TUGAS TERSTRUKTUR KONSELING PENGARUH FARMAKOTERAPI PADA KONDISI MENTAL REMAJA
Disusun oleh : Ruth Febrina
G1F011006
Inas Ghausani
G1F011012
Windhiana S.A.
G1F011038
Aisyah Putriani
G1F011050
Oktaviana Prasetya
G1F011052
Hijrofayanti
G1F011054
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2014
Pengaruh Farmakoterapi Pada Kondisi Mental Remaja
I. Definisi
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, terjadi perubahan intelektual yang mencolok dan transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini (Hurlock, 2004). Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10 – 14 tahun), masa remaja penengahan (14 – 17 tahun) dan masa remaja akhir (17 – 19 tahun), Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikososial). Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa (Depkes, 2010) Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008), bilamana remaja dalam masa peralihan diamati dengan seksama, akan diperoleh berbagai catatan khas sebagai berikut: 1.
Mula-mula terlihat timbulnya perubahan jasmani, perubahan fisik yang demikian pesatnya dan jelas berbeda dibandingkan dengan masa sebelumnya.
2.
Perkembangan inteleknya lebih mengarah ke pemikiran tentang dirinya, refleksi diri
3.
Perubahan-perubahan dalam hubungan antara anak dan orang tua, dan orang lain dalam lingkungan dekatnya.
4.
Timbulnya perubahan dalam perilaku, pengamalan, dan kebutuhan seksual.
5.
Perubahan dalam harapan dan tuntutan orang terhadap remaja
6.
Banyaknya perubahan dalam waktu yang singkat menimbulkan masalah dalam penyesuaian dan usaha memadukannya.
II. Kondisi Fisik Remaja
Perkembangan fisik dan emosional pada remaja tidak selalu berjalan searah. Seorang anak yang bertumbah tinggi, tidak selalu lebih matang secara emosional dibandingkan dengan anak seusia yang lebih pendek. Pertumbuhan tinggi remaja tergantung dari 3 faktor yaitu : genetik (faktor keturunan), gizi dan variasi individu. Faktor genetik mempunyai efek yang nyata misalnya orang-tua yang tinggi akan mempunyai anak yang tinggi pula. Faktor gizi juga mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan anak. Anak yang mendapat gizi yang baik, tumbuh lebih tinggi, sedangkan anak yang kurang gizi akan lebih pendek. Faktor genetik sudah terlihat sejak usia dini (Depkes, 2010). Berat badan bertambah pesat pada usia 10 – 18 tahun. Pada anak laki-laki pertambahan berat ini terutama pada otot, sedangkan pada anak perempuan pada otot dan lemak yang ditumpuk di payudara, pinggul dan bahu sehingga memberikan bentuk yang khas pada perempuan. Seringkali remaja puteri merasa dirinya gemuk, sehingga mereka menjadi preokupasi untuk menurunkan berat badan dengan cara mengatur diet, olah raga atau menggunakan obat pelangsing. Kadang-kadang mereka sangat takut gemuk dan berpuasa berlebihan. Disamping terjadinya pertumbuhan fisik yang pesat, terdapat pula perubahan lainnya. Umumnya pada anak perempuan pertumbuhan payudara merupakan tanda pertama dan yang paling nyata (pada sepertiga anak remaja, pertumbuhan rambut pubis terjadi sebelum tumbuhnya payudara) (Depkes, 2010). Kondisi fisik remaja akan berubah secara cepat dan dratis antara usia 11 dan 16 tahun. Diperlukan waktu beberapa saat untuk dapat beradaptasi dengan keadaan tersebut. Seluruh ukuran badan berubah, pada anak perempuan perkembangan pinggang menjadi kecil, pinggul membesar, sedangkan pada anak lali-laki bahu melebar, Ukuran muka juga berubah, terutama pada anak laki-laki. Hidung dan rahang menjadi lebih menonjol dan kening menjadi lebih tinggi. Pada tahap ini remaja tidak merasa seperti orang dewasa, atau belum siap tampil seperti orang dewasa, Akibat perkembangan bervariasi luas. Timbul kecemasan karena perubahan yang dialami tidak seperti yang diharapkan, atau tidak seperti temantemannya. Semua perubahan ini disebabkan oleh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipophise (khusus pada laki-laki adalah akibat hormon yang dihasilkan
oleh testis dan anak perempuan hormon yang dihasilkan oleh ovarium) yang akan mempengaruhi tidak hanya pertumbuhan, tapi juga suasana alam perasaan (mood) (Depkes, 2010). Tabel 1. Perkembangan Fisik Remaja Normal (Depkes, 2010) Perempuan
Laki-Laki
1. Pertumbuhan pesat (10 – 11 tahun).
1.
Pertumbuhan pesat (12 – 13 tahun).
Konsultasikan kepada dokter bila
Konsultasi kepada dokter bila
pertumbuhan pesat sudah mulai
pertumbuhan pesat sudah mulai
sebelum usia 9 tahun atau belum
sebelum usia 11 tahun atau belum
mulai pada usia 13 tahun
mulai pada usia 15 tahun.
2. Perkembangan tahun).
payudara
Perkembangan
(10 – 11 2. payudara
Testis dan skrotum (11 – 12 tahun) Kulit skrotum jadi gelap dan testis
biasanya merupakan tanda awal dari
bertambah
pubertas. Daerah putting susu dan
seharusnya
sekitarnya
membesar.
masa bayi. Konsultasikan kepada
Konsultasikan kepada dokter bila
dokter bila testis belum mulai
tunas payudara belum terlihat pada
membesar pada usia 14 tahun.
mulai
besar. sudah
turun
Testis sejak
usia 15 tahun 3. Rambut
pubis
(10 – 11
tahun),
3.
rambut ketiak dan badan (12 – 13 tahun).
Usia
mulai
Penis (12 – 13 tahun). Penis mulai berkembang
tumbuhnya
rambut badan bervariasi luas 4. Pengeluaran sekret vagina (10 – 13
4.
tahun)
Ejakulasi
(13 – 14
tahun).
Keluarnya mukus cair dari penis mulai sekitar 1 tahun setelah penis memanjang. Pada awalnya ejakulasi tanpa disertai sperma.
5. Produksi keringat ketiak (12 – 13 5. tahun). kelenjar
Dengan apokrin
Rambut
pubis
(11 – 12
tahun)
berkembangnya
rambut ketiak dan badan (13 – 15
menyebabkan
tahun) kumis, cabang, jenggot
meningkatnya keringat di ketiak
(13 – 15
tahun).
Perkembangan
dan perubahan bau badan.
rambut
pada
badan
sangat
bervariasi, tergantung dari pola keluarga,
pertumbuhan
rambut
mulai dari perut ke dada. 6. Menstruasi
(11-14
tahun). 6. Perkembangan kelenjar keringat
Konsultasikan kepada dokter bila
ketiak
(13 – 15
tahun).
Dengan
menstruasi sudah mulai sebelum
berkembangnya kelenjar apokrin
usia 10 tahun atau belum mulai
menyebabkan
setelahusia 16 tahun.
keringat di ketiak dan timbul bau
meningkatnya
badan dewasa. 7. Suara pecah dan membesar (14 – 15 tahun). Kira-kira setahun sebelum suara pecah , jakun mulai tumbuh.
III.Kondisi Psikologi Remaja
Saat memasuki usia remaja biasanya seseorang akan menunjukkan perubahan emosional, sosial dan intelektual, namun tidak semua orang mengalami ciri khas tersebut. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, yaitu : 1. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan proses sosialisasi anak, dimana prosesnya sangat dipengaruhi oleh pola asuh, kondisi dan pendidikan moral dalam keluarganya. 2. Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan tempat dimana seorang remaja banyak bersosialisasi. Proses sosialisasinya dapat dipengaruhi oleh susunan sekolah itu sendiri seperti kedisiplinan, kebiasaan belajar, dan pengendalian diri serta bimbingan dari seorang guru. 3. Linkungan Teman Sebaya Remaja lebih banyak berada diluar rumah dengan teman sebaya, jadi dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga.
4. Lingkungan Masyarakat Lingkungan masyarakat meliputi sosial budaya dan media massa. Tuntutan berperilaku dalam budaya tertentu dan perilaku yang dilihat pada media massa dapat mempengaruhi perilaku seorang remaja. (Depkes, 2010) Pada perkembangan psikososialnya terdapat 3 pola umum yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-16 tahun) dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut tahap-tahap perkembangan psikososial pada remaja menurut Depkes (2010) :
Remaja awal No 1 2 3 4
5
Tahap Perkembangan Cemas terhadap penampilan badan/fisik Perubahan hormonal Perilaku memberontak dan melawan Kawan menjadi lebih penting
Sangat menuntut keadilan, tapi cenderung melihat sesuatu sebagai hitam putih serta dari sisi pandang mereka sendiri
Remaja pertengahan No Tahap Perkembangan 1 Lebih mampu untuk berkompromi
2
3
Dampak Terhadap Anak Kesadaran diri meningkat Pemarah, lebih agresif, timbul jerawat Kasar, menuntut memperoleh kebebasan Ingin tampak sama dengan kawan dari segi penampilan, kesukaan dll Mungkin tampak tidak toleransi dan sulit berkompromi, Mungkin pula timbul iri hati terhadap saudara kandung dan seringkali ribut dengan mereka.
Dampak Terhadap Anak Lebih tenang, sabar dan lebih toleransi. Dapat menerima pendapat orang lain, meskipun berbeda dengan pendapatnya sendiri Belajar berpikir secara independen Menolak campur tangan dan membuat keputusan sendiri orangtua untuk mengendalikannya kurang dapat dipengaruhi dan teman tidak lagi berpengaruh besar Merasa perlu mengumpulkan Mulai bereksperiman dengan pengalaman baru, mengujinya rokok ,
walaupun berisiko
4
Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan rasa setia kawan
5
Mulai membina hubungan dengan lawan jenis
6
Intelektual lebih berkembang dan igni tahu tentang banyak hal. Mampu berpikir secara abstrak, mulai berurusan dengan hipotesa
alkohol dan kadang-kadang Napza Ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman dari pada dengan keluarga Mulai berpacaran ,tapi hubungan belum serius Mulai mempertanyakan sesuatu yang sebelumnya tak berkesan . Ingin mengikuti diskusi atau debat
Remaja akhir No Tahap Perkembangan 1 Ideal
2
3
4
5
6
Dampak Terhadap Anak Cenderung menggeluti masalah sosial/politik. Dapat pula menggeluti nilai -nilai keagamaan dan bahkan pindah agama Terlibat dalam kehidupan, Mulai belajar mengatasi stres pekerjaan dan hubungan diluar yang dihadapinya, mungkin keluarga lebih senang pergi dengan teman daripada berlibur dengan keluarganya Harus belajar untuk mencapai Kecemasan dan ketidak pastian kemandirian baik dalam bidang masa finansial maupun emosional depan dapat merusak harga diri dan keyakinan diri Lebih mampu membuat hubungan Mempunyai pasangan yang yang stabil dengan lawan jenis lebih serius dan banyak menghabiskan waktunya dengan mereka Merasa sebagai orang dewasa yang Cenderung merasa setara dengan anggota keluarga pengalamannya lainnya berbeda dengan orang-tuanya Hampir siap untuk menjadi orang Mungkin ingin meninggalkan dewasa yang mandiri rumah dan hidup sendiri
IV. Farmakoterapi Pada Remaja
Pada masa remaja, terjadi perkembangan baik fisik maupun psikologisnya. Secara keseluruhan hal ini mempengaruhi fungsi tubuh remaja itu sendiri. Fungsi tubuh remaja ini berkembang dari anak-anak menjadi mendekati fungsi tubuh dewasa, dimana pada masa ini fungsi organ dapat bekerja optimal. Hal ini
memudahkan pemilihan terapi khususnya pada remaja akhir. Salah satu contoh masalah kesehatan yang dialami pada remaja putri adalah dismenorea atau nyeri haid. Nyeri pada saat menstruasi umumnya terjadi pada 70-91% dari remaja perempuan. Ada sejumlah gejala fisik, psikologis dan emosional yang terjadi premenstruasi dan selama menstruasi, yang dilaporkan terjadi pada 96% remaja. Nyeri haid yang berat telah dilaporkan terjadi pada 14%-23% dari remaja. Pada mereka yang melaporkan rasa sakit yang parah, menjadi lebih tinggi akibat tugas sekolah sebesar 50-54%. Endometriosis telah dilaporkan pada 47-73% dari remaja perempuan dengan menstruasi berat atau nyeri panggul tanpa respon terhadap obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) (Parker,2009). Sejumlah remaja yang datang ke dokter dengan menstruasi dengan keluhan rasa sakit menderita endometriosis. Jika penyakit ini tidak diterapi maka akan mengganggu karir, mempengaruhi hubungan pribadi dengan individu lain, mengganggu fungsi seksual, menyebabkan kemandulan dan menyebabkan komplikasi usus, kandung kemih atau ureter. Pentingnya keputusan yang dibuat oleh dokter atau tenaga kesehatan mengenai pengobatan dan rujukan remaja perempuan dengan nyeri haid tidak boleh dikesampingkan (Parker,2009). Sebagai hasil dari tumpang tindih antara dysmenorrhoeic, pra- menstruasi dan beberapa gejala endometriosis terdapat kesulitan untuk membedakan nyeri dan gejala dari patologis penyakit. Meskipun ada terus kesalahpahaman bahwa remaja jarang memiliki endometriosis penyakit ini semakin didiagnosis pada remaja (Parker,2009).
Gejala menstruasi
Gangguan mood sebelum atau selama periode paling sering dilaporkan, dengan 73% merasa marah-marah, 65% perasaan down atau depresi, 52% merasa berkaca-kaca, 32% kewalahan / tidak dapat mengatasi dan 25% ingin menarik diri dan bersembunyi (Parker,2009).
Nyeri haid
Secara keseluruhan, 93% dari perempuan melaporkan nyeri pada menstruasi. Hanya ada 11 anak perempuan (1%) yang melaporkan asymptomATIC periode, yaitu tidak ada rasa sakit dan ti dak ada gejala (Parker,2009).
Gangguan menstruasi dengan aktivitas kehidupan
Dua puluh enam persen dari anak perempuan menunjukkan bahwa yang dialami bukan dipicu dari stes akibat tugas sekolah. Remaja dengan alasan utama tugas sekolah sebanyak 94% mengalami nyeri parah, 50% remaj a dilaporkan tidak masuk sekolah (Parker,2009).
Pola perdarahan menstruasi dan nyeri
Studi MDOT telah menunjukkan perubahan dalam penggunaan NSAID untuk menghilangkan rasa sakit dalam dekade terakhir. Pada tahun 1999, Hillen et al. melaporkan 53% menggunakan analgesik sederhana dan 42% menggunakan NSAID, dibandingkan dengan penelitian kami melaporkan 64 dan 78%, masingmasing. Meskipun 85% dari responden yang mengambil analgesia melaporkan moderat untuk efektivitas yang tinggi, studi ini tidak memeriksa apakah obat nyeri digunakan dalam dosis terapi (Parker,2009).
Hubungan antara nyeri haid, gejala, tekanan di sekolah dan gangguan aktivitas kehidupan
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan hubungan yang sangat signifikan antara masing-masing dan semua nyeri haid, haid gejala, gangguan aktivitas hidup dan sekolah. Remaja yang melaporkan peningkatan keparahan sakit juga lebih mungkin untuk melaporkan gejala menstruasi yang lebih parah, gangguan dengan aktivitas kehidupan mereka dan sekolah (Parker,2009).
Sakit parah dan ada tidaknya tekanan di sekolah
Nyeri berat dalam penelitian ini (21% anak perempuan) adalah konsisten yang dilaporkan terjadi pada 14-23% dalam studi sebelumnya. Dari khususnya relevan adalah bahwa setengah (n = 106) dari kelompok sakit parah juga melaporkan adanya tekanan di sekolah, dan 94% dari remaja yang tidak masuk sekolah melaporkan nyeri sebagai alasan (Parker,2009).
Gejala yang mungkin akibat endometriosis
Saat ini tidak ada angka prevalensi untuk jumlah remaja yang memiliki endometriosis.
Meskipun
studi
MDOT
tidak
dapat
secara
definitif
menghubungkan laporan gangguan menstruasi dan gejala atipikal dengan penyebab sekunder dari nyeri tanpa melakukan laparoskopi copy dan konfirmasi histologis, ada yang konsisten subkelompok 5-15% anak perempuan yang menjadi
perhatian dan harus dirujuk ke layanan yang ditunjuk remaja untuk investigasi kemungkinan patologi menstruasi (Parker,2009).
'Typical' menstruasi (sekitar 75%)
'Typical' menstruasi dapat ditandai dengan gejala ringan sampai nyeri sedang yang dapat dikelola dengan analgesik, menghindari gangguan pada aktivitas kehidupan, mengilangkan tekanan sekolah dan mengelola gejala dari menstruasi (Parker,2009).
Gangguan menstruasi (sekitar 25%)
Gangguan
menstruasi
dapat
dicirikan
oleh:
nyeri
moderat
yang
berhubungan dengan menstruasi; beberapa menstruasi gejala; adanya sekolah; dan gangguan yang tinggi dengan kehidupan kegiatan. Faktor gaya hidup dapat dimodifikasi, seperti diet dan fungsi usus, olahraga dan pola tidur. Penyelidikan lebih lanjut diperlukan jika gejala sakit parah yang mungkin termasuk usus atau kandung kemih, dispareunia, respon yang buruk terhadap analgesik dan atau obatobatan hormonal, dan signifikan gangguan aktivitas kehidupan (Parker,2009). Farmakoterapi Dysmenore Produksi berlebihan dari prostaglandin endometrium dianggap sebagai teori yang dapat diterima tentang penyebab utama dysmenorrhea. Oleh karena itu, penurunan produksi prostaglandin harus diperhitungkan dalam pengembangan obat nya (Lira Plascencia J, 2009). Obat non-steroid dianggap sebagai obat khas untuk nyeri haid yang dapat menyebabkan efek samping. Thymus vulgaris memiliki efek antispasmodik dan tidak memiliki komplikasi gastrointestinal yang juga mengurangi gangguan pencernaan seperti maag, gangguan pencernaan, sembelit, perut kembung, dan asma (Kitajima J, 2004). Penelitian Randomise Control Trial yang dilakukan di Babol University of Medical Sciences dilakukan untuk menyelidiki hipotesis penelitian, para peneliti melakukan studi klinis triple-blind berdasarkan pernyataan persetujuan dan Deklarasi Helsinki. Populasi penelitian terdiri dari 84 siswa (usia 18-24 tahun) dari Babol University of Medical Sciences yang menderita dismenore primer. Dismenore primer didefinisikan sebagai dismenore yang dimulai pada 1 sampai 2 tahun setelah menarche dan nyeri bertepatan dengan onset menstruasi tanpa nyeri panggul selama sisa siklus (Hajar Salmalian, 2014).
Skor untuk mengetahui tingkat nyeri dari dysmenore diantaranya : 1. Zero: Tidak adanya dismenore, sehingga tidak ada gangguan aktivitas seharihari. 2. Kelas I: nyeri haid ringan yang jarang mengganggu kegiatan sehari-hari, dan gejala sistemik ringan dan perlu untuk analgesia sangat rendah. 3. Kelas II: nyeri Moderat dan kegiatan sehari-hari dapat terganggu, tetapi tidak ada kebutuhan untuk bolos sekolah atau bekerja. 4. Kelas III: Nyeri berat sehingga orang tersebut tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan gejala sistemik yang berat yang diamati (Andresch, 1982)
Sebelum pengobatan, intensitas nyeri rata-rata pada timus vulgaris, ibuprofen dan kelompok plasebo adalah 6.57 ± 2.02, 5.30 ± 2.23 dan 6.18 ± 1,78, masing-masing dan setelah pengobatan menurun menjadi 1,21 ± 1,06, 1,48 ± 1,62 dan 3,54 ± 2,26, masing-masing. Pengurangan persepsi rasa sakit tidak signifikan secara statistik antara kedua obat, namun itu penting bagi setiap obat dibandingkan dengan plasebo (p <0,001).
(Hajar Salmalian, 2014) Temuan kami menunjukkan bahwa timus vulgaris serta ibuprofen secara signifikan mengurangi dismenore primer dibandingkan dengan plasebo (Iravani et al, 2009).
V. Kesimpulan
Remaja merupakan tahap peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Tahapan ini sangat penting untuk diperhatikan guna mempersiapkan generasi muda yang kuat dan tahan dalam menghadapi berbagai macam tantangan hidup. Perkembangan fisik dan emosional pada remaja tidak selalu berjalan searah. Terutama dalam hal emosional, remaja sangan membutuhkan dukungan dan bimbingan tidak hanya dari keluarga melainkan juga dari masyarakat dan tenaga kesehatan. Nyeri pada saat menstruasi umumnya terjadi pada 70-91% dari remaja. Ada sejumlah gejala fisik, psikologis dan emosional yang terjadi premenstruasi dan selama menstruasi, yang dilaporkan oleh 96% dari remaja. Produksi berlebihan dari prostaglandin endometrium dianggap sebagai teori yang dapat diterima tentang penyebab utama dysmenorrhea. Pengaruh timus vulgaris 2% lebih baik dari ibuprofen dalam penanganan dismenore, perdarahan dan mengurangi gejala sistemik. Fungsi tubuh pada remaja ini berkembang dari anakanak menjadi mendekati fungsi tubuh dewasa, dimana pada masa ini fungsi organ dapat bekerja optimal, sehingga pemilihan terapi mulai mendekati terapi pada dewasa.
Daftar Pustaka
Andresch B, Milson I., 1982, An epidemiologic study of young women with dysmenorrhea, Am J Obstet Gynecol , 144: 655-60. Depkes, 2010, Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas),
http://www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20
Jiwa%20Remaja.pdf, diakses pada 8 Mei 2014. Gunarsa, S.D., and Gunarsa, Y.S.D, 2008, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Gunung Mulia, Jakarta. Hajar Salmalian, 2014, Comparative effect of thymus vulgaris and ibuprofen on primary dysmenorrhea: A triple-blind clinical study, Caspian J Intern Med, 5(2): 82-88 Hurlock, 2004, P sikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Remaja Rosdakarya, Bandung. Iravani, M., 2009Clinical effects of Zataria multiflora essential oil on primary dysmenorrhea, J Med Plants; 8: 54-60. Kitajima J, Ishikawa T, Urabe A., 2004, A new hydroxyjasmone glucoside and its related compounds from the leaf of thyme, Chem pharm bull , 52: 1013-4. Lira Plascencia J, Simon pereira LA, Amor Calleja L, et al ., 2009, Diagnosis and treatment of primary dysmenorrhea in teenager, Ginecol Obstet Mex,; 77: S211-29. Ozlugedik S, Genc S, Unal A, et al., 2006, Can postoperative pains following tonsillectomy be relieved by honey?: A prospective, randomized, placebo controlled preliminary study, Int J pediatr otorhinolaryngol, 70: 1929-34. Parker, M.A., 2009, The menstrual disorder of teenagers (MDOT) study: determining typical menstrual patterns and menstrual disturbance in a large
populationbased
study
of
Australian
teenagers, BJOG
International Journal of Obstetrics and Gynaecology, 185- 192.
An