1/S
1/V
Persamaan Michaelis-Menten
S
V
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN KE VII
KINETIKA REAKSI ENZIM
Disusun Oleh:
Nama dan NPM
:
Ambar Puspita Madyaningratri
10060313055
:
Irma Astri Pebriliani
10060313056
:
Tri Marleni
10060313057
:
Ramli Maulana Latief
10060313058
Shift
:
C
Kelompok
:
1
Nama Asisten
:
Ilham Kholikul, S.Farm.
Tgl. Praktikum
:
Selasa, 17 Maret 2015
Tgl. pengumpulan Laporan
:
Selasa, 24 Maret 2015
LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2015
Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kinetika reaksi enzim dan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi optimum suatu enzim.
Teori Dasar
Enzim dan Kinetika Reaksi Enzim
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain. (Poedjiadi, 2006)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, aktivator dan inhibitor. Setiap enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu dan aktifitasnya akan berkurang jika berada pada kondisi di bawah atau di atas titik tersebut. Kondisi yang menyebabkan kerja enzim menjadi efektif ini disebut kondisi optimal. Sebagian besar enzim pada manusia mempunyai suhu optimal yang mendekati suhub tubuh (35oC– 40oC). Pada suhu tinggi (> 50oC), enzim dapat rusak dan pada suhu rendah (0oC), enzim menjadi tidak aktif. Suhu yang tidak sesuai tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk sisi aktif enzim. Sifat enzim yang tidak tahan panas atau dapat berubah karena pengaruh suhu ini disebut termolabil. (Dwidjoseputro, 1992)
Gambar 1. Pengaruh suhu terhadap fungsi enzim
Selain suhu, faktor lingkungan yang mempengaruhi kerja enzim adalah derajat keasaman (pH). Sebagaimana faktor suhu, enzim juga mempunyai pH tertentu agar dapat bekerja secara efektif. Enzim dapat bekerja optimal pada pH netral (pH = 7), pH basa, atau pH asam tergantung pada jenis enzim masing-masing. Enzim pencerna protein misalnya, mempunyai pH paling optimal 1-2, sedangkan enzim pencernaan yang lain mempunyai pH optimal 8. Pada pH tertentu, enzim dapat mengubah substrat menjadi hasil akhir. Kemudian, apabila pH tersebut diubah, enzim dapat mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat. (Dwidjoseputro, 1992)
Gambar 2. Pengaruh pH terhadap fungsi enzim
Kadar enzim yang tinggi akan mempengaruhi kecepatan reaksi secara linier (kecepatan bertambah konstan). Dapat dikatakan bahwa hubungan antara konsentrasi enzim dengan kecepatan reaksi enzimatis berbanding lurus. kecepatan reaksi suatu enzim satu dengan yang lain berbeda-beda meskipun mempunyai konsentrasi enzim yang sama. Konsentrasi enzim yang sangat tinggi dalam suatu sistem yang kompleks akan berpengaruh terhadap terhadap kecepatan reaksi. (Dwidjoseputro, 1992)
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi enzim terhadap fungsi enzim
Pada konsentrasi substrat yang rendah, kenaikan substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis hampir secara linier. Jika konsentrasi substrat tinggi, maka peningkatan kecepatan reaksi enzimatis akan semakin menurun sejalan dengan peningkatan jumlah substratnya. kecepatan maksimum (v maks) reaksi enzimatis ditunjukan dengan garis mendatar yang menggambarkan peningkatan kecepatan yang rendah seiring penambahan konsentrasi substrat. (Dwidjoseputro, 1992)
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap fungsi enzim
Zat-zat kimia tertentu dapat memacu atau mengaktifkan kegiatan enzim. Contoh : garam-garam dari logam alkali dan logam alkali tanah dengan konsentrasi encer, ion kobalt (Co), mangan (Mn), nikel (Ni), magnesium (Mg), dan klor (Cl).Sedangkaninhibisi aktifitas enzim adalah penurunan kecepatan suatu reaksi enzimatik yang dalam makhluk hidup penting pada proses metabolisme. Pada keadaan tertentu suatu reaksi enzimatik dapat membentuk dua atu lebih produk dan hambatan tersebut dapat ditunjukan hanya pada suatu produk, sedangkan pembentukan produk yang lain tidak dipengarihi atau malah di tingkatkan. Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan tempat kerjanya, inhibitor terbagi atas, reaksi inhibitor dengan apoenzim, reaksi inhibitor dengan substrat, reaksi inhibitor dengan substrat, reaksi inhibitor dengan koenzim, reaksi inhibitor dengan kofaktor, reaksi inhibitor dengan bentuk kompleks enzim.
Mekanisme
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara, yang kesemuaannya menurunkan ΔG :
Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar, dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil. (Anonim1, 2015)
Tanpa bantuan enzim, semua bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh hanya sekedar numpang lewat. Enzim merupakan komponen penting yang diperlukan untuk proses pencernaan dan penyerapan makanan. Kini pemahaman masyarakat mengenai enzim pencernaan dan fungsinya masih sangat rendah. Umumnya masyarakat hanya mengaitkan masalah pencernaan dengan penyakit maag. Enzim bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan enzim dapat menyebabkan tubuh mengalami gangguan pencernaan yang selanjutnya menyebabkan gangguan penyerapan (malabsorpsi). Gejala malabsorpsi adalah kembung pada perut, nafsu makan menurun, diare dan perut tidak nyaman. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah malabsosrpsi akibat kekurangan enzim adalah dengan mengkonsumsi suplemen enzim. Kekurangan enzim akan menyebabkan tubuh mengalami gangguan pencernaan atau dalam istilah kedokteran disebut maldigesti, yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan pencernaan atau malabsorbsi. Di sisi lain, kekurangan enzim juga akan mengakibatkan timbulnya gas yang berlebih di dalam sistem pencernaan, baik di lambung maupun usus halus dan usus besar (Almatsier, 2003).
Kinetika reaksi enzimatis dapat digunakan untuk menentukan kadar enzim. Kinetika reaksi enzimatik dapat diukur dengan mengukur jumlah substrat yang diubah atau produk yang dihasilkan per satuan waktu, dan pada suatu waktu yang sangat pendek, atau pada satu titik tertentu pada grafik disebut kecepatan sesaat (instantaneus velocity). Kecepatan sesaat merupakan tangens dari garis singgung terhadap grafik pada suatu titik tertentu. Kecepatan sesaat pada waktu mendekati nol, yaitu saat grafik masih berupa garis lurus disebut kecepatan awal (Vo). Pada reaksi enzimatis, jika disebut kecepatan, umumnya yang dimaksud adalah kecepatan awal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan awal reaksi, kita dapat mengetahui kondisi/ keadaan dengan lebih tepat. Disamping kecepatan sesaat dan Vo, juga dikenal istilah kecepatan rata-rata, yaitu perbandingan antara perubahan jumlah substrat terhadap waktu (Poedjiadi, 1994).
Reaksi enzimatik berlangsung melalui pembentukan kompleks enzim substrat (ES), bila semua enzim dalam keadaan ES (sistem jenuh oleh substrat) maka laju reaksi akan mencapai nilai maksimum (Vmaks). Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asai enzim. Aktivitas enzim akan meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim. Kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan menaiknya suhu, hal ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi pada akhirnya energi kinetik enzim melampaui rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada suhu ini terjadi denaturasi enzim menunjukkan suhu optimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada diatas suhu dimana enzim itu berada. Ada dua metode analisis kuantitatif kinetika reaksi enzim, yaitu asas keseimbangan Michaelis-Menten dan asas teori keadaan tunak (steady state theory) Briggs-Haldone. Persamaan Michaelis-Menten merupakan persamaan kecepatan reaksi enzimatik substrat tunggal yang menyatakan hubungan kuantitatif kecepatan reaksi awal (Vo), kecepatan reaksi maksimum (Vmaks), konsentrasi substrat [S], dan konstanta Michaelis-Menten [KM] (Murray, 2003).
Pada praktikum ini yang digunakan adalah enzim tripsi. Berikut penguraian enzim tipsin:
Tripsinogen merupakan enzim inaktif yang harus diaktifkan terlebih dahulu oleh enzim enterokinase yang dihasilkan oleh usus halus. Tripsinogen berubah menjadi tripsin yang aktif. Tripsin mengubah protein menjadi peptida dan asam amino. (Almatsier, 2003).
Tripsin adalah protease serina pankreas dengan substrat khusus rantai lysine dan arginin. Di manusia, enzim ini memproduksi enzim inaktif dari tripsinogen. Tripsinogen masuk usus kecil, biasanya melalui cairan empedu dimana tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif. (Alghamdi, 2010).
Fungsi enzim tripsin adalah mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti pepton dan asam amino. Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan dialirkan ke usus 12 jari (duodenum).Selain itu fungsi enzim tripsin adalah untuk mengubah tripsinogen menjadi tripsin aktif dan menghidrolisis protein yang dihasilkan oleh pancreas. (Poedjiadi, 2006).
Manfaat enzim tripsin adalah untuk membuat vaksin meningitis dari pankreas babi dan yang berperan adalah enzim tripsin di dalam pankreas babi. (Sectiocadavaris, 2011)
Pada praktikum ini substrat yang digunakan adalah kasein. Berikut penguraian kasein:
Kasein merupakan golongan protein yang komposisinya mencapai 80% dari komposisi keseluruhan protein susu. Protein kasein terbagi menjadi beberapa komponen, komponen yang umum dijumpai adalah αs1-kasein, αs2-kasein, β-kasein, dan κ-kasein. (Anonim, 2014)
Protein kasein memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik yang bervariasi. Kasein relatif tidak sensitif terhadap panas, dibutuhkan temperatur diatas 120°C untuk merusak struktur kasein hingga menjadi tidak larut dalam air. Di sisi lain, kasein cukup sensitif terhadap pH, maka itu protein kasein akan mengendap pada titik isoelektriknya. Protein kasein mempunyai masa molekul sebesar 106 hingga 109 Dalton. Kasein mampu menyebarkan cahaya. Oleh karena keberadaan kasein di dalam susu, susu berwarna putih. (Anonim, 2014)
Protein kasein bersama dengan kalsium fosfat, dapat membentuk semacam partikel koloid yang terdispersi, yang disebut misel (micelles). Karena protein kasein berupa suspensi, protein tersebut dapat dipisahkan dari campuran menggunakan sentrifugasi. Setelah sentrifugasi, beberapa protein tertingal di dalam larutan. Protein yang larut di dalam supernatan tersebut disebut protein whey. (Anonim, 2014)
Kasein mengandung asam beragam asam amino yang diperlukan mamalia muda untuk tumbuh. Karena memiliki protein berkualitas tinggi seperti kasein, susu sapi dianggap sebagai salah satu makanan manusia yang paling penting. Lebih jauh lagi, protein kasein terdesain untuk berikatan dengan kalsium fosfat, yang secara langsung mengendap pada lambung bayi baru lahir. Hal ini membuat protein tersebut mudah dicerna. Karena protein kasein dinilai mempunyai signifikansi yang besar terhadap kehidupan manusia, struktur kasein telah dipelajari secara menyeluruh, akan tetapi struktur pasti kasein masih diperdebatkan. (Anonim, 2014)
Analisa kuantitatif pada praktikum ini menggunakan instrument spektrofotometer uv-visible, di mana penjabaran tentang sprektrofotometri dan instrument spektrofotometer sebagai berikut:
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. (Rohman, 2007)
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
– Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
– Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama
– Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut
– Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
– Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb :
A = e.b.c
dimana :
A = absorban
e = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
(Rohman, 2007)
INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETRI UV – VIS
PRINSIP KERJA
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif. (Rohman, 2007)
HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Larutan yang dianalisis merupakan larutan berwarna
Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan yang tidak berwarna, maka larutan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi larutan yang berwarna. Kecuali apabila diukur dengan menggunakan lampu UV.
Panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panajgn gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang tersebut, perubahan absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Selain itu disekitar panjang gelombang maksimal, akan terbentuk kurva absorbansi yang datar sehingga hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi. Dan apabila dilakukan pengukuran ulang, tingkat kesalahannya akan kecil sekali.
Kalibrasi Panjang gelombang dan Absorban
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan dan cahaya yang diabsorbsi. Hal ini bergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa yang terbentuk. Oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi panjang gelombang dan absorban pada spektrofotometer agar pengukuran yang di dapatkan lebih teliti.
(Rohman, 2007)
Alat Dan Bahan
Alat
Bahan
Tabung reaksi
Larutan TCA 20%
Batang pengaduk
Larutan kasein 2% (b/v)
Pipet ukur 1 mL, 5 mL, 10 mL
Larutan dapar fosfat 0,1M pH 8
Pipet tetes
Larutan NaOH
Water bath 35oC
Aquadest
Kertas saring
Reagen Folin-Ciocalteu
Spektofotometer
Larutan Tripsin
Corong kaca
Prosedur Kerja
Tabung t = 0 menit
Disiapkan 5 tabung reaksi. Dimasukan larutan buffer fosfat dan tripsin dan tambahkan masing-masing 3 mL larutan TCA 20%, aduk perlahan, dan diinkubasi selama 30menit dalam water bath 35oC. Setelah 30 menit di tambahakan larutan kasein dan didiamkan selama 20 menit dalam air es. Seletah itu disentrifugasi 10 menit dan disaring melalui kertas saring untuk diambil supernatannya. Lalu dilakukan metode anson pada hasil filtrate tersebut.
Metode Anson: diambil 2 mL TCA-Filtrat ditambahkan 4 mL NaOH 0,5 M dan 1 mL larutan Folin-Cioalteu. Didiamkan 10 menit kemudian ditentukan serapannya pada 650 nm.
Tabung t = 20 menit
Diinkubasi 5 menit pada water bath 35 ͦ C masing-masing tabung berpengaduk yang berisi kasein sesuai tabel sambil diaduk. Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan buffer posfat dan larutan tripsin. Diinkubasikan selama 20 menit pada inkubator 35 ͦ C dihitung setelah penambahan tripsin. Dihentikan reaksi dengan penambahan 3 mL TCA 20 % kedalam masing-masing tabung dan diaduk sangat kuat. Lalu Didiamkan selama 20 menit dalam air es untuk menyempurnakan pengendapan. Dan disentrifugasi selama 10 menit kemudian disaring untuk diambil supernatannya. Filtrat dilakukan metode anson, yaitu dicampurkan 2mL TCA-Filtrat dengan 4mL NaOH 0.5 M kemudian ditambahkan 1 mL larutan Folin-Ciocalteu ( 1 volume reagen ditambah 1 volume aquadest). Kemudian diamkan 10 menit dan ditetapkan serapannya 650 nm.
No.
Tabung
Tripsin (mL)
Kasein (mL)
Buffer Fosfat (mL)
I
T = 0
1
0,1
5,9
T = 20
1
0,1
5,9
II
T = 0
1
0,5
5,5
T = 20
1
0,5
5,5
III
T = 0
1
1,0
5,0
T = 20
1
1,0
5,0
IV
T = 0
1
3,0
3,0
T = 20
1
3,0
3,0
V
T = 0
1
5,0
1,0
T = 20
1
5,0
1,0
Data Pengamatan dan Perhitungan
Tabung t = 0 menit
Setelah semua tabung diisi larutan buffer dan ditambahkan tripsin dan ditambah TCA 20% larutan berwarna bening tidak ada endapan. Kemudian diinkubasi semua tabung tetap berwarna bening.
Tabung
Setelah ditambahkan Kasein dan didinginkan
I
Larutan bening, sedikit putih keruh diatas
II
Larutan bening, sedikit putih keruh diatas
III
Larutan bening, larutan berwarna putih keruh di bagian atas
IV
¾ bagian putih keruh
V
Larutan putih keruh, ada endapan putih
Tabung t = 20 menit
Setelah semua tabung diisi dengan kasein yang berwarna putih keruh.
Tabung
Setelah didinginkan dan ditambahkan TCA20%
I
Bening
II
Agak putih
III
Keruh, terdapat gumpalan putih tersebar
IV
Terbentuk endapan keruh
V
Terbentuk endapan
Pengolahan data absorbansi
No
Tabung
Nilai Absorbansi
I
T = 0
0.008
T = 20
0.014
II
T = 0
0.005
T = 20
0.024
III
T = 0
0.007
T = 20
0.110
IV
T = 0
0.002
T = 20
0.100
V
T = 0
0.009
T = 20
0.240
Perhitungan
Menghitung ΔA
ΔA = At20 – At0
ΔA1 = 0.014 – 0.008 = 0.006
ΔA2 = 0.024 – 0.005 = 0.019
ΔA3 = 0.110 – 0.007 = 0.109
ΔA4 = 0.100 – 0.002 = 0.098
ΔA5 = 0.240 – 0.009 = 0.231
Menghitung V
V = ΔA/Δt
Δt = t20 – t0
Δt = 20 – 0 = 20 menit
V1 = 0.00620=0.3 x 10-3
V2 = 0.01920=0.95 x 10-3
V3 = 0.10920=5.15 x 10-3
V4 = 0.09820=4.9 x 10-3
V5 = 0.23120=11.5 x 10-3
Menghitung S
S = Aliquot Vtotal x 2 %
Vtotal = V setiap tabung
= 7 ml
Aliquot = jumlah kasein
S1 = 0.17 x 2 %=0.29 x 10-3
S2 = 0.57 x 2 %= 1.43 x 10-3
S3 = 1.07 x 2 %= 2.86 x 10-3
S4 = 3.07 x 2 %= 8.57 x 10-3
S5 = 5.0 7x 2 %= 14.29 x 10-3
Grafik Michaelis-Menten
S (X)
V (Y)
0.29 x 10-3
0.3 x 10-3
1.43 x 10-3
0.95 x 10-3
2.86 x 10-3
5.15 x 10-3
8.57 x 10-3
4.9 x 10-3
14.29 x 10-3
11.5 x 10-3
a = 6.6969 x 10-4
b = 0.7088
R = 0.9300
Grafik Lineweaver-Burk
1S (X)
1V (Y)
3,448.27
3,333.33
699.30
1,052.63
349.65
194.17
116.68
204.08
69.97
86.95
a = 79.8107
b = 0.9547
R = 0.990
Menghitung Vmaks dan KM
b(gradien) = KM Vmaks
1 Vmaks = a maka, Vmaks = 1 a
Vmaks = 1 79.811
Vmaks = 0.0125 ppm/menit
KM = b(gradien) x Vmaks
KM = 0.9548 x 0.0125
KM = 0.011935
Gambar
Gambar tabung t=0 setelah ditambahkan larutan Buffer, Tripsin, TCA20%, dan diinkubasi.
Gambar tabung t=0 setelah ditambahkan kasein dan didinginkan.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan uji untuk mengetahui kinetika reaksi enzim yang berikatan dengan substrat.
Pertama-tama pengujian dilakukan pada saat t = 0 menit.
Disiapkan tabung reaksi sebanyak 5 buah kemudian diisi oleh buffer fosfat dalam berbagai konsentrasi. Di sini buffer fosfat berguna untuk mempertahankan pH optimum enzim agar tidak mudah berubah akibat penambahan sedikit asam maupun basa. Lalu dimasukkan tripsin ke dalam masing-masing tabung. Tripsin di sini berperan sebagai enzimnya. Di mana fungsi enzim tripsin adalah untuk mengubah tripsinogen menjadi tripsin aktif dan menghidrolisis protein yang dihasilkan oleh pancreas, seperti teori yang disampaikan Poedjiadi (2006). Kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan larutan TCA 20%. Larutan TCA ini berguna sebagai zat yang dapat menghentikan mekanise pengikatan antara enzim dan substrat, serta pH optimum enzim tripsin adalah sekitar 7.8-8.7 (Anonim2, 2015) . Berikutnya semua tabung diinkubasi pada suhu 35oC, suhu ini merupakan suhu optimum kerja enzim tripsin. Setelah diinkubasi, tabung diambil dan ke dalam masing-masing tabung dimasukkan larutan kasein dalam berbagai konsentrasi, kasein berperan sebagai substrat, di mana kasein merupakan golongan protein yang komposisinya mencapai 80% dari komposisi keseluruhan protein susu (Anonim, 2014). Setelah itu semua tabung direndam di dalam air es dengan tujuan memperjelas bentuk dari endapan jika terdapat endapan. Setelah penambahan kasein dan didinginkan di air es tersebut, hasil yang didapat praktikan adalah bahwa dari tabung ke 1 sampai tabung ke 5 kekeruhan pada larutan terlihat semakin jelas. Hal ini terjadi karena perbedaan konsentrasi buffer fosfat dan konsentrasi substrat yang berbeda pada setiap tabung. Dapat dinyatakan bahwa selain menurunnya konsentrasi buffer fosfat pada tabung 1 sampai tabung 5, konsentrasi substrat malah semakin banyak, namun bukannya meningkatkan kinetika reaksi enzim, tetapi malah menurunkan kinetikita reaksinya disebabkan konsentrasi enzim yang konstan diberikan pada setiap tabung, sehingga hanya tabung 1 saja yang dapat lebih banyak mengubah substrat menjadi produk yang ditandai lebih banyaknya larutan yang bening dibandingkan dengan larutan yang putih keruh. Sebaliknya, pda tabung 5 keseluruhan larutan berwarna putih keruh dan terdapat endapan, adanya endapan menandakan bahwa enzim terdenaturasi sehingga tidak dapat mengubah substrat menjadi produk. Tahap selanjutnya, kelima larutan disentrifugasi dan disaring untuk mendapatkan supernatantnya. Hasil filtrasi lebih lanjut dilakukan dengan cara metode Anson, yaitu memakai prinsip kerja spektrofotometri yang menggunakan instrument uv-vis. Untuk mendapatkan data serapan dari kelima supernatant yang ada harus ditambahkan dulu oleh NaOH, yang berguna untuk menetralkan TCA-filtrat yang bersifat asam, danditambahkan ragen Folin-Ciocalteu yang berguna sebagai senyawa kromogenik sekaligus senyawa yang akan mencari gugus aromatic pada enzim yang berada di supernatant agar dapat mengubah fosfotungstat dan malibdan menjadi tungstat dan malibdenum yang hasilnya merupakan senyawa berwarna biru kehijauan agar dapat diukur serapannya pada instrument spektrofotometer yang memiliki syarat bahwa larutan harus bersifat netral, tidak boleh asam maupun basa, dan larutan yang diukur serapannya harus memiliki warna agar dapat terbaca.
Setelah kelima supernatant telah berwarna, segera dilakukan pencarian nilai absorbansi yang sebelumnya harus ditunggu selama 10 menit guna mengoptimalkan kerja reagen Folin-Ciocalteu terhadap supernatant. Pengujian dilakukan pada panjang gelombang 650 nm (panjang gelombang sinar tampak). Lalu di dapatlah hasil beberapa serapan seperti yang ada pada data pengamatan.
Pengujian dilakukan pada saat t = 20 menit.
Pada pengujian ini yang dilakukan pertama kali adalah menginkubasi kelima tabung yang sudah berisi kasein (sebagai substrat) pada suhu 35oC, yaitu suhu optimum bagi enzim tripsin. Tiap tabung diaduk agar homogeny tetapi tidak boleh sampai berbusa. Kemudian pada tiap tabung ditambahkan buffer fosfat dalam berbagai konsentrasi diikuti penambahan larutan tripsin yang jumlahnya konstan. Setelah itu semua tabung diinkubasi pada suhu 35oC tepat 20 menit setelah penambahan tripsin, hal ini dilakukan dengan tujuan enzim dapat bekerja optimal lagi pada suhu 35oC setelah sebelumnya telah mengalami penurunan suhu yang drastis. Untuk menghentikan reaksi enzim-substrat, ditambahkan larutan TCA 20% ke dalam masing-masing tabung dan diaduk agar homogen, dan kelima tabung kembali direndam di dalam air es dengan tujuan untuk menyempurnakan pengendapan. Setelah penambahan TCA dan telah direndam di dalam air es, didapat hasil yang sama seperti pada t = 0, di mana larutan akan semakin keruh dan menghasilkan endapan pada tabung 4 dan tabung 5 akibat perbedaan konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, konsentrasi buffer dan perubahan suhu lingkungan yang drastis di awal percobaan t = 20 menit ini. Hal ini menandakan bahwa pada tabung 4 dan 5, enzim sudah terdenaturasi karena terdapatnya endapan pada dasar tabung.
Setelah itu kelima tabung disentrifugasi, kemudian disaring untuk diambil supernatantnya. Filtrate yang sudah didapat selanjutnya dilakukan dengan metode Anson. Perlakuannya sama, ditambahkan NaOH untuk menetralkan asam dari TCA, dan ditambahkan reagen Folin-Ciocalteu untuk member warna pada supernatant agar dapat diuji pada instrument spektrofotometer, dan pengujian juga dilakukan pada panjang gelombang 650 nm. Kemudian data absorbansi dari maing-masing supernatant dapat diperoleh sesuai yang dicantumkan pada data pengamatan.
Penjelasan Kurva
Kurva pertama adalah kurva Michealis-Menten, pada kurva ini terlihat fluktuatif sehingga sulit sekali ditentukan Vmaks dari kurva tersebut. Seharusnya kurva yang terbentuk seperti:
Sehingga jika kurva seperti yang ada di atas, maka dapat langsung dihitung Vmaks dan dapat ditentukan nilai KM-nya. Namun kurva yang didapat tidak sesuai yang praktikan inginkan, beberapa faktor penyebab terjadinya fluktuatif pada kurva ini yaitu akibat enzim yang digunakan mungkin saja sudah mendekati batas daluwarsanya, dan data absorbansi pada tabung 2 pada t = 20 menit kami dapatkan dari kelompok lain, yaitu dari kelompok 4 karena pada saat pengerjaan tabung 2 oleh kelompok 2 mengalami kesalahan dalam data absorbansinya, sehingga tidak memungkinkan praktikan pada kelompok ini untuk memakai data absorbansi dari kelompok 2.
Kurva yang kedua adalah kurva Linewaver-Burk, kurva ini dibuat dengan tujuan agar kurva yang dihasilkan memiliki kemiringan sehingga dapat dengan tepat didapatkan hasil regresi yang digunakan untuk menghitung nilai Vmaks dan KM.
Kesimpulan dari kedua kurva adalah bahwa kemampuan berikatan enzim dan substrat menurun akibat beberapa faktor, baik dari konsentrasi enzimnya, konsentrasi substratnya, senyawa tambahan yang bersifat menghentikan mekanisme kerja ezim berikatan dengan substrat, dan suhu serta pH optimum enzim.
Nilai Vmaks yang dihasilkan seharusnya sedikit lebih besar karena jika konsentrasi substrat meningkat, maka hal tersebut dapat meningkatkan kecepatan awal reaksi serta meningkatkan kemampuan enzim untuk berikatan dengan substrat. Dan saat sudah dalam keadaan enzim yang jenuh akibat banyaknya substrat akan dihasilkan nilai Vmaks yang konstan, nilai ini seharusnya cukup besar jika kemampuan berikatan enzim dan substatnya benar-benar tinggi, namun hasil yang praktikan dapatkan yaitu nilai Vmaks hanya 0,0118 dan nilai KM = 0,01192. Yang menandakan benar bahwa kemampuan berikatan enzim dan substrat menurun ditandai tidak besarnya nilai Vmaks yang dihasilkan. Dan karena nilai Vmaks kecil, maka mempengaruhi hasil dari nilai KM juga, sehingga nilai KM yang didapat juga kecil.
Kesimpulan
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH, suhu, konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat
Enzim tripsin mempunyai pH optimum 7,8 – 8,7
Metode yang dilakukan pada percobaan kinetika kerja enzim ada tiga metode yaitu, metode Michaelis-Menten (penentuan kurva 1), Lineweaver-Burk (penentuan kurva 2) dan metode Anson (pencarian nilai serapan masing-masing supernatant).
Nilai absorbansi yang dihasilkan dari percobaan pada tiap tabung t=0 dan t=20 cenderung mengalami peningkatan.
Grafil Michaelis-Menten memberikan kurva yang fluktuatif.
Grafik Lineweuver-burk yang dihasilkan yang dihasilkan dari praktikum ini tidak linier atau tidak lurus.
Nilai Vmax yang didapat = 0.0125 ppm/menit
Nilai Km yang didapat = 0.011935
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia PustakaUtama
Day, R. A. & A. L. Underwood.2002.Analisis Kimia Kuantitatif.Jakarta: Erlangga
Dwijoseputro.1992.Pengantar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Murray, R. K., dkk.2003.Harper's Illustraterd Biochemistry 26th Edition.USA: McGraw-Hill Companies
Poedjiadi, Anna.1994.Dasar-dasar Biokimia.Jakarta: UI Press
Poedjiadi, Anna. dan F.M. Titin Supriyanti.2006.Dasar-Dasar Biokimia.Jakarta: UI Press
Rohman, Abdul.2007.Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Alghamdi, Amani. 2010. Trypsin Activity. http://amanialghamdi.wordpress.com/Trypsin-Activity/
Diakses pada 21 Maret 2015
Pukul 18:15
Anonim.2014.Kasein.http://id.wikipedia.org/wiki/Kasein
Diakses pada 21 Maret 2015
Pukul 18:17
Anonim1.2015.Enzim. http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim
Diakses pada 21 Maret 2015
Pukul 18:20
Anonim2.2015.pH Optimum Enzim. http://www.worthington-biochem.com/introbiochem/effectsph.html
Diakses pada 21 Maret 2015
Pukul 18:21
Biologipedia. 2011. Cara Kerja Enzim Tripsin. http://Biologipedia.wordpress.com/2011/0…
Diakses pada 21 Maret 2015
Pukul 18:23
Sectiocadavaris. 2011.Peran Enzim. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/peran-enzim-dalam-metabolisme-dan-pemanfaatannya-di-bidang-diagnosis-dan-pengobatan/
Diakses pada 21 Maret 2015
Pukul 19:05