Laporan Pendahuluan dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diruang paru RSUD DR. Achmad Mochtar Bukittinggi
Nama
: Yenna Lusiana, S.Kep
NRP
: 174901012
Pembimbing Akademik
(
Pembimbing Klinik
)
(
Siklus Keperwatan Medikal Bedah 1 PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES FORT DE KOCK BUKIT TINGGI 2017/2018
)
LAPORAN PENDAHULUAN
A.
Defenisi
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). P P O K ad alah al ah merupak merupakan an kondisi kondisi irever ireversib sibel el yang yang berkait berkaitan an dengan dengan dispnea dispnea saat saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002). PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). PPOK merupakan obstruksi saluran saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau keduaduanya (Snider, 2003). PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001).
B.
Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut: 1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis
Kronis
merupakan gangguan
klinis
yang
ditandai
dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – berturut – turut turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab Bronchitis yaitu: 1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae. 2. Alergi 3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll. c. Manifestasi klinis
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus. 2. Mukus lebih kental 3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. 4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. 5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis. 6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat
juga
meningkatkan nilai PaCO2. 7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF. 2. Emfisema
a. Defenisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Sud darth, 2002). b. Etiologi
1. Faktor tidak diketahui 2. Predisposisi genetic 3. Merokok 4. Polusi udara c. Manifestasi klinis
1. Dispnea 2. Takipnea 3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan 4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru 5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi 6. Hipoksemia 7. Hiperkapnea 8. Anoreksia 9. Penurunan BB 10. Kelemahan 3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002). b. Etiologi
1. Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2. Infeksi saluran nafas 3. Stress 4. Olahraga (kegiatan jasmani berat) 5. Obat-obatan 6. Polusi udara 7. Lingkungan kerja 8. Lain-lain (iklim, bahan pengawet) c. Manifestasi Klinis
1. Dispnea 2. Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat), 3. wheezing, 4. batuk non produktif 5. takikardi 6. takipnea
C.
Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk : 1. Asap rokok a. Perokok aktif b. Perokok pasif 2. Polusi udara a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan 3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) a.
infeksi saluran nafas bawah berulang
D.
Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001). Faktor
risiko
utama
dari
PPOK
adalah
merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009). Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil ) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi
(Chojnowski, 2003).
berhubungan
dengan
konstriksi
hipoksik
pada
arteriol
E.
Manifestasi Klinis
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita. Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut. Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
F.
1.
Batuk bertambah berat
2.
Produksi sputum bertambah
3.
Sputum berubah warna
4.
Sesak nafas bertambah berat
5.
Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6.
Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7.
Penurunan kesadaran
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1.
Pemeriksaan radiologi a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. 2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer. 2) Corakan paru yang bertambah. 3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. 2.
Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3.
Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5.
Laboratorium darah lengkap
G.
Komplikasi
1. Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis. 2. Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. 3. Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. 4. Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 5. Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung la in, efek obat atau asidosis respiratory. 6. Status Asmatikus Merupakan
komplikasi
mayor
yang
berhubungan
dengan
asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
H.
Penatalaksanaan 1. Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: a.
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
2. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut: a.
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara. c.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi
bronkospasme
kortikosteroid
untuk
dengan
mengatasi
obat-obat
proses
bronkodilator.
inflamasi
Penggunaan
(bronkospasme)
masih
kontroversial. e.
Pengobatan simtomatik.
f.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
3. Tindakan rehabilitasi yang meliputi: a.
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronku s.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif. c.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula 4. Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis) a.
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan : 1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H.
Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat. 2) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2 3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik. 4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan. c.
Terapi jangka panjang di lakukan : 1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. 2) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru. 3) Fisioterapi d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik e.
Mukolitik dan ekspektoran
f.
Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : 1.
Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab. 2.
Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas. b.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c.
Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama. e.
Riwayat Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
3.
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual a. Pernafasan
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas. Gejala :
Nafas
pendek
menonjol pada
(timbul
tersembunyi
dengan
emfisema) khususnya pada
dispnea
sebagai
kerja; cuaca
atau
gejala episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun.
Produksi
sputum
(hijau,
puith,
atau
kuning)
dapat
banyak sekali(bronchitis kronis)
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
Riwayat
pneumonia
berulang,
terpajan
pada
polusi
kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk g ergaji
Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Dada: gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna
merah
(bronchitis
kronis,
“biru
mengembung”). Pasiendengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema)
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Gejala :
Mual/muntah Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
c.
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
Eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. e. Aktivitas dan Istirahat
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise,
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap a ktivitas atau latihan
Tanda :
f.
Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot
Kebersihan Diri Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh orang lain. Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitassehari-hari
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek
suhu
tubuh
pasien,
normal(36°-37°C),
pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C. h.
Rasa Nyaman Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i.
Rasa Aman Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j.
Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau temannya. Gejala :
Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidakmampuan
untuk
membuat/mempertahankan
suara
karena
distress pernafasan
k.
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain
Bekerja Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
l.
Ibadah Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n.
Pengetahuan atau belajar Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.
B. DIAGNOSA 1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. 4.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN No
Diagnosa Keperawatan
NOC
1
Bersihan jalan napas NOC : tidak efektif b.d Respiratory status : bronkokontriksi, Ventilation peningkatan produksi Respiratory status : sputum, batuk tidak Airway patency efektif, Aspiration Control kelelahan/berkurangnya Kriteria Hasil : tenaga dan infeksi Mendemonstrasikan bronkopulmonal. batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
NIC
Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
2
Pola napas tidak NOC : efektifberhubungan Respiratory status : dengan napas pendek, Ventilation mukus, bronkokontriksi NOC dan iritan jalan napas status : Respiratory Airway patency Vital sign Status Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) jalan Menunjukkan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap. Ajarkan tentang tandatanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien. Berikan dorongan penggunaan latihan otototot pernapasan jika diharuskan.
3
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah (sistole 110130mmHg dan diastole 70-90mmHg), nad (60100x/menit)i, pernafasan (1824x/menit))
Gangguan pertukaran Respiratory status : gasberhubungan dengan Ventilation ketidaksamaan ventilasi Kriteria Hasil : perfusi Frkuensi nafas normal (16-24x/menit) Itmia Tidak terdapat disritmia Melaporkan penurunan dispnea Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
4
Intoleransi NOC : aktivitasberhubungan Energy conservation dengan Self Care : ADLs ketidakseimbangan Kriteria Hasil : antara suplai dengan Berpartisipasi dalam kebutuhan oksigen aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
Deteksi bronkospasme saatauskultasi . Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan. Pantau pemberian oksigen Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya
5
Perubahan nutrisi NOC : kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food tubuhberhubungan and Fluid Intake
yang sesuai, seperti berjalan perlahan. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
dengan dispnea, Kriteria Hasil : kelamahan, efek Adanya peningkatan samping obat, produksi berat badan sesuai sputum dan anoreksia, dengan tujuan mual muntah. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda tanda malnutrisi Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
6
Kurang perawatan NOC : diriberhubungan dengan Self care : Activity of keletihan sekunder Daily Living (ADLs) akibat peningkatan Kriteria Hasil : upaya pernapasan dan Klien terbebas dari bau insufisiensi ventilasi dan badan oksigenasi Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs v Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. Auskultasi bunyi usus Berikan perawatan oral sering, buang sekret. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC. Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Defenisi dan Klasifikasi Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC. Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.