didapat. Untuk mendapatkannya rakyat harus mengikuti antrian yang memakan waktu lama. Bahkan tidak jarang mereka tidak kebagian, sehingga tenaga dan waktu terbuang percuma. Menjelang akhir tahun 1944 Jepang mendapat kekalahan dalam perang Pasifik. Akibatnya Kabinet Tojo jatuh dan digantikan oleh Kabinet Jenderal
Koiso.
Dalam
kebijakannya
kabinet
Jenderal
Koiso
mengumumkan apa yang dikenal dengan janji kemerdekaan Indonesia di kelak kemudian hari. Berbagai daerah pangkalan tentara Jepang dikuasai oleh Tentara Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat. Di antaranya adalah daerah Balikpapan. Pada bulan Maret 1945 Panglima Tentara di Jakarta mengumumkan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( Dokuritsu Jumbi Cosakai). Badan baru ini bermaksud menyelidiki masalah tata pemerintahan, ekonomi, politik dalam rangka pembentukan negara merdeka. Upacara peresmian dilakukan pada tanggal 28 Mei 1945 di Pejambon yang dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi Jepang dan diikuti penaikan Bendera Merah Putih. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Widiodininggrat. Dalam sidangnya pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 badan ini telah melahirkan konsep dasar-dasar negara. Badan penyelidik ini kemudian dibubarkan dan dibentuk badan baru Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Meskipun kekalahan Jepang sangat dirahasiakan, tetapi berkat kecepatan para pemuda, berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu, sampai juga pada pemimpin-pemimpin Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus 1945 bertempat di Asrama Baperpi Cikini 71 Jakarta para pemuda dari berbagai kelompok mengadakan rapat dibawah pimpinan Chaerul Saleh. Rapat memutuskan agar kemerdekaan segera diproklamasikan oleh
[UDIN 2015 – SEJARAH - 714]
bangsa Indonesia sendiri. Para pemuda lalu mengirimkan utusan kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk menyampaikan hasil putusan rapat tersebut.
Para
pemuda
juga
minta
agar
pengumuman
tentang
kemerdekaan Indonesia lepas dari segala ikatan dengan Jepang. Semula Soekarno-Hatta menolak usul para utusan tadi dengan alasan bahwa mereka harus berembug dulu dengan para pemimpin lainnya serta harus mendengarkan keterangan resmi tentang penyerahan Jepang. Utusan yang terdiri atas pemuda Darwis dan Wikana akhirnya kembali dan menyampaikan hasil penolakan tersebut. Penolakan tersebut mempertajam perbedaan pendapat yang telah ada antara golongan tua dan golongan muda. Golongan muda mendesak agar proklamasi segera dilaksanakan keesokan harinya tanggal 16 Agustus 1945, sedang golongan tua masih menekankan perlunya rapat dengan PPKI terlebih dahulu. Adanya perbedaan pendapat itu mendorong golongan pemuda untuk membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke luar kota, dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang. Demikianlah pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 4.30 para pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok kota kecil di sebelah timur Jakarta. Sementara itu di Jakarta tercapai kesepakatan antara golongan tua dan golongan muda bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta.
Mr.Ahmad
Subardjo
memberi
jaminan
bahwa
Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Atas jaminan itu Bung Karno dan Bung Hatta dibawa kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta Bung Karno dan Bung Hatta langsung menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Di rumah inilah naskah proklamasi disusun dan rumusannya berhasil diselesaikan pada menjelang subuh tanggal 17 Agustus 1945. Pada pukul 10.00 tanggal 17 Agustus 1945 di halaman rumah kediaman Bung Karno Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi) naskah proklamasi tersebut diumumkan oleh Soekarno - Hatta dihadiri pemimpin-pemimpin bangsa dan berbagai kalangan pemuda. Sejak itulah Indonesia memasuki alam kemerdekaan.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 715]
Kemerdekaan yang telah dicapai itu harus dibela dan dipertahankan. Pemuda-pemuda Indonesia tampil ke depan dan mengambil tindakantindakan yang nyata, antara lain: 1. Berita proklamasi dikumandangkan ke seluruh tanah air dan segenap penjuru dunia oleh pemuda-pemuda yang bekerja di kantor berita PTT serta instansi-instansi lain. 2. Pemuda-pemuda yang bekerja di jawatan-jawatan mengambil alih jawatan dari tangan Jepang dengan atau tanpa kekerasan. 3. Untuk menjaga keamanan, pemerintah mula-mula membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) pada 22 Agustus 1945. Kemudian para pemuda bekas anggota PETA, HEIHO, dan KNIL mengajukan usul pada pemerintah untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan TKR dibentuk tanggal 5 Oktober 1945. Bulan Januari 1946 TKR diganti menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Selanjutnya pada 3 Juni1947, TRI diganti lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). 4. Milik pemerintah Jepang seperti gedung, mobil dan lain-lain dinyatakan milik RI. 5. Slogan-slogan dan semboyan-semboyan perjuangan ditempelkan atau dicat pada tembok dan dinding-dinding kereta api. Pihak Jepang di Indonesia sejak semula tidak mau mengakui adanya Republik Indonesia. Secara resmi. Jepang ditugaskan untuk menjaga keamanan sampai tentara sekutu tiba dan diperintahkan agar tidak mengubah keadaan yang ada. III. Perjuangan Untuk Mempertahankan Kemerdekaan Masa
Kemerdekaan
dan
Perjuangan
Untuk
Mempertahankan
Kemerdekaan dimulai dari tahun 1945-1949, diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjian-perjanjian. Intinya Belanda sebenarnya tidak rela bila Indonesia merdeka. Sehingga dengan berbagai cara Belanda ingin memecah belah republik Indonesia yang baru lahir.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 716]
1. Masa Indonesia Merdeka Memasuki bulan Agustus 1945 kedudukan Jepang semakin kritis. Pada 6 Agustus 1945 Kota Hiroshima dibom oleh Sekutu dan disusul Kota Nagasaki pada 8 Agustus 1945. Akibatnya Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Dengan penyerahan Jepang itu terjadi kevakuman kekuasaan di Indonesia. Bangsa Indonesia kemudian
mempergunakan
kesempatan
tersebut
untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang didirikan 7 Agustus 1945 dijadikan badan nasional dengan menambah enam orang anggota sehingga badan tersebut beranggotakan 27 orang. Melihat susunan anggotanya yang mewakili seluruh tanah air, maka pada waktu itu PPKI dianggap sebagai “Badan Perwakilan” seluruh rakyat Indonesia. Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang pertama. Sidang tersebut berhasil mengesahkan UUD serta menunjuk Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Dalam sidang berikutnya berhasil dibentuk berbagai kementrian dan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan (8) provinsi. Selanjutnya berhasil pula dibentuk Komite Nasional, Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Sedikit demi sedikit
aparat
pemerintahan
semakin
lengkap.
Sehingga
roda
pemerintahan pun mulai berjalan. Untuk menegakkan kedaulatan, negara yang baru lahir ini dihadapkan dengan berbagai tantangan. Bentrokan dengan Jepang terjadi di berbagai daerah. Demikian juga dengan Sekutu yang ternyata diboncengi oleh NICA. Perang Kemerdekaan pun terjadi di mana-mana bahkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. 2. Usaha-usaha Belanda untuk Menghancurkan RI Pada pertengahan September 1945 rombongan pertama pasukan Sekutu mulai mendarat. Mereka merupakan bagian dari South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Mountbatten.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 717]
Untuk Indonesia SEAC membentuk Allieu Force Netherlands East Indies (AFNEI) yang terdiri atas pasukan Inggris yang mendarat di Jawa dan Sumatera serta pasukan Australia yang mendarat di luar Jawa dan Sumatra. Pasukan ini bertugas melucuti dan memulangkan tentara Jepang serta membebaskan tawanan perang. Pemerintah RI menerima kedatangan pasukan tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan pihak Sekutu terhadap RI. Pada tanggal 1 Oktober 1945 Letnan Jenderal Christison, menyatakan bahwa
pihaknya
mengakui
(de
fakto)
pemerintahan
Republik
Indonesia. Semenjak itu pasukan-pasukan Inggris mulai memasuki kota-kota penting di Jawa dan Sumatera. Namun kemudian timbul ketegangan-ketegangan baru antara pasukan Inggris dan pasukan RI yang kemudian berkembang menjadi pertempuran-pertempuran.
Apalagi
setelah
diketahui
bahwa
kedatangan tentara Inggris itu diboncengi oleh NICA. Sehingga pasukan-pasukan RI tidak hanya menghadapi Jepang tetapi juga Inggris dan NICA (Belanda). Keadaan ini sudah diduga oleh para pemimpin Indonesia. Itulah sebabnya pemerintah RI pada tanggal 5 Oktober memutuskan untuk membentuk suatu tentara dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selain itu pemerintah mengeluarkan maklumat bahwa RI akan menanggung
semua
hutang-hutang
Nederland
Indies.
Dengan
maklumat ini pemerintah ingin menunjukkan pada dunia luar bahwa RI bukanlah negara yang masih tunduk pada Jepang, tetapi RI mengakui tata cara negara-negara demokrasi barat. Sebagai realisasi dari maklumat ini maka didirikan sejumlah partai dan dibentuk satu kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir. Tugas kabinet ini adalah menjalankan perundingan-perundingan dengan pihak Belanda, yang melahirkan perundingan di Linggarjati pada tahun 1946. Sebelum perundingan disepakati, Kabinet Syahrir dibubarkan karena mendapat kritikan dari kelompok oposisi yaitu Tan Malaka. Namun Presiden menunjuk Syahrir untuk kembali memimpin kabinet.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 718]
Dalam perundingan Kabinet Syahrir II mengusulkan bahwa pada dasarnya RI adalah negara yang berdaulat penuh atas bekas wilayah Nederland Indie. Karena itu Belanda harus menarik mundur tentaranya dari Indonesia. Mengenai modal asing pemerintah Republik Indonesia tetap akan menjamin. Selanjutnya Luitnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Mook mengajukan usul suatu pengakuan atas Republik Indonesia (Jawa) dan pembentukan negara Serikat. Atas anjuran Duta Istimewa Inggris Clark Kern, Syahrir memberi konsensus pada bulan Maret itu juga, yaitu agar Belanda mengakui RI di Jawa dan Sumatera saja dan agar bersama-sama Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat. Keinginan Belanda lewat tentara Sekutu dinyatakan oleh Van Mook pada tanggal 19 Januari 1946. Kehadirannya adalah bermaksud menciptakan negara persemakmuran (commenwealth). Anggotanya adalah kerajaan Belanda, Suriname, Curocao dan Indonesia. Urusan ke luar commenwealth itu dipegang oleh kerajaan Belanda sedangkan urusan ke dalam dipegang oleh masing-masing negara. Pada perundingan bulan Mei 1946, Van Mook mengusulkan agar Republik
Indonesia
bersedia
membentuk
Commentwealth
dan
pengakuan Belanda atas kekuasaan RI di Jawa dan Madura dikurangi kota-kota yang telah diduduki Sekutu. Usul ini tentu saja ditolak oleh pihak RI. Pemerintah tetap menolak ide Commentwealth dan tetap menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi di meja perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai pengakuan kedaulatan RI dan intimidasi Belanda di luar Jawa dan Sumatera. Di samping itu munculnya oposisi Tan Malaka dengan Persatuan perjuangannya yang dengan gencar menyerang pemerintah. Sikap ini memuncak dengan meletusnya pergolakan di daerah-daerah Solo untuk menghapuskan daerah istimewa Surakarta. Keadaan sedemikian kritisnya, sehingga Presiden merasa perlu mengumumkan keadaan bahaya. Status keadaan bahaya diperlakukan untuk seluruh Indonesia karena pihak
[UDIN 2015 – SEJARAH - 719]
Tan Malaka berhasil menculik Sutan Syahrir bersama Mayor Jenderal Sudibyo, Dr. Darmasetiawan, dan Dr Sumitri. Atas seruan Presiden para penculik kemudian membebaskan Syahrir dan kawan-kawan. Kemudian pihak PP mencoba memaksa Presiden untuk menyusun pemerintah baru yang dipimpin oleh kawan-kawan Tan Malaka pada tanggal 3 Juli 1947, tetapi Presiden tetap menunjuk Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Kabinet Syahrir III terbentuk Oktober 1946. Dari pihak Belanda intimidasi dimulai dengan diselenggarakannya Konferensi Malino bulan Juli 1946 untuk membentuk “negara-negara“ di wilayah-wilayah yang akan ditinggalkan tentara Sekutu. Ini jelas bertentangan dengan kehendak RI yaitu agar negara-negara bagian dalam Republik Indonesia dibentuk bersama-sama RI dan Belanda. Sementara itu pihak Inggris ikut berbicara dengan maksud agar penarikan tentara Sekutu (Inggris) berjalan secepat mungkin, agar utusan Inggris di bawah pimpinan Lord Killearn tiba pada bulan Agustus dan mengusulkan antara lain syarat-syarat gencatan senjata antara RI dengan Belanda. Pemerintah Indonesia menyetujui usul ini dan mengirim perwira-perwira tentara Republik Indonesia untuk menyelesaikan masalah tehnis gencatan senjata. Sementara itu perundingan dengan pihak Belanda dilanjutkan setelah Kabinet Syahrir III disyahkan dalam bulan Oktober 1946. Delegasi Indonesia yang dipimpin Sutan Syahrir mengajukan usul agar Indonesia diakui kedaulatannya, pihak Belanda mengajukan usul Commenwealth lagi. Tetapi akhirnya tercapai juga suatu konsensus. Perundingan yang dilakukan di Linggarjati dikeluarkan hasilnya pada tanggal 15 November 1946. Belanda dan Republik Indonesia Serikat berada dalam suatu Uni Indonesia-Belanda. Jadi ide Commenwealth gugur, dan kekuasaan RI meliputi Jawa, Sumatera. Namun hasil persetujuan Linggarjati ini ternyata tidak bisa diterima oleh PNI, Pertindo, Partai Katolik, Masyumi, dan laskar-laskar (Partai sosialis dan Kabinet Syahrir dengan sendirinya mendukung). Dengan perantaraan wakil Presiden Moh. Hatta akhirnya persetujuan itu bisa disyahkan oleh
[UDIN 2015 – SEJARAH - 720]
KNIP yang pada waktu itu berfungsi sebagai parlemen dalam sidangnya di Malang tanggal 25 Maret 1947. Seminggu sebelumnya, 12 Februari persetujuan gencatan senjata juga ditandatangani oleh pihak militer. Pelaksanaan dari kedua persetujuan itu ternyata tidak mudah. Masing-masing pihak membuat interpretasinya sendiri. Salain itu kabinet Syahrir mendapat tantangan hebat dari partai-partai. Sebab itu akhirnya Sutan Syahrir meletakkan jabatan. Sebagai penggantinya Presiden mengangkat Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda tiba-tiba melancarkan Agresi militer I dan berhasil menerobos pertahanan RI. Tentara Republik Indonesia bertahan dengan melancarkan perang gerilya. Pada akhir Juli 1947 India dan Australia mengajukan tuntutan mengenai agresi Belanda itu pada Dewan Keamanan PBB dan DK-PBB memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 4 Agustus 1947. Selain itu suatu komisi konsuler yang terdiri atas konsul-konsul Amerika Serikat, Cina, Belgia, Perancis, Inggris, dan Australia di Jakarta, ditugaskan PBB untuk menyelidiki masalah-masalah itu dan melaporkan pada Dewan Keamanan. Amerika Serikat kemudian mengusulkan pada Dewan Keamanan
untuk
membentuk
suatu
komisi
yang
mengawasi
pelaksanaan gencatan senjata. Komisi yang terdiri atas Dr. Frank Graham (AS), Richard Kirby (Australia) dan Paul Vanzeelant (Belgia), di Indonesia dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN) atau komisi jasa baik. Komisi ini hanya mempunyai wewenang dalam bidang militer, sedangkan dalam bidang politik komisi hanya mempunyai hak mengusulkan. Komisi yang mulai bekerja pada bulan Oktober 1947 itu membuka kembali
perundingan-perundingan
politik
antara
Indonesia
dan
Belanda. Pihak Indonesia dalam perundingan ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin. Ia ternyata adalah seorang komunis. Perundingan itu dilakukan di atas kapal USS Renville pada tanggal 8 Desember 1947. Selain itu ada suatu komisi teknis yang dipimpin oleh dr. J. Leimana
[UDIN 2015 – SEJARAH - 721]
dibentuk untuk menyelesaikan masalah gencatan senjata. Pihak Belanda menginginkan agar masalah gencatan senjata itu diselesaikan dulu sebelum masalah politik dirundingkan. Namun utusan Indonesia beranggapan masalah politiklah yang paling penting. Dengan demikian perundingan Renville dihentikan untuk sementara. Tidak lama kemudian utusan RI menyetujui Belanda agar masingmasing
pihak
mendekati
Komisi
Tiga
Negara
(KTN)
untuk
merundingkan sikap politiknya. Hasil perundingan ini KTN berpendapat bahwa perjanjian Linggarjati harus dijadikan landasan perundingan politik. Pihak Belanda menanggapi usul KTN dengan usul 12 prinsip politik yang pada dasarnya tidak menginginkan adanya Republik Indonesia. Pihak RI bahkan hanya berhasil mengatasi keadaan dengan mengajukan 6 prinsip politik tambahan. Utusan RI menerima usul ini, karena ketentuannya adalah diadakan plebisit di Indonesia untuk menentukan apakah daerah-daerah bersedia atau tidak bergabung dengan RI. Pihak Belanda pun menerima. Sementara itu muncul masalh-masalah di dalam negeri, khususnya intimidasi dari Belanda, yaitu
pembentukan
negara-negara
boneka.
Untuk
menghadapi
Belanda, Amir Syarifuddin mengganti anggota-anggota kabinet agar menjadi lebih kuat, namun setelah Renville ditandatangani Masyumi dan PNI menarik anggota-anggotanya dari kabinet. Akibatnya Kabinet Amir Syarifuddin yang hanya didukung oleh sayap kiri (partai-partai yang beraliran Marxisme). Kabinet Amir pun jatuh. Presiden kemudian menunjuk Drs. M. Hatta sebagai formatur. Kabinet Hatta terbentuk tanpa sayap kiri tetapi dengan dukungan Masyumi, PNI, Parkindo, dan Partai Katolik. Program kabinet Hatta adalah
pelaksanaan
persetujuan
Renville,
pembentukan
RIS,
rasionalisasi tentara dan pembangunan. Untuk pembentukan RIS dan plebisit, Perdana Menteri Hatta menunjuk Mr. Moh. Roem dan Belanda yang diwakili Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Perundingan dilaksanakan di Kaliurang tetapi gagal. Hal ini disebabkan adanya desas-desus yang sengaja disebar luaskan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 722]
oleh pihak komunis, bahwa RI mengadakan hubungan politik dengan Uni Soviet. Reaksi Belanda atas desas-desus ini adalah minta kepada RI yang isinya adalah, pertama, agar dalam masa peralihan (menjelang terbentuknya RIS) kedaulatan di seluruh Indonesia berada dalam tangan Belanda, kedua agar hubungan dengan Uni Soviet dihentikan. RI menjawab kedudukan RI tidak bisa diubah. Sementara itu Amir Syarifuddin membentuk apa yang disebut Front Demokrasi Rakyat, yaitu suat persatuan antara golongan komunis dan unsur-unsur radikal lainnya. Mereka memancing konflik dengan golongan Hatta dan menuntut reshoffle kabinet. Kemudian timbul kekuatan lain yang dipimpin Tan Malaka dalam bentuk Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) yang berusaha mengimbangi FDR, untuk kepentingan politiknya sendiri. Sementara keadaan begitu gawat, pada bulan Agustus 1948, Muso, seorang tokoh PKI yang lari ke Moskow sejak tahun 1926, kembali ke Yogyakarta. Muso membawa politik baru dari Rusia, yaitu agar parta-partai yang beraliran Marxisme disatukan menjadi PKI. Pada akhir bulan Agustus itu juga partai sosialis dari Amir Syarifuddin dan Partai Buruh disatukan menjadi PKI. Parta ini dipimpin oleh Muso. Taktik perjuangan yang digariskan dari Moskow adalah melawan golongan nasional maupun kolonial (Belanda). Rapat-rapat raksasa mulai dilakukan untuk menyebarkan sikap ini. Pada taraf pusat, FDR yang dipimpin PKI itu menentang rasionalisasi tentara, yaitu penyatuan tentara Republik Indonesia dengan laskar-laskar menjadi Tentara Nasional Indonesia. Pihak PKI ingin tetap memelihara laskar-laskarnya untuk mengimbangi tentara. Kabinet Hatta tetap tidak tergoyahkan dan mendapat dukungan Masyumi, PNI dan Laskar seberang (KRIS, IPR, SRSK) yang dipimpin J. Latuharhari. Keadaan mulai meruncing di Solo, daerah yang banyak dikuasai unsur-unsur
FDR.
memproklamasikan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 723]
Pada
tanggal
Republik
18
Soviet
September Indonesia
1948 di
PKI
Madiun.
Pemberontakan Madiun dimulai. Kolonel Djokosuyono diangkat oleh PKI menjadi “Gubernur Militer” dan Kol. Dahlan menjadi komandan Pertahanan di Madiun. Muso mulai melancarkan serangan-serangan politik terhadap kabinet Hatta melalui pemancar radio Madiun. Pemerintah bertindak tegas. Pasukan TNI dikerahkan secara besarbesaran pada tanggal 20 September 1948 dan pada tanggal 30 September,
Kota
Madiun
dapat
direbut
kembali.
Pertempuran
dilanjutkan sampai Muso tewas dan Amir Syarifuddin tertangkap. Meskipun demikian banyak pemimpin PKI yang meloloskan diri ke daerah pendudukan Belanda, antara lain D.N. Aidit. Sementara masalah PKI belum teratasi, Belanda melakukan Agresi II pada tanggal 19 Desember 1948. Dalam serbuan ke Yogyakarta, Presiden dan Wakil Presiden tertangkap oleh Belanda. Meskipun begitu Pemerintah berhasil mengirimkan telegram kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara di Sumatera Barat agar membentuk Pemerintahan
Darurat
Republik
Indonesia
(PDRI).
Sementara
Panglima besar Sudirman masih terus bergerilya. Sebulan setelah serangan Belanda, TNI berhasil mengadakan konsolidasi. Perang gerilya dilancarkan dengan cara menghadang garis komunikasi logistik pasukan Belanda, memutuskan telepon, dan merusak jalan kereta api. Belanda dapat menguasai kota-kota besar di Jawa dan Sumatera tetapi daerah pedesaan tetap berada dalam tangan RI. Rakyat dikerahkan untuk membantu TNI dalam hal intel, logistik dan keperluan lain. Inilah yang dkenal dengan strategi Perang Rakyat Semesta. Sementara Keamanan
TNI
PBB
berhasil
mengambil
mengatur tindakan.
pertahanannya, Wakil
Amerika
Dewan Serikat
menyerukan gencatan senjata dan memerintahkan KTN bekerja kembali. Belanda ditekan dengan mengancam penghentian bantuan Marshaal Plan (Bantuan Amerika Serikat pada negara-negara untuk membangun industri yang rusak selama perang Dunia II). Perundingan pertama dimulai antara PM Belanda Dr. Beel dan Prf. Dr. Supomo dan anggota-anggota delegasi RI pada perundingan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 724]
Renville. Selain itu antara RI dan negara-negara buatan Belanda yang tergolong dalam BFO (Bjeenkomst voor Federal Overleg) juga diadakan pendekatan. BFO kemudian menemui Presiden dan Wakil Presiden yang sedang ditawan di Bangka. Pihak RI mengajukan usul agar dibicarakan tentang pengakuan kedaulatan, penarikan pasukan Belanda dan pengembalian Pemerintahan RI di Yogyakarta. BFO menyatakan dukungan pengembalian pemerintahan RI di Yogyakarta dan menyerukan agar PBB membentuk suatu panitia untuk membantu melaksanakan resolusi PBB di Indonesia. Pada bulan April perundingan dimulai antara delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. J. H. Van Royen dari pihak Belanda. Pertemuan di Hotel Des Indes (kini Duta Merlin) itu diawasi dan dipimpin Marle Cochran, wakil dari Amerika Serikat dalam komisi PBB
(UNCI : United Nations Commision of Indonesia). Dalam
perundingan ini pihak Indonesia menuntut agar Presiden dan Wakil Presiden dikembalikan ke Yogyakarta dan agar Belanda mengakui RI. Perundingan berjalan sangat lamban, sehingga Drs. Hatta didatangkan dari Bangka untuk langsung berunding dengan Dr. Van Royen. Dengan demikian pada bulan Mei 1949 dicapai persetujuan Roem-Royen dan pemerintah Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, setelah cara-cara pengosongan Yogyakarta oleh tentara Belanda disepakati. Setelah perundingan dengan pihak BFO yang sudah dimulai sejak di Bangka, maka pada bulan Juli 1949 di Yogyakarta dicapai persetujuan bahwa akan dibentuk negara federal yang bernama RIS. Kemudian diselenggarakan Konferensi Antar Indonesia di Jakara (Juli) yang dipimpin Drs. Hatta dan berhasil memutuskan untuk membentuk Panitia Persiapan Nasional sebelum maju ke KMB (Konferensi Meja Bundar). Konferensi Meja Bundar dimulai di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949 dan berakhir pada tanggal 2 November 1949. Hasilnya direalisasikan oleh KNIP pada tanggal 14 Desember 1949. Pada tanggal 16 Desember 1949 diadakan Pemilihan Presiden RIS
[UDIN 2015 – SEJARAH - 725]
dan pada keesokan harinya Soekarno disahkan sebagai Presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 kabinet RIS dibentuk dan dipimpin Drs. Mohammad Hatta, kemudian pada tanggal 23 Desember 1949 pimpinan kabinet RIS bertolak ke Den Haag untuk menandatangani pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949. 3. Kembali ke Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia Serikat adalah negara yang terdiri atas negara-negara bagian. Negara RIS ini terbentuk sebagai tidak lanjut dari hasil Konperensi Meja Bundar (KMB) tanggal 2 November 1949 di Den Haag. RIS terdiri atas 16 negara bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Jawa Tengah, Negara Sumatera Selatan, Negara Sumatera Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Bangka Belitung dan Riau. Ir. Soekarno diangkat sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet pun dibentuk dengan anggotaanggota antara lain Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold Monomutu, Ir. Hertinglaoh, Sultan Hamid II dan Ide Anak Agung Gde Agung. Kabinet ini merupakan Zaken
Kabinet
(yang
mengutamakan
keahlian
dari
anggota-
anggotanya). Ternyata sebagian besar dari anggota kabinet ini adalah pendukung unitarisme (kesatuan). Karena itu tidak beberapa lama setelah RIS berdiri, gerakan-gerakan untuk membubarkan negara federal dan membentuk negara kesatuan telah ada. Gerakan tersebut makin lama makin kuat. Apalagi pembentukan negara federal tidak berdasarkan landasan konsepsional yang kuat. Pembentukan negara federal pada awalnya hanya merupakan tindak lanjut dari usaha Belanda untuk menghancurkan RI. Karena itu banyak mendapat tantangan dari sebagian besar rakyat RI. Bahkan ternyata di kalangan negara-negara bagian bentukan Belanda pun ada gerakan yang kuat untuk menentang bentuk negara
[UDIN 2015 – SEJARAH - 726]
federal tersebut. Mereka menginginkan menegakkan kembali negara kesatuan RI. Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan tegas menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan RI. Kedua negara bagian tersebut kemudian menyerahkan mandatnya pada Pemerintah RIS untuk mengadakan pembicaraan mengenai pembentukan Negara Kesatuan dengan Pemerintah RI. Setelah ditandatanganinya Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS dan pemerintah RI tanggal 19 Mei 1950, pembentukan Negara Kesatuan direalisasi. Kemudian dibentuk Panitia Gabungan RIS – RI yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan yang diselesaikan pada 20 Juli 1950. Rancangan UUD ini ditandatangani oleh Presiden Soekarno 15 Agustus 1950 yang kemudian dikenal sebagai UndangUndang Dasar Sementara RI 1950 (UUDS 1950). IV. Demokrasi Liberal 1950-1959 Pada masa Demokrasi Liberal yang dimulai tahun 1950 hingga 1959, diwarnai dengan munculnya partai-partai yang saling berebut untuk menduduki kabinet. Pada masa ini ada dua partai yang sangat menonjol dalam percaturan politik yaitu PNI dan Masyumi. Sehingga masa ini diidentifikasikan dengan masa jatuh bangunnya kabinet. Masa Demokrasi Liberal kepemimpinan negara diatur menurut Undang-undang Dasar yang bertanggung jawab kepada parlemen. Dan kabinet disusun menurut pertimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen dan sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh wakil-wakil partai itu. 1. Arti Sistem Demokrasi Liberal Suatu bentuk sistem politik dan pemerintahan yang bersendikan pada asas-asas liberalisme yang ada dan berkembang di Eropa dan Amerika Serikat. Di Indonesia sistem Demokrasi Liberal berlangsung sejak tahun 1950 sampai tahun 1959 saat dikeluarkannya Dekrit Presiden
5
Juli
1959.
Pada
masa
ini
perrgantian
kabinet
dilatarbelakangi oleh perbedaan yang tajam antara partai-partai melawan partai yang memerintah. Bahkan pernah terjadi partai menjatuhkan kabinetnya sendiri. [UDIN 2015 – SEJARAH - 727]
2. Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal Masa Liberal di Indonesia (1950-1959) biasa pula disebut masa kabinet parlementer. Kabinet parlementer adalah kabinet yang pemerintahan sehari-hari dipegang oleh seorang Perdana Menteri. Dalam masa Kabinet Parlementer ini ternyata konflik partai di Indonesia sangat tinggi sehingga kabinet terpaksa jatuh bangun. Kabinet disusun berdasarkan pertimbangan kekuatan kepartaian. Karena itu bila dianggap tidak berhasil, sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan. Sehubungan dengan hal tersebut pada masa Demokrasi Liberal sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini terjadi terutama karena sering terjadi konflik di antara partai-partai politik. Sebagai contoh pertentangan antara Masyumi dan PNI. Pertentangan antara kedua partai besar ini dalam parlemen tidak pernah dapat didamaikan sehingga menjadi berlarut-larut. Seringnya pergantian kabinet membuat masa yang singkat itu (1950-1959) dikuasai oleh beberapa kabinet. Kabinet-kabinet tersebut adalah : Kabinet Natsir (Masyumi 1950-1951), Kabinet Sukiman (Masyumi 1951-1952), Kabinet Wilopo (1952-1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (PNI 1953-1955), Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi 1955-1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957), dan akhirnya Kabinet Djuanda (Zaken kabinet 1957-1959). Jatuh
bangunnya
kabinet
pada
masa
Demokrasi
Liberal
disebabkan karena adanya konflik antara partai politik. Misalnya Kabinet Natsir jatuh karena PNI menentang kebijakannya mengenai Irian Jaya. Konflik partai Masyumi dan PNI ini dimenangkan oleh Masyumi dan menjadikan kabinet Sukiman berkuasa. Kabinet Sukiman tidak berlangsung lama karena ia dijatuhkan oleh PNI. Partai Nasional Indonesia menentang penandatanganan program bantuan Amerika Serikat kepada pemerintah RI. Alasan penolakannya adalah karena bantuan itu dapat dipakai sebagai alat untuk memasukkan RI ke dalam Blok Amerika Serikat. Dengan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 728]
demikian menurut PNI, Indonesia tidak bersikap bebas aktif lagi dalam melihat “Perang Dingin” antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Untuk mengurangi konflik antara PNI dan Masyumi itu Presiden menunjuk tokoh moderat dari PNI untuk memimpin Kabinet, maka terbentuklah Kabinet Wilopo (1952-1953). Kabinet ini bertugas mengadakan persiapan pemilihan umum dan pembentukan dewan konstituante. Namun sebelum tugas ini dapat diselesaikan, kabinet inipun harus meletakkan jabatan. Hal ini disebabkan karena daerahdaerah makin tidak percaya kepada pemerintah pusat. Di samping itu terjadi “peristiwa 17 Oktober 1952”, yaitu desakan dari pihak-pihak tertentu agar Presiden segera membubarkan Parlemen yang tidak mencerminkan keinginan rakyat. Peristiwa 17 Oktober 1952 dimanfaatkan oleh TNI-AD untuk kepentingan politiknya. Golongan yang dipimpin Kol. Bambang Sugeng itu tidak menyetujui Kol. A.H. Nasution sebagai KASAD. Sekelompok partai dalam parlemen menyokong dan menuntut agar diadakan perombakan pimpinan Kementerian Pertahanan dan TNI. Keterlibatan partai dianggap oleh pimpinan TNI sebagai campur tangan sipil dalam urusan tentara. Oleh karena itu mereka menuntut agar Presiden membubarkan Parlemen. Presiden menolak tuntutan ini sehingga
KASAD
maupun
KSAP
meletakkan jabatan.
Mandat
pembentukan kabinet tetap diserahkan kepada PNI. Dalam suasana konflik politik itu, Ali Sastroamidjojo terpilih untuk memimpin kabinet. Tugas Kabinet Ali Sastroamidjojo adalah melanjutkan program kabinet Wilopo, yaitu antara lain melaksanakan Pemilihan Umum untuk memilih DPR dan Konstituante. Meskipun Kabinet Ali Sastroamidjojo berhasil dalam politik luar negeri yaitu, dengan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung dalam bulan April 1955, namun Kabinet Ali Sastroamidjojo harus meletakkan jabatan sebelum dapat melaksanakan tugas utamanya yaitu pemilu, alasannya karena pimpinan TNI-AD menolak pimpinan baru yang diangkat Menteri Pertahanan. Hal ini sebenarnya
[UDIN 2015 – SEJARAH - 729]
yang berpangkal pada peristiwa 17 Oktober 1952. Calon pimpinan TNI yang diajukan Kabinet ini ditolak oleh Korps perwira sehingga menimbulkan krisis kabinet. Pada saat itu Presiden Soekarno akan berangkat ke tanah Suci Mekah. Sebelum berangkat Presiden mengangkat tiga orang untuk menjadi formatur kabinet, yaitu Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI), dan Asaat (non partai). Namun ketiga orang ini tidak berhasil membentuk kabinet hingga terpaksa mengembalikan mandatnya pada Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta. Hatta kemudian menunjuk Burhanuddin Harahap dari Masyumi untuk membentuk kabinet. Kabinet Burhanudin (1955-1956), ditugaskan untuk melaksanakan pemilihan umum. Usaha ini berhasil sekalipun mengalami kendalakendala yang berat. Pada tanggal 29 September 1955 pemilihan anggota-anggota parlemen dilakukan, dan pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan pemilihan umum untuk Konstituante. Setelah itu kabinet Burhanudin meletakkan jabatan dan kemudian dibentuk kabinet baru yang sesuai dengan hasil pemilihan umum. Selain masalah pemilihan umum Kabinet Burhanuddin juga berhasil menyelesaikan masalah TNI-AD dengan diangkatnya kembali Kol. A.H. Nasution sebagai KASAD pada bulan Oktober 1955. Selain itu dalam politik luar negeri kabinet ini condong ke barat dan berusaha mengadakan perundingan dengan Belanda mengenai soal Irian Barat. Hasil pemilihan umum 1955 menunjukkan PNI adalah partai yang terkuat. Oleh sebab itu presiden mengangkat seorang formatur kabinet dari PNI yaitu Ali Sastoramidjojo. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (19561957) adalah kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Kabinet ini mempunyai rencana kerja untuk lima tahun. Rencana kerja ini disebut rencana lima tahun. Isinya antara lain adalah perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat dalam wilayah RI. Otonomi daerah, mengusulkan perbaikan nasib buruh, penyehatan keuangan, dan pembentukan Dewan Ekonomi Nasional.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 730]
Sementara program berjalan timbul masalah-masalah baru. Pertama kegagalan dalam memaksa pihak Belanda agar menyerahkan Irian Barat dan pembatalan perjanjian KMB. Kedua, berkembangnya masalah anti Cina di kalangan rakyat yang tidak senang melihat kedudukan istimewa golongan ini dalam perdagangan. Sehingga perkelahian dan pengrusakan terjadi di beberapa kota. Ketiga di beberapa daerah timbul perasaan tidak puas terhadap pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan terjadinya pergolakan di beberapa daerah. Pergolakan daerah itu mendapat dukungan dari beberapa panglima TNI-AD, mereka merebut kekuasaan di daerah dengan cara membentuk Dewan Banteng di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956, Dewan Gajah di Sumatera Utara pada tanggal 22 Desember 1956. Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara. Untuk
mengatasi
keadaan
ini
Presiden
mengumumkan
berlakunya undang-undang SOB (negara dalam keadaan bahaya) dan angkatan perang mendapat wewenang khusus untuk mengamankan negara
di
seluruh
Indonesia.
Tetapi
usaha
Presiden
untuk
mempengaruhi partai-partai agar mau membentuk kabinet baru ternyata gagal. Sebab itu ia mengangkat Ir. Djuanda yang tidak berpartai sebagai formatur kabinet. Kabinet Djuanda (1957-1959) bertugas menyelesaikan kemelut dalam negeri, selain memperjuangkan kembalinya Irian Barat dan menjalankan pembangunan. Pertama-tama kabinet ini membentuk suatu Dewan Nasional yang bertugas memberi nasehat kepada pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Di samping itu, diadakan musyawarah nasional untuk mencari jalan keluar dari kemelut nasional. Sebelum musyawarah itu menghasilkan keputusan terjadi “Peristiwa Cikini”, yaitu percobaan pembunuhan Presiden. Pada tanggal 10
Februari 1958, Ketua
Dewan Banteng
mengeluarkan ultimatum agar Kabinet Djuanda dibubarkan dalam waktu lima kali 24 jam. Presiden ternyata tidak menghiraukan hal ini
[UDIN 2015 – SEJARAH - 731]
sehingga akhirnya Dewan Banteng memproklamasikan berdirinya “Pemerintah
Revolusioner
Republik
Indonesia”
(PRRI)
dengan
Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Begitu pula di Sulawesi dibentuk pemerintahan sendiri yaitu Permesta. Hal itu membuat situasi negara semakin mengkhawatirkan. 3. Kondisi Ekonomi Pada Masa Liberal Sesudah Pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949, KMB membebankan pada Indonesia hutang luar negeri sebesar Rp 2.800 juta. Sementara ekspor masih tergantung pada beberapa jenis hasil perkebunan saja. Masalah jangka pendek yang harus diselesaikan oleh pemerintah adalah : (a) mengurangi jumlah uang yang beredar dan (b) mengatasi kenaikan biaya hidup. Sedangkan masalah jangka panjang adalah pertambahan penduduk dan tingkat hidup yang rendah. Dari sisi moneter difisit pemerintah sebagian berhasil dikurangi dengan pinjaman pemerintah pada 20 Maret 1950. Jumlah itu didapat dari pinjaman wajib sebesar Rp 1,6 milyar. Kemudian dengan kesepakatan Sidang Menteri Uni Indonesia-Belanda, diperoleh kredit sebesar Rp 200.000.000,00 dari negeri Belanda. Pada 13 Maret 1950 di bidang perdagangan diusahakan untuk memajukan ekspor dengan sistem sertifikat devisa. Tujuan pemerintah adalah untuk merangsang ekspor. Keadaan sedikit membaik tahun 1950. Ekspor Indonesia menjadi 187% pada bulan April 1950, 243% pada bulan Mei atau sejumlah $ 115 juta. Selain itu diupayakan mencari kredit dari luar negeri terutama untuk pembangunan prasarana ekonomi. Menteri Kemakmuran Ir. Djuanda berhasil mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah $ 100.000.000. Dari jumlah tersebut direalisasi sejumlah $ 52.245.000. pengangkutan
Jumlah
ini
automotif,
untuk
membangun
pembangunan
jalan,
proyek-proyek telekomunikasi,
pelabuhan, kereta api, dan perhubungan udara. Namun demikian sejak 1951
penerimaan
pemerintah
mulai
berkurang
lagi,
karena
menurunnya volume perdagangan internasional. Indonesia dengan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 732]
ekonomi agrarianya memang tidak memiliki barang-barang ekspor lain kecuali hasil perkebunan. Upaya perbaikan ekonomi secara intensif diawali dengan Rencana Urgensi Perekonomian (1951) yang disusun Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo di masa Kabinet Natsir. Sasaran utamanya adalah industrialisasi. Setahun kemudian, pada zaman Kabinet Sukiman, pemerintah membentuk Biro Perancang Negara yang berturut-turut dipimpin oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Ir. Djuanda, dan Mr. Ali Budiardjo. Pada tahun 1956 badan ini menghasilkan suatu Rencana Pembangunan Lima Tahun (1956-1960) dan untuk melaksanakannya, Ir. Djuanda diangkat sebagai Menteri Perancang Nasional. Pembiayaan RPLT ini diperkirakan berjumlah Rp 12,5 milyar, didasarkan harapan bahwa harga barang dan upah buruh tidak berubah selama lima tahun. Ternyata harga ekspor bahan mentah Indonesia merosot. Hal ini mendorong pemerintah untuk melaksanakan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia pada bulan Desember 1957. Sementara itu, ketegangan politik yang timbul akibat pergolakan daerah ternyata tidak dapat diredakan dan untuk menanggulanginya diperlukan biaya yang besar, sehingga mengakibatkan meningkatnya defisit. Padahal ekspor justru sedang menurun. Situasi yang memburuk ini berlangsung terus sampai tahun 1959. Dalam bidang ekonomi satu fenomena moneter yang paling terkenal pada periode ini adalah pemotongan mata uang rupiah menjadi dua bagian. Pengguntingan uang ini terkenal dengan sebutan “gunting Syafrudin”. Tujuan dari pengguntingan uang ini adalah untuk menyedot jumlah uang beredar yang terlalu banyak, menghimpun dana pembangunan dan untuk menekan defisit anggaran belanja. 4. Upaya Membangun Pengusaha Nasional Sejak
awal
kemerdekaan
telah
ditempuh
upaya
untuk
membangkitkan suatu golongan pengusaha nasional yang tangguh. Pemikiran
ke
arah
[UDIN 2015 – SEJARAH - 733]
itu
dipelopori
oleh
Prof.
Dr.
Soemitro
Djojohadikusumo yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia harus selekas mungkin memiliki suatu golongan pengusaha. Para pengusaha bangsa Indonesia yang pada umumnya bermodal lemah, perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam membangun ekonomi nasional. Pemerintah hendaknya membantu dan membimbing para pengusaha itu, terutama pendidikan konkret atau dengan bantuan pemberian kredit. Apabila usaha ini berhasil, secara bertahap pengusaha bangsa Indonesia akan bangkit sehingga struktur ekonomi kolonial berangsurangsur akan berubah. Gagasan
Soemitro
itu
dilaksanakan
oleh
Kabinet
Natsir
(September 1950-April 1951) ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program ini terkenal dengan sebutan Program Benteng (Gerakan Benteng/Benteng Group) yang dimulai pada bulan April 1950. Selama tiga tahun (1950-1953) kurang lebih 700 perusahaan bangsa Indonesia telah mendapat kredit bantuan dari Program Benteng Ini. Langkah-langkah lain dalam menumbuhkan dunia usaha nasional antara lain adalah mewajibkan perusahaan-perusahaan asing untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar mereka dapat menduduki jabatan-jabatan staf, mendirikan perusahaan-perusahaan negara, menyediakan kredit dan lisensi
bagi
usaha-usaha
swasta
nasional,
dan
memberikan
perlindungan pada perusahaan-perusahaan itu agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. 5. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Di dalam sidang konstituante menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 kembali menjadi Undang-undang Republik Indonesia yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa konstituante dianggap tidak mampu bekerja lagi. Krisis politik pun semakin merajalela dan partai-partai tidak dapat mengatasinya sehingga negara benar-benar dalam keadaan gawat. Untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, dicapailah kesepakatan antara presiden, kabinet, dewan nasional, wakil-wakil
[UDIN 2015 – SEJARAH - 734]
partai, dan pimpinan TNI untuk kembali ke UUD 1945. Ini adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi krisis nasional. Akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 juli 1959 yang isinya sebagai berikut: a.Pembubaran Konstituante b.Berlakunya kembali UUD 1945 c.Tidak berlakunya UUDS 1950 Dekrit Presiden itu juga menetapkan pembentukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Sementara
(MPRS),
Dewan
Permusyawaratan Rakyat Sementara (DPRS), Dewan Perancang Nasional (Deparnas). Dekrit yang kemudian dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini mengawali masa demokrasi terpimpin dalam pemerintahan Republik Indonesia. V. Masa Demokrasi Terpimpin 1959 – 1965 Pada masa ini, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit yang dinamakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dikeluarkannya dekrit tersebut disebabkan
karena
ketidakmampuan
konstituante
untuk
menyusun
Undang-Undang Dasar yang baru bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian di dalam praktik ketatanegaraannya dalam sistem Demokrasi Terpimpin ini tidak dilaksanakan secara konsekuen, bahkan justru sebaliknya, karena di dalam praktiknya sangat jauh dan menyimpang dari arti yang sebenarnya, realisasinya justru yang memimpin demokrasi ini bukan Pancasila tetapi dipimpin oleh Presiden Soekarno. Akibatnya demokrasi yang dijalankan tidak lagi berdasarkan keinginan luhur bangsa Indonesia dengan menggunakan Pancasila sebagai pedomannya, akan tetapi didasarkan kepada keinginan-keinginan atau ambisi-ambisi politik Presiden Soekarno. 1. Kondisi Politik Masa Demokrasi Terpimpin Demokrasi Terpimpin adalah suatu paham yang tidak didasarkan atas paham liberalisme, sosialisme, nasionalisme, fasisme dan komunis, akan tetapi suatu paham demokrasi yang didasarkan kepada [UDIN 2015 – SEJARAH - 735]
keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 45 yang menuju pada suatu tujuan mencapai masyarakat adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spiritual sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agusturs 1945. Dengan
dikeluarkannya
“Dekrit
Presiden”,
Kabinet
Karya
dibubarkan dan diganti dengan Kabinet Kerja yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno. Presiden sekaligus bertindak sebagai perdana menteri, sedang Ir. Djuanda diangkat sebagai menteri pertama. Program pokok kabinet meliputi penyelesaian masalah keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat dan masalah sandang pangan. Pada periode ini Presiden Soekarno hampir memegang seluruh kekuasaan. Presiden menciptakan sistem politik yang dinamakan Demokrasi Terpimpin. Presiden kemudian mengeluarkan Penetapan No. 7 Tahun 1959 untuk mengatur kehidupan partai politik di Indonesia, yang antara lain menyebut bahwa hanya partai-partai yang dapat menerima Pancasila yang akan diberi hak hidup. Partai Masyumi dan PSI dibubarkan karena ada tokoh-tokohnya yang dianggap terlibat PRRI/Permesta. Lembaga-lembaga tertinggi negara diubah oleh Presiden. DPR dan MPR dibentuk tanpa melalui pemilu dengan nama DPR Gotong Royong dan MPR Sementara. Selain itu dibentuk pula lembaga-lembaga
inkonstitusional
seperti
Front
Nasional
yang
bertujuan memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945 serta Depernas (Dewan Perancang Nasional) yang bertugas merancang pembangunan nasional. Dalam masa Demokrasi Terpimpin ada kekuatan politik waktu itu terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI disampingnya.
TNI
sejak
keberhasilannya
dalam
menumpas
pemberontakan PRRI-Permesta pada tahun 1958 muncul dalam arena politik. Pimpinan TNI mendukung sepenuhnya diberlakukannya kembali UUD 1945. TNI Angkatan Darat selalu berusaha agar Demokrasi Terpimpin tidak berubah menjadi kediktatoran. Wadah organisasi TNI
[UDIN 2015 – SEJARAH - 736]
AD adalah Golongan Karya. Sedangkan PKI yang sejak tahun 1952 bangkit kembali setelah ditumpas dalam pemberontakan Madiun (1948), dengan menerima Pen Pres No. 7/1959 partai ini mendapat tempat dalam tatanan politik. Kemudian dengan menyokong gagasan NASAKOM (Nasionalisme – Agama – Komunisme) dari Presiden, PKI dapat memperkuat kedudukannya dan berusaha menyaingi TNI. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno mengucapkan pidato yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato itu merupakan penjelasan dan pertanggungjawaban atas Dekrit 5 Juli 1959 serta kebijaksanaan Presiden dalam mencanangkan sistem Demokrasi Terpimpin. DPA mengusulkan agar pidato Presiden tersebut dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan dinamakan Manipol (Manifesto Politik). Usul tersebut kemudian diterima oleh MPRS. Landasan Manipol adalah ajaran-ajaran Bung Karno sejak tahun 1927 yang dikembangkan menjadi satu kekuatan politik dan disebut Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Ajaran ini mengukuhkan presiden sebagai penguasa
tunggal. “Politik adalah Panglima”
merupakan semboyan pada waktu itu. Segala hal dalam kehidupan bernegara diarahkan untuk kepentingan politik belaka. Ekonomi, kebudayaan,
pendidikan,
kesenian
harus
diletakkan
di
atas
kepentingan politik. Arah politiknya adalah sosialisme. Keadaan ini menguntungkan PKI karena sejak semula tujuan perjuangan politiknya adalah menggalang persatuan nasional di bawah kekuatan komunis. Politik pemerintah zaman Demokrasi Terpimpin memang sangat menguntungkan PKI. Azas “Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif” pun diganti dengan doktrin politik baru yang mempertentangkan New Emerging Forces (Nefos) dan The Old Established Forces (Oldefos). Nefos pertama adalah negara-negara Asia dan Afrika yang anti barat, dan Oldefos adalah negara-negara barat dan antek-anteknya yang merupakan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imprealisme). Asas politik baru ini dapat digunakan dengan baik oleh PKI karena tidak berbeda jauh dengan pandangan komunisme.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 737]
Satu program Kabinet Kerja yang pada hakekatnya merupakan tuntutan nasional adalah masalah Irian Barat. Wilayah ini merupakan bagian dari Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945, tetapi Belanda belum bersedia menyerahkan bahkan berlarut-larut sampai tahun 1962. Mula-mula Indonesia mencoba memperjuangkan kembalinya wilayah itu melalui PBB, tetapi tidak pernah berhasil memperoleh tanggapan positif. Pada tahun 1961, Pemerintah RI mengambil sikap tegas yaitu merencanakan penyerbuan ke Irian Barat. Rencana ini dinamakan Tri Komando Rakyat atau Trikora. Dalam rangka mencari bantuan untuk operasi militer ke Irian Barat itulah Pemerintah RI mendekati Uni soviet. Langkah ini ditempuh setelah negara-negara barat (terutama Amerika Serikat)
tidak
bersedia
memberikan
dukungan.
Dalam
rangka
membebaskan Irian Barat inilah pada tahun 1962 dibentuk Komando Mandala di bawah pimpinan Kolonel Soeharto. Dengan dibentuknya Operasi Mandala, maka suasana perang semakin dekat. Amerika Serikat kemudian mendesak Belanda untuk mengadakan perundingan. Amerika Serikat khawatir situasi itu dapat digunakan Uni soviet menanamkan kekuasaannya di wilayah Pasifik, yang akan merugikan pihak Barat dalam “Perang Dingin”. Usaha ini berhasil dan pada tanggal 15 Agustus 1962 pihak Belanda dan Indonesia menandatangani Perjanjian New York. Duta Besar AS untuk PBB
Ellsworth
Bunker
menjembatani
pertikaian
ini.
Bunker
mengusulkan agar Irian Barat diserahkan kepada Indonesia melalui PBB dalam waktu dua tahun. Dalam masa peralihan itu Irian Barat dipegang oleh suatu badan PBB, UNTEA (United Nation Temporary Executive Authority). Badan ini menyerahkan Irian Barat kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963. Dukungan Uni Sovyet dalam merebut Irian Barat memberikan jalan bagi PKI untuk mempengaruhi kebijakan politik Bung Karno. Hal itu
memungkinkan
PKI
mendapat
nama
yang
terhormat
menghapus tindakan pemberontakannya melalui peristiwa Madiun.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 738]
dan
Masalah Malaysia pun merupakan isu yang menguntungkan PKI untuk mendapat tempat dalam kalangan pimpinan negara. Masalah ini muncul ketika Tengku Abdulrakhman mengusulkan pada pemerintah Inggris untuk membentuk federasi antara daerah-daerah jajahan Inggris di Asia Tenggara. Federasi tersebut Federasi Malaysia yang meliputi daerah-daerah Malaya, Singapura, Serawak, Brunei dan Sabah. Indonesia dengan tegas menolak pembentukan federasi tersebut. Pemerintah Indonesia waktu itu menganggap bahwa federasi itu proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia. PKI yang sangat berpengaruh waktu itu berusaha mendorong Indonesia ke arah melakukan Konfrontasi. Filipina juga merasa dirugikan dengan pembentukan federasi tersebut. Karena itu masalah federasi menjadi masalah internasional dan menimbulkan ketegangan di Asia Tenggara. Untuk menghindari terjadi perang di Asia Tenggara, kemudian diusahakan penyelesaian melalui perundingan. Setelah itu kemudian dilakukan perundinganperundingan baik di Tokyo maupun di Manila. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Manila 7 Juni 1963, wakil Indonesia dan Filipina menyatakan bahwa tidak berkeberatan atas pembentukan federasi tersebut asal memang dikehendaki oleh rakyat Kalimantan Utara. Dan untuk mengetahui kehendak rakyat Kalimantan Utara tersebut harus dilakukan oleh PBB. Untuk itu kemudian dibentuk tim untuk melaksanakan menjalankan
Referendum. tugas
mengumumkan
Tengku
Namun
sebelum
Abdulrakhman
berdirinya Federasi
Malaysia
tim
dan pada
ini Inggris
selesai telah
tanggal
16
September 1963. Indonesia mengajukan protes, karena menganggap Tengku Abdulrakhman melanggar Konferensi Tingkat Tinggi di Manila. Dalam konferensi tersebut Tengku Abdulrakhman menjanjikan untuk menangguhkan Proklamasi Federasi Malaysia sampai Tim PBB menyelesaikan tugasnya. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia tidak bersedia mengakui Federasi Malaysia dan membuka tahap baru dalam konfrontasinya terhadap Malaysia. Kemudian pada tanggal 3 Mei 1964
[UDIN 2015 – SEJARAH - 739]
Presiden Soekarno mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) untuk menggagalkan dan menghancurkan Federasi Malaysia. 2. Kondisi Ekonomi Pada Masa Terpimpin Dekrit Presiden yang dikeluarkan 5 Juli 1959 juga membawa perubahan dalam bidang ekonomi. Presiden kemudian mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang antara lain menyebutkan bahwa penyelenggaraan ekonomi harus dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah dalam ekonomi terutama nampak dalam kebijaksanaan moneternya. Untuk membendung inflasi Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 yang mulai berlaku 25 Agustus 1959. Peraturan itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar. Untuk itu nilai uang kertas pecahan Rp 500,00 dan Rp 1.000,00 diturunkan nilainya masing-masing menjadi Rp 50,00 dan Rp 100,00. Di samping itu juga dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1959 tentang pembekuan sebagian dari simpanan pada bank-bank. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar, terutama dalam tahun 1957 dan 1958. Sementara perdagangan ekspor-impor dan perdagangan dalam negeri juga mengalami kemerosotan sehingga penghasilan negara juga merosot.
Dengan
demikian
defisit
anggaran
belanja
menjadi
meningkat, dan hanya sebagian kecil saja yang dapat ditutup dengan pinjaman-pinjaman dari luar negeri. Hal-hal itu menyebabkan makin bertambahnya percetakan uang kertas. Sebagai tindak lanjut pengeluaran uang baru pemerintah mengeluarkan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1959. Isi peraturan tersebut bahwa bagian lembaran uang lama Rp 1.000,00 dan Rp 500,00 harus segera ditukar dengan uang kertas bank baru sebelum 1 Januari 1960. Untuk itu kemudian dibentuk Panitia Penampung Operasi Keuangan (PPOK). Tugas pokok panitia ini ialah menyelenggarakan tindak lanjut tindakan moneter
[UDIN 2015 – SEJARAH - 740]
tersebut. Tindakan moneter ini dimaksudkan untuk mengindahkan inflasi dan mencapai keseimbangan serta kemantapan moneter. Hal itu diusahakan dengan menyalurkan uang dan kredit baru ke bidang usaha-usaha yang dipandang penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Tetapi tindakan pemerintah ini ternyata mengalami kegagalan. Volume uang yang beredar dari waktu ke waktu semakin meningkat. Apalagi pemerintah kembali melakukan kebijakan moneter yaitu mengeluarkan uang rupiah baru yang nilainya ditetapkan sebesar 1000 kali uang rupiah lama. Jumlah uang yang beredar semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir 1966. Hal itu diperparah lagi dengan tidak adanya kemauan pemerintah untuk menahan diri dalam pengeluaran-pengeluarannya. Hal itu dapat dilihat dari adanya proyek-proyek mercusuar seperti Ganefo dan Conefo (Games of the New Emerging Force dan Conference of the New Emerging Forces). Adanya mengeluarkan
proyek-proyek dana
tersebut
semakin besar.
memaksa
pemerintah
Akibatnya inflasi
semakin
meningkat dan harga-harga semakin membubung. Tingkat kenaikan harga-harga paling tinggi terjadi dalam tahun 1965 (antara 200% 300% dari harga tahun 1964) selaras dengan tingkat kenaikan peredaran yang paling tinggi dalam tahun 1965, karena ekspor merana, impor pun harus dibatasi sesuai kekuatan devisa. Sejak tahun 1961 pemerintah secara terus-menerus membiayai kekurangan neraca pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kali dalam sejarah moneternya, Indonesia
kehabisan
cadangan
emas
dan
devisanya,
yang
memperlihatkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta. Hal ini terjadi terutama karena politik konfrontasi dengan Malaysia. Di samping itu dalam rangka pelaksanaan ekonomi terpimpin Presiden Soekarno menganggap perlu mengintegrasikan semua bank ke dalam suatu organisasi Bank Tunggal Milik Negara. Tugas bank tersebut adalah menjalankan aktivitas-aktivitas bank sirkulasi, bank
[UDIN 2015 – SEJARAH - 741]
sentral, dan bank umum. Sebagai langkah pertama untuk menuju Bank Tunggal Milik Negara itu terlebih dahulu diadakan integrasi bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan Nelayan (BKN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia. Sesudah proses pengintegrasian itu selesai, barulah dibentuk Bank Tunggal Milik Negara yang dibagi dalam beberapa unit, masing-masing unit menjalankan pekerjaannya menurut aturan-aturan pendiriannya. Keadaan demikian itu berlangsung terus sampai bank tunggal itu dibubarkan pada tahun 1968 (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968). Yang menarik dari Bank Tunggal Milik Negara itu ialah bahwa pengintegrasian bank-bank negara dalam bentuk tunggal diatur melalui penetapan Presiden, sedangkan bank-bank yang bersangkutan, sebelum diintegrasikan dibentuk atau didirikan atas dasar undangundang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Pada tahun 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 081 dan Keputusan Presiden Nomor 360 Tahun 1964 yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai penghimpunan dan penggunaan dana-dana revolusi. Dana-dana revolusi tersebut pada mulanya diperoleh dari pungutan uang call SPP dan dari pungutan yang dikenakan pada pemberian izin impor dengan deferred payment. Impor dengan kredit ini dilakukan karena persediaan devisa sangat minus. Pada waktu itu memang persediaan devisa menipis sekali. Dalam
praktek
barang-barang
yang
diimpor
dengan
menggunakan deferred payment itu adalah barang-barang yang tidak bermanfaat bagi rakyat banyak, bahkan sebaliknya merupakan barangbarang yang sudah dijadikan spekulasi dalam perdagangan misalnya scooter dan barang-barang luks lainnya. Jumlah izin impor dengan deferred payment khusus ini kira-kira US$ 270 juta. Untuk setiap satu dolar Amerika yang diimpor dengan deferred payment itu orang harus menyetor antara Rp 250 sampai Rp 1.000,00 (uang lama) untuk Dana
[UDIN 2015 – SEJARAH - 742]
Revolusi di samping kadang-kadang harus juga membayar dengan valuta asing dalam jumlah tertentu. Karena kebijaksanaan kredit luar negeri itu hutang-hutang negara semakin menumpuk sedangkan ekspor semakin menurun dan devisa makin menipis. Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau ditangguhkan. Republik Indonesia tidak mampu membayar tagihantagihan dari luar negeri, sehingga terjadi insolvensi internasional, sebab itu beberapa negara menghentikan impornya ke Indonesia karena hutang-hutang tidak dibayar. Di dalam negeri berakibat mengganggu, menghambat atau mengacaukan produksi, distribusi dan perdagangan, serta menimbulkan kegelisahan di kalangan penduduk. 3. Peristiwa Gerakan 30 September/PKI Dalam periode demokrasi terpimpin PKI memperoleh kesempatan untuk
membangun
dan
mengembangkan
kekuatan
politiknya.
Terbukanya kesempatan itu sebenarnya tidak lepas dari sikap Presiden Soekarno yang beranggapan masih dapat mengendalikan PKI. Namun ternyata PKI mempunyai tujuan lain. PKI pun membuat persiapan-persiapan untuk mewujudkan tujuan partainya. Suatu bagian yang sangat dirahasiakan yang dikenal dengan nama “Biro Khusus” dibentuk oleh Aidit. Biro ini dimaksudkan untuk “membina anggota ABRI”. Dengan demikian diharapkan akan ada satu kelompok ABRI yang memihak pada PKI. Pengikut-pengikut PKI dalam ABRI ini disebut “Perwira-perwira Progresif”. PKI juga membentuk pasukan sendiri melalui pasukan sukarelawan yang dilatih dalam rangka “Ganyang Malaysia”. Gerakan sukarelawan itu dilatih secara khusus dengan bantuan Peking. Sejak awal tahun 1965, Peking menganjurkan pada pemerintah RI agar pasukan-pasukan sukarelawan dijadikan “Angkatan Kelima” dalam ABRI. Hal ini jelas tidak dapat diterima oleh TNI. Sementara itu usaha-usaha mempersenjatai para sukarelawan diteruskan antara lain melalui Soebandrio dan Marsekal Omar Dhani (Menteri Luar Negeri dan KSAU) pada masa itu.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 743]
Mulai bulan Juli atau akhir Juni 1965, PKI menyusun rencana untuk menghancurkan pimpinan TNI AD yang menghalanginya dalam segala bidang. Pelaksanaan rencana itu dikaitkan dengan kondisi kesehatan Presiden. Pada bulan Agustus, Soekarno terkena serangan flue yang gawat sekali. Berbagai macam dugaan muncul berkaitan dengan kelangsungan hidupnya. Saat itulah PKI menyusun rancana untuk menggantikan pimpinan TNI AD dengan “Perwira-perwira Progresif” agar penghalang rencana PKI untuk menjadi “ahli waris Bung Karno” tidak mendapat halangan lagi. Dalam rangka rencana itu PKI menyebarkan desas-desus bahwa pimpinan TNI AD yang tergabung dalam “Dewan Jenderal” dan bekerjasama dengan CIA akan mengadakan coup d’etat pada saat Soekarno jatuh sakit. Di balik desas desus ini kaum komunis telah menyiapkan coup d’etat mereka sendiri. Kesempatan mereka tiba menjelang perayaan ulang tahun ABRI. Pada saat itulah “Perwiraperwira Progresif” berhasil memasukkan pasukannya ke Jakarta dalam rangka parade ulang tahun ABRI tanggal 5 Oktober. Sebelum saat perayaan tiba mereka telah melancarkan operasi militer yang mereka namakan Gerakan 30 September. Pada malam yang naas itu 6 orang Jenderal Pimpinan TNI AD dibunuh secara kejam, tetapi Jenderal A.H. Nasution dapat meloloskan diri. Komandan Kostrad Jenderal Soeharto kemudian mengambil alih pimpinan AD dan bertindak cepat untuk menguasai keadaan. Operasi militer dilancarkan mulai tanggal 1 Oktober 1965. Gedung RRI Pusat dan Gedung Telekomunikasi berhasil direbut. Pada hari itu juga Kota Jakarta telah dapat dikuasai kembali. Selanjutnya setelah diketahui bahwa basis utama G 30 S/PKI berada di sekitar Lanuma Halim Perdanakusuma, maka mulailah dilakukan persiapan-persiapan untuk membebaskan Halim. Kekuatan PKI pun hancur berantakan. Menghadapi situasi yang terdesak dan karena tidak adanya dukungan ABRI dan masyarakat pemimpin PKI DN Aidit meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dan kemudian selalu berpindah-pindah
[UDIN 2015 – SEJARAH - 744]
tempat. Namun ABRI dengan bantuan masyarakat terus berusaha menghancurkan kekuatan G 30 S/PKI juga di berbagai tempat di seluruh pelosok tanah air. Aidit kemudian ditangkap di Manisrenggo Solo dan kemudian dihabisi di daerah Ungaran. Situasi Jawa Tengah saat itu tidak memungkinkan untuk membawa Aidit ke Jakarta. VI. Masa Orde Baru Orde Baru adalah tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang diletakkan kembali pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran Orde Baru ini tidak dapat dipisahkan dari peristiwa G 30 S/PKI dan dikeluarkannya Supersemar 1966. Terbitnya Supersemar merupakan sarana bagi upaya penyelesaian kemelut politik yang menimpa bangsa Indonesia sebagai akibat pemberontakan G 30 S/PKI. 1. Lahirnya Orde Baru Gerakan 30 September 1965 untuk sementara memang berhasil membingungkan masyarakat. Namun dengan cepat pemerintah dapat menguasai keadaan. Setelah itu dilakukan upaya pembersihan terhadap oknum-oknum yang terlibat G 30 S/PKI, demikian juga di daerah-daerah. Partai-partai dan organisasi masa yang tergabung dalam Front Pancasila, KAMI, KAPI dan KAPPI bergerak untuk mengadakan aksi pembersihan terhadap semua oknum yang terlibat G 30 S PKI. Sampai awal Desember operasi militer terhadap pemberontakan dapat dikatakan sudah berakhir tetapi penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut belum ada tanda-tanda dilaksanakan. Sehingga terjadi krisis politik. Demikian juga bidang ekonomi, keadaannya semakin parah. Kesejahteraannya jauh merosot, antara lain karena laju inflasi yang mencapai 650%. Hal itu semakin parah dengan adanya devaluasi nilai rupiah, kenaikan tarif dan jasa serta kenaikan harga BBM pada 3 Januari 1966. Masyarakat dengan dipelopori kesatuankesatuan aksi meminta agar kenaikan harga ditinjau kembali. Permintaan itu tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. Demikian [UDIN 2015 – SEJARAH - 745]
juga dalam menyelesaikan kemelut politik tidak mencerminkan upaya untuk
mengatasi
gejolak
yang
timbul.
Hal
ini
menimbulkan
ketidakpuasan masyarakat yang akhirnya meledak dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Pada tanggal 10 Januari 1966 masyarakat dengan dipelopori KAMI dan KAPI menyampaikan tiga tuntutan rakyat (TRITURA) kepada pemerintah yaitu: a. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya. b. Pembersihan kabinet Dwikora, dengan sasaran jangka panjang berupa pemerintahan yang efisien, kompak, dan efektif. c. Penurunan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, dengan konsekuensi jangka panjang rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi. Meskipun Tritura sudah diajukan, namun tidak ada tanggapan dari DPR Gotong Royong dan MPRS. Partai Komunis Indonesia dan simpatisannya masih bertahan di kabinet. Itulah sebabnya kesatuan aksi makin marah dan terjadilah demonstrasi secara besar-besaran untuk menyampaikan amanat penderitaan rakyat. Demonstrasi yang membawakan suara hati nurani rakyat ini juga disebut “DPR Jalanan”. Demonstrasi
jalanan
ini
merupakan
wujud
gerakan
anti
pemerintah. Akan tetapi pemerintah bertahan pada pendiriannya, bahkan
membubarkan
Kabinet Dwikora dan membentuk kabinet
baru. Namun Kabinet yang baru dibentuk, yang merupakan “penyempurnaan” kabinet lama, justru diisi oleh orang-orang PKI. Kabinet Dwikora yang disempurnakan inilah yang terkenal dengan nama “Kabinet Seratus Menteri”. Demonstrasi yang dipimpin oleh KAMI dan KAPPI kemudian berhadapan dengan pasukan pemerintah. Para demonstran terus mendesak sampai ke Istana Merdeka. Pasukan pemerintah yang terdesak berusaha menahan para demonstran dengan tembakan. Dalam peristiwa itu seorang mahasiswa UI yaitu Arif Rakhman Hakim tertembak dan gugur sebagai pahlawan Ampera. Suasana di Ibukota
[UDIN 2015 – SEJARAH - 746]
semakin tegang. Hampir setiap hari terjadi demonstrasi untuk mewujudkan Tritura. Untuk mengantisipasi situasi yang semakin kacau itu maka pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengadakan sidang Kabinet di Istana Negara. Tujuan sidang ini adalah untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sidang ini dijaga sangat ketat oleh pasukan kawal istana. Selain itu ternyata di sekeliling istana terlihat ada sekelompok lengkap dari
“pasukan liar” yang tidak menggunakan identitas
kesatuannya.
Para
peserta sidang khawatir bila
“pasukan liar” ini akan memperkeruh suasana. Sementara sidang berlangsung, Presiden Soekarno menerima laporan tentang adanya pasukan tak dikenal di sekitar istana. Untuk menghindari segala kemungkinan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri
(Waperdam) II,
Dokter Leimena. Presiden kemudian meninggalkan istana menuju Bogor
dengan helikopter. Beliau
diikuti
oleh
Waperdam I, Dr.
Subandrio, dan Waperdam III Chaerul Saleh. Waperdam II Dokter Leimena kemudian membubarkan sidang dan menyusul ke Bogor. Tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rakhmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Makhmud menghadap Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad. Setelah
membahas masalah pemulihan keamanan dan ketertiban,
maka pada tanggal 11 Maret itu juga tiga orang perwira tinggi tersebut pergi menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor. Ketiga perwira tinggi itu diterima oleh Presiden Soekarno, yang didampingi oleh Waperdam I, II, dan III. Mereka melaporkan kepada Presiden tentang suasana di Jakarta dan kesiapan ABRI untuk mengatasi suasana jika terjadi sesuatu. Namun usaha ini hanya akan berhasil jika presiden memberikan kekuasaan penuh kepada seseorang
yang diberi tugas
untuk mengatasi situasi. Adanya laporan tiga perwira di atas, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto
[UDIN 2015 – SEJARAH - 747]
yang
menjabat
yang
dikenal
sebagai dengan
pimpinan Kostrad. Surat Perintah inilah
nama
Surat
Perintah
11
Maret
1966
(Supersemar). Supersemar ini antara lain berisi instruksi agar Letnan Jenderal Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin
keamanan, ketenangan,
ketertiban, dan kestabilan
jalannya pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Letnan Jenderal Soeharto selaku pengemban Supersemar segera mengambil
kebijaksanaan
dan
langkah
tegas
terhadap
perkembangan politik yang tidak menentu. Satu demi satu Tritura dipenuhi. Yang
pertama dilakukan ialah pembubaran PKI serta
ormas-ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Kedua adalah pengamanan 15 orang menteri yang berindikasi terlibat G 30 S/PKI atau
diragukan
i’tikad
baiknya
dalam
memulihkan
keamanan.
Pengamanan menteri-menteri terjadi pada tanggal 18 Maret 1966. Tritura yang kedua dapat dipenuhi oleh Letnan Jenderal Soeharto. Unsur-unsur dan pengaruh PKI dibersihkan, Anggota PKI dan yang berindikasi terlibat PKI diberhentikan keanggotaannya dari DPRGR dan MPRS. aparatur
Jawatan
dan
kantor-kantor juga dibersihkan dari
yang kena pengaruh komunis. Pemerintah kemudian
mengambil langkah-langkah penyimpangan dari
untuk
UUD 1945
mengembalikan penyimpangandalam lembaga eksekutif
dan
legislatif. Dalam Sidang Umum IV MPRS tanggal 20 Juni-5 Juli 1966, dihasilkan ketetapan-ketetapan politik sesuai dengan UUD 1945. Pemerintah
Orde
Baru adalah pemerintahan
yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto. Pemerintahan ini berlangsung sejak berlakunya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, yang menggantikan pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden (1945-1966). pelaksanaan
Pemerintahan Pancasila
dan
Orde UUD
Baru 1945
Soekarno
ditandai
secara
murni
oleh dan
konsekuen. Orde Baru mempunyai dua landasan, yaitu landasan
[UDIN 2015 – SEJARAH - 748]
falsafah dan ideologi Pancasila, dan landasan konstitusional berupa UUD 1945. Lahirnya Orde Baru berarti dimulainya lembaran baru dalam sejarah Indonesia. Baik lembaran yang berisi tatanan peri kehidupan rakyat,
bangsa,
pembangunan
dan moral
negara, dan
maupun
fisik
lembaran
yang
berisi
menuju masyarakat adil dan
makmur, dilandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. 2. Stabilisasi dan Rehabilitasi Tuntutan Tritura yang ketiga yaitu perbaikan dan stabilitas ekonomi hanya dapat dilakukan dengan pembangunan di segala bidang. Akan tetapi pembangunan hanya dapat berjalan lancar jika negara berada dalam keadaan aman dan tertib. Oleh karena itu sebelum pembangunan nasional dimulai diperlukan dahulu stabilitas nasional. Program pertama yang dilakukan adalah pembaharuan kabinet. Kabinet untuk menstabilitaskan ekonomi dan keamanan disebut Kabinet Ampera. Dalam masa Kabinet Ampera I & II (19661968), Departemen Keuangan mengemban tugas melaksanakan program stabilitas ekonomi dan keuangan negara yang meliputi bidang moneter termasuk didalamnya menjaga stabilitas intern dan ekstern
nilai mata uang Indonesia. Untuk
perekonomian
dan
keuangan
yang
sangat
mengatasi
situasi
buruk serta
dalam
rangka stabilitas ekonomi, pemerintah menetapkan serangkaian kebijaksanaan, yakni: a. Penyesuaian pengeluaran negara dengan pendapatan negara, sehinga
terdapat keseimbangan
penerimaan (Balance
antara
Budget) yang dituangkan
pengeluaran dan dalam Undang-
undang APBN No.13 Tahun 1967 tanggal 30 Desember 1967 yang juga menjadi dasar hukum pelaksanaan APBN 1968/1969. b. Penekanan inflasi dan peningkatan nilai rupiah. c. Penjadwalan beban pembayaran utang luar negeri warisan masa lampau yang seluruhnya berjumlah US$ 2,4 milyar dan di lain pihak juga berusaha untuk mendapat kredit baru guna membiayai
[UDIN 2015 – SEJARAH - 749]
belanja pembangunan. Selain itu, dalam komperensi “rescheduling” hutang-hutang luar negeri dengan pihak kreditor, dihasilkan persetujuan: a. Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun dari tahun 1970 s.d. 1999. b. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran dengan jumlah yang sama setiap tahun. c. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga sedangkan pembayaran kembali bunga pinjaman dilaksanakan dalam 15 angsuran tahunan mulai 1985. d. Pembayaran
hutang
dilaksanakan
atas
dasar
prinsip
non
diskriminative, baik terhadap negara kreditor, maupun terhadap sifat dan tujuan kredit. 3. Tahap-tahap Pembangunan Nasional Prioritas
utama
tahap
pembangunan
nasional
adalah
stabilitas politik. Tindakan ini dilakukan berdasarkan pengalaman sejarah pada
masa
Liberal dan masa
Demokrasi
Terpimpin
sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Karena itu dalam Kabinet Pembangunan Nasional I, mula-mula yang mereka lakukan adalah menghilangkan
pertentangan
politik.
Dualisme
Kepemimpinan
adalah bagian pertama yang harus segera diselesaikan. Dualisme Kepemimpinan ini berakhir pada tanggal 22 Februari 1967. Ketika itu Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Letnan Jenderal Soeharto. Namun secara resmi serah terima jabatan baru dilaksanakan setelah Sidang Umum MPRS yang berlangsung tanggal 7-12 Maret 1967. Dalam Sidang Umum V MPRS tanggal 21-30 Maret 1968 Letnan Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden RI sampai terpilih kembali melalui Pemilihan Umum. Dengan terpilihnya Jenderal Soeharto ini kemudian dibentuk Kabinet Pembangunan. Tugas utama Kabinet Pembangunan adalah: a. Menciptakan Stabilitas Politik dan Ekonomi
[UDIN 2015 – SEJARAH - 750]
b. Menyusun dan melaksanakan rencana Pembangunan Lima tahun Tahap pertama c. Melaksanakan Pemilihan Umum d. Mengikis habis sisa-sisa G 30 S/PKI e. Membersihkan aparatur negara di pusat dan di daerah dari pengaruh PKI. Keberhasilan stabilitas politik ditunjukkan oleh hasil penentuan pendapat rakyat (pepera) di Irian Barat pada tahun 1969. Irian Barat memilih bersatu dengan Republik Indonesia.
Di
samping
itu
pemerintah juga berhasil mengembalikan stabilitas politik luar negeri antara lain dengan : a. Berakhirnya Konfrontasi dengan Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966. b. Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September1966. c. Pembentukan ASEAN 8 Agustus 1967. Dalam sektor ekonomi Kebijaksanaan Pemerintah diarahkan untuk memperbaiki neraca pembayaran yang ditunjang dengan tersedianya cadangan devisa yang cukup memadai. Di samping itu terjadinya keseimbangan moneter dan anggaran pendapatan belanja negara yang berimbang dan dinamis. Untuk mencapai hal ini, maka dikeluarkan paket kebijaksanaan 1 April 1976. Sasaran pokok kebijakan ini adalah mendorong ekspor di luar minyak dan gas bumi sebagai sumber pendapatan negara. VII. Masa Orde Reformasi Perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang, Indonesia dapat melaksanakan pembangunan dan mendapat kepercayaan dari dalam maupun luar negeri. Rakyat Indonesia yang menderita sejak tahun 1960-an dapat
meningkat
kesejahteraannya.
Akan
tetapi
keberhasilan
pembangunan pada waktu itu tidak merata karena terjadi kesenjangan sosial ekonomi yang mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan Orde Baru ingin mempertahankan kekuasaannya terus menerus dengan [UDIN 2015 – SEJARAH - 751]
berbagai cara. Hal ini menimbulkan berbagai efek negatif. Berbagai bentuk penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 itu disebabkan oleh adanya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sejak pertengahan tahun 1996 situasi politik di Indonesia memanas. Golongan Karya yang berkeinginan menjadi mayoritas tunggal (Single Majority) mendapat tekanan dari masyarakat. Masyarakat menuntut adanya perubahan di bidang politik, ekonomi, demokratisasi dalam kehidupan sosial serta dihormatinya hak asasi manusia. Hasil Pemilihan Umum 1997 yang dimenangkan Golkar dan menguasai DPR dan MPR banyak mengandung
unsur
nepotisme.
Terpilihnya
Jenderal
Purnawirawan
Soeharto sebagai Presiden RI banyak mendapat reaksi masyarakat. Sedangkan pembentukan Kabinet Pembangunan VII dianggap berbau Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Pada saat memanasnya gelombang aksi politik tersebut Indonesia dilanda krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 sebagai pengaruh krisis moneter yang melanda wilayah Asia Tenggara. Harga-harga kebutuhan pokok dan bahan pangan membumbung tinggi dan daya beli rakyat rendah. Para pekerja di perusahaan banyak yang terkena Pemutusan Hubungan
Kerja
(PHK)
sehingga semakin
menambah
pengangguran. Hal ini diperparah lagi dengan tindakan para konglomerat yang menyalahgunakan posisinya sebagai pelaku pembangunan ekonomi. Mereka menambah hutang tanpa kontrol dari pemerintah dan masyarakat. Akibatnya perekonomian mengalami krisis, nilai rupiah terhadap dollar merosot tajam hampir Rp.15.000,00 per dollar AS. Perbankan kita menjadi bangkrut dan banyak yang dilikuidasi. Pemerintah banyak mengeluarkan uang dana untuk Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) sehingga beban pemerintah sangat berat. Dengan demikian kondisi ekonomi di Indonesia semakin parah.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 752]
Melihat
kondisi
bangsa
Indonesia
yang
merosot di berbagai bidang tersebut maka para mahasiswa mempelopori demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah Orde Baru dengan menentang berbagai praktek korupsi, kolusi nepotisme (KKN). Kemarahan
rakyat
terhadap
pemerintah
memuncak pada bulan Mei 1998 dengan menuntut
diadakannya
reformasi
atau
perubahan di segala bidang baik bidang politik, ekonomi maupun hukum. Gerakan reformasi ini merupakan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru yang telah mengendalikan pemerintahan selama 32 tahun. Pada awal Maret 1998 Kabinet Pembangunan VIII dilantik, akan tetapi kabinet ini tidak membawa perubahan ke arah kemajuan. Oleh karena itu rakyat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di berbagai bidang kehidupan baik bidang politik, ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Pada awal Mei 1998 mahasiswa mempelopori unjuk rasa menuntut dihapuskannya KKN, penurunan harga-harga kebutuhan pokok, dan Soeharto turun dari jabatan Presiden. Ketika para mahasiswa melakukan demonstrasi pada tanggal 12 Mei 1998 terjadilah bentrokan dengan aparat kemananan. Dalam peristiwa ini beberapa mahasiswa Trisakti cidera dan bahkan tewas. Di antara mahasiswa Trisakti yang tewas adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan. Pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan
massa
dengan
membakar
pusat-pusat
pertokoan
dan
melakukan penjarahan. Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden akan tetapi Presiden Soeharto hanya hanya mereshufle kabinet. Hal ini tidak menyurutkan tuntutan dari masyarakat.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 753]
Pada tanggal 20 Mei 1998 Soeharto memanggil tokoh-tokoh masyarakat untuk memperbaiki keadaan dengan membentuk Kabinet Reformasi yang akan dipimpin oleh Soeharto sendiri. Tokoh-tokoh masyarakat tidak menanggapi usul Soeharto tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya, B.J. Habibie. Selanjutnya B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto. Pada masa pemerintahan B.J. Habibie kehidupan politik mengalami perubahan, kebebasan berserikat telah dibuka terbukti banyak berdiri partai politik. Pada bulan November 1998 dilaksanakan Sidang Istimewa MPR yang menghasilkan beberapa keputusan di antaranya adalah tentang pelilihan umum secepatnya. Selanjutnya Pemilihan Umum
setelah
berakhirnya Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1998 yang diikuti oleh 48 partai politik. Pada Pemilu kali ini suara terbanyak diraih oleh Partai Demokrasi Perjuangan
(PDIP).
Dalam
Sidang
Umum
MPR
yang
dilaksanakan pada bulan Oktober 1999 terpilihlah K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan Megawati Sukarno Putri sebagai Wakil Presiden. Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak berlangsung lama dan diwarnai pertentangan dengan lembaga legislatif. Karena keadaan dianggap membahayakan keselamatan negara maka MPR mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 21 Juli 2001. Hasil sidang tersebut memutuskan memberhentikan Presiden Abdurrahman sebagai Presiden
dan
melantik
Megawati
Soekarnoputri
sebagai
Presiden
Indonesia. Masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri hingga pemilihan umum yang direncanakan pada tahun 2004. Kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri didampingi oleh Hamzah Haz yang terpilih sebagai voting (pemungutan suara). Pada masa pemerintahan Presiden Megawati ada kemajuan dari luar maupun dari dalam negeri. Akan tetapi dengan adanya kesulitan ekonomi sejak tahun 1997, pada masa pemerintahan ini belum bisa memulihkan keadaan seperti sebelum krisis
[UDIN 2015 – SEJARAH - 754]
ekonomi. Masa pemerintahan Presiden Megawati berakhir sampai diselenggarakannya Pemilihan Umum tahun 2004. Pada tanggal 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada tingkat propinsi dan pada tingkat kota atau kabupaten. Pemilihan
Umum
untuk
memilih
presiden
secara
langsung
dilaksanakan dua kali putaran. Putaran pertama pada tanggal 5 Juli 2004 dan putaran kedua pada tanggal 20 September 2004. Terpilih sebagai presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan sebagai wakil presiden Jusuf Kalla. Pemilihan Presiden dan wakil presiden oleh rakyat secara langsung ini merupakan pertama kali dalam sejarah di Indonesia. Sistem ini merupakan salah satu hasil dari gerakan reformasi di Indonesia.
[UDIN 2015 – SEJARAH - 755]
PERKEMBANGAN POLITIK DALAM NEGERI I.
Pengertian Politik Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
II.
Pemilihan Umum (Pemilu) Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu juga dapat dimaksud sebagai proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk kata 'pemilihan' lebih sering digunakan. Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan programprogramnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
[UDIN 2015 – PERKEMBANGAN POLITIK DALAM NEGERI - 756]
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. III.
Pemilihan Presiden (Pilpres) Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali Sepanjang sejarah Republik Indonesia, telah terjadi 9 kali pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004 (pemilu anggota DPD pertama) Pada 7 Juli 2008, Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar partai politik yang dinyatakan lolos verifikasi faktual untuk mengikuti Pemilu 2009. 18 di antara 34 partai politik nasional yang diumumkan adalah partai politik baru yang pertama kalinya mengikuti pemilu. Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2009 diselenggarakan secara serentak untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Pemilihan umum ini dijadwalkan akan berlangsung pada tanggal 9 April 2014. Pemilihan Umum Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
[UDIN 2015 – PERKEMBANGAN POLITIK DALAM NEGERI - 757]
IV.
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau seringkali disebut Pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah: Gubernur dan Wakil Gubernur untuk provinsi Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten Walikota dan Wakil Walikota untuk kota Sebelumnya, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan Pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah) belum dimasukkan dalam rezim Pemilihan Umum (Pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005. Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undangundang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. GAIRAH untuk memekarkan daerah sudah harus dihentikan. Banyak yang dimekar kan ternyata kemudian menjadi daerah otonom yang membawa sengsara. Gairah memekarkan daerah adalah gairah kepentingan elite lokal yang
[UDIN 2015 – PERKEMBANGAN POLITIK DALAM NEGERI - 758]
tidak didukung kemampuan memiliki pendapatan asli daerah. Rakyat setempat malah hidup lebih miskin jika dibandingkan dengan masa sebelum dimekarkan menjadi daerah otonom. Pemekaran daerah adalah akibat dari reformasi. Itu salah satu ekses buruk reformasi. Sebagai gambaran, pada 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diproklamasikan hanya ada delapan provinsi yaitu : Pada 1969-1975, Indonesia menjadi 26 provinsi. Pada 1975-1999, sepanjang 24 tahun, hanya bertambah satu provinsi, yaitu dengan bergabungnya Timor Timur yang kemudian dikenal sebagai provinsi ke27. Namun pada 1999-2007, atau sejak reformasi, hanya dalam tempo delapan tahun, sebanyak 173 kabupaten dan tujuh provinsi yang telah dimekarkan. Itu berarti hampir tiap tahun ada provinsi baru dan setiap tiga bulan lahir lebih lima kabupaten baru. Benar-benar gairah yang membawa sengsara.
[UDIN 2015 – PERKEMBANGAN POLITIK DALAM NEGERI - 759]
POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA 1. LATAR BELAKANG Dalam memperoleh konsistensi di dunia Internasional, sebuah negara haruslah selalu berhubungan dengan negara lain. Indonesia sebagai sebuah negara juga memerlukan hubungan yang baik dengan negara-negara lain. Akan tetapi hubungan antar negara tidak sesederhana seperti hubungan antara manusia ataupun hubungan antara rekan kerja. Dalam membina hubungan dengan negara lain, Indonesia memerlukan pendekatan tersendiri untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Politik luar negeri adalah satu bentuk pendekatan atau hubungan Indonesia dengan dunia luar. Pengertian politik luar negeri dari beberapa sumber “ Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain” 1. Politik luar negeri ini merupakan upaya dalam mempertemukan kepentingan nasional, khususnya dalam rencana pembangunan nasional dengan perkembangan dan perubahan internasional (Alami, 2008: 45). Dengan berpolitik Indonesia membuka diri sekaligus membatasi diri terhadap hubungan dengan negara-negara lain. Pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat saling menghormati, saling menguntungkan, dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing. Meskipun demikian, perkembangan politik luar negeri di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa. Pergeseran arah politik luar negeri sejak zaman orde lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno berbeda dengan arah politik luar negeri pada zaman orde baru (pimpinan Presiden Soeharto). Pergeseran arah politik luar negeri juga menentukan bagaimana Indonesia berhubungan dengan dunia Internasional. 2. PENGERTIAN DAN KETENTUAN Dalam melaksanakan politik luar negeri, Indonesia mengacu pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pancasila adalah landasan idiil dan Undang-undang dasar 1945 adalah landasan konstitusionalnya2.
Pancasila
sebagai
[UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 760]
dasar
negara
Indonesia
juga
diimplemetasikan sebagai landasan Indonesia dalam pelaksanaan hubungan luar negeri. Idealisme Pancasila sebagai dasar negara Indonesia turut mempengaruhi bagaimana Indonesia bersikap didunia Internasional. Sehingga sikap Indonesia selalu dalam koridor kelima sila yang terdapat didalam Pancasila. Sedangkan landasan konstitusi indonesia dalam berhubungan dengan dunia Internasional didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 3. Dalam pembukaan UUD 1945, peran Indonesia untuk berperan dalam dunia internasional tercantum secara tersurat menyebukan “Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial 4”. Selain itu, pembahasan tentang hubungan Internasional terdapat pada batang tubuh UUD 1945, yaitu pada pasal 11, dan pasal 13 UUD 1945. Pada pasal-pasal tersebut disebutkan tentang wewenang presiden terhadap bentuk hubungan dengan negara lain. Bentuk hubungan yang diterangkan di pasalpasal tersebut adalah perang, perjanjian-perjanjian. Sedangkan pembentukan serta penerimaan duta dan konsul untuk ke dan dari negara lain membutuhkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Khusus pada pasal ke-5 dan pasal ke-20 disebutkan perlunya Peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan undangundang. Undang-undang Nomor 37 tahun 1999 memuat tentang definisi atau pemahaman dan aturan-aturan bagaimana sikap Indonesia dalam berhubungan dengan negara lain, termasuk bagaimana Indonesia melakukan politik luar negerinya. Undang-undang ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal ke-5 dan pasal ke-20 tentang perlu adanya Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945. Definisi atau pemahaman dalam undang-undang nomor 37 tahun 1999 antara lain pemahaman tentang hubungan luar negeri, politik luar negeri, serta kegiatan-kegiatan yang terkait dengan hubungan luar negeri. Definisi tentang hubungan luar negeri berdasarakan Undang-undang nomor 37 pasal pertama adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembagalembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia. Sedangkan definisi politik luar negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan [UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 761]
dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional. Aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam undangundang nomor 37 tersebut berkisar tentang ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan hubungan luar negeri. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud adalah tentang bagaimana melakukan perjanjian internasional, kekebalan diplomatik, perlindungan diplomatik, pembebasan, pemberian suaka dan tentang pengungsian. Undang-undang nomor 37 juga memuat tentang aparatur penyelenggara hubungan luar negeri. Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, kewenangan adalah di tangan Presiden 5. Presiden kemudian dapat melimpahkan kewenangan tersebut kepada Menteri yang kemudian bertanggung jawab dibidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri. Presiden juga dapat menunjuk perjabat lain, selain menteri luar negeri, untuk menyelenggarakan hubungan luar negeri dalam kondisi tertentu. Namun dalam pelaksanaannya, pejabat yang ditunjuk melakukan konsultasi dan koodinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab dibidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri. Sedangkan untuk hal khusus seperti pernyataan keadaan perang, Presiden memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengerluarkan pernyataan perang dengan negara lain. Untuk penempatan suatu wakil departemen pada Perwakilan Republik Indonesia pada negara tertentu, pengangkatannya dilakukan oleh menteri yang yang bertanggung jawab dibidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri, atas usulan dari pimpinan departemen atau non departemen terkait. Perwakilan departmen tersebut diangkat untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi bidang wewenang departemen atau lembaga tersebut pada negara lain yang dimaksud. Usaha peningkatan hubungan luar negeri dapat dilakukan dengan membuka lembaga kebudayaan, lembaga persahabatan, badan-badan promosi dan lembaga lainnya dinegara-negara lain. Namum hal ini hanya dapat dilakukan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri. Perjanjian Internasional Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah [UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 762]
Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum public 5. Pelaksanaan perjanjian internasional diatur dengan undang-undang tersendiri. Namum jika terjadi perjanjian antara pejabat lembaga pemerintah, baik departement maupun non departemen dari pihak Indonesia dengan negara lain harus mendapat surat kuasa dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri. Aturan mengenai perjanjian internasional kemudian diatur lebih rinci dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam undang-undang nomor 24 tahun 2000, diterangkan tentang definisidefinisi yang berkaitan dengan perjanjian internasional. Defisni yang diterangkan dalam pasal 1 undang-undang nomor 24 tahun 2000 antara lain: pengesahan, surat kuasa, surat kepercayaan, pensyaratan, pernyataan dan suksesi negara yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian internasional. Pengesahan yang dimaksud dalam perjanjian internasional adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) 6. Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional. Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/ atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional. Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral. Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman
atau
penafsiran
mengenai
suatu
ketentuan
dalam
perjanjian
[UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 763]
internasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional Pasal 3 Undang-undang No. 24 tahun 2000 menjelaskan tentang cara-cara Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian Internasional. Caracaranya adalah penandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen, dan cara-cara lain yang disepakati oleh para pihak. Dalam pembuatan perjanjian Internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling
menguntungkan, dan
memperhatikan hukum nasional dan hukum internasional yang berlaku. Dalam persiapannya,
Republik
Indonesia
menegaskan
posisinya
dengan
bentuk
pendelegasian. Pedoman delegasi yang harus mendapat persetujuan Menteri adalah: - latar belakang permasalahan, - analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia, - posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan. Pasal 6 UU No. 24 tahun 2000 Menerangkan tentang tahapan pembuatan perjanjian internasional. Pembuatan perjanjian
internasional
dilakukan
melalui
tahap
penjajakan,
perundingan,
perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan. Penandatanganan suatu perjanjian internasional merupakan persetujuan atas naskah perjanjian internasional tersebut yang telah dihasilkan dan/atau merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara definitif sesuai dengan kesepakatan para pihak. Jika substansi perjanjian internasional berisi tentang masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia; kedaulatan atau hak berdaulat negara; hak asasi manusia dan lingkungan hidup; pembentukan kaidah hukum baru; pinzaman dan/atau hibah luar negeri maka pengesahannya dilakukan dalam bentuk sebuah undang-undang. Kekebalan dan perlindungan diplomatik
[UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 764]
Kekebalan dan perlindungan diplomatik adalah bagian dari ketentuan-ketentuan tentang hubungan luar negeri. Kekebalan diplomatik, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu diberikan kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, pelaku misi khusus, perwakilan perserikatan bangsa-bangsa, perwakilan badan-badan khusus perwakilan perserikatan bangsa-bangsa, dan organisasi internasional. Pemberian kekebalan diplomatik, hak istimewa dan pembebasan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Perlindungan terhadap warga negara Indonesia juga merupakan bentuk dari hubungan Indonesia dengan negara lain dan ketentuan tentang perlindungan warga negara Indonesia diatur juga dalam undang-undang nomor 37 tahun 1999. Perlindungan dimaksud tidak hanya perlindungan terhadap warga Indonesia yang berada di negara lain, akan tetapi juga perlindungan terhadap warga Indonesia yang sedang menghadapi permasalahan hukum dengan perwakilan negara asing yang berlokasi di Indonesia. Perlindungan terhadap warga negara Indonesia didalam negeri dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan kebiasaan internasional. Sedangkan bentuk perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang sedang berada di negara lain disesuaikan dengan situasi terkait. Perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap warga negara Indonesia yang tersangkut sengketa dengan sesama warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia diluar negeri dilakukan oleh perwakilan negara Indonesia dinegara tersebut berdasarkan asas musyawarah atau sesuai dengan hukum yang berlaku. Perlindungan terhadap warga negara Indonesia juga dilakukan apabila terjadi pemutusan hubungan diplomatik dengan negara yang terkait. Dalam kondisi bahaya nyata, yang mengancam warga negara Indonesia dinegara lain, perwakilan Republik Indonesia wajib untuk memberikan perlindungan, membantu dan mengumpulkan warga negara Indonesia dilokasi yang aman, serta mengusahakan pemulangan warga negara ke Indonesia. Biaya pemulangan warga negara Indonesia ditanggung oleh negara. Pemerintah Indonesia dengan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2006 telah menginstruksikan kementerian-kementerian tertentu untuk bekerja sama melindungi warga Indonesia yang bekerja dinegara lain (TKI). Sebagai pelaksanaannya, pemerintah Indonesia pada tahun 2007 telah meluncurkan sistem pelayanan warga (citizen service) dibeberapa negara untuk membantu penyelesaian masalah WNI/TKI [UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 765]
diluar negeri, baik melalui jalur hukum maupun jalur mediasi. Sistem pelayanan warga pada saat ini telah dibuka di enam perwakilan, yaitu Singapura, Bandar Seri Begawan, Damaskus, Amman, Doha dan Seoul 7. Mandatory Access on Consular Notification adalah bentuk lain dari kebijakan politik luar negeri Republik Indonesia dalam rangka perlindungan WNI/TKI Indonesia yang berada di Malaysia dan Jordan 3. PERKEMBANGAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA a. Politik Luar Negeri Bebas Aktif Politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif. Pemilihan
model
politik bebas aktif didasarkan kepada UUD 1945, khususnya poin yang tertulis pada alinea keempat pembukaan UUD 1945. Menurut Yani8 doktrin politik luar negeri bebas aktif adalah hasil pemikiran proklamator Bung Hatta. Doktrin tersebut pertama kali dicetuskan pada rapat BP-KNIP pada tanggal 2 September 1948 yang dilangsungkan di Yogyakarta. Alasan pemilihan politik bebas aktif pada saat itu adalah merupakan tanggapan dan strategi Republik Indonesia terhadap kondisi politik dunia pada saat itu yang terpolarisasi menjadi dua kutub besar, yaitu Blok barat dan Blok timur8. Pengertian tentang bebas aktif diterangkan dalam penjelasan UndangUndang Nomor 37 tahun 1999. Disebutkan bahwa bebas aktif disini bersifat tidak berarti bersifat netral, akan tetapi adalah sikap politik yang bebas menentukan sikap dan kebijakan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara apriori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sedangkan menurut Mocahtar Kusumaatmaja, “Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .”
9
Yani8 berpendapat bahwa
politik bebas aktif mengandung dua unsur yaitu bebas dan aktif. Bebas diartikan tidak terlibat suatu aliansi militer atau pakta pertahanan dengan kekuatan luar,
[UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 766]
atau dalam artian yang lebih luas yaitu penolakan terhadap keterlibatan ataupun ketergantungan terhadap pihak-pihak yang mengurangi kedaulatan. Namun bebas dan aktif bukan berarti politik luar negeri Indonesia bebas tanpa arah. Hal ini dikarenakan politik Indonesia berdasar pada UUD 1945, Pancasila dan Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dalam penentuan arah politik luar negeri Indonesia. Sedangkan pemantapan arah kebijakan politik luar negeri adalah Rencana Jangka Menengah Nasional. b. Perbedaan arah Politik Luar Negeri pada zaman Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi Perubahan kepentingan nasional yang dipengaruhi oleh pemerintah yang berkuasa. Singkat kata rezim berkuasa turut mempengaruhi arah kebijakan bebas dan aktif. Setiap kepemimpinan memiliki arah politik luar negeri masingmasing yang dipengaruhi oleh RPJM serta kondisi situasi pada masa pemerintahan saat itu. c. Politik Luar negeri Orde Lama Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno (orde lama) adalah pertama kalinya diperkenalkan tentang politik luar negeri Indonesia. Pada masa itu adalah masa perumusan politik luar negeri Republik Indonesia. Dalam merumuskan politik luar negeri, keadaan Indonesia pada saat itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Perang Dunia ke II dan dominasi politik luar negeri Blok Barat dan Blok Timur . Melihat kondisi percaturan politik luar negeri pada saat itu, Bung Hatta merumuskan politik luar negeri Indonesia dalam pidatonya dihadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP)
10
.
Berawal dari pidato beliaulah arah politik luar negeri Republik Indonesia yang bebas aktif tercetus. Cuplikan pidato Bung Hatta tentang idealism beliau akan politik luar negeri Republik Indonesia adalah seperti dibawah ini: “……Bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh pihak manapun sedangkan aktif artinya menuju perdamaian dunia dan bersahabat dengan segala bangsa…” (Bung Hatta, 1948) Sebagai implementasi dari politik bebas aktif adalah didirikannya Gerakan Non Blok yang tidak memihak baik Blok Barat maupun Blok Timur. Pembentukan Gerakan Non Blok didasari oleh pertemuan sejumlah 29 Kepala [UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 767]
Negara Asia dan Afrika di Bandung, pada tahun 1955. Pertemuan yang kemudian dikenal sebagai Konferensi Asia Afrika atau Konferensi Bandung. Konferensi inilah yang kemudian menjadi tonggak terbentuknya Gerakan Non Blok yang tidak memihak kepada Blok Barat ataupun Blok Timur. Pencarian pengakuan kedaulatan Indonesia di mata Internasional juga adalah implementasi dari wujud makna aktif Indonesia di kancah politik Internasional. Usaha yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia adalah melalui soft
politics11.
Melalui
perundingan-perundingan
Indonesia
memperoleh
pengakuan kedaulatan dari dunia Internasional. Selain itu, penolakan Presiden Soekarno terhadap keterlibatan AS pada perang Vietnam merupakan bentuk aktif Indonesia dalam berpolitik. Politik luar negeri pada zaman orde lama juga dikenal sebagai politik konfrontasi. Sikap politik Preseiden Soekarno pada saat itu yang lebih mengkonfrontir kebijakan-kebijakan Blok Barat (Amerika Serikat) menjadi bentuk politik luar negeri Indonesia pada saat itu. Sikap politik yang tidak memihak kepada salah satu blok, serta menghindarkan diri dari keterlibatan dominasi salah satu blok adidaya. Salah satu bentuk politik konfrontasi yang terkenal pada zaman Presiden Soekarno adalah politik ‘Ganyang Malaysia’. Sikap politik ini diambil pada saat itu karena Malaysia dianggap masih menjadi antek neo-kolonialisme dan imperialisme Inggris12. Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah Dwikora diumumkan pada tanggal 3 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno. Berikut pidato ganyang Malaysia yang diserukan Bung Karno kala itu 13. "Kalau kita lapar itu biasa Kalau kita malu itu juga biasa Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya. Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan [UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 768]
bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat. Yoo...ayoo... kita... Ganjang... Ganjang... Malaysia Ganjang... Malaysia Bulatkan tekad Semangat kita badja Peluru kita banjak Njawa kita banjak Bila perlu satoe-satoe!" Kelanjutan dari politik konfrontasi ini adalah keluarnya Indonesia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada januari 1965. Keluarnya Indonesia dari PBB adalah salah satu bentuk protes Indoensia terhadap PBB karena menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, padahal pada saat itu Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Namun dalam perkembangannya, Pemerintah Republik Indonesia memiliki kencedurngan untuk menjalin hubungan baik dengan Uni Sovyet11. Stadion Utama Gelora Bung Karno, Pabrik Baja Krakatau Steel, dan Jalan raya Palangkaraya – Sampit adalah sejumlah monument bukti kedekatan Indonesia dengan Uni Sovyet. Bahkan pembangunan SUGBK mendapatkan bantuan lunak dari Uni Sovyet sejumlah 12.500.000 $. Presiden Soekarno juga menetapkan
politik
mercusuar
yang
memiliki
poros
Jakarta-Peking-
Phyongyang11. Peristiwa-peristiwa tersebut menimbulkan kontroversi didunia Internasional karena Indonesia yang pada awalnya bersikap yang tidak memihak, berubah menjadi condong kesalah satu blok. d. Politik Luar Negeri Orde Baru Perubahan sikap politik luar negeri Indonesia adalah salah satu bentuk politik bebas aktif Republik Indonesia. Politik luar negeri Indonesia yang awalnya konfrontatif menjadi lebih low profile. Perbaikan hubungan dengan Negara-negara yang dikonfrontir menjadi salah satu bentuk cerminan politik bebas aktif yang dianut oleh Republik Indonesia. Pada zaman Orde Baru, politik luar negeri Indonesia mengalami perubahan yang signifikan, baik dari arah kebijakan dan sikap politik luar negeri Republik [UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 769]
Indonesia. Perubahan yang tidak lepas dari pergantian pucuk pemerintahan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Jika pada Orde Lama (Pemerintahan Soekarno) arah kebijakan politik Indonesia lebih kepada ke Blok Timur (Uni Sovyet dan negara-negara komunis), maka pada Orde Baru (Pemerintahan Soeharto) arah kebijakan politik Indonesia lebih kepada Blok Barat. Perubahan sikap politik Republik Indonesia juga terjadi pada zaman orde baru. Sikap konfrontasi Presiden Soekarno terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat (USA) dirubah pada zaman Presiden Soeharto dengan membuka hubungan baik dengan negeri Paman Sam dan membatasi hubungan politik luar negeri R.I dengan negara-negara komunis (Uni Sovyet dan RRC). Perubahan signifikan juga tercermin dari perbaikan hubungan antara Indonesia dengan Malaysia. Jika pada era Orde Lama Republik Indonesia bersengketa dengan Malaysia, maka pada era orde baru persengketaan tersebut diselesaikan melalui meja perundingan. Perdamaian Indonesia dengan Malaysia dicapai dengan penandatanganan Jakarta Accord pada 11 Agustus 1966. Indonesia bahkan kembali menjadi anggota PBB yang sebelumnya keluar dari PBB dikarenakan sengketa dengan Malaysia. Indonesia tercatat menjadi anggota PBB yang ke-60 dan kembali aktif sejak 28 September 1966. Pada zaman Presiden Soeharto, hubungan politik luar negeri Republik Indonesia dengan negara-negara komunis dibekukan. Salah satu alasan R.I. membekukan hubungan politik luar negeri dengan negara-negara komunis adalah peristiwa G 30 S/PKI. Walaupun tidak terkait secara langsung dengan peristiwa G 30 S/PKI, namun paham komunisme yang diusung menjadi alasan utama pembekuan hubungan politik Indonesia dengan Negara-negara terkait. Sehingga arah politik Republik Indonesia yang pada zaman orde lama (masa pemerintahan Presiden Soekarno) yang pada akhir masa pemerintahannya lebih condong ke blok timur, dibatasi pada zaman orde baru. Meningkatnya
perhatian
pemerintah
Republik
Indonesia
terhadap
pembangunan ekonomi dalam negeri juga menjadi salah satu sebab terjadinya perubahan pada arah kebijakan politik luar negeri Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia yang tersentralisasi pada zaman orde baru lebih mengedepankan keseragaman dalam kebijakan disemua lini dan menfokuskan terhadap pembangunan dan stabilitas ekonomi negara. Sehingga [UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 770]
arah kebijakan politik luar negeripun tidak lepas dari kebijakan pemerintah Indonesia pada saat itu, yaitu mengedepankan pembangunan dan stabilitas ekonomi. Hal ini adalah salah satu sebab yang membuat perubahan signifikan terhadap pendekatan politik luar negeri Republik Indonesia yang menjadi lebih condong ke pihak Barat untuk membuka diri terhadap investor-investor asing serta pinjaman-pinjaman hutang luar negeri untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang sebelumnya sempat tertinggal dari negara-negara lain. Politik luar negeri yang bebas aktif tercermin dari keterlibatan Indonesia didalam
organisasi-organisasi
Internasional
yang
bertujuan
memajukan
kesejahteraan dunia. e. Politik Luar negeri pada era Reformasi Pada Era reformasi Politik Luar negeri Republik Indonesia terwakili oleh Presiden Habibie, Presiden Abdul Rahman Wahid, Presiden Megawati Soekarno Putri, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Berbeda dengan era-era sebelumnya dimana pucuk kepemerintahan dipegang cukup lama oleh Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, pada era reformasi masing-masing presiden tidak cukup lama memegang tampuk kepemimpinan. Pada pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie), Republik Indonesia mengalami pemasalahan legitimasi yang cukup serius
12
.
Permasalahan ekonomi dalam negeri yang cukup serius yaitu krisis moneter pada tahun 1998 akibat demonstrasi besar-besaran pada tahun 1997 menjadi salah satu pekerjaan rumah pemerintahan pada saat itu. Ditambah dengan permasalahan
Hak
Asasi
Manusia
(HAM)
peninggalan
pemerintahan
sebelumnya menambah suramnya nama Indonesia dimata dunia. Ditengah kesulitan-kesulitan tersebut, Presiden BJ Habibie dituntut untuk mengembalikan kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Langkah yang diambil Presiden BJ Habibie pada saat itu adalah penegakan isu tentang Hak Asasi Manusia dan juga
kebebasan
Pers
serta
kebebasan
berpendapat.
Penanganan
permasalahan HAM ditangani dengan serius, serta terbitnya undang-undang Pers adalah kebijakan Presiden BJ Habibie. Langkah yang diambil oleh Presiden BJ Habibie ternyata mendapatkan simpati dari pihak Internasional. Hal ini terbukti dengan terjalinnya hubungan Presiden BJ Habibie dengan IMF dan World Bank yang bersedia mencairkan pinjaman untuk mengatasi krisis
[UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 771]
moneter yang terjadi pada saat itu. Namun lepasnya timor-timur dari Indonesia kembali mempengaruhi kepercayaan dunia Internasonal terhadap Indonesia, pada saat Indonesia sedang membenahi wajahnya dimata Internasional. Kebijakan Presiden BJ Habibie yang menawarkan pilihan kepada warga timortimur
sebenarnya
telah
membuat
Indonesia
mendapatkan
dukungan
Internasional akan tetapi implikasi aksi TNI pasca referendum sebagai bentuk aksi pro-integrasi berbuntut lepasnya timor-timur dari Indonesia14. Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) masih berorientasi pada pemulihan nama baik Indonesia di mata dunia Internasional. Hal ini berkaitan dengan kondisi keamanan
Indonesia yang
sempat mencekam pada akhir tahun 90’an dan awal tahun 2000-an. Diawali dengan demonstrasi besar-besaran yang berujung pada diturunkannya Presiden Soeharto, lalu berlanjut dengan adanya kerusuhan SARA di Ambon dan Kalimantan, terlebih lagi dengan lepasnya timor-timur membuat Indonesia dijauhi oleh pihak investor asing. Menyikapi hal tersebut diatas, Presiden Gur Dur banyak melakukan kunjungan luar negeri selama satu tahun awal pemerintahannya
12
. Perjalanan
dinas keluar negeri yang dimaksudkan untuk mengembalikan integritas Indonesia dimata Internasional. Namum politik luar negeri yang dilaksanakan pada era pemerintaha Presiden Gus Dur tidak lepas dari kontroversi. Kontroversi pertama adalah protes dari masyarakat Indonesia terhadap kegiatan Gus Dur yang terlalu seringn melakukan perjalanan dinas keluar negeri, untuk berdiplomasi. Protes tersebut disebabkan karena pada saat itu Indonesia masih berbenah dalam sector ekonomi akibat kerusuhan-kerusuhan yang terjadi, dan menurut masyarakat saat itu, perjalanan Presiden Gus Dur hanya pemborosan uang negara saja. Kontroversi lainnya adalah rencana Presiden Gus Dur membuka hubungan diplomatic dengan Israel. Hal yang mana kemudian memantik reaksi keras dari dalam negeri. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri pemerintah Republik Indonesia masih melaksanakan kunjungan keluar negeri secara intensif. Hal yang mana menuai kritikan dari masyarakat Indonesia terkait dengan frekuensi dan substansi kunjugan keluar negeri.
[UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 772]
Namun, pada era Presiden Megawati Soekarno Putri-lah Indonesia kembali menjalin hubungan dengan Rusia. Hubungan luar negeri Indonesia-Rusia ditandai dengan pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helicopter dari Rusia. Pembelian ini adalah salah satu buah kunjungan Megawati ke Rusia. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pengaplikasian politik bebas aktif kembali diterapkan. Presiden SBY berpendapat bebas aktif bukan berarti tidak berani bersikap. Sehingga Indonesia kembali memperjuangkan kemerdekaan dan perdamaian dunia dengan tidak memihak kepada salah satu kubu. Presiden SBY juga berpendapat bahwa sudah saatnya berperan sebagai pelopor pembebasan bangsa-bangsa dari segala macam penjajahan dan aktif mewujudkan
kehidupan
yang
menjunjung
tinggi
perikemanusiaan
dan
perikeadilan 11. Dalam pelaksanaan politik luar negerinya Presiden SBY menggunakan pendekatan-pendekatan 15: Opportunity Driven, yaitu mendayagunakan segala kesempatan yang ada secara optimal. Win Win Solution, yaitu memberikan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Constructive, yaitu bahwa Indonesia akan berperan dalam kegiatan- kegiatan yang mendorong terciptanya kestabilan regional. Rasional dan Pragmatis, yaitu menggunakan rasio dalam berpikir dan perimbangan keputusan serta berpikir secara pragmatis atau manfaat. Soft Power, yaitu mengandalkan dan mempelajari cara- cara halus dalam melakukan diplomasi seperti yang dilakukan di negara- negara Canada, Norwegia dan Australia. Personal, yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap pemimpin tiap- tiap negara untuk mengamil hati dan menjalin persahabatan. Dengan pendekatan tersebut Indonesia dibawa menuju kearah politik luar negeri yang menganut
semboyan all directions foreign policy15. Semboyan
yang juga menganut prinsip bebas aktif dengan tidak mengutamakan kedekatan kepada satu pihak khusus. Pada masa pemerintah Presiden SBY, Indonesia juga melakukan pendekatan organisatif dalam pelaksanaan politik luar negeri. Peran Indonesia
[UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 773]
dimasa pemerintahan Presiden SBY di organisasi Internasional diintesivekan. Forum-forum kegiatan internasional yang diikuti pada masa pemerintahan Presiden SBY antara lain adalah ASEAN, PBB, G-20, APEC, ASEM maupun WTO15. Jika pada masa pemerintahan pasca orde baru Presiden Indonesia yang melakukan kunjungan keluar negeri, maka dalam masa pemerintahan Presiden SBY mengundang kepala-kepala Negara sahabat untuk melakukan kunjungan ke Indonesia. Strategi ini sekaligus mengesankan jika Indonesia adalah tujuan kunjungan baik wisata maupun bisnis yang aman untuk Negara lain. 4.
KERJASAMA LUAR NEGERI Hubungan Indonesia dengan negara-negara lain tidak hanya hubungan politik semata, namun juga termasuk hubungan perdagangan, ekonomi dan keamanan. termasuk perdagangan multilateral 7. Bentuk kerjasama tersebut antara lain kerjasama Bilateral, Multilateral, Regional dan Internasional. Bila hubungan kerjasama luar negeri bilateral dan multilateral mengedepakan hubungan timbal balik dengan satu atau beberapa negara, maka hubungan kerjasama luar negeri regional dan Internasional merupakan bentuk hubungan kerjasama yang berorientasi geografis. Contoh dari hubungan kerjasama luar negeri adalah ASEAN, APEC, PBB, dll. ASEAN adalah ikatan hubungan kerjasama antara negara-negara dilingkungan asia tenggara,
sedangkan contoh hubungan kerjasama Indonesia dengan dunia
internasional adalah APEC atau PBB. Keduanya merupakan kerjasama multilateral Indonesia dengan sejumlah negara lain. a. ASEAN (Association of South East Asian Nations) Dalam tatanan kerjasama luar negeri regional, hubungan kerjasama ASEAN tetap menjadi prioritas Indonesia dalam mengembangkan lingkaran kosentris politik luar negeri Indonesia7. ASEAN yang didirikan oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina pada 8 Agustus 1967 memiliki tujuan awal membentuk jaringan yang longgar tanpa keterikatan hukum untuk peningkatan kerjasama dibidang ekonomi, pencegahan konflik antara para anggota dan pengembangan strategi untuk menangkal ancaman dari luar ASEAN16. Namun sejak KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura, ASEAN berkembang menjadi obyek hukum yang mengikat bagi negara-negara [UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 774]
anggotanya16. Kebijakan politik luar negeri Indonesia di wadah ASEAN diarahkan untuk memperkuat kerjasama ASEAN guna mendorong proses integrasi dan mewujudkan komunitas ASEAN. Indonesia dalam hubungan kerjasama ASEAN bekerjasama dalam hal keamanan, ekonomi dan sosial kultural. Hal ini terlihat dari tiga pilar ASEAN, yaitu ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Economic Community (AEC), dan ASEAN Social Cultural Community (ASCC). Perkembangan ASEAN menuju kerjasama ekonomi internasional juga tidak lepas dari peran Indonesia yang ikut serta aktif dalam perundingan-perundingan kerjasama dalam bidang-bidang terkait. Perundingan-perundingan kerjasama ekonomi ASEAN yang dimaksud antara lain adalah ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), Asean-Canada SEOM, Asean Korea Free Trade Area (AKFTA), dan Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA). b. Perserikatan Bangsa-Bangsa/ United Nations (PBB/ UN) United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah organisasi Internasional yang anggotanya hampir seluruh Negara di dunia. Organisasi ini bertujuan memfasilitasi hubungan internasional Negara-negara di dunia dalam bidang hukum internasional, keamanan internasional, pengembangan ekonomi, perlindungan social, hak asasi dan percapaian kedamaian dunia. Keterlibatan Indonesia di PBB diawali pada 1950. Pada tanggal 28 September 1950 Indonesia bergabung dengan PBB dan tercatat sebagai anggota PBB yang ke60. Tujuan Indonesia bergabung dengan PBB adalah salah satu bentuk implementasi dari pembukaan UUD 1945 tentang peran serta Indonesia dalam perwujudan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam perannya Indonesia lebih banyak aktif pada misi pemeliharaan perdamaian PBB /United Nations Peacekeeping Operations (UN PKO)17. Kontingen Garuda adalah salah satu perwujudan peran serta Indonesia di PBB. Kontingen Garuda yang ditugaskan kelokasi-lokasi yang rawan perseteruan baik perseteruan antar Negara maupun perseteruan intern satu Negara. Kontingen Garuda yang intinya membawa bendera perdamaian pada umumnya memiliki tugas misi penyelamatan sipil atau penengah dari dua pihak yang berseteru. Kontingen Garuda juga adalah bentuk konsistensi Indonesia dalam berpolitik luar negeri. Lewat kontingen Garuda yang dikirimkan kenegara-
[UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 775]
negara konflik, Indonesia menyebarkan pesan persahabatan melalui sikap kontingen Garuda yang ramah namun tegas dalam bertugas. Konsistensi Indonesia terwujud dalam pengiriman pasukan Garuda I sampai dengan XVII. Penugasan kontingen-kontingen tersebut adalah: Kontingen Penugasan I
ke Mesir pada 8 Januari 1957 ;
II
ke Kongo pada 1960;
III
ke Kongo pada 1962;
IV
ke Vietnam pada 1973;
V
ke Vietnam pada 1973;
VI
ke Timur Tengah pada 1973
VII
ke Vietnam pada 1974.
VIII
dalam rangka misi perdamaian PBB di Timur Tengah paska Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel
IX
ke Iran-Irak pada 1988;
X
ke Namibia pada 1989;
XI
ke Irak-Kuwait pada 1992;
XII
ke Kamboja pada 1992;
XIII
ke Somalia pada 1992;
XIV
ke Bosnia-Herzegovina pada 1993;
XV
ke Georgia pada 1994;
XVI
ke Mozambik pada 1994;
XVII
ke Filipina pada 1994;
XVIII
ke Tajikistan pada November 1997;
XIX
ke Sierra Leone pada 1999-2002;
XX/A XXI XXII XXIII
ke Bungo, Kongo pada 6 September 2003 dan bertugas selama 1 tahun; Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia (UNMIL); Kontingen Garuda XXII merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Sudan (UNMIS); XXIII bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di
[UDIN 2015 – POLITIK LUAR NEGERI - 776]
Lebanon (UNIFIL) XXIV
Bertugas di Nepal. Kontingen Garuda XXIV merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Nepal (UNMIN); Berdasarkan Frago (fragmentery order) Nomor10-10-08 tanggal
XXV
30 Oktober 2008, penambahan Kontingen Indonesia dalam rangka misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan; Menyusul keberhasilan penugasan Kontingen Garuda XXIII
XXVI
bersama dengan UNIFIL, sekaligus dalam rangka memperbesar peran serta Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian di Lebanon Selatan dan atas permintaan PBB; tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak tanggal
XXVII
21 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 21 Agustus 2009 dalam satgas Milobs
Konsistensi Indonesia dalam berperan serta aktif dalam usaha perwujudan perdamaian dunia mendapatkan apriesiasi dengan diangkatnya Indonesia menjadi Dewan keamanan PBB periode 2011-201418. Sebuah prestasi Indonesia karena memperoleh suara terbanyak dari forum. Jumlah suara untuk Indonesia adalah 184 suara.
[UDIN 2014 – POLITIK LUAR NEGERI - 777]
DAFTAR PUSTAKA 1.
A. T Sugeng Priyanto DHAPCMARDSRNS. Pendidikan Kewarganegaraan. Grasindo Available at: http://books.google.co.id/books?id=MOjpKqu09DwC.
2.
Alami Nur Atiqah. Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia. In: Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik.; 2008:26-29.
3.
Aksani AW. Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Available at: http://adeyaka-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-88774-Studi Strategis Indonesia II Politik Luar Negeri-Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Republik Indonesia .html. Accessed May 2, 2014.
4.
UUD 1945.; 1945. Available at: http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45.
5.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999.; 1999. Available at: www.hukumonline.com/.../uu-no-37-tahun-1999-hubungan-luar-negeri.
6.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000. Available at: http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17498/nprt/15/uu-no-24-tahun2000-perjanjian-internasional.
7.
Bappenas. Pemantapanpolitik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional.; :fi.1 -7. Available at: http://www.bappenas.go.id/files/6213/5028/5293/narasi-buku-ii-bab7__20090129030143__17.pdf.
8.
Yanyan Mochamad Yani. Perspektif-Perspektif Politik Luar Negeri: Teori dan Praksis. Available at: http://id.scribd.com/doc/96817903/Perspektif-PerspektifPolitik-Luar-Negeri.
9.
Mr. Mustofa. POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA. 2009. Available at: http://mustofasmp2.wordpress.com/2009/01/20/politik-luar-negeri-indonesia/. Accessed April 17, 2014.
10.
Aman. PEMIKIRAN HATTA TENTANG DEMOKRASI, KEBANGSAAN DAN HAK AZASI MANUSIA. Available at: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rj a&uact=8&ved=0CFkQFjAJ&url=http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Dr. Aman, M.Pd./B-3.JURNAL.pdf&ei=_VdjU8aGAYgugSAtIGACg&usg=AFQjCNGv1B-aDOoAUmYUKiLVqKA_lt7wAg. Accessed May 2, 2014.
11.
Munib TA. Perbandingan Politik Luar Negeri Bebas Aktif Era Orde Lama, Orde Baru, dan Pasca Orde Baru. Available at: http://djangka.com/2012/04/30/perbandingan-politik-luar-negeri-bebas-aktifera-orde-lama-orde-baru-dan-pasca-orde-baru/. Accessed May 22, 2014.
[UDIN 2015 – DAFTAR PUSTAKA - 778]
12.
BASKORO B. Politik Luar Negeri Republik Indonesia di tangan masing–masing Pemimpin Negara. Malang; 2013. Available at: https://www.academia.edu/4890349/Perbandingan_Politik_Luar_Negeri_Indon esia_ORLA_-_REFORMASI_.
13.
Pidato Soekarno Tentang “Peluru kita banyak,Ayo ganyang Malaysia.” 2011. Available at: https://id-id.facebook.com/notes/hendra-hady-hermawan/pidatosoekarno-tentang-peluru-kita-banyakayo-ganyangmalaysia/383127551735550/. Accessed May 22, 2014.
14.
Elistifani TM, Rahmadhani A, A LPSP, Hibatullah F. Politik Luar Negeri Republik Indonesia pada Era Reformasi. 2014. Available at: http://triscamiaafisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-92911-SSI II PLNRI-Politik Luar Negeri Republik Indonesia pada Era Reformasi.html. Accessed May 22, 2014.
15.
Widhiasih A. Politik Luar Negeri RI era Reformasi. 2013. Available at: http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/09/politik-luar-negeri-ri-era-reformasi522800.html. Accessed May 22, 2014.
16.
Winfried Weck. „Indonesia dalam Perspektif Regional dan Global“.; :10. Available at: http://www.kas.de/wf/doc/kas_3135-1442-2030.pdf?110311094602.
17.
Kemenlu. Partisipasi Indonesia dalam Pasukan Misi Perdamaian PBB. 2014. Available at: http://kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=10&l=id. Accessed May 22, 2014.
18.
Kemenlu. Indonesia dan Dewan HAM PBB. 2010. Available at: http://kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=24&l=id. Accessed May 22, 2014. Arifin, Zaenal dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, Akademik Pressindo, Jakarta, 2002;
19.
Bahan Diklat Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama, Perilaku Kepemimpinan, LAN-RI, 2002;
20.
Maxwell, John C. Kepemimpinan 101, PT. Mitra Media Publisher, 2009;
21.
Habsari, Ari Retno. 8 Modul Terobosan Kepemimpinan, Yogyakarta: Media Pressindo, 2013;
22.
Siagian, Sondang P, Prof. Dr,. M.P.A, Teori & Praktek Kepemimpinan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010;
23.
BAKN, Buku Himpunan Peraturan Kepegawaian Jilid I dan II, PT. Binahati Jakarta, 1983;
24.
BPN, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Pertanahan 1988-1998, 1998;
25.
Chaer, Abdul, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1998;
[UDIN 2015 – DAFTAR PUSTAKA - 779]
26.
Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, PT. Kesaint Blanc Indah Corp., Mei 1995;
27.
Consina, Hudaya Latu - Dedi Rafidi - Achmad Ariyadi, Pelajaran Sejarah, Erlangga, 1995;
28.
Darmodiharjo, Darji, Prof., SH, Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Yuridis dan Konstitusional, PT Gramedia, 1995;
29.
Dj. A. Simarmata, Reformasi Ekonomi Menurut UUD 1945 , Jakarta Oktober 1998;
30.
Hardjowidjono, Dharmono, Drs., Sejarah Indonesia Modern, Gadjah Mada University Press Jogyakarta, 1995;
31.
Harsono, Boedi, Djambatan, 1986;
32.
Hasibuan, Malayu S.P., Drs., Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, CV. Haji Masagung Jakarta, 1993;
33.
Idris, Z.H., Drs. dan Tugiyono, Drs., Sejarah, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1985;
34.
Karso, Dr. dkk, Pelajaran Sejarah, Angkasa, 1986;
35.
Keraf, Gorys, Dr., Komposisi, Nusa Indah, 1984;
36.
KORPRI, Hasil Musyawarah Nasional VII KORPRI, 2009;
37.
K., Pranoto, Pokok-Pokok Pilihan Peraturan Pegawai Negeri Sipil dan Wewenang Pengangkatannya, Mini Jaya Abadi, 1991;
38.
LAN RI, Bahan Materi Diklat Pra Jabatan PNS Golongan III, 1996;
39.
Muliono, Anton M. dan Soenjono Dardjowidjojo, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Perum Balai Pustaka, 1988;
40.
Panglaykin, J., Prof. Dr. dan Hazil Tanzil, Drs., Manajemen Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, 1986;
41.
Sabir, M., ASEAN Harapan dan Kenyataan, Pustaka Harapan Jaya Jakarta, 1992;
42.
Setyohadi, Tuk, Perjalanan Bangsa Indonesia dari masa ke masa, CV. Rajawali Corporation Bogor, 2004;
43.
Stoner, James A.F. dan Charles Wankel, Manajemen, CV. Intermedia Jakarta, 1988;
44.
Suprapto, R., SH, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Praktek, 1986;
45.
Suripto, ST., BA dkk, Tanya Jawab Cerdas Tangkas, Pustaka Amani Jakarta;
46.
The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, Liberty, 1992;
SH,
Himpunan
[UDIN 2015 – DAFTAR PUSTAKA - 780]
Peraturan-Peraturan
Hukum
Tanah,
47.
Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002;
48.
Tim Penulis, Sejarah, Yudhistira, 1996;
49.
Widjaja, A.W., Drs., Titik Berat Otonomi pada Daerah Tk. II, Rajawali Pers, 1992;
50.
Wiramihardja, Y. dan Djuhaeni, Sejarah Kita dan Dunia Sepanjang Masa, Bina Cipta Bandung, 1982;
51.
Zainun, H. Buchari, Prof. Dr., MPA, Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia, CV. Haji Masagung Jakarta, 1994.
Yang Berupa Peraturan-Peraturan 52. Undang-Undang Dasar 1945; 53. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam; 54. Ketetapan-Ketetapan MPR RI Tahun 1998, Sekretaris Jenderal MPR RI, 1998; 55. Ketetapan-Ketetapan MPR RI Tahun 1999, Sekretaris Jenderal MPR RI, 1999; 56. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 57. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004; 58. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 59. Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;
Pendidikan dan
60. Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil; 61. Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil; 62. Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural;
[UDIN 2015 – DAFTAR PUSTAKA - 781]
63. Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil 64. Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil; 65. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar; 66. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak; 67. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 68. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil; 69. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia; 70. Keputusan Presiden RI Nomor 25 Tahun 1993 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional; 71. Keputusan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan; 72. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat, CV. Mini Jaya Abadi, Juni 1994; 73. Keputusan Kepala BAKN Nomor 07 Tahun 1999 tentang Pemberhentian dari Jabatan Negara dan Pemberian Uang Tunggu Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota Partai Politik, serta Pengaktifan kembali Pegawai Negeri Sipil yang telah melepaskan keanggotaannya dari Partai Politik; 74. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan; 75. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 5 Tahun 2006 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Staf Khusus Kepala Badan Pertanahan Nasional RI; 76. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pengangkatan, Perpindahan Dan Pembinaan Dalam Jabatan Fungsional Umum Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia; 77. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional; [UDIN 2015 – DAFTAR PUSTAKA - 782]
78. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar; 79. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pola Jenjang Karier Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia; 80. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah; 81. Peraturan Presiden RI Nomor 02 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019; 82. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; 83. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional; 84. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 08 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Yang Berupa Majalah/Koran/Website 85. Panji Masyarakat, No. 41 Tahun I, Jakarta 26-1-1998; 86. Republika, Harian Umum, 12 Mei 1998; 87. Berita Kota, Harian Umum, 4 Maret 2002; 88. Kompas, Harian Umum, 16 Juni 2002; 89. Kompas, Harian Umum, 15 Juli 2002. 90. www.presidenri.go.id 91. www.bappenas.go.id 92. www.kompas.com 93. www.kpk.go.id 94. http://www.ayas123.co.cc/2010/04/sejarah-lahirnya-pancasila-sebagai.html 95. http://gurumuda.com/bse/proses-perumusan-pancasila-sebagai-dasar-negara 96. http://ridwanaz.com/akademik/kewarganegaraan/mengetahui-arti-ataupengertian-pancasila 97. http://iptekdakhlan.blogspot.com/2009/07/fungsi-pancasila-bagi-bangsa-dannegara.html
[UDIN 2015 – DAFTAR PUSTAKA - 783]