2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian khusus diberikan pada berikut: a. Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami. b. Purpura: petechi dan echymosis c. Kuku: koilonychia (kuku sendok) d. Mata: ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus e. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan stomatitis angularis. f. Limfadenopati g. Hepatomegali h. Splenomegali i. Nyeri tulang dan nyeri sternum j. Hemarthrosis atau ankilosis sendi k. Pembengkakan testis l. Pembengkakan parotis m. Kelainan sistem saraf.
3. Pemeriksaan Hematologik Pemeriksaan
hematologik
dilakukan
secara
bertahap.
Pemeriksaan
berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu sehingga lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakuk an meliputi : a. Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini maka dapat dipastikan adanya anemi dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi : i.
Kadar hemoglobin
ii.
Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC). Dengan perkembangan electronic counting dibidang hematologi maka hasil Hb, WBC (darah
putih) dan Plt (trombosit) serta indeks eritrosit dapat dikeahui sekaligus. Dengan pemeriksaan yang baru ini maka juga diketahui RDW ( red cell distribution width) yang menunjukkan tingkat anisositosis sel darah merah. iii.
Apusan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin: pemeriksaan ini juga dikerjakan pada semua kasus anemia, untuk mengetahui kelainan pada system leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang harus dikerjakan adalah: i.
Laju endap darah;
ii.
Hitung diferensial;
iii.
Hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang; pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisny tidak perlu memelukan pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini baru dikerjakan jika kita telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut antara lain: i.
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan ferritin serum:
ii.
Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
iii.
Anemia hemolitik: hitug retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb;
iv.
Anemia pada leukemia akut: pemeriksaan sitokimia.
4. Pemeriksaan laboratorium nonhematologik: pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dikerjakan antara lain:
a. faal ginjal b. faal endokrin c. asam urat d. faal hati e. biakan kuman f. dan lain-lain
Berbagai jenis anemia dapat disebabkan oleh penyakit sitemik, seperti gagal ginjal kronik, penyakit hati kronik, dan hipotiroidisme. Ada juga kasus anemia yang disebabkan oleh penyakit dasar yang disertai hiperurisemia, seperti myeloma multiple. Pada kasus anemia yang disertai sepsis, seperti pada anemia aplastic diperlukan kultur darah.
5. Pemeriksaan Penunjang lain Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang seperti: a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi b. Radiologi: torak, bone survey, USG, scanning, limfangiografi c. Pemeriksaan sitogenetik d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain reaction, FISH = fluorescence in situ hybridization, dan lain-lain)
Strategi Diagnosis Kasus Anemia Untuk menegakkan diagnosis anemia harusditempuh 3 langkah, yaitu: 1. Langkah pertama: membuktikan adanya anemia 2. Langkah kedua: menetapkan jenis anemia yang dijumpai 3. Langkah ketiga: menentukan penyebab anemia tersebut.
Untuk dapat melaksanakan ketiga langkah tersebut dilakukan. 1. Pendekatan klinik;
2. Pendekatan laboratorik; 3. Pendekatan epidemiologic. Pendekatan klinik bergantung pada anmnesia dan pemeriksaan fisik yang baik untuk dapat mencari adanya sindroma anemia, tanda-tanda khsa masing-masing anemia, srta gejala penyakit dasar. Sementara itu, pendekatan laboratorik dilakukan dengan menganalisis hasil pemeriksaan laboratorium menurut tahapan-tahapannya: pemeriksaan penyaring, pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus. Pendekatan epidemiologic sangat penting dalam tahap penentuan etiologi. Dengan mengetahui pola etiologi anemia di suatu daerah maka petunjuk menuju diagnosis etiologic lebih mudah dikerjakan.
7. Differential diagnostik : ANEMIA APLASTIK Definisi Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau basitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga anemia hipoplastik.
Klasifikasi Anemia aplastik dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Anemia aplastik didapat (acquired aplastic anemia) 1. Karena bahan kimia atau fisik -
Bahan-bahan yang “dose dependent”
-
Bahan- bahan yang “dose independent”
2. Anemia aplastik/hipoplastik karena sebab-sebab lain : infeksi virus (dengue, hepatitis), infeksi mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond, sklerosis tiroid. 3. Idiopatik b. Familial antara lain : -
Pansitopenia konstitusional Fanconi
-
Defisiensi pancreas pada anak
-
Gangguan herediter pemasukan asam folat dalam sel
Epidemiologi Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di Negara maju : 3-6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi anemia aplastik di timur jauh mempunyai pola yang berbeda dengan di Negara barat. a. Di Negara Timur (Asia Tenggara dan Cina) insidensinya 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di Negara barat b. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita c. Faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis, diduga memegang peranan penting Etiologi Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak di ketahui, atau bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan.
Disamping itu juga
disebabkan oleh belum tersedianya model binatang percobaan yang tepat. Sebagian besar penelususran etiologi dilakukan melalui penelitian ep idemiologik. Penyebab anemia aplastik adalah : 1. Primer
Kelainan congenital : -
Fanconi
-
nonFanconi
-
dyskeratosis congenital
2. Sekunder a. Akibat radiasi, bahan kimia atau obat b. Akibat obat-obat idiosinkratik c. Karena penyebab lain : -
Infeksi virus : hepatitis virus/virus lain
-
Akibat kehamilan
Bahan kimia atau obat penyebab anemia aplastik 1. Bahan kimia a. Hidrokarbon siklik : benzene dan trinitrotoluene b. Insektisida : chlordane atau DDT c. Arsen organic 2. Obat-obatan a. Obat-obat yang “dose dependent” -
Obat sitostatika
-
Preparat emas
b. Obat yang “dose independent” (idiosinkratik): 1) Khloramfenikol : 1/60.000-1/20.000 pemakaian 2) Frekuensi relative obat penyebab anemia aplastik terdiri atas : -
Khloramfenikol (61%)
-
Fenilbutason (19%)
-
Antikonvulsan (4%)
-
Sulfonamide (3%)
-
Preparat emas (3%)
-
Benzene (3%)
-
Insektisida (4%)
-
Bahan pelarut (4%)
Patofisiologi Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui : a. Kerusakan sel induk (seed theory) b. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory) c. Mekanisme imunologik Kerusakan induk dapat dibuktikan secara tida langsung melalui keberhasilan trasplantasi sumsum tulang pada penderita anema aplastik, yang berarti bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan pengobatan imunosupresif. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang. Gejala Klinik Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopeia dan trombositopenia. Gejala ini dapat berupa: a. Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi mulai dari ringan sampai berat b. Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit petechie dan echymosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi hematemesis/melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
9
Tergolong anemia aplastik sangat berat bila netrofil <0,2x10 /L. Anemia aplastik yang lebih ringan dari anemia aplastik berat disebut anemia apastik tidak berat (nonsevere aplastic anemia). Terapi Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas : a. Terapi kausal b. Terapi supertif c. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang : terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulang d. Terapi definitif yang terdiri atas : -
Pemakaian anti-lymphocyte globuline
-
Transplantasi sumsum tulang
Prognosis dan perjalanan penyakit Prognosis dan perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu : a. Kasus berat dan progresif, rata-rata mati dalam 3 bulan : merupakan 1015% kasus b. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse. Meninggal dalam 1 tahun, merupakan 50% kasus c. Penderita yang mengalami remisi sempurn atau parsial, hanya merupakan bagian kecil penderita
MULTIPEL MYELOMA
Definisi Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Etiologi Belum diketahui penyebab pasti dari multiple myeloma. Ada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa faktor-faktor risiko tertentu meningkatkan kesempatan
seseorang
akan
mengembangkan
penyakit
multiple
myeloma,
diantaranya : Umur diatas 65 tahun : Tumbuh menjadi lebih tua meningkatkan kesempatan mengembangkan multiple myeloma. Kebanyakan orang-orang dengan myeloma terdiagnosa setelah umur 65 tahun. Penyakit ini jarang pada orang-orang yang lebih muda dari umur 35 tahun. Ras (Bangsa) : Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi diantara orangorang Amerika keturunan Afrika dan paling rendah diantara orang-orang Amerika keturunan Asia. Sebab untuk perbedaan antara kelompok-kelompok ras belum diketahui. Jenis Kelamin : Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700 wanita terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa lebih banyak pria pria terdiagnosa dengan penyakit ini. Sejarah perorangan dari monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) : MGUS adalah kondisi yang tidak membahayakan dimana sel-sel plasma abnormal membuat protein-protein M. Biasanya, tidak ada gejala-gejala, dan tingkat
yang abnormal dari protein M ditemukan dengan tes darah. Adakalanya, orang-orang dengan MGUS mengembangkan kanker-kanker tertentu, seperti multiple myeloma. Tidak ada perawatan, namun orang-orang dengan MGUS memperoleh tes-tes laborat regular (setiap 1 atau 2 tahun) untuk memeriksa peningkatan lebih lanjut pada tingkat protein M. Sejarah multiple myeloma keluarga : Studi-studi telah menemukan bahwa risiko multiple myeloma seseorang mungkin lebih tinggi jika saudara dekatnya mempunyai penyakit ini. Banyak faktor-faktor risiko lain yang dicurigai sedang dipelajari. Para peneliti telah mempelajari apakah terpapar pada kimia-kimia atau kuman-kuman tertentu (terutama virus-virus), yang mempunyai perubahan-perubahan pada gen-gen tertentu, memakan
makanan-makanan
tertentu,
atau
menjadi
kegemukan
(obesitas)
meningkatkan risiko mengembangkan multiple myeloma. Patofisiologi Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening. Saat limfosit B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan sel. Ketika limfosit B diaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai sel plasma. Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian dari kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel normal paling erat hubungannya dengan sel Multipel mieloma umumnya dianggap baik sebagai sel memori diaktifkan B atau para pendahulu untuk sel plasma, plasmablast tersebut.
Sistim kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui penataan ulang, kontrol ini hilang. Seringkali, bergerak gen promotor (atau translocates) untuk kromosom yang merangsang gen antibodi terhadap overproduksi. Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat (pada kromosom keempat belas, 14q32 lokus) dan suatu onkogen (sering 11q13, 4p16.3, 6p21, 16q23 dan 20q11) sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma. Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi dari onkogen yang dianggap peristiwa awal yang penting dalam patogenesis myeloma. Hasilnya adalah proliferasi klon sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke mutasi lebih lanjut dan translokasi. 14 kelainan kromosom yang diamati pada sekitar 50% dari semua kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari) ketiga belas kromosom juga diamati pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin (terutama IL-6) oleh sel plasma menyebabkan banyak kerusakan lokal mereka, seperti osteoporosis, dan menciptakan lingkungan mikro di mana sel-sel ganas berkembang. Angiogenesis (daya tarik pembuluh darah baru) meningkat. Antibodi yang dihasilkan disimpan dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal, polineuropati dan berbagai gejala myeloma terkait lainnya.
Manifestasi Klinis Multipel mieloma seringkali menyebabkan nyeri tulang (terutama pada tulang belakang atau tulang rusuk) dan pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah. Nyeri tulang biasanya merupakan gejala awal, tetapi kadang penyakit ini terdiagnosis setelah penderita mengalami :
1.
Anemia, karena sel plasma menggeser sel-sel normal yang menghasilkan sel darah merah di sumsum tulang.
2.
Infeksi bakteri berulang, karena antibodi yang abnormal tidak efektif melawan infeksi.
3.
Gagal ginjal, karena pecahan antibodi yang abnormal (protein Bence-Jones) merusak ginjal. Terkadang multipel mieloma mempengaruhi aliran darah ke kulit, jari tangan,
jari kaki dan hidung karena terjadi pengentalan darah (sindroma hiperviskositas). Berkurangnya aliran darah ke otak bisa menyebabkan gejala neurologis berupa kebingungan, gangguan penglihatan dan sakit kepala. Diagnosis Beberapa pemeriksaan darah bisa membantu dalam mendiagnosis penyakit ini: 1.
Hitung jenis darah komplit, bisa menemukan adanya anmeia dan sel darah merah yang abnormal.
2.
Laju endap sel darah merah (eritrosit) biasanya tinggi.
3.
Kadar kalsium tinggi, karena perubahan dalam tulang menyebabkan kalsium masuk ke dalam aliran darah. Tetapi kunci dari pemeriksaan diagnostik untuk penyakit ini adalah
elektroforesis protein serum dan imunoelektroforesis, yang merupakan pemeriksaan darah untuk menemukan dan menentukan antibodi abnormal yang merupakan tanda khas dari mieloma multipel. Antibodi ini ditemukan pada sekitar 85% penderita. Elektroforesisi air kemih dan imunoelektroforesis juga bisa menemukan adanya protein
Bence-Jones,
menunjukkan
pada
sekitar
30-40%
penderita.
pengeroposan
tulang
(osteoporosis).
Rontgen
Biopsi
seringkali
sumsum
tulang
menunjukkan sejumlah besar sel plasma yang secara abnormal tersusun dalam barisan dan gerombolan, sel-sel juga tampak abnormal. Pengobatan Pengobatan ditujukan untuk : 1.
Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2.
Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3.
Memperlambat perkembangan penyakit.
Penatalaksanaan 1.
Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2.
Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3.
Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh. 4.
Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5.
Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah merah). Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison dan cairan intravena, dan kadang dengan difosfonat (obat untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan kepada penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.
6.
Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel plasma yang abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison atau deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi.
7.
Kemoterapi dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 50 tahun. Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan penyakit. Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi.
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60%
pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi. Radiologi 1.
Foto Polos X-Ray Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal.
Sebagai
tambahan,
tulang
pada
pasien
mieloma,
dengan
sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 8090% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan: Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satusatunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai. 1.
Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.
2.
Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
3.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%. CT-Scan CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi. MRI MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik.
Pemeriksaan
tambahan
untuk
diagnosis
multiple
mieloma
seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.Dr. I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC