BAB I DASAR TEORI 1.1 Pertolongan Pertama (PPGD) Pertolongan pertama pada gawat darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat (cidera atau sakit mendadak).
PPGD
bertujuan
untuk
mencegah
bahaya
kematian
atau
mempertahankan hidup korban, mencegah cacat, mencegah penurunan kondisi fisik korban, mencegah infeksi pada korban dan mengurangi rasa sakit korban. Filosofi
PPGD adalah ―Time Saving is Living Saving‖ yang berarti bahwa
seluruh tindakan pada kondisi ini pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit (henti nafas lama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian). Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai, tetapi hanya memberi bantuan sementera sampai didapatkan (bila diperlukan) perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan medis. Pada kebanyakan kasus cidera dan penyakit membutuhkan hanya perawatan pertolongan pertama. Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong harus berhati-hati dan tidak memindahan korban bila tidak penting untuk menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau pengenanannya yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau fraktur yang tidak terdeteksi. Untuk mengetahui keparahannya, penolong harus mengikuti pendekatan sistematis atau yang dikenal sebagai pengkajian korban. Pengkajian korban bertujuan untuk : 1.
Mendapatkan persetujuan/konsen dari korban (oral konsen, implied consent, konsen dari polisi, atau pada keadaan darurat dapat dilakukan tanpa ijin)
2. Mendapatkan kepercayaan dari korban 3. Mengidentifikai masalah korban dan menentukan kebutuhan PPGD, dan
1|Page
4. Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna untuk pemberian layanan kedaruratan medis (LKM). Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu : a. Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), serta D (Disability) dan H (Hemorhagie). b. Pemeriksaan skunder. Pemeriksaan sekunder meliputi: 1. Wawancara yang terdiri dari : ―SAMPLE PAIN‖ yaitu S = Symtom/gejala (keluhan utama, A = Alergi, M = Medicine (Obat-obatan), P = Pain (Penyakit terdahulu), L = Last Eat (Makan terakhir), E = Exidance (Peristiwa yang terjadi sebelum kedaruratan), P = Periode nyeri (Berapa Lama), A = Area (dimana), I = Intensitas, N = Nulitas (apa yang menghentikannya) 2. Pemeriksaan tanda-tanda vital 3.
Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan Tag (peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang menarik perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya tidak dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit. Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM)
untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran), polisi layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang terjadi dengan menyebut jumlah korban, kesadaran korban, perkiraan usia dan jenis kelamin, lokasi kejadian secara lengkap, nama dan nomor telepon Anda/pelapor. Cara melakukan cek kesadaran pada pasien dengan metode AV-PU : a. A (Alert)
:Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V
b. V (Verbal)
:Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara berbicara
keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien),jika tidak merespon lanjut ke P, c. P (Pain)
:Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling
mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
2|Page
d. U (Unresponsive)
:Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak
bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive ( tidak sadar). 1.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP) Istilah resusitasi atau reanimasi di dalam kamus-kamus diartikan sebagai menghidupkan kembali atau memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian di dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu sedemikain rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula. Karenanya timbullah istilah ―Cardio – Pumonary – Resuscitation‖ (CPR) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Resusitasi Jantung Paru (RJP). Tujuan RJP yang penting adalah mengusahakan sekuat tenaga agar ventilasi paru dapat pulih kembali seperti sediakala. RJP bermanfaat untuk menyelamatkan korban serangan jantung, kasus tenggelam, kekurangan nafas, tersengat listrik, dan kelebihan obat. RJP dilakukan pada saat jantung dan pernafasan korban telah berhenti bekerja. Penyelamatan pernafasan digunakan pada saat nadi masih berdenyut tetapi tidak ada perNafasan. Seorang dokter gigi seharusnya mampu (1) Mengenali tanda-tanda serangan jantung, (2) Memberikan RJP, dan (3) Menghubungi Layanan Kedaruratan Medis (LKM). Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah : 1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru. 2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru. 3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
3|Page
4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat. 5. Gagal ginjal, karena hiperkalemia Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel. Tanda-tanda henti jantung : 1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung) 2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi) 3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping) 4. Terlihat seperti mati (death like appearance) 5. Warna kulit pucat sampai kelabu 6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik). RJP dapat digolongkan dalam 3 macam cara yaitu pemberian (1) nafas bantuan (2) nafas buatan (3) pijat jantung. (1). Nafas Bantuan Nafas bantuan adalah Nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan frekuensi Nafas pasien yang dibawah normal (frekuensi Nafas orang dewasa muda adalah 12-20 kali per menit). Prinsipnya adalah memberikan dua kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan dua kali ventilasi per 10 detik setelah kompresi. Terdiri dari dua tahap : a. Memastikan korban/pasien tidak berNafas. Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi Nafas dan merasakan hembusan Nafas
4|Page
korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan Nafas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik. b. Memberikan bantuan Nafas. Jika korban/pasien tidak berNafas, bantuan Nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan Nafas sebanyak dua kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Cara memberikan bantuan perNafasan, antara lain: Mulut ke mulut Bantuan perNafasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan Nafas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil Nafas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan Nafas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml(10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung. Mulut ke hidung Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien. Mulut ke Stoma Pasien
yang mengalami
laringotomi
mempunyai
lubang (stoma)
yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan perNafasan maka harus dilakukan ventilasidari mulut ke stoma.
5|Page
(2). Nafas Buatan Nafas buatan adalah cara melakukan Nafas buatan yang sama dengan Nafas bantuan, tetapi Nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti Nafas. Diberikan dua kali efektif (dada mengembang ). Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan RJP yaitu: o Periksa kesadaran orang yang akan diberi bantuan pernafasan o Harus ada tenaga lain yang dapat menolong o Posisi penderita o Letakkan penderita dengan muka menghadap ke atas ( posisi terlentang) pada dasar yang kokoh. Kontrol kepala dan leher ketika akan membalik penderita, terutama bila terdapat tanda- tanda trauma, fraktur, atau luka- luka di dalam tubuh yang terdapat memperburuk perawatan selanjutnya. Apabila penderita mengalami trauma medulla spinalis, pertahankan kepala penderita pada posisi netral dan gerakkan bersama badan sebagai satu bagian. Membuat jalan nafas dan menjaga agar tetap terbuka Upayakan agar tidak ada yang menghalangi jalan pernafasan seperti lidah, cairan lendir, muntah yang mungkin dapat menghalangi gerakan udara melalui faring, demikian pula ikat pinggang, BH, danan stagan harus di longgarkan. Bagi penderita yang tenggelam, air yang masuk ke dalam lambung dan paru harus dikeluarkan. Tindakan resusitasi perlu diperhatikan bilamana
denyut nadi arteri mulai
teraba, mulai timbul pernafasan spontan, dan secara bertahap kesadaran penderita pulih kembali. Tindakan resusitasi perlu dihentikan bilamana tindakan RJP efektif telah berlangsung 30 menit tetapi kriteria- kriteria berikut masih dijumpaiyaitu: 1)
Ketidaksadaran menetap
2)
Korban sadar kembali (dapat berNafas dan denyut nadi teraba kembali)
3)
Tidak timbul pernafasan spontan
4)
Denyut nadi tidak teraba
5)
Pupil berdilatasi dan menetap
6)
Atau denyut nadi karotis telah teraba.
7)
Digantikan oleh penolong terlatih atau layanan kedaruratan medis
6|Page
8)
Penolong kehabisan tenaga untuk melanjutkan RJP
9)
Keadaan menjadi tidak aman (Asih,1996)
(3). Pijat Jantung Pijat jantung adalah usaha untuk ―memaksa‖ jantung memompa darah. Terdiri dari 2 tahapan : 1.Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien. Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukandengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengandua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapatmeraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm rabadengan lembut selama 5 – 10 detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa perNafasan korban denganmelakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilaiperNafasan korban/pasien. Jika tidak berNafas lakukan bantuanperNafasan, dan jika berNafas pertahankan jalan Nafas. 2. Memberikan bantuan sirkulasi. Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnyadapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengankompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut : Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuritulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulangdada (sternum). Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kuranglebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuansirkulasi. Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan caramenumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yanglainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding
dadakorban/pasien,
jari-jari
tangan
dapat
diluruskan
ataumenyilang. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dindingdada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratursebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi) dengankedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm). Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan
7|Page
dadadibiarkan
mengembang
kembali
ke
posisi
semula
setiap
kalimelakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakanuntuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saatmelakukan kompresi. (50% Duty Cycle). Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan ataumerubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian Nafas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas),dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong. Dari tindakan kompres iyang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output ) hanya 25% dari curah jantung normal.
8|Page
BAB II HASIL PERCOBAAN Pertanyaan 1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan pengetahuan PPDG dan RJP? 2. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda tertelan? 3. Apa gunanya metode blackblow di bidang kedokeran gigi? 4. Apa gunanya metode Heimlich Manuver di bidang kedokteran gigi? 5. Apa gunanya metode chest thrust di bidang kedokteran gigi? 6. Apa yang anda lakukan disaat anda jumpai seseorang mengalami pingsan setelah kecelakaan lalu lintas? Jawaban 1. Karena sangat memungkinkan pada saat seorang dokter gigi meakukan pelayanan kesehatan, lalu menjumpai pasien dalam keadaan gawat darurat , maka seorang dokter gigi itu dapat memberikan pertolongan pertama sesuai PPDG, RJP untuk menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat, serta menghubungi menghubungi layanan kedaruratan medik (LKM) untuk penanganan lebih lanjut. 2. Berusaha mengeluarkan gigi tiruan tersebut dengan cara cross-finger yaitu menggunakan dua jari (ibu jari dan telunjuk) yang digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas dan telunjuk menekan rahang bawah ke bawah. Lalu lihat apakah ada gigi tiruan atau benda kecil lain yang tertelan. Kemudian keluarkanlah benda tersebut.. Jika pasien bayi atau anak-anak menggunakan metode black blow dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula di punggung. Jika pasien orang dewasa, menggunakan metode Heimlich Manuver. Metode ini dlakukan untuk mengeluarkan gigi tiruan yang tertelan agar dapat dimuntahkan. 3. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan gigi pada anak-anak. Metode ini berfungsi untuk melancarkan 9|Page
jalannya pernafasan. Apabila metode ini digunakan pada orang dewasa bisasanya dapat mengakibatkan pembengkakan pada saluran pernafasan 4. Untuk membebaskan jalan nafas pasien dan menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan gigi pada orang dewasa. Metode ini dapat digunakan pada segala usia dan jenis kelamin. 5. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan pada ibu hamil dengan cara memposisikan tangan serta mendorong tangan ke arah dalam atas. 6. Melakukan tindakan pertolongan pertama gawat darurat diawali dengan pengkajian primer ABC-DH = Airway,Breathng,circulation,disability dan Hemoraghie
kemudian
dilanjutkan
pemeriksaan
sekunder
wawancara
SAMPLE PAIN, pemriksaan tanda vital dan pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki.
10 | P a g e
BAB III PEMBAHASAN Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni : 1. Bantuan hidup dasar / BHD adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Tahapan bantuan hidup dasar meliputi : a. Airway (jalan nafas) Untuk membantu korban agar proses pernafasannya menjadi lancar dengan melihat adakah hal/benda yang menghalangi jalan nafasnya . Jika ada , maka segera dikeluarkan dengan cara memposisikan korban untuk berbaring dan terlentang .Lalu dilakukan pengankatan dagu dengan menggunakan dua jari utnuk mengangkat tulang dagu ke atas dan menggunakan tangan yang lain untuk menarik kepala ke belakang dan menutup hidung pasien untuk membebaskan jalan nafas korban . Lalu melakukan upaya pembukaan rongga mulut dan segera keluarkan benda asing yang menghalangi jalannya nafas . Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. Misalnya gigi pasangan yang lepas dan masuk ke saluran nafas. Jika korban tidak sadar dan jalan nafas tertutup, maka dapat dilakukan dengan memiringkan kepala ke samping, agar sumbatan dapat lebih mudah dikeluarkan. Setelah jalan Nafas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasanya pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan Nafas. Pembebasan jalan Nafas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala 11 | P a g e
topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah). b. Breathing (Pernafasan) Metode pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen, dan Feel. 1.
Look
: Melihat apakah ada gerakan dada atau gerakan bernafas dan amati
apakah gerakan tersebut simetris atau tidak 2.
Listen
: Mendengarkan apakah ada suara nafas normal dan apakah ada
suara nafas abnormal yang bisa timbul karena hambatan sebgaian jalan nafas. Jenis-jenis suara tersebut antara lain :
Snoring
: suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukan pengecekan langsung dengan cross finger untuk membuka mulut.
Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan ,misalnya darah . Maka dilakukan tindakan cross finger lalu finger sweep untuk menyapu rongga mulut dengan kain dari cairan-cairan
Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan atau edema pada trakea , untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.
3.
Feel
: Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari
korban. Setelah serangkaian step diatas dilakukan , maka penolong mengamati dan melihat ada tidaknya pergerakan dada dan mencatat nafas korban c. Circulation (Sirkulasi buatan) Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa. Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi dengan langkah-
12 | P a g e
langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan. Cara Pelaksanaan KJL: KJL dapat dikerjakan oleh satu orang atau dengan dua orang penolong dan masing-masing memiliki urutan tata kerja sendiri-sendiri. Adapun urutan tata kerja KJL dijelaskan sebagai berikut: I.
Penolong Satu Orang
Menurut Richard H. S. (1979: 421-425), The Committe on Trauma: American College of Surgeons (Yayasan Essentia Medica, 1983: 26), Hendrotomo (1986: 506- 507), dan Youngson dialihbahasakan Hadyana (1997: 9-11) pelaksanaan KJL untuk penolong satu orang dapat dikerjakan dengan cara korban harus dalam posisi horisontal dan diletakkan di atas lantai atau permukaan yang rata dan keras, meninggikan ekstremitas bawah karena tindakan meninggikan ekstremitas bawah dapat memperbesar venous return dan isi semenit jantung, penolong menempatkan dirinya di samping korban, dan menentukan lokasi ujung processus xiphoideus. Pangkal telapak tangan diletakkan tiga jari di atasnya pada sumbu memanjang sternum. Tangan yang lain diletakkan di atas tangan yang pertama, lalu bahu si penolong harus berada langsung di atas sternum korban. Dengan bahu dan lengan yang lurus, penekanan dilakukan vertikal ke bawah sehingga sternum terdesak masuk ke dalam 1 ½ - 2 inci (± 3 ½ sampai 5 cm) pada orang dewasa. Lakukan kompresi dada selama 12-15 kali kemudian mengambil posisi untuk pemberian pernafasan buatan (ventilasi) secara mouth to mouth selama 2 kali, sehingga kegiatan tersebut dikerjakan dengan perbandingan 12-15 kali kompresi dan 2 kali ventilasi (15 x 2). Kompresi harus dikerjakan secara lancar, teratur dan tidak terputus-putus. Rileksasi segera terjadi setelah penekanan, tetapi pangkal telapak tangan si penolong harus tetap berada pada sternum. Penekanan jangan sampai ―memantul‖ (harus mantap) dan pada puncak tekanan perlu dipertahankan beberapa waktu (0,5 – 1 detik) kemudian dilepaskan kembali keposisi semula. Kecepatan kompresi dada sekitar 80 kali/menit dan paling sedikit 60 kali/menit, sedangkan untuk ventilasi 2 kali dalam waktu 5 detik. Kecepatan ini diperlukan untuk
13 | P a g e
mempertahankan kecepatan kompresi jantung sebesar 60 kali dalam semenit dan melakukan 2 kali perNafasan buatan. Jadi perbandingannya 15 : 2. Kecepatan yang benar dapat dipertahankan oleh penolong tunggal dengan menghitung “one and two, and three” sampai fifteen. Pertahankan kepala tetap dalam posisi ekstensi, kalau perlu bahu ditinggikan untuk mempertahankan posisi tersebut. Pemberian kompresi dan ventilasi dilakukan secara bergantian dengan waktu yang tepat, cepat dan efektif. II.
Penolong Dua Orang
Kedua penolong berada pada sisi korban, penolong I melakukan ventilasi, sedangkan penolong II melakukan kompresi dada. Kecepatan KJL untuk 2 orang penolong adalah 60 /menit, dan ventilasi dilakukan setelah kompresi dada yang kelima, yaitu dengan perbandingan 5 : 1. Untuk mempertahankan kecepatan yang benar, penolong yang melakukan kompresi dada korban harus menghitung keraskeras, “one-one thousand”, ―two-one thousand”, sampai “five-one thousand”, karena cara menghitung seperti ini dapat mempertahankan frekuensi KJL yang tepat. Pergantian tugas antara kedua penolong sangatlah penting karena tindakan KJL yang dilakukan dengan benar merupakan pekerjaan yang berat. Pertukaran ini dilakukan dengan berpindahnya penolong yang mengerjakan perNafasan buatan ke samping korban segera setelah pengembangan paru-paru. Ke dua belah tangannya disiapkan di udara dekat tangan si penolong yang berada pada dada korban. Biasanya setelah penekanan ke tiga atau ke empat, penolong satunya menyelesaikan urutan tindakan ini. 2. Bantuan hidup lanjut / BHL adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan usaha hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang hidup pasien. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu : 1. Penting, misalnya :
Adrenalin
Natrium bikarbonat
Sulfat Atropin
14 | P a g e
Lidokain
2. Berguna, misalnya :
Isoproterenol
Propanolol
Kortikosteroid. (5)
Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama. A. Pemeriksaan frekuensi denyut arteri Karotis 1. Cuci tangan pemeriksa dengan air bersih 2. minta pasien melepaskan baju sehingga bagian leher terlihat jelas 3. pasien duduk dengan posisi tangan diistirahatkan diatas paha 4. Inspeksi kedua sisi leher untuk melihat denyut arteri karotis 5. Mintalah pasien untuk memalingkan kepala pada sisi arah yang berlawanan dengan yang akan diperiksa 6. Kemudian lakukan palpasi dengan lembut, jangan terlalu keras untuk menghindari rangsangan sinus karotid 7. Dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk palpasi sekitar otot sternokleidomastoideus bagian medial 8. Perhatikan perubahan denyut pada saat menarik atau menghembuskan Nafas 9. Hitung frekuensi nadi dengan alat pengukur waktu untuk 30 detik, kemudian hasilnya dikalikan 2. Bila irama tidak teratur hitung selama 1 menit Berdasarkan kuat dan lemahnya denyut arteri diklasifikasikan : i. Tidak teraba denyut : 0 ii. Ada denyut tetapi sulit teraba : +1,
15 | P a g e
iii. Denyut normal teraba dengan mudah dan tidak mudah hilang : +2 iv. Denyut kuat, mudah teraba seakan- akan memantul terhadap ujung jari serta tidak mudah hilang : + 3 Pada saat praktikum denyut arteri karotis teraba dengan mudah dan tidak mudah hilang jadi denyut nadi orang coba adalah normal. B. Pemberian nafas bantuan dari mulut ke mulut 1. Percobaan dilakukan 2 orang coba yang jenis kelaminnya sama dan sehat,(upayakan dapat melakukan dengan baik, hingga dapat dietahui udara yang masuk dapt dirasakan). 2. Posisikan diri disamping pasien 3. Salah satu tangan penolong diletakkan dibawah leher penderita dan angkat sedikit ke atas,sedang tangan yang lain diletakkan diatas dahi dan jari-jari tangan menutup lubang hidung.Dorong dahi kebawah posisi kepala ekstensi, otot rahang bawah teregang dan rongga mulut terbuka.Pertahankan posisi kepala seperti ini sampai pertolongan selesai. 4. Mulut si penolong di tempelkan pada orang coba.Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong. 5.Lakukan pernafasan dari mulut ke mulut secara tidak langsung ( gunakan kain/sapu tangan an orang coba untuk mencegah penularan penyakit 6. Hembuskan nafas satu kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada pasien mengembang). 7. Tiup udara kedalam paru-paru kurang lebih 2 kali volume tidal, sementara itu, tangan ke bagian lambung. Pastikan tidak ada kebocoran udara yang ditiupkan melalui hidung atau sela mulut penderita. 8. Perhatikan dada pasien dengan seksama. Tabel pengamatan pernafasan :
16 | P a g e
Adekuat Dada
Kurang adekuat dan
perut Gerakan
bergerak naik dan turun baik Ada selama perNafasanUdara
dada suara
tambahanOtot
Tidak bernafas kurang Tidak
dari
gerakan
Nafas dadaatau
perutTidak
bantu terdengar
aliranudara
terdengar dan terasasaat Nafas keluar
ada
melalui mulutatau hidung
mulutatau bekerjaSianosisFrekuensi
hidungPenderita
tidak kurang
nyamanFrekuensi cukup atau berlebihanPerubahan (dalam batas normal)
status
mental(gelisah,
cemas) Pada saat percobaan didapatkan ciri-ciri pernafasan orang coba seperti pada tabel pernafasan adekuat sehingga dapat disimpulkan pernafasan orang coba normal. C. Manuever Heimlich Manuever Heimlich (The Committe on Trauma: American College of Surgeon (Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metoda yang paling efektif untuk mengatasi obstruksi saluran perNafasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glotis. Korban tidak dapat berbicara atau berNafas, menjadi panik dan sering berlari dari kamar. Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas, manuever ini dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut: a.
Penolong Berdiri: Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang korban dengan kedua belah tangan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan tersebut tidak boleh ―memantul‖, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0,5 - 1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada,
17 | P a g e
meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran perNafasan. b.
Penolong berlutut: Korban berbaring telentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong menumpukkan kedua belah tangannya dan meletakkan pangkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban dalam posisi yang kemudian melaksanakan prosedur yang sama seperti pada posisi berdiri. D. Black Blow Maneuver Dan Chest Thrust Maneuver
Black blow maneuver dan chest thrust maneuver dilakukan untuk menghilangkan obstruksi di jalan Nafas atas yang disebabkan oleh benda asing & yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini: 1. Secara mendadak tidak dapat berbicara. 2. Tanda-tanda umum tercekik—rasa leher tercengkeram 3. Bunyi berisik selama inspirasi. 4. Penggunaan otot asesoris selama berNafas dan peningkatan kesulitan berNafas. 5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk. 6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis 7. Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau wizing. Tahapan Prosedur Abdominal Thrust : 1. Jika pasien dlm keadaan berdiri/duduk: a. Anda berdiri di belakang klien b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian pegang lengan kanan tsb dg lengan kiri. Posisi lengan anda pd abdomen klien yakni dibawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus. c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas. d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan Nafas. e. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini. 18 | P a g e
2. Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious: a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien. b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus. c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas. d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan Nafas. e. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.. Tahapan Prosedur Chest Thrust 1. Jika posisi klien duduk/ berdiri: a. Anda berdiri di belakang klien b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar). c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan Nafas. d. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini. 2. Jika posisi klien supine: a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien. b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar). c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan Nafas. d. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini. Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust untuk Bayi :
19 | P a g e
1. Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih rendah dari pada badannya. 2. Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi. 3. Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan tumit tangan anda. 4. Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas paha. 5. Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda pada sternum dampingi dengan jari manis. 6. Lakukan chest thrust dengan cepat. 7. Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran. 8. Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan Nafas dan buang benda asing jika ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara ―membuta‖ pada bayi dan anak, karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan Nafas. Perhatian :
Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi.
Sapuan jari ―membuta‖ harus dihindari pada bayi dan anak, sebab kemungkinan dapat mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam jalan Nafas.
20 | P a g e
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Resusitasi mengandung arti harfiah ―Menghidupkan kembali‖ tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup lanjut
/
BHL Usaha
Bantuan
Hidup
Dasar
bertujuan
dengan
cepat
mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obatobatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi dilakukan pada : infark jantung ―kecil‖ yang mengakibatkan ―kematian listrik‖, serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang untuk hidup. Resusitasi tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu yang tak dapat disembuhkan. Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.
21 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA Delp,Maning.1986. Major Diagnosis Fisik. Jakarta:EGC Aziz
A,Uliyah
M.
2005.
Buku
Saku
Praktikum
Kebutuhan
Dasar
Manusia.Jakarta:EGC Bechman,Kliegman,Arvin,Nelson.2000.
Ilmu
Kesehatan
Anak
Nelson.Jakarta:EGC Isselbacher,Wilson,dkk.1999.Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Vol.1 E/13. Jakarta:EGC Oxorn H,Forte W.2010.Ilmu Kebidanan:Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica Snyder,Shirlee,dkk.2009.Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier dan ERB,Ed.5.Jakarta:EGC
22 | P a g e