Nilai :
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN Pengeringan Bahan Hasil Pertanian
Oleh : Nama
: Muhammad Yafie Z.A.
NPM
: 240110090131 240110090131
Hari, Tgl Praktikum
: Selasa, 22 November 2011
Waktu
: 15.00 WIB
Co.Ass
: R. Asri Noor Pratiwi
LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penanganan pasca
panen merupakan suatu
rangkaian proses yang
ditujukan untuk mengawetkan bahan-bahan hasil pertanian dari kerusakan akibat serangan serangga, mikroorganisme dan kerusakan akibat dari proses fisiologis yang kurang tepat dan beberapa faktor diantaranya karena pengaruh iklim dan penyimpanan yang kurang baik sehingga diperlukan suatu usaha penanganan dan pengelolaan yang sangat serius. Produk pertanian dan bahan pangan umumnya memiliki sifat rawan terhadap kerusakan (perishable), dimana sifat ini akan dapat menurunkan nilai ekonomis dari produk tersebut. Kerawanan terhadap kerusakan sangat berperan untuk menentukan metode yang dilakukan dalam proses penanganan hasil pertanian atau bahan pangan. Pada umumnya bahan pertanian mengandung air dengan tingkat kadar air yang tinggi sehingga bahan pertanian mudah mengalami pembusukan karena bakteri cepat mengalami pertumbuhan dalam bahan pertanian. Selain itu bahan pertanian tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mengurangi kadar air bahan pertanian tanpa merusak bahan pertanian tersebut sehingga bahan pertanian dapat disimpan dengan waktu yang lebih lama. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan pengeringan. Kadar air bahan hasil pertanian memegang peranan penting
dalam
menjaga
kualitas
dari
bahan
yang sangat
hasil pertanian. Terjadinya
kerusakan pada bahan-bahan hasil pertanian selepas panen secara biologis, fisiologis, dan kimia disebabkan karena masih tingginya kadar air di dalam bahan. Informasi kadar air dari suatu bahan hasil pertanian sangat diperlukan untuk mengetahui kondisinya apakah telah memenuhi syarat dalam proses penanganan pasca panen, misalnya untuk proses perontokan, penyimpanan dan lain-lain. Untuk dapat memilih teknik penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian. Jenis bahan yang akan dikeringkan dan hasil pengeringan yang
diinginkan juga mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengeringan yang akan dipergunakan. Kondisi pengeringan untuk setiap untuk setiap bahan tidak sama antara bahan yang satu dengan bahan yang lain, karena ikatan air dan jaringan ikatan dari tiap bahan tersebut berbeda. Kadar air bahan hasil pertanian perlu untuk diketahui agar dapat diketahui hasil pengeringan yang diinginkan sehingga dengan kadar air bahan yang sedikit, bakteri sulit atau tidak mangalami pertumbuhan di dalam bahan pertanian dan bahan dapat disimpan lebih lama lagi tanpa mengalami pembusukan.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven) 2. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari kurva laju pengeringan pada biji-bijian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pengeringan
Secara umum, pengeringan merupakan
proses pemindahan air dari
dalam bahan melalui penguapan dengan menggunakan energi panas. Selama pengeringan berlangsung, energi panas dipindahkan (ditransfer) dari udara sekeliling
ke permukaan
bahan, sehingga
terjadi
peningkatan
suhu
dan
terbentuknya uap air. Kandungan air dari bagian dalam bahan berdifusi ke permukaan
bahan, dan
juga uap
air
yang
terkandung di
dalam
udara
sekeliling bahan secara kontinyu dialirkan ke luar dari mesin pengering. Proses
pengeringan
pengaliran udara
pengering
dapat dan
dipercepat atau
melalui
melalui
peningkatan
peningkatan
suhu
laju udara
pengering. Pada awalnya pengeringan berlangsung pada bagian permukaan bahan, dan setelah itu laju pengeringan ditentukan oleh laju perpindahan kandungan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan, dan secara alami ditentukan
oleh
tipe
bahan
yag dikeringkan. Untuk
tipe
bahan
non
higroskopis, seperti biji - bijian, buah - buahan dan pangan lainnya akan menyisakan kadar air yang masih terikat di dalam bahan. Menurut Henderson (1976), pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan dengan menggunakan media pengering (udara, cair atau padat) sampai pada tingkat kadar air kesetimbangan (equilibrium moisture content = EMC) dengan kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (a w) yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi, enzimatis, dan kimia. Mengenai kandungan air dalam bahan-bahan hasil pertanian perlu dikendalikan, karena terjadinya kerusakan
kandungan yang
air
dimulai
yang dari
tinggi
dalam
dapat
hasil
mempercepat
tanaman, terutama
sewaktu dalam penyimpanan. Hubungan antara kadar air biji secara umum dengan perubahan biji dan kehidupan organisme pengrusak.
Tabel 1. Pengaruh kadar air terhadap biji tanaman. Terjadi proses perkecambahan biji di tempat penyimpanan. > 45 %
Kondisi ruang yang gelap akan memacu proses perkecambahan biji. Di dalam ruang penyimpanan akan timbul uap panas. Biji
18 - 20 %
dapat berkecambah, tetapi cendawan dan bakteri yang terbawa akan berkembang subur dan merusak biji.
12 - 18 %
Cendawan, bakteri, dan serangga akan merusak biji dalam simpanan.
8-9 %
Kehidupan serangga dan patogen gudang dapat dihambat.
4-8 %
Keadaan aman untuk menyimpan biji.
2.2 Kadar Air
Kandungan air di dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). Kandungan air basis basah dapat dinyatakan sebagai berikut : M = __100 Wm _ (Wm + Wd)
Sedangkan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut : M = 100 _Wm_ Wd M = _100 m_ 100 – m dimana : m = kadar air basis basas (%) M = kadar air basis kering (%) Wm = berat air dalam bahan (kg) Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg) Dalam perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena pembagi pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan
sehingga beratnya tetap dan perubahan penurunan kandungan air lebih terlihat dengan jelas.
2.3 Prinsip Dasar Pengeringan
Mekanisme pengeringan bahan hasil pertanian meliputi dua proses perpindahan yaitu perpindahan massa air dari dalam bahan secara difusi dan perpindahan energi panas yang digunakan untuk menguapkan air dari permukaan bahan. Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam beberapa kategori, yaitu : 1. Pengeringan konveksi Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya rendah dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan dikeringkan. 2. Pengeringan konduksi Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan. 3. Pengeringan hampa udara (vakum) Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat sumber panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan terjadi lebih cepat pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan tekanan udara tinggi. 4. Pendinginan beku Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pada suhu dan tekanan yang rendah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi proses pengeringan beku.
2.4 Mekanisme Pengeringan
Pada proses pengeringan penting sekali untuk menguapkan kelembaban dari biji-bijian dan kandungan air yang terkandung didalamnya. Ada dua mekanisme dasar yang terjadi dalam proses pengeringan, yaitu perpindahan kelembaban dari kandungan bahan dalam biji ke permukaan luar, dan penguapan kelembaban dari permukaan ke lingkungan sekitar. Laju pengeringan ditentukan oleh kelembaban biji, kelembaban relative dan kecepatan udara yang berinteraksi dengan biji-bijian.
Tabel 1. tabel tingkat kelembaban equilibrium
Relative Humidity (%) Grain
30
40
50
60
70
80
90
100
Equilibrium Moisture Content (%wb) at 25 C Barley
8.5
9.7
10.8
12.1
13.5
15.8
19.5
26.8
8.3
9.8
11.2
12.9
14.0
15.6
19.6
23.8
Paddy
7.9
9.4
10.8
12.2
13.4
14.8
16.7
Milled Rice
9.0
10.3
11.5
12.6
12.8
15.4
18.1
23.6
Sorghum
8.6
9.8
11.0
12.0
13.8
15.8
18.8
21.9
Wheat
8.6
9.7
10.9
11.9
13.6
15.7
19.7
25.6
Shelled Maize
Source: Brooker et al (1974)
Hubungan antara EMC, kelembaban relative dan suhu untuk berbagai biji bijian telah dimodelkan oleh beberapa nomor penelitian diantaranya oleh Brooker et al. (1974). Amatlah penting untuk memperhatikan EMC. Dalam keadaan yang tidak pasti sangatlah dimungkinkan untuk mengeringkan menuju suatu tingkat kelembaban dibawah EMC yang dihubungkan dengan suhu dan kelembaban dari udara yang dikeringkan, sebagai contoh data pada tabel 1 menunjukan bahwa beras hanya dapat kering pada tingkat kelembaban 16.7% pada suhu udara 25°C dan kelembaban relative 90%. Jika beras berada pada tingkat kelembaban kurang dari 16.7% ketika kelembabannya berkurang. Pengeringan biji-bijian pada beberapa lapisan dimana setiap bagian yang dikeringkan oleh udara dapat diperlihatkan dalam bentuk MR = f(T, h, t); (1)
Dimana (Rasio kelembaban) :
MC adalah tingkat kelembaban pada biji-bijian pada berbagai tingkat dan tiap waktu, % basis kering (%db);
MCe adalah tingkat kelembaban equilibrium (%db);
MCo adalah inisial tingkat kelembaban dari biji-bijian yang basah (%db)
T adalah temperatur (°C);
h adalah kelembaban relatif
t adalah waktu pengeringan
2.5 Sifat Fisik Biji-bijian
Data komperehensif pada penomoran Sifat, Fisik dan Termal pada biji bijian yang diperlihatkan oleh Brooker et al. (1974) dan Brook & Foster (1981). Diktat konveksi menunjukan bahwa tingkat kembaban dari biji biasanya diukur pada basis yaitu massa pada kelembaban perunit massa dari bijian basah dan ditulis sebagai X % (wb). Pengukuran alternative mengacu pada pengukuran pada basis kering (X%(db)) dimana massa dari kelembaban perunit massa biji-bijian kering. Konversi antara dua pengukuran ditunjukan dalam tabel 2. semua tingkat kelembaban ynag diberikan pada daftar dalam basis basah, kecuali ada yang memulai sewaktu , kecuali apabila digunakan cara lain.
2.6 Efek pengeringan pada kualitas biji
Operasi
pengeringan
tidak
memperhitungkan
perpindahan
dari
kelembaban karena ada beberapa factor kualitas yang dapat terlibat dengan pemilihan yang keliru dalam pengkondisian pengeringan maupun perlatannya. Syarat biji-bijian berkualitas tinggi meliputi :
Tingkat kelembabannya rendah dan seragam
Jumlah patah dan rusaknya minimal
Kemungkinan kecil untuk retak, dan tinggi nilai nutrisinya
Penerimaan dari konsumen dan pembuktian melalui organoleptik
BAB III METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
a. Biji-bijian b. Cawan untuk wadah bahan praktikum. c. Desikator untuk menstabilkan suhu. d. Refrigerator untuk proses pendinginan. e. Oven untuk proses pengeringan bahan. f. Moisture tester untuk mengukur kadar air bahan. g. Timbangan analitik untuk menimbang bahan.
3.2. Prosedur Percobaan
1. Kadar air
Menentukan kadar air bahan dengan menggunakan moisture tester
2. Laju pengeringan 1. Mengukur kadar air awal bahan. 2. Memasukkan cawan dalam oven pada suhu pengeringan (130 oC) selama ± 20 menit. Mengeluarkan dan menempatkan pada desikator sampai stabil (sudah dilakukan) (10 menit). 3. Menyiapkan bahan sebanyak 6 buah dan menandai untuk tiap interval waktu (5, 10, 15, 20, 25, 30 menit). 4. Memasukkan sampel bahan dalam cawan sebanyak ± 5 gram untuk masing-masing cawan. 5. Memasukkan bahan dan cawan ke dalam oven (pengeringan) pada suhu 60-70 oC. 6. Mengukur kadar air bahan untuk interval 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15 dan 30 menit kemudian 1 jam. 7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut di atas. Data yang digunakan merupakan rata-rata dari semua kelompok. 8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan
BAB IV HASIL
4.1. Grafik pengeringan jagung
Menit
Kadar air
Rata –
Ln
Massa
1
2
3
rata Mt
M /t
MR
MR
Bahan (g)
0
12,3
11,1
11,9
11,76
0
0
0
5,02
1
12
12,4
12,7
12,36
0,206
0,5161
- 0.66
5,11
2
12,3
12,1
12,4
12,26
0,102
0,5967
- 0.51
5,03
3
12,1
12,2
12,3
12,22
0,067
0,6290
- 0.46
5,10
4
12,1
12,6
12,3
12,33
0,051
0,5403
- 0.62
5,05
5
12,2
12,2
12,1
12,16
0,04
0,6774
- 0.38
5
15
11,9
11,5
11,7
11,7
0,013
1,0483
0,09
5,05
30
10,3
10,9
10,8
10,8
0,0059
1,879
0,63
5,09
45
9,2
9,3
8,9
9,13
0,0033
3,1451
1,14
5,07
60
8,7
9,0
9,1
9,1
0,0025
3,2822
1,18
5
4.2. Perhitungan dan grafik :
1. Menghitung MR : Me merupakan kadar air jagung setimbang, yaitu 13 %
= = 0 MR 1 = = = 0,5161 MR 2 = = = 0,5967 MR 3 = = = 0,6290 MR 4 = = = 0,5403 MRo =
2. Perhitungan K (konstanta) Rumus: Ln MR = - K. t Dimana : t adalah waktu (detik), sehingga nilai K adalah ; K = -
)
= = 0,6774 MR 15 = = = 1,0483 MR 30 = = = 1,879 MR 45 = = = 3,1451 MR 60 = = = 3,2822 MR 5 =
) = - () = 0 ) K1 = - )=-( = 0,011 K 2= - )=-( ) = 0,0043 K3 = - )=-( ) = 0,00257 ) K4 = - )=-( = 0,00256
) = - ( ) = 0,0013 ) K15 = - )=-( = -0,0001 K30 = - ) = -( ) = -0,0003 K45 = - )=-( ) = -0,0004 ) K60 = - )=-( = -0,0003
K0 = -
3.
K5 = -
Grafik a. Grafik waktu terhadap M/t
Grafik waktu terhadap M/t 0.25 0.2 0.15 Y-Values
t / 0.1 M
Linear (YValues)
0.05 0 0
1000
-0.05
2000
3000
waktu (sekon)
3600, 0.0025 4000y = -3E-05x + 0.09 R² = 0.404
b. Garfik kadar terhadap M/t
Grafik kadar air terhadap M/t 0.25 0.2 t 0.15 / M 0.1
Y-Values Linear (Y-Values)
0.05 0 0
5
9.1, 0.0025 10 15 y = -0.0137x + 0.1987
kadar air rata -rata
R² = 0.5135
c. Grafik waktu terhadap kadar air
Grafik waktu terhadap Kadar air 14 12 a t 10 a r a t 8 a r r i a 6 r a d a 4 k
3600, 8.93 Y-Values Linear (Y-Values)
2
y = -0.0011x + 12.471 R² = 0.9742
0 0
1000
2000
3000
4000
waktu (sekon)
d. Grafik waktu terhadap ln MR
Grafik waktu terhadap Ln MR 2 1.5 3600, 1.18
1 R M0.5 n L
Y-Values Linear (Y-Values)
0 0
1000
2000
3000
-0.5 -1
4000
y = 0.0006x - 0.5723 R² = 0.951
waktu (sekon)
Nilai Konstanta (K) berdasarkan grafik :
Nilai konstanta berdasarkan grafik yang diperoleh yaitu : Persamaan linear dari grafik adalah y = b x + a dimana b adalah konstanta. Pada grafik dapat dilihat persamaan garis y = 0.000x + 1.170 sehingga nilai b (konstanta) adalah sebesar 0,000.
BAB V PEMBAHASAN
Pada praktikum pengeringan bahan hasil pertanian kali ini berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa adanya penurunan kadar air yang tidak terlalu terlihat atau signifikan, bahkan kadar airnya cenderung naik pada saat pengukuran kadar air jagung pada menit pertama. Hal ini semakin jelas terlihat pada grafik laju pengeringan pada jagung. Peningkatan kadar air pada percobaan menit pertama dapat terjadi karena jagung menyesuaikan dengan kondisi disekitarnya, hal ini bisa disebut sebagai kondisi penyesuaian. Dari grafik diperoleh fungsi kuadrat, sedangkan dalam literatur grafik tersebut dapat dibagi bagi menjadi beberapa bagian, yaitu pada awal pengeringan termasuk laju pengeringan konstan, kemudian laju pengeringan mulai terjadi penurunan dari menit pertama hingga menit ke-60. Berdasarkan data yang diperoleh pada praktikum pengeringan kali ini, dapat dilihat bahwa kadar airnya cenderung naik turun. Hal ini tidak dapat disimpulkan bahwa semakin lama dikeringkan semakin sedikit kandungan airnya. Seharusnya dengan melakukan pengeringan dapat dilihat bahwa kadar air mengalami
penurunan.
Artinya,
semakin
lama
waktu
pengeringan
atau
dimasukkan ke dalam oven, maka kadar yang hilang akan semakin besar. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari awal pengeringan merupakan laju pengeringan konstan adalah penguapan air yang berada pada permukaan bahan hasil pertanian, sedangkan pada laju pengeringan menurun mulai dari menit ke-1 (12.36%) hingga menit ke-2 (12.26%) merupakan proses penguapan air dari dalam bahan, sehingga prosesnya sangat lambat dikarenakan air yang berada terlebih dahulu dalam bahan bergerak secara horisontal menuju permukaan bahan. Proses naik turunnya kadar air terjadi karena kadar air awal bahan yang digunakan tidak seragam sehingga menimbulkan perbedaan variasi linear pada grafik yang seharusnya semakin lama bahan dikeringkan maka kadar airnya semakin kecil. Berdasarkan literatur laju pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas permukaan bahan, distribusi aliran udara, struktur molekul bahan, distribusi suhu dalam tenunan bahan, tekanan uap air pada to pengeringan,
tekanan luar udara dan uap air, kecepatan pindah panas ke permukaan bahan, tekanan uap keseimbangan dalam bahan, kadar air bahan, dll (Earle, 1969). tetapi dari hasil praktikum tidak terbukti seperti itu, dikarenakan adanya interval waktu pengeringan yang sangat kecil, suhu oven yang digunakan besar, waktu pengeringan yang terlalu cepat dan seringnya membuka dan menutup oven menyebabkan suhu oven tidak konstan.