31
Tanggal Praktikum : 7 April 2014
PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL PERTAMAX PLUS
MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI GAS (GC)
TUJUAN PRAKTIKUM
Mengenal cara pengoperasian instrumen GC.
Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif.
Menentukan beberapa komponen dalam sampel pertamax plus.
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi adalah metode pemisahan yang berkaitan dengan perbedaan dalam keseimbangan distribusi dari komponen-komponen sampel di antara dua fase yang berbeda, yaitu fase bergerak dan fase diam. Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fasa gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau gas pembawa yang inert.
Fase gerak / mobile phase (m)Fase gerak / mobile phase (m)
Fase gerak / mobile phase (m)
Fase gerak / mobile phase (m)
Fase diam / mobile stationary (m)Fase diam / mobile stationary (m)
Fase diam / mobile stationary (m)
Fase diam / mobile stationary (m)
Gambar 1. Distribusi komponen A, B, dan C pada fase diam dan fase gerak
Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, ada dua klasifikasi dalam kromatografi, yaitu : kromatografi gas dan kromatografi cairan. Jenis kromatografi gas meliputi kromatografi gas-cair (KGC) yang biasa disebut kromatografi gas (GC) dan kromatografi gas-padat (KGP). Untuk KGC fasa diamnya berupa sautu cairan bertitik didih tinggi dan proses serapannya lebih banyak berupa partisi. Sedangkan untuk KGP fasa diamnya berupa padatan dan adsorpsi memainkan peranan utama. Aplikasi KGP sangat terbatas karena aktifnya retensi semipermanen atau molekul polar dan beberapa tailing puncak elusi.
Kromatografi gas banyak digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif. Keuntungan – keuntungan dari kromatografi gas antara lain :
Kromatografi Gas akan memisahkan campuran-campuran yang mengandung banyak komponen dengan perbedaan titik didih rendah.
Analisis cepat (biasanya 10 -15 menit).
Sensitif
Volume yang diperlukan sangat kecil ( 1 – 10 µl )
Bisa dipakai untuk menganalisis berbagai macam campuran, hidrokarbon, obat, pestisida, gas-gas dan steroid-steroid
Mudah dioperasikan dan tekniknya terpercaya.
Baik pada analisa kualitatif dan kuantitatif
Mekanisme Kerja Kromatografi Gas :
Gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntik ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan di bawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan.
Gambar 2. Skema Sistem Kromatografi Gas
Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Bila suatu kromatogafi terdiri dari 5 peak maka terdapat 5 senyawa atau 5 komponen dalam cuplikan tersebut. Sedangkan luas peak bergantung pada kauntitas suatu komponen dalam campuran. Karena peak-peak dalam kromatogram berupa segitiga maka luasnya dapat dihitung berdasarkan tinggi dan lebar peak tersebut.
Instrumentasi Kromatografi Gas
Gas Pembawa dan Pengendali Aliran
Gas pembawa dipasok dari tangki melalui pengatur tekanan. Karena gas disimpan dalam tabung bertekanan tinggi maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara cepat membawa komponen-komponen campuran. Pemilihan gas pembawa harus disesuaikan dengan detektor yang digunakan. Gas pembawa yang sering kali digunakan adalah N2, He, H2, dan Ar.
Kecepatan aliran normalnya dikontrol oleh dua regulator tekanan pada silinder gas dan beberapa regulator tekanan atau regulator aliran tercatat dalam kromatogram. Tekanan yag dipakai biasanya memiliki rentang dari 10 – 50 psi di atas tekanan ruangan dengan kecaptan alir 25 sampai 150 ml/menit dengan kolom kemasan dan 1-25 ml/menit dengan kolom tabung kapiler
Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak kolom secara perlahan karena fasa diam bereaksi dengan kotoran tersebut. Oleh karena itu, gas berkualitas tinggi harus digunakan untuk merawat kolom dari kerusakan. Untuk menghilangkan kotoran dalam gas pembawa, biasanya gas dialirkan melalui saringan yang disebut molecular serve untuk menghilangkan air dan hidrokarbon.
Pemilihan Fasa Gerak
Gas Pembawa sebagai fase gerak akan membawa komponen sampel melalui kolom menuju detektor. Gas pembawa harus inert, kering dan murni. Pemilihan gas pembawa ini tergantung pada detektor yang digunakan, ketersediaan, keamanan dan biaya. Gas pembawa yang umum digunakan adalah nitrogen, hidrogen, helium dan argon. Pemilihan gas pembawa ini tidak mempengaruhi selektivitas. Namun dapat mempengaruhi resolusi sebagai hasil dari perbedaan laju difusi dan dapat mempengaruhi waktu analisis karena kecepatan optimum gas pembawa akan berkurang sesuai dengan pengurangan difusitas bahan terlarut.
Untuk kolom kemasan konvensional dengan panjang normal dan didukung oleh rata-rata partikel kemasan ukuran kecil perlu dilakukan pemilihan gas pembawa. Untuk kolom berbentuk pipa terbuka grafik Van Deemter menunjukkan secara jelas pilihan untuk hidrogen yang diikuti oleh helium. Sedangkan nitrogen menunjukkan ketinggian plat yang lebih rendah dan ini terjadi pada aliran yang sangat rendah sehingga akan menyebabkan waktu analisis lebih lama. Kerugian utama menggunakan hirogen adalah kemungkinan terjadinya ledakan. Alternatif yang baik untuk kolom berbentuk pipa terbuka adalah helium.
Injektor (Pemasukan Cuplikan)
Ada berbagai cara sampel dimasukkan ke dalam kolom. Sebagian besar kromatografi gas dilengkapi dengan jenis injektor yang bisa memasukkan cairan langsung ke dalam kolom menggunakan jarum suntik. Tipe injektor yang digunakan tergantung jenis kolom yang dipakai.
Cuplikan yang dimasukan dapat berupa cairan, padatan, atau gas asalkan cuplikan mudah menguap pada suhu di tempat pemasukan cuplikan dan stabil (tidak rusa pada kondisi operasional). Ditempat pemasukan cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat diatur untuk menguapkan cuplikan. Suhu tempat penyuntikan cuplikan biasanya sekitar 50°C di atas titik didih cuplikan.
Untuk mendapatkan efisiensi dan resolusi sebaik mungkin, sampel dimasukan ke dalam aliran gas dalam jumlah yang sedikit mungkin dan dalam waktu yang secepat mungkin. Jika perlu sampel cairan harus diencerkan dan sampel padat harus diubah ke dalam bentuk larutannya. Banyaknya sampel yang dimasukan kira-kira 0,1µl sampai dengan 10 µl.
Metode injeksi pada Gas Chromatograohy (GC) tediri dari tiga cara pada proses penginkesiannya, anatara lain :
Split Injection
Split injeksi adalah salah satu metode injeksi pada kromatografi gas yang paling tua, paling sederhana dan mudah untuk menggunakan teknik injeksi. Prosedur yang melibatkan menginjeksi sampel dengan syringe ke dalam port injeksi panas melalui karet septum. Sampel yang diinjeksikan lebih cepat menguap dan hanya sebagian kecil dan biasanya 1-2% dari uap sampel yang masuk ke kolom. Suhu dalam injeksi port mencapai 350°C.
Pada metode split injeksi, sisa dari sampel akan menguap dan besar aliran gas pembawa akan membagikan melalui split atau katup pembersihan. Bagian dari sampel/pembawa campuran gas di ruang injeksi akan habis melalui lubang angin yang terbelah. Metode split ini lebih disukai ketika bekerja untuk menganalisis suatu sampel dengan konsentrasi tinggi (> 0,1%). Beda dengan metode Splitless yang paling cocok dengan konsentrasi rendah (0,01%).
Gambar 3. Injektor split
Splitless Injection
Metode Splitless Injection, sampel diinjeksikan kemudian diuapkan dalam injektor panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup. Suhu pada injektor dalam metode ini mencapai 220°C. Sampel akan menguap dan perlahan-lahan terbawa ke arah kolom dengan aliran laju sekitar 1 ml/menit.
Gambar 4. Ijektor splitless
ON-Column Injection
Metode ON-Column Injection, ujung split dimasukan ke dalam kolom. Teknik ini digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguao, dikarenakan jika penyuntikan melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu tinggi.
Gambar 5. Injektor ON-Column
Kolom
Kolom merupakan tempat berlangsungnya pemisahan komponen campuran. Kolom ini terdiri dari kumparan pipa kawat yang terbuat dari baja tahan karat, tembaga, nikel, kaca atau kwarsa. Isi kolom terdiri dari padatan pendukun dan fasa cairan. Sebagai padatan pendukung biasanya digunakan tanah diatom yang mempunyai pori 1 mm dengan luas permukaan 20 m2/g. Sebelum digunakan tanah diatom ini harus diproses terlebih dahulu dengan cara di cetak seperti bata, dipanaskan dalam tanur, digerus sampai halus dan akhirnya disaring dengan ukuran mesh tertentu. Bahan yang dihasilkan diperdagangkan dengan nama Chromosorb-P, Chromosorb-W, dan Chromosorb-G.
Gambar 6. Fotomikrograf diatom perbesaran 5000x
Dikenal dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas yaitu kolom pak dan kolom terbuka. Kolom merupakan tempat terjadinya pemisahan dari komponen analit yang akan dianalisis.
Kolom pak
Panjang kolom pak bervariasi dari 2-3 m, diameter 2-4 mm. Biasanya terbuat dari silika atau stainless steel, glass dan teflon. Kolom diisi dengan serbuk zat padat halus atau zat pendukung yang dilapisi zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis kolom ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak.
Gambar7. Kolom pak
Kolom kapiler
Kolom kapiler lebih kecil dan panjang daripada kolom pak. Umumnya terbuat dari gelas berbahan dasar silika yang mempunyai sedikit gugus silamol (Si-O-H). Diameter kolom terbuka berkisaran antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar 13-100m. Dengan semakin panjang kolom diharapkan kolom akan lebih efisien dan perbedaan waktu retensi senyawa satu dan yang lainnya akan bertambah sehingga selektivitas meningkat (memberikan resolusi tinggi).
Gambar 8. Kolom kapiler
Jenis-jenis kolom kapiler
Gambar 9. Jenis-jenis kolom kapiler
Wall-coated open tubular column (wcot), fasa diam cairan kental dilapiskan secara merata pada dinding dalam kolom.
Support-coated open tubular column (scot), partikel zat padat pendukung seperti
silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom. Partikel pendukung ini terlebih dahulu dilapisi zat cair kental sebagai fas diam untuk meningkatkan luas permukaan. Dengan bertambahnya luas permukaan berarti jenis scot mempunyai volume fasa diam yang lebih besar daripada wcot. Dengan kata lain jenis scot ini cocok untuk analisis renik (konsentrasi analit yang sangat kecil). Rancangan jenis kedua ini, lebih disukai.
Porous-layer open tubular column (plot), partikel zat padat yang ditempelkan pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam
Termostat
Suhu kolom adalah variabel penting yang harus dikontrol hingga beberapa puluhan derajat pada pengerjaan yang perlu teliti. Kolom biasanya disimpan di dalam open bertermostat. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derjat pemisahan yang diperlukan. Secara kasar, suhu sama dengan atau sedikit di atas titik didih cuplikan menghasilkan waktu emulsi yang baik (2 sampai 30 menit)
Gambar 10. Termostat/Oven pada GC
Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan pada temperatur konstan).
Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh "bleed" dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan 30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional).
Operasi temperatur terprogram (TPGC)
Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan alirangas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan "bleed".
Detektor
Untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari kolom ,diperlukan alat pendeteksi. Pada kolom kapiler penambahan gas (make up gas) digunakan untuk menghilangkan komponen yang terpisah dari bagian akhir kolom ke dalam detektor untuk mengurangi efek "dead volume" dan kecepatan aliran yang rendah. Sebuah detektor yang ideal seharusnya:
Mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk mengenali unsur dalam bentuk gas. (1 volume terlarut : 1000 volume pelarut)
Mempunyai respon yang linear terhadap jumlah unsur dengan cakupan yang luas.
Tidak bergantung pada kondisi operasi, seperti : kecepatan alir.
Mempunyai stabilitas baseline yang baik.
Mudah perawatannya
Mempunyai volume internal yang kecil (resolusi puncak)
Mempunyai respon yang cepat untuk menghindari gugusanpuncak
Murah dan dapat dipercaya
Jenis-jenis detektor dapat diklasifikasikan menurut (a) kespesifikannya; (v) pengaruhnya terhadap cuplikan; (c) dan cara kerjanya.
Berdasarkan kespesifikannya, detektor yang hanya dapat mendeteksi beberapa jenis senyawa saja disebut detektror spesifik. Contoh detektor jenis ini adalah detektor tangkapan elektron (DTE atau ECD = Electron Capture Detector) dan detektor fotometri nyala (DFN atau FPD = Flame Photometric Detector). Sebaliknya detektor yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi hampir semua senyawa disebut detektor universal. Contoh detektor jenis ini adalah detektor hantaran panas (DHP atau TCD = Thermal Conductivity Detector) dan detektor ionisasi (DIN atau FID = Flame Ionization Detector)
Berdasarkan pengaruhnya terhadap cuplikan detektor diklasifikasikan menjadi detektor yang merusak cuplikan (destructive) dan detektor yang tidak merusak cuplikan (non destructive). Contoh detektor yang dapat merusak cuplikan adalah DIN, sedangkan detektor yang tidak merusak cuplikan misalnya DHP
Berdasarkan cara kerjanya:
DHP (Detektor Hantaran Panas) atau TCD (Thermal Conductivity Detector)
Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain yang suhunya lebih rendah. Kebanyakan thermal conductivity detector berisi kawat logam yang dipanaskan secara elektrik dan menjulang pada aliran gas. Ketika suatu unsur yang asing diperkenalkan ke dalam, temperatur dari kawat dan karenanya maka resistan kawat akan berubah. Masing-masing unsur mempunyai konduktivitas termal berbeda yang mengijinkan pendeteksian nya di aliran gas. Resistan elektrik adalah secara normal diukur oleh Wheatstone brigde circuit Pada detektor ini filamen harus dilindungi dari udara ketika filamen itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa. Secara teoritis keuntungannya tidak merusak komponen yang dideteksi.
Detektor TCD adalah universal, memberi respon terhadap semua senyawa kecuali gas pembawa itu sendiri. Digunakan secara luas untuk gas-gas ringan dan yang telah ditetapkan. Karena detektor FID tidak menghasilkan sinyal dengan sampel-sampel tersebut, maka juga digunakan untuk analisa air dan senyawa anorganik. Persyaratan detektor TCD memerlukan pengatur temperatur yang baik, pengatur aliran yang baik, gas pembawa murni dan power supply yang teratur. Gambar 11. Detektor TCD
DIN (Detektor Ionisasi Nyala) atau FID (Flame Ionization Detector)
Pada F.I.D, sumber ionisasi adalah pembakaran biasanya berasal dari hidrogen dan udara atau oksigen. Untuk sensitivitas maksimum kondisi pembakaran memerlukan optimisasi. Untuk menentukan volume gas yang tidak tertahan (waktu gas yang tertahan mis: puncak udara) digunakan methaneselama detektor tidak sensitif terhadap udara. FID ini sempurna dan mungkin merupakan detektor yang paling banyak digunakan. Bersifat sensitif dan digunakan secara ekstensif dengan kolom kapiler.
Senyawa
Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa organik (senyawa flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangan peka, dan linear ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti. Perlu diperhatikan kecepatan aliran O2 dan H2 (H2 +/- 30 mL/menit, O2 10 kalinya), serta suhu harus diatas 100°C untuk mencegah kondensasi uap air yang merusak DIN.
Gambar 12. Detektor FID
DTE (Detektor Tangkap Elektron) atau ECD ( Electron Capture Detector)
Electron capture detector beroperasi pada prinsip electrons attachments oleh molekul analit. Nitrogen sebagai gas pembawamengalir melalui detektor dan terionisasi oleh sumber elektron biasanya tritum yang teradsorbsi pada Titanium atau Scandium (TiH3, ScH3) atau Nickel 63( Ni63). Nitrogen terionisasi akan membentuk arus antar elektroda-elektroda.
Analit tertentu masuk ke detektor akan bereaksi dengan elektron-elektron untuk membentuk ion negatif.
Pada saat ini terjadi, arus akan berkurang sebagai respon negatif. Detektor akan sangat sensitif terhadap molekul yang mengandung atom-atom elektronegatif. ( N. O, S, F, Cl).
Detektor dapat dioperasikan dalam D.C. maupun mode pulsa dengan 1 us 50v. Mode pulsa terjadi pengumpulan elektron-elektron yang bergerak bukan ion negatif yang lebih lambat dan lebih berat, untuk menghasilkan sensitifitas yang lebih besar.Electron capture detectorsangat sensitif terhadap molekul tententu, seperti alkil halida, conjugated carboxyl, nitrit, nitrat, dan organometals. Tetapi tidak sensitif terhadap hydrocarbons, akcohols, ketones.
Sebagai akibat dari sensitivitasnya terhadap alkil halida, ECD ini telah digunakan secara ekstensif dalam analisa pestisida dan obat-obatan dimana alkil halida telah diderivatisasi. Pestisida tertentutelah terdeteksi pada sub picogram level. Karena tingginya sensitivitas, ECD ini telah digunakan secara ekstensif pada kolom kapiler.
Sumber-sumber radioaktif digunakan (kecuali Beckman) untuk mengawali respon ionisasi. Hal ini memerlukan ijin AEC di USA dan tindakan pencegahan khusus pada saat membersihkan atau mengganti detektor. Gas pembawa yang sangat bersih sangat dibutuhkan dan dalam model plat paralel gas pembawa khusus dan pulsed power supplysangat dianjurkan. Kalibrasi yang ekstensif dan kontinyu (terus-menerus) perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil kuantitatif. Gambar 13. Detektor ECD
DFN (Detektor Fotometri Nyala) atau FPD ( Flame Photometric Detector)
Flame Photometric Detector dapat melakukan pengukuran yang sensitif dan selektif terhadap senyawa yang mengandung sulphur atau phosphorus. Jenis S2* dan jenis HPO* yang dibentuk dalam pengurangan karakteristik bakar Chemiluminescene emision,bisa di ukur dari jenis ini, dengan photomultiplier tube. Filter optik dapat diganti dalam detektor untuk memperlihatkan cahaya 394 nm yang dihasilkan dari sulphur atau 526 nm untuk cahaya dariphosphorus.
Kolom effluen dicampur dengan oksigen dan dimasukkan dalam kelebihan hidrogen. (dalam beberapa desain, digunakan udara sebagi pengganti oksigen) yang mana memerlukan optimisasi.
Walaupun F.P.D. utamanya digunakan untuk P dan S, telah ditunjukkan bahwa dengan mengganti kondisi pembakaran, F.P.D. dapat memberi respon terhadap nitrogen, halogen, boron, chromium, solenium, tellurium, dan germanium.
Gambar 14. Detektor FPD
DNF (Detektor Nitrogen Fosfor)
Detektor ini selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600C). Elemen dapat berupa logam K, Rb atau Cs yang dilapiskan pada silinder kecil Al dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N/F.
Rekorder
Sinyal elektronik yang dikirimkan gas pembawa dari detektor direkam oleh rekorder dan ditampilkan dalam layar komputer yang terdapat kromatogram. Fungsi rekorder sebagai alat untuk mencetak hasil percobaan pada sebuah kertas yang hasilnya disebut kromatogram (kumpulan puncak grafik).
Analisis data kromatografi gas:
Analisis Kualitatif
Tujuan dari analisis ini adalah identifikasi suatu komponen atau lebih dari suatu cuplikan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan cuplikan dengan standar. Cara yang dilakukan adalah dengan membandingkan:
Waktu Retensi
Waktu retensi relatif bergantung pada suhu kolom dan jenis fasa diam. Waktu retensi yang telah dikoreksi adalah volume yang diukur dari titik suntik sampai ke maksimum puncak. Menentukan waktu retensi:
Spiking/ko-kromatografi
Spiking dilakukan jika ternyata didapatkan waktu-waktu retensi yang sama sehingga dapat menyatakan bahwa dua senyawa tersebut adalah sama. Pada kasus ini dibutuhkan suatu teknik dengan menambahkan cuplikan standar.
Metode Spektroskopi (mass spectra)
Spektroskopi massa dapat digabungkan dengan kromatografi gas, sehingga setiap komponen dalam suatu cuplikan dpaat diketahui secara menyeluruh. Setiap komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom dikondensasi untuk kemudian analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor nondestruktif (misalnya TCD) harus digunakan.
Analisis Kuantitatif
Analisis ini dengan kromatografi gas dpaat didasarkan pada salah satu pendekatan tinggi peak atau area peak analit dengan standar.
Tinggi Puncak
Mula-mula ditarik garis yang menghubungkan kedua dasar puncak, kemudian ditarik garis vertikal yang sejajar dengan sumbu tegak. Dengan mengukur tinggi sampel dan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan.
Luas puncak
Ditentukan menggunakan rumus luas segitiga dengan nilai lebih baik menggunakan lebar pada setengah tinggi puncak.
Jenis-jenis metode analisis kuantitatif pada kromatografi gas:
Kalibrasi. Melibatkan beberapa larutan standar eksternal yang komposisinya mendekati yang akan diuji.
Metode internal standar. Sampel dilibatkan dalam standar sehingga komponen yang tidak diinginkan dapat dikenali yang menyebabkan presisi tinggi.
Metode normalisasi area. Digunakan untuk mengurangi kesalahan data yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Elusi yang sempurna (keseluruhan) untuk semua komponen diperlukan pada metode ini, luas puncak yang dielusikan dihitung kemudian dikoreksi luarnya terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda, konsentrasi analit dihitung dari rasio luas area puncak dengan total luas seluruh puncak.
Derivatisasi
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis. Alasan silakukan derivatisasi diantaranya:
Senyawa tersebut tidak dimungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan volatilitas dan stabilitas.
Untuk menentukan batas deteksi dan bentuk kromatogram
Meningkatkan batas detksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD)
Menutunkan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatil
Senyawa polar yang umumnya akan menyerap permukaan aktif dari kolom dibuat kurang polar.
Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas:
Eseterifikasi
Digunakan untuk membuat derivat gugus karbonil. Pengubahan gugus karboksilat menjadi esternya, akan meningkatkan volatilitas karena akan menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi dengan cara esterifikasi dapat dilakukan dengan cara esterifikasi fisher biasa dalam asam kuat.
Asilasi
Jika sampel yang diuji mengandung gugus fenol, alkohol, amin primer atau sekunder. Derivatisasi dilakukan dengan asam asetat. Asilasi pada umumnya memberikan bentuk kromatogram yang baik. Derivatisasi ini dilakukan dengan menggunakan perflouroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misal asetonitril dan etil asetat.
Alkilasi
Digunakan untuk menderivatisasi alkohol, amin primer atau sekunder, dan sulfuhidril. Derivat dapat dibuat dengan sintesis williamson, yakni alkohol atau fenol ditambah alkil atau benzil halida dengan adanya basa.
Sililasi
Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eteralkil untuk menganalisis sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat yang sering dibuat adalah trimetilsilil. Derivatisasi dengan cara sililasi mempunyai beberapa keuntungan:
Dapat dilakukan dalam vial kaca dengan tutup berskrup yang dilapisi dengan teflon
Eter silil dapat dibuat untuk banyak gugus fungsi, dll
Kondensasi
Dapat digunakan untuk menderivatisasi amina yang mana pereaksinya mengandung gugus karbonil. Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau bereaksi dengan karbon disulfida membentuk isotiosianat. Aseton dan siklobutanon bereaksi dengan anhidrida asam atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih volatil.
Sifat Fisik dan Kimia Bahan
Nama Bahan
Sifat Fisik
Sifat Kimia
Tingkat Bahaya
Heksana
Titik didih : 68,95 0C
Titik leleh : (-960C ) - (-940C)
Wujud : Cairan tidak berwarna dan berbau khas
Massamolar :86,18 g/mol
Rumus Molekul: C6H14
Mudah menguap
Penyebab iritasi
Mudah terbakar
1: Jika terkena kulit menyebabkan iritasi
3: Sangat mudah terbakar
0: stabil tidak reaktif
Xilena
: 47,40C: -250C: -480C: 13 0C: 138,50C: 1440C: 1390C: 1380C: cairan tidak berwarna: 47,40C: -250C: -480C: 13 0C: 138,50C: 1440C: 1390C: 1380C: cairan tidak berwarnaTitik leleh
: 47,40C
: -250C
: -480C
: 13 0C
: 138,50C
: 1440C
: 1390C
: 1380C
: cairan tidak berwarna
: 47,40C
: -250C
: -480C
: 13 0C
: 138,50C
: 1440C
: 1390C
: 1380C
: cairan tidak berwarna
Xylena
o-xylena
m-xylena
p-xylena
Titik didih
Xylena
o-xylena
m-xylena
p-xylena
Wujud
Tidak larut dalam air
: -950C: 110,60C: Cairan tidak berwarna: 92,140C: -950C: 110,60C: Cairan tidak berwarna: 92,140CMassa molar : 106,16 g/mol
: -950C
: 110,60C
: Cairan tidak berwarna
: 92,140C
: -950C
: 110,60C
: Cairan tidak berwarna
: 92,140C
Rumus Molekul: C8H10
2: Jika terkena kulit menyebabkan iritasi
3: Sangat mudah terbakar
0: Stabil tidak reaktif
Toluena
Titik leleh
Titik didih
Wujud
MassaMolar
Rumus Molekul:C7H8
Sangat mudah terbakar
2: Jika terkena kulit menyebabkan iritasi
3: Sangat mudah terbakar
0:Stabil tidak reaktif
ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
Alat
Perangkat GC 1 set
Botol vial 2 buah
Gelas ukur 10 mL 1 buah
Bahan
Standar Heksana p.a 0,7 mL
Standar Toluena p.a 0,7 mL
Standar Xylena p.a 0,7 mL
Sampel Pertamak plus 1,5 mL
PROSEDUR KERJA PRAKTIKUM
Persiapan larutan standar
Disiapkan larutan standard dengan cara mencampurkan 0,5 mL hexane; 0,5 mL toluene dan 0,5 mL xilena.
Persiapan larutan sampel
Diiapkan larutan sampel pertamax plus sebanyak 1 mL
Penyiapan campuran sampel dan standar
Diiapkan larutan campuran sampel dan standar masing-masing 0,5 mL
Penyiapan Instrumen GC
Dilakukan pengaturan parameter operasional GC yaitu suhu injector 150ºC, suhu detector 250ºC, suhu awal kolom pada 40ºC kemudian diprogram dengan kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC dipertahankan selama 2 menit , detector FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar.
Pengukuran dengan instrumen GC
Dimbil sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan pada GC.
HASIL DAN ANALISIS DATA
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan komponen-komponen yang terdapat pada sampel pertamax plus dengan instrumen kromatografi gas (GC). Percobaan ini bertujuan untuk mengenal cara pengoperasian instrumen GC, memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif dan menentukan komponen dalam sampel pertamax plus.
Pemisahan pada kromatografi gas ini didasarkan pada perbedaan kesetimbangan distribusi komponen-komponen sampel diantara fasa gerak dan fasa diam. Perbedaan kesetimbangan distribusi ini terjadi karena adanya perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi gas adalah sebutan umum untuk kromatografi Gas-Cair. Oleh karena itu, fasa gerak pada kromatografi ini berupa gas sedangkan fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada fasa pendukung. Pada praktikum ini, fasa diam yang digunakan adalah DB -5 yang komposisinya terdiri dari 5% fenil 95% dimetilpolisiloksan dan bersifat nonpolar, sedangkan fasa geraknya adalah gas Nitrogen.
Senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan oleh kromatografi gas adalah senyawa yang mudah menguap dan stabil pada suhu pengoperasian. Artinya senyawa tersebut tidak boleh terurai menjadi senyawa lain pada suhu tersebut. Syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh sampel yang akan dianalisis yaitu pertamax plus karena pertamax plus bersifat mudah menguap dan stabil pada suhu pengoperasian kromatografi gas.
Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah membandingkan waktu retensi dan ko-kromatografi. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran sampel pertamax plus terlebih dahulu dilakukan pengukuran standar, sehingga kromatogramnya dapat digunakan sebagai perbandingan. Standar yang digunakan adalah campuran dari xylena, toluena, dan n-heksana yang kemungkinan besar ketiga senyawa tersebut terkandung dalam sampel pertamax plus. Setelah dilakukan preparasi larutan standar dan sampel, kemudian dilakukan penginjeksian larutan tersebut ke dalam instrumen kromatografi gas. Tetapi sebelum melakukan injeksi, terlebih dahulu dilakukan pengkondisian alat dengan mengatur parameter operasional pada kromatografi gas.
Alat kromatografi gas yang digunakan adalah GC-2010 Shimadzu. Gas pembawa yang digunakan adalah Nitrogen dan digunakan pula gas pembakar hidrogen dan kompresor. Suhu injektor diset pada 150°C sedangkan suhu awal kolom yaitu 40°C. Karena metode yang digunakan adalah suhu terprogram maka suhu kolom dinaikkan pada selang waktu tertentu. Pengaturan kenaikan suhu pada praktikum kali ini yaitu 8°C/menit hingga suhu 120°C dengan total waktu program 10 menit. Jenis detektor yang digunakan yaitu FID (Flame Ionization Detektor) yang diset pada suhu 250°C. Penggunaan FID dilakukan karena jenis detektor ini lebih peka dibandingkan dengan detektor yang lain jika senyawa yang di analisis adalah senyawa organik dan digunakannya N2 sebagai gas pembawa akan meningkatkan kepekaan detektor FID. Kolom yang digunakan yaitu DB-5.625 dengan panjang 30 meter dan diameter 0,25 mikrometer.
Tahapan dari pengoperasian alat ini adalah pastikan kabel penghubung listrik tersambung dengan benar, lalu alirkan gas Nitrogen diikuti oleh mengalirkan gas hydrogen. Setelah itu, hidupkan kompresor dan juga instrumen kromatografi gas dengan menekan tombol ON" pada sakelar listrik. Lalu hidupkan computer sebagai alat pemrograman. Instrumen kromatografi gas dan pastikan tombol heat pada posisi ON . Pada program di computer, pilih N2 sebagai gas pembawa.atur suhu injector 1500C, dengan suhu awal kolom 400C dan diprogram dengan kenaikan 80C/menit sampai 1200C dan suhu detector 2500C dan pilih FID sebagai jenis detector yang akan digunakan. Sebelum dilakukan pengukuran, instrument GC harus dibiarkan selama ±2 menit hingga alat instrument GC ini "ready" , juga agar aliran gas pembawa tetap sehingga kolom tidak akan cepat rusak. Digunakannya metode suhu terprogram karena komponen-komponen yang akan dipisahkan memiliki rentang titik didih yang berjauhan satu dengan yang lainnya.
Setelah instrumen kromatografi gas siap digunakan, larutan standar diinjeksikan , kemudian larutan sampel dan terakhir campuran sampel+standar. Larutan tersebut masuk ke injektor dengan cara disuntikkan menggunakan syringe. Syringe akan ditahan oleh septum dan oring. Septum terbuat dari karet yang berbentuk lingkaran. Sampel dalam syringe ± 0,5 µL. Sampel yang telah diuapkan di dalam injektor kemudian dibawa oleh fasa gerak (N2) menuju kolom. Jika titik didih komponen telah tercapai, maka komponen tersebut akan keluar dari kolom yang bercampur dengan gas H2 dan gas O2. Kemudian komponen tersebut akan dibakar pada bagian dalam detektor. Pembakaran tersebut membuat atom C dari senyawa organik membentuk radikal CH dengan nyala hidrogen udara. Dari radikal tersebut, akan dihasilkan ion CHO+ yang akan bergerak ke katoda yang berada di atas nyala. Pergerakan tersebut menghasilkan arus listrik yang diterjemahkan sebagai kromatogram oleh rekorder. Rekorder akan menampilkan kromatogram yang selajuntnya dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Namun sebelum menganalisis komponen yang terkandung dalam sampel terlebih dahulu dilakukan analisis beberapa parameter kromatogram yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah kromatogram yang dihasilkan baik atau tidak. Kromatogram yang baik adalah kromatogram yang memiliki puncak-puncak sempit dan simteris, jumlah plat teori banyak dan resolusi kolom minimal 1,5.
Pada kromatografi ideal, bentuk puncak kromatogram yang diperoleh berupa puncak-puncak sempit yang terpisah satu sama lain. Hal ini bisa dicapai jika molekul-molekul berkelakuan sama mulai masuk kolom sampai keluar kolom. Lebar pucak-puncak pada kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak awal, seperti yang ditujukan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram standar
Peak
Peak Start
Peak End
Peak End – Peak Start
1
1,835
3,190
1,355
2
3,190
4,730
1,540
3
4,595
4,730
0,135
4
4,730
9,995
5,265
5
5,170
5,465
0,295
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak pada kromatografi standar merupakan puncak-puncak sempit kecuali puncak ke-4. Jika dilihat secara langsung pun puncak-puncak pada kromatogram standar merupakan puncak yang sempit.
Selain itu, pada pemisahan yang ideal puncak dalam kromatogram berbentuk simetris seperti kurva Gaussian atau kurva distribusi normal. Ketidaksimetrisan puncak dapat disebabkan baik oleh pengaruh instrumen kromatografi yang dipakai maupun sistem kromatografi yang digunakan. Bentuk distorsi yang paling umum adalah fronting (bagian depan puncak lebih tajam daripada bagian belakang puncak) dan tailing (bagian puncak memanjang jika dibandingkan dengan bagian depan puncak).
Puncak dikatakan simetris jika selisih peak start dengan waktu retensi sama dengan selisih waktu retensi dengan peak end. Berdasarkan hasili perhitungan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir dengan waktu retensi pada kromatogram standar
Peak
Retention Time (RT)
Peak Start (PS)
Peak End (PE)
RT – PS
PE – RT
1
1,869
1,835
3,190
0,034
1,321
2
3,291
3,190
4,730
0,101
1,439
3
4,640
4,595
4,730
0,045
0,135
4
4,956
4,730
9,995
0,226
4,99
5
5,216
5,170
5,465
0,046
0,295
Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada puncak yang simetris pada kromatogram standar.
Puncak-puncak yang sempit berhubungan dengan efisiensi kolom, semakin sempit puncak yang dihasilkan semakin efisien suatu kolom kromatografi. Efisiensi kolom dapat dihitung dengan teori plat. Menurut teori ini kolom kromatografi dibayangkan terdiri dari segmen-segmen identik yang disebut plat teori, di dalam setiap pelat teori dianggap terjadi kesetimbangan distribusi. Semakin banyak jumlah plat teori (N), semakin baik kemampuan memisahkan atau efisiensi kolom semakin baik. Jumlah plat teori puncak-puncak pada kromatogram standar ditunjukan pada tabel berikut ini.
Tabel 3. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.
Peak
Plat Teori (N)
1
30,4395
2
73,0683
3
18901,11
4
14,1767
5
5002,08
Pada tabel tersebut hanya puncak 3 dan 5 yang mempunya jumlah plat teori yang besar. Selain dengan menghitung plat teori, efisiensi kolom dapat diketahui dari resolusi kolom.
Resolusi kolom adalah kemampuan kolom untuk memisahkan komponen-komponen cuplikan. Semakin besar resolusi kolom maka semakin baik kolom memisahkan komponen-komponen sampel. Harga resolusi 1,5 merupakan resolusi dasar, artinya dua puncak dapat terpisah dengan baik apabila resolusinya di atas 1,5. Resolusi kolom dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Rs = 2[RTy-RTx]Wx+Wy
Tabel 4. Resolusi kolom puncak kromatogram standar
Resolusi antara dua puncak
Rs
Rs1,2
0,984
Rs2,3
1,023
Rs3,4
0,1170
Rs4,5
0,104
Berdasarkan data di atas resolusi puncak-puncak pada kromatogram standar tidak ada yang lebih dari 1,5 artinya kolom yang digunakan tidak tidak dapat memisahkan puncak-puncak secara baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa kromatogram standar yang dihasilkan adalah jelek.
Selanjutnya adalah analisis kromatogram sampel. Lebar pucak-puncak pada kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak awal. Oleh karena pada kromatogram sampel dihasilkan 50 puncak, maka puncak-puncak yang yang dianalisis adalah puncak-puncak yang mempunyai waktu retensi dekat dengan waktu retensi standar.
Tabel 5. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel
Peak
Peak Start
Peak End
Peak End – Peak Start
5
1,760
1,820
0,046
6
1,820
1,925
0,086
7
1,925
1,965
0,017
18
3,305
3,155
0,032
19
3,115
3,320
0,062
20
3,320
3,585
0,213
29
4,575
4,725
0,092
30
4,725
5,140
0,304
31
5,140
5,255
0,039
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang dianggap mewakili kromatogram sampel merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-puncak simetris.
Tabel 6. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir dengan waktu retensi pada kromatogram sampel
Peak
Retention Time (RT)
Peak Start (PS)
Peak End (PE)
RT – PS
PE – RT
5
1,774
1,760
1,820
0,014
0,046
6
1,839
1,820
1,925
0,019
0,086
7
1,948
1,925
1,965
0,023
0,017
18
3,083
3,305
3,155
0,048
0,032
19
3,258
3,115
3,320
0,103
0,062
20
3,372
3,320
3,585
0,052
0,213
29
4,633
4,575
4,725
0,058
0,092
30
4,836
4,725
5,140
0,111
0,304
31
5,216
5,140
5,255
0,076
0,039
Berdasarkan tabel diatas, tidak terdapat puncak-puncak yang simetris pada kromatogram sampel walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang sempit. Selain itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan resolusi kolom. Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.
Peak
Plat Teori (N)
6
4908,0032
19
4908,0032
30
2172,68
Tabel 8. Resolusi kolom puncak kromatogram sampel
Peak
Rs
5,6
0,7878
6,7
1,5034
18,19
1.2880
19, 20
0,53
29, 30
0,718
30,31
1,433
Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya dekat dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, hanya terdapat satu puncak yang memiliki resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa kromatogram sampel yang dihasilkan merupakan kromatogram yang jelek.
Selanjutnya adalah analisis kromatogram campuran sampel dan standar. Lebar pucak-puncak pada kromatogram sampel+standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak awal. Puncak-puncak yang kami cari adalah puncak-puncak yang mempunyai waktu retensi dekat dengan waktu retensi standar.
Tabel 9. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel + standar
Peak
Peak Start
Peak End
Peak End – Peak Start
6
1,705
1,760
0,055
7
1,760
2,135
0,375
8
1,915
2,000
0,085
19
3,080
3,145
0,065
20
3,145
3,260
0,115
21
3,260
0,165
0,165
27
4,540
0,150
0,150
28
4,690
5,285
5,285
29
5,050
0,445
0,445
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang mewakili kromatografi sampel+standar merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-puncak simetris..
Tabel 10. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir dengan waktu retensi pada kromatogram sampel + standar
Peak
Retention Time (RT)
Peak Start (PS)
Peak End (PE)
RT – PS
PE – RT
6
1,720
1,705
1,760
0,015
0,040
7
1,784
1,760
2,135
0,024
0,351
8
1,948
1,915
2,000
0,033
0,052
19
3,115
3,080
3,145
0,035
0,035
20
3,183
3,145
3,260
0,038
0,077
21
3,285
3,260
0,165
0,025
0,140
27
4,590
4,540
0,150
0,050
0,100
28
4,772
4,690
5,285
0,082
5,203
29
5,154
5,050
0,445
0,103
0,342
Berdasarkan tabel diatas, hanya ada satu puncak yang simetris pada kromatogram sampel + standar walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang sempit. Selain itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan resolusi kolom. Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini,
Tabel 11. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram
sampel + standar
Peak
Plat Teori (N)
7
362,1105
20
12257,3241
28
13,043
Tabel 12. Resolusi kolom puncak kromatogram sampel + standar
Peak
Rs
6,7
0,2977
7,8
0,7130
19,20
0,7556
20,21
0,3643
27,28
0,0669
29,30
0,1329
Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya dekat dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, tidak terdapat puncak yang mempunyai resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas, dapat disimpulkan bahwa kromatogram campuran sampel dan standar merupakan kromatogram yang jelek.
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk mengetahui komponen yang ada pada sampel pertamax plus. Jumlah puncak-puncak pada kromatogram menyatakan jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan. Standar yang digunakan yaitu campuran n-heksana, toluena, dan xilena. Pada kromatogram standar, terdapat lima puncak yang muncul. Hal tersebut menandakan tiga puncak yang muncul merupakan puncak n-heksana, toluena, dan xilena, sedangkan dua puncak lainnya merupakan isomer dari xilena. Untuk mengetahui puncak mana yang merupakan komponen tersebut didapat dengan cara membandingkan titik didih komponen-komponen dalam cuplikan. Komponen yang memiliki titik didih paling rendah akan terpisah terlebih dahulu karena komponen yang memiliki titik didih paling rendah akan berubah fasa dari cair menjadi gas lebih cepat sehingga akan dibawa oleh fassa gerak terlebih dahulu.
Berdasarkan literatur, titik didih ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut
Tabel 13. Titik didih n-heksana, toluena dan xilena
Senyawa
Titik didih
n-heksana
68,950C
Toluena
110,60C
Xilena
±1380C
(Khasani, 1998:037-98,016-98,017-98)
Senyawa yang memiliki titik didih paling rendah adalah n-heksana sehingga puncak ke-1 adalah puncak n-heksana dengan waktu retensi 1,869. Puncak ke-2 adalah puncak toluena karena titik didih nya berada diantara n-heksana dan xilena dengan waktu retensi sebesar 3,291. Sedangkan puncak ke-3,4, dan 5 merupakan puncak xilena karena xilena memiliki tiga isomer struktu yang berbeda, yaitu
Td= 144,4°C0CTd= 139,1°C0CTd= 138,35°C0CTd= 144,4°C0CTd= 139,1°C0CTd= 138,35°C0C
Td= 144,4°C
0
C
Td= 139,1°C
0
C
Td= 138,35°C
0
C
Td= 144,4°C
0
C
Td= 139,1°C
0
C
Td= 138,35°C
0
C
Diantara isomer-isomer xilena, isomer yang mempunyai titik didih paling rendah adalah para-xilena yang memiliki gugus metil pada posisi 1 dan 4. Letak gugus tersebut menyebabkan bentuk molekul para xilena lebih simetri dibandingkan isomer lainnya. Semakin simetri bentuk molekul maka semakin sulit awan elektron untuk dipolarisasi. Oleh karena itu, pembentukan dipol terinduksi akan lebih susah, sehingga menyebabkan gaya london anatara molekul-molekul p-xilena paling lemah. Gaya antarmolekul yang lemah tersebut menyebabkan dibutuhkan suhu yang lebih kecil untuk memutuskan gaya antar molekul para-xilena sehingga para-xilena memiliki titk didih paling rendah. Titik didih m-xilena lebih rendah dibanndingkan o-xilena, hal tersebut dikarenakan posisi gugus metil pada m-xilena yang terletak pada posisi 1 dan 3 menyebabkan molekul m-xilena mempunyai keruahan yang lebih besar dibandingkan o-xylena yang mempunyai gugus metil pada posisi 1 dan 2. Semakin ruah struktur molekul maka semakin jauh jarah antar molekul-molekulnya, hal tersebut menyebabkan interaksi gaya london pada m-xilena lebih lemah dibandingkan pada o-xilena. Semakin lemah gaya antarpartikel maka akan semakin rendah titik didihnya karena semakin mudah untuk memutuskan gaya antarmolekul tersebut.
Oleh karena itu, puncak ke-3, 4, dan 5 berturut-turut adalah puncak para xilena, meta xilena, dan orto xilena dengan masing-masing waktu retensi 4,640, 4,956, dan 5,216.
Sampel yang digunakan adalah pertamax plus. Pada kromatogram pertamax plus terdapat 50 puncak yang menandakan adanya 50 komponen yang terdapat dalam pertamax plus. Untuk mengidentifikasi adanya n-heksana, toluena, dan xilena didapatkan dengan cara membandingkan waktu retensi standar dengan waktu retensi sampel. Waktu retensi bersifat khas untuk setiap senyawa pada kondisi atau parameter yang sama. Jika waktu retensi pada sampel sama dengan waktu retensi pada standar, maka sampel tersebut mengandung komponen yang sama dengan standar. Toleransi waktu retensi sebesar 0,01. Perbandingan waktu retensi sampel dan standar ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 14. Waktu retensi standar
Waktu Retensi
Senyawa
1,869
n-heksana
3,291
Toluen
4,956
Xilena
Tabel 15. Perbandingan waktu retensi n-hexana pada standar dan sampel.
Puncak standar
Waktu Retensi Standar
Puncak sampel
Waktu Retensi Sampel
Perbedaan waktu retensi dengan standar
1
1,869
5
1,774
0,095
6
1,839
0,03
7
1,948
0,079
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa n-heksana dalam sampel karena perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.
Tabel 16. Perbandingan waktu retensi toluena pada standar dan sampel
Puncak standar
Waktu Retensi Standar
Puncak Sampel
Waktu Retensi Sampel
Perbedaan waktu retensi dengan standar
2
3,291
19
3,258
0,033
20
3,372
0,081
21
3,509
0,218
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa toluena dalam sampel karena perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.
Tabel 17. Perbandingan waktu retensi xylena pada standar dan sampel
Puncak standar
Waktu Retensi Standar
Peak
Waktu Retensi
Perbedaan waktu retensi dengan standar
4
3,291
29
4,633
0,323
30
4,836
0,12
31
5,216
0,26
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa xilena dalam sampel karena perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.
Berdasarkan analisis kualitatif menggunakan waktu retensi, diduga sampel tidak mengandung n-heksana, toluena dan xilena. Namun analisis kualitatif pada GC dengan waktu retensi tidak bisa dijadikan analisis kualitatif yang baik karena untuk mendapatkan waktu retensi yang sama untuk satu komponen saja sangat sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan metode lain sebagai dasar analisis kulaitatif salah satunya yaitu menggunakan ko-kromatografi. Pada metode ko-kromatografi, standar ditambahkan ke dalam cuplikan kemudian dianalisis. Jika terdapat puncak dengan luas yang bertambah, maka puncak tersebut identik dengan standar tetapi jika pada kromatogram tidak ada penambahan luas area atau tinggi puncak dan menghasilkan puncak baru, maka di dalam sampel tidak terdapat komponen di dalam standar.
Pada kromatogram sampel+standar terdapat tiga puncak yang luas areanya bertambah secara signifikan, yaitu
Tabel 18. Puncak dan luas area pada kromatogram sampel+standar
Puncak
Waktu retensi
Luas area
7
1,784
2810369
20
3,183
4540134
28
4,772
7193674
Puncak-puncak ini dibandingkan dengan puncak pada sampel yang diduga merupakan puncak n-heksana, toluena, dan xilena. Berdasarkan hasil analisis, puncak-puncak sampel yang mengalami kenaikan adalah puncak ke-7, 21, dan 29 dengan perbedaan luas area yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini
Tabel 19. Puncak dan luas area pada sampel yang mengalami peningkatan
Nama Senyawa
Puncak
Waktu Retensi
Luas Area
Kenaikan Area
Sampel
Sampel + Standar
Sampel
Sampel + Standar
Sampel
Sampel + Standar
n-Hexana
7
7
1,948
1,784
1644695
2810369
1165674
Toluena
21
20
3,509
3,183
639589
4540134
3900545
Xylene
29
28
4,633
4,772
6638315
7193674
555359
Puncak ke-7, 21, dan 29 pada sampel tersebut bukan merupakan puncak yang memiliki toleransi waktu retensi paling kecil dengan waktu retensi standar. Puncak pada sampel yang memiliki toleransi waktu retensi dengan standar paling kecil adalah puncak ke-6, 19, dan 30. Namun puncak tersebut tidak mengalami kenaikan luas area.
Hal-hal tersebut bisa disebabkan oleh injeksi standar, sampel, dan sampel+standar dilakukan oleh orang yang berbeda. Selain itu, rentang waktu injeksi dan penekanan tombol "start" juga berbeda.
Dari hasil analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena, dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan analisis dengan menggunakan ko-kromotagrafi terdapat tiga puncak yang mengalami kenaikan luas area secara signifikan namun peningkatan tersebut terjadi pada puncak yang bukan merupakan puncak dengan waktu retensi yang paling dekat dengan standar. Selain itu, hasil analisis kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek sehingga diperlukan pengulangan atau analisis menggunakan instrumen tambahan, seperti GC-MS.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kualitatif dengan perbandingan waktu retensi, diduga tidak terdapat komponen n-heksana, toluena, dan xilena dalam sampel pertamax plus. Sedangkan dari analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena, dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan hasil analisis kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek.
DAFTAR PUSTAKA
Adamovics, J.A. (1997). Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals 2nd
Edition.New York :Marcel Dekker
Basse,J, dkk. (1989). Textbook of Quantitative Chemical Analysisis. Great Britain: Bath
Press, Avon.
Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Khasani, I.S. (1998). Lembar Data Keselamatan Bahan Vol.1. Bandung: Puslitbang
Kimia Terapan LIPI.
Skoog, et.al,.(2000). Principles of instrumental analysis.USA:Thomson brocks.
Wiji, M.Si, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:
Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Wiryawan, A,dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang : Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
LAMPIRAN
LAMPIRAN DATA PENGAMATAN
Langkah Kerja
Pengamatan
Pembuatan larutan standar ( heksana 0,7 mL toluena 0,7 mL , dan xilena 0,7 mL
Heksana, toluena , dan xilena 0,7 mLHeksana, toluena , dan xilena 0,7 mL
Heksana, toluena , dan xilena 0,7 mL
Heksana, toluena , dan xilena 0,7 mL
Masing-masing dipipet dengan komposisi yang sama kemudian dicampurkan.
HasilHasilDimasukkan ke dalam botol vial. Dihomogenkan.
Hasil
Hasil
Larutan n-heksana, toluena, dan xilena berupa larutan tidak berwarna
Larutan standar berupa larutan tidak berwarna
Preparasi sampel
1 mL sampel 1 mL sampel
1 mL sampel
1 mL sampel
Dimasukkan ke botol vial
Disimpan dalam botol vial dan ditutup
HasilHasil
Hasil
Hasil
Sampel berupa larutan berwarna merah
Preparasi sampel dengan standar internal
0,5 mL sampel 0,5 mL sampel
0,5 mL sampel
0,5 mL sampel
Dimasukkan ke botol vial
Ditambah 0,5 mL larutan standar
Disimpan dalam botol vial dan ditutup
HasilHasil
Hasil
Hasil
Sampel berupa larutan berwarna merah.
Campuran sampel dan standar berupa larutan berwarna merah.
Preparasi instrumen GC
Pastikan kabel penghubung listrik tersambung dengan benar.
Alirkan gas nitrogen, diikuti dengan mengalirkan gas hidrogen.
Hidupkan kompresor.
Hidupkan instrumen GC dengan menekan tombol "ON" pada sakelar listrik.
Hidupkan komputer sebagai alat pemrograman instrumen GC
Tombol heat pada sisi "ON"
Pilih N2 sebagai gas pembawa dengan laju alir 1 mL / menit.
Atur suhu injektor 1500C, suhu kolom 400C dan diprogram selama 10 menit sampai 1200C dan suhu detektor 2500C.
Pilih FID sebagai detektor
Pompa dijalankan, biarkan alat stabil selama waktu tertentu ( sekitar 1 jam).
Suhu injektor : 1500C
Suhu detektor : 2500C
Suhu kolom : pada 400C diprogram dengan kenaikan 80C per menit sampai 1200C.
Detektor : FID.
Kolom : DB – 5
Gas pembawa : N2 tekanan 115,2 kPa
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Kromatogram Standar
Memiliki puncak yang sempit
Peak
Peak Start
Peak End
Peak End – Peak Start
1
1,835
3,190
1,355
2
3,190
4,730
1,540
4
4,730
9,995
5,265
Keseimbangan puncak
Peak
Retention Time (RT)
Peak Start (PS)
Peak End (PE)
RT – PS
PE – RT
1
1,869
1,835
3,190
0,034
1,321
2
3,291
3,190
4,730
0,101
1,439
4
4,956
4,730
9,995
0,226
4,99
Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.
Resolusi nya baik minimal 1,5
Rs = 2[RTy-RTx]Wx+Wy
Peak
Retention Time (RT)
Width Peak (W)
1
1,869
1,355
2
3,291
1,540
3
4,640
0,135
4
4,956
5,265
5
5,216
0,295
Rs1,2 = 2[3,291-1,869]1,355+1,540
Rs1,2 = 2,8442,895
Rs1,2 = 0,984
Rs2,3 = 2[4,640-3,291]1,540+0,135
Rs2,3 = 2,6981,675
Rs2,3 = 1,023
Rs3,4 = 2[4,956-4,640]0,135+5,265
Rs3,4 = 0,6325,4
Rs3,4 = 0,1170
Rs4,5 = 2[5,216-4,956]5,265+0,295
Rs4,5 = 0,6105,860
Rs4,5 = 0,104
Teori Pelat
N =16RTW2
Peak
Retention Time (RT)
Width Peak (W)
Plat Teori (N)
1
1,869
1,355
30,4395
2
3,291
1,540
30,4395
4
4,956
5,265
30,4395
N1 =161,8961,3552
N1 =30,4395
N2 =163,2911,5402
N2 =73,0683
N4 =164,9565,2652
N1 =14,1767
N rata-rata=30,4395+73,0683+14,17673
N rata-rata=117,68453
N rata-rata=39,2282
Nilai pelat sangat kecil
Kromatogram Sampel
Memiliki puncak yang sempit
Peak
Peak Start
Peak End
Peak End – Peak Start
5
1,760
1,820
0,046
6
1,820
1,925
0,086
7
1,925
1,965
0,017
18
3,305
3,155
0,032
19
3,115
3,320
0,062
20
3,320
3,585
0,213
29
4,575
4,725
0,092
30
4,725
5,140
0,304
31
5,140
5,255
0,039
Keseimbangan puncak
Peak
Retention Time (RT)
Peak Start (PS)
Peak End (PE)
RT – PS
PE – RT
5
1,774
1,760
1,820
0,014
0,046
6
1,839
1,820
1,925
0,019
0,086
7
1,948
1,925
1,965
0,023
0,017
18
3,083
3,305
3,155
0,048
0,032
19
3,258
3,115
3,320
0,103
0,062
20
3,372
3,320
3,585
0,052
0,213
29
4,633
4,575
4,725
0,058
0,092
30
4,836
4,725
5,140
0,111
0,304
31
5,216
5,140
5,255
0,076
0,039
Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.
Resolusi nya baik minimal 1,5
Resolusi
Rs = 2[RTy-RTx]Wx+Wy
Peak
Retention Time (RT)
Width Peak (W)
5
1,774
0,06
6
1,839
0,105
7
1,948
0,04
18
3,083
0,12
19
3,258
0,165
20
3,372
0,265
29
4,633
0,15
30
4,836
0,415
31
5,216
0,115
Rs5,6 = 2[1,839-1,774]1,105+0,06
Rs5,6 = 0,130,165
Rs5,6 = 0,7878
Rs6,7 = 2[1,948-1,839]0,04+0,105
Rs6,7 = 0,2180,145
Rs6,7 = 1,5034
Rs18,19 = 2[3,258-3,083]0,165+0,12
Rs18,19= 0,350,285
Rs18,19 = 1.2880
Rs19,20 = 2[3,372-3,258]0,265+0,165
Rs19,20 = 0,2280,43
Rs19,20 = 0,53
Rs29,30 = 2[4,836-4,633]0,15+0,415
Rs29,30= 0,4060,565
Rs29,30 = 0,718
Rs30,31 = 2[5,216-4,836]0,415+0,115
Rs30,31= 0,760,53
Rs30,31 = 1,43
Teori Pelat
N =16RTW2
Peak
Retention Time (RT)
Width Peak (W)
6
1,839
0,105
19
3,258
0,165
30
4,836
0,415
N6 =161,8390,1052
N6 =4908,0032
N19 =163,2580,1652
N19 =6238,1276
N30 =164,8360,4152
N30 =2172,68
N rata-rata=4908,0032+2172,68+2172,683
N rata-rata=4439,6036
Nilai pelat sangat kecil
Kromatogram Sampel + Standar
Memiliki puncak yang sempit
Peak
Peak Start
Peak End
Peak End – Peak Start
6
1,705
1,760
0,055
7
1,760
2,135
0,375
8
1,915
2,000
0,085
19
3,080
3,145
0,065
20
3,145
3,260
0,115
21
3,260
0,165
0,165
27
4,540
0,150
0,150
28
4,690
5,285
5,285
29
5,050
0,445
0,445
Keseimbangan puncak
Peak
Retention Time (RT)
Peak Start (PS)
Peak End (PE)
RT – PS
PE – RT
6
1,720
1,705
1,760
0,015
0,040
7
1,784
1,760
2,135
0,024
0,351
8
1,948
1,915
2,000
0,033
0,052
19
3,115
3,080
3,145
0,035
0,035
20
3,183
3,145
3,260
0,038
0,077
21
3,285
3,260
0,165
0,025
0,140
27
4,590
4,540
0,150
0,050
0,100
28
4,772
4,690
5,285
0,082
5,203
29
5,154
5,050
0,445
0,103
0,342
Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.
Resolusi nya baik minimal 1,5
Rs = 2[RTy-RTx]Wx+Wy
Peak
Retention Time (RT)
Width Peak (W)
6
1,720
0,055
7
1,784
0,375
8
1,948
0,085
19
3,115
0,065
20
3,183
0,115
21
3,285
0,165
27
4,590
0,150
28
4,772
5,285
29
5,154
0,445
Rs6,7 = 2[1,784-1,72]0,055+0,375
Rs6,7 = 0,1280,430
Rs6,7= 0,2977
Rs7,8 = 2[1,948-1,784]0,375+0,085
Rs7,8 = 0,3280,46
Rs7,8 = 0,7130
Rs19,20 = 2[3,183-3,115]0,065+0,115
Rs19,20 = 0,1360,18
Rs19,20 = 0,7556
Rs20,21 = 2[3,285-3,183]0,115+0,165
Rs20,21 = 0,1020,280
Rs20,21 = 0,3643
Rs27,28 = 2[4,772-4,590]0,15+5,285
Rs27,28 = 0,3645,435
Rs27,28 = 0,0669
Rs29,30 = 2[5,513-4,772]5,285+0,445
Rs29,30 = 0,7625,73
Rs29,30 = 0,1329
Teori Pelat
N =16RTW2
Peak
Retention Time (RT)
Width Peak (W)
7
1,784
0,375
20
3,183
0,115
28
4,772
5,285
N7 =161,7840,3752
N7 =362,1105
N20 =163,1830,1152
N20 =12257,3241
N28 =164,7725,2852
N28 =13,043
N rata-rata=362,1105+12257,3241+13,0433
N rata-rata=12632,47833
N rata-rata=4210,8261
Nilai pelat sangat kecil
LAMPIRAN PENGOPERASIAN ALAT GC
Persiapan
Menghubungkan kabel power dengan sumber listrik.
Menghidupkan UPS.
Menyiapkan kebutuhan analisis (larutan baku, sampel di dalam botol vial , alat-alat gelas, tissue, dan lain-lain).
Memastikan kolom yang akan digunakan telah terpasang.
Memperhatikan casumable parts (rubber septum, glass insert), jika diperlukan
mengganti dengan yang baru.
Membuka aliran gas pembawa yang akan digunakan (gas N2).
Membuka aliran gas pembakar (gas H2).
Menghidupkan kompresor udara.
Menghidupkan GC–2010 Shimadzu.
Menghidupkan PC.
B. Instrumentasi
Meng-klik GC solution pada menu utama windows.
Memunculkan tampilan log in dengan meng-klik 1.
Mengisi kolom user ID dengan admin, meng-klik OK yang akan terdengar bunyi
koneksi dan akan muncul tampilan utama menu real time analysis.
Meng-klik file , meng-klik new methode file.
Meng-klik configuration and maintenance.
Meng-klik system configuration sehingga muncul tampilan.
Memastikan FID telah muncul di kolom configured modules.
Meng-klik SPL 1 sehingga muncul tampilan.
Mengisi kolom corner gas sesuai gas pembawa yang digunakan.
Meng-klik tab bar column sehingga muncul tampilan.
Memilih kolom yang digunakan.
Meng-klik tab bar FID 1 shingga muncul tampilan.
Meng-klik OK.
Meng-klik set sehingga instrumen terkoneksi.
Meng-klik TOP untuk kembali ke menu utama.
Pada menu utama real time analysis, meng-klik tab bar SPL 1 sehingga muncul
tampilan.
Mengisi parameter suhu kolom, waktu kesetimbangan, dan lain-lain sesuai
kondisi analisis.
Meng-klik FID 1sehingga muncul tampilan.
Mengisi parameter suhu detektor dan waktu analisis.
Meng-klik tab bar Gen area 1 sehingga muncul tampilan.
Memberi tanda ( ) pada auto flame on, auto zero after ready dan reignite.
Menyimpan parameter yang telah diatur dalam suatu nama file tertentu dengan
cara meng-klik file, save method file as, menentukan nama file-nya, meng-klik
save.
Meng-klik download untuk mengirim parameter ke instrumen GC.
Meng-klik sistem ON untuk mengaktifkan GC.
Memperhatikan tampilan instrumen monitor, menunggu hingga semua parameter
tercapai (akan muncul status ready pada layar).
Memastikan/memperhatikan baseline, tunggu hingga ±15 menit. Untuk mengatur
tampilan klik untuk menampilkan yang diinginkan. Untuk meng -nol-kan baseline,
klik zero adjust. Langkah selanjutnya:
Melakukan uji slopeuntuk mengetahui tingkat kelurusan baseline dengan
meng-klik slope test.
Nilai slope akan munculpada layar, apabila nilai slope telah sesuai dengan
kriteria, dapat segera melakukan analisis. Apabila belum, menunggu beberapa
saat, lalu melakukan uji slope kembali.
C. Injeksi larutan standar atau sampel atau larutan campuran
Meng-klik Single Run pada tampilan menu utama Real Time Analysis.
Meng-klik sampel log in sehingga muncul tampilan.
Mengisi parameter yang diiginkan (terutama harus mengisi kolom data file
dengan nama file kromatogram yang diinginkan, meng-klik OK).
Meng-klik start sehingga muncul tampilan Status Ready (Stand by).
Menginjeksikan larutan standar atau sampel atau larutan campuran pada injektor
kemudian menekan tombol start pada instrumen GC.
Proses analisis akan segera berlangsung dan akan berhenti secara otomatis sesuai
yang telah diset. Untuk menghentikan analisis secara manual, meng-klik stop ,
mengubah waktu analisis. Pada saat analisis sedang berlangsungdapat dilakukan
dengan klik acqursition, meng-klik change stop time, mengisi waktu yang
diinginkan kemudian meng-klik OK.
D. Mencetak data hasil analisa
Meng-klik post run untuk masuk pada menu past run analysis.
Meng-klik data analysis pada menu utama post run analysis. Apabila icon tidak
ada, kembali pada menu utama dengan meng-klik TOP.
Drag-in data file ke tampilan sebelah kanan (atau klik 2X). Akan muncul
kromatogramdata tersebut. Mengubah skala dengan mengatur tampilan yang
diinginkan.
Meng-klik Report in Data, kemudia memilih Format Report yang diinginkan.
Meng-klik preview untuk melihat tampilan, dan meng-klik print untuk mencetak.
LAMPIRAN FOTO PRAKTIKUM
SAMPEL PREMIUM
PLUS (MERAH) ALAT YANG DIGUNAKAN INSTRUMEN GC
SYIRINGE (ALAT INJEKSI) PARAMETER ALAT TABUNG GAS ALIR
PENGINJEKSIAN SAMPEL KOLOM DB-5 LARUTAN STANDAR