KONFLIK AKIBAT PLURALITAS SUKU DI INDONESIA
PLURALITAS MASYARAKAT DI INDONESIA
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yaitu secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal struktur Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Menurut Furnival, suatu masyarakat majemuk ( Plural Society ) yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Sebagai masyarakat majemuk masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis di mana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras. Di dalam kehidupan politik, tanda paling jelas dari masyarakat indonesia yang bersifat majemuk itu adalah tidak adanya kehendak bersama (Common Will ). ). Menurut Van den Berghe ada beberapa karakteristik sebagai sifat-sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk yakni:
1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok yang sering kali memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain. 2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer. 3. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok kelompok yang satu dengan yang lain. 4. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi. Suatu masyarakat majemuk tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit kekerabatan. Akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki diferensiasi yang tinggi. Suatu
masyarakat yang terbagi-bagi kedalam berbagai kelompok berdasarkan garis keturunan, akan tetapi memiliki struktur kelembagaan yang bersifat homogeneus. Di dalam arti yang demikian itulah, maka masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bersifat majemuk. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pluralitas masyarakat Indonesia yang demikian terjadi: Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia kurang lebih 12.637 pulau yang tersebar di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur ke barat dan lebih 1000 mil dari utara ke selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya suku bangsa Indonesia.
KONFLIK ANTAR SUKU YANG TERJADI DI INDONESIA
Lampung termasuk salah satu wilayah berpotensi rawan konflik. Lantaran secara demografi, Lampung memiliki jumlah penduduk sekitar 9 juta jiwa dengan persentase pendatang mencapai 60 persen. Lampung Selatan berupa konflik horizontal antara masyarakat asli dengan pendatang dari suku Bali. konflik pada 27 sampai 29 kemarin adalah menewaskan 12 orang. Tiga masyarakat asli Kalianda, dan pendatang dari Bali meninggal 9. Hampir 450 rumah terbakar konflik tersebut merupakan kasus yang berulang dan lebih dalam lagi akar-akar persoalannya. Kebetulan kasusnya dipicu pelecehan terhadap dua gadis remaja oleh pemuda desa tetangga kemudian membesar hingga
muncul
korban
.
Tampaknya yang dominanmenonjol adalah
“perasaan harga diri” karena merasa telah dilecehkan sehingga harus membalasnya dengan kekerasan fisik. Mereka jauh dari sikap tega terhadap nyawa manusia sebagai korban atas balas dendam yang dilakukan. Mereka
pun jauh dari kesadaran bahwa para pelaku pelecehan itu adalah kelompok anak muda di mana barangkali hanya perilaku iseng atau bagian dari kenakalan belaka-produk dari rumah tangga dan lingkungan yang kurang memperhatikan pembinaan moral generasi di tengah arus sekularisasi dan materialisme yang demikian gencar . Sejak kehadirannya, etnis Bali berbeda dengan orang Jawa dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung. Gugus persoalan ini mencakup ”legitimasi kehadiran” masyarakat Bali y ang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. , unrur – unsure baru dan lama bertentangan secara bersamaan akan
mempengaruhi
norma-norma
dan
nilai-nilai
yang
kemudian
berpengaruh pula kepada masyarakat , yang dapat menyebabkan gangguan secara kontinu terhadap keserasian masyarakat . Masyarakat pribumi takut jika datanganya penduduk lain atau berasal dari etnis yang berbeda dapat mempengaruhi dan merubah kebudayaan masyarakat yang ada di lampung karena terpengaruh dengan datangnya sebuah adat istadat yang baru . konflik yang di picu oleh pelecehan du gadis oleh teanga ini menyebabkan konflik etnis itu muncul , mereka melakukan yang menurut mereka benar , masyarakat prbumi ingin mengembalikan pola-pola kehidupan berdasarkan kebudayaan mereka sendiri yang terwujud sebagai kebudayaan atau adat yang sebelumnya berlaku , yang mereka angap sebagai yang adil , benar
dan beradab . konflik ini mendorong terjadinya konflik yang cukup besar karena adanya rasa solidaritas yang ada di dalam suatu kelompok . menurut emile Durkheim solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama . dengan adanya solidaritas di dalam kelompok masing-masing menyebabkan konflik ini menjadi membesar , karena di dalam suatu kelompok yang mengalami pelecehan itu hanya gadis akan tetapi gadis tersebut merupakan anggota dari suku merka mereka akan mempertahankan dan akan membela kelompok atau suku mereka dengan menjunjung nama baik dari setiap kelompok itu sendiri . sehingga antara kelompok lampung utara dan lampung selatan tetap mempertahankan pendapat mereka dan tidak ingin kelompok mereka kalah .
baik itu
lampusng selatan atau pun lampung utara mempertahankan posisi mereka demi menjaga harga diri etnis mereka yang terdiri dari etnis bali dan etnis lampung . persoalan primordial ini tidak berdiri sendirian. Dalam kasus Lampung, persoalan ini berkelindan dengan kenyataan adanya disparitas ekonomi, yang bagi sementara kalangan sudah makin terlihat nyata. Kaum pendatang, terutama Bali, merupakan komunitas yang cukup sejahtera, sementara etnis Lampung tidak cukup baik kondisinya sebagai ”tuan rumah”. Di sini, persoalan klasik kecemburuan sosial antara ”pribumi” dengan ”pendatang .
konsep minoritas dan moayoritas ini di anggap sebagaislah satu penyebab munculnya konflik , walaupun masyarkat bali yang berada di lampung hanyalah minoritas akan tetapi masyarakat ini memiliki ekonomi yang cukup tinggi di bandingkan kaum mayoritas yang ada di lampung .