KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ASMA
I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN 1. Anatomi Sistem Pernafasan
Paru-paru
terletak
pada
rongga
dada.
Masing-masing
paru
berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah. Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura. Pleura merupakan merupakan membran tipis, tipis, transparan yang yang menutupi menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: yaitu: paru-pau paru-pau kanan, terdiri dara 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus nedia, dan lobus lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru Paru-pa ru kiri, terdiri dari pulmo sinester, sineste r, lobus superior, dan
lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari
belahan-belahan belahan-belahan yang lebih kecil kecil bernama bernama segment. Paru-paru Paru-paru kiri kiri mempuny mempunyai ai 10 segment yaitu: Lima buah segment pada lobus superior, dua buah segment pada lobus medialis tiga buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut : 1.Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat megisi paru-paru pada inspirasi sedalam dalamnya. 2. Kapasitas vital yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. 2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama
4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa membuat kematian. Apabila penyediaan oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya pada bibir (disebut sianosis) (syaifuddin, 2009).
Menurut syaifuddin, 2009 organ pernafasan terdiri dari 6 yaitu a.
Hidung Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang
(kavum nasi) dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung. Fungs ihidung : 1)
Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2)
Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
3)
Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
4)
Membunuh kuman yang terdapat dalam selaput lender (mukosa)
b.
Faring. Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan
jalan makanan, terdapat dibawah dasar tenggorokan dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher c.
Laring. Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara. d.
Trakea. Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). e.
Bronkus Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea.
Bronkus bercabang kebawah dan kesamping kearah tumpuk paru-paru.bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil kecil disebut bronkiolus (bronkioli)
f.
Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (alveoli). Gelembungalveoliiniterdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru dibagimenjadi 2 yaitu paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kirim mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
B. DEFINISI ASMA
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri-ciri bronkonspasme periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi,otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009). Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas
bronkus
terhadap
rangsangan
yang
dapat
menimbulkan gejala mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009). Asma adalah keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktifitas
terhadap
rangsangan
tertentu
yang
menyebabkan
peradangan. Penyempitan ini bersifat sementara (Nurarif, 2013).
C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian Asma bervariasi di berbagai Negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obatan Asma banyak dikembangkan. National Health Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap bronchitis kronik, lebih dari 2 juta orang
menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderita salah satu bentuk Asma. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberculosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1% dan Asma 0,3%. Saat ini penyakit Asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih mengingat Asma merupakan penyakit yang underdiagnosed . Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma. Data dari berbagai Negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-18%. Pada tahun 2013 terdapat 18 provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit Asma melebihi angka nasional, dari 18 provinsi tersebut 5 provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah, NTT, D.I Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan provinsi yang memiliki prevalensi Asma terendah yaitu Sumatera Utara, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Lampung. Berdasarkan latar belakang demografis, pada umumnya Asma diderita usia muda sementara PPOK terutama di usia tua. Diagnosis Asma tidak tertutup kemungkinan bisa terjadi pada kelompok usia tua. Kedua penyakit ini menyebabkan keluhan hampir sama yaitu sesak dan kadang disertai dengan suara mengi (wheezing ) pada saat bernapas atau awamnya disebut bengek. Adapun sifat sesak ini bila ditelusuri dengan teliti pada penyakit Asma berbeda dengan PPOK. Seseorang usia tua dengan keluhan sesak dapat didiagnosis sebagai Asma atau PPOK dan untuk menentukan kepastian antara kedua diagnosis ini dengan melakukan pemeriksaan menggunakan peakflow dan spirometri.
D. PENYEBAB / ETIOLOGI
Terdapat tiga proses yang menyebabkan pasien mengalami asma yaitu sensitifitas, inflamasi, dan serangan asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan. 1. Sensisitif
yaitu
individu
dengan
faktor
resiko
genetik
(alergi/atopi,
hiperaktifitas bronkus, jenis kelamin dan ras) dan lingkungan (allergen, asap rokok, polusi udara, infeksi pernafasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga) apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensisizer) maka akan menimbulkan sensitisasi pada dirinya. Faktor pemicu tersebut adalah allergen dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok. 2. Inflamasi yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu menjadi asma. Apabila telah terpajan dengan pemicu (enhacer) akan terjadi proses inflamasi pada saluran nafas. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
proses
inflamasinya
berat
secara
klinis
berhubungan
dengan
hiperaktifitas. Faktor pemicu tersebut adalah rinovirus, ozon dan pemakaian β2 agonis. 3. Serangan asma yaitu setelah mangalami inflamasi maka bila individu terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (Depkes RI, 2009). 4. Menurut Somantri, 2009 faktor-faktor penyebab asma adalah: 5. Alergen utama seperti : debu rumah, spora jamur dan tepung sari r erumputan. Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktifitas fisik, udara dingin, histamine dan metakolin. Secara umum faktor pencetus serangan asma adalah: 1. Allergen Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu binatang, tepung sari, beberapa makanan laut (Muttaqin, 2008). 2. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran nafas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan ( Muttaqin, 2008). Asma yang muncul pada saat dewasa dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya sinusitis, polip hidung, sensitive terhadap aspirin atau obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS), atau dapat juga terjadi karena mendapatkan pemicu seperti debu dan bulu binatang di tempat kerja yang mengakibatkan infeksi saluran pernafasan atas yang berulang, ini disebut dengan occupational astma yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan ( Ikawati, 2010). 3. Tekanan jiwa dan emosi 4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat. 5. Obat-obatan. 6. Polusi udara
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya
obstruksi
terjebak
tidak
bisa
diekspirasi.
Selanjutnya
terjadi
peningkatan volume residu, kapasita sresidu fungsional (KRF) dan pasienakan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetapterbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak
Ekspirasi)
sedangkan
penurunan
KVP
(Kapasitas
Vital
Paru)
menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO 2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,
tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO 2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO 2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosi smetabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengandemikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-ha lsebagai berikut : 1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, asidosi srespiratorik pada tahap yang sangat lanjut.
PATHWAY ASMA
Faktor infeksi : Menurut Firus, bakteri, jamur, parasit
Faktor non infeksi : Alergi, iritan, cuaca,kegiata njasmani, psikis
Reaksi hiperaktifitas bronkus
Peningkatan antibody Ig E
Pengaktifan respon imun (sel mast)
Pengaktifan mediator kimiawi Histami, serotonin, kinin
bronkospasme
Wheezing
Ketidak efektifan pola nafas
Respon dinding bronkus
Edema mucus
Hipersekresi mukosa
Penumpukan secret kental
Saluran menyempit Secret tidak keluar Ventilasi terganggu
Suplai O2 menurun
Dyspnea
Penggunaan otot bantu pernafasan
Mudah lelah
Aktifitas menurun
Intoleransi aktifitas
Bernafas melalui mulut
Resiko infeksi Gangguan pertukaran gas
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batuk tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
F. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi : 1. Asma tingkat I Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium. 2. Asma tingkat II Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma. 3. Asma tingkat III Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh. 4. Asma tingkat IV Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain : a.
Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b.
Sianosis
c.
Silent Chest
d.
Gangguan kesadaran
e.
Tampak lelah
f.
Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5.
Asma tingkat V Yaitu status asmatikus yang merupakansuatukeadaandaruratmedisbeberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter.
G. KLASIFIKASI
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi : 1. Asma bronkhiale Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan. 2. Status asmatikus Yakni
suatu
asma
yang
refraktor
terhadap
obat-obatan
yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001). 3. Asthmatic Emergency Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008) a. Asma ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat .
b. Asma intrinsic Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasa ldari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk sepertik lembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
H. GEJALA KLINIS
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi (derajat) Asma sebagai berikut : Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gejala Klinis Derajat Asma I. Intermitten
Gejala
Gejala Malam
Faal Paru APE ≥ 80%
Bulanan Gejala <1x/minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan singkat
≤ 2x sebulan
II. Persisten Ringan
III. Persisten Sedang
IV. Persisten Berat
APE ≥ 80%
Mingguan Gejala >1x/minggu, tetapi <1x/hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur Harian Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Membutuhkan bronkodilator setiap hari Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas
> 2x sebulan
VEP1 ≥ 80% nilai prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik Variabiliti APE 2030% APE ≤ 60%
> 1x seminggu
VEP1 60-80% nilai prediksi Ape 60-80% nilai terbaik Variabiliti APE > 30% APE ≤ 60%
Sering
Sumber : PDPI 2006
VEP1 ≥ 80% nilai prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik Variabiliti APE <20
VEP1 ≤60% nilai prediksi Ape ≤60% nilai terbaik Variabiliti APE > 30%
Gejala klinis berdasarkan GINA 2014 Gejala tipikal Asma : a. Lebih dari satu gejala berikut : mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa. b. Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi. c. Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya. d. Adanya faktor pencetus.
I. KOMPLIKASI
Menurut Betz dan Sowden (2009) komplikasi dari asma adalah sebagai berikut : 1. Status asmatikus: merupakan serangan asma akut yang sangat parah berkepanjangan dan tidak bisa merespon terapi biasa 2. Bronchitis kronik 3. Emfisema paru 4. Atelektasis 5. Kematian
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG / DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Penunjang 1. Lung Function Test Peak expiratory flow rate (PEFR) atau FEV 1 berfungsi untuk mendiagnosis asma dan tingakatannya. 2. Skin test Berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma. 3. Chest X-ray Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa pulmonaty shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis 4. Histamine bronchial provocation test Untuk mengindikasikan adanya airway yang hiperresponsif, biasanya ditemukan pada seluruh penyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk. Test ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang mempunyai fungsi paru yang buruk (FEV1<1,5L)
5. Blood and sputum test Pasien dengan asma mungkin memiliki peningakatan eosinofil di darah perifer (>9,4x109/L).
K. PENATALAKSANAAN
Menurut Somantri (2009) penatalaksanaa asma adalah sebagai berikut : 1.
Pemberian obat bronkodilator
2.
Penilaian terhadap perbaikan serangan
3.
Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
4.
Penatalaksanaan setelah serangan mereda
a. Cari faktor penyebab b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
Pengkajian Keperawatan Menurut Muttaqin (2014) sebagi berikut: 1.
Keluhan Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopic. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopic. Tempat tingga menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji dari identitas klien adalah tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medis, asuransi kesehatan dan diagnose medis. Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada dan adanya keluhan sulit untuk bernafas.
2.
Riwayat penyakit sekarang Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing: penggunaan otot bantu pernafasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis dan perubahan tekanan darah. Selain itu tanda-tanda yang lain berdasarkan stadium yaitu stadium pertama batuk batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpal. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hamper tidak terdengar suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama nafas meningkat karena asfiksia.
3.
Riwayat penyait dahulu Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah menderita infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan,
amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma. 4.
Riwayat penyakit keluarga Pada klien dengan serangan biasanya penderita asma ada riwayat keluarga yang menderita penyakit asma atau penyakit alergi dari lingkungan.
5.
Riwayat psiko-sosial-kultural Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma. Status ekonomi berdampak pada ansuransi kesehatandan perubahan mekanisme peran dalam keluarga.
6.
Pemeriksaan fisik Keadaan umum pasien B1 (Breathing): Peningkatan frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernafasan dan frekuensi pernafasan. Terdapat bunyi nafas tambahan wheezing. B2 (Blood): Monitor dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT. B3 (Brain): Pada saat infeksi tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperlukan pemeriksaan GCS, untuk mengetahui tingkat kesadaran klien apakah composmentis, somnolen atau koma. B4 (Bladder): Monitor ada tidaknya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok. B5 (Bowel): Dikaji bentuk, turgor kulit, nyeri dan tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asma. Mengkaji tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Sering terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena dipsneu saat makan, laju metabolis serta kecemasan. B6 (Bone):
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asma. 7. Discharge Planning a. Pasien dengan asma kekambuhan harus menjalani pemeriksaan mendeteksi substansi yang mencetus terjadinya serangan. b. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapuk), hewan peliharaan, jamur, serbuk sari, asap rokok, debu rokok. c. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan. d. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental. e. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetus serangan. f. Menggunakan obat-obatan sesuai dengan resep. g. Kontrol kedokter sesuai pesanan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Soamantri, (2008) sebagai berikut: 1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d mucus dalam jumlah berlebih, peningkatan produksi mukus, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme 2. Gangguan pertukaran gas b/d retensikarbondioksida 3. Ketidak efektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan dan deformitas dinding dada. 4. Intoleransi aktifitas b/d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d laju metabolih dispneu saat makan (SDKI, 2016).
C. RENCANA KEPERAWATAN / INTERVENSI
Rencana Keperawatan No
Diagnosa keperawatan dan data penunjang
1.
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d mukus dalam jumlah berlebih, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme
2.
Tindakan keperawatan Tujuan dan Tindakan Kriteria hasil Setelah dilakukan 1. Observasi tindakan bunyi nafas keperawatan ronchi selama ..x24jam diharapkan ketidak efektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi dengan 2. Lakukan kriteria hasil: badmaking untuk 1. Suara nafas mempertahank bersih an polusi lingkungan 2. Mampu minimum mengeluarkan 3. Ajarkan batuk sputum efektif untuk mengeluarkan dahak dilakukan . 3. Frekuensi nafas dalam 4. Kolaborasikan dengan tim rentang normal dokter untuk (RR: 16 pemberian 20x/menit) bronkodilator
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Observasi vital gas b/d tindakan sign tiap 4 jam retensikarbondioksida keperawatan selama ..x24 jam 2. Kaji frekuensi diharapkan dan kedalaman oksigenasi pernafasan adekuat dengan kriteria hasil : 1.mempertahanka n jalan nafas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas
3. Tinggikan kepala tempat tidur,bantu pasien memilih posisi yang mudah
Rasional
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas 2. Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat menstringer episode akut 3. Membantu mengeluarka n secret
4. Terapi farmakologi untuk membantu menurunkan spasme otot 1. Mengetahui perubahan vital sign 2. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan 3. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk
No
3.
4
Diagnosa keperawatan dan data penunjang
Tindakan keperawatan Tujuan dan Tindakan Kriteria hasil untuk bernafas 2. mampu 4. Dorong bernafas dengan mengeluarkan mudah sputum, penghisapan 3. tanda-tanda bila vital dalam rentan diindikasikan. normal TD: 90/60 – 140/90 mmHg Suhu 36,5-37,5 0 C Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1. Kaji b/ketidak seimbangan tindakan kemampuan antara suplaydan keperawatan pasien dalam kebutuhan O2 selama ..x24 jam beraktifitas diharapkan intoleransi 2. Bantu pasien aktifitas dapat mengidentifika teratasi dengan si aktifitas kriteria hasil: yang mampu dilakukan 1. Berpartisipasi dalam aktifitas 3. Anjurkan fisik tanpa pasien untuk disertai menghindari peningkatan peningkatan tekanan darah, abdomen nadi dan seperti respirasi. mengejan saat defekasi 2. Mampu melakukan 4. Kolaborasikan aktivitas dengan tenaga sehari-hari rehabilitasi secara mandiri jantung
Infeksi b/d bronchitis Setelah dilakukan (bakteri) ditandai tindakan dengan: keperawatan selama ..x24jam diharapkan masalah infeksi
Rasional
tinggi 4. Kental,tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas 1. Mengetahui kemampuan pasien
2. Membantu memenuhi kebutuhan pasien
3. Mengajarkan keluarga
4. Agar keluarga memahami kebutuhan pasien
1. Pantau hasil 1. Salah laboratorium satucaramen getahuiinfeks i 2. Anjurkan 2. Mengurangip keluarga encetus dari
No
Diagnosa keperawatan dan data penunjang
Tindakan keperawatan Rasional Tujuan dan Tindakan Kriteria hasil dapat teratasi pasien agar alergipasien. dengan kriteria tidak hasil merokok di 1. Suhu dalam dekat pasien rentang normal 3. Ajarkan 3. Mengurangip 0 0 36,5 -37,5 C keluarga encetus dari 2. Tidak ada menjaga alergipasien. tanda-tanda lingkungan infeksi agar pasien (kalor,dolor, terhindar dari rubor, tumor, penyebab fungsiolesa) asma 4. Kolaborasika 4. Terapi n dengan farmakologi dokter untuk pemberian membantume obat anti nanganiinfek infeksi si
D. EVALUASI
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak serta bisa digunakan sebagai acuan jika melakukan pengkajian ulang terhadap kasus yang di tangani.
DAFTAR PUSTAKA Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6 . Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Management and Prevension In Children. Dimuatdalamwww.Ginaasthma.org
Asthma www.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all . 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Purnomo.2008. FaktorFaktorRisiko BerpengaruhTerhadapKejadianAsmaBronkialPadaAnak . UniversitasDiponegoro
Yang Semarang:
Ruhyanudin, F. AsuhanKeperawatanPadaPasienDenganGangguanSistemKardioVaskuler. Malang :HakTerbit UMM Press
2007.
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung : CV medika Santosa, Budi. 2007. PanduanDiagnosaKeperawatan NANDA 2005-2006 . Jakarta: Prima Medika Sundaru H. 2006 Apa yang JakartaDepartemenIlmuPenyakitDalam, FKUI/RSCM
DiketahuiTentangAsma,
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto