PEDOMAN KONSELING KUSTA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN 2011
0
KATA PENGANTAR
I
ndonesia telah mencapai eliminasi kusta secara nasional pada tahun 2000, namun sampai saat ini masih ada 14 propinsi dengan jumlah kasus baru kusta yang lebih besar dari 5/100.000 penduduk, dimana 4 propinsi di antaranya yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan melaporkan melaporkan lebih dari 1.000 kasus per tahun. Sampai tahun 2010 Indonesia masih merupakan negara ketiga di dunia dengan kasus kusta yang tertinggi. Kusta merupakan salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan stigma. Ketakutan yang berlebihan, persepsi yang salah ( misbelief ) dan gambaran yang menakutkan pada kecacatan kusta merupakan penyebab utama timbulnya stigma terhadap penyakit ini. Semua ini menyebabkan menyebabkan orang orang yang terdampak terdampak kusta kusta dijauhi, dikucilkan, sulit menikah dan sulit mendapatkan pekerjaan. Mereka menjadi sangat tergantung secara fisik dan ekonomi kepada orang lain yang pada akhirnya berujung pada kemiskinan. Bagi program pengendalian kusta, stigma juga menyebabkan orang yang terdampak kusta menyembunyikan diri sehingga tidak mendapat pengobatan secara dini. Akibatnya orang tersebut akan menjadi sumber penularan bagi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Bagi orang yang terdampak kusta itu sendiri, stigma dapat bermanifestasi sebagai self-stigma yaitu sikap negatif dan prasangka dalam masyarakat yang dibenarkan oleh orang yang terdampak penyakit kusta dan experienced-stigma yaitu mendapat perlakukan diskriminasi yang sebenarnya. Keduanya akan menimbulkan dampak psikologis yang besar dalam dirinya. Konseling merupakan intervensi yang dimaksudkan untuk memahami, mengakui, membantu emosi, pikiran dan perilaku yang muncul pada individu atau keluarga yang mengalami stigma kusta. Tujuannya adalah untuk menghilangkan stigma dan meningkatkan kualitas kehidupan orang yang pernah mengalami kusta. Pedoman ini dapat digunakan oleh lay konselor yang berada di sarana kesehatan dan di masyarakat. Sehingga diharapkan buku ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu pelayanan konseling bagi orang yang terdampak kusta. Penghargaan saya sampaikan kepada tim editor dan para kontributor yang telah memberikan ide, gagasan dan saran sesuai pengalaman dan bidang keahliannya sehingga pedoman ini dapat diterbitkan. Akhirnya harapan saya semoga pedoman ini dapat bermanfaat. bermanfaat.
Prof. dr. Tjandra Y. Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE Direktur Jendral PP dan PL Kemenkes RI 1
KATA PENGANTAR
K
usta merupakan satu penyakit yang erat kaitannya dengan stigma, dimana hal tersebut menimbulkan dampak psikologis bagi pasien, keluarganya dan masyarakat, bahkan pada orang yang pernah mengalami penyakit tersebut. Bagi program, stigma akan menyebabkan pasien menyembunyikan diri sehingga terlambat diobati dan akan menjadi sumber penularan bagi orang lain. Pasien yang terlambat diobati juga akan besar kemungkinan menderita menderita cacat dan kondisi ini akan semakin memperburuk gambaran masyarakat terhadap orang yang mengalami kusta. Sedangkan bagi pasien, dampak psikologis itu akan menyebabkan dia menarik diri dari lingkungan sosialnya dan pekerjaannya sehingga menjadi tidak produktif bagi keluarga dan lingkungannya.
Enhanced Global Strategy for Further Reducing the Disease Burden due to Leprosy 20102015 menekankan pentingnya konseling sebagai bagian dari program tatalaksana bagi pasien kusta yang komprehensif. Diharapkan dengan konseling, dampak psikologis pasien yang disebabkan oleh stigma (self stigma) akan berkurang sehingga mereka dapat memiliki kualitas hidup yang baik. Namun perlu disadari bahwa upaya untuk mengurangi stigma terhadap kusta tidak dapat hanya melalui intervensi konseling saja, namun harus diiringi dengan memberdayakan orang yang pernah mengalami kusta melalui program rehabilitasi sosio-ekonomi, serta mendukung keterlibatan orang yang pernah mengalami kusta dalam kehidupan sosial dan pembangunan. Dengan demikian diharapkan semua kesalahpahaman, prasangka dan mitos yang salah dimasyarakat dapat disingkirkan dan mendorong orang yang pernah mengalami kusta agar, pada akhirnya, memiliki kepercayaan dan harga diri yang lebih baik.
Oleh karena itu WHO membantu Kementerian Kesehatan menyusun panduan konseling yang mudah digunakan oleh petugas kesehatan dan juga elemen masyarakat lainnya yang ingin menolong saudaranya, orang yang terdampak kusta, dalam bentuk konseling. Kami berharap melalui pedoman ini, tenaga kesehatan dan sukarelawan lainnya dapat menolong dan memberdayakan orang yang pernah mengalami kusta untuk keluar dari masalah dan stigma terhadap penyakit yang dialaminya. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan pedoman ini. dr. Khanchit Linpakarnjanarat Linpakarnjanarat WHO Representative to Indonesia 2
EDITOR DAN KONTRIBUTOR EDITOR Dr. Prima Kartika Esti, Sp.KK Dr. Benyamin Sihombing, MPH
KONTRIBUTOR Dr. Celestinus Eigya Munthe, Sp.KJ, M.Kes
RS Dr. Sitanala
Habasiah Syafri
KPA Jawa Barat
Ade Erma, SKM, MS
Subdit Kusta & Frambusia
Dr. Christina Widaningrum, M.Kes
Subdit Kusta & Frambusia
Dr. Teky Budiawan, MPH
NCLY-NLR
Dr. Corrie Kutika, M.Kes
NCLY- NLR
Dr. Tri Mulyati
PKVHI
Dr. Benyamin Sihombing, MPH
WHO
Dr. Prima Kartika Esti, SpKK
RS Dr.Sitanala
Dr. Tiara Pakasi, MA
Subdit Kusta & Frambusia
Binti Khofifah
YAMAKINDO
Dr. Firmansyah Arief, MPH
NCLY-NLR
Kerstin Beisse
DAR Consultant-NLR
Dr. Emmy Soedarmi Sjaiful-Daili, Sp.KK(K)
RSCM
Dr. Lina Regina Mangaweang, Sp.KJ
Subdit Kelompok Berisiko, Dir. Kesehatan Jiwa
Dr. Jeanne Uktoseja, M.Kes
Subdit Kusta & Frambusia
3
Dr. Alfinella Izhar Iswandi
Subdit Kusta & Frambusia
Medita Erviani, SKM
Subdit Kusta & Frambusia
Dr. Syswanda Lingga, MPH
Subdit Kusta & Frambusia
Dr. Yamin Hasibuan, MPH
DAR Consultant-NLR
Ns. Iratnah, S.Kep
Pusdiklat Nakes
Dr. Helen Dewi
Subdit AIDS & IMS
Ari Wulansari, SKM
Subdit AIDS & IMS
Ucapan terima kasih kepada Tim P2 Kusta Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, pimpinan, staf, dan klien kusta di Puskesmas Ranca Bango, Subang
4
DAFTAR ISI Kata Pengantar Ditjen PP & PL........................................................................1 Kata Pengantar WR Indonesia.........................................................................2 Tim Editor dan Kontributor.............................................................................3 Daftar Istilah.........................................................................................................6 Latar Belakang......................................................................................................7 Tujuan dan Sasaran...........................................................................................11 Klien, Konselor, Konseling Pengertian ..........................................................................................13 Klien ....................................................................................................15 Konselor .............................................................................................16 Kompetensi ........................................................................................19 Konseling Kelompok & Konseling Keluarga .............................. 29 Proses Konseling Proses konseling ...............................................................................31 Contoh kasus ....................................................................................39 Masalah pada Orang yang Terdampak Kusta Stigma dan masalahnya.....................................................................43 Fakta Kusta Penyebab, Penularan, Tanda & Gejala, Tipe, Pengobatan, Sembuh, Kecacatan, Pencegahan Cacat, Perawatan Diri.........47 Kusta dan hak asasi manusia..........................................................60 Lampiran ...........................................................................................................64 Bahan Bacaan yang Disarankan ....................................................................66
5
DAFTAR ISTILAH -
Experienced-stigma
:
-
:
-
Klien Konseling
-
Lay konselor
:
-
Orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) Orang yang terdampak kusta
:
-
Pasien
:
-
Petugas kesehatan
:
-
Sukarelawan
:
-
Self-stigma
:
-
:
:
perlakuan negatif atau diskriminasi yang dialami oleh orang yang terdampak penyakit tertentu. orang yang membutuhkan pertolongan. tindakan / upaya untuk membantu orang yang terdampak penyakit kusta untuk menghadapi kenyataan dengan bimbingan dan penyuluhan untuk menyelesaikan masalahnya melalui pelepasan masalah emosional (katarsis) maupun hubungan interpersonal dengan pemahaman terhadap fakta, harapan dan kebutuhan yang dihadapinya saat ini. konselor yang dilatih untuk melakukan konseling dengan prasyarat tertenu yang berasal dari masyarakat non profesional. orang yang dulunya mengalami penyakit kusta dan saat ini sudah sembuh/bebas dari kuman kusta. OYPMK dan pasien kusta, yaitu orang (atau keluarganya) yang mengalami dampak negatif (penyakit, stigma, kecacatan) akibat kusta. Ini merupakan adaptasi dari istilah people affected by leprosy (PAL). orang yang sedang mengalami suatu penyakit tertentu. dokter kusta propinsi/kabupaten, pengelola program kusta propinsi/kabupaten/puskesmas LSM, organisasi berbasis keagamaan, dan orang yang pernah mengalami kusta sikap negatif dan prasangka dalam masyarakat yang dibenarkan oleh orang yang terdampak penyakit tertentu
6
LATAR BELAKANG
K
usta merupakan penyakit tertua yang diketahui manusia dan sudah dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui dari catatan tulisan peninggalan sejarah dari Mesir,
Tiongkok dan Mesopotamia, namun tulisan yang memberikan gambaran kusta yang sebenarnya dicatat di India pada tahun 600 SM.
Melalui program Leprosy Elimination Campaign Campaign (LEC) yang gencar dilaksanakan pada era 90-an, Indonesia telah mencapai eliminasi kusta pada pertengahan tahun 2000 secara nasional, dimana angka prevalensi sudah berada dibawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Akan tetapi sampai saat ini penemuan orang yang terdampak kusta baru masih sekitar 17.000 – 18.000 kasus baru per tahun. Data Kementerian Kesehatan tahun 2010 menunjukkan masih ditemukan 17.012 kasus baru, dimana 1.822 di antaranya sudah mengalami kecacatan tingkat-2. Umumnya kecacatan ini terjadi bila pasien tidak terdeteksi dan diobati secara dini. Kondisi kecacatan kecacatan yang berat berat dan ketakutan yang berlebihan pada kusta menyebabkan munculnya stigma dan diskriminasi.
Hal
tersebut
disebabkan
karena
kurangnya
pengertian
dan
pengetahuan tentang kusta di masyarakat sehingga berdampak pada banyaknya anggapan yang keliru tentang penyakit ini yang akhirnya merugikan pasien dan masyarakat, di antaranya adalah: 7
Tidak berobat dini dan datang sudah cacat karena selama ini tidak tahu kalau sedang menderita kusta.
Sudah tahu penyakitnya kusta namun tidak mau berobat karena malu.
Sudah tahu penyakitnya kusta, sudah berobat ke Puskesmas, namun merasa tidak ada kemajuan hingga akhirnya putus obat (default). default).
Sudah berobat teratur sampai selesai, tetapi justru penyakitnya bertambah parah karena sering timbul reaksi kusta.
Pengobatan yang lama dan harus teratur membuat jenuh, disamping warna kulit menjadi lebih gelap.
Pengobatan lama dan teratur dianggap tidak ada hasilnya karena tidak menyembuhkan cacat yang sudah ada.
Stigma sangat mempengaruhi banyak aspek dari orang yang terdampak kusta, termasuk mobilitas, hubungan interpersonal, pernikahan, pekerjaan, pemanfaatan waktu luang dan kehadiran pada pertemuan keagamaan dan sosial. Sehingga secara garis besar disimpulkan bahwa stigma akan berdampak pada: -
Individu
-
Keluarga/masyarakat
-
Program kesehatan masyarakat dan intervensinya
Orang yang terdampak kusta dapat mengalami stres emosional dan kegelisahan, yang mengarah pada gangguan psikologis dan menurunnya kualitas hidup. Mereka mengisolasi diri dan kurang punya motivasi untuk melanjutkan pengobatan. Hal ini akan meningkatkan risiko untuk terjadinya kecacatan dan komplikasi lanjut menjadi lebih besar. 8
Bagi orang yang terdampak kusta, biasanya partisipasi sosial mereka lebih menyedihkan daripada dampak kusta pada diri mereka sendiri, dimana hal ini akan mengganggu kualitas hidup mereka. Semua dampak negatif ini merupakan hasil dari kurangnya pengetahuan masyarakat dan masih terdapatnya konsep yang salah tentang kusta.
Dampak stigma pada program kesehatan sangat merugikan. Pasien yang
mengalami
menyangkal
stigma
penyakitnya
mungkin yang
akan
menyembunyikan
berakibat
pada
atau
keterlambatan
pengobatan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penyakit semakin berat, meningkatkan terjadinya kecacatan, komplikasi lain, serta meningkatnya penyebaran penyakit dalam masyarakat
Intervensi untuk memerangi stigma terhadap kusta menurut sasaran, dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Sasaran masyarakat: program kusta yang terintegrasi ke dalam pelayanan umum, mengubah image kusta, kampanye lewat media dan re-integrasi orang yang pernah mengalami kusta ke dalam masyarakat. 2. Sasaran individu: rehabilitasi (medis, sosial, ekonomi) dan konseling.
Intervensi
konseling
kepada
individu
yang
didiagnosis
kusta
merupakan sesuatu yang baru bagi program pengendalian kusta khususnya pada tingkat puskesmas dan masyarakat. Dengan konseling diharapkan orang yang terdampak kusta (klien) dapat memahami dan memperjelas pandangan hidupnya sehingga dapat membuat keputusan yang berarti dan bijak, dengan mempertimbangkan semua pilihan yang 9
ada. Ini merupakan proses dimana klien belajar membuat keputusan dan memformulasikan cara baru dalam berpikir dan mengambil sikap berdasarkan informasi yang benar dan pengalaman positif orang lain. Konseling kepada orang yang pernah mengalami kusta akan dapat meningkatkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, meningkatkan penerimaan diri dan situasi yang mereka alami, menambah kejelasan tentang berbagai masalah dan kesadaran tentang sesuatu yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah, serta meningkatkan harga diri dan k epercayaan diri untuk mengatasi masalah.
10
TUJUAN DAN SASARAN Tujuan umum Pedoman ini bertujuan untuk memberikan tuntunan kepada petugas kesehatan, kader, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi keagamaan
dan
orang
yang
pernah
mengalami
kusta
untuk
memberikan konseling kusta di sarana kesehatan dan masyarakat.
Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari pedoman ini adalah meningkatkan peran petugas kesehatan dan elemen masyarakat dalam hal memberikan layanan konseling orang yang terdampak kusta.
Sasaran Sasaran pedoman ini adalah: 1. Perencana dan pengelola program pengendalian Kusta 2. Petugas kesehatan 3. Kader 4. Sukarelawan organisasi keagamaan 5. Sukarelawan LSM 6. Orang yang pernah mengalami kusta
11
12
PENGERTIAN Apa yang dimaksud dengan konseling? Konseling didefinisikan sebagai hubungan antara konselor (pemberi konseling) dengan klien (penerima konseling) yang terjalin karena adanya kebutuhan dari klien untuk mencarikan pemecahan masalah yang dihadapinya. Fokus kegiatan konseling adalah membantu orang lain untuk dapat mengatasi masalahnya, memanusiakan klien dan berbasis kebutuhan klien (client centered ). Klien akan didorong untuk mencari penyelesaian masalah sendiri. Konseling dirancang untuk membantu klien memahami pemikirannya sehingga ia dapat membuat keputusan yang bijak, dengan mempertimbangkan semua pilihan yang ada. Pada saat menjalani proses konseling, konselor akan berhubungan dengan isu-isu sosial dan budaya, selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan mental. Dalam proses konseling terjadi pertemuan antara konselor dengan klien yang memungkinkan terjadinya dialog dan bukan pemberian terapi.
Konseling dapat membantu klien mengatasi stigma yang timbul sehubungan dengan penyakit yang dideritanya, seperti yang banyak dialami oleh pasien kusta. Stigma merupakan respons negatif terhadap perbedaan yang muncul diantara manusia. Dalam konteks ini yang kita bicarakan adalah stigma yang berhubungan dengan masalah kesehatan. Biasanya timbul karena penyakit atau kondisi (kecacatan) yang diderita. Stigma dapat bermanifestasi sebagai selfstigma yang timbul akibat sikap dan anggapan negatif yang muncul di masyarakat. Konseling merupakan suatu intervensi untuk memahami, menghargai, dan membantu mengatasi emosi serta mengubah pemikiran dan perilaku yang timbul pada orang yang terdampak kusta yang mengalami stigma. 13
Secara umum tujuan konseling kusta adalah untuk mengurangi stigma dan meningkatkan kualitas hidup orang yang terdampak kusta. Secara lebih khusus, tujuan tersebut dapat dijabarkan, sebagai berikut: 1. Menyediakan dukungan psikologis bagi orang yang terdampak kusta. 2. Membantu mencegah dan membatasi penularan kusta. 3. Memastikan memulai pengobatan MDT sedini mungkin. 4. Membantu klien dengan informasi yang benar dan akurat tentang kusta. 5. Memastikan kepatuhan berobat dan mendukung perawatan diri orang yang terdampak kusta.
Untuk memastikan pesan atau tujuan konseling terpenuhi, perlu diketahui beberapa tahapan perubahan perilaku pada manusia, yang secara teori berpengaruh pada penerimaanya terhadap apa yang disampaikan saat konseling. Prochaska dan DiClemente membantu dengan mengidentifikasi 4 tahap proses pembentukan perubahan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, sebagai berikut : 1. Pre kontemplasi; tahapan dimana klien tidak tertarik dan tidak berpikir untuk berubah. 2. Kontemplasi/perenungan;
tahapan
dimana
mulai
ada
pertimbangan serius untuk mengubah perilaku. 3. Tindakan; termasuk di dalamnya tahapan persiapan tindakan serta tindakan perubahan perilaku itu sendiri. 4. Pemeliharaan; tahap akhir, dimana perubahan perilaku dipelihara agar tetap seperti itu.
14
KLIEN Siapa yang dimaksud dengan klien ? Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan untuk dicarikan pemecahan masalah yang dihadapinya, dalam hal ini adalah orang yang terdampak kusta, baik yang sedang menjalani pengobatan (pasien) maupun orang yang pernah mengalami kusta.
Kapan orang yang terdampak kusta memerlukan konseling ? Layanan konseling bagi orang yang terdampak kusta dibutuhkan saat:
Seseorang yang baru diduga menderita kusta. Saat klien dengan kondisi (kelainan kulit/cacat) yang dideritanya terhalang secara psikologis untuk mencari pertolongan ke layanan kesehatan.
Pasien yang baru didiagnosis kusta di layanan kesehatan Umumnya terjadi gangguan psikologis pada pasien saat didiagnosis kusta walaupun tidak semua pasien mengalami hal tersebut. Untuk itu, sebelum konseling perlu dinilai terlebih dahulu apakah pasien memang memerlukan bantuan konseling.
Situasi khusus. Dalam situasi seperti pada timbul reaksi kusta, masalah kepatuhan berobat, kecacatan, stigma, atau diskriminasi, sering terdapat gangguan psikologis pada individu yang terdampak kusta. 15
KONSELOR Siapa yang dimaksud dengan konselor ? Orang
yang
permasalahannya
dilatih dan
untuk dapat
membantu mengekspresikan
klien
memahami
pemikiran
serta
perasaannya sehubungan dengan kondisi yang dialami, sehingga klien diberdayakan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Siapa saja yang bisa menjadi lay konselor di sarana kesehatan dan di masyarakat ? Lay konselor dapat berasal dari petugas kesehatan, misalnya: dokter kusta propinsi/kabupaten, wasor kusta propinsi/kabupaten dan juru kusta puskesmas; atau LSM, organisasi keagamaan, dan orang yang pernah mengalami kusta, yang telah mengikuti pelatihan. Lay konselor yang berasal dari kader, organisasi keagamaan, atau LSM terutama dapat melakukan konseling pada individu yang diduga menderita kusta atau yang mengalami situasi khusus. Sedangkan yang berasal dari petugas kesehatan terutama memberikan konseling pada pasien yang baru didiagnosis kusta.
16
Ciri konselor yang baik
Tulus: secara sungguh-sungguh dari dasar hati dan ikhlas, serta jujur.
Empati: bagaimana merasa dan mengidentifikasi diri terhadap emosi/perasaan dan pikiran klien tanpa jauh terlibat secara emosi.
Menguasai ketrampilan konseling.
Peka akan budaya.
Sabar: tidak mudah marah dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan konseling.
Jujur: dapat berkata apa adanya dan tidak berbohong dalam memberikan informasi.
Menyadari
keterbatasan
diri:
konselor
menyadari
keterbatasannya dalam menangani klien yang memerlukan rujukan lebih lanjut.
Tidak menghakimi.
Berpengetahuan.
Lebih lanjut mengenai konselor yang baik akan dibahas pada bab Kompetensi.
Apa saja tugas lay konselor ? 1. Menjadi pendengar yang baik. 2. Memberi informasi/pengetahuan yang benar tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyakit kusta.
17
3. Membantu mendorong klien mencari pemecahan masalahnya SESUAI dengan kemampuan.
Syarat lay konselor 1. Bersedia menyediakan waktu untuk melakukan konseling. 2. Memiliki minat dan motivasi untuk menolong orang lain. 3. Memegang teguh etika konseling. 4. Memiliki ketrampilan konseling 5. Sudah mengikuti pelatihan lay konselor.
Kapan lay konselor harus merujuk klien ? Pada beberapa kondisi seorang lay konselor sebaiknya merujuk klien kepada profesional seperti psikolog atau psikiater (dokter ahli jiwa) untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, antara lain:
Kecemasan: takut, kecenderungan marah/menyerang (agitasi), berdebar-debar, tangan gemetar.
Depresi: kehilangan minat, perasaan sedih atau menangis terus-menerus yang berkepanjangan (lebih dari 2 minggu), tidak dapat tidur atau banyak tidur, kehilangan selera makan, tidak memiliki energi, putus asa dan tidak punya harapan atas kondisi yang dialaminya, muncul keinginan untuk bunuh diri,.
Percobaan bunuh diri.
Tanda-tanda seperti di atas, jika ditemukan, mengindikasikan klien berada dalam kondisi psikologis yang cukup serius dan memerlukan penanganan profesional.
18
KOMPETENSI Kompetensi apa saja yang harus dimiliki lay konselor ? Kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki seorang lay konselor adalah; 1. Pengetahuan
: terutama terkait dengan penyakit kusta
2. Sikap
: empati, konkruensi, penerimaan tanpa syarat.
3. Keterampilan
: mendengarkan aktif, komunikasi verbal dan
nonverbal
Lay konselor seharusnya memiliki pengetahuan singkat tentang penyakit kusta: penyebab, gejala dan tanda, penularan, kecacatan serta aspek-aspek yang terkait dengan stigma yang mengikuti penyakit kusta (lihat bab Fakta Kusta)
19
Sikap seorang lay konselor dalam menghadapi klien akan sangat berpengaruh pada jalannya proses konseling. Untuk itu seorang lay konselor diharapkan memiliki sikap:
1.
Empati: seorang lay konselor harus mampu memahami apa yang dirasakan klien tapi masih dapat memisahkankan perasaan itu dengan diri sendiri. Empati adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor yang memungkinkan memahami klien. Sikap empati dikembangkan dalam rangka membina hubungan baik dengan klien, memfasilitasi rasa aman, dan rasa percaya kepada konselor serta lingkungannya. Empati disampaikan dengan menggunakan keterampilan mendengar.
2.
Sikap penerimaan (acceptance); seorang lay konselor harus mampu menghargai nilai-nilai yang dimiliki klien dan dapat menerimanya tanpa syarat.
3.
Memahami (understanding ).
4.
Peka terhadap rahasia pribadi.
5.
Bersikap terbuka / tidak berpura pura ( genuines).
6.
Kongruensi; seorang lay konselor harus mampu memahami diri sendiri dan bersikap dewasa. Contoh sikap kongruensi adalah:
- Mampu mengendalikan emosi. - Mampu mecahkan masalah. - Memiliki tanggung jawab. 20
- Peka terhadap kepentingan klien. - Mampu menyesuaikan diri dengan klien (luwes). - Menyadari keterbatasan kemampuannya untuk merujuk klien kepada pihak lain yang lebih kompeten.
Seorang konselor yang baik harus memiliki ketrampilan mendengar aktif, mengajak/memimpin klien, serta ketrampilan refleksi. Hal-hal ini akan dijelaskan secara singkat, sebagai berikut:
1. MENDENGAR AKTIF Mampu mendengarkan cerita klien, bukan hanya sekedar mendengar, namun dapat menjadi pendengar yang baik dan aktif yang ditunjukkan dengan: a. Menunjukkan perhatian (attending ) atas cerita klien dengan bahasa verbal maupun nonverbal (lihat topik bahasa verbal dan nonverbal). Gunakan ungkapan dan bahasa tubuh untuk menunjukkannya, misalnya:
Melakukan kontak mata dengan mempertimbangkan budaya klien. Mengangguk atau mengatakan komentar verbal sederhana seperti: “ya” atau “uhm..” untuk mendorong klien melanjutkan ceritanya.
21
Tersenyum atau ekspresi wajah lainnya yang disesuaikan dengan kondisi atau cerita klien saat itu. Pehatikan sikap, pastikan agar bersikap terbuka dan siap membantu. Fokus pada dialog dengan klien, tidak melakukan kegiatan lain yang dapat mengalihkan perhatian misalnya menerima telepon, memainkan pena, merapihkan baju, dan lain-lain.
b. Mengungkapkan kembali apa yang diceritakan pasien dengan bahasa konselor sendiri (paraphrasing) sehingga menunjukkan bahwa konselor memahami apa yang disampaikan klien. c. Meminta
kejelasan
klien
(clarifying )
dengan
cara
memintanya mengulang apa yang sudah disampaikan. d. Menyamakan persepsi klien dan konselor (perception cheking ) akan sesuatu hal. Hal ini dapat dilakukan sebelum atau bersamaan dengan paraphrasing . Gunakan pertanyaan-pertanyaan tertutup untuk memperjelas. e. Jangan menyela dan melakukan interupsi disaat klien masih berbicara, karena akan membuat klien frustasi sehingga konselor tidak dapat memahami apa yang disampaikan oleh klien. f.
Berikan umpak balik secara netral. Asumsi, penilaian, dan keyakinan pribadi dapat membelokkan apa yang kita dengar.
Gunakan keterampilan bertanya yang dapat membuat klien tidak merasa diintimidasi oleh konselor. Terutama gunakan pertanyaan 22
terbuka; yaitu pertanyaan yang jawabannya menjadi lebih berkembang untuk berdiskusi. Contoh: “Apa saja yang anda ketahui tentang penyakit kusta?” Pertanyaan terbuka diawali dengan kata: apa, bagaimana, siapa, kapan. Sebaiknya hindari menggunakan pertanyaan “mengapa” dan “kenapa”, karena terkesan menghakimi. Dalam tahapan tertentu dapat digunakan:
-
Pertanyaan tetutup; yaitu pertanyaan yang jawabannya hanya ada dua jawaban: iya-tidak, sudah-belum, dsb. Contoh: “Sudahkan anda berobat?”.
-
Pertanyaan mengarahkan; yaitu pertanyaan yang jawabannya sesuai dengan harapan dari konselor.
2. MEMBERI ARAH (LEAD) Konselor
sebaiknya
mempunyai
ketrampilan
dalam
mengarahkan klien menuju masalah utama. Ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan: a. Mengajak secara tidak langsung (indirect leading), yaitu mengajak klien memulai dan bertanggung jawab atas proses konseling dengan mengajukan pertanyaan yang mengarahkan klien untuk menceritakan masalahnya. Contoh pertanyaan: “Apa yang ingin anda sampaikan?” b. Mengajak
secara
langsung (direct
leading),
yaitu
memfokuskan cerita kepada hal yang lebih spesifik, serta mengajak klien untuk menggali masalah utamanya lebih rinci. Contoh pertanyaan atau permintaan: “Coba ceritakan tentang ibu anda dengan lebih rinci.”
23
c. Fokus, merupakan upaya untuk memperdalam masalah secara lebih spesifik (biasanya satu topik). Contoh pertanyaan: “Tolong ceritakan perasaan anda tentang penyakit yang anda derita”.
3. REFLEKSI Kemampuan
refleksi
merupakan
kemampuan
untuk
menyadarkan klien secara lebih jelas tentang perasaan, isi, ataupun pengalaman yang terungkap secara samar. Ajukan pertanyaan seperti ini, untuk membantu merefleksikan apa yang klien rasakan. Contoh pertanyan: “Kamu merasa kesal, bukan?” atau “Tadi kamu menangis, apa kamu sedang sedih?”.
24
Contoh
teknik keterampilan“mendengar aktif –mengajak –
refleksi”:
Klien Kusta: “Saya tidak tahu nantinya apakah reaksi suami saya kalau dia tahu saya terkena penyakit kusta. Kami pernah membahas dulu ketika seorang warga desa kami mengalami penyakit kusta. Bahwa seperti yang kami tahu kusta adalah penyakit karena kutukan, karena ada sesuatu yang salah diperbuat orang tersebut atau keluarganya; orang tersebut harus dijauhi karena akan membawa sial. Sejauh yang saya ingat saya tidak pernah berbuat sesuatu dosa yang besar sehingga harus mendapat penyakit ini. Kenapa saya yang dapat penyakit ini. Dan yang saya takutkan adalah suami saya akan menjauhi saya, atau menceraikan saya atau yang paling saya tajutkan adalah dipisahkan dengan anak-anak saya.
Konselor: Parafrasing: “Kamu tidak tahu persisnya bagaimana sikap suamimu kalau mengetahui kamu menderita kusta” Mengulang: “Boleh diulang, apa contoh kutukan yang menyebabkan penyakit kusta ini, sepanjang yang kamu dan suami pahami?”. Mengajak (lead ): “Coba kamu ceritakan tentang suamimu” “Tolong kamu ceritakan tentang penyakit kusta yang kamu ketahui” Refleksi: “Kamu khawatir sekali ya, dengan25sikap yang diambil suami kalau dia tahu kamu menderita penyakit ini?”
4.
KOMUNIKASI NONVERBAL – VERBAL a. Komunikasi nonverbal o
Gerakan dan posisi tubuh
Rileks, condong ke arah klien yang diajak bicara
Hindari: menunduk, terus bergerak, gelisah, tangan membuat gerakan tertentu, melihat kejalan atau melihat jam / telepon gengam terus-menerus
o
Ekspresi
Wajah tersenyum, senang ,menunjukkan minat.
Hindari : muram, kesal, marah, kecewa, takut, bingung.
o
Suara
Volume cukup terdengar
Bicara tidak cepat
Nada bicara tenang
o
Kontak mata: menatap mata klien tanpa ketegangan.
o
Sentuhan: menepuk bahu atau memegang tangan, bila diperlukan.
Bahasa nonverbal BAHA SA TUBUH
Postur tubuh
Ekspresi wajah Gerakan tubuh
Orientasi tubuh
Kedekatan tubuh/jarak
Kontak mata
Menjadi cermin
PARALINGUISTIK
Menghilangkan jarak/pembatas
26
Hembusan napas
Bersungut-sungut
Perubahan tinggi nada
Perubahan keras suara
Kelancaran suara
Senyum terpaksa
b. Komunikasi verbal o
Menjaga alur bicara dengan cara parafrasing (mengulang kembali ucapan klien) yang bertujuan untuk memperjelas atau mempertegas pernyataan klien dan membantunya memfokuskan dan merefleksikan pembicaraan.
o
Menafsirkan dengan benar.
o
Tidak memotong pembicaraan .
o
Klarifikasi, dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka dan tertutup sesuai kebutuhan.
o
Menyimpulkan.
Hal-hal yang PERLU DIHINDARI:
Menghakimi :
Mengasumsi: “Saya tahu Anda tidak suka dengan sikap saya.”
Mengkritik: “Apanya yang belum mengerti juga? Padahal sudah dijelaskan berulang kali.”
Menyindir: “Kamu hebat ya, sudah tahu sakit tapi tidak mau minum obat.”
Memberikan solusi
Memerintahkan: “Kamu harus minum obat teratur.”
Mengancam: “Kalau kamu tidak mau berobat, tangan kamu putus nanti.” 27
Moralisasi: “Kamu seharusnya lebih banyak ingat Tuhan, supaya bisa sembuh.”
Menghindar :
Membelokkan:
“Olahraga
apa
yang
kamu
lakukan
sekarang?” (dalam hal ini konselor membelokkan arah pembicaraan, untuk menghindari suatu topik).
Argumen yang tidak masuk akal: “Satu-satunya cara agar tidak tertular kusta adalah jangan dekat dengan orang kusta.”
Menentramkan: “Ya sudah, nanti juga orang-orang akan berhenti mengejekmu.”
Memberi nasehat: “Coba kamu ceritakan saja kepada istrimu bahwa kamu menderita kusta, istrimu pasti dapat menerima keadaanmu.”
28
KONSELING KELOMPOK & KONSELING KELUARGA
K
onseling kelompok dan konseling keluarga memiliki dinamika tersendiri. Ketrampilan dan latihan yang digunakan untuk konseling individu, dapat digunakan pada konseling kelompok, sehingga secara teknik, kemampuan seorang konselor akan sangat berguna saat melakukan konseling kelompok. Pada konseling kelompok, semua anggota kelompok dapat berbagi cerita tentang stigma yang dialaminya, terkait masalah pribadi atau keluarga, dalam rangka memecahkan masalah bersama dan saling mendukung satu sama lain. Sementara konseling keluarga merupakan jenis konseling kelompok yang lebih spesifik dan fokus pada hubungan dalam suatu keluarga. Keluarga memainkan peran penting dalam mengurangi atau bahkan menambah beban stigma pada individu. Sikap keluarga sangat penting dalam membantu individu menerima penyakitnya. Sudah terbukti bahwa individu yang mendapat dukungan keluarga akan mengatasi stigma dengan lebih baik. Keputusan tentang apakah konseling keluarga dibutuhkan, bergantung kepada individu yang mengalami stigma. Beberapa orang tidak ingin mengungkapkan hal ini kepada keluarga mereka. Namun jika mereka setuju untuk mengungkapkan penyakitnya, konseling keluarga dapat bermanfaat; karena anggota keluarga sendiri dapat menjadi orang yang ikut terdampak stigma kusta. Klien harus diberikan kebebasan untuk
29
memutuskan apakah mereka ingin mengungkapkan penyakitnya kepada pasangan atau anggota keluarga lain.
FOTO
30
PROSES KONSELING
U
ntuk mempermudah dalam mengingat proses-proses yang dilakukan dalam konseling, dapat digunakan urutan enam elemen huruf dalam kata GATHER. Namun perlu diingat
tidak semua klien harus diberi konseling sesuai dengan urutan ini dan tidak semua klien membutuhkan 6 elemen GATHER. Hal terpenting adalah bahwa jalannya proses konseling harus disesuaikan dengan kondisi dan tahapan perubahan perilaku yang terjadi pada kien.
Proses konseling dikatakan sudah berjalan baik, jika uraian di bawah ini terlaksana: 1. Sudah terbinanya hubungan yang akrab dan setara antara konselor dan klien 2. Klien memiliki kebebasan secara penuh untuk dapat mengemukakan masalah yang sedang dihadapi dan pemecahan masalah apa yang diinginkan. 3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku klien tanpa memberikan penilaian, sanggahan maupun koreksi. 4. Kepercayaan, penghargaan, penghormatan terhadap keadaan dan keyakinan akan kemampuan klien merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan suatu hubungan konseling berjalan dengan baik atau tidak.
31
reet = SALAM
Bersikaplah sopan, ramah, dan hormat: menyapa klien dan memperkenalkan diri.
Beritahu klien bahwa Anda tidak akan memberitahu orang lain apa yang mereka katakan.
Jelaskan apa yang akan terjadi selama konseling.
Buat kontrak waktu konseling.
Contoh salam dan perkenalan a. Salam Konselor dapat memberi salam sambil menjabat tangan, merangkul atau menepuk pundak klien dan mengucapkan :
“Selamat pagi, apa kabar, selamat datang di Puskesmas, silahkan duduk”.
“Selamat
datang,
silahkan
duduk,
bagaimana
tadi
perjalannya?”
b. Perkenalan Konselor memperkenalkan diri sebaik mungkin dan buat klien merasa nyaman.
“Perkenalkan nama saya Ani, saya adalah konselor.”
32
sk = TANYA
Tanyakan klien tentang alasan mereka untuk datang.
Tanyakan bagaimana Anda bisa membantu.
Tanyakan klien tentang pengalaman mereka dengan masalah penyakit kusta dan stigma yang menyertainya.
Tanyakan klien apa yang ingin mereka lakukan.
Mintalah informasi yang diperlukan untuk melengkapi catatan tentang klien.
Contoh pertanyaan yang dapat menggali perasaan klien:
“Bagaimana keadaanmu saat ini di lingkungan keluarga?”
“Bagaimana
tanggapan
teman-teman
tentang
masalah
/
penyakitmu?”
“Apa saja yang kamu ketahui mengenai penyakit/masalah yang kamu hadapi?”
“Coba ceritakan masalahmu.”
33
ell = UNGKAPKAN
Untuk membuat keputusan yang baik, klien membutuhkan informasi yang jelas, tepat, dan spesifik tentang berbagai pilihan yang mereka miliki. Berikan pengetahuan tentang kusta yang jelas dan akurat untuk membantu klien.
Informasi harus bersifat pribadi.
Contoh informasi yang diberikan :
“Penyakit kusta disebabkan oleh kuman dan menular lewat pernapasan”.
el = BANTU
Beritahu klien bahwa mereka yang membuat pilihan untuk mereka sendiri. Hindari membuat keputusan untuk klien.
Membantu klien mengungkapkan perasaan mereka, kebutuhan, keinginan, dan setiap keraguan, kekhawatiran, atau pertanyaan.
Bantu klien untuk membuat pilihan, minta mereka untuk memikirkan rencana-rencana mendatang dan kondisi keluarganya.
Tanyakan apakah klien ingin penjelasan lebih lanjut. Pengulangan informasi dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Periksa apakah klien telah membuat keputusan dengan pikiran jernih. 34
Bantu klien dalam strategi pemecahan masalah:
-
Identifikasi
masalah:
konselor
membantu
untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi klien dan fokus pada masalah utama yang ingin segera diselesaikan. Bantu klien untuk mengemukakan semua pilihan/alternatif pilihan dalam menyelesaikan masalah.
-
Melakukan evaluasi kritis (memaparkan keuntungan dan kerugian) untuk semua pilihan yang telah dikemukakan klien. Konselor membantu klien dalam pengambilan keputusan secara bijak dan menerapkan strategi dalam pelaksanaan pemecahan masalah (dengan menggunakan 5W1H: Why, What, Who, When, Where dan How). Bila masih cukup waktu maka ajak untuk penyelesaian masalah ke-2, ke-3 dan seterusnya.
Contoh :
“Apa yang kamu pikirkan untuk mencegah supaya kecacatan ini tidak bertambah parah?”.
“Apa rencana kamu untuk menyelesaikan masalah?”
35
xplain = JELASKAN Setelah klien membuat pilihan, maka lakukan:
Menjelaskan kemungkinan dampak yang terjadi dan apa yang harus dilakukan jika hal itu terjadi terjadi.
Mintalah klien untuk mengulangi yang sudah dijelaskan. Pastikan klien ingat dan memahami.
Jelaskan dan beri keterangan mengenai rujukan yang diperlukan, misalnya mengenai Kelompok Perawatan Diri (KPD) atau kelompok dukungan lain yang tersedia.
Membuat kesimpulan atas jalannya konseling.
Contoh :
“Kalau kamu mau menyelesaikan masalahmu dengan tidak mengatakan secara jujur kepada suamimu bahwa kamu menderita
kusta,
maka
ada
pertimbangan
yang
perlu
diperhatikan.”
“Jika kamu sudah memutuskan untuk mau memeriksakan bercak kulitmu ke petugas kesehatan, maka kamu bisa pergi ke Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan tersebut.”
36
eturn= UNDANG Akhiri konseling dan lakukan tindak lanjut sebagai berikut:
Beri klien waktu dan tempat untuk istirahat setelah konseling.
Sampaikan terima kasih dan penghargaan atas waktu dan percakapan yang telah dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mendorong klien untuk mau berdialog di lain waktu.
Pastikan bahwa konselor telah memahami masalah klien dengan cara menyampaikan kembali hal-hal yang telah dicatat.
Jika perlu ajukan pertanyaan untuk klarifikasi. Ajak klien untuk membuat rencana tindakan yang ingin dikerjakan sampai sebelum pertemuan selanjutnya.
Beritahu klien untuk kembali kapan pun mereka inginkan, dengan atau tanpa alasan medis/psikis.
Contoh:
“Apa yang kamu rasakan setelah beberapa kali kita bertemu mendiskusikan masalahmu?”
“Apakah menurutmu saya benar-benar membantumu?”
“Saya melihat kamu sudah bisa lebih memahami diri sendiri dan bisa membuat rencana yang masuk akal.”
“Apakah kamu pikir kamu sudah bisa melakukannya sendiri sekarang?”
37
“Kamu sudah sampai pada suatu titik dimana kamu dapat melakukannya sendiri. Mari buat rencana apa saja yang akan kamu lakukan sampai pertemuan kita selanjutnya.”
“Apakah ada hal yang kurang jelas tentang apa yang telah kita bicarakan dan diskusikan?”
“Bila ada hal yang ingin dibicarakan setelah ini, Anda dapat menghubungi saya di Puskesmas, pada jam kerja.”
38
CONTOH KASUS Contoh 1.
TOPIK Deskripsi singkat
Tujuan
MALU Klien merasa malu dengan teman-teman dan tetangga karena menderita kusta
Greet-Salam
Ask-Tanya
Mengucapkan salam dan berkenalan (jika belum saling kenal), untuk mencairkan suasana.
Tell-Ungkapkan
Mengenali permasalahan penyakit kusta Mencari penyebab malu dari klien Klien mampu menerima penyakitnya dan melanjutkan pengobatan secara teratur
Identifikasi kesiapan klien untuk menerima penyakitnya Identifikasi faktor yang menyebabkan timbulnya malu pada klien dan pada aspek apa saja Identifikasi pilihan-pilihan untuk mengurangi rasa malu Memberikan informasi tentang penyebab penyakit kusta, pengobatan, pencegahan kecacatan Memberikan contoh kasus dimana pasien dapat disembuhkan; sebagian tanpa kecacatan. Memberikan informasi usaha-usaha yang dilakukan untuk menghindari kecacatan
Help-Bantu
Mendiskusikan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi rasa malu sehingga klien dapat menentukan upaya yang bisa dilakukan untuk itu.
Explain-Jelaskan
Mendiskusikan strategi untuk melaksanakan keputusan
Return-Undang
Mengevaluasi apakah proses konseling sudah sesuai dengan kebutuhan klien Mengidentifikasi informasi berkelanjutan konseling 39
- Apakah klien perlu dirujuk kepada seorang ahli,
misalnya dokter, psikolog atau psikiater. - Apakah konselor perlu memfasilitasi komunikasi antara lain dengan keluarga atau pasangan. - Apakah konseling perlu untuk dirujuk pada layanan rujukan. Mengukur keberhasilan dan perubahan positif terhadap upaya yang telah dilakukan klien untuk mengatasi malu pada akhir sesi ke-2 dan sesi berikutnya. Membuka kesempatan klien untuk kembali konseling jika diperlukan.
40
Contoh 2.
TOPIK Deskripsi singkat
Tujuan
TAKUT DIKUCILKAN Klien takut teman-teman sekolah dan gurunya akan mengucilkan saat tahu dia menderita kusta
Antisipasi pengucilan diri secara aktif karena adanya perasaan malu terhadap penyakit yang dideritanya.
Memperbaiki perilaku menarik diri.
Meningkatkan harga diri pasien
Memperbaiki pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya. Mengatasi irrasional believe
Salam
Ucapkan salam
Tanya
Tanya permasalahan yang paling mengganggu saat ini
Ungkapkan
Berikan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan emosi dan pikirannya
Bantu
Jelaskan Undang
Bantu pasien dengan memberikan dukungan berupa perhatian dan empati terhadap permasalahannya Jelaskan atau klarifikasi masalah pasien Undang pasien untuk kembali datang pada pertemuan berikutnya
41
42
STIGMA DAN MASALAHNYA
S
etiap orang akan memberi respons berbeda atas kondisi kesehatan dan stigma yang timbul sehubungan dengan kusta. Namun demikian, berdasarkan pengalaman dan observasi, ada
beberapa dampak stigma, antara lain:
Dampak pada emosi Perasaan takut, depresi, berduka, malu, rasa bersalah, cemas, rasa percaya diri yang rendah, merasa tidak punya harapan dan marah,
atau
ketidakmampuan
untuk
mengekspresikan
perasaan tertentu. Dampak pada emosi dapat terlihat secara langsung saat pasien mengetahui kondisinya. Kenyataan bahwa pasien menderita kusta dapat diekspresikan dengan berbagai emosi, seperti tabel di bawah.
Tabel 1. Pelampiasan emosi dan penanganannya Menangis
Marah Tak Berespons Menyangkal
Biarkan klien menangis dan beri kesempatan menumpahkan kesedihannya. Sediakan tisu. Konselor memberikan respons atau komentar sesuai dengan kebutuhan. “Melihat situasi sulit ini, saya bisa memahaminya. Apakah anda ingin berbagi tentang perasaan itu?” Biarkan dahulu klien menunjukkan kemarahannya. Setelah reda kita mulai proses berikutnya. Pelajari reaksi apakah ada penyangkalan dan waspadai kecenderungan bunuh diri Konselor harus memberi kesempatan klien memahami kesulitan penerimaannya akan informasi hasil. Biarkan klien berbicara tentang perasaannya. 43
Dampak pada pemikiran Pemikiran negatif dan pesimis serta kepercayaan akan diri sendiri, dunia, dan masa depan. Misalnya, pemikiran bahwa: “Saya sudah kena penyakit kusta, jelek, cacat dan miskin pula.” Atau “ Saya sudah menderita kusta sehingga tidak dapat bermain dengan cucu saya.” Pemikiran ini akan mengakibatkan perubahan perilaku.
Dampak pada perilaku Perubahan
emosi
dan
pemikiran
akan
mengakibatkan
perubahan perilaku pada pasien, misalnya perilaku menghindar, tidak percaya diri, dan mengisolasi diri sendiri. Kondisi ini menyebabkan seseorang akan tetap tidak mencari pertolongan untuk mengatasi masalah kesehatannya, yang selanjutnya akan menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan, serta meningkatkan risiko kecacatan.
Dampak pada hubungan dengan orang lain Dalam kategori ini termasuk penolakan terhadap orang lain, isolasi yang dipaksakan serta pembatasan partisipasi sosial di lingkungannya. Hal ini akan mengakibatkan diskriminasi sosial dan perilaku defensif serta lebih jauh lagi dapat menyebabkan masalah yang lebih luas dampaknya, misalnya pemutusan hubungan kerja.
44
Apa saja masalah-masalah yang dihadapi oleh orang yang terdampak kusta ? Masalah-masalah yang dihadapi seseorang sehingga memerlukan bantuan konseling, antara lain:
Penerimaan
diagnosis
penyakit
yang
diderita,
serta
konsekuensinya.
Cara mengatasi masalah stigma dari lingkungan maupun dari dalam diri sendiri.
Kesulitan untuk mengungkapkan penyakitnya kepada orang lain.
Emosi yang berlebihan atau tidak terkontrol yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Keyakinan dan ketakutan akan penyakitnya.
Perubahan tubuh akibat dari penyakit yang diderita.
Penyesuaian untuk mengubah gaya hidup sehubungan dengan penyakit yang diderita.
Penyesuaian untuk perubahan pada keluarga, perkawinan, dan hubungan sosial
45
46
PENYEBAB Apa penyebab kusta ? Penyakit
kusta
merupakan
penyakit
menular
menahun
yang
disebabkan oleh kuman kusta ( Mycobacterium leprae), yang menyerang kulit, syaraf, dan organ tubuh lain. Kusta bukan disebabkan oleh:
-
Kutukan
-
Keturunan
-
Doa
-
Guna-guna
-
Makanan
47
PENULARAN Bagaimana penularannya ? Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja (kurang dari 5%) yang dapat tertular karena kekebalan tubuh yang lemah. Penyakit ini menular melalui pernapasan dan kontak erat dan lama dengan penderita yang belum diobati. Rata-rata timbul gejala sejak pertama terinfeksi (masa inkubasi) adalah 2 – 5 tahun.
48
TANDA DAN GEJALA
Apa tanda dan gejala seseorang menderita penyakit kusta ? Tanda-tanda utama kusta, antara lain: 1. Kelainan kulit dapat berbentuk bercak putih atau kemerahan yang mati rasa. 2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan mati rasa yang jelas. 3. Ditemukan basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit.
Gejala lanjut kusta, ditandai dengan adanya kecacatan pada: 1. Mata
: tidak bisa menutup.
2. Tangan : telapak mati rasa; jari-jari bengkok (kiting), memendek (absorpsi) dan putus (mutilasi), pergelangan tangan lunglai (semper). 3. Kaki
: telapak mati rasa; jari-jari bengkok (kiting),
memendek (absorpsi) dan putus (mutilasi), pergelangan kaki lunglai (semper).
49
Gambar bercak pada kusta
Gambar cacat pada kusta
50
TIPE KUSTA Ada berapa jenis penyakit kusta ? Ada dua jenis Kusta, yaitu: 1. Tipe kering (PB = Pausi Baciler ) 2. Tipe basah (MB = Multi Baciler )
Gambar kusta basah
Gambar kusta kering 51
PENGOBATAN Bagaimana pengobatannya ? Seseorang yang telah didiagnosis menderita penyakit kusta akan menerima pengobatan MDT ( Multi-Drug Therapy ) yang lamanya bergantung pada jenis penyakit kusta yang diderita, yaitu: 1. Pasien kusta PB Pasien kusta PB akan mendapat obat bulanan (harus diminum sebulan sekali) dan obat harian (harus diminum setiap hari). Pasien akan diminta meminum obat bulanan di depan petugas, yang terdiri dari 2 kapsul rifampisin dan 1 tablet dapson. Selanjutnya obat harian untuk hari ke-2 sampai ke-28, berupa 1 tablet dapson, dibawa pulang dan diminum di rumah secara teratur setiap hari. Setiap bulan pasien diharuskan kontrol ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan mendapat paket (blister ) obat untuk bulan selanjutnya. Pengobatan MDT PB harus dihabiskan dalam 6 bulan. 2 Pasien kusta MB Pasien kusta MB akan mendapat obat bulanan (harus diminum sebulan sekali) dan obat harian (harus diminum setiap hari). Pasien akan diminta meminum obat bulanan di depan petugas, yang terdiri dari: 2 kapsul rifampisin, 1 tablet dapson, dan 3 kapsul klofazimin. Selanjutnya obat harian untuk hari ke-2 sampai ke-28, berupa 1 tablet dapson dan
52
1 kapsul klofazimin, dibawa pulang dan diminum di rumah secara teratur setiap hari. Setiap bulan pasien diharuskan kontrol ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan mendapat paket (blister) obat untuk bulan selanjutnya. Pengobatan MDT MB harus dihabiskan dalam 12 bulan.
Apakah efek samping minum obat kusta ? Selama minum obat MDT, pasien dapat mengalami efek samping obat, walaupun jarang terjadi, sebagai berikut:
Efek samping dapson : -
Reaksi alergi (kulit bintik-bintik merah, gatal, mengelupas atau sesak nafas). Jika terjadi alergi terhadap obat ini, hentikan dahulu pemberian dapson,
kemudian
konsultasikan ke dokter untuk dipertimbangkan tindakan selanjutnya. -
Anemia atau gejala kurang darah.
-
Gangguan pada saluran cerna, misalnya tidak napsu makan, mual, muntah, gangguan hati.
-
Gangguan pada saraf, misalnya gangguan saraf (neuropati), sakit kepala, penglihatan kabur, sulit tidur, sampai gangguan jiwa.
53
Efek samping klofazimin -
Warna kulit berwarna kehitam-hitaman yang akan hilang sendiri setelah pengobatan selesai.
-
Gangguan pencernaan berupa diare, nyeri pada lambung.
Efek samping Rifampisin : -
Dapat menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal.
-
Dapat terjadi efek samping yang ringan, antara lain munculnya gejala seperti flu yaitu badan panas, keluar ingus, lemah dan lain-lain, dapat hilang bilamana diberikan obat untuk mengurangi gejala.
-
Perlu diberitahukan kepada pasien bahwa air seni akan berwarna merah bila minum obat ini.
Gambar blister MDT PB dan MB 54
SEMBUH Apakah kusta dapat disembuhkan ? Obat MDT yang diminum secara teratur dan lengkap akan membunuh kuman kusta ( Mycobacterium leprae) dalam tubuh pasien dan kemudian pasien dinyatakan sembuh. Bila obat tidak diminum teratur, pasien dapat
menularkan
penyakit
kepada
keluarga
dan
orang
lain
disekitarnya, serta dapat juga menimbulkan kecacatan. Bila pasien saat pertama kali datang sudah dalam keadaan cacat, maka pengobatan tidak akan menyembuhkan cacat yang sudah terlanjur diderita.
55
KECACATAN
Apa penyebab terjadinya cacat pada kusta ? Cacat kusta terjadi akibat kerusakan fungsi saraf pada mata, tangan, kaki. Penyebab utama terjadinya gangguan dan kerusakan saraf pada penyakit kusta adalah episode akut pada perjalanan penyakit kusta, yang dikenal dengan reaksi. Reaksi dapat terjadi pada saat sebelum, selama dan sesudah pengobatan.
Reaksi
adalah suatu gejala peardangan yang dapat timbul
mendadak pada pasien kusta; terjadi karena respons kekebalan tubuh pasien terhadap kuman. Gejala reaksi adalah timbul kelainan kulit secara mendadak dan dapat disertai gangguan umum misalnya demam atau meriang. Kelainan kulit yang timbul dapat berupa bercak kemerahan yang membengkak atau timbul benjolan (seperti bisul) yang terasa nyeri. Bila reaksi ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat timbul kecacatan.
Reaksi dapat dicetuskan oleh banyak hal, antara lain:
stres fisik atau mental
pemberian imunisasi
kehamilan, persalinan, menstruasi
infeksi, trauma, dan lain-lain
56
PENCEGAHAN CACAT Apakah cacat kusta dapat dicegah ? Cacat pada kusta dapat dicegah dengan cara: 3.
Segera minum obat MDT secara teratur saat ditemukan gejala dan tanda kusta pertama sekali.
4.
Mengenali tanda dan gejala reaksi, dan segera mendapatkan penatalaksaan sesuai standar.
5.
Perburukan cacat yang sudah dialami pasien atau orang yang pernah mengalami kusta dapat dicegah dengan melakukan perawatan diri dan jika perlu diberikan tindakan rehabilitasi medik,
misalnya
operasi
rekonstruksi/septik,
fisioterapi,
menggunakan prothesa/orthesa dan alat bantu lainnya (kruk, kaca mata pelindung, alas kaki, dan sebagainya). Prinsip pencegahan bertambahnya cacat pada dasarnya adalah 3 M : 1. Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik 2. Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur 3. Melakukan perawatan diri
57
PERAWATAN DIRI
Untuk mata yang tidak dapat ditutup rapat:
Hindari pekerjaan di tempat berdebu.
Melindungi mata dari debu dan angin dengan kacamata.
Sering mencuci/membasahi mata dengan air bersih.
Waktu istirahat, tutup mata dengan sepotong kain basah.
Sesering mungkin bercermin apakah ada kemerahan atau benda yang masuk ke mata.
Untuk tangan dan kaki yang mati rasa:
Lindungilah tangan/kaki. Selalu gunakan alas kaki.
Membagi tugas rumah tangga .
Sering berhenti dan periksa tangan/kaki dengan teliti apakah ada luka atau lecet yang sekecil apapun.
Jika ada luka, memar atau lecet sekecil apapun, rawat dan istirahatkan bagian yang sakit hingga sembuh.
Istirahatkan
kaki
yang
sakit
(jangan
digunakan
untuk
menapak/berjalan).
Untuk kulit tangan dan kaki yang kering atau menebal:
Merendam selama 20 menit setiap hari dalam air biasa.
Gosok bagian yang menebal dengan batu gosok (batu apung).
58
Kemudian langsung diolesi dengan minyak kelapa untuk menjaga kelembaban kulit.
Untuk jari tangan yang bengkok:
Sesering mungkin meluruskan sendi-sendi yang bengkok, dengan menggunakan sisi tangan yang lain.
Pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya tidak kaku.
Kalau ada kelemahan membuka jari, kuatkan dengan cara:
Taruh di atas meja atau paha dan pisahkan dan rapatkan jari berulang-ulang.
Ikat jari dengan 2-3 karet gelang, lalu pisahkan dan rapatkan jari berulang-ulang.
Untuk kaki yang semper:
Selalu pakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka.
Angkat lutut lebih tinggi waktu berjalan.
Gunakan tali karet antara lutut dan sepatu guna mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan.
Gunakan plastik atau kertas keras dari betis sampai ke telapak kaki agar kaki tidak “jatuh”.
59
KUSTA & HAK ASASI MANUSIA Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang yang terdampak kusta dan keluarganya masih sering terjadi. Mereka didiskrimasi oleh keluarga, lingkungan, media atau terkadang oleh petugas kesehatan sendiri yang belum mengerti dengan benar tentang penyakit kusta. Bentuk diskriminasi yang sering dijumpai adalah masalah pernikahan, pekerjaan, pendidikan dan akses kepada fasilitas publik.
Apakah orang yang terdampak kusta juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya? Setiap orang dilahirkan di dunia ini memiliki hak asasi yang sama terlepas dari penyakit atau kondisi yang dimilikinya. Tidak ada alasan atau pembenaran untuk stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang yang terdampak kusta. Persamaan dan keadilan sosial adalah prinsip dasar dan kunci untuk merealisasikan hak asasi manusia. Hal ini tercantum dalam konstitusi di Indonesia (UUD 45) dan di Deklarasi Universal untuk Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right).
Secara khusus pemenuhan hak bagi orang yang terdampak kusta dan penyandang disabilitas (termasuk akibat kusta) didukung dalam:
60
-
UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat. Dalam undangundang ini diatur tentang pemenuhan kuota 1% bagi tenaga kerja penyandang disabilitas (penyandang cacat) di kantor pemerintah dan perusahaan swasta.
-
Resolusi Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi ManusiaPBB
tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Orang
Terdampak Kusta dan Keluarganya (2010).
-
UU No. 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Konvensi ini terdiri atas 50 artikel yang
memuat
politik, ekonomi,
perlindungan
sosial
dan
hak-hak
budaya bagi
sipil,
penyandang
cacat secara integral dan menyeluruh, sekaligus memuat kewajiban secara rinci untuk mewujudkannya.
Bagaimana pemenuhan hak tersebut dapat dilakukan? Pemenuhan hak tersebut dapat dilakukan dengan:
Pemerintah bekerja sama dengan individu atau organisasi yang mewakili orang yang terdampak kusta untuk mendidik orangorang
yang
mengalami
kusta,
petugas
kesehatan
dan
masyarakat tentang hak asasi manusia dan penyakit kusta itu sendiri.
Individu
/
organisasi
OYPMK
mengadvokasi
pengambil
kebijakan, dalam hal ini Pemerintah, tentang hak-hak OYPMK dan mencegah diskriminasi/stigma terhadap OYPMK dalam kehidupan sehari-hari.
61
Individu/organisasi
OYPMK
membangun
jejaring
dan
kemitraan dengan organisasi yang mendukung pemenuhan hak-hak sipil (Komnas HAM atau organisasi penyandang cacat lain) untuk menghasilkan produk legislasi yang menjamin hakhak OYPMK.
62
63
KONSELING
LAMPIRAN
64
ETIKA KONSELING
Klien senantiasa harus dihormati.
Konselor bertanggung jawab atas keamanan dirinya.
Konselor bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bekerja mematuhi hukum. Konselor memastikan diri telah melaksanakan pelatihan cukup sehingga memperoleh ketrampilan konseling. Konselor bekerja sesuai kemampuan, memantau kompetensinya, dan melaksanakan rujukan sesuai kebutuhan. Konselor mengenali keterbatasan dirinya dan melaksanakan layanan hanya di bidang yang dikuasainya. Konselor juga bertanggung jawab untuk konselor lainnya dan saling mengkoreksi bila dijumpai kesalahan. Konselor bertanggung jawab kepada klien dan institusi tempat kerjanya. Konselor harus mampu mendorong klien mengontrol hidupnya sendiri. Konselor tidak melakukan paksaan atau tekanan, sekalipun menurut konselor itu untuk kebaikan klien. Konselor membuat kesetaraan relasi mengambil keputusannya sendiri.
sehingga klien mampu
Konselor menjalankan tugas dengan jujur dan memberikan informasi secara obyektif.
65