Problem Based Learning Hematologi Modul I Anemia Skenario II
Kelompok 4
Tutor
:
dr. Risky Akaputra, Sp.P
Ketua
:
Nabilla Rahmawati
Sekretaris
:
Sally Novrani Puteri (2013730174)
Anggota
:
Argha Yudiansyah
(2013730159)
(2013730126)
Badai Ardyana A. P. (2013730129) Dyoza Ashara C.
(2013730139)
Fina Hidayat
(2013730144)
Ghaisani Zatadini
(2013730146)
Mustika Dinna W.
(2013730156)
Nabila Nitha A.
(2013730158)
Nadira Juanti Pratiwi (2013730160) Syifa Ramadhani
(2013730182)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014
KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Puji syukur Alhamdulillah, atas berkah Rahmah Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan modul ini. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas PBL modul I skenario II. Tugas ini ialah hasil diskusi dari semua anggota kelompok 4. Terimakasih kami ucapkan kepada tutor kami yaitu dr. Risky Akaputra, Sp.P yang telah membimbing kelompok kami sehingga dapat melakukan diskusi dengan baik. Juga untuk penulis dan penerbit dari buku yang kami jadikan referensi. Kami menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini kedepannya. kedepannya. Semoga hasil analisis di laporan ini dapat berguna dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Wassalamualaikum wr.wb
Jakarta, 11 September 2014
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................... ................................................................. ............................................ .......................................2 .................2 Skenario ........................................... ................................................................. ............................................ ............................................ .......................................4 .................4 Kata Sulit ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................. ....................................4 .............4 Kata Kunci .......................................... ................................................................ ............................................ ............................................. ....................................4 .............4 Mind Map ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................. ....................................5 .............5 Pertanyaan ........................................... ................................................................. ............................................ ............................................. ....................................6 .............6 Pembahasan.......................................... Pembahasan................... ............................................. ............................................ ............................................. ....................................7 .............7 1. Jelaskan tentang hematopoiesis dan organ yang terlibat! terli bat! ........................................7 ........................................7 (Ghaisani Zatadini 2013730146) 2. Jelaskan fisiologi dari sel s el darah merah beserta fungsi dan kandungannya! ..........19 (Nadira Juanti Pratiwi 2013730160 dan Syifa Ramadhani 2013730182) 2013730182) 3. Jelaskan biokimia dari sel darah! .......................................... ................................................................. .................................23 ..........23 (Nabila Nitha Alifia 2013730158) 4. Jelaskan metode dalam pemeriksaan darah! ........................ ............................................... ..................................25 ...........25 (Badai Ardyana Arimbi Putri 2013730129) 5. Jelaskan mengenai penyakit pen yakit anemia berdasarkan klasifikasinya! k lasifikasinya! .........................31 .........................31 (Sally N. 2013730174 , Mustika Dinna 2013730156 dan Fina H. 2013730144) 6. Apakah hubungan antara semua keluhan yang dialami pasien dengan kehamilannya? ........................................... ................................................................. ............................................ ............................................ ............................................. .......................55 55 (Dyoza Ashara Cinnamon 2013730139) 7. Tentukan DD dan WD dari scenario beserta penatalaksanaannya! .......................57 .......................57 (Argha Yudiansya 2013730126) 8. Jelaskan hubungan zat gizi dengan anemia dan jelaskan apabila terjadi kekurangan atau kelebihan dari zat gizi tsb! t sb! ............................................... ..................................................................... ..............................59 ........59 (Nabilla Rahmawati 2013730159) 2013730159) 9. Bagaimana gambaran radiologi dari anemia! ............................................. ........................................................61 ...........61 (Badai Ardyana Arimbi Putri 2013730129) 2013730129) KESIMPULAN............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ ..........................63 ....63 DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ .....................................64 ...............64
3
a. Skenario 2.
Seorang wanita umur 25 tahun diantar suaminya ke dokter keluarga mengeluh tubuh cepat lelah dengan wajah pucat, sering sakit kepala, pusing, dan berdebar-debar yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Setelah menerima penjelasan dari dokter, suaminya sangat khawatir tentang dampak yang akan terjadi karena istrinya sedang hamil muda. Setelah pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemia dan sclerae tidak ikterik. Dia tidak memiliki riwayat menstruasi yang berkepanjangan
b. Kata Sulit
Tidak ada kata sulit c. Kata Kunci
1. Wanita 25 tahun 2. Tubuh cepat lelah 3. Sering sakit kepala 4. Pusing dan berdebar-debar 5. Sedang hamil muda 6. Konjungtiva anemia, sclera tidak ikterik 7. Tidak ada riwayat menstruasi berkepanjangan
4
d. Mind Map
Sel Darah
Metode Pemeriksaan
Fisiologi
Darah Merah
Morfologi
Hematopoiesis
Biokimia
Penyakit
Anemia
Definisi
Klasifikasi
Definisi
Etiologi
Karakteristik
Komplikasi
Penatalaksanaan
5
e. Pertanyaan 1. Jelaskan tentang hematopoiesis dan organ yang terlibat! 2. Jelaskan fisiologi dari sel darah merah beserta fungsi dan kandungannya! 3. Jelaskan biokimia dari sel darah! 4. Jelaskan metode dalam pemeriksaan darah! 5. Jelaskan mengenai penyakit anemia berdasarkan klasifikasinya! 6. Apakah hubungan antara semua keluhan yang dialami pasien dengan kehamilannya? 7. Tentukan DD dan WD dari scenario beserta penatalaksanaannya! 8. Jelaskan hubungan zat gizi dengan anemia dan jelaskan apabila terj adi kekurangan atau kelebihan dari zat gizi tsb! 9. Bagaimana gambaran radiologi dari anemia!
6
Nama : Ghaisani Zatadini NIM
: 2013730146
1. Jelaskan tentang hematopoiesis dan organ yang terlibat! Jawab: Hematopoiesis adalah proliferasi sel progenitor, yang diselenggarakan oleh selsel -sel batang dan diferensiasi mereka ke semua komponen seluler darah. Hematopoiesis adalah proses pembuatan darah. Sebagaimana diketahui, darah darah terbagi atas: sel-sel darah merah (eritrosit), selselBagian yang terbentuk terbentuk (formed elements). Terdiri atas selsel darah putih (leukosit) dan keepingkeeping -keping darah (trombosit ;platet) yang bentuknya dapat dilihat dengan mikroskop. Bagian yang tidak berbentuk. berbentuk. Plasma yang terdiri atas molekul air ,protein,protein- protein protein , lemak, karbohidrat , vitaminvitamin-vitamin, enzimenzim-enzim dan sebagainya yang larut dalam plasma. Hematopoiesis tergantung pada adanya penyakit dan keadaan keadaan mental pengembangan pengembangan individu. 1 Kondisi normal, berasal dari sumsum tulang Beberapa komponen (misalnya, eritrosit dan trombosit) menyelesaikan pembangunan mereka di medula (yaitu, sumsum tulang) situs, s itus, sedangkan komponen lainnya (misalnya, sel T dan B) menyelesaikan pembangunan mereka di extramedullary. extramedullary. Janin:
0 - 2 bulan 0-7 bulan 5-9 bulan
yolk sac hati, limpa sumsum tulang
Bayi: sumsum tulang (hampir semua tulang) Dewasa: vertebra, tulang rusuk, tulang dada, tengkorak, sakrum, ujung proksimal femur Dalam mengembangkan embrio, pembentukan darah terjadi pada agregat sel darah dalam kantung kuning telur, yang disebut pulau darah. Seiring dengan berjalannya pembangunan, pembentukan darah terjadi di limpa, hati dan kelenjar getah bening. bening. Ketika sumsum tulang berkembang, akhirnya mengasumsikan tugas tugas membentuk sebagian besar selsel -sel darah untuk seluruh organisme. Namun, pematangan, aktivasi, dan beberapa proliferasi proliferasi sel limfoid terjadi pada organ limfoid sekunder (limpa, timus, dan kelenjar getah). 2 Penyakit Dengan adanya penyakit, situs ekstramedular dapat berfungsi sebagai situs utama pembentukan sel darah. II. sumsum tulang Sel induk A. CFU (Colony - Pembentukan Unit) 7
ditemukan dalam BoneMarow sebagai asal dari semua selsel -sel darah. Sel darah dibentuk oleh proses diferensiasi dari sel induk paling maju untuk sel -sel darah yang sangat khusus. ~ Sel induk: 1 sel induk pluripotential -> 3 baris sel sumsum utama: a). eritrosit (sel darah merah) b). granulosit - monosit (sel darah putih) c). trombosit (trombosit) dan mungkin limfosit (T & B lymp., sel plasma). • • • • •
2 sel induk multipoten ->multi sel induk berpotensi myeloid dan multipotenmultipoten - sel induk limfoid esensial.
- Myeloid sel induk multipoten: * CFUCFU -Gemm (CFU(CFU-S) -> ColonyFormingUnit ColonyFormingUnit granulosit, eritrosit, monosit monosit dan tes megakaryocymegakaryocy-; awal terdeteksi prekursor myeloid * CFUCFU -C (CFU(CFU-GM) ->CFU - granulosit dan monosit CFUCFU-E dan BFUBFU -E - CFU CFU-E -> CFU - eritropoiesis - BFU BFU-E ->Burst - Pembentukan Unit - erythroid ® berkomitmen untuk eritropoiesis dan pendahulu dari CFUCFU-E - CFU CFU-E dan BFUBFU -E tergantung pada Epo * CFUCFU -Meg - Progenitor megakariosit - Berasal dari CFUCFU-Gemm 8
- Dikendalikan oleh thrombopoietin
~ Limfoid sel induk multipoten -> meninggalkan sumsum tulang dan diff lengkap. di kelenjar getah bening (sel B) dan timus (sel T) B. Pertumbuhan hematopoietik Faktor -> (faktor ColonyColony- merangsang) CSF klasifikasi: a. - Non Non-garis tertentu GF ->bertindak atas bangkan pluripopluripo- dan sel induk multipoten untuk memulai pembaruan diri dan diferensiasi ~ IL-3 (Multi-CSF) -> menginduksi pembentukan koloni granulosit, monosit, eosinofil, sel-sel eritroid, megakaryocytes dan sel mast produksi ~ GM b. -Lineage spesifik GF -> bertindak atas komitmen yang sel-sel progenitor ted dan terlibat dalam diff. dan pematangan sel-sel darah dalam tahap akhir hematopoiesis. Faktor -Faktor Suami meliputi: ~ Epo ->merangsang eritropoiesis, menengahi terangkan SAR Pembuatan Balik Yang ~ GG-CSF -> menginduksi pembentukan granulosit Dan menstimulasi proliferasi bahasa Dari beberapa sel mic leukeleuke-
9
~ MM-CSF ->mempengaruhi makrofag prod. ~ Thrombopoietin ® mempengaruhi CFU -mega (Tabel 2)
Limfokin dan monokin - Dirilis oleh limfosit dan monosit (makrofag)
telah luas efek h.poietic melalui jaringan
interaksi yang melibatkan respon imun terhadap t erhadap infeksi dan invasi tumor t umor.. IL (Interleukin): disekresikan Diposkan oleh limfosit, IL (Interleukin): disekresikan oleh limfosit, mempengaruhi fungsi leukosit lainnya (com(com -munication hubungan antara leukosit) - Terlibat Terlibat dalam interaksi inte raksi yang kompleks dengan lainnya IL, HGF dan b anyak protein lainnya yang TNF dan lymphotoxins tersebut (Tabel 3)
10
1.Semua adalah glikoprotein . 2 Regulator pembangunan sel darah dan pematangan dan enhancer fungsi sel matang, yang aktif pada konsentrasi yang sangat rendah . 3 Aktif secara in vitro dan in vivo . 4. Diproduksi oleh selsel -sel dari berbagai jenis. 5. Biasanya memiliki kedua kekhususan yang unik dan tumpang tindih . 6 Aktif pada kedua batang (progenitor) sel dan sel akhir . 7 biologis mempengaruhi dimediasi setelah mengikat sejumlah kecil tinggi tertentu - reseptor afinitas pada permukaan sel target. 8 mengikat juga reseptor pada beberapa nonhema - sel topoietic. Signifikansi hal ini tidak diketahui . 9. Tampilan Tampilan sinergi atau aditif efek dengan faktor pertumbuhan lainnya . 10 Juga bertindak atas rekanrekan -rekan neoplastik jenis sel normal. III.LIMPA Kepala organ RES, yang juga termasuk BM, kelenj ar getah bening, hati, beredar monosit dan makrofag jaringan tetap. Peran utamanya dalam hematopoiesis terjadi di dalam rahim; Partisipasi postnatal terbatas. Hematopoieis extramedullary di limpa terjadi pada beberapa keadaan
11
fungsi: Berpartisipasi dalam kegiatan imunologi dan fagositosis Menghasilkan selsel-sel induk mampu membedakan sepanjang hematopoietik, garis sel histiocytic dan fibroblastik Memainkan peran dalam respon antibodi dan menentukan volume darah Evaluasi sum-sum tulang 1 Indikasi untuk aspirasi sumsum tulang: Evaluasi angka penurunan sel dari garis keturunan tunggal Ev. pasien dengan penurunan jumlah sel darah (bicytopenia atau pansitopenia) dan leukemia (batang cacat sel & gangguan) Ev. Penyimpanan besi dan besi abnormal pada prekursor eritroid Evaluasi pansitopenia atau bicytopenia Temuan leukoeritroblastik dalam apusan darah tepi Evaluasi keganasan hematologi dan pementasan tumor Untuk endpoint didefinisikan aplasia Diagnosis keterlibatan tumor Untuk menunjukkan kemungkinan infeksi oleh organisme intraselular Untuk mengetahui gangguan imunologi Diagnosis penyakit nonhematopoietic 2 Indikasi biopsi BM •
• • •
. Kegagalan untuk mendapatkan aspirasi sumsum memadai Diagnosis keterlibatan tumor Untuk menunjukkan kemungkinan infeksi oleh organisme intraselular Untuk mengetahui gangguan imunologi Diagnosis penyakit nonhematopoietic
Eritropoies 12
Eritropoiesis
Karena eritrosit tidak dapat membelah diri untuk mengganti sendiri jumlahnya maka sel tua yang pecah harus diganti oleh sel baru yang diproduksi di pabrik eritrosit sum-sum tulang yaitu jaringan lunak yang snagar selular yang mengisi rongga internal tulang. Sum-sum tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah baru, suatu proses yang dinamai eritropoiesis, dengan kecepatan menyamai kecepatan kerusaka sel tua. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk oleh yolk sac dan sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara eksklusif. Pada anak, sebagian besar tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring seiri ng dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misaln ya sternum, iga, dan ujungujung atas tulang panjang ekstremitas. Sumsum merah tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus-menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. Sel-sel punca ini, sumber semua sel darah, kini telah berhasil diisolasi. Sel-sel punca sulit dicari karena membentuk kurang dari dari 0,1% dari semua sel di sumsum tulang. Meskipun masih banyak penelitian yang harus dilakukan namun penemuan terakhir ini dapat menjadi kunci bagi penyembuhan sejumlah penyakit darah dan penyakit imunologik serta berbagai penyakit lain. Berbagai jenis sel darah imatur, bersama dengan sel punca, bercampur di sumsum tulang pada berbagai tahap perkembangan. Setelah matang, sel-sel darah dibebaskan ke dalam kapiler yang banyak menembus sumsum tulang. Faktor-faktor regulatorik bekerja pada sumsum merah hemopoietik (“penghasil hemopoietik (“penghasil darah”) untuk mengatur jenis dan jumlah sel yang dihasilkan dan dikerluarkan ke dalam darah. Untuk sel darah, mekanisme yang mengatur produksi SDM adalah yang paling banyak dimengerti. Kita akan membahasnya membahasnya berikut ini. Er itr opoie opoies sis dik dik ontrol oleh er er itr opoie opoietin tin dari dari ginjal
Karena transport O₂ dalam darah adalah fungsi utama eritrosit maka anda secara logis dapat mengira bahwa rangsangan utama peningkatan produksi er itrosit adalah berkurangnya penyaluran O₂ ke jaringan. Anda mungkin benar, tetapi kadar O ₂ yang rendah tidak merangsang eritropoiesis dengan bekerja langsung pada sumsum tulang merah. Penurunan penyaluran O₂ ke ginjal lah yang merangsang ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin ke dalam darah, dan hormone ini pada gilirannya merangsang eritropoiesis oleh sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel punca tak berdiferensiasi yang sudah ditentukan untuk menjadi SDM, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel ini menjadi eritrosit metang. Peningkatan aktivitas eritropoietik ini meningkatkan jumlah SDM dalam darah sehingga kapasitas darah mengangkut O ₂ meningkat dan penyaluran O ₂ ke jaringan pulih ke normal. Jika penyaluran O₂ ke ginjal telah normal maka sekresi eritropoietin dihentikan sampai 13
dibutuhkan kembali. Dengan cara ini, produksi eritrosit dalam keadaan normal diselaraskan dengan kerusakan atau kehilangan sel-sel ini sehingga kemampuan darah mengangkut O ₂ relative konstan. Pada kehilangan SDM yang berlebihan, seperti pada perdarahan atau perusakan abnormal eritrosit muda dalam darah, laju eritropoiesis dapat meningkat menjadi lebih dari enam kali lipat nilai normal. Persiapan sebuah eritrosit untuk meninggalkan sumsum tulang terdiri dari beberapa tahap, termasuk sintesis hemoglobin dan pengeluaran nukleus dan organel. Sel-sel yang paling matang memerlukan waktu beberapa hari sebelum matang penuh dan dibebaskan ke dalam darah sebagai respons terhadap eritropoietin, dan sel -sel yang lebih muda atau baru berproliferasi mungkin memerlukan waktu hingga hingga beberapa minggu sebelum mencapai kematangan. Karena itu, waktu yang diperlukan untuk mengganti secara tuntas semua SDM yang lenyap bergantung pada seberapa banyak yang dibutuhkan untuk kembali ke jumlah normal. (Ketika anda mendonorkan darah, eritrosit dalam darah anda akan pulih dalam waktu kurang dari seminggu)
Trombopoiesis Trombosit adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-4 mm yang berasal dari megakariosit. Hitung trombosit normal di dalam darah tepi adalah 150.000 – 150.000 – 400.000/uL 400.000/uL dengan proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang. Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi megakariosit (Candrasoma,2005). Megakariosit ini melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk 14
platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama produksi produksi trombosit adalah trombopoietin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11 (A.V Hoffbrand et al, 2005). Trombosit berperan penting dalam hemostasis, penghentian perdarahan dari cedera pembuluh darah (Guyton,1997; (Guyton,1997; Sherwood,2001). Sherwood,2001). Leukopoiesis
Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh adanya colony stimulating factors atau faktor perangsang koloni. Penstimulasi (perangsang) koloni ini dihasilkan oleh sel darah putih (leukosit) dewasa. Perkembangan dari setiap s el darah putih dimulai dengan terjadinya pembelahan sel batang temopoitik menjadi sel “blas” seperti berikut ini. a. Mieloblas yang akhirnya berkembang menjadi leukosit granular (granulosit) yaitu eosinofil, neutrofil, dan basofil. b. Monoblas berkembang menjadi menjadi monosit. c. Limfoblas akan berkembang menjadi limfosit. Granulopoiesis
Tahapan pertama perkembangan granulosit yang dapat dikenali di bawah mikroskop adalah mieloblas. Mieoblas ini berbentuk bulat besar dengan garis tengah 15 µm sampai 20 µm. Sitoplasma yang agak basofilik itu sebagian besar tidak mengandung granula. Inti yang bulat sangat besar dengan kromatin halus tersebar merata, mer ata, dan dua atau lebih anak inti yang nyata. Tahapan berikutnya dalam seri leukosit granular, disebut promielosit, biasanya adalah tahapan pertama yang dapat dikenali. Namun karena satu-satunya granula yang dibentuk pada tahapan ini adalah granula azurofilik yang hanya satu jenisnya, maka tidaklah mungkin membedakan ketiga jenis promielosit berbeda (promielosit neutrofil, eosinofil, dan basofil). Meskipun demikian promielosit tampak sebagai sel sangat besar dengan gambaran kromatin yang agak lebih kasar, anak inti jelas, dan lebih ban yak sitoplasma yang sedikit basofilik yang mengandung sejumlah granula azurofilik berwarna ungu. Jadi pada tahapan promielosit semua granula neutrofil adalah dari jenis azurofilik. Sisterna RE kasar tersebar di dalam sitoplasma, dengan kompleks golgi nyata dekat inti pada bagian yang sedikit melekuk. Produksi granula azurofilik yang bersifat peroksidase positif dan merupakan lisosom, oleh golgi segera berhenti dan jumlahnya berkurang selama pematangan berikutnya menjadi granulosit matang. Tahapan berikutnya dalam pematangan granulosit, yaitu pembentukan mielosit, menyangkut pengecilan sel selain perubahan pada inti dan sitoplasma. Jika inti promielosit hanya bertakik kecil, inti mielosit yang lebih lonjong itu bertakik lebih dalam dan menempati posisi yang lebih eksentris di dalam sel. Biasanya sel demikian belum disebut mielosit sampai sel itu mengandung lebih kurang selusin granula di dalam sitoplasmanya. Namun mielosit yang 15
lebih matang mungkin cukup padat terisi granula. Granula spesifik yang muncul pada tahap inti memungkinkan dibedakan tiga jenis mielosit berbeda, dengan jumlah mielosit neutrofilik yang terbanyak. Ketiga jenis mielosit berbeda itu terus berkembang matang menjadi tiga granulosit berbeda. Sejak tahap mielosit neutrofilik, granula neutrofilik yang berasal dari Golgi mulai mengumpul. Granula spesifik ini lebih kecil, kurang kedap elektron, dan lebih kuat daripada granula azurofilik, lagi pula tidak bersifat peroksidase positif. Ciri khas tahapan pematangan berikutnya yang disebut metamielosit ialah bahwa intinya mengambil bentuk mirip ginjal. Di sini pun dapat dikenali tiga jenis metamielosi t berbeda berdasarkan warna granula spesifiknya. Pematangan berlanjut dalam setiap seri granulosit yang mengecil ukuran sel dan mengubah bentuk inti, mula-mula ke bentuk batang (tapal kuda) dan kemudian menjadi bentuk segmen (berlobus) yang menjadi ciri granulosit matang. Sejumlah besar granulosit matang terdapat berupa cadangan di dalam jaringan mieloid. Endotoksin bakterial diketahui memicu penglepasan pembebasan sel-sel cadangan ini ke dalam darah tepi. Bahasan yang telah dipaparkan secara umum di atas dapat diperinci sebagai berikut. Ø Neutrofil Sel ini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas dua sa mpai lima lobus, dan sitoplasma yang pucat dengan garis batas tidak beraturan mengandung banyak granula merah muda-biru (azurofilik) atau kelabu-biru. Granula tersebut dibedakan menjadi granula primer yang tampak pada stadium promielosit, dan sekunder (spesifik) yang tampak pada periode meilosit dan dominan pada netrofil matur. Kedua jenis granula berasal dari lis osom. Lama hidup neutrofil dalam darah hanya sekitar 10 jam. Prekursor neutrofil secara normal tidak tampak dalam darah te tapi terdapat dalam sumsum tulang. Prekursor paling awal dapat dikenali adalah mieloblas, yaitu suatu sel dalam berbagai ukuran dengan inti yang besar berkromatin halus dan biasanya memiliki dua sampai lima nukleolus. Sitoplasmanya bersifat netral dan tidak terdapat granular sitoplasma. Sumsum tulang normal mengandung 4% mieloblas. Melalui pembelahan sel, mielobals menghasilkan promielosit yang berukuran sedikit lebih besar dan telah membentuk membentuk granula primer dalam sitoplasmanya. Sel-sel ini kemudian menghasilkan mielosit yang mempunyai granula spesifik atau sekunder.Kromatin inti sekarang lebih padat dan anak inti tidak tampak. Melalui pembelahan sel, mielosit menghasilkan metamielosit, yaitu sel yang tidak membelah, berinti melekuk atau berbentuk tapal kuda, dan sitoplasmanya dipenuhi oleh granula primer dan sekunder. Bentuk neutrofil antarmetamielosit dan neutrofil yang benar-benar matur disebut “batang” atau netrofil “muda. ” Sel-sel Sel -sel ini dapat ditemukan dalam darah tepi normal. Neutrofil batang tidak mengandung pemisahan berupa filamen tipis yang jelas antara lobuslobus inti seperti yang tampak pada neutrofil matur. Ø Eosinofil
16
Tahap pertama seri eosinofil yang secara mikroskopis dapat dikenali adala h mielosit eosinofilik. Pada tahap metamielosit, inti yang bertakik sedikit telah berkembang menjadi alur melingkar yang makin dalam sampai akhirnya inti terbagi menjadi dua lobus yang dihubungkan oleh benang tipis. Pematangan eosinofil juga meliputi pemadatan kromatin secara pulasan tidak segelap inti neutrofil matang. Granula spesifik eosinofil berkembang dengan cara yang sama denga lisosom pada jenis sel lain. Eosinofil mirip dengan netrofil, kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar, lebih berwarna merah tua, dan jarang dijumpai lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali, tetapi stadium yang lebih awal tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu transit eosinofil dalam darah lebih lama daripada neutrofil. Sel ini memasuki eksudat inflamatorik dan berperan khusus dalam respon alergi, pertahanan terhadap parasit, dan pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi. Ø Basofil Inti mielosit basofilik mengalami perubahan tidak sebanyak yang terjadi pada pembentukan neutrofil. Pada tahap metamielosit mungkin timbul konstriksi tidak teratur, namun biasanya berkembang menjadi berlobus dua. Kromatin Kromatin basofil tetap padat secara tidak sempurna dan relatif terpulas ringan. Sebaliknya granula spesifik ter pulas sangat gelap, dan bila terdapat di atas inti akan menutupi inti ini. Berbeda dengan granula spesifik eosinofil, granula spesifik basofil merupakan granula ekskresi. Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Sel ini mempunyai banyak granula sitoplasma yang gelap, menutupi inti, serta mengandung heparin dan histamin. Di dalam jaringan, basofil berubah menjadi sel mast. Basofil mempunyai tempat perlekatan imunoglobulin E dan degranulasinya disertai dengan pelepasan histamin. Leukopoiesis
Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh adanya colony stimulating factors atau faktor perangsang koloni. Penstimulasi (perangsang) koloni ini dihasilkan oleh sel darah putih (leukosit) dewasa. Perkembangan dari setiap s el darah putih dimulai dengan terjadinya pembelahan sel batang temopoitik menjadi sel “blas” seperti berikut ini. a. Mieloblas yang akhirnya berkembang menjadi leukosit granular (granulosit) yaitu eosinofil, neutrofil, dan basofil. b. Monoblas berkembang menjadi menjadi monosit. c. Limfoblas akan berkembang menjadi limfosit. Referensi:
Sherwood Lauralee.2013.fisiologi manusia dari sel ke jaringan.EGC;Jakarta 17
Guyton.1997.fisiologi Guyton.1997 .fisiologi kedokteran.EGC;Jakarta ke dokteran.EGC;Jakarta Candrasoma,2005). (A.V Hoffbrand et al, 2005
18
Nama : Nadira Juanti Pratiwi (2013730160) (2013730160) Syifa Ramadhani (2013730182) 2. Jelaskan fisiologi dari sel darah merah mer ah beserta fungsi dan kandungannya! Jawab : Setiap militer darah mengandung sekitar 5 milyar eritrosit (sel darah merah), secara rata-rata yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah s ebagai 5 juta sel per milliliter kubik (mm3). Struktur Eritrosit dan Hemoglobin Eritrosit adalah sel dasar berbentuk piringan yang mencekung di bagian tengah di kedua sisi, seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan lubang (yaitu, eritrosit adalah piringan bikonkaf dengan garis tengah 8 µm, ketebalan 2µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di bagian tengah). Bentuk unik ini berperan, melalui du acara, dalam menentukan efisiensi sel darah merah melakukan fungsi utamanya mengangkut O 2 dalam darah : (1) Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O 2 menembus membrane dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. (2) Tipisnya sel memungkinkan O 2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan eksterior sel.
Gambaran structural lain yang mempermudah fungsi transport eritrosit adalah kelenturan membrannya. Sel darah merah, yang garis tengah normalnya adalah 8 µm, dapat mengalami deformitas secara luar biasa sewaktu mengalir satu per satu melewati kapiler yang garis tengahnya sesempit 3µm. Karena sangat l entur maka eritrosit dapat mengalir melalui kapiler sempit berkelok-kelok untuk menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa pecah selama proses tersebut berlangsung. Ciri anatomic terpenting yang memungkinkan eritrosit mengangkut O 2 adalah adanya hemoglobin didalamnya. Hemoglobin ditemukan hanya di sel darah merah. Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian: (1) Globin : suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat (2) Empat gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan secara reversible dengan satu molekul O 2, karena itu setiap molekul hemoglobin dapat mengambil empat penumpang O 2 di paru. Karena O2 tidak mudah larut dalam plasma maka 98,5% O 2 yang terangkut dalam darah terikat ke hemoglobin.
19
Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami). Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi. Karena itu, darah arteri yang teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah vena yang telah kehilangan sebagian dari kandungan O 2 nya di tingkat jaringan, memiliki rona kebiruan. Selain mengangkut O 2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan: 1. Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan kembali ke paru. 2. Bagian ion hydrogen asam dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan di tingkat jaringan dari CO2. Hemoglobin menyangga asam ini sehingg aasam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah. 3. Karbon monoksida(CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam darah, tetapi jika terhirup maka gas ini cen derung menempati bagian hemoglobin yang berikatan dengan O 2 sehingga terjadi keracunan CO. 4. Nitrat Oksida (NO). Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempat zat ini melemaskan dan melebarkan arteriol local. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah.
Fungsi Eritrosit : mengangkut O 2, CO2 dan ion hydrogen dalam darah.
Fungsi Hemoglobin : memberi warna pada eritrosit serta membantu eritrosit membawa O2, CO2 dan ion ion hydrogen.
Kandungan yang terdapat dalam sel darah merah :
Setiap milliliter darah mengandung sekitar 5 milyar eritrosit ( sel darah merah atau SDM), secara rerata, yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta sel per milliliter kubik. Bentuk dan isi eritrosit sangat cocok untuk melaksanakan fungsi primernya yaitu mengangkut O2 dan, dengan tingkat yang lebih rendah, CO2 s erta ion hydrogen dalam darah. Ciri anatomik terpenting yang memungkinkan sel darah merah (SDM) mengangkut O2 adalah adanya hemoglobin di dalamnya.
Keberadaan Hemoglobin Hemoglobin ditemukan hanya di sel darah merah. mer ah. Molekul hemoglobin memiliki dua bagian: (1) bagian globin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus nonprotein nonprotein yang mengandung besi besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida. 20
Enzim kunci dalam eritrosit Hanya beberapa enzim penting yang tidak dapat diperbarui yang tetap terdapat di dalam eritrosit matang: enzim glikolitik dan karbonat anhydrase. Enzim glikolitik penting untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme transport aktif yang berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang yang sesuai di dalam sel. Yang ironis, meskipun eritrosit adalah kendaraan untuk mengangkut O2 ke semua jaringan lain di tubuh, tetapi sel ini i ni tidak dapat menggunakan O2 yang dibawanya untuk menghasilkan energi. Karena tidak memiliki mitokondria, yang merupakan tempat berbagai enzim untuk fosforilasi oksidatif, maka eritrosit hanya mengandalkan glikolisis untuk membentuk ATP. Enzim-enzim penting lain dalam sel darah merah, karbonat anhydrase, sangat berperan dalam transport CO2. Enzim ini menganalisis suatu reaksi kunci yang akhirnya menyebabkan perubahan CO2 yang dihasilkan oleh proses metabolic menjadi ion bikarbonat (HCO3-), yaitu bentuk utama pengangkutan CO2 dalam darah. Karena itu, eritrosit berperan dalam transport CO2 melalui dua cara car a melalui pengangkutannya dengan hemoglobin dan perubahannya menjadi (HCO3-) yang diinduksi oleh karbonat anhydrase.
21
Nilai Sel Darah Normal
Referensi: Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 6 Sherwood
22
Nama : Nabila Nitha Alifia NIM
: 2013730158
3. Jelaskan biokimia dari sel darah! Jawab: Biokimia sel darah
1. Darah adalah jaringan yang mengalir dalam saluran tertutup. Fungsi : i. ii.
Respirasi Nutrisi
iii.
Ekskresi ke paru, ginjal dan kulit
iv.
Mempertahankan dan menyeimbangkan konsentrasi asam basa
v. vi.
Mengatur suhu tubuh Sebagai pertahanan tubuh
2. Globulin Sekumpulan protein plasma yang mengendap pada larutan amonium sulfat setengah jenuh. Plasma darah ditambah dengan amonium dulfat jenuh dengan takaran yang sama jadi setelah dicampur pada keadaan tersebut globulin akan mengendap. Fungsi : i. ii.
Sebagai alat pengangkut Sebagai alat pertahan tubuh terhadap infeksi (imunoglobulin), akan tetapi sintesis imunoglobulin di sintesis di sum sum tulang.
2. Elektrolit Plasma
a. Terdiri dari : natrium, kalium, calsium, magnesium, b. Fungsinya : bersama protein plasma, elektrolit mempertahankan tekanan osmotic plasma yaitu mempertahankan agar cairan plasma tidak keluar dari plasma ke ruang interstitial.
3. Protein plasma
Protein total : 7,0 -7,5 gr/dl, >50% adalah albumin. Albumin : paling banyak jumlahnya, paling kecil partikelnya, partikelnya, dan paling tinggi muatan listriknya. Pada dasarnya sintesis protein di sintesis di hati, kecuali immunoglobulin. 23
Fungsinya: mempertahankan tekanan koloid osmotic dan intravaskuler
4. Hemostasis dan trombosis
a. Hemostasis : Penghentian perdarahan pada di tempat luka c. Trombosis : terjadi apabila lapisan endotel rusak atau hilang d. Keduanya akan menyebabkan terjadinya koagulasi 5. Faktor yang mempengaruhi penggumpalan darah
1. Faktor I
: fibrinogen
2. Faktor II
: Protrombin
3. Faktor III
: tromboplastin jaringan
4. Faktor IV
: kalsium (Ca)
5. Faktor V
: Proakselerin
6. Faktor VII
: Prokonvertin
7. Faktor VIII
: Antihemofilik faktor A, AHG
8. Faktor IX
: Antihemofilik faktor B, plasma tromboplastin component (PTC),
faktor christmas 9. Faktor X
: Faktor Stuart – Stuart – prower prower
10. Faktor XI
: Plasma Tromboplastin Antecedent (PTA)
11. Faktor XII
: Faktor Hageman
12. Faktor XIII
: Fibrin Stabilizing factor, faktor laki-roland
Refrensi: Murray, Robert. 2009. Biokimia 2009. Biokimia Harper. Jakarta: EGC
24
Nama : Badai Ardyana Arimbi Putri NIM
: 2013730129
4. Jelaskan metode dalam pemeriksaan darah! Jawab: Pemeriksaan laboratorium hematologi
Darah rutin (Hb, L, Ht, T)
Hb
Darah Lengkap ( - LED )
Darah Lengkap ( + LED )
LED/BBS
Masa Pendarahan / BT
Masa pembekuan / CT
Hitung Jenis Leukosit / Diff. C
Golongan Darah
Retikulosit
Hitung Eosinofil
Malaria/DDR
Filaria
IT Ratio
Batas waktu penyimpanan darah pada suhu kamar Jenis pemeriksaan
Diperiksa sebelum
Kadar Hb
Stabil
Jumlah Leukosit
2 jam
Jumlah Eritrosit
6 jam
Laju Endap Darah
2 jam
Jumlah Trombosit
1 jam
Retikulosit
6 jam
Sediaan apus
1 jam
METODE PEMERIKSAAN DARAH 25
1. Hemoglobin
-Cara asam hematin (cara Sahli) -Cara cyanmethemoglobin
A. Cara SAHLI Prinsip
: 1. Darah + as. Klorida (HCl) 0,1 N 2. Hemoglobin diubah menjadi as. Hematin (min 10 menit) 3. Encerkan dengan aquadest seperti warna sama dengan warna
standar Keuntungan
: Cepat, sederhana dan tidak mahal
Kerugian
: Kurang teliti (kesalahan bisa sampai 10%)
Alat
: 1. Hemoglobinometer Sahli Adam, t.d.: 2. Gelas warna coklat (warna standar) 3. Tabung haemometer dengan pembagian skala dalam g% atau g/dl 4. Pipet Sahli vol 20 cmm 5. Pengaduk gelas 6. Pipet Pasteur
Reagen
: 1. Lart HCl 0,1 N 2. Aquadest
Cara
: 1. Tabung haemometer diisi larutan HCl 0,1 N sampai 2 g% 2. Darah kapiler/vena + antikoagulan dihisap dengan pipet Sahli sp 20
cmm 3. Bagian luar pipet dibersihkan dengan kapas kering/tissue (darah jangan terhisap) 4. Darah ditiup hati-hati ke dalam tab berisi larutan HCl, jangan sampai timbul gelembung udara 5. Sebelum pipet ditarik, pipet dibilas dulu dengan cara hisap-tiup beberap kali 6. Bagian luar pipet dibilas dengan aquadest/HCl 0,1 N 7. Tunggu 10 menit 8. Encerkan as. Hematin dengan aquadest setetes demi setetes sambil diaduk, sampai warna = standard 9. Meniskus larutan dibaca (=Kadar Hb)
26
10. Bila warna standar berubah -> dikalibrasi terhadap cara cyanmetHb -> diberi koreksi faktor 2. Bleeding Time (Masa Pendarahan) BT
Dipengaruhi oleh fungsi kapiler dan jumlah trombosit Metode DUKE Nilai Normal Alat
: 1-6 menit
: 1. Lancet steril/disposable 2. Kertas filter sirkuler 3. Stopwatch 4. Alkohol 70%
Prosedur
: 1. Bersihkan cuping telinga dengan alkohol 70% -> biarkan kering 2. Tusuk lobus telinga dengan lancet steril dan nyalakan stopwatch 3. Hisap darah dengan kertas saring tiap 30 detik; kertas jangan menyentuh kulit 4. Jika pendarahan berhenti -> hentikan stopwatch -> hitung BT
3. Clotting Time (Masa Pembekuan) CT
CT memanjang pada hemofilia, afbrinogenemia, antikoagulan heparin Metode Lee dan White Nilai Normal Alat
: 5-15 menit
: 1. Waterbath 370C 2. Tabung 13x10mm 3. Stopwatch 4. Semprit 10ml & jarum 20g
Prosedur
: 1. Beri label 3 tabung dengan 3 nomor : 1,2,3 2. Ambil darah 4 ml 3. Lepaskan jarum dan masukan 1ml darah berturut-turut pada tabung 3,2,1; 1ml darah terakhir dibuang -> Nyalakan stopwatch segera setelah darah masuk tabung ke 3 4. Masukkan tabung dalam waterbath 5. Setelah 5 menit, angkat tabung 1 dengan sudut 45 0, ulangi tiap 30 detik; sampai darah beku -> catat waktu 6. 30 detik setelah tabung 1 beku, lakukan hal yang serupa dengan tabung 2&3 27
7. Catat waktu pembekuan dari isi tabung 3 4. Laju Endap Darah (LED) -Metode Westergen (pilihan terbaik) -Metode Wintrobe Nilai Normal : P= 0-20 mm/jam L= 0-15 mm/jam LED + : Keadaan inflamasi, infeksi, RA, TBC dan Multiple Myeloma Alat : 1. Pipet westergen dan rak penyangga 2. Darah EDTA atau darah sitras 3. Larutan NaCl 0,85% Prosedur : 1. Campur darah EDTA dengan larutan NaCl -> 4:1. Hisap NaCl dengan pipet westergren s/d angka 150, 150, masukan dalam botol botol kecil; kemudian hisap darah EDTA sampai angka 0, masukan dalam botol yang telah diisi larutan NaCl, campur baik baik dengan pengaduk atau hisap-tiup beberapa kali 2. Hisap campuran darah EDTA-NaCl dengan tabung westergren sampai angka 0 3. Letakan tabung westergren dengan posisi tegak lurus pada rak penyangga 4. Biarkan 1 jam dan catatlah berapa mm menurunya eritrosit (=nilai LED dalam mm/jam) 5. Hitung Sel Darah Prinsip : Darah diencerkan dan di cat dengan larutan tertentu, sel-selnya dihitung dalam kamar hitung di bawah mikroskop Alat : 1. Mikroskop 2. Kamar Hitung 3. Pipet pengencer thoma LEUKOSIT
Nilai Normal Prosedur
: 4000-10000/mmk
: 1. Hisap darah kapiler/ EDTA dengan pipet Thoma (untuk leukosit) sampai tanda 0,5 2. Encerkan sampai tanda 11 dengan larutan TURK -> pengenceran 20x -> campur dengan gerakan sejajar sumbu panjang 3. Buang 4 tetes pertama, tetes ke-5 masukan kamar hitung -> tunggu 3 menit 4. Lihat dibawah mikroskop dengan obyektif 40x, hitung jumlah leukosit pada 4 kotak lekosit (N) 5. Hitung lekosit = Nx50/mmk
ERITROSIT
Niai Normal
: L= 4,3-5,9 jt/mmk 28
Prosedur
P= 3,9-4,8 jt/mmk : 1. Hisap darah kapiler/ EDTA dengan pipet Thoma (untuk eritrosit) sampai tanda 0,5 2. Encerkan sampai tanda 101 dengan larutan HAYEM -> pengenceran 200x -> campur dengan gerakan gerakan sejajar sumbu panjang 3. Buang 4 tetes pertama, tetes ke 5 masukan kamar hitung -> tunggu 3 menit 4. Lihat di bawah mikroskop dengan obyektif 40x, hitung jumlah eritrosit pada 5 kotak eritrosit (N) 5. Hitung lekosit = NX10000/mmk
TROMBOSIT Langsung : 1. Sama dengan cara hitung lekosit, tetapi pipet yang dipakai adalah pipet eritrosit -> pengenceran 200x 2. Larutan yang digunakan Rees Ecker 3. Inkubasi 15 menit dalam petridisk yang diberi tissue basah - > mencegah penguapan 4. Hitung trombosit dalam 4 kotak lekosit (obyektif 40x) =N 5. Hitung trombosit=Nx500 Tidak Lgsg : 1. Buat hapusan darah dengan cat giemsa/wright 2. Hitung jumlah trombosit sebanyak 40 lapangan pandang dengan obyektif 100x 3. Hasil dikalikan 1000 6. Hitung Jenis Lekosit Prinsip : -Menetapkan prosentase jenis lekosit yang ada dalam darah dar preparat apus -Dibuat hitung macam-macam lekosit per 100 lekosit dari sediaan apus -> hasil dilaporkan dalam %
Cara pembuatan preparat apus - Sediakan 2 kaca obyek - Teteskan 1 tetes darah pada 1cm dari ujung kaca (sebelah kanan), ditengah-tengah dari ke 2 sisi panjang - Pegang sisi kaca dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri - Ambil kaca ke 2 (sebagai pemulas), pegang dengan tangan kanan, letakan di depan tetesan darah (pada kaca 1), dengan sudut 25 0, membuka ke kanan - Kaca pemulas di geser ke kanan sehingga menyinggung tetesan darah, darah akan segera menyebar sepanjang sisi kaca pemulas 0 - Jaga agar sudut kedua kaca obyek tetap 25 , kemudian geser kaca pemulas ke kiri dengan cepat sepanjang kaca obyek 1. Keringkan di udara Cara pengecatan preparat apus dengan cat GIEMSA - Letakan sediaan apus di rak pengecatan dengan sediaan menghadap ke atas - Genangi sediaan dengan cat methanol selama 4 menit kemudian biarkan mengering - Genangi sediaan dengan cat Giemsa selama 20 menit - Bilas dengan air kran, kemudain keringkan di udara 7. Golongan Darah Cara: - Teteskan masing-masing 1 tetes reagen anti-A, anti-B, anti-A B, dan anti D (Rh) 29
-
Teteskan masing-masing 1 tetes darah di sebelah rea gen Campur/aduk dengan pengaduk, kemudian goyangkan kaca obyek ke depan dan ke belakang sambil diamati aglutinasi yang akan terjadi Baca hasil dalam waktu 2 menit setelah pencampuran darah dan reagen. Catat hasilnya
Referensi: - http://www.scribd.com/doc/216650157 Pemeriksaan Darah Laboratorium Klinik (diakses pada tanggal 10 september 2014) - Priyani, Adi. 2006. Penuntun 2006. Penuntun Praktikum Patologi Klinik . Jakarta: Usakti Press
30
Nama : Sally Novrani Puteri (2013730174) (2013730174) Mustika Dinna Wikantari (2013730156) Fina Hidayat (2013730144) 5. Jelaskan mengenai penyakit anemia berdasarkan klasifikasinya! Jawab: A. Definisi Anemia Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di Negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik ( chronic debility) debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensi nya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan sering kali tidak mendapatkan perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik. Anemia adalah suatu penyakit yang menunjukkan kemampuan darah untuk mengangkut O2 berada di bawah normal dan ditandai oleh hematokrit yang rendah. Anemia dapat disebabkan oleh penurunan laju eritropoiesis, kehilangan eritrosit dalam jumlah besar, atau defisiensi kandungan hemoglobin eritrosit. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri ( Disease Disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (Underlying disease). Oleh karena itu, dalam diagnosis anemia tidaklha cukup sampai kepada label anemia tetapi harus ditetapkan penyakit dasar anemia itu tersebut. B. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia berdasarkan Morfologi dan Etiologi I.
Anemia Hipokromik Mikrositer a. Anemia defisiensi besi b. Thalasemia mayor c. Anemia akibat penyakit kronik d. Anemia sideroblastik
II.
Anemia normokromik normositer a. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia Aplastik c. Anemia Hemolitik di dapat
31
d. Anemia akibat penyakit kronik e. Anemia pada gagal ginjal kronik f. Anemia pada sindrom mielodisplastik g. Anemia pada keganasan hematologic .
Anemia makrositer a. Bentuk megatoblastik 1. Anemia defesiensi asam folat 2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia hermisiosa b. Bentuk non megaloblastik 1. Anemia pada penyakit hati kronik 2. Anemia pada hipotiroidisme 3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
C. Penjelasan berdasarkan Klasifikasi I. Anemia Hipokromik Mikrositer Patogenesis dasar dari kelompok anemia ini ialah berkurangnya penyediaan besi atau gangguan utilisasi besi oleh progenitor eritroid dalam sumsum tulang. Anemia hipokromik mikrositer dengan gangguan metabolisme besi merupakan penyebab anemia tersering yang dijumpai, baik dalam praktek klinik maupun di lapangan. Mikrositik berarti sel kecil keci l dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV;Penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi sintesis heme atau kekurangan zat besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis globin, seperti pada thalassemia. Thalasemia menyangkut ketidaksesuaian jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan demikian tidak dapat terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal. a. Anemia Defisiensi Besi Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada 32
anemia akibat penyakit kronis penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari system retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di Negara-negara tropic atau Negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun.
Kehilangan besi sebagai akibat dari pendarahan menahun dapat berasal dari ;
Saluran cerna;akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID,kanker lambung, kanker kolon, diverticulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia perempuan; menorrhagia atau metrorhagia.
Saluran kemih;hematuria
Saluran napas; hemoptoe
Faktor nutrisi; akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik.
Kebutuhan besi meningkat;seperti pada prematuritas dan anak dalam masa pertumbuhan dann kehamilan
Gangguan absorbsi besi;gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilanganbesi sehingga cadangan besi semakin menurun, keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai; iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta berbagai gejala lainnya. Karakteristik
a) Koilonychia; kuku sendok; kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga menyerupai sendok 33
b) Atrofi papil lidah; permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang c) Stomatitis angularis; adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan d) Disfagia; nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring e) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia Komplikasi
Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar. Jantung yang membesar lama-lama lama-l ama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal jantung. Gangguam kehamilan, kemungkinan kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.
Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar
Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terapdu. Tindakah pencegahan yang dapat dilakukan berupa; 1. Pendidikan kesehatan yaitu; a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. b. Penyuluhan gizi; untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi 2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber oerdarahan kronik paling sering di daerah tropic 3. Suplementasi besi; terutama untuk segmen penduduk yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita. 4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi Penatalaksanaan
Terapi pada anemia defisiensi besi dapat berupa;
34
1. Terapi kausal; tergantung penyebabnya, misalnya; pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh; a. Besi per oral; merupakan obat pilihan pertama karena efektif murah dan aman. Preparat yang tersedia, yaitu; i. ii.
Ferrous sulphat ; preparat pilihan pertama. Dosis ;3x200 mg. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan dan ferrous succinate, succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan diberik an saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek samping dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, anemia sering kambuh kembali. b. Besi parenteral Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu; i.
Intolerasi oral benar
ii.
Kepatuhan berobat kurang
iii.
Kolitis ulserativa
iv.
Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia; iron dextran complex, iron sorbitol citric, acid complex. b. Thalasemia Definisi
Adalah sekelompok heterogen gangguan genetic pada sintesis Hb yang ditandai dengna tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. sehingga menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-sel darah merah dan anemia. Kebanyakan thalassemia diwariskan sebagai sifat resesif. Etiologi
Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region(LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasargenmenyebabkan cacat ca cat pada inisiasi atau pengakhiran 35
transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta. Karakteristik
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang k encang dan facies cooley . Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Komplikasi Bagi thalassemia mayor memerlukan tranfusi darah seumur hidup. Pada thalassemia mayor komplikasi lebih sering sering di dapatkan dari pada thalassemia intermedia. Komplikasi neuromuskular tidak jarang terjadi. Biasanya pasien terlambat berjala n. Sindrom neuropati juga mungkin terjadi dengan kelemahan otot-otot proksimal. Terutama ekstremitas bawah akibat iskemia serebral dapat timbul episode kelainan neurologik fokal ringan, gangguan pendengaran mungkin pula terjadi seperti pada kebanyakan anemia hemolitik atau diseritropoitik lain ada peningkatan kecenderungan untuk terbentuknya batu pigmen dalam kandung empedu.
Penatalaksanaan
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, 36
penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel teknologi sel punca ( stem stem cell ). ). Pada 2008, di Spanyol, di Spanyol, seorang seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk saudaranya yang yang menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai vitro. Suplai darah plasenta yang immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut tergolong sukses.Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai di Chennai dan Coimbatore dan Coimbatore mencatatkan pengobatan sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari saudaranya. c. Anemia Akibat Penyakit Kronik Definisi Penyakit kronik seringkali disertai anemia, namun tidak semua anemia pada penyakit kronik dapat digolongkan sebagai anemia akibat penyakit kronik. Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Anemia ini digolongkan sebagai anemia yang cukup sering dijumpai, baik di klinik maupun di lapangan. Anemia ini merupakan penyebab kedua tersering setelah anemia defisiensi besi. Etiologi Penyebab anemia akibat penyakit kronik belum diketahui dengan pasti. Penyakit yang menyebabjan anemia antara lain, Infeksi Kronik seperti tuberculosis paru, infeksi jamur kronik, bronkiektasis, colitis kronik. Kemudian inflamasi kronik seperti artritis rheumatoid, SLE, penyakit kolagen lain. Patogenesis Patogenesis anemia akibat penyakit kronik belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa teori yang diajukan antara lain; 1. Gangguan pelepasan besi dari RES ke plasma 2. Pemendekan masa hidup eritrosit 3. Pembentukan eritropoetin tidak adekuat 4. Respons sumsum tulang terhadap erotropoetin tidak adekuat Karakteristik Anemia akibat penyakit kronik memberikan gambaran laboratorium sebagai berikut; 1. Anemia ringan hingga sedang, hemoglobin jarang < 8g/dl 2. Anemia bersifat normoisiter atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl) 3. Basi transferrin sedikit menurun 4. Protoporfirin eritrosit meningkat 5. Feritin serum normal atau meningkat 6. Reseptor transferrin normal 37
7. Pada pengecatan sumsum tulang dengan biru Prusia, besi sumsum tulang normal atau meningkat dengan butir-butir hemosiderin yang kasar Komplikasi Gagal Jantung
Kejang
Kematian
Penatalaksanaan
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah; 1. Jika penyakit dasar dapat diobati dengan baik, anemia akan hilang dengan sendirinya 2. Anemia tidak memberi respons pada pemberian besi, asam folat, atau vitamin B12 3. Transfusi jarang diperlukan karena derajat anemia ringan 4. Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin. Tetapi harus diberikan terus menerus
d. Anemia Sideroblastik Definisi
Anemia sideroblastik adalah anemia dengan sideroblaas cincin dalam sumsum tulang. Anemia ini relative jarang dijumpai tetapi perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosis banding dari anemia hipokromik mikrositer. Etiologi dan Patofisiologi
Perubahan patofisiologi pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi kegagalan inkorporasi besi ke dalam senyawa hem pada mitokondria yang mengakibatkan besi mengendap pada mitokondria sehingga jika dicat dengan cat besi akan kelihatan sebagai bintik bintik yang mengelilingi inti yang disebut sebagai sideroblas. Hal ini menyebabkan kegagalan pembentukan hemoglobin yang disertai eritropoesis inefektif dan menimbulkan anemia hipokromik mikrositer. Bentuk Klinik
Anemia sideroblastik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu bentuk herediter dan bentuk didapat. 1.Bentuk herediter Jarang dijumpai, herediter dan sex linked (X-linked). Sebagian besar bes ar menunjukkan bentuk defek enzim ALA synthetase. 2.Idiopathic acquired sideroblastic anemia. a.Mutasi somatik pada progenitor eritroid b. Tergolong sebagai sindrom mielodisplastik mielodisplastik c.Menurut klasifikasi FAB sideroblastik sekunder disebut sebagai refractory anemia with ring sideroblastik (RARS) 38
3. Anemia sideroblastik sekunder Akibat alkohol, obat anti TBC: INH dan keracunan Pb. 4. Anemia yang responsif pada terapi piridoksin (piridoksin responsif anemia) Gambaran Klinik Gambaran anemia sideroblastik sangat bervariasi dimana pada bentuk yang didapat dijumpaianemia refrakter terhadap pengobatan. Telah dilaporkan adanya suatu sindroma anemiasideroblastik yang refrakter pada 4 orang anak dengan adanya vakuolalisasi prekurser sel-selsumsum dan gangguan fungsi eksokrin pancreas. Anemia sideroblastik kongenital terjadi pada orang dewasa dengan berbagai proses peradangan dan keganasan atau pada alkoholisme. Penatalaksanaan
1.Terapi untuk anemia sideroblastik berupa terapi simptomatik yaitu dengan transfusidarah. 2.Pemberian vitamin B6 dapat dicoba karena pada sebagian kecil penderita bersifatresponsif terhadap piridoksin. Untuk anak-anak diberikan dalam dosis 200-500 mg/24 jam, kendatipun tidak dijumpai kelainan metabolisme triptofan atau defensiensi vitaminB6 lainnya. Vitamin B6 merupakan kofaktor enzim ALA-sintase. II.
Anemia Normokromik Normositer Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal (mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal atau normal rendah). Penyebab-penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolysis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang belakang dan penyakit penyakit infiltrative metastatic pada sumsum tulang.
a. Anemia Pasca Perdarahan Akut Definisi
Anemia pasca perdarahan akut merupakan kasus yang banyak ditemui dalam bidang penyakit dalam. Anemia pasca perdarahan terjadi akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun Etiologi
Hal ini dijumpai sebagai akibat perdarahan saluran cerna atas pada sirosis hati, ulkus peptikum, tumor lambung atau gastritis erosif, erosif , pada hemoptoe masif akibat akiba t tuberculosis paru, bronkiektasis atau tumor paru, pada perdarahan akut akibat gangguan hemostasis, dan lainlain. Dalam bidang obstetric dan ginekologi dijumpai pada perdarahan antepartum atau postpartum. Dalam bidang bedah paling paling sering disebabkan karena trauma akibat kecelakaan. Karakteristik
Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah:
39
- Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang - Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigenberkurang.Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi.Anemia bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan:
Pingsan Pusing
Haus
Berkeringat
denyut nadi yang lemah dan cepat
pe perna rnafasa fasan n yang cep cepat. at.
Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangatberat bisa menyebabkan kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatanhilangnya darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jamatau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal.Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi),kehilangan sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahandan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali.
Komplikasi
Perdarahan masif dapat menimbulkan syok hipovolemik yang merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan segera. Massa eritrosit menurun sehingga mengurangi daya angkut oksigen dari darah. Disamping itu akan terjadi penurunan volume darah yang dapat menimbulkan penurunan perfusi jaringan sampai syok sehingga dapat menimbulkan kematian. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, perdarahan sampai 1 liter yang tidak berlanjut dapat diatasi hanya dengan cairan kristaloid atau plasma ekspander tanpa transfuse darah. Kehilangan darah 1-2 liter, diatasi dengan cairan kristaloid atau koloid, mungkin juga diperlukan transfuse darah pada kasus dengan risiko tinggi. Kehilangan darah lebih dari 2 liter memerlukan koreksi volume darah dan massa eritrosit. Kombinasi packed red cell dengan cairan kristaloid sama efektifnya dengan whole blood. Pada penderita degan cadangan kardiovaskuler rendah, penderita dengan gejala hipoksia jaringan, atau adanya ancaman perdarahan berulag memerlukan peningkatan kadar hemoglobin lebih tinggi. 40
Referensi : Bakta, I Made. 1998. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC Bakta, I Made. 2013. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta: EGC Kumar, Vinay dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:EGC Price, Sylvia Anderson. 2014. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Sudoyo, Ari W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
b. Anemia Aplastik Definisi
Anemia aplatik merupakan kegagalan hemopoesis yang relative jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang. Etiologi
Pada lebih dari separuh kasus anemia aplastic aplasti c muncul tanpa penyebab yang jelas sehingga disebut idiopatik. Penyebab anemia aplastic lainnya adalah seperti si nar radiasi, kemoterapi, obat-obatan serta senyawa kimia (benzene). Penyebab yang lain adalah kehamilan, hepatitis viral, dan facitis eusonofilik. e usonofilik. Penyebab anemia aplastic juga dibagi menjadi 2 yaitu penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab primer meliputi kongenital dan idiopatik yang didapat, sementara penyebab sekunder terdiri dari radiasi pengion karena pajanan yang tidak disengaja (radioterapi, isotop radioaktif, stasiun pembangkit tenaga nuklir), zat kimia (benzene). Patofisiologi
Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi spesimen biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitive kebanyakan tidak ditemukan.Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit penyakit yang serupa. Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan. Klasifikasi Klasifikasi Anemia Aplastik
41
A. 1. 2. 3. B.
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut : Klasifikasi menurut kausa : Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus. Sekunder : bila kausanya diketahui. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi anemia Fanconi Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan 1. Anemia aplastik berat : Didefinisikan anemia aplastik berat bila : - Neutrofil kurang dari 500 /mm3 - Trombosit kurang dari 20000 / mm3 - Retikulosit kurang dari 1% - Sumsum tulang: selularitasnya kurang dari 25% normal 2. Anemia aplastik sangat beratsama seperti anemia aplastik berat kecuali neutrofil kurang dari 200 /mm3 3. Anemia aplastik bukan berat: kesempatan sembut mendekati 50% Komplikasi -
Perdarahan Gagal jantung
Penatalaksanaan
1.
2.
a. b.
c.
3.
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai berikut : Terapi Kausal Terapi kausal adalah usaha usa ha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi,hal ini sulit dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi. Terapi suportif Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat pansitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut : Untuk mengatasi infeksi Hygiene mulut Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat/. Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat. Usaha untuk mengatasi anemia Berikan transfusi packed transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak perlu sampai normal karena akan menekan eritropoesis internal Usaha untuk mengatasi perdarahan Berikan transfusi konsertat trombosit jika terdapat pedarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang 42
a.
4.
a. b.
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut : Anabolik steroid à dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil. Terapi Definitif Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut : Terapi imunosuprersif Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG) dapat menekan proses imunologis Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis tinggi Transplantasi sumsum tulang Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya mahal. Pencegahan Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah menghindari paparan bahan kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya yang telah dijelaskan di bagian fa ktor penyebab di atas.
c. Anemia Hemolitik didapat Definisi
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolosis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence), yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah (intravaskular) atau diluar pembuluh darah (ekstravaskuler) yang membawa konsekuensi patofisiologik yang berbeda. Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolis pada darah tepi akan direspon dires pon oleh tubuh dengan peningkatan eritropoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsum tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi (compensated hemolytic sta te). Akan tetapi, jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi anemia yang kita kenal sebagai hemolitik. 43
Etiologi dan klasifikasi
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor ekstrinsik. 1.
Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu: Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: a. ·
Gangguan struktur dinding eritrosit Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada or ang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis. ·
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat men gurangi proses hemolisis dari penyakit ini. ·
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel. b.
Gangguan pembentukan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb: ·
Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
·
Defisiensi Glutation reduktase
·
Defisiensi Glutation 44
·
Defisiensi Piruvatkinase
·
Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
·
Defisiensi difosfogliserat mutase
·
Defisiensi Heksokinase
·
Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
c.
Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu: · Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain · 2.
Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit. · Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri. ·
Infeksi, plasmodium, boriella
Anemia hemolisis imun Hemolisis terjadi kerana keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang spesifik untuk antigen eritrosit pasien(selalu disebut autoantibodi) Anemia hemolisis non imun Hemolisis terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin tetapi kerana faktor defek molekular, abnormalitas struktur membran, faktor lingkungan yang bukan autoantibodi seperti hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit kerana mikroangiopati atau i nfeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan mekanisme imunologi seperti malaria, babesiosis, dan klotridium.
Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan 45
hypersplenism.Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan. Seorang pasien dengan hemolisis ringan ri ngan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sa bit atau talasemia. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-imunologik yang dapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid. d. Anemia akibat penyakit kronik Definisi
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1 – 2 bulan. Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik. Etiologi
Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain – lain lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik: Etiologi anemia penyakit kronik
No
Infeksi kronik
Inflamasi kronik
1
Infeksi paru: abses,emfisema, tuberkulosis,
Artritis reumatoid
Lain – lain lain
Penyakit hati alkaholik
Idiopatik
46
bronkiektasis
2
3
Endokarditis bacterial
Demam reumatik
Gagal jantung kongestif
Infeksi saluran kemih kronik
Lupus eritematosus sistemik (LES)
Tromboplebitis Penyakit jantung iskemik
4
Infeksi jamur kronik
Trauma berat
5
Human immunodeficiency virus (HIV)
Abses steril
6
Meningitis
Vaskulitis
7
Osteomielitis
Luka bakar
8
9
Infeksi sistem reproduksi wanita
Penyakit inflamasi pelvik (PID: pelvic inflamatory disease)
Osteoartritis (OA)
Penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular disease)
10
Polimialgia
11
Trauma Panas
12
Ulcus dekubitus Penyakit
13
Crohn
Patofisiologi
47
Mekanisme bagaimana terjadinya anemia pada penyakit kronik sampai dengan sekarang masih banyak yang belum bisa dijelaskan walaupun telah dilakukan banyak penelitian.Adapendapat yang mengatakan bahwa bahwa sitokin – sitokin sitokin proses inflamasi seperti tumor nekrosis faktor alfa (TNF a), interleukin 1 dan interfer on gama (.) yang diproduksi oleh sumsum tulang penderita anemia penyakit kronik akan menghambat terjadinya proses eritropoesis. Pada pasien artritis reumatoid interleukin i nterleukin 6 juga meningkat tetapi sitokin ini bukan menghambat proses proses eritropoesis melainkan meningkatkan volume plasma. Pada pasien anemia penyakit kronik eritropoetin memang lebih rendah dari pasien anemia defisiensi besi, tetapi tetap lebih tinggi dari orang – orang – orang orang bukan penderita anemia.26 Dari sejumlah penelitian disampaikan beberapa faktor yang kemungkinan kemungkinan memainkan peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik, kronik, antara lain : 1. Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20 – 20 – 30% 30% atau menjadi sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada percobaan binatang yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama. 2. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik. Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin. 3. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan menunjukkan terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast. 4. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag. Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pemendekan mas a hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara biologis. 5. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang. 48
6. Kegagalan produksi transferin.
Komplikasi -
Gagal jantung Kejang Kematian
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik, kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan membaik. Pemberian obat – – obat obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada manfaatnya. Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain: 1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien – pasien anemia penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50 – 50 – 100 100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2 – 3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, res pons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000 – 20.000 20.000 Unit, 3x seminggu.32 2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya jarang sampai berat. 3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala – gejala gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan. 4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, eri tropoetin, tetapi oleh karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan. 49
e. Anemia pada gagal ginjal kronik Definisi
Anemia merupakan satu dari gejala klinik pada gagal ginjal. Anemia pada penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh, dan hal ini menjadi lebih parah dengan semakian memburuknya memburuknya fungsi ekskresi ginjal. Terdapat variasi hematokrit pada pas ien penurunan fungsi ginjal. Kadar nilai hematokrit dan klirens kreatinin memiliki hubungan yang kuat. Kadar hematokrit biasanya menurun, saat kreatinin klirens menurun sampai kurang dari 30-35 ml per menit. Anemia pada gagal ginjal merupakan tipe normositik normokrom normokrom apabila tidak ada faktor lain yang memperberat seperti defisiensi besi yang terjadi pada gagal ginjal. Anemia ini bersifat hiporegeneratif. Jumlah retikulosit yang nilai hematokrit nya dikoreksi menjadi normal, ti dak adekuat. Etiologi
Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik normokrom, yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia. Bisanya hematokrit menurun hingga 20-30% sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini biasa ditemukan pada penyakit ginjal kronik stadium 4, tapi kadang juga ditemukan sejak awal stadium 3. Penyebab utama anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah kurangnya produksi eritropoietin (EPO) karena penyakit penyakit ginjalnya. Faktor tambahan termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan kronik dengan gangguan penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik), hiperparatiroid berat dengan konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya masa hidup eritrosit akibat kondisi uremia. Selain itu kondisi kondisi komorbiditas seperti hemoglobinopati dapat memperburuk anemia. Referensi : Price, Sylvia Anderson. 2014. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Sudoyo, Ari W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
III.
Anemia Makrositer Memiliki sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokromik karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV meningkat;MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat atau keduanya. Anemia ini juga bisa terjadi pada kemoterapi kanker karena agen-agen mengganggu sintesis DNA.
Anemia Megaloblastik 50
Anemia Megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Sel- sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relative mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel- sel awal hematopoietic dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. DNA. Sel- sel atau pendahulu eritroid megaloblastik cenderung cenderung dihancurkan dalam sumsum tulang. Dengan demikian, selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective (ineffective erythropoiesis). erythropoiesis). Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut;
1. defisiensi vitamin B12 (kobalamin). Vitamin b12 adalah suatu nyawa organometalik kompleks yang dikenal sebagai kobalamin. Dalam keadaan normal, manusia sepenuhnya bergantung pada produk hewani pada makanan untuk memenuhi kebutuhan vitamin b12. Mikroorganisme adalah asalutama kobalamin dalam rantai makanan. Tumbuhan dan sayuran mengandung sedikit kobalamin. Oleh karena itu, diet vegetarian atau makrobiotik yang ketat tidak memberikan nutrient esensial ini dalam jumlah yang memadai. Diet seimbang mengandung jumlah yang jauh lebih besar dan biasanya menyebabkan akumulasi vitamin b12 dalam jumlah cukup untuk bertahan beberapa tahun.
1.1 Etiologi
Asupan tidak cukup.
Malabsorbsi
Obat-obatan yang mengganggu sintesis DNA
1.2 Gejala klinik:
rasa lemah
nyeri kepala ringan, bisa juga vertigo
tinnitus
palpitasi
51
angina dan keluhan yang berkaitan dengan gagal jantung.
Pucat dengan kulit sedikit kekuning-kuningan begitu juga mata
Gangguan pada gastrointestinal (seperti nyeri lidah, anorexia dsb).
Gangguan pada neurologi
1.3 Pengobatan Setelah diagnossis defisiensi kobalamin ditegakkan maka perlu memberikan terapi spesifik berkaitan dengan penyakit dasar yang melatar belakangi, misalnya adanya pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam intestinum perlu diberikan antibiotic, sedangkan terapi utama untuk defisiensi kobalamin adalah terapi pengganti. Sebab defek yang ada, biasanya selalu malabsorbsi, maka para pasien diberikan pengobatan parenteral, terutama dalam bentuk suntikan kobalamin intramuscular. Defisiensi kobalamin dapat dikelola secara efektif dengan pemberian terapi oral dengan kristalin B12 sejumlah 2 mg perhari; namun ketidak patuhan lebih besar pada terapi oral dibanding terapi i.m. Pada kebanyakan kasus, terapi pengganti adalah semua yang diperlukan guna, pengobatan defisiensi kobalamin. Kadang kadang pasien menunjukkan anemia yang berat disertai pula gangguan yang membahayakan keadaan kardiovaskular kardiovaskular yang gawat maka diperlukan transfuse. Ini perlu dilakukan dilakukan dengan hati- hati, sebab pasien yang demikian dapat berkembang menjadi gagal jantung, karena adanya kelebihan cairan. Darah harus diberikan pelan-pelan dalam bentuk PRC (Packed Red Blood Cells), dan harus selalu dalam pengawasan. Volum PRC yang diberikan sedikit demi sedikit akan cukup guna untuk menghindari masalah gagal kardiovaskular akut.
2. Defisiensi asam folat Asam folat yang disebut asam pteroilmonoglutamat ( pteroylmonoglumatic ( pteroylmonoglumatic), ), Zat ini disintesis pada banyak macam banyak tanaman dan bakteri. Buah-buahan dan sayur merupakan sumber diet utama dari vitamin. Defisiensi asam folat yang menyebabkan anemia megaloblastik yang memiliki karakteristik sama seperti anemia akibat defiensi vitamin B12. merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit usus halus Karena penyakit tersebut dapat mengganggu absorbs folat dari makanan. 2.1 Etiologi: 52
Kurangnya pemasukan karena diet
Pecandu Alkohol dengan sirosis, misalnya terperangkap folatn pada hati
Terjadi gangguan metabolisme folat
Malabsorpsi yang kurang, sehingga terjadi pengeluaran berlebihan melewati urine.
Obat kemoterapeutik
2.2 Gejala klinik:
Diare
Cheilosis dan glosstisis
Tidak tampak adanya abnormalitas neurologik.
2.3 Pengobatan Seperti defisiensi kobalamin, defisiensi float perlu diobati dengan terapi pengganti. Dosis yang lazim adalah 1 mg per hari peroral, namun dosis tinggi sampai 5 mg perhari mungkin diperlukan pada defisiensi folat yang disebabkan karena malabsorbsi. Pemberian folat parenteral jarang di perlukan. Respon hematologi sama dengan yang dapat dijumpai setelah terapi pengganti pada defisiensi kobalamin, misalnya terjadinya retikulositosis yang nyata setelah kurang lebih 4 hari, kemudian diikuti dengan terkoreksinya anemia setelah 1-2 bulan kemudian. Lama terapi tergantung pada keadaan dasar defisiensi.
Dialgnostik Anemia Megaloblastik Pemeriksaan laboratorium darah meliputi hemoglobin, hematocrit, retikulosit, leukosit, trombosit, hitung jenis, laju endap darah, serum vitamin B 12, serum folat, folat eritrosit, MCV dan lain- lain. Pemeriksaan hapusan darah perifer perlu diperhatikan bentuk bentuk sel sel darah merah, leukosit, dan trombosit. Apabila didapatkan makrositosis yaitu MCV lebih dari 100 fl maka perlu dipikirkan akan adanya anemia megaloblastik. Penyebab lain makrositosis termasuk hemolysis, penyakit hati, alkoholisme, hipertiroidisme, dan anemia aplastic.
53
Bila makrositosis nyata yaitu MCV lebih dari 110 fl, maka pasien tersebut lebih condong pengidap anemia megaloblastik. Makrositosis jarang tampak bersamaan dengan defisiensi besi atau thalassemia. Indeks retikulosit yang rendah, dan jumlah leukosit maupun trombosit mungkin pula menurun, terutama pada pasien dengan anemia berat. Dari gambaran darah perifer, tampak dengan nyata adanya anisitosis dan pikilositosis, bersamaan dengan makroovalositosis, yaitu sel darah merah dengan hemoglobinisasi penuh merupakan ciri dari anemia. Nilai kobalamin normal dalam serum adalah antara 300 – 900 pg/ml; nilai kurang dari 200 mg/ml menunjukkan adanya defisiensi yang nyata secara klinis. Kadar serum normal dari asam folat berkisar antara 6- 20 ng/ml; nilai sama atau di bawah 4 ng/ml secara umum dipertimbangkan untuk diagnostic dari defisiensi folat. Tidak seperti serum kobalamin, kadar serum folat dapat menggambarkan adanya perubahan baru pada asupan makanan. Saat defisiensi kobalamin telah dipikirkan maka patogenisisnya dapat dilacak dengan schilling test. Pasien diberikan kobalamin radioaktif oral, dan segera diikuti dengan penyuntikan intramuscular kobalami n tanpa tanpa dilabel.
Referensi: Robbin & Cotra. 2005. Dasar Patologis Penyakit ed 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed 5. Interna Publishing
54
Nama : Dyoza Ashara Cinnamon NIM
: 201373039
6. Apakah hubungan antara semua keluhan yang dialami pasien dengan kehamilannya? Jawab: Pada wanita hamil banyak zat yang diperlukan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit) yang juga sangat dibutuhkan dibutuhkan oleh janin seperti Fe (Zat Besi) dan Asam Folat (Folid Acid), Fe (Zat besi) Dibutuhkan dalam pembentukan eritrosit (Sel Darah Merah) untuk pembentukan Hemoglobin Hemoglobin Fe akan bergabung dengan protein darah yaitu Protoporfirin yang akan menjadi Heme nantinya dan digabung dengan 2 rantai globin Alfa dan Beta Menjadi hemoglobin normal dalam eritrosit, pada ibu hamil Fe yang digunakan untuk pembentukan HB tersebut diseram oleh janin untuk membantu pertumbuhan gigi dan tulang, sementara asam folat juga diperlukan untuk pembentukan Sel darah merah pada fase proeritoblast pada pembentukan plasma darah, pada defisiensi asam folat poliferasi dari plasma darah terhambat namun pembentukan Hemoglobin dalam darah terus berlanjut sehingga ukuran dari eritoblast membesar (megaloblast) sehingga pada akhirnya eritosit yang terbentuk akan mengalami umur yang pendek (hemolisis dini). Pada janin asam folat dibutuhkan untuk membentuk syaraf, otak dan sumsum tulang belakang dan mencegah kecacatan pada kelahiran, jadi pada kasus bisa dibilang bahwa anemia pada wanita hamil adalah normal karena banyak zat zat yang diperlukan dalam pembentukan sel darah merah me rah diperlukan juga untuk janin dan diserap diser ap dari ibu hamil
Mengapa Konjungtiva Anemis ?
Jawab : Karena pada anemia kekurangan eritrosit sehingga darah yang harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area sensitive yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama seperti halnya dengan sklera
Mengapa Sklera Tidak Ikterik ?
Jawab : karena sklera yang ikterik terjadi karena abnormalitas dari bilirubin dalam darah yang menyebabkan anemia hemolitik, pada kasus wanita hamil anemia ini kemungkinan kecil terjadi maka tidak ditemukan sklera yang ikterik
55
Referensi: Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi Stefan Silbernagl, Florian Lang Bab Darah
56
Nama : Argha Yudiansya NIM
: 2013730126
7. Tentukan DD dan WD dari scenario beserta penatalaksanaannya! Jawab: Keterangan Keterangan
Anemia Defisiensi Besi
Dasar Kelainan
Berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin hemoglobin berkurang - Koilonychias (kuku sendok) - Atrofi papil lidah - Stomatitis angularis - Disfagia (nyeri telan) - Atrofi mukosa gaster
Anemia Megaloblastik Kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik
- rasa lemah - nyeri kepala ringan - tinnitus - palpitasi - angina dan keluhan gagal jantung. - Pucat dengan kulit kekuningan begitu juga mata - Gangguan pada gastrointestinal - Gangguan neurologi - Hb turun Hemoglobin, Pemeriksaan - Morfologi eritrosit : hematocrit, Lab hipokrom mikroster retikulosit, leukosit, -Kadar Fe serum turun, trombosit, hitung tetapi daya terhadap besi jenis, laju endap meningkat (TIBC) darah, serum vitamin B 12, serum folat, folat eritrosit, MCV - Gangguan jantung - Gagal jantung Komplikasi - Gangguan kehamilan - Gangguan psikis - Cepat lelah, lemas,nafas - Gangguan cepat, sakit kepala, pusing gastrointestial - Telapak kaki tangan - Gangguan dingin, sering sariawan, neurologis detak jantung cepat dan dada berdebar - Terapi pengganti : Penatalaksanaan - Terapi kausal - Pemberian preparat pemberian terapi besi : per oral & oral dengan kristalin Diagnosis
Anemia Hemolitik
Pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya dalam tubuh
- Lesu - Demam - Menggigil - Pusing - Anemis - Ikterus - Splenomegali
- Hb turun - Hematokrit menurun - Retikulositosis - Bilirubin indirek meningkat - Normsitik normokrom - Hemoglobinuria -
- Terapi sesuai dengan penyebabnya - Prednisone 57
parenteral Prognosis
Baik
B12 sejumlah 2 mg perhari Bila cepat ditangani prognosis baik
- Prednisolon - Splenektomi - Jangka panjang baik - Splenektomi umumnya dapat memperbaiki prognosis
Referensi : Sudoyo, Ari W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
58
Nama : Nabilla Rahmawati NIM
: 2013730159
8. Jelaskan hubungan zat gizi dengan anemia dan jelaskan apabila t erjadi kekurangan atau kelebihan dari zat gizi tsb! Jawab:
Zat-zat gizi yang berpengaruh dalam sel darah merah o
Zat besi
:daging, telur, sayuran hijau (bayam, kangkung)
o
Vit. B12
:daging, telur, susu, gandum (sedikit)
o
Asam folat
:sayuran hijau, daging (hati), buah-buahan tertentu.
Defisiensi a. Zat besi
:
Pada wanita
-
Kehilangan darah yang berlebihan pada waktu menstruasi
Pada waktu menstruasi normal,kehilangan darah antara 40-60 ml sebanding dengan kehilangan 20-30 mg Fe. Apabila t erjadi pengeluaran darah yang lebih banyak, banyak, maka bahaya kekurangan zat besi akan sangat besar.
-
Kehilangan zat besi pada waktu hamil
Disebabkan oleh kehilangan darah pada saat partus, pemindahan besi kepada anak, dan selama laktasi.
-
Gangguan fungsi Hb dalam pengangkutan O 2
Dapat menyebabkan anemia hipokromik mikrositik
-
Gangguan pembentukan besi didalam hemoglobin
Dapat menyebabkan anemia sidero-akhrestik. Pada Pria
-
Kekurangan zat besi ini umumnya terjadi setelah berumur lebih dari 50 tahun
-
Biasanya disebabkan oleh kehilangan darah secara patologis
59
Pada anak-anak
-
Kelahiran Prematur
-
Kurangnya depot zat besi pada waktu lahir
-
Kebutuhan besi yang meningkat pesat karena pertumbuhan
-
Gangguan resorbsi
b. Vit. B12
-
:
Gangguan di dalam faktor sintesa intrinsik i ntrinsik
Diproduksi di dalam sel-sel parietal lambung dan berguna bagi resorbsi vitamin B12. Kerusakan sel-sel ini disebabkan oleh proses autoimun.
-
Gangguan di dalam reabsorpsi vitamin B12
-
Gangguan dalam pergantian zat vitamin B12
Biasanya karena penggunaan obat-obatan tertentu
-
Gangguan dalam proliferasi dan gangguan proses pematangan
-
Gangguan dalam sintesis DNA
Sehingga SDM yang terbentuk menjadi abnormal abnormal (besar-besar dan aneh) yang dapat menyebabkan anemia megaloblastik.
c. Asam folat
-
:
Sama dengan kekurangan vitamin B12 karena memiliki memili ki peran yang sama dalam sintesis DNA di dalam SDM yang menyebabkan anemia megaloblastik.
-
Gangguan reabsobsi.
-
Gangguan di dalam metabolisme asam folat karena konsumsi obatobatan tertentu.
Referensi
: Pengantar lmu penyakit darah. Dr.D.J.Th.Wagenet dan Prof.Dr.C.Haanen
terbitan binacipta bandung tahun 2006
60
Nama : Badai Ardyana Arimbi Putri NIM
: 2013730129
9. Bagaimana gambaran radiologi dari anemia! Jawab:
61
Anemia sel sabit rangka. H vertebra. Tampilan lateral tulang belakang menunjukkan depresi sudut bagian tengah masing-masing endplate atas dan bawah.
Anemia sel sabit rangka. Hand-foot syndrome. Pembengkakan jaringan lunak dengan formasi barutulang periosteal dan proses litik dimakan ngengat pada aspek proksimal falang keempat
Referensi: - http://www.scribd.com/doc/216650157 Pemeriksaan Darah Laboratorium Klinik (diakses pada tanggal 10 september 2014) - Priyani, Adi. 2006. Penuntun Praktikum Patologi Klinik . Jakarta: Usakti Press
62
KESIMPULAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang di dapatkan sesuai dengan skenario diatas, working diagnosis adalah anemia defisiensi besi yang ditandai dengan jantung yang berdebar-debar, cepat lelah, pucat, sakit kepala, serta pusing. Dan diberikan terapi yang sesuai dengan tanda dan gejala yang di alami oleh penderita tersebut yaitu: -
Terapi kausal; tergantung penyebabnya, misalnya; pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
-
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh;
a.Besi per oral; merupakan obat pilihan pertama karena efektif murah dan aman. Preparat yang tersedia, yaitu; i. ii.
Ferrous sulphat ; preparat pilihan pertama. Dosis ;3x200 mg. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan dan ferrous succinate, succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek samping dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, anemia sering kambuh kembali. b.Besi parenteral Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu; i.
Intolerasi oral benar
ii.
Kepatuhan berobat kurang
iii.
Kolitis ulserativa
iv.
Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia; iron dextran complex, iron sorbitol citric, acid complex.
63
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 1998. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam . Jakarta: EGC Bakta, I Made. 2013. Hematologi 2013. Hematologi Klinis Ringkas. Ringkas. Jakarta: EGC Guyton.1997. fisiologi Guyton.1997. fisiologi kedokteran.EGC;Jakarta kedokteran.EGC;Jakarta Kumar, Vinay dkk. 2007. Buku 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Robbins.. Jakarta:EGC Price, Sylvia Anderson. 2014. Patofisiologi; 2014. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC Priyani, Adi. 2006. Penuntun 2006. Penuntun Praktikum Patologi Klinik . Jakarta: Usakti Press Robbin & Cotra. 2005. Dasar Patologis Penyakit ed 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sherwood Lauralee.2013.fisiologi manusia dari sel ke jaringan.EGC;Jakarta Sudoyo, Ari W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Dalam. Jakarta: Interna Publishing Wagenet, Th & Prof. Dr. Haanen. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Darah. Darah. Bandung: Binacipta Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi Stefan Silbernagl, Florian Lang Bab Darah http://www.scribd.com/doc/216650157 Pemeriksaan Darah Laboratorium Klinik (diakses pada tanggal 10 september 2014) 2014) Candrasoma,2005). (A.V Hoffbrand et al, 2005
64