Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa
Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Intoksikasi dan Ketergantungan Zat Psikoaktif Amfetamin
Oleh :
Riska Putri Dewri 1610029075
Pembimbing
dr. Yenny, Sp.KJ
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman 2017
Laporan Kasus
Intoksikasi dan Ketergantungan Zat Psikoaktif Amfetamin dan Nikotin
Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa
Riska Putri Dewri 1610029075
Menyetujui,
dr. Yenny, Sp.KJ LABORATORIUM ILMU KESEHATAN JIWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA AGUSTUS 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas refleksi kasus tentang “Ketergantungan Zat Psikoaktif”. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda. Pada kesempatan ini penulis menyapaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 3. dr. H. Jaya Mu’alimin, Sp. KJ, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 4. dr. Yenny, Sp. KJ, selaku dosen pembimbing laporan kasus. 5. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga pendidikan saat ini. 6. Rekan sejawat Dokter Muda tim 46 stase Ilmu Kesehatan Jiwa yang telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis. 7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan tutorial kasus ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca.
Samarinda, Agustus 2017
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... 1 LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... 2 KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3 DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4 BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. E rror! Bookmark not defined. 5 BAB 2 KASUS PSIKIATRI................................................................................... Error! Bookmark not defined.7 2.1 Anamnesis................................................................................................ E rror! Bookmark not defined. 8 2.2
Pemeriksaan Fisik ................................ Error! Bookmark not defined. 11
2.3
Status Psikiatrik ................................... Error! Bookmark not defined. 12
2.4
Diagnosis ............................................. Error! Bookmark not defined. 13
2.5
Penatalaksanaan ................................... Error! Bookmark not defined. 14
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................ Error! Bookmark not defined. 17 3.1
Definisi ................................................ Error! Bookmark not defined. 17
3.2
Epidemiologi ....................................... Error! Bookmark not defined. 17
3.3
Etiologi ................................................ Error! Bookmark not defined. 18
3.4
Gambaran Klinis .................................. Error! Bookmark not defined. 19
3.5
Diagnosis ............................................. Error! Bookmark not defined. 19
3.7
Perjalanan Penyakit dan Prognosis...... Error! Bookmark not defined. 20
3.8
Terapi ................................................... Error! Bookmark not defined. 20
BAB 4 PEMBAHASAN .................................... Error! Bookmark not defined. 21 4.1
Diagnosis ............................................. Error! Bookmark not defined. 21
4.2
Penatalaksanaan ................................... Error! Bookmark not defined. 22
FOLLOW UP ..................................................... Error! Bookmark not defined. 23 DAFTAR PUSTAKA ........................................ Error! Bookmark not defined. 25
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009). Didunia
kedokteran
dikenal
adanya
obat-obat
tertentu
yang
dapat
menghilangkan penyakit atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti perasaan nikmat yang disebut dengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengatuk yang berat sehingga ingin tidur saja, atau bayangan yang memberi rasa nikmat (Halusinasi). Obat-obat semacam itu disebut dengan Zat-Zat Psikoaktif yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit mental dan saraf. Akan tetapi bila disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius karena mempengaruhi otak atau pikiran serta tingkah laku pemakainya, dan biasanya mempengaruhi bagian tubuh yang lain. Selain itu, penyalahgunaan Zat-Zat Psikoaktif juga menyebabkan ketergantungan fisik yang lazim disebut dengan ketagihan ( Adiksi). Seringkali Zat-Zat Psikoaktif
tersebut juga menimbulkan kebiasaan
psikologis, yaitu orang akan mengalami kesukaran tanpa Zat-Zat Psikoaktif tersebut dan jika dia mengkonsumsi Zat-Zat Psikoaktif
biasanya dosis yang
diperlukan semakin lama semakin besar. Hal ini disebabkan karena tubuh seseorang telah menjadi kebal terhadap Zat-Zat Psikoaktif tersebut. Penggunaan Zat-Zat Psikoaktif dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada otak dan tubuh serta dapat menimbulkan kematian. Zat-Zat Psikoaktif Masuk kedalam tubuh melalui : a. Mulut (merokok dengan pipa atau sigaret) b. Hidung (menghisap zat dalam bentuk uap atau bubuk, misal : kokain) c. Kulit (menyuntiknya kedalam otot ataupun pembuluh darah) Cara yang paling langsung dan keras adalah dengan menyuntikkan kedalam vena karena hasil yang didapatkan cepat dan dramatis. Zat-Zat Psikoaktif diklasifikasikan menurut cara obat itu mempengaruhi pemakainya, yaitu : 1. Stimulan (menstimulasi kegiatan sistem saraf) 2. Depresan (mengurangi kegiatan sistem saraf) 3. Halusinogen (memberikan efek halusinasi) 4. Euforia (memberikan rasa gembira dan bergairah) Salah satu contoh dari Zat-Zat Psikoaktif
yang menyebabkan ketagihan
misalnya adalah Amfetamin atau lebih dikenal dengan sebutan Shabu-Shabu. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Dengan amfetamin, para atlet olahraga dapat meningkatkan penampilannya, misalnya berlari dengan kecepatan yang luar biasa. Amfetamin juga mempengaruhi organ-organ tubuh lain yang berhubungan dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus, ngantuk ataupun lapar.
BAB 2 KASUS PSIKIATRI
Dipresentasikan pada Kegiatan Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa. Pemeriksaan dilakukan pada Hari Kamis, 22 Agustus 2017 pukul 10.15 WITA di Poli NAPZA.RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Sumber Anamnesa : Autoanamnesa dan Heteroanamnesa.
2.1. Riwayat Psikiatri 2.1.1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. M
Umur
: 35 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Sudah Menikah
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Swasta
Suku
: Bugis
Alamat
: Samarinda
Pasien datang berobat ke Poli NAPZA.RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda diantar oleh keluarga pasien.
2.1.2. Keluhan Utama
Ketergantungan shabu-shabu
2.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang Autoanamnesis
Pasien dibawa oleh keluarga untuk rehabilitasi NAPZA. Pasien awalnya tidak mengaku mengkonsumsi shabu-shabu. Ada mendengar bisikkan dan ingin marah hingga berperilaku kasar. H eteroanamnesis
Keluarga mengatakan pasien, sudah merokok sejak umur 12 tahun dan mengkonsumsi shabu-shabu sejak 3 tahun yang lalu. Akhir-akhir ini pasien sering marah-marah, mengamuk, dan berperilaku kasar. 2.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengkonsumsi shabu-shabu sejak 3 tahun yang lalu berawal dari coba-coba. Pasien tidak pernah mengalami cedera kepala, tidak ada riwayat malaria, tidak ada riwayat kejang berulang, tidak ada riwayat hipertensi. Riwayat merokok sejak umur 12 tahun hingga sekarang.
2.1.5. Riwayat Keluarga
Dari keluarga baik dari keluarga Bapak, Ibu dan saudara kandung tidak pernah mengalami kelainan yang serupa. Pasien berhubungan baik dengan kedua orang dan satu orang adiknya. Pasien juga rutin berkumpul bersama temantemannya.
2.1.7. Faktor Pencetus
a.
Faktor psikis
: tidak ada
b.
Faktor organobiologik
: tidak ada
2.1.8. Riwayat Pribadi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua hingga sekarang. Pasien anak ke 2 dari 3 bersaudara. Pasien pertama kali mengenal rokok saat di bangku SMP karena diajak oleh teman-teman sekelas. Mulai mengenal NAPZA saat umur 32 tahun, pertama kali yang digunakan adalah shabu-shabu. Pasien mengenal shabushabu pertama kali saat umur 32 tahun berawal dari coba-coba, karena pasien setiap hari berkumpul bersama teman-temannya dan terpengaruh oleh temannya untuk mengkonsumsi shabu. Pada tahun 2017, keluarga pasien mengetahui bahwa pasien menggunakan NAPZA berdasarkan laporan dari sepupu pasien. Sehingga
pihak keluarga memutuskan untuk membawa ke Poli NAPZA.RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Tahun 2010 hingga 2014 pasien berkerja sebagai supir taksi B tetapi tidak lama berhenti, selanjutnya pasien bekerja sebagai driver pick up angkut barang untuk daerah samarinda-sangkulirang sampai awal tahun 2017. Status pasien awalnya telah menikah tetapi pada pada Januari 2014 pasien tertarik mecoba mengkonsumsi shabu-shabu dan pada tahun 2015 pasien bercerai dengan istri karena alasan sang istri sudah tidak tahan dengan prilaku pasien. Sementara ini pasien mengaku tersadar dan tidak ingin lagi menggunakan NAPZA. a.
Masa Anak-anak Awal (0-3 tahun) 1)
Riwayat prenatal, kehamilan Ibu dan kelahiran Pasien dilahirkan dengan direncanakan oleh kedua orang tua. Selama kehamilan dan persalinan berjalan normal tidak ada gangguan. Pasien dilahirkan per vaginam di rumah sakit.
2)
Kebiasaan makan dan minum Sejak kecil pasien dibiasakan makan teratur serta mendapatkan ASI.
3)
Perkembangan awal Pasien diasuh oleh kedua orang tua pasien. Tidak ada keterlambatan dalam tumbuh kembang.
b.
Masa Anak-anak Pertengahan (3-11 tahun) 1) Gejala-gejala dari masalah prilaku Tidak ada kelainan. 2)
Kepribadian dan temperamen sebagai anak Pasien sejak kecil sudah cukup pandai bergaul dan akrab dengan temanteman sepermainannya.
c.
3)
Tumbuh kembang dalam batas normal
4)
Pasien senang bermain dengan teman sebayanya
5)
Tidak pernah tinggal kelas.
Masa Anak-anak Akhir (Pubertas sampai Remaja) 1) Hubungan dengan teman sebaya Hubungan dengan teman – teman baik dan harmonis 2) Riwayat sekolah
Hubungan dengan teman dan guru di sekolah baik 3) Perkembangan kognitif dan motorik Tidak ada kemunduran kognitif. 4) Masalah fisik dan emosi remaja yang utama Tidak ada masalah fisik. 5) Latar belakang agama Pasien cukup taat beribadah 2.2. Status Mental a. Penampilan
b.
1)
Identifikasi Pribadi: cukup rapi, gelisah dan kooperatif.
2)
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor: terlihat masih dalam batas normal
3)
Gambaran Umum: gelisah dan kooperatif
Bicara: Pasien cukup terbuka tetapi terkadang perlu mikir lama untuk berkata-kata
c.
d.
Mood dan Afek 1)
Mood: Stabil
2)
Afek: Sesuai
Pikiran dan Persepsi 1)
Bentuk Pikiran i. Produktivitas: Normal ii. Kelancaran berfikir/ide: Lambat iii. Gangguan bahasa: (-)
2)
Isi Pikiran: Tidak ada gangguan, berpikir tentang kesembuhan penyakitnya
3)
Gangguan Berpikir i. Waham: (-) ii. Flight of Ideas: (-)
4)
Gangguan Persepsi i. Halusinasi: Auditorik (+) Visual (-) ii. Depersonalisasi dan Derealisasi: (-)
e.
Sensorik 1)
Kesadaran: Composmentis
2)
Orientasi i. Waktu (+) ii. Orang (+) iii. Tempat (+)
3)
Konsentrasi dan Berhitung (+)
4)
Ingatan i. Masa dahulu: (+) ii. Masa kini: (+) iii. Segera: (+)
5)
Pengetahuan (+)
6)
Tilikan diri: Derajat IV
2.3. Pemeriksaan Diagnosis Lebih Lanjut a. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 64 x/menit
Frekuensi pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,60C
Keadaan Gizi
: Baik
Kulit
: Anhidrosis (-)
Kepala
: Alopesia (-) Trauma (-)
Mata
: Anemis (-) Ikterik (-) Pupil isokor
Hidung
: Deviasi septum (-) Rhinorrhea
Telinga
: Sekret (-) Pendengaran normal
Mulut Tenggorokan
: Higien kurang baik, Hiperemi faring (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-) Deviasi trakea (-)
Toraks
: Simetris
Jantung
: Cor dalam batas normal
Paru
: Pulmo dalam batas normal
Abdomen
: Distensi (-) Soefl
Hepar Lien
: Pembesaran (-)
Perkusi
: Timpani
Bising Usus
: Normal, Metallic sound (-)
Ekstremitas
: Akral hangat, edema (-)
Pemeriksaan Psikologi, Neurologi tidak ada dan Laboratorium dalam batas normal. 2.4. Ringkasan Penemuan 2.4.1. Keadaan Umum o
Kesadaran
: Composmentis
o
Sikap
: Kooperatif
o
Tingkah laku
: Sedikit
o
Perhatian
: Baik
o
Inisiatif
: Kurang
o
Ekspresi wajah
: Sedang
o
Verbalisasi
: Koheren (+)
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan adanya kelainan 2.4.3. Pemeriksaan Psikis
Status Psikiatri Kesan Umum
: tegang, gelisah, kooperatif
Kontak
: verbal (+), lancar, visual (+)
Kesadaran
: compos mentis, atensi (+), orientasi baik
Emosi / Afek
: stabil / afek sesuai
Proses Berpikir
: cepat, koheren, waham (-)
Intelegensi
: baik
Persepsi
: halusinasi visual (-), auditori (-), ilusi (-)
Psikomotor
: dalam batas normal
Kemauan
: ADL mandiri
2.5. Diagnosis Aksis I
: F19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multiple dan penggunaan zat psikoaktif lainnya.
Aksis II
: Tidak ada diagnosis
Aksis III
: Tidak ada diagnosis
Aksis IV
: Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Aksis V
: GAF Scale 70-61. Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
2.6. Formulasi Psikodinamik
Seorang laki-laki, usia 35 tahun, beragama Islam, status sudah menikah, pendidikan SMP, tinggal di Jl. Sentosa Dalam 2A No.44 Samarinda. Datang diantar oleh keluarganya ke Poli NAPZA RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda, pada hari Selasa, 22 Agustus 2017 pukul 10.15 WITA.
Pasien datang dengan keluhan sering marah-marah ke Poli NAPZA RSJD Atma Husada Mahakam. Keluhan marah-marah dirasakan hampir tiap hari. Keluhan ini dirasakan sejak dua hari SMRS. Keluhan tidak dirasakan menghilang. Keluhan juga sampai menyebabkan pasien mengalami gangguan tidur baik sulit memulai tidur atau mudah terbangun saat tidur, namun pasien masih bisa tidur kembali. Setiap sebelum tidur pasien memikirkan kehidupannya yang berantakan. Makan dan minum pasien masih seperti biasanya. Pada akhirnya keluarga pasien membawa pasien untuk berobat ke Poli NAPZA RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
Riwayat trauma (-), kejang (+), penyakit infeksi (-)
Riwayat konsumsi alkohol (-) dan Napza (-)
Riwayat merokok (+) mengkonsumsi kopi (-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 110/80 mmHg, Nadi 64x/menit, Frekuensi Nafas 20x/menit, Suhu 36,6 oC. Pada pemeriksaan kardiovaskuler, respiratorik, gastrointestinal, urogenital dan neurologikus tidak didapatkan kelainan.
Pada
pemeriksaan
psikiatri
didapatkan
kesadaran
composmentis,
penampilan kurang rapi, sikap saat pemeriksaan kooperatif, orientasi baik, emosi stabil, afek sesuai, proses pikir cepat, koheren, waham (-),
kehilangan minat (-), konsentrasi baik (+),halusinasi auditorik (+), visual (), ilusi (-), kemauan baik, psikomotor dbn.
2.7. Rencana Terapi Menyeluruh :
1.
Assesmen lanjutan / mendalam
2.
Rehabilitasi
3.
Konseling
2.8. Prognosis
Dubia ad bonam, jika: 1.
Ada keinginan sembuh dari pasien
2.
Dukungan keluarga untuk sering memperhatikan dan memberikan perhatian kepada pasien.
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi
Amphetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem saraf pusat (SSP) stimulants. Amphetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amphetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
3.2. Epidemiologi
Amphetamine sulfat pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dikenalkan dalam praktik klinis pada tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli bebas untuk kongesti hiidung dan asma. Di tahun 1937, tablet amphetamine sulfat diperkenalkan untuk mengobati narkolepsi, parkinsonisme pascaensefalitis, depresi dan letargi. 3.3. Derivat Amphetamin Stimulan
Opioida (narkotika)
Depresan
Halusinogen
Kokain
Heroin
Alkohol
LSD
Amfetamin
Morfin
Barbiturat
Meskalin Peyote
Metamfetamin
Opium
Benzodiazepin
Ekstasi
Nikotin, Kafein
Demerol
Gammahydroksi butirat Mushrooms (GHB), Rohypnol
3.4. Cara Penggunaan 3.4.1. Oral
Efek amfetamin dengan cara oral muncul dalam jangka waktu sekitar 15-60 menit, mencapai puncak dalam waktu 2-3 jam, dan mulai menurun setelahnya. 3.4.2. Dihirup
Efek amfetamin dengan cara dihirup muncul dalam hitungan menit dan memiliki efek durasi yang singkat. 3.4.3. Injeksi :
Injeksi amfetamin memiliki bioavailability tertinggi dan menghasilkan efek yang cepat dan hebat. Ketika diinjeksi, efek Amfetamin akan muncul dengan segera namun durasi efek yang singkat (Uitemark, 2006)
3.5. Efek Amfetamin
Amfetamin merupakan obat simptomatik yang bekerja secara tidak langsung, yang menyebabkan pelepasan amin endogen seperti dopamin dan nonadrenalin (Katzung, 2009). Pada susunan saraf pusat , Amfetamin menstimulasi korteks serebri, striatum, sistem limbik, dan batang otak (Klawans, 1981) Pada manusia, dengan dosis kecil atau sedang akan mempengaruhi susunan saraf pusat dengan cara (Sadock, 2007) :
Meningkatkan kewaspadaan
Meningkatkan mood
Menurunkan nafsu makan
Menimbulkan euforia
Meningkatkan suhu tubuh Pada penggunaan dosis tinggi secara tunggal atau pemakaian yang terus
menerus dengan dosis kecil selama beberapa hari, Amfetamin dapat menginduksi gangguan psikis toksik yang ditandai dengan (Sadock, 2007) :
Pemikirian delusional
Halusinasi auditorik
3.5.2. Efek Psikiatris
Gangguan mood Menurut DSM IV TR, permulaan dari terjadinya gangguan mood yang
diinduksi oleh Amfetamin, dapat muncul pada saat penggunaan maupun penghentian zat. Pada umumnya, penggunaan zat dihubungkan dengan gejala
seperti agresif, sedangkan penghentian zat dihubungkan dengan gejala seperti depresi (Sadock, 2007).
Gangguan ansietas Amfetamin dapat menginduksi gejala yang sama seperti pada gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan panik dan gangguan phobia. Menurut DSM IV TR, gangguan ansietas yang diinduksi oleh amfetamin juga muncul pada saat penggunaan dan penghentian zat (Sadock, 2007).
Gangguan tidur Penggunaan Amfetamin dapat menyebabkan terjadinya insomnia dan
gangguan
tidur,
sedangkan
penghentian
Amfetamin
dapat
menyebabkan
terjadinya Hipersomnolen dan mimpi buruk (Sadock, 2007).
3.6. Diagnosis Tabel 3.1 Intoksikasi Amfetamin Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV TR Kriteria Diagnostik DSM-IV TR untuk intoksikasi Amfetamin
A. Penggunaan
amfetamin
atau
zat
yang
berhubungan
(misalnya
methylphenidate) yang belum lama terjadi. B. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya, euforia atau penumpulan afektif; perubahan sosiabilitas; kewaspadaan berlebihan; kepekaan interpersonal; kecemasan, ketegangan atau kemarahan; perilaku stereotipik; gangguan pertimbangan; atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan. C. Dua atau lebih dari berikut, berkembang selama atau segera setelah, penggunaan amfetamin atau zat terkait 1. takikardi atau bradikardi 2. Tekanan darah tinggi atau rendah 3. Keringat atau kedinginn 4. Mual atau muntah 5. Bukti penurunan berat badan 6. Agitasi psikomotor atau retardasi 7. Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung
8. Kebingungan, kejang atau koma D. Gejalanya bukan karena kondisi medis umum dan tidak diperhitungkan dengan gangguan mental lain. Mengetahui apakah : dengan gangguan perseptual
Tabel 3.2. Ketergantungan Amfetamin Menurut Kriteria Diagnostik DSMIV TR Kriteria Diagnostik untuk Ketergantungan Amfetamin
Suatu pola penggunaan zat maladaptif mengarah pola gangguan atau penderitaan yang bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebih hal-hal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan : 1. Toleransi yang didefinisikan sebagai berikut : a. Peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang didamba atau mencapai intoksikasi b. Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang sama dari zat 2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari : a. Sindroma withdrawal khas untuk zat penyebab (kriteria A dan B dari gejala withdrawal zat) b. Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala-gejala withdrawal 3. Zat yang dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau melewati batas pemakaiannya. 4. Adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau mengendalikan pemakaian zat. 5. Adanya aktifitas yang menyita waktu untuk mendapatkan zat (mis. Mendatangi berbagai dokter atau sampai melakukan perjalanan jauh), untuk menggunakan zat (merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efek-efeknya. 6. Kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan atau rekreasi dilalaikan atau dikurangi karena penggunaan zat.
7. Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem-problem fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat tersebut.
Tabel 3.3. Putus Amfetamin Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV TR Kriteria Diagnostik untuk Putus Amfetamin
A. Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan yang telah lama atau berat. B. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A. 1. Kelelahan 2. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan 3. Insomnia atau hipersomnia 4. Peningkatan nafsu makan 5. Retardasi atau agitasi psikomotor C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi lain. D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.
3.7. Penatalaksanaan 3.7.1. Penatalaksanaan Intoksikasi Amfetamin
a)
Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau selimut hipotermik.
b)
Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral, atau klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat diulang setiap 15-20 menit.
c)
Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi
d)
Bila terjadi takikardi, berikan beta-blocker, seperti propanolol, yang sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah
e)
Bila timbul gejala psikosis atau agitasi, beri haloperidol 3 kali 2-5 mg.
3.7.2. Penatalaksanaan putus Amfetamin
a)
Rawat ditempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan sepuasnya
b)
Waspada kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri
c)
Dapat diberikan anti depresi
3.8. Komplikasi
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau dengan dosis yang tinggu dapat mengakibatkan timbul banyak masalah diantaranya.
Psychosis (pikiran menjadi tidak nyata, jauh dari realitas)
Kelainan psikologis dan tingkah laku
Pusing-pusing
Perubahan mood atau mental
Kesulitan bernapas
Kekurangan nutrisi
Gangguan jiwa
Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya euforia, keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5-12% pengguna mengalami halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan kebingungan. Sebanyak 3% pengguna metamfetamin mengalami kejang-kejang.
BAB 4 PEMBAHASAN
Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba, rekreasional, situasional dan ketergantungan. Pada awalnya pasien masuk kedalam kategori coba-coba saat dirinya terpengaruh temannya. Setelah beberapa lama akhirnya pasien masuk ke dalam tingkatan ketergantungan. Kriteria DSM-IV TR dan PPDSGJ III yang terpenuhi untuk menegakkan diagnosis ketergantungan adalah : Adanya toleransi (dari 2-3 butir menjadi 20 butir per pemakaian) Adanya gejala withdrawal/putus zat (mual, muntah, keringat dingin, sakit seluruh badan, kejang) yang menghilang setelah penggunaan zat dilanjutkan Adanya keinginan kuat menggunakan zat walaupun pasien sadar dampaknya bagi kesehatan. 4.1. Diagnosis Axsis I
Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba, rekreasional, situasional dan ketergantungan. Pada awalnya pasien masuk kedalam kategori coba-coba saat dirinya terpengaruh temannya. Setelah beberapa lama akhirnya pasien masuk ke dalam tingkatan ketergantungan. Kriteria DSM-IV TR dan PPDSGJ III yang terpenuhi untuk menegakkan diagnosis ketergantungan adalah : 1)
Adanya toleransi (dari 2-3 butir menjadi 20 butir per pemakaian)
2)
Adanya gejala withdrawal/putus zat (mual, muntah, keringat dingin, sakit seluruh badan, kejang) yang menghilang setelah penggunaan zat dilanjutkan
3)
Adanya keinginan kuat menggunakan zat walaupun pasien sadar dampaknya bagi kesehatan.
Axsis II
Untuk Axsis II, berdasarkan anamnesa didapatkan kepribadian premorbid pasien merupakan pribadi yang terbuka, suka bergaul, dan mudah bersosialisasi, sehingga disimpulkan tidak ada diagnosis untuk Axsi s II. Axsis III
Untuk Axsis III, berdasarkan anamnesa tidak didapatkan kelainan. Axsis IV
Untuk Axsis IV, berdasarkan anamnesa didapatkan bahwa pasien lebih banyak menggunakan shabu karena pengaruh teman-teman dan juga pasien mengaku mempunyai masalah dengan mantan istrinya, sehingga diagnosis pada Axsis IV adalah masalah berkaitan dengan lingkungan sosial. Axsis V GAF 70-61 Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.
4.2. Penatalaksanaan Rawat
ditempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan sepuasnya
Waspada Dapat
kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri
diberikan anti depresi
Penatalaksanaan terhadap akibat toksisitas dari amfetamine bertujuan untuk menstabilisasi fungsi vital, mencegah absorbsi obat yang lebih lanjut, mengeliminasi obat yang telah diabsorbsi, mengatasi gejala toksik spesifik yang ditimbulkan dan disposisi. Toksisitas amfetamine kurang berhubungan dengan kadar dalam serum, penatalaksanaan hanya berupa perawatan tidak spesifik berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan
4.3. Prognosis
Dubia ad bonam, jika: 1. Minum obat secara teratur 2. Keinginan sembuh dari pasien
3.
Dukungan keluarga untuk sering memperhatikan dan memberikan perhatian kepada pasien.
4.4. Follow Up Hari dan Tanggal
Hasil
Poli NAPZA Selasa, 22 Agustus 2017 Pukul 10.15
S = tegang, gelisah, kooperatif O = TD 110/80 mmHg, HR : 84 x/menit, RR: 18x/menit A = F.19 P = Assesmen lanjutan/mendalam Rehabilitasi Konseling
Selasa, 22 Agustus 2017 Pukul 11.40 WITA
Pindah ke ruang rehabilitasi
Selasa, 22 Agustus 2017 Pukul 13.00 WITA
S = Ketergantungan shabu-shabu O = 9x withdrawal (+), minta pulang (+), emosi labil, gaduh gelisah A = F.19 P = -
Rabu, 23 Agustus 2017 Pukul 07.40
S = sudah sedikit menerima untuk direhabilitasi, sedikit tenang O = 9x withdrawal (-), masih ada ingin melarikan diri A = F.19 P = Detoxificasi
Kamis, 24 Agustus 2017 Pukul 08.10
S = tenang, kooperatif, ADL mandiri O = 9x withdrawal (-), masih ada ingin melarikan diri TD : 120/80 mmHg HR : 80 x/menit RR : 18 x/menit Temp : A = F.19 P = Detoxificasi
Jumat, 25 Agustus 2017 Pukul 07.55
S = gelisah berkurang, susah tidur O = emosi relatif tenang, koopertaif, masih ada ingin melarikan diri TD : 110/80 mmHg HR : 84 x/menit RR : 20 x/menit Temp : 36,5 oC A = F.19 P = Detoxificasi
Injeksi Skizonoid amp Senin, 28 Agustus 2017
Selasa, 29 Agustus 2017
Rabu, 30 Agustus 2017 Pukul 10.13
S = tenang O = emosi relatif tenang, 6x withdrawal (+), masih ada keinginan melarikan diri TD : 120/70 mmHg HR : 76 x/menit RR : 18 x/menit Temp : 36,6 oC A = F.19 P = DetoxificasiFenitoin 3 x 100 mg Injeksi Skizonoid berikutnya 26/8/2017 Opor Tab 2 tpm S = merasa gelisah, susah tidur O = kontak verbal (+), visual (+), tegang, koheren TD : 120/80 mmHg HR : 84 x/menit RR : 20 x/menit Temp : 36,6 oC A = F.19 P = Gangguan tidur Lanjutkan detoxificasi Injeksi Skizonoid berikutnya 26/8/2017
S = keluhan (-) O = ADL mandiri, kooperatif, halusinasi audio (-) TD : 120/70 mmHg HR : 80 x/menit RR : 18 x/menit Temp : 36,5 oC A = F.19 P = lanjutkan detoxificasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara 2. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta 3. Kumisnarno, Ketut. 2002. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif Lainnya (NAPZA). Cermin Dunia Kedokteran No.135 hal.17-20. Jakarta 4. Badan Narkotika Provinsi Kalimantan Timur. 2008. Pengenalan JenisJenis Narkoba. Cited on: http://bnpkaltim.blogspot.com/. Diakses tanggal 15 Januari 2012. 5. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III . Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003 6. Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga. Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007 7. Elvira, Sylvia D & Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. FK UI: Jakarta. 2010