KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MAKALAH
oleh:
Kelompok 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
MAKALAH
disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dengan dosen pengampu Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep
oleh:
Laely Anggraeni NIM 142310101058
Jerry Pratama Putra NIM 142310101062
Zehrotul Aini NIM 142310101063
Ika Adelia Susanti NIM 142310101093
Wasi' Putri Magfiroh NIM 142310101128
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Keperawatan Gawat Darurat
Definisi gawat darurat:
Gawat dapat diartikan sebagai hal mengancam nyawa, sedangkan darurat merupakan suatu kondisi yang memerlukan penanganan dengan segera untuk menyelamatkan nyawa korban (Musliha, 2010).
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan klinis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (Permenkes RI, 2016).
Gawat darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang secara tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam anggota badannya dan jiwanya (akan menjadi cacat atau mati) bila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasannya gawat darurat merupakan suatu kondisi yang mengancam nyawa dan membutuhkan pertolongan segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
Instalasi gawat darurat (IGD)
lnstalasi Gawat Darurat (IGD) adalah Instalasi pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama selama 24 jam pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan multidisiplin ilmu (Kemenkes RI, 2011). Semua fasilitas yang tersedia di IGD dirancang khusus sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan emergency yaitu terdiri dari triase primer, sekunder, area non kritis (green zone), area semi kritis (yellow zone), area kritis (red zone), kamar operasi, ruang radiologi dan obaservasi intensif (ROI). IGD menyediakan sarana penerimaan untuk pentalaksanaan dalam keadaan bencana. hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di setiap daerah.
Fungsi IGD: menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang berfariasi yang gawat serta kondisi yang sifatnya tidak gawat.
Persyaratan Fisik Bangunan menurut Kemenkes RI tahun 2009 :
Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS dengan memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal / bencana.
Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar Rumah Sakit.
Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama (alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar) kecuali pada klasifikasi IGD level I dan II.
Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp).
Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar.
Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari 2 ambulans (sesuai dengan beban RS).
usunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan tidak ada "cross infection", dapat menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol kegiatan oleh perawat kepala jaga.
Area dekontaminasi ditempatkan di depan/di luar IGD atau terpisah dengan IGD.
Ruang triase harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar.
Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien.
Apotik 24 jam tersedia dekat IGD.
Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat)
Persyaratan sarana menurut Kemenkes RI tahun 2009:
Fasilitas dan penunjang yang harus tersedia selain ditentukan oleh level IGD rumah sakit, juga oleh jumlah kasus yang ditangani menurut Kemenkes RI tahun 2009.
Cara kerja atau sistem pelayanan di IGD
Pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI, 2016). Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2006). Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena berhubungan dengan nyawa pasien. pada keafdaan darurat didapati beberapa permasahan utama yaitu periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singat, perubahan klinis yang mendadak, dan mobilitas petugas yang tinggi (Herkutanto, 2007). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 setiap rumah sakit wajib memiliki kemampuan sistem pelayanan gawat darurat yang meliputi:
Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat
Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)
Pelayanan di IGD harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu
Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat
Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama lima menit seletah sampai di IGD
Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat di IGD, dengan wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter.
Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi berikut.
Klasifikasi pelayanan IGD menurut Kemenkes RI tahun 2009 terdiri dari:
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal untuk Rumah Sakit Kelas A.
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal untuk Rumah Sakit Kelas B.
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal untuk Rumah Sakit Kelas C.
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal untuk Rumah Sakit Kelas D.
Lingkup pelayanan berdasarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 :
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level I di Rumah Sakit merupakan:
Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway, Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator
Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamalan jiwa
Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
Melakukan stabilisasi dan evakuasi
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level II di Rumah Sakit merupakan:
Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway, Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator
Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus kegawatdaruratan
Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R. Resusitasi-ICU, Bedah cito.
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level III di Rumah Sakit merupakan:
Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway, Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator
Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus kegawatdaruratan
Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R. Resusitasi-ICU, Bedah cito
Pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik (4 besar spesialis seperti Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam).
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level IV di Rumah Sakit merupakan:
Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway, Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator
Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus kegawatdaruratan
Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R. Resusitasi-ICU, Bedah cito
Pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik (4 besar spesialis seperli Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam)
Pelayanan keperawatan gawat darurat sub spesialistik.
Sumber daya manusia berdasarkan Kemenkes RI tahun 2009
Sistem pelayanan kegawatdaruratan medik menurut Boswick tahun 1988 meliputi:
Badan pelayanan kedaruratan medik lokal dan regional
Penerangan dan pendidikan kesehatan
Mengetahui sistem apa, serta cara dan kapan ia digunakan (informasi)
Latihan pertolongan utama termasuk resusitasi kardiopulmonal (rkp)
Deteksi dan pemberitahuan
Sistem reaksi kendaraan peralatan tenaga
Bagian gawat darurat
Pelayanan dengan peralatan pelengkap (laboratorium, radiologi, unit perawatan intensif dan lain-lain)
Konsultan dan rumah sakit rujukan
Rehabilitasi
Penilaian dan umpan balik bagi sistem.
Tugas dan kewenangan perawat
Tenaga keperawatan merupakan salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat (Kusnanto, 2004). Menurut Kusnanto tahun 2004 fungsi perawat adalah :
Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.
Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
Mendokumentasikan proses keperawatan.
Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan praktek keperawatan.
Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.
Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.
Khusus untuk pelayanan keperawatan gawat darurat, setiap perawat melakukan kegiatan berupa pengelolaan peralatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasuien, serta melakukan rujuan pasien (Kusnanto, 2004).
Pelayanan kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara terpadu dan dilakukan oleh multi disiplin dan multi profesi termasuk pelayanan keperawatan. Pelayanan kegawatdaruratan sudah diatur dalam suatu sistem yang dikenal dengan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT). Sebagai salah satu bagian dari pelayanan kegawatdaruratan, pelayanan keperawatan mengutamkan akses kesehatan bagi korban yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kematian, dan kecacatan. Saat bekerja di rumah sakit, perawat diharapkan mampu untuk melakukan triase, resusitasi dengan atau tanpa alat, mengetahui prinsip stabilisasi dan terapi definitif, mampu bekerja dalam tim, melakukan komunikasi dengan tim, pasien beserta keluarganya (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang keperawatan menjelaskan bahwasanya perawat:
Dalam keadaan darurat perawat dapat memberikan pertolongan pertama, perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut
Keadaan darurat yang dimaksud merupakan keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan klien.
Keadaan darurat ditetepkan oleh perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan kelimuannya.
Mengacu pada kondisi pelayanan kegawatdaruratan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006 menyebutkan bahwasannya perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi:
Fungsi independen
Memiliki fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care)
Fungsi dependen
Memiliki fungsi didelegasikan sepenuhnya atau sebagaian dari profesi lain
Fungsi kolaboratif
Melakukan kerja sama saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).
Menurut Hamurwono (2002), untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya, maka perawat gawat darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
mengenal klasifikasi pasien
mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak, kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah pinggul dan kasus ortopedi
mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat
mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.
Prinsip-prinsip etik :
Beneficence : mengerjakan yang baik.
Nonmaleficence : tidak merugikan orang.
Otonomi : menghargai penentuan sendiri.
Kesetiaan : ketulusan hati
Altruistik : mementingkan klien
Isu legal dalam kegawatdaruratan keperawatan adalah sebagai berikut :
Negligence (kelalaian)
Malpractice (tindakan yang salah)
Good Samaritan Laws (status ini melindungi privasi pasien tetapi biasanya tidak berlaku pada situasi gawat darurat biasa)
Informed consent
Implied consent
Kewajiban melaporkan tersangka kejahatan kepada polisi
Kewajiban mengumpulkan bukti pada investigasi kejahatan, mengerti tentang kebijakan RS dan hukum yang berlaku untuk pengumpulan bukti.
Kinerja perawat di IGD berdasarkan implementasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan yaitu preparation, triage, basic life support (khususnya pelaksanaan tahapan ABCD (Airway-Breathing_Circulation-Disability).
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di IGD rumah sakit. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap mupun mendadak. Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi:
Pengkajian
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan berkesinambungan. Pengkajian ini dapat memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana tindakan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar.
Standar: perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
Kriteria Proses:
Melakukan triase
Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey pada kasus gawat darurat di rumah sakit serta bencana internal dan eksternal.
Primary Survey
Untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau potensian dari kondiri life threatening (berdampak dalam kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup)
A: Airway atau dengan kontrol servikal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disability pada kasus trauma, "Detibrilation, Drugs, Differential
Diagnosis" pada kasus non trauma
E: Exposure pad a kasus trauma, EKG , "Electrolite Imbalance"
pada kasus non trauma.
Secondary Survey
Dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkaajian primer diatasi. pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian head to toe.
Melakukan re-triase
Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik
Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis
Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian baku.
Krlteria Hasil:
Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi dengan benar ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam pelaksanaan
Adanya rumusan masalah I diagnosa keperawatan gawat darurat.
Diagnosa Keperawatan
Masalah diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis perawat tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun resiko yang mengancam jiwa. Masalah/diagnosa keperawatan yang ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana keperawalan dalam penyelamatan jiwa dan mencegah kecacatan.
Kriteria proses:
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab,
tanda dan gejala (PES/PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas Masalah Keperawalan Gawat Darurat :
Gangguan jalan nalas,
Tidak efeklifnya bersihan jalan nafas,
Pola nafas tidak efektif,
Gangguan pertukaran gas,
Penurunan curah janlung,
Gangguan perfusi jaringan perifer,
Gangguan rasa nyaman
Gangguan volume cairan tubuh
Gangguan perfusi serebral,
Gangguan termoregulasi
Intervensi Keperawatan
Serangkaian langkah yang bertujuan unluk menyelesaikan masalah diagnosa keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkna baik secara mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rencana tindakan keperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria Struktur :
Adanya rumusan tujuan dan krileria hasil
Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan.
Kriteria Proses :
Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan pencegahan kecacatan sesuai dengan kriteria SMART (Spesific, Measureable, Achieveable, Realiable, Time)
Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria Hasil:
Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang mandiri dan kolaboralif
Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
Implementasi
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang lelah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan gawat darurat. Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kriteria Proses:
Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur operasional yang telah ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan pasien, berdasarkan prioritas tindakan :
Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:
Melakukan triase
Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan pencegahan kecacatan
Melakukan tindakan (mandiri dan kolaborasi) sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul.
Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
Mengutamakan prinsip keselamatan pasien (patient safety), dan privacy
Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution)
Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil
Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respon pasien
Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).
Evaluasi
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan gawat darurat mengacu pada kriteria hasil. Evaluasi dilakukan setiap jam, kecuali pasien emergency setiap 15 menit. Evaluasi ada 2 yaitu proses dan hasil.
Kriteria Proses:
Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang diberikan (evaluasi proses),
Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil),
Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut,
Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap
masalah diagnosa keperawatan.
Format Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Sistem Rujukan Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan yaitu:
Sistem Rujukan
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Ada beberapa poin yang berkaitan dengan sistem rujukan yaitu:
Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Ketentuan di atas dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan.
Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan kesehatan yang berjenjang.
Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada poin (f) dapat mengikuti sistem rujukan.
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan
pasien.
Tata Cara Rujukan
Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan.
Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik;
Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Pembiayaan
Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan.
Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau keluarganya.
Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. Alasan yang sah sebagaimana dimaksud adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang. Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi:
Diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
Alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
Transportasi rujukan; dan
Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan
Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.
Dalam melakukan komunikasi, penerima rujukan berkewajiban:
Menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan
Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat:
Identitas pasien;
Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan;
Diagnosis kerja;
Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
Tujuan rujukan; dan
Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.
Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan ketersediaan sarana transportasi.
Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Jika tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan kesehatan perujuk, rujukan, dapat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang layak.
Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan.
Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan.
Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan.
Standar Timbang Terima Pasien di Ruang IGD
Dalam melakukan timbang terima pasien di Ruang IGD harus memperhatikan banyak hal. Menurut Standar Operasional Prosedur Bunda Maternal Hospital, dalam melakukan timbang terima pasien IGD memiliki beberapa prosedur, yaitu :
Pasien yang akan dipindahkan, dirapikan dan disiapkan alat bantunya.
Pasien yang akan dipindah harus memakai gelang identitas pasien dan menandatangani surat persetujuan tindakan medis.
Informasikan ke ruang rawat inap untuk bersiap-siap menerima pasien melalui telepon.
Antar pasien ke unit tujuan minimal dengan 1 orang Perawat dengan menggunakan kursi roda,stretcher atau tempat tidur pasien,disesuaikan dengan kondisi pasien.
Serah terima dilakukan oleh petugas IGD yang memindahkan kepada petugas kesehatan penanggung jawab rawat inap.
Informasi serah terima untuk ke unit rawat inap biasa meliputi sedikitnya :
a. Identitas pasien minimal nama lengkap dan rekam medik pasien.
b. Diagnosis kerja/diagnosis masuk yang dibuat oleh dokter IGD
c. Kondisi terakhir (tanda vital dan kesadaran)
d. Rencana / instruksi penanganan yang diberikan oleh dokter IGD pasien termasuk rencana diit.
e. Tindakan dan/atau obat yang telah diberikan di unit-unit ambulatory maupun di IGD.
f. Obat-obat apa yang ada / di bawa oleh pasien maupun obat yang telah diambil dari farmasi untuk pasien.
g. Riwayat alergi pasien.
Petugas yang menerima pasien mencatat semua informasi yang diberikan
Petugas yang menerima pasien melakukan readback informasi yang dicatat tersebut dan mengkonfirmasikannya
Pastikan bahwa serah terima tidak ada yang terlewat, bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan.
Dokumentasikan kegiatan yang meliputi sedikitnya tanggal kegiatan, siapa yang mengantar pasien dan siapa yang menerima pasien.
Rapikan kembali alat-alat yang sudah tidak digunakan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta:EGC
Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Manajemen Sumber Daya manusia (SDM) Kesehatana dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta: Departemen Kesehatan
Hamurwono, Guntur Bambang. 2002. Kebijakan Deparetemen Kesehatan dalam pengembangan SPGDT.
Hartanto. 2013. Standar Prosedur Operasional serah terima pasien antar ruangan. Semarang: Bunda Maternal Hospital
Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Maj Kedokt Indon. Vol 57. No 2
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Standar Instalasi Gawat Darurat ( Igd ) Rumah Sakit Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009
___. 2010. Standar pelayanan keperawatan gawat darurat
___. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah
Sakit. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Keteknisian Medik Kementerian Kesehatan RI
Kusnanto. 2004. Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Numed
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
___ Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 35 Tentang Tugas dan Wewenang Perawat
___ Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit