LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOMUNIKASI
Oleh : Novia Mardi Lestari 1203121029
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA 2013/2014
Praktikum I
: Mengukur Rugi-rugi Kabel Coaxial
Definisi Kabel Coaxial
Kabel Coaxial atau transmission line adalah sebuah kabel listrik dengan konduktor dalam dikelilingi oleh tubular, lapisan isolasi fleksibel, dikelilingi oleh perisai tabung.Koaksial konduktor berasal dari dalam dan luar perisai berbagai sumbu geometris yang sama. Kabel Coax (Transmission Line) jika terlalu panjang bisa menyebabkan losses Power energy yang di pancarkan ke antenna, Radio Frekwensi yang disalurkan terhambat, sebaiknya lebih teliti dalam memilih type coax terutama merk dan pastikan jenis material kabel (kandungan metal yang digunakan), diameter coax (jarak Inner dan Outer coax serta coaxial Jacket), panjang Coax yang dipergunakan, Jenis Connector, Korosi yang disebabkan cuaca dan lainnya.
Gambar 1. Bagian-bagian kabel Koaksial
Gambar 2. Kabel Koaksial konektor kecil
Gambar 3. Kabel koaksial konektor besar Losses Power akan berkurang jika Transmitter, kabel dan antenna match impedansi nya, Loses akan bertambah jika SWR lebih besar dari 1:1. Setiap energi yang disalurkan melalui Coax dari transmitter ke antenna (Load) dan kembali ke Transmitter dinamakan Reflected Power dan selalu mengakibatkan Losses pada Power yang di transmisikan, efeknya arus gelombang balik (SWR) akan membesar nilai perbandingan current, voltage dan frekwensi menghambat aliran gelombang dari transmitter untuk dilepaskan ke antenna. Kabel Coaxial digunakan sebagai jalur transmisi untuk frekuensi radio sinyal, dalam aplikasi seperti menghubungkan radio pemancar dan penerima dengan antena mereka, jaringan komputer ( internet ) koneksi, dan mendistribusikan sinyal televisi kabel. Satu keuntungan nya adalah bahwa dalam sebuah kabel coaxial ideal medan elektromagnetik membawa sinyal hanya ada di ruang antara bagian dalam dan luar konduktor . Hal ini memungkinkan kabel koaksial berjalan untuk diinstal di samping benda logam seperti talang tanpa rugi daya yang terjadi dalam jalur transmisi lain, dan memberikan perlindungan dari sinyal dari eksternal gangguan elektromagnetik Kabel Coaxial berbeda dari yang lain yaitu, digunakan untuk membawa sinyal frekuensi yang lebih rendah seperti sinyal audio , dalam dimensi kabel dikendalikan untuk menghasilkan konduktor repeatable dan dapat diprediksi jarak diperlukan untuk berfungsi secara efisien sebagai radio frekuensi saluran transmisi
Pengukuran Rugi-rugi Kabel Coaxial
Mengukur Cable LossCable rugi dapat diukur dengan peralatan yang sama yang digunakan untuk mengukur VSWR antena atau tingkat return loss . Sebuah jaringan vektor penganalisis (VNA) dengan modus kehilangan kabel arus ini pengukuran.Cukup menghubungkan salah satu ujung kabel Anda ke VNA, tempat terbuka atau pendek pada ujung kabel, dan melakukan uji rugi kabel. Sebuah VNA dengan kesalahan-jarak ke-(DTF) atau kesalahan Cara lokasi secara otomatis akan mengoreksi kerugian kabel. Hilangnya kabel per meter atau parameter kaki dimasukkan saat membuat pengukuran DTF. Sekali setup, hubungkan salah satu ujung kabel ke VNA dengan antena yang terhubung pada ujung kabel dan melaksanakan uji DTF. Hasilnya adalah sebuah antena VSWR atau pengukuran return loss dikoreksi untuk kabel rugi. Sebuah meteran listrik juga dapat digunakan untuk menghitung kabel rugi. Mengukur tingkat daya pada masukan dan output kabel, dikonversi ke unit dBm, dan menghitung perbedaannya. Skema Rangkaian SWR Meter dan Cara Kalibrasi. Pada Transmisi Daya RF, apabila Impedansi Saluran Transmisi tidak sesuai dengan Impedansi Beban (antenna), maka akan muncul Daya Pantul (Reflected Power) pada saluran transmisi menuju sumber (transmitter). Daya pantul ini akan berinterferensi dengan daya dari pemancar (Forward Power) dan menghasilkan Gelombang Tegangan Berdiri pada saluran (Volt Standing Wave). Nilai SWR dapat dihitung melalui perbandingan Impedansi Beban terhadap Impedansi Saluran Transmisi, yaitu :
Pengukuran Nilai VSWR dapat dilakukan dengan mengukur perbandingan tegangan maju (forward) dan tegangan pantul (reverse). Kita dapat membuat SWR Meter dengan skema seperti di bawah ini :
Bagian utama dalam Membuat SWR Meter adalah potongan kabel coaxial 50 Ohm sepanjang 12 cm. Dapat digunakan RG-58 A/U atau RG-8 untuk dapat melewatkan daya yang lebih besar. Bagian tepi dikupas dan dibuang serabut luarnya sehingga tinggal tersisa 10 cm yang memiliki serabut luar. Selanjutnya bagian tengah dikerat sekitar 2 cm sehingga terlihat serabut luarnya. Kemudian dirangkai seperti skema di atas. Pemilihan VU Meter sangat kritis, pengertiannya adalah kualitas dari VU Meter harus diperhatikan khususnya arus nominalnya. Standar VU untuk SWR Meter adalah 0 – 100 uA. Namun masih dapat ditoleransi dengan pemakaian VU Meter 0 – 1 mA, dengan kompensasi sensitivitas SWR Meter yang berkurang. Selain itu, Karaktersitik VU Meter harus dipastikan Linear, artinya skala penunjukan harus Linear. Di lain pihak dalam Membuat SWR Meter, Konstruksi dari Shelding sangat menentukan sekali terhadap kebocoran RF dan nilai Impedansi dari selubung rangkaian SWR Meter. Kalibrasi Rangkaian SWR Meter :
Hubungkan SWR Meter antara pemancar dengan Dummy Load 50 Ohm. Hubungkan sesuai posisi konektor (TX ke pemancar dan ANT ke Dummy Load). Atur posisi VR2 pada minimal.
Hidupkan pesawat dan atur VR2 ke arah maksimal sampai jarum Forward mencapai skala Maksimal. Sambil memperhatikan jarum Reverse.
Atur VR1 sampai jarum Reverse menunjuk pada skala Nol (Minimal), sambil memperhatikan kondisi jarum Forward agar selalu pada skala maksimal (mungkin harus merubah sedikit posisi VR2).
Matikan pesawat. Balik posisi SWR Meter (TX ke Dummy Load dan ANT ke Pesawat). Nyalakan Pesawat. Pastikan jarum Reverse pada skala Maksimal dan jarum Forward pada skala Nol (Minimal). Apabila tidak demikian, putar sedikit VR1 dan ulangi langkah no.2 s/d 4.
Kalau tindakan no.4 tidak juga memperoleh penunjukan yang sama (jarum Reverse tidak menunjuk skala Maksimal dan Forward tidak Minimal), maka yang harus dilakukan adalah menggeser posisi solderan VR1 pada serabut luar Coaxial sedikit ke kiri atau ke kanan.
Ulangi langkah no.1 sampai dengan 5 hingga memperoleh hasil penunjukan yang sama.
Hasil pengukuran SWR Meter sangat ditentukan oleh Kualitas dan Panjang Saluran Transmisi karena rugi-rugi saluran, khususnya apabila SWR Meter diletakkan dekat pemancar (Transmitter) dan kabel transmisi yang begitu panjang. Misal, sebuah pemancar dengan tegangan keluar 12 volt. Karena rugi-rugi pada saluran transmisi maka tegangan yang sampai ke antena 10 Volt. Karena ketidak-sesuaian Impedansi Beban dengan Impedansi Saluran Transmisi, maka muncul tegangan pantul sebesar 3 Volt menuju pemancar. Dan karena rugi-rugi saluran transmisi, tegangan pantul yang sampai ke pemancar tinggal 2,5 Volt. Maka VSWR terukur adalah :
Jika SWR Meter diletakkan di ujung saluran transmisi dekat dengan antena, maka VSWR terukur adalah :
Ternyata dengan menempatkan SWR Meter di ujung saluran transmisi dekat dengan antena diperoleh hasil pengukuran VSWR yang lebih tinggi dibanding menempatkan SWR Meter dekat dengan pemancar. Kalau demikian dimanakah seharusnya SWR Meter ditempatkan?. Tentunya menempatkan SWR Meter dekat dengan pemancar lebih menguntungkan apabila nilai VSWR rendah (1 atau 1,1). Kalau VSWR masih menunjuk angka yang tinggi (diatas 1,5 atau hampir menyentuh 2,0), maka Matching Antenna perlu dilakukan.
Praktikum II
: Mengukur Kecepatan Rambat dalam Kabel
Mengukur kecepatan Rambat dalam kabel
Kecepatan tertinggi dalam kabel adalah 3 × 108 m/s. seharusnya kecepatan dalam kabel kurang dari 3 × 10 8 m/s
Z0 = 50Ω ini adalah kondisi match. Sengaja dibuat match dengan kondisi rangkain terbuka atau open. Karena dihubungkan dengan Osilloscop, dapat diamati gelombang outputnya, dimana:
Sehingga dapat dihitung Duty Cycle nya Dengan rumusan
Sinyal kembali dapt bernilai positif atau negative Yang harus di setting adalah generatornya, karena L dan Z0 diketahui. Sehingga generator menjadi variable bebasnya. Setelah diketahui besar frekuensi dan Duty Cycle nya maa Duty Cycle dan frekuensi di atur pada Function Generator aslinya.
Praktikum III
: Mengukur Daya pada Radio Transceiver
Mengukur Daya pada Radio Transceiver Radio Transceiver (Transmeitter - Receiver) Radio Transceiver merupakan sebuah alat yang dapat menerima
dan memancarkan suatu gelombang radio. Terdiri dari bagian Receiver (penerima) dan bagian Transmitter (pengirim) yang dirangkai menjadi satu bagian. Pada awalnya, radio transceiver ini dirangkai sendir-sendiri, sehingga kedua bagian terpisah. Namun sekarang, bagian receiver dan transmitter dapat di integrasikan menjadi satu bagian dan bekerja secara bergantian Radio transceiver bekerja dengan cara menerima gelombang radio yang kemudian diteruskan ke bagian penguat (amplifier) dan diakhiri pada bagian transmitter yang akan mengirim kembali gelombang yang sudah dikuatkan tersebut. Transceiver ini persis seperti HT diletakkan di meja (portable). Penerima dan pemancar bekerja bergantian
(tidak bersama-sama) saat switch ditekan maka Transmitter bekerja sebagai pemancar dan Receiver bekerja sebagai penerima. Sebagai beban palsu atau pengganti antena bisa digunakan sebuah Dummy Load. Dummy load digunakan saat kita melakukan tunning pemancar. Alat ini pemakainnya digunakan bersama dengan alat ukur Power dan SWR meter, yaitu untuk melihat besar daya output dan melihat seberapa match pemancar dengan beban.
Dummy load jika
diberi tegangan (V) dia akan panas, oleh sebab itu diberi sebuah pendingin yang berupa sirip-sirip sebagai ventilasi terbuat dari alumunium . Dikarenakan alumunium mudah menguapkan panas. Daya yang dipakai disesuaikan kebutuhan. Jika pemancarnya kecil bisa diberi dummy load yang besar, tapi jika pemancarnya besar tidak bisa diberi dummy load kecil. Radio transceiver adalah jenis komunikasi dua arah yang dapat mengirimkan dan menerima sinyal pada satu frekuensi kerja, pada radio komunikasi transceiver (transceiver dan receiver) terdapat transmitter (pemancar) dan perangkat penerima (receiver) dan bekerjanya secara bergatian atau simultan (terus-menerus). Radio Transceiver dapat memancarkan sekaligus menerima gelombang radio. Metode komunikasinya adalah half duplex, dimana sinyal informasi dapat mengalir dalam dua arah secara bergantian. Dengan kata lain, waktu untuk mengirim gelombang radio (Tx) berbeda dengan waktu untuk menerima gelombang radio (Rx). Pada radio transceiver terdapat switch PTT (push to talk) yang berfungsi sebagai saklar untuk mengatur radio transceiver pada posisi Tx atau Rx. Jikai PTT “ON”, maka radio transceiver berada dalam keadaan pancar (memancarkan sinyal), sedangkan jika PTT “OFF” maka berada dalam keadaan terima (menerima sinyal). Gambar 1 menunjukan blok diagram radio transceiver.
Pada gambar 1, terdapat tiga blok utama yang menyusun rangkaian diagram radio transceiver, yaitu blok pemancar (Tx), blok penerima
(Rx),
dan
blok
penguat
(Amp).
Keadaan radio
transceiver berada pada posisi Rx. Proses yang terjadi adalah masuknya sinyal informasi dari antena ke penerima. Kemudian, sinyal tersebut dikuatkan
dan
disalurkan
ke loudspeaker atau
ke headphone untuk didengar. Jika saklar (Sw) ditekan, keadaan radio transceiver akan beralih dari posisi Rx ke posisi Tx. Pada keadaan ini, terjadi proses masuknya gelombang audio ke microphone. Microphone mengubah sinyal audio menjadi gelombang listrik, lalu menuju ke penguat untuk dikuatkan. Dalam penguat, getaran frekuensi rendah dari microphone dikuatkan dan hasilnya akan disalurkan ke bagian pemancar. Disini frekuensi dimodulasi secara FM dan dipancarkan ke udara lewat antena. Cara kerja dari radio transceiver secara umum, adalah: ·
Posisi Pancar (Tx)
Pada saat memancar, saklar (Sw) berada pada posisi (Tx). Sinyal Suara yang berupa getaran berfrekuensi rendah diubah menjadi sinyal listrik
oleh microphone. Kemudian disalurkan ke penguat tegangan. Tegangan dari frekuensi rendah tersebut dikuatkan dan disalurkan ke penguat daya yang akan menguatkan arus dari sinyal listrik. Kemudian hasil dari proses ini disalurkan ke modulator. Didalam modulator sinyal ini diproses dengan modulasi FM. Hasilnya gelombang termodulasi yang dikenal sebagai gelombang radio, dapat dipancarkan melalui antena. ·
Posisi Terima (Rx)
Pada saat menerima, saklar (Sw) berada pada posisi (Rx). Gelombang radio yang telah dipilih oleh lingkaran penala masuk ke dalam radio transceiver. Kemudian gelombang ini diteruskan ke detector. Disini terjadi
proses
deteksi
atau
proses
demodulasi.
Frekuensi carrier dipisahkan dari frekuensi aslinya. Frekuensi asli tersebut kemudian diteruskan ke penguat. Dalam penguat, tegangan sinyal dikuatkan agar diperoleh sinyal yang baik seperti yang diharapkan yaitu berupa informasi. Ouput dari penguat tegangan ini disalurkan ke penguat daya. Tujuannya adalah untuk menguatkan arus agar daya listriknya bertambah kuat. Output dari penguat daya ini disalurkan ke loudspeasker atau ke headphone untuk didengar. Frekuensi kerja yang digunakan oleh radio transceiver bisa diubah-ubah sehingga frekuensinya sesuai dengan radio transceiver lawan komunikasi kita. Peralatan:
Regulated DC Power Supply Transceiver kecil (fungsi sebagai HT) Dummy Load Wattmeter
Gambar 1. Dummy Load
Gambar 2. Kabel Coaxial Panjang
Gambar 3. Transceiver
Gambar 4. Skema pengukuran
Gambar 5. Skema pengukuran Daya Pada praktikum kali ini, mengukur daya kirim (forward) dan daya terima (refleksi) pada suatu kabel koaksial panjang yang diberi beban berupa dummy load. Kemudian di pasang Wattmeter untuk mengukur Daya yang dihasilkan (Daya forward dan Daya refleksi). Skema rangkaiannya ditunjukkan pada gambar di atas. Daya output yang menuju beban merupakan daya yang dihasilkan oleh transceiver, padahal seharusnya daya yang dipancarkan dari antenna (pada kasus ini ada rugi-rugi pada kabel panjang). Daya ini ditunjukkan oleh pengukuran pada wattmeter. Jika beban yang dipasang match, maka tidak aka nada daya yang diterima ( daya refleksi = 0 ). Itu artinya, semua daya diteruskan dan tidak ada daya yang dipantulkan kembali. Pada kenyataannya, pemancar kebanyakan menggunakan VSWRmeter yang dipasang di sisi pemancar. Jadi, tidak menggunakan Wattmeter.
Gambar 6. Rangkaian pengukuran
Gambar 7. Frekuensi hasil pengukuran
Praktikum IV
: VSWR
VOLT STANDING WAVE RATIO
VSWR (Volt Standing Wave Ratio) pada Saluran Transmisi Daya RF. Bila impedansi beban tidak sesuai dengan impedansi saluran transmisi, maka sebagian dari energi gelombang yang datang pada beban akan dipantulkan. Hal tersebut menimbulkan suatu gelombang pantulan yang berjalan kembali di sepanjang saluran transmini ke arah sumbernya.
Begitu juga apabila impedansi sumber tidak sesuai dengan impedansi saluran, maka pantulan selanjutnya dari gelombang yang sebelumnya terpantul dari beban akan terjadi. Dengan demikian pantulan-pantulan majemuk dapat ditimbulkan baik pada beban maupun pada sumber gelombang.
Efek keseluruhan dari peristiwa tersebut dapat diperlakukan sebagai resultan dari suatu gelombang datang dan gelombang pantulan tunggal. Gelombang-gelombang tersebut bila dilihat dari posisinya merupakan tegangan diam (untuk frekuensi dan sinyal masukan tetap) dan karena itulah disebut dengan Gelombang Berdiri Tegangan (Voltage Standing Wave = VSW ).
Pada setiap gelombang berdiri tegangan akan terjadi juga arus karena yang disalurkan dari sumber menuju beban melalui saluran transmisi pada prinsipnya adalah daya RF. Dengan demikian apabila impedansi saluran transmisi tidak sesuai dengan impedansi beban maka akan timbul pantulan daya (Reflected Power ) pada saluran transmisi. Pantulan daya ini selanjutnya akan berinterferensi dengan daya yang menuju beban (Forward Power ) atau daya maju dan menghasilkan gelombang tegangan berdiri seperti gambar (Voltage Standing Wave) di atas.
Pantulan Daya (Reflected Power ) ini pada nilai-nilai yang ekstrim (VSWR >2,0) merupakan kondisi yang dianggap berbahaya dan selalu dihindari karena akan berpengaruh langsung pada penambahan Desipasi Daya pada Komponen Utama pada Penguat Akhir RF dan berpotensi merusaknya.
Selanjutnya Perbandingan Gelombang Berdiri Tegangan (Voltage Standing Wave Ratio = VSWR) sesuai gambar di atas dapat didefinisikan sebagai :
Tegangan maju adalah tegangan berasal dari sumber (transmitter ) menuju beban (antenna) sedangkan tegangan mundur adalah tegangan pantul dari beban (antenna).
Untuk nilai-nilai yang berhubungan dengan Impedansi Beban dan Impedansi Saluran Transmisi, nilai VSWR adalah :
Misal, diketahui Impedansi Beban (antenna) adalah 75 Ohm dan Impedansi Saluran Transmisi 50 Ohm, maka nilai VSWR :
Koefisien Pantulan Tegangan pada Beban
Koefisien Pantulan Tegangan pada Beban dapat didefinisikan sebagai Perbandingan Tegangan Pantulan terhadap Tegangan Datang yang terjadi pada Beban atau Perbandingan Arus Pantulan terhadap Arus yang Datang pada Beban.
Dengan mengetahui nilai VSWR, dapat juga diketahui koefisien pantulan tegangan pada beban :
Pada saluran transmisi, gelombang arus datang akan selalu sefasa dengan gelombang tegangan datang. Sedangkan gelombang arus pantulan akan selalu berlawanan fasa dengan gelombang tegangan pantulan. Hal ini terjadi karena salah satu dari medan listrik atau medan magnet dari gelombang harus berbalik arah. Dengan demikian maka maksimal arus selalu berpasangan dengan minimal tegangan dan maksimal tegangan selalu berpasangan dengan minimal arus. Berikut ini kondisi RF pada saluran transmisi untuk berbagai kondisi Impedansi Beban terhadap Impedansi Saluran Transmisi :