KONSERVASI TANAH DAN AIR diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Matakuliah Dasar Teknik Pengendalian dan Konservasi Konservasi Lingkungan (DTPKL) (DTPKL)
MAKALAH
Disusun oleh: Kelompok 3 TEP-B Nur Aini Hariyo W.
121710201018 121710201018
Salman Alfarisi H.
121710201042 121710201042
Atas Sudrajat Q.
121710201056
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
BAB 1. KONSERVASI TANAH DAN AIR
1.1 Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah adalah penempatan tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebar dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Upaya konservasi tanah bertujuan untuk mencegah erosi, memperbaiki tanah yang rusak, memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang dapat merusak serta mempersiapkan ketersediaan air pada musim kemarau (Sukrianto, 1990). Konservasi tanah dan air sangat erat hubungannya karena setiap perlakuan pada sebidang tanah akan mempengaruhi mata air pada tempat itu dan tempattempat di hilirnya. Oleh karena itu, berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air. Pada dasarnya konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara memperlakukan tanah agar mempunyai ketahanan terhadap gaya yang menghancurkan agregat dan pengangkutan oleh aliran permukaan, serta mempunyai kemampuan menyerap air lebih besar (Sukrianto, 1990). Melihat persoalan konservasi tanah dan air yang kompleks, maka diperlukan kerjasama dengan beberapa disiplin ilmu, seperti ilmu tanah, biologi, hidrologi, dan teknik konservasi tanah dan air. Hal tersebut juga ditentukan oleh aspek sosial, budaya, dan ekonomi manusia.
1.2 Teknik Konservasi Tanah dan Air
Menurut Arsyad (2010), metode konservasi
tanah dan air dapat
digolongkan ke dalam tiga golongan utama, yaitu s ebagai berikut. 1) Metode vegetatif Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan, atau bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang
jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Dalam konservasi tanah dan air, metode vegetatif mempunyai fungsi (a) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap daya perusak air yang mengalir di permukaan tanah, (c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Beberapa teknik konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif seperti pertanaman lorong (alley cropping ), silvipastura, dan pemberian mulsa. 2) Metode mekanik Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik dalam konservasi tanah dan air adalah (1) pengolahan tanah ( tillage), (2) pengolahan tanah menurut kontur ( countour cultivation), (3) guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, (4) parit pengelak, (5) teras, (6) dam penghambat (check dam), waduk, kolam atau balon ( farm ponds), rorak, tanggul, (7) perbaikan drainase, dan (8) irigasi. 3) Metode kimia Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia baik berupa bahan alami yang telah diolah, dalam jumlah yang relatif sedikit untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mencegah erosi. Cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditiner atau bahan pamantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi. Bahan kimia memiliki pengaruh yang besar terhadap stabilitas tanah karena senyawa tersebut tahan terhadap mikrobia tanah, permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang.
BAB 2. EROSI TANAH
Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah (bagian bagian tanah) dari satu tempat ke tempat lain oleh air dan angin. Erosi juga merupkan peristiwa pengikisan sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya yang diakibatkan oleh pengaruh dari transportasi angin, air atau es. Karakteristik hujan dan material lain di bawah pengaruh gravitasi atau oleh makhluk hidup misalnya seperti hewan yang membuat lubang dalam tanah, dalam proses tersebut disebut bio-erosi (Yani, 2010) Menurut
Arsyad
(1989),
erosi
memberi
dampak
buruk
bagi
berlangsungnya kehidupan di lingkungan sekitar, berikut adalah beberapa dampak buruk yang terjadi karena terjadinya erosi. a. Menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. b. Merosotnya produktivitas tanah pada lahan yang tererosi, yang disertai dengan merosotnya daya dukung serta kualitas lingkungan hidup. c. Sungai, waduk, dan saluran irigasi/drainase di daerah hilir menjadi dangkal, sehingga daya guna dan hasil guna berkurang. d. Erosi juga dapat mengakibatkan terjadinya banjir yang kronis pada setiap musim penghijauan dan kekeringan pada musim kemarau. Pada dasarnya erosi memiliki berbagai macam bentuk, jika dilihat dari bentuknya erosi dapat dibedakan menjadi 7 bagian sebagai berikut. a. Erosi Percikan (Splash erosion) Erosi percikan merupakan proses terjadinya erosi yang terjadi karena air hujan turun lalu terjadi benturan secara langsung pada partikel tanah dengan curah dan intensitas hujan besar serta dalam keadaan tanah yang basah. Erosi percikan ini juga karena terkelupasnya patikel-partikel tanah bagian atas oleh curah hujan yang besar dan memiliki kemiringan tanah yang curam, sehingga memudahkan tanah tersebut tererosi (Morgan, 1995).
b. Erosi Lembar (Sheet erosion) Erosi Lembar adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh aliran air hujan yang berada di puncak gunung atau berada di ketinggian tertentu (Morgan, 1995). c. Erosi Alur ( Rill erosion) Erosi Alur adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tanah oleh aliran air sehingga aliran tanah tersebut membentuk parit atau saluran kecil. Alur-alur atau paritan- paritan yang terbentuk dan yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah (Morgan, 1995). d. Erosi Tebing Sungai (Streambank erosion) Erosi Tebing Sungai adalah proses terjadinya erosi yang diakibatkan oleh pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan pengerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi tebing akan lebih hebat jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing (Morgan, 1995). e. Erosi internal (internal or subsurface erosion) Proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke pori-pori akibat adanya alira bawah permukaan. f. Erosi parit/selokan ( gully erosion) Erosi yang membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. g. Tanah Longsor ( Landslide) Tanah Longsor adalah suatu proses terjadinya erosi yang diakibatkan karena bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahannya tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar (Morgan, 1995).
BAB 3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EROSI
Secara umum erosi dipengaruhi oleh iklim (C), tanah (S), topografi (T), vegetasi (V), dan manusia (H) yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: E = f (C,S,T,V,H) Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang dapat dikendalikan manusia dan faktor yang tidak dapat dikendalikan manusia. Faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia adalah tanaman, sedangkan iklim dan topografi secara langsung tidak dapat dikendalikan oleh manusia dan untuk tanah dapat dikendalikan secara tidak langsung dengan peralatan tertentu (Morgan, 1995).
3.1 Iklim
Iklim merupakan merupakan suatu keadaan cuaca rata- rata pada sautu wilayah yang luas dalam jangka waktu yang relatif lama. Iklim juga dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, dan kelembaban yang terjadi di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang. Faktor- faktor terjadinya erosi yang dipengaruhi oleh adanya iklim yaitu adanya jumlah dan intensitas hujan yang besar. Indonesia sebagai negara yang memiliki iklim tropis memiliki curah hujan yang lebih tinggi dari pada dengan negara yang memiliki iklim sedang. Pada umumnya besarnya curah hujan menentukan kekuatan daya pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah (Arsyad, 1989). Untuk menghambat terjadinya erosi tersebut perlu adanya alat yang digunakan untuk mengetahui jumlah curah hujan yang turun ke bumi, alat tersebut adalah rain gauge dan ombrometer. Rain gauge merupakan peralatan yang digunakan untuk menghitung jumlah curah hujan dalam satuan waktu tertentu
secara otomatis dengan bantuan baterai sebagai sumber tenaganya. Rain gauge dilengkapi dengan logger yang berfungsi untuk menyimpan data hasil observasi yang bisa dihubungkan dengan PC untuk pengambilan datanya. Dalam sistem kerjanya, rain gauge ini memiliki cara kerja yaitu hujan yang masuk kedalam penampung, pada penanmpung tersebut terdapat sensor otomatik. Lalu air yang masuk ke dalam pelampung tersebut disensor dengan corong sensor, sehingga air yang masuk tersbut akan bergerak mengisi dua buah bejana yang saling bergantian menampung air hujan. Dimana saat bejananya saling berjungkit, secara elektrik terjadi kontak dan menghasilkan nilai keluaran curah hujan yang tercatat pada penghitung (rain counter) yang displaynya dapat dilihat pada monitor. Dari sinilah dapat diketahui curah hujan suatu daerah.
Gambar 1. Rain Gauge Sedangkan ombrometer yaitu alat yang digunakan untuk menangkar atau menghitung jumlah curah hujan secara manual. Ombrometer ini memiliki cara kerja yaitu air hujan masuk ke mulut penakar kemudian melalui corong sempit masuk ke tabung penampung. Untuk mengamati datanya yaitu dengan cara buka gembok yang terkunci dan letakkan tabung gelas pengukur yang ada di dalam tabung penakar di bawah corong/kran dan kemudian kran dibuka, lalu jika curah hujan diperkirakan melebihi ukuran tabung gelas pengukur, maka kran harus ditutup dulu dan lakukan pembacaan pada tabung gelas pengukur yang sudah berisi air hujan dan dicatat pada kertas tersendiri. Air yang sudah ditakar tidak boleh dibuang, tetapi ditampung sementara di tempat lain. Hal ini dilakukan jika
terjadi kesalahan atau kekurang yakinan dalam pembacaan awal masih bisa diulangi. Selanjutnya lakukan pembacaan berikutnya dari air yang tersisa melalui tabung gelas pengukur sampai air yang ada di dalam penakar hujan habis. Hasil dari catatan yang pertama dan hasil pengukuran-pengukuran berikutnya dijumlahkan sebagai hasil pengukuran curah hujan yang terjadi pada hari pengamatan tersebut (BMKG, 2013).
Gambar 2. Ombrometer
Untuk mengukur curah hujan atau intensitas hujan dapat ditemuhi dengan rumus:
, dimana:
I
= intensitas hujan (mm/jam),
R
= tinggi hujan (mm),
t
= lamanya hujan (jam) (Handayani et al , 2007: 2)
3.2 Tanah
Tanah merupakan himpunan mineral, bahan organik, endapan-endapan beserta campuran partikel dengan beragam ukuran. Tanah mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi. Kondisi tanah menentukan jumlah air yang masuk ke dalam tanah dan mengalir pada permukaan tanah. Tanah tidak hanya berperan sebagai media pertumbuhan tanaman, tetapi juga sebagai media pengatur air. Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor erosi yang terjadi di dalam tanah yaitu kemampuan tanah untuk menyerap
air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi. Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap erosi berbeda-beda sesuai dengan sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan ini umumnya dinyatakan dalam nilai erodibilitas tanah. Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah, semakin mudah tanah tersebut tererosi. Secara umum tanah dengan debu yang tinggi, liat yang rendah dan kandungan bahan organik sedikit mempunyai kepekaan erosi yang tinggi. Ketahanan tanah menentukan mudah tidaknya
massa
tanah
dihancurkan,
sedangkan
infiltrasi
dan
perkolasi
mempengaruhi volume limpasan permukaan yang mengikis dan mengangkut hancuran masa tanah. Sifat-sifat tanah yang penting pengaruhnya terhadap erosi adalah kemampuannya untuk menginfiltrasikan air hujan yang jatuh serta ketahanannya terhadap pengaruh hujan (Arsyad, 1989). Untuk menghambat terjadinya erosi tersebut perlu adanya alat yang digunakan untuk mengetahui jumlah air yang masuk ke dalam tanah, hal ini bertujuan agar laju infiltrasinya diketahui dan dapat di hitung. Infiltrasi merupakan proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui pori-pori tanah. Alat yang digunakan untuk mengukur infiltrasi tanah adalah ring infiltrometer. Ring infiltrometer merupakan suatu tabung baja silindris pendek, berdiameter besar yang mengitari suatu daerah dalam tanah. Bentuk ring infiltrometer ada dua macam bentuk, yaitu single ring infiltrometer dan double ring infiltrometer, namun dalam kehidupan sehari- hari yang sering digunakan untuk mengukur infiltrasi tanah yaitu dengan menggunakan alat double ring infiltrometer. Double ring infiltrometer ini memiliki cara kerja yaitu sebagai berikut. a) Double ring infiltrometer dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam separuh dari tinggi alat dengan kedudukan diusahakan tegak lurus. b) Pukul ring tersebut dengan palu, dan jika menginginkan rata yang sama maka harus digunakan kayu untuk mengukut ketinggian yang sama. c) Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka sebelum dituangkan air terlebih dahulu tanah ditutup plastic baru kemudian air dituangkan di atas plastik tersebut.
d) Sebelum penuangan air pada silinder tengah, silinder luar diisi air supaya perembesan kearah luar bisa dikurangi, ring tengah harus selalu terisi air selama proses pengamatan. e) Setelah air diisikan ke dalam ring tengah, dengan cepat plastic ditarik dan ditambah air sampai ketinggian tertentu lalu dibaca skala penurunan air tiap 5 menit sampai penurunan air dalam silinder mencapai konstan. f) Kekurangan air selalu ditambah dan selalu dijaga agar ring tidak dalam keadaan kosong serta dibaca batas penambahannya sampai penurunannya kostan.
Gambar 3. Double Ring Infiltrometer (Giska, 2013)
3.3 Topografi
Topografi
merupakan
tinggi
rendahnya
permukaan
bumi
yang
menyebabkan terjadi perbedaan lereng. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Erosi akan meningkat jika lereng semakin curam atau semakin panjang. Jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat, sehingga kekuatan
mengangkut
meningkat
pula.
Lereng
yang
semakin
panjang
menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar (Asdak, 1995). Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung, dan lereng kompleks (Arsyad, 1989). Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana
kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian atas. Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung dan lereng kompleks. Lereng lurus dicirikan oleh kemiringan yang seragam pada seluruh bagian lereng. Lereng cembung semakin curam ke arah lereng bawah, sedangkan lereng cekung semakin landai ke arah lereng bawah. Lereng yang cembung umumnya tererosi lebih besar daripada lereng cekung. Perbedaan aspek lereng menimbulkan perbedaan besarnya erosi yang terjadi karena perbedaan penyinaran matahari dan kelembaban. Untuk daerah tropis, aspek lereng tidak terlalu menyebabkan perbedaan erosi yang besar karena matahari berada hampir tegak lurus dari permukaan (Kurnia, 1985). Alat untuk mengukur topografi adalah total station. Berikut langkahlangkah mengukur topografi suatu daerah. 1. Tentukan lokasi pengukuran. 2. Tentukan BM paling dekat terhadap lokasi yang akan diukur. 3. Tentukan kerapatan atau interval titik detail topografi yang akan diukur. 4. Dirikan alat ukur pada BM yang dimaksud pada poin nomer 2 dan target (prisma reflektor) pada BM lainnya. 5. Tentukan station atau set alat untuk pengambilan data awal ke target sebagai titik ikat untuk pengukuran detail pada area yang akan dipetakan. 6. Lakukan pengukuran detail situasi sesuai kerapatan titik yang diinginkan (3-5 meter) atau mengikuti perubahan topografi lapangan, bergantung konsisi lapangan datar atau curam. 7. Jika tidak terjangkau semua area yang akan diukur, dapat dipasang patok bantu poligon sesuai dengan arah line pengukuran yang direncanakan untuk melakukan pengambilan data situasi detail daerah lainnya. 8. Sesuaikan
penanaman
detail
situasi
lapangan
dengan
data
yang
dimasukkan/direkam pada alat ukur untuk memudahkan proses pengolahan
dan penggambaran, sehingga didapat gambaran peta yang mendekati bentuk sebenarnya. 9. Kegiatan pada poin nomer 6,7,dan 8 dilakukan dengan cara yang sama dalam satu line pengukuran. 10. Untuk line lainnya dilakukan cara yang sama mulai poin nomer 4-8. Keterangan:
BM: tanda di lapangan yang telah mempunyai nilai atau koordinat tertentu.
Sentering optis: mengatur posisi alat ukur agar berada tegak lurus tepat di atas BM/patok dengan cara melihat dari jendela optis alat ukur.
3.4 Vegetasi
Vegetasi berpengaruh terhadap erosi karena dapat melindungi tanah dari kekuatan hujan melalui penahanan dan intersepsi butir hujan oleh kanopi vegetasi. Tertahannya hujan oleh kanopi dapat mengurangi kecepatan jatuh butir hujan dan mengurangi energi hujan ketika mencapai permukaan tanah serta memberikan waktu lebih untuk infiltrasi, sehingga volume dan kecepatan limpasan berkurang. Vegetasi melalui perakaran juga mempengaruhi sifat tanah dalam wujud memperbesar ketahanan massa tanah dari daya rusak hujan dan limpasan serta memperbesar kapasitas infiltrasi melalui peningkatan porositas (Utomo, 1994). Menurut Asdak (1995), yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan karena tumbuhan merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dibagi dalam empat bagian (Arsyad, 1989), yaitu sebagai berikut. a. Sebagai intersepsi hujan oleh tajuk tanaman. b. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak (air). c. Pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetasi dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah.
d. Transpirasi (penguapan) yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi. Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput tebal atau hutan lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Hutan efektif dalam mencegah erosi karena daun-daunnya dan rumputnya rapat. Untuk pencegahan erosi paling sedikit 70% tanah harus tertutup vegetasi. Tanaman yang tinggi biasanya menyebabkan erosi yang lebih besar dibandingkan tanaman yang rendah, karena air yang tertahan oleh tanaman masih dapat merusak tanah ketika jatuh di permukaan tanah. Selain mengurangi pukulan butir-butir air hujan pada tanah, tanaman juga berpengaruh dalam menurunkan kecepatan aliran permukaan dan mengurangi kandungan air tanah melalui transpirasi (Rachman, 1991). Peranan vegatasi dalam memitigasi erosi antara lain sebagai berikut.
Intersepsi dan absorbsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi kinetik hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Tetapi semakin tinggi tajuk, setelah intersepsi mencapai titik jenuh, kemampuan absorbsi berkurang, air hujan akan terakumulasi dalam volume yang lebih besar, ketika jatuh ke permukaan tanah erosivitasnya menjadi semakin besar.
Bahan organik dari seresah yang jatuh dan menutupi permukaan tanah akan melindungi permukaan tanah dari energi kinetik hujan, limpasan aliran air permukaan, menjadi salah satu sumber energi bagi fauna tanah yang akan membantu dalam perbaikan struktur tanah.
Penyebaran
perakaran
akan
memantapkan
butir-butir
tanah
dan
memperkuat struktur tanah, serta memperbesar porositas tanah. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menganalisis vegetasi, yaitu sebagai berikut (Kusmana, 1997). a. Metode Titik Sentuh ( Point Intercept Method ) Untuk komunitas tumbuhan bawah, seperti rumput, herba, dan semak metode yang dapat digunakan adalah metode titik sentuh. Dalam pelaksanaanya di lapangan dapat digunakan alat bantu seperti gambar di bawah ini.
Gambar 4. Alat kisi kawat (alat a) dan kayu berlubang (alat b) Tumbuhan yang menyentuh pin yang terbuat dari kawat akan dicatat jenisnya, sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Dominansi suatu jenis (D) =
Dominansi relatif suatu jenis =
x 100%
x 100%
Rumus lainnya sama dengan metode petak. Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan alat terse but pada plot contoh tiap 10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang tersentuh. b. Metode Garis Sentuh ( Line Intercept Method ) Metode
garis
sentuh
digunakan
untuk
komunitas
padang
rumput
dan
semak/belukar. Prosedur pelaksanaan metode ini adalah sebagai berikut.
Salah satu sisi areal dibuat garis dasar yang akan menjadi tempat titik tolak garis intersep.
Garis-garis intersep diletakkan secara acak atau sistematik pada areal yang akan diteliti.
Alat bantu berupa pita ukur atau tambang tali tersebut dibagi ke dalam interval jarak tertentu. Hanya tumbuhan yang tersentuh di atas atau di bawah garis intersep yang diinventarisir.
3.5 Manusia
Manusia sangat berperan terhadap terjadinya erosi, seperti yang kita ketahui bahwa dilihat dari jenisnya erosi dapat dibagi menjadi dua, yaitu erosi alami (natural erotion) dan erosi dipercepat (accelerate erotion). Tindakan manusia yang semena-mena tidak mengikuti kaidah konservasi tanah dan air digolongkan kepada erosi yang dipercepat. Faktor utama yang mempercepat proses terjadinya erosi adalah manusia sendiri. Kesalahan dalam pengelolaan tanah dapat mengakibatkan kerusakan tanah yang serius, misalnya terbentuknya tanah-tanah kritis, luas pemilikan tanah yang sempit, kurangnya pengetahuan tentang pengawetan tanah, sempitnya lapangan kerja, dank arena dorongan ekonomi lainnya, sering mendukung pengelolaan tanah yang tidak la yak. 5.1 Perbuatan Manusia yang Mempercepat Terjadinya Erosi a. Pembalakan liar Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional,
besarnya
kapasitas
terpasang industri kayu dalam negeri,
konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan. Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia diakibatkan oleh sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumberdaya
hutan
sebagai
sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk
kepentingan politik serta keuntungan pribadi. Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun
terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, maka erosi yang terjadi di Indonesia akibat pembalakan liar akan semakin meningkat. b. Kebakaran hutan Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya pertanian. Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran yang tidak terkontrol. Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat kebakaran sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke daerah yang lebih rendah yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor. c. Pengolahan lahan pertanian yang tidak tepat Ditingkat lahan pertanian juga terjadi pelanggaran-pelanggaran kaidah konservasi tanah dan air sebagai contoh adalah dalam teknik konservasi tanah dan air penanaman tanaman pertanian (budidaya pertanian) terutama di lahan miring haruslah ditanam memotong lereng atau searah kontur, kecuali bagi tanaman-tanaman yang buahnya di bawah
permukaan
tanah.
Keadaan
yang terjadi adalah bahwa tanaman budidaya pertanian masih banyak yang ditanam searah lereng atau tidak memotong lereng; hal ini tentu akan memacu erosi yang hebat.
BAB 4. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. a. Konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara memperlakukan tanah agar mempunyai ketahanan terhadap gaya yang menghancurkan agregat dan pengangkutan oleh aliran permukaan, serta mempunyai kemampuan menyerap air lebih besar. b. Ada tiga metode konservasi tanah, yaitu metode vegetatif, metode mekanik, dan metode kimia. c. Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah (bagian bagian tanah) dari satu tempat ke tempat lain oleh air dan angin. d. Faktor yang mempengaruhi erosi ada lima, yaitu iklim, tanah, topografi, vegetasi, dan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air . Bogor: IPB Press. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Edisi Kedua. Bogor: IPB Press. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press. BMKG,
2013.
Penakar
Hujan
Manual
Ombrometer .
http://www.staklimkarangploso.info/index.php/tugas-dan-wilayahkerja/10-peralatan-klimatologi/14-penakar-hujan-manual-ombrometer . [25 Mei 2014]. Handayani, dkk. 2007. Pemilihan Metode Intensitas Hujan yang Sesuai dengan Karakteristik Stasiun Pekanbaru. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau. Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: IPB Press. Morgan, R. P. C. 1995. Soil Erosion and Conservation (Second edition ed .). Harlow: Longman. Sukrianto, T. 1990. Analisis Keberhasilan Kegiatan Konservasi Tanah dan Air dalam Rangka Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tesis. IPB. Bogor. Utomo, W. H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: IKIP. Yani, A. 2010. Menyingkap Fenomena Geosfer . Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.