BAB I
STATUS MEDIS PASIEN IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. Q
Tempat & tanggal lahir
: Jakarta, 29 Juni 2008
Usia
: 5 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Pahlawan Revolusi RT/RW 004/003 JakartaTimur.
Anak ke
: 2 dari 2 bersaudara
Nama orang tua Ayah
: Tn. Y / 45 tahun
Ibu
: Ny. S / 42 tahun
Tingkat pendidikan orang tua Ayah
: D3
Ibu
: SMA
Tanggal masuk rumah sakit
: 4 Agustus 2013 / Pukul 10.55 WIB
No. rekam medis
: xx.xx.xx
Dokter yang merawat
: dr. Hj. Roito Elmina G.H, Sp. A 1
ALLO ANAMNESIS ( Ibu Pasien ) tanggal 6 Agustus 2013 pukul 14.00 WIB
Keluhan Utama
: Demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tujuh hari SMRS pasien mengalami demam tinggi. Demam dirasakan terus menerus dan kadang menggigil. Pasien juga mengeluhkan batuk kering, disertai pilek namun tidak disertai sesak. Sebelum SMRS pasien dibawa ke Puskesmas dan diberikan puyer penurun panas dan obat batuk syrup namun n amun keluhan tidak berkurang. Tiga hari h ari sebelum masuk RS pasien masih mengeluh deman
disertai batuk berdahak dan pilek. Pasien juga
mengeluhkan nyeri menelan, mimisan dan gusi berdarah. Satu hari sebelum masuk RS timbul bercak kemerahan di wajah, leher, dada, serta tangan warnanya kemerahan, ibu mengaku awalnya timbul pertama kali di wajah pasien dan menyebar ke leher, dan dada, semakin lama bercak timbul semakin banyak, bercak tidak bersisik, tidak menonjol, tidak terasa panas dan tidak gatal, mata terlihat kemerahan dan berair, nafsu makan berkurang, nyeri menelan, disertai batuk berdahak, pilek, muntah-muntah disangkal, buang air besar cair 2x namun masih berampas,jumlahnya sekitar 1/3 gelas, tidak terdapat lendir maupun darah, anak masih mau minum. Riwayat Penyakit Dahulu
: Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya. Riwayat DBD disangkal, kejang dan TB disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga
: Keponakan ibu pasien sedang mengalami sakit campak
saat anak berkunjung 2 minggu yang lalu, Ayah anak pernah memiliki riwayat demam berdarah dengue (DBD) dan Asma. riyawat Tuberculosis (TB) disangkal. Riwayat Pengobatan
:
Sudah berobat ke Puskesmas, diberikan obat berupa
sirup dan puyer tetapi keluhan tidak berkurang. Riwayat Alergi
: Alergi obat, makanan, debu disangkal. 2
Kesan : Tidak ada alergi. Riwayat Psikososial
: Bapak pasien merokok tetapi lebih sering di luar rumah.
Riwayat Kehamilan Ibu
: Selama hamil ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan
kehamilan di bidan sebanyak 9x . Selama hamil ibu mengalami hipertensi yaitu berkisar 160/100. Sebelum dan sesudah kehamilan tensi ibu normal. Riwayat Kelahiran
: Lahir spontan pervaginam, di Rumah Bersalin, ditolong
bidan, lahir pada usia kehamilan 38 minggu. BBL:3600 gram, PBL: 50 cm. Langsung menangis. Riwayat Pemberian Makan
: ASI diberikan sampai usia 4 bulan. Dan diberikan susu
formula sejak usia 4 bulan. MP-ASI mulai diberikan pada usia 4 bulan berupa bubur tim,pisang dan biskuit diberikan 3x dalam sehari. Riwayat Imunisasi
: BCG
: 1x bulan ke 2
Polio
: 4x bulan ke 0,2,4,6,24
Hepatitis B
: 3x bulan ke 0,1,6
DPT
: 3x bulan ke 2,4,6,24
Campak
: 1x bulan ke 9
3
Riwayat Tumbuh Kembang
:
-
Motorik kasar
: Bisa melompat dengan 1 kaki,bisa berjalan tumit ke jari.
-
Motorik halus
: Bisa menggambar objek.
-
Bahasa
: Bisa berbicara dengan lawan berbicara sejak usia 1,5 tahun.
-
Personal sosial
: Bisa berpakaian tanpa bantuan,bisa gosok gigi tanpa bantuan.
Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang.
Kesadaran
: Compos mentis.
Tanda Vital
Tensi
: 90/60 mmHg
Suhu
: 38,2 C, di aksila
Denyut nadi
: 100x/menit, irama teratur, kuat angkat
Frekuensi napas
: 24x/menit, abdominal.
0
4
Antropometri
LLA
: 17cm Normal
L. kepala
: 50cm Normochepal
TB
: 114 cm
BB
: 17kg
Status Gizi (Growth Charts Terlampir, Sumber : NCHS 2000)
= 94 % → Gizi baik
– BB/U
=17x18 x 100%
– TB/U
= 114x108 x 100% = 105% → Baik
– BB/TB
= 18x19 x 100%
= 94 % → Baik
Kesan : Dilihat dari Status gizi berdasarkan BB/TB anak tersebut memiliki gizi baik . Status General
-
Kepala : Normochepal, ruam makulopapular, batas tidak tegas di seluruh wajah
-
Rambut : Warna hitam, Distribusi merata,tidak mudah di cabut.
-
Mata : Cekung (-/-), Sklera ikterik (-/-), sklera kemerahan dan berair, konjungtiva hiperemis (+/+) , refleks pupil (+/+),edema (-/-)
-
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (+/+),perdarahan (-),tanda peradangan (-)
-
Telinga : Serumen (+/+), Sekret (-/-), hiperemis (-/-), nyeri tekan tragus(-/-)
-
Mulut : Bibir kering (+) stomatitis (-), lidah kotor (-), bercak koplik (+).
-
Faring : hiperemis (+)
5
-
Tonsil : T1/T1 , hiperemis (-)
-
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar, ruam makulopapular, batas tidak tegas Thorax
-
:
Paru
Inspeksi
: Gerakan dinding dada simetris, otot bantu pernapasan (-),jaringan parut
(-),ruam makulopapular, batas tidak tegas -
Palpasi
: Vokal fremitus sama antara kanan dan kiri paru
-
Perkusi
: Tidak dilakukan.
-
Auskultasi
: Vesikuler pada seluruh lapang paru, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
-
Inspeksi
: Ictus cordis terlihat pada ICS V
-
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V
-
Perkusi
: Tidak dilakukan.
-
Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Hepar
-
Inspeksi
: Perut tampak datar, supel
-
Auskultasi
: Bising usus (+) 8x/mnt
6
-
Palpasi
: Nyeri tekan perut kanan atas(-), Turgor kulit kembali cepat
-
Perkusi
: Timpani di ke 4 kuadran abdomen
Lien
-
- Inspeksi
: Perut tampak datar, supel
-
Auskultasi
: Bising usus (+) 8x/mnt
-
Palpasi
: Nyeri tekan perut kiri atas(-)
-
Perkusi
: Timpani di ke 4 kuadran abdomen
-
Urogenital
: ♀, tidak tampak kelainan ,nyeri saat berkemih disangkal.
-
Ekstremitas
-
Atas
-
Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-), CRT < 2 d etik
: Akral hangat (+/+), Edema (-), CRT < 2 detik
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 6 Agustus 2013
Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Hb
12,9 g/dl
11,3 – 14,1 g/dl
Leukosit
7.000 sel/mm3
6,0-17,5 (10
Ht
38,7 %
37%-47%
Trombosit
107 ribu/mm3
150-450 (10
3/µl
)
3/µl
)
Tanggal 7 Agustus 2013 pukul 15.00
Pemeriksaan
Hasil
Rujukan
Hb
12,4 g/dl
11,3 – 14,1 g/dl
Leukosit
6.700 sel/mm3
6,0-17,5 (10
Ht
39,7%
37%-47%
Trombosit
133 ribu/mm3
150-450 (10
3/µl
)
3/µl
)
8
RESUME
Tujuh hari SMRS pasien mengalami demam tinggi. Demam dirasakan
terus
menerus dan kadang menggigil. Pasien juga mengeluhkan batuk kering, disertai pilek namun tidak disertai sesak. Tiga hari sebelum masuk RS pasien masih mengeluh deman disertai batuk berdahak dan pilek. Pasien juga mengeluhkan nyeri menelan, mimisan dan gusi berdarah. Satu hari sebelum masuk RS timbul bercak kemerahan di wajah, leher, dada, serta tangan warnanya kemerahan, ibu mengaku awalnya timbul pertama kali di wajah pasien dan menyebar ke leher, dan dada, semakin lama bercak timbul semakin banyak, bercak tidak bersisik, tidak menonjol, tidak terasa panas dan tidak gatal, mata terlihat kemerahan dan berair, nafsu makan berkurang, nyeri menelan, disertai batuk berdahak, pilek, muntah-muntah disangkal, buang air besar cair 2x namun masih berampas,jumlahnya sekitar 1/3 gelas, tidak terdapat lendir maupun darah, anak masih mau minum. Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.Riwayat DBD disangkal,riwayat kejang disangkal,riwayat TB disangkal. Keponakan ibu pasien sedang mengalami sakit campak saat anak berkunjung 2 minggu yang lalu. Ayah anak pernah memiliki riwayat DBD. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke puskesmas dan diberikan sirup batuk dan puyer penurun panas namun keluhan tidak berkurang.
DIAGNOSIS KERJA
: - Morbili disertai diare akut tanpa dehidrasi. - Imunisasi tidak lengkap
DIAGNOSIS BANDING
: Rubella, Eksantema subitum, Erupsi Obat
Rencana Pemeriksaan Penunjang :
-
Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
9
Terapi :
Tirah Baring
KaEN3A 600ml/hari
Paracetamol syr (prn > 38,5 C) 3 x (10-15mg/kgBB/x) = 3 x 1-2 cth
Protexin 1 sachet perhari
Pycin 3x250mg iv
0
Follow Up Tanggal/Jam 6 Agust 2013 Pkl 08.00
S Terlihat kemerahan seluruh hiperemis(+) Mata
O bercak pada ,pharink
kemerahan(+)Batuk(+),P ilek(+), BAB cair(+)
A o
Suhu : 37,2 C Denyut nadi : 96x/ menit Frek. napas : 26x/
Morbili
menit
ens.
stadium
P
600cc/hari
konfales
LAB
Paracetamol syr (jika suhu
-Hb : 12,9 g/dl
-Leukosit
KaEN3A
:
0
> 38,5 C) 7.000
sel/mm3
3
-Ht : 38,7 %
15mg/kgBB/x)
-Trombosit: ribu/mm3
x
(10-
= 3 x 1-2 cth
107
Protexin 1x1
Pycin 3x250mg iv
10
6 Agust 2013 Pkl 17.00
Terlihat bercak kemerahan pada seluruh tubuh ,pharink hiperemis(+) Mata kemerahan(+)Batuk(+), Pilek(+),BAB
cair
Suhu o 37,1 C Denyut nadi 100x/ menit Frek. napas menit
:
Morbili stadium
:
600cc/hari
konvale : 26x/
sens
KaEN3A
Paracetamol syr (jika suhu
dan
0
> 38,5 C)
mulai berampas.
3
x
(10-
15mg/kgBB/x) = 3 x 1-2 cth
Protexin 1x1
Pycin 3x250mg iv
7 Agust 2013 Pkl 08.00
Terlihat bercak kemerahan dan mulai menghitam pada seluruh tubuh ,pharink hiperemis(+) Mata
o
Suhu Denyut nadi menit Frek. napas
:36,7 C : 96x/
Morbili
: 24x/
konvale
menit
stadium
sens
600cc/hari
berkurang
,Pilek(+),BAB cair (-)
Paracetamol syr (jika suhu
kemerahan(-)Batuk mulai
KaEN3A
LAB
0
> 38,5 C)
Hb : 12,4g/dl
-Leukosit
:
6.700
3
x
(10-
sel/mm3
15mg/kgBB/x)
-Ht : 36,7 %
= 3 x 1-2 cth
-Trombosit: 133 ribu/mm3
Protexin 1x1
Pycin 3x250mg iv
11
Pasien pulang pada tanggal 7 Agustus 2013 pukul 15.30 WIB Prognosis
•
Ad vitam
: ad bonam
•
Ad sanationam
: ad bonam
•
Ad fungsionam
: ad bonam
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA MORBILI
Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus : (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir (konvalesens) dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan, dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang 1
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam, dan mengelupas.
Pada kasus ini pasien sudah memasuki stadium konvalesens karena dilihat dari manifestasi kliniknya pada tubuh pasien yaitu muka,badan,lengan,dan kaki sudah timbul ruam dan mulai kehitaman. Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada 13
kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah Bronkopneumonia (75,2%), Gastroenteritis (7,1%), Ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).
1
Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen. 5
Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10 -15 tahun setelah eliminasi
Pada kasus ini dilihat dari usia pasien, untuk usia 5 tahun kasus terjadinya morbili mulai jarang. Selain itu anak-anak yang sudah diberikan imunisasi campak jarang terkena penyakit campak namun tidak menutup kemungkinan seorang anak untuk terkena campak.
Etiologi
Virus campak berada di sekret nasofaring dan didalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam waktu singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu dalam pengawatan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam
temperatur 35˚C. Virus tidak aktif pada pH rendah. 1
14
Bentuk Virus
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus bentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) – yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang 1
berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.
Ketahanan Virus
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tinggi. Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat 0
infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37 C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada 0
suhu 56 C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada 0
suhu -70 C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari 0
pendingin dengan suhu 4-6 C, dapat hidup selama 5 bulan, tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar 1
ultraviolet.
Oleh
karena
selubungnya
terdiri
dari
lemak
maka
virus
campak
termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam 20% ether setlah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus campak juga sensitif 0
terhadap 0,01% betapropiacetone – pada suhu 37 C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat inefektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan dalam formalin 1 / 4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya. 1
Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya proses antigenik.
15
Patogenesis
Penularan sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet memalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper ) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif 5
membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masi belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setalah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, 1
kandung kemih dan usus.
16
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menybabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecill pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti 2
untuk menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi 2
kurang.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Diagnosis campak biasanya dapat di buat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memliliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis campak (bercak 1
Koplik).
17
Meskipun demikian menentukan diagnosis
perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak
semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien meninggal sebelum ruam 1
timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu; seperti pada pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal; diagnosis banding lainnya adalah rubela, demam skarlatina, ruam akibat obat-obatan, eksantema 2
subitum dan infeksi Stafilokokus.
Dilihat dari gejala-gejala yang ada pada kasus, dapat dikatakan bahwa anak tersebut menderita campak karna manifestasi yang di temukan pada pasien yaitu demam tinggi dalam beberapa hari disertai batuk dan pilek,mata kemerahan,ruam pada tubuh,bercak Koplik. Untuk pemeriksaan penunjang seperti serologi dan sitologi pada pasien ini tidak dilakukan karena peneegakan diagnosis dapat dilakukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penyulit
1
a. Laringitis akut Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang. b. Bronkopneumonia Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, menigkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pda saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat 18
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di Negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
c. Kejang demam Kejang demam timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam. d. Ensefalitis Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke-4 – 7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching , disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan
serebrospinal
menunjukkan
pleositosis
ringan,
dengan
predominan
sel
mononuclear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal. e. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis) Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degenerative susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan. f.
Otitis media 19
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
g. Beberapa anak yang mederita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy). h. Konjungtivitis Infeksi pada kelopak mata hampir terjadi pada semua kasus campak , yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea. i.
Sistem kardiovaskular Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
j.
Adenitis servikal
k. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik l.
Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan congenital pada bayi
m. Aktivasi tuberkulosis n. Pneumomediastinal o. Emfisema subkutan p. Apendisitis q. Gangguan gizi sampai kwasiorkhor r.
Infeksi piogenik pada kulit
s. Kankrum oris (noma) 20
Pada pasien ini komplikasi-komplikasi yang disebutkan diatas tidak ditemukan.
Pengobatan
1
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sitem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Pada pasien ini pengobatan yang diberikan sudah tepat untuk mengobati gejala klinis 0
yang ada seperti Paracetamol syr (prn > 38,5 C) 3 x (10-15mg/kgBB/x) = 3 x 1-2 cth untuk antipiretik, Untuk BAB cair diberikan Protexin 1 kali perhari, untuk mengobati infeksi saluran pernafasan pada pasien diberikan Pycin 3x250mg IV. Selain itu juga pasien diberikan infuse KaEN3A 600ml/hari guna memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien. Jumlah kebutuhan cairan pasien seharusnya adalah 1350ml/hari. Dikarnakan pasien dapat makan dan minum seperti biasanya maka cairan yang diberikan sebesar 600ml/hari guna memenuhi kebutuhan cairan harian pasien. Untuk pemberian Vitamin A 100.000 IU pada pasien ini tidak diberikan karena stadium pasien sudak memasuki stadium konvalesen,dimana pemberian Vitamin A tidak berpengaruh terhadap proses terjadinya penyembuhan. Pemberian Vitamin A lebih efektif pada saat stadium Prodormal karena pemberian Vitamin A pada stadium prodormal dapat meminimalisir terjadinya komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan. Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu :
21
Bronkopneumonia Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat per oral. Antibiotik diberikan
sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
Enteritis Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
Otitis media Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/ hari dibagi dalam 2 dosis).
Ensefalopati Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mrngurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
Pencegahan
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 1215 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi 2
telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagn osis sebagai campak (IDAI, 2002).
22
1. Imunisasi aktif. Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu.Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan.Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas.Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur.Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh.Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita.Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita 2,5
leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif . Pada pasien ini telah dilakukan imunisasi campak pada usia 9 bulan, namun anak terserang penyakit campak pada usia 5 tahun. Terjadinya penyakit morbili pada pasien yang telah diberikan imunisasi dapat terjadi karena berbagai hal yaitu suhu penyimpanan yang kurang tepat. Selain itu jangka waktu pemakaian yang lebih dari Sembilan jam dapat mengurangi keefektifitas dari imunisasi campak. 2. Imunisasi pasif. Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis 2
dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak . 23
3. Isolasi Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 202
30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar Diagnosis Banding
3
Rubela
Etiologi : Rubivirus (fam. Togaviridae), virusRNA. Masa inkubasi : 14 – 21 hari Masa penularan: Sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari setelah timbulnya ruam. Cara penularan melalui droplet. Manifestasi klinis : - Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia, konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limf denopati. Gejala cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam. - Demam berkisar 380C – 38,70C. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan dengan ruam kulit. - Enantema pada rubela (Forschheimer spots)ditemukan pada periode prodrodromal sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna merah muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan tanda patognomonik. - Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus suboksipital, retroaurikular atau suboksipital. - Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas) Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai menghilang. Diagnosis: 24
- Manifestasi klinis yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari, limfadenopati retroaurikular dan suboksipital. - Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari sesudah timbulnya ruam. - Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timb ulnya ruam.
Komplikasi: Jarang pada anak. Komplikasi dapat berupa artritis, purpura danensefalitis. Terapi: simptomatik Pencegahan: vaksinasi MMR
Roseola Infantum ( Exanth em Subitum )
Etiologi : Human herpes virus tipe 6 (HHV 6) Masa inkubasi : Sulit ditentukan karena kontak tidak diketahui. Manifestasi klinis: - Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-40,60C, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, ko njungtivitis dan batuk. Demam menetap 3-5hari dan menurun secara mendadak ke suhu normal disertai timbulnya ruam. Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher, ekstremitas atas muka, dan ektremitas bawah. - Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga mirip dengan lesi rubela. - Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi. Diagnosis: Manifestasi klinis penurunan hitung leukosit. Terapi: Simptomatis.
25
DAF TAR PUSTAKA
1. Soedarmo Sumarmo S. Poorwo,Garna Herry,Hadinegoro Sri Rezeki S.,Satari Hindra Irawan,Penyunting.Campak.Jakarta: Badan Penerbit IDAI ; 2010 2. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125-33
3. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90
4. Pickering LK, Baker CJ, Long SS, McMillian JA, In: American Academy of Pediatrics, editor. Red Book: Report of the committee in infectious diseases ;2006.p. 441-52. 5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, in: Measles, editor Nelson textbook of pediatrics, edition 17. philadelphia; 2004.p.1026-32
26