21
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Unggas adalah ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya unggas merupakan bagian dari ordo Galliformes (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur. Telur yang dihasilkan dapat berupa fertil atau infertil, telur yang dapat ditetaskan adalah harus fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Jika tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja.
Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Adapun beberapa persyaratan yang mempengaruhi keberhasilan dalam menetaskan telur unggas, anatara lain: suhu, kelembaban, kandungan oksigen, kandungan karbon dioksida, aliran udara serta pemutaran telur.
Untuk memperbanyak populasi hewan unggas seperti itik, ayam, dan burung puyuh dibutuhkan cara penetasan telur yang tepat, yaitu pengeraman telur tetas yang akan diperbanyak. Pengeraman ini dapat terjadi jika sifat mengerami telur pada unggas itu telah muncul, misalnya pada ayam buras, sifat mengerami telur tampak jelas sekali dan sangat sulit untuk menghilangkan sifat mengeram ayam buras ini. Berbeda dengan ayam ras yang sifat mengeramnya dapat diatur atau dihilangkan dari induknya.
Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman sangat tergantung dari jenis hewannya. Bila bentuk telur dan ukurannya seragam, waktu penetasan akan selalu hampir sama. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain seperti itik dan puyuh tidak mempunyai sifat mengeram. Zaman dulu, untuk memperbanyak populasinya hanya dengan seleksi alam, baik oleh induknya maupun oleh lingkungan. Namun saat ini, dengan adanya alat penetas buatan akan mempermudah perbanyakan populasi unggas. Di Indonesia, sebenarnya mesin tetas buatan telah ada sebelum zaman kemerdekaan dengan prinsip dan cara pengoperasian mirip dengan mesin tetas sekarang. Pada akhir tahun 1959-an hingga saat ini, terus dilakukan pengembangan mesin tetas.
Maksud dan Tujuan
Setelah mengikuti praktikum diharapkan :
Agar mahasiswa mengetahui cara kerja dari mesin tetas dan cara fumigasi mesin tetas yang benar.
Agar mahasiswa mengetahui kegunaan seleksi dan fumigasi telur tetas.
Agar mahasiswa mengetahui cara menetaskan telur secara buatan melalui mesin tetas, cara menentukan telur fertil dan infertil.
Agar mahasiswa mengetahui perkembangan embrio dari hari pertama sampai penetasan.
Waktu dan Tempat
Waktu : Senin, 19 & 26 September 2016
Pukul : 07.30-09.30 wib
Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi Telur
Telur merupakan salah satu produk pangan hewani yang lengkap kandungan gizinya. Selain itu telur merupakan bahan makanan yang mudah dicerna. Sebutir telur terdiri dari 11 % kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2003). Telur mempunyai kandungan air, protein, lemak, karbohidrat dan abu berturut-turut sebesar 66,5; 12,01; 10,5; 0,9; dan 10,9% (Hardini, 2000).
Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai struktur tertentu dan dan masing-masing berperan penting untuk perkembangan embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas telur sangat tergantung pada keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998).
Telur tetas yang normal berbentuk bulat telur atau oval. Telur dengan bentuk bulat atau tgerlalu lonjong merupakan telur abnormal sehingga mempengaruhi posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Letak rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang tumpul dan simetris berada di tengah-tengah (Chan dan Zamrowi, 1993).
Telur unggas secara umum mempunyai struktur yang sama. Terdiri dari enam bagian yang penting untuk diketahui, yaitu kerabang telur (egg shell), selaput kerabang telur (membrane shell), putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chalaza) dan sel benih (germinal disk) (Nesheim et al., 1979).
Telur tetas yang normal berbentuk bulat telur atau oval. Telur dengan bentuk bulat atau tgerlalu lonjong merupakan telur abnormal sehingga mempengaruhi posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Letak rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang tumpul dan simetris berada di tengah-tengah (Chan dan Zamrowi, 1993).
2.2 Komponen Telur
Telur terdiri atas beberapa komponen, yaitu air 66 % dan bahan kering 34 % yang tersusun atas protein 12 %, lemak 10 %, karbohidrat 1 % dan abu 11 %. Kuning telur adalah salah satu komponen yang mengandung nutrisi terbanyak dalam telur. Kuning telur mengandung air sekitar 48 % dan lemak 33 %. Kuning telur juga mengandung vitamin, mineral, pigmen dan kolesterol. Putih telur terdiri atas protein, terutama lisosin yang memiliki kemampuan anti bakteri untuk membantu mengurangi kerusakan telur (Akoso, 2000).
Kerabang telur atau egg shell mempunyai dua lapisan yaitu spongy layer dan mamillary layer yang terbungkus oleh lapisan lendir berupa kutikula. Lapisan luar terbentuk dari kalsium, phosphor dan vitamin D yang merupakan lapisan paling keras yang berfungsi melindungi semua bagian telur. Tebal tipisnya kerabang telur tergantung pada jumlah kalsium yang terdapat pada pakan. (Stadellman et al., 1995).
Putih telur atau albumen mempunyai proporsi yang tinggi dalam komposisi telur mencapai 60 % dari total berat telur. Persentasi putih telur pada ayam petelur bervariasi secara keseluruhan tergantung dari strain, umur ayam dan umur dari telur (Stadellman, 1995).
Kuning telur merupakan bagian yang paling penting bagi isi telur,sebab pada bagian inilah terdapat dan tempat tumbuh embrio hewan, khususnya pada telur yang telah dibuahi. Bagian kuning telur ini terbungkus semacam selaput tipis yang sangat kuat dan elastis yang disebut membrane vetelina. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap daripada putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin .(Stadellman, 1995).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan para ahli, misalnya Haryoto (1996), Muhammad Rasyaf (1990), dan Antonius Riyanto (2001), menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya CO2 yang terkandung di dalamnya sudah banyak yang keluar, sehingga derajat keasaman meningkat. Penguapan yang terjadi juga membuat bobot telur menyusut, dan putih telur menjadi lebih encer. Masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur juga akan merusak isi telur. Telur segar yang baik ditandai oleh bentuk kulitnya yang bagus, cukup tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi kuning telur di tengah-tengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah.(Anonim,2009)
2.3 Seleksi Telur Tetas
Anonym (2010). mengatakan Untuk mendapatkan telur telur yang bagus untuk di tetaskan harus di yakini bahwa telur- telur tersebut berasal dari induk induk ayam yang memenuhi syarat sebagai induk yang baik seperti:
1. Telah di Vaksinasi secara lengkap
2. Sehat
3. Mempunyai postur dan bentuk badan yang baik
4. Berasal dari galur murni
2.4. Fumigasi dan Mesin Penetasan Telur
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim et al., 1979).
Sebelum digunakan peralatan penetasan difumigasikan terlebih dahulu. Semua alat dicuci bersih dan disemprot dengan obat pembasmi hama. Juga bisa digunakan alkohol 70% untuk bahan penyemprot. Selanjutnya alat dikeringkan dan dimasukkan dalam ruang penetasan (Chan dan Zamrowi, 1993).
Alat pemanas dihidupkan dan diatur jarak penyetekan antara temperatur 99-1020F dengan cara mengatur jarak dengan memutar gagang pelatuk pada switch diantara regulator dengan switch. Setelah temperatur yang diinginkan tercapai (temperatur konstan), dibiarkan sampai satu jam sambil dikontrol (Soedjarwo, 1999). Begitu juga untuk kelembaban udara. Bak air diisi dengan air jangan sampai penuh dan dimasukkan ke dalam alat penetas. Diatur kelembabannya antara 55-60%. Pengaturan dilakukan dengan menambah atau mengurangi air dalam bak. Untuk lebih mudahnya biasanya bak diisi air 2/3 bagian dan dibiarkan sampai kelembaban konstan (Nuryati et al., 1998).
Telur biasanya tidak bisa langsung dapat dimasukkan ke dalam alat penetasan, mengingat ada periode tertentu untuk persiapan penetasan telur. Untuk itu diperlukan waktu penyimpanan sebelum penetasan. Masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari, karena penyimpanan yang melebihi waktu tersebut akan menurunkan prosentase penetasan telur tetas (Nesheim et al., 1979).
Kelembaban udara sangat penting mengingat untuk mempertahankan laju penguapan air di dalam telur. Akibat penguapan udara ini akan membesar kantung udara. Kelembaban udara dapat dilihat pada higrometer dan mengaturnya dengan cara menambah atau mengurangi air di dalam bak air. Pada kerabang telur terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran gas. Oleh karena itu untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65-70%. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70% (Shanawany, 1994).
2.5 Proses Penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Telur yang digunakan adalah telur tetas, yang merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit, bukan dari peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna et al., 2005).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Dalam proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di banding dengan penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Penetas ( pemanas dari listrik ) yang menggunakan tenaga listrik dilengkapi dengan lampu pijar dan seperangkat alat yang disebut termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur suhu di dalam ruangan penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita tentukan, maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar menjadi mati. Demikian suhu udara di dalam mesin tetas tetap stabil. Apabila dengan waktu tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah, maka termostat bekerja kembali untuk menyambung arus dan lampu pijar menyala pula (Marhiyanto, 2000 ).
Menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65 – 70 %. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70 %. Cara lain dengan melihat pada kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca terdapat butir-butir air berarti kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca segera dilap sampai kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan.
2.6 Daya Tetas
Menurut Tri-Yuwanta (1983), fertilitas adalah perbandingan antara telur fertil dengan telur yang ditetaskan dan dinyatakan dalam persen. Mortalitas adalah jumlah embrio yang mati selama proses penetasan dan dinyatakan dalam persen. Daya tetas adalah jumlah telur yang menetas dari sekelompok telur fertil yang dinyatakan dalam persen. Daya tetas menurut Shanaway (1994), dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
Berat telur: Berat telur yang terlalu besar atau terlalu kecil menyebabkan menurunya daya tetas. Berat telur yang ditetaskan harus seragam dengan bangsa dan tipenya.
Penyimpanan telur: Penyimpan paling lama 1 minggu. Penyimpanan diatas 4 hari menyebabkan Daya tetas menurun sebesar 25 % setiap hari. Untuk telur baru, penyimpanan pada temperatur 21-230C menyebabkan physiological zero, artinya embrio dalam kondisi tidak mengalami pertumbuhan. Temperatur optimum, untuk penyimpanan telur adalah sebesar 16-18 0C dengan RH 75-80%.
Tempeteratur: Temperatur optimuim pada permukaan atas telur 39-39,5 0C.
Kelembaban: Kelembaban yang trepat membantu agar pertumbuhan embrio sempurna dan normal. Kelembaban yang optimal adalah sebesaqr 65-70%.
Ventilasi: Ventilasi berfungsi untuk distribusi panas dan kelembaban mengeluarkan CO2 dan suplai O2. kelembaban minimal sebesar 18%.
Posisi dan Pemutaran telur: Berfungsi untuk meratakan panas serta menjaga agar embrio tidak menempel pada kerabang telur. Setiap pemutaran germinal disc akan bersentuhan dengan nutrien yang segar. Tanpa pemutaran kekurangan nutien dan oksigen.
Nutrisi induk: Defisiensi pada induk dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan menyebabkan kematian embrio.
Kesehatan Induk: Apabila induk tidak sehat maka dapat mengganggu transfer nutrien ke dalam telur, sehingga embrio kekurangan nutrien. Akibat selanjutnya dapat menurunkan daya tetas.
Infeksi bakteri/ virus: Infeksi bakteri/virus pada telur dapat menyebabkan kematian embrio.
2.7 Day Old Chick (DOC)
DOC(day old chick), anak yam umur 1 hari sangat menentukan keberhasilan usaha ternak ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang sangat penting. Menurut Setiawan (2010) DOC yang baik ditandai dengan kriteria sebagai berikut :
Berat badan memenuhi berat ideal, yaitu 35 g atau sesuai berat badan standar, yaitu tidak kurang dari 32 g. Berat badan DOC berkorelasi positif terhadap laju pertumbuhan ayam.
Berperilaku gesit, lincah, dan aktif mencari makan. Jika dipegang akan bereaksi, kotoran tidak lengket di dubur.
Posisi dalam kelompok selalu tersebar.
Rongga perut elastis, pusar kering tertutup bulu kapas yang halus, lembut dan mengkilap.
Mata bulat dan cerah.
Pada 24 jam pertama setelah menetas maka anak ayam masih dibiarkan di dalam alat penetasan dan tidak diberi makan. Hal ini disebabkan di dalam tubuh DOC masih ada persediaan makanan pada yolk. Biarkan cangkang pada tempatnya, karena berguna untuk melatih anak ayam mematuk dan menimbulkan rangsangan makan, karena terdapat sisa-sisa makanan dalam cangkang tersebut (Chan dan Zamrowi, 1993).
Setelah semua telur menetas dan berada 24 jam dalam mesin tetas maka anak ayam diambil dan dilakukan seleksi anak ayam. Selain itu dilakukan aktivitas lain seperti penmotongan paruh, vaksinasi marek untuk ayam layer, packing (pengemasan DOC) ke dalam box, dan penyimpanan sementara sampai anak ayam dikirim ke peternakan (Sudaryani dan Santosa, 2000).
III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA
3.1 Alat
Mesin Tetas, berfungsi sebagai tempat berlangsungnya penentasan telur.
Cawan Petridis, berfungsi sebagai wadah KmnO4.
Labu Erlenmeyer, berfungsi sebagai wadah formalin ataupun bahan kimia.
Timbangan O'haus, berfungsi sebagai timbangan.
Meteran, berfungsi sebagai alat ukur mesin tetas.
Egg tray, berfungsi sebagai media vertical drain dalam mempercepat proses konsolidasi padan tanah lunak.
Timbangan O'haus, berfungsi sebagai timbangan.
Candler, berfungsi sebagai tempat telur yang terbuat dari bahan besi.
3.2 Bahan
KMnO4
Formalin 40%
Telur tetas unggas darat ( ayam )
Telur tetas unggas air
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Mesin Tetas
Pengaturan suhu dilakukan dengan cara mengatur sekrup pada thermoregulator yang disesuiakan dengan suhu pada thermoregulator yang terdapat dalam mesin tetas.
Putaran sekrup searah jarum jam mengakibatkan penurunan suhu, dan begitu pula sebaliknya. Sekrup ini berfungsi untuk menahan kawat dalam pipa besi yang berhubungan dengan kapsul.
Pemutaran sekrup dilakukan dengan hati-hati, karena bila rotasi putaran sekrup terlalu banyak baik searah putaran maupun berlawanan dengan jarum jam akan menyebabkan temperatur dalam mesin tetas terlalu rendah ataupun terlalu rendah.
Mula- mula panas yang di salurkan ke dalam mesin tetas yang berasal dari kawat nikelin akan mengembangkan kapsuldan mendorong besi dalam selang besi, sehingga tangkai thermoregulator terangkat keatas menyebabkan terputusnya aliran listrik dan panas yang dihantarkan kawat nikelin terputus pula.
Begitu juga dengan lampu tempel, udara panas yang dialirkan melalui pipa seng masuk kedalam ruang mesin tetas. Sehingga kapsul mengembang serta mendorong kawat dalam pipa besi yang mengakibatkan tangkai thermoregulator terangkat keatas dan tutup seng terangkat. Dengan demikian sebagian panas dari lampu tempel dibuang keluar, dan begitu juga sebaliknya.
3.3.2 Fumigasi Mesin Tetas
Ukur volume mesin tetas degan meteran yaitu panjang, lebar, dan tinggi dari mesin tetas bagian dalam. Selanjutnya nilai volume yang saudara dapatkan konversikan pada tabel 1.2.
Tutup semua ventilasi pada mesin tetas dengan menggunakan kertas bekas.
Timbang KMnO4, dan formalin 40% sesuai dengan volume mesin tetas pada konsentrasi 3 kali.
Hitung kebutuhan KMnO4, dengan neraca O'haus sesuai dengan perhitungan yang saudara dapatkan, setelah itu tempatkan KMnO4 pada cawan petridis.
Ukur volume formalin 40% dengan menggunakan gelas ukur sesuai dengan perhitungan yang saudara dapatkan. Lalu masukkan cairan formalin 40% kedalam labu erlenmeyer secara hati – hati kedalam cawan petridis.
Tempatkan cawan petridis yang berisi KMnO4pada tempat peyimpanan telur tetas dalam mesin tetas lalu tuangkan larutan formalin 40% yang terdapat dalam labu erlenmeyer
Tutup pintu mesin tetas dengan segera agar gas yang timbul tidak sampai ke luar dari dalam mesin tetas.
3.3.3 Seleksi Telur Tetas
Lakukan pencucian pada telur – telur yang kotor menggunakan air hangat dilap dengan tisue.
Setelah kering candling telur untuk melihat keadaan kerabang. Bila terdapat retak maupun yang retak halus pada kerabang telur, pisahkan telur tersebut jangan di tetaskan.
Berikan tanda huruf A pada kulit telur bagian atas dan huruf B pada kulit telur bagian bawah, serta berikan penomoran angka secara berurut pada masing - masing telur.
Timbang bobot telur tetas dan catat beratnya sesuaidengan nomor urut telur.
Ukur panjang dan lebar atau diameter telur dengan menggunakan jangka sorong untuk menentukan bentuk telur.
3.3.4 Penetasan Telur Tetas
Setelah telur diseleksi dan difumigasi, susun telur secara horizontal pada rak telur mesin tetas.
Masukkan rak telur dan tutup pintu mesin tetas. Atur kondisi temperatur dalam mesin tetas antara 98 - 102 , dengan cara memutar sekrup pada bagian thermoregulator.
Hari pertama sampai dengan hari ketiga tidak usah diputar dan baru diputar pada hari ke empat. Pemutaran dilakukan pada hari ke empat sampai dengan berakhirnya periode setter.
Pembasahan telur hanya dilakukan pada telur saja dengan cara disemprot secara merata dengan air. Untuk penyemprotan sampai hari ke – 14 cukup satu kali ( pukul 14.00 ), sedangkan untuk hari ke – 15 sampai hari ke – 27 ( menetas ) 2 kali.
Pembasahan telur itik dilakukan sesudah pemutaran.
Catat setiap harinya pada lembaran yang telah disediakan yaitu nama dan npm yang bertugas, tanda tangan, kelompok, suhu, dan kejadian yang diluar dugaan.
Perhatikan baik air untuk kelembaban, jangan sampai kering. Isi bak air anatara ½ sampai ¾ bagian wadah.
Apabila terjadi mati listrik, saudara siapkan penyalaan lampu tempel dan tunggu sampai suhu penetasan tercapai. Catat juga lamanya listrik mati.
Catat kejadian – kejadian selama penetasan berlangsung dalam tabel pengamatan penetasan telur pada kolom keterangan.
Hitung persentase fertilitas pada hari ke- 7 dan persentase daya tetas.
IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Fumigasi mesin tetas
Perhitungan :
Panjang mesin tetas = 52 cm3 = 0.52 m3
Lebar mesin tetas = 54 cm3 = 0.54 m3
Tinggi mesin tetas = 30 cm3 = 0.3 m3
Volume mesin tetas = 0.52 x 0.54 x 0.3 = 0.084 m3
Kebutuhan KMNO4 = (0.084/2.83) x 60 = 1.78
Kebutuhan formalin 40% = 3.56
Tabel pengamatan fumigasi mesin tetas
Nomor mesin tetas
Volume ruangan (cm3)
Kekuatan fumigasi (kali)
Dosis fumigasi
Lama waktu fumigasi (menit)
KMnO4 (g)
Formalin 40% (l)
2
84240
3
478
3.56
20
Seleksi telur tetas dan Perkembangan embrio
Tabel seleksi telur itik
No
Berat telur (g)
Panjang (cm)
Diameter (cm)
Bentuk
Kebersihan
Keutuhan
Shape index
1
47.4
4.97
4.12
Bulat
Sedikit bercak
Sound
82.89
2
45.6
5.09
3.98
Bulat
Bercak putih
Sound
78.19
3
52.3
5.35
4.17
Bulat
Bersih
Sound
77.94
4
46.2
5.25
3.96
Ovoid
Bersih
Sound
75.43
5
45.8
5.02
4.05
Bulat
Bersih
Sound
80.67
6
49.7
5.34
4.08
Ovoid
Pucat putih
Sound
76.40
7
45.1
4.91
4.02
Bulat
Bersih
Sound
81.87
8
35.5
5.00
3.63
Ovoid
Bintik hitam
Sound
72.6
9
35.2
4.73
3.65
Ovoid
Bersih
Sound
76.53
10
36.6
4.74
3.73
Bulat
Bersih
Sound
78.69
11
51.1
5.44
4.05
Ovoid
Bercak
Sound
74.44
12
43.4
5.23
3.90
Ovoid
Bintik putih
Sound
74.57
13
48.4
5.15
4.08
Bulat
Bersih
Sound
79.22
14
40.6
4.80
3.84
Bulat
Bercak hitam
Sound
80.00
15
45.6
5.28
3.97
Ovoid
Bersih
Sound
75.19
16
47.1
5.40
3.97
Ovoid
Sedikit kotor
Sound
73.52
17
43.1
5.11
3.87
Ovoid
bercak
Sound
75.73
18
52.3
5.54
4.10
Ovoid
Bintik hitam
Sound
74.01
19
42.9
5.10
3.88
Ovoid
Bintik hitam
Sound
76.08
20
46.8
5.18
4.00
Bulat
Bersih
Sound
77.22
21
34.4
4.64
3.64
Bulat
Bersih
Sound
78.85
22
58.7
5.56
4.40
Bulat
Bersih
Sound
79.14
23
39.1
5.24
3.65
Ovoid
Bintik-bintik
Sound
69.65
24
47.5
5.27
3.96
Ovoid
Bersih
Sound
75.14
25
46.2
5.30
3.90
Ovoid
Bersih
Sound
73.58
26
48.0
5.30
4.03
Ovoid
Ada noda
Sound
76.04
27
47.0
5.12
4.08
Bulat
Sedikit kotor
Sound
79.69
28
46.1
5.40
3.84
Ovoid
Bersih
Sound
71.11
29
42.4
5.15
3.84
Ovoid
Kotor
Sound
74.56
30
35.6
4.85
3.63
Ovoid
Bercak
Sound
74.84
31
38.7
5.07
3.85
Ovoid
Kotor
Sound
72.94
32
41.4
5.24
3.84
Ovoid
Bintik hitam
Sound
73.28
Tabel perkembangan embrio
No telur
Infertil
Fertil
Hidup
Mati
1
X
2
X
3
X
X
4
X
5
X
6
X
7
X
X
8
X
9
X
10
X
11
X
12
X
13
X
X
14
X
15
X
16
x
17
X
18
X
X
X
19
X
20
X
X
21
X
X
22
X
23
X
24
X
25
X
26
X
27
X
28
X
29
X
30
X
31
X
32
X
33
X
34
X
35
X
36
X
37
X
38
X
39
X
40
X
41
X
42
X
43
X
44
X
45
X
46
X
47
X
48
X
49
50
Telur fertile = 6 butir
Telur hidup = 1 butir
Fertilitas = 6/50 x 100% = 12%
Daya hidup 1 = 1/50 x 100% = 2%
Daya hidup 2 = 1/6 x 100% = 16.67%
PEMBAHASAN
4.2.1 Fumigasi Telur Tetas
Fumigasi telur tetas dan mesin tetas dilakukan agar mikroorganisme yang dapat mengganggu dalam proses penetasan dapat dihilangkan sehingga kebusukan telur ataupun gangguan lainnya dapat diminimalisir. Pada praktikum ini fumigasi telur tetas hanya dilakukan dengan cara membersihkan kulit kerabang menggunakan lap basah dan dikeringkan dengan tissue. Sedangkan pada fumigasi mesin tetas digunakan KmnO4 dan formalin 40% dengan perbandingan 1 : 2. Dosis Kmno4 dan formalin 40% yang dibutuhkan pada volume mesin tetas 8420 cm3, yaitu 1,78 g Kmno4, kekuatan fumigasi 3 dan 3,56 ml formalin 40% selama 20 menit lama waktu fumigasi.
Karena Fumigasi bertujuan untuk meminimalis dan mensterilisasi pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada telur terutama kerabang telur dan peralatan pengangkutan seperti tray dan troly sebelum masuk ruang penyimpanan telur colling room. Gas yang terbentuk dari reaksiformalin dan forcent dalam ruangan diratakan dengan kipas dengan tujuan agar dapat menjangkau seluruh sudut dan sela-sela telur di dalam ruang. Hal ini sesuai dengan pendapat (Frandson, R.D. 1993 2008) yang menyatakan bahwa fumigasi yaitu dua bagian larutan formalin dalam mililiter dicampur dengan kristal KmnO4 dalam gram. Pada penetasan secara modern untuk usaha komersial (hatchery), dosis fumigasi ini disesuaikan dengan besarkecilnya ruangan dan tujuannya.
Fumigasi dilakukan dengan menggunakan campuran formalin dan Kalium permanganat (PK), perbandingannya 40 ml formalin dan 20 gram PK untuk setiap 2,83 m3. Proses fumigasi berlangsung selama 15-20 menit. Dosis diatas bisa ditambah menjadi 2-3 kali dari standar yang ada. Namun, biasanya menggunakan dosis double. Sanitasi bisa dilakukan dengan menyemprot telur tetas menggunakan disinfektan seperti golongan quaternary ammonium coumpound atau dioksida klorin (ozone/O3).
Fumigasi atau desinfeksi pada telur tetas sebaiknya dilakukan sekitar 2 jam setelah keluar dari induk (Heath, E. dan S. Olusanya. 1988). Telur tetas yang pecah atau telur yang tercemar oleh feses sebaiknya diafkirkan saja. Jika telur yang tercemar pecah selama inkubasi, maka isinya akan merupakan sumber infeksi bagi telur lainnya, demikian juga bagi peralatan ataupun personil inkubatornya. Telur yang berasal dari kandang harus mendapat fumigasi awal, karena bibit penyakit yang menempel pada kerabang telur berjumlah sangat banyak karena terkena kotoran dari dalam kandang yang akan mengganggu persentase daya tetas telur. Telur tetas sebelum dimasukkan ke dalam ruang penyimpanan, diperlukan usaha untuk menghilangkan bibit penyakit yang menempel pada kerabang agar tidak mencemari telur dan unit penetasan. Cara Fumigasi: tuang KMnO4 atau biasa disebut PK ke dalam panci email (wadah), lalu tempatkan wadah tersebut di bawah telur, kemudian secara perlahan-lahan, tuangkan formalin ke dalam wadah tersebut. Secepatnya tutup ruangan tempat fumigasi (mesin tetas) karena campuran formalin dan KMnO4 akan menghasilkan gas yang pedih bila kena mata. Biarkan fumigasi berlangsung selama 20 menit. Buka pintu ruangan tempat fumigasi (mesin tetas). Terakhir telur siap ditetaskan.
4.2.2 Penetasan Telur Tetas
Penetasan telur unggas dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan. Cara alami yaitu dengan cara induk mengerami telurnya. Adapun, penetasan yang dilakukan dengan cara buatan yaitu dengan mesin tetas. Praktikan pun melakukan praktikum penetasan telur dengan menggunakan mesin tetas. Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim et al., 1979). Penetasan yang dilakukan dengan mesin tetas memiliki beberapa keunggulan seperti dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah yang banyak di waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta. 1983).
Sebelum telur dimasukan ke mesin tetas, praktikan membersihkan telur dari kotoran-kotoran yang menempel terlebih dahulu telur yang dimasukan ke mesin tetas tidak terkontaminasi oleh bakteri yang ada di feses. Lalu, telur diteropong menggunakan candling untuk menyeleksi telur ferti dan infertil, telur fertil ketika dilakukan proses candling akan terlihat bintik hitam. Setiap telur diberi nomor agar memudahkan dalam hal pendataan. Setelah itu, telur diukur tinggi dan lebarnya menggunakan mikrometer sekrup serta dilihat bentuk nya. Telur dengan bentuk bulat ataupun terlalu lonjong merupakan telur abnormal yang mengakibatkan posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Lalu, praktikan mencatat hasil ukuran dari setiap telur. Praktikan menuliskan huruf A dan B di kedua sisi telur. Hal tersebut dilakukan agar memudahkan praktikan ketika membalik-balikan telur.
Tahap selanjutnya adalah memasukan telur setelah mesin tetas telah siap. Pastikan bak air di mesin tetas telah terisi 2/3 bak dan suhu di dalam mesin tetas 37,5 - 38 C. Pada praktikum yang dilakukan, total telur yang ditaruh di mesin teteas oleh praktikan adalah 32 butir. Telur dimasukan dengan sisi A berada di atasnya.
Selama fase setter, yaitu 19 hari, ada beberapa perlakuan terhadap proses penetasan yang dilakukan oleh praktikan seperti mebalikan telur ke sisi satunya sehari sekali, mempertahankan suhu mesin tetas pada temperatur 37,5 - 38 C, mempertahankan kelembaban di angka 50 – 65% dengan cara menambahkan bak air di dalam mesin tetas jika air kurang dari 2/3 bak. Sedangkan selama fase hatcher, ada beberapa perlakuan berbeda yang dilakukan praktikan seperti mempertahankan suhu mesin tetas pada temperatur 35 – 36,5 C, tidak membalikan telur lagi dan mempertahankan kelembaban di angka 70%.
Setelah telur ditaruh di mesin tetas, pada hari ke-7 dilakukan pengecekan fertilitas telur dengan melakukan candling. Adapun, hasil yang didapat pada pengecekan hari ke-7 tersebut adalah semua telur yang berjumlah 32 butir dinyatakan infertil. Faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah human error. Praktikan yang mendapatkan jadwal piket pada tujuh hari awal belum terlalu mengerti cara kerja mesin tetas yang digunakan sehingga suhu mesin tetas mencapai 40 C pada beberapa hari terakhir. Suhu yang terlalu panas tersebut menyebabkan telur yang ditetaskan menjadi infertil.
Akhirnya, penetasan diulang kembali karena seluruh telur infertil. Telur yang dimasukan kembali di mesin tetas oleh praktikan berjumlah 31 butir. Pada hari ke-7, kembali dilakukan pengecekan ulang fertilitas telur dan hasil yang didapatkan adalah 5 telur dinyatakan fertil dan sisanya sebanyak 26 butir merupakan telur infertil. Kemudian, pada hari ke-14 dilakukan pengecekan fertilitas telur kembali dan hasil yang didapatkan adalah telur yang fertil hanya satu butir, sedangkan 4 butir sisanya merupakan telur infertil.
Jadi, telur yang fertil hanya tersisa satu butir hingga saat ini. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, seperti suhu yang terlalu tinggi, kelembaban yang kurang ataupun berlebihan hingga telur yang memiliki kualitas kurang baik.
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada dasarnya bentuk pemasaran ternak unggas, yaitu dalam bentuk hidup dan dalam bentuk yang sudah diproses (karkas). Jenis karkaspun berbeda-beda sesuai dengan organ ayam yang ikut serta dalam penjualan atau pemasaran karkas, dressed carcas yaitu karkas tanpa bulu dan darah biasanya setelah flucking. Ada juga yang di sebut karkas kosong yaitu dressed karkas setelah mengalami proses evisceration. Kualitas ayam hidup dan karkas dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang dapat di klasifikasikan kedalam beberapa kelas A, B, dan C.
Grade terendah menjadi indikator untuk grade yang lain walaupun rata-rata dari kualitas karkas lebih tinggi. Sebelum ayam siap dipasarkan dalam bentuk karkas ayam harus mengalami serangkaian proses karkassing dan uji grade agar sesuai dengan keinginan konsumen.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati agar mendapatkan data yang valid, serta bisa lebih teliti dan pedu
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T., 2000. Perlindungan Masyarakat Veteriner dan Pengembangan Produk Hewani. In Rapat Koordinasi dan Konsultasi Penyusunan Program Proyek T.A 2000. Jakarta.
Anonim,2009. http://smp2talun.wordpress.com/2008/04/25/pengaruhpemberianminyakterhadapkualitas telur.htm Di akses pada tanggal 19 Oktober 2016 pada pukul 15.50 WIB
Anonym,2010.
Tips menetaskan telur. http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/tips_tetas.htm. Di akses pada tanggal 19 Oktober 2016 pada pukul 15.42 WIB
Chan, H. dan M. Zamrowi. 1993. Pemeliharaan dan Cara Pembibitan Ayam Petelur. Penerbit Andes Utama. Jakarta.
Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi dan Telur Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung. Laporan Hasil Penelitian.
Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta: Kanisius.
Marhiyanto, B. 2000. Suksses Beternak Ayam Arab. Difa Publiser. Jakarta.
Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger, Philadelphia.
Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamin dan P. S. Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta
Riyanto, Antonius. 2001. Sukseskan Menetaskan Telur Ayam. Jakarta: Andromedia Pustaka
Setiawan, Iwan. 2010. Tipe DOC (Day Old Chick). http://centralunggas.blogspot.com/2010/01/tipe-doc-day-old-chick.html. Di download pada tanggal 12 Juni 2011.
Shanawany. 1994. Quail Production Systems. FAO of The United Nations. Rome.
Soedjarwo, E. 1999. Membuat Mesin Tetas Sederhana. Penebar Swadaya. Jakarta.
Stadellman, W.J. dan O.J. Cotteril, 1995. Egg Science and Technology. 4th ed. teh Avi Publishing Co. Inc. New York.
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2000. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudaryani dan Samosir. 2003. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., Umiyati, a., dan Ruhyat, K., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tri-Yuwanta. 1983. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.