LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ASFIKSIA DI RUANG MELATI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
DI SUSUN OLEH : NAMA
: KASIYATUN ROLIYAH ROLIYAH
NIM
: 106115041
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) AL-ISYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP Tahun 2017-2018
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Sarwono, 2007). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2008). Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Mochtar, 2008). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saiffudin, 2009). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Jadi, dapat disimpulkan bahwa asfiksia neonates adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat segera bernafas spontan/ kegagalan nafas secara spontan sehingga dapat menurunkan O2, meningkatkan CO2 dan asidosis.
B. Klasifikasi Nilai
0
1
2
Nafas
Tidak ada
Tidak teratur
Teratur
Denyut jantung
Tidak ada
< 100
>100
Warna kulit
Biru
atau Tubuh merah jambu
Merah jambu
pucat
& kaki, tangan biru.
Gerakan /tonus otot
Tidak ada
Sedikit fleksi
Fleksi
Refleks(menangis)
Tidak ada
Lemah /lambat
Kuat
Tabel 1. Nilai APG AR (G hai, 2010)
2
A
: ”Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P
: ”Pulse”(denyut) Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari.
G
: ”Grimace”(seringai) gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit kaki bayi dengan jari. Perhatikan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksi ketika lender dari mulut dan tenggorokan di hisap.
A
: ”Activity”. Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakan kaki dan tanganya atau tarik salah satu tangan/ kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R
: ”Respiratori”. (Pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan pernapasannya. Dilakukan pemantauan pada nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-
5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasinya di mulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. ( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar) Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam: 1.
Asfiksia Ringan (Vigorous baby') skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa.
2.
Asfiksia
Sedang (Mild-moderate
asphyxia)
skor
apgar
4-6
pada
pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x /menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada 3.
Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari l00x /menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan : a.
Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
3
b.
Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
(FKUI, 2007).
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR menurut Ghai, 2010 : 1.
Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2.
Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
3.
Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4.
Bayi normal dengan nilai APGAR 10
C. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia (Parer, 2008). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain : 1.
2.
3.
Faktor ibu a.
Preeklampsia dan eklampsia
b.
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.
Partus lama atau partus macet
d.
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Faktor Tali Pusat a.
Lilitan tali pusat
b.
Tali pusat pendek
c.
Simpul tali pusat
d.
Prolapsus tali pusat.
Faktor bayi a.
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
4
c.
Kelainan bawaan (kongenital)
d.
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (DepKes RI, 2009).
Faktor predisposisi
1.
Faktor dari ibu a.
Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
b.
Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
2.
c.
Hipertensi pada eklampsia
d.
Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
Faktor dari janin a.
Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
b.
Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
c.
Keruban keruh Menurut Betz et al. (2001)
5
D. Manifestasi Klinis
Asfiksia merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tandatanda klinis pada janin atau bayi berikut ini : 1.
DJJ lebih dari 100x /menit atau kurang dari 100x /menit tidak teratur
2.
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3.
Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
4.
Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5.
Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
6.
Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
7.
Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak teratur /megap-megap
8.
Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
9.
Penurunan terhadap spinkters
10. Pucat (Depkes RI, 2007)
1.
Asfiksia ringan a.
Takipnea dengan napas > 60x/menit
b.
Bayi tampak sianosis
c.
Adanya retraksi sela iga
d.
Bayi merintih
e.
Adanya pernapasan cuping hidung
f.
Bayi kurang aktif
g.
Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif
6
2.
Asfiksia sedang a.
Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit.
b.
Usaha napas lambat
c.
Adanya pernapasan cuping hidung
d.
Adanya retraksi sela iga
e.
Tonus otot dalam keadaan baik/ lemah
f.
Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak lemah
g.
Bayi tampak sianosis
h.
Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan
3.
Asfiksia berat a.
Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40x /menit
b.
Tidak ada usaha
c.
Adanya retraksi sela iga
d.
Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
e.
Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberi rangsangan
f.
Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
g.
Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
7
E. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bila janin kekurangan O 2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O 2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010)
8
F.
Pathways
9
G. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain: 1.
Edema otak dan perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan pendarahan otak. 2.
Anuria dan Oliguria Disfungsi jaringan jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal ini lah yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.
Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.
Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
(Hidayat, Aziz Alimul.(2005).
10
H. Pemeriksaan Penunjang
1.
Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
2.
Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek
3.
Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
4.
Pengkajian spesifik
5.
Elektrolit garam
6.
USG
7.
Gula darah.
8.
PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
9.
Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
10. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah
(Septia Sari, 2010)
I.
Masalah Keperawatan/ Kolaborasi
1.
Pola nafas tidak efektif b.d Imaturitas Neurologis
2.
Hipotermia b.d pemajanan lingkungan yang dingin
3.
Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya kekebalan tubuh
11
J.
Penatalaksanaan :
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain : 1.
Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) a.
Bayi dibungkus dengan kain hangat
b.
Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c.
Bersihkan badan dan tali pusat.
d.
Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
2.
Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) a.
Bersihkan jalan napas.
b.
Berikan oksigen 2 liter per menit.
c.
Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
d.
Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
3.
Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) a.
Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b.
Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c.
Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d.
Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e.
Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
12
K. Intervensi No
1
Diagnosa
Tujuan
nafas
dilakukan
Pola efektif
tidak Setelah
Intervensi
Asuhan
Airway Management
b.d keperawatan …. Di harapkan 1. Buka jalan nafas, gunakan
Imaturitas
pola nafas efektif
teknik chin lift atau jaw
Neurologis
dengan KH:
thrust bila perlu
Indikator
IR
ER
2. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
RR 40-60
3. Identifikasi pasien perlunya
Tidak ada sianosis Tidak retraksi
pemasangan alat jalan nafas
Menangis kuat
buatan
Keterangan :
Terapi Oksigen
1. Keluhan ekstrim
1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekret trakea
2. Keluhan berat
2. Pertahankan
3. Keluhan sedang
jalan
nafas
yang paten
4. Keluhan ringan
3. Atur peralatan oksigenasi
5. Tidak ada keluhan
4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 2
Hipotermia
b.d
pemajanan lingkungan dingin
Setelah
dilakukan
Asuhan
keperawatan …. Di harapkan yang
suhu badan normal
1. Tempatkan pasien pada lingkungan yang hangat
dengan KH:
2. Lepas baju basah dan
Indikator Instabilitas
Treatmen Hipotermia
IR
suhu
ER
ganti
dengan
yang
hangat dan kering 3. Monitor suhu dengan
tubuh Hipotermia
alat
Respirasi iregurel
jika memungkinkan
Perubahan kulit
warna
secara
4. Monitor
kontinyu
warna
dan suhu 5. Monitor vital sign
13
kulit
Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
3
Resiko infeksi b.d
Setelah
tidak
keperawatan … jam tidak 1. Cuci tangan sebelum dan
adekuatnya
kekebalan tubuh
dilakukan
asuhan
Konrol infeksi :
terdapat faktor risiko infeksi
sesudah
dengan KH:
perawatan pasien
Indikator R. gerak
IR
ER
setiap
aktivitas
2. Biasakan
universal
precaution
R. hisap Suhu badan Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
14
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/16745773/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASFIKSIA _PRIMA https://www.academia.edu/16714684/laporan_pendahuluan_asfiksia https://www.academia.edu/7744313/Lp-asfiksia
15