Acut Limb Ischemic A. Definisi Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeriatau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu (Vaskuler Disease AHandbook). Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan,rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis. Menurut IA- Khaffaf (2005), Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya penurunan tiba-tiba perfusi ekstremitas menyebabkan potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup ekstremitas. Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer.Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jamsetelah iskemia akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yangmerupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus makaiskemia akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya. Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat.Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin
1
berkurang masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari kategori terparah dari gangguan arteri ini. B. Etiologi Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI: 1. Trombosis Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal. 2. Emboli Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat. C. Klasifikasi Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American
Chapter of
the
International
Society for Cardiovasculer
Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu : 1. Kelas
I : Non-threatened
extremity;
revaskularisasi
elektif
dapat
diperlukan atau tidak diperlukan. 2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan. 3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan 2
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Kelas I : Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible. 2. Kelas IIa : Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi. 3. Kelas IIb : Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi. 4. Kelas III : Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi. Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi: 1. Onset a) Acute : kurang dari 14 hari b) Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari c) Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari 2. Severity a) Incomplit : tidak dapat ditangani b) Complit : dapat ditangani c) Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
3
4
D. Prognosis Pasien dengan iskemik lengan dan tungki akut biasanya memiliki faktor pencetus berupa gangguan kardiovaskuler, yang dapat memungkinkan timbulnya suatu iskemik. Populasi ini memiliki prognosis jangka panjang yang buruk. Angka kelangsungan hidup rata-rata dalam lima tahun pada iskemik lengan dan tungkai akut yang disebabkan oleh thrombosis adalah sekitar 45%, dan jika disertai dengan emboli, akan berkurang menjadi sekitar 20%. Angka kelangsungan hidup rata-rata pada 1 bulan penderita yang berusia diatas 75 tahun dengan iskemik tungkai dan lengan akut adalah sekitar 40%. Resiko untuk kehilangan anggota gerak tergantung kepada beratnya iskemik dan lamanya waktu yang telah lewat sebelum tindakan revaskularisasi dilakukan. E. Patogenesis Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled(yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio 5
intermitenpada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis. F. Pathway
G. Manifestasi klinis Tanda dan Gejala Acut Limb Ischemic dapat digambarkan dengan 6 P yaitu : 1. Pain (nyeri): yang hebat terus-menerus terlokalisasi di daerah ekstremitas danmuncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya
6
iskemia karena pasien yang mengalami neoropathy dimana sensasi terhadap nyeri menurun. 2. Pallor (pucat): tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat menjadi kebiruan atau ungu. 3. Pulselless: denyut nadi tidak teraba dibandingkan pada dua ekstremitas. 4. Parasthesia: tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas. 5. Paralisis:
kehilangan
sensasi
motorik
pada
ekstremitas,
adanya
parasthesia dan paralisis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan segera. 6. Poikilothermia: dingin pada ekstremitas. Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang akut limb disebabkan oleh thrombus dan emboli. Perbedaannya adalah pada emboli tanda dan gejala yang muncul secara tiba-tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat klaudikasio, adariwayat atrial fibrilasi, ektremitas yang terkena tampak kekuningan (yellowish), pulsasi pada kolateral ekstremitas normal, dapat terdiagnosa secar klinis dan dilakukan pengobatan dengan pemberian warparin atau embolectomy. Sedangkan pada akut limb iskemik yang disebabkan oleh thrombus tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi dalam beberapa jam sampai berhari-hari, ada klaudikasio, ada riwayat aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi pada kolateral ekstremitastidak ada, dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan by pass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik. H. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah: 1. Faktor Risiko Kardiovaskular a) Perlu
ditanyakan
dan
diketahui
adanya
kelainan-kelainan
kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard. 7
b) Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah. 2. Pemeriksaan Tungkai a) Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis. b) Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung). c) Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior
dan
posterior,
subjektif. Pemeriksaan
dorsalis
pulsasi
harus
pedis),
yang
dikonfirmasi
amat dengan
pemeriksaan hand-held Doppler. 3. Exercise challange Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan. 4. Ankle-Brachial Pressure Index Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal. 8
5. Waveform assesment Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan. 6. Duplex Imaging Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow
Doppler, dan pulse
Doppler
velocity
profiles. Pencitraan grey-scale akan menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa. 7. Angiografi Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari
angiografi
konvensional
yaitu
teknik digital
subtraction
angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam. Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras. 8. Computed Tomography Angiography Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan
CT-scan.
Penggunaan
CT-scan
konvensional
untuk
pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan 9
yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena. 9. Magnetic Resonance Angiography Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal
karena kelainan
bilateral
atau kelainan perdarahan. MRA
dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal. I. Pemeriksaan Fisik 1. Pulsasi Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, Suatu rekamanpemeriksaan lampau, atau penemuan deficit pulsasi yang sama pada ekstremitas kontralateral adalah penting. Pulsasi pedis mungkin normal pada kasus mikroembolismeyang mengarah pada disrupsi plak aterosklerotik atau emboli kolesterol. 2. Warna dan temperatur Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucatdapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktusianosis lebih sering ditemukan. Rasa 10
yang dingin, khususnya ketika ekstremitassebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.
Gambar Kaki pada ALI (Akut Limb Iskemik)
11
3. Kehilangan fungsi sensoris Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui, pasien dengan diabetes dapatmempunyai deficit sensoris sebelumnya, dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalammembuat hasil pemeriksaan. 4. Kehilangan fungsi motorik Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-threatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakan kaki diproduksiutamanya oleh lebih banyak otot proksimal, dimana iskemia mungkin lebih dalam. Untuk mendeteksi kelemahan otot awal, fungsi dari otot intrinsic kaki harus diuji,. Sekali lagi,hal yang penting
diingat
bahwa
membandingkan
hasilnya
dengan
kaki
sebelahnyamerupakan hal yang sangat berguna. J. Penatalaksanaan 1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien denganAcute Limb Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi 2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan tindakanbypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik. 3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan
darah
dan
proses
pembekuan,
dan
penanganannya.
Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan. 12
4. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada. 5. Terapi : a) Preoperative antikoagulan dengan IV heparin b) Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support c) Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas d) Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan denganFogarty baloon catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan
dicabut
sehingga
membawa
trombus/embolus
bersamanya).
Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal. e) Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna
sepanjang
prosedur
operasi,
beberapa
keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol. f) Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana. 13
g) Terapi
utama akut iskemia
adalah
pembedahan
dalam
bentuk
embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase. h) Terapi
ALI
merupakan
suatu
keadaan
yang
darurat
untuk
meminimalisasikan penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi. i) Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain K. Komplikasi 1. Hiperkalemia 2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan, penurunan aliran kapiler,
iskemia,
Penanganannya
dan kematian
jaringan
otot
(pada
>30
mmHg).
adalah dengan dilakukannyafasciotomy.
Terapitrombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-angsur 14
PEMBAHASAN KASUS A. Pengkajian : Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada daerah paha kaki kanannnya sejak 2 hari yang lalu, pasien mengatan sulit untuk berjalan atau ke kamar mandi karena sakit. Saat pengkajian : Pada pengkajian, pulsasi arteri femoralis teraba sangat lemah dan ada sedikit benjolan pada area tersebut. Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba dibandingkan kaki sebelahnya. Kaki mulai pucat dan di dingin. Pemeriksaan duplex sonography fermolaris menunjukan acut limb ischemic stadium 1. 1. Data Fokus Data Subjektif Klien mengatakan nyeri pada daerah paha kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu Klien mengatakan sulit untuk berjalan atau kekamar mandi karena sakitnya Data tambahan : -
Data Objektif o Pasien sudah dirawat dengan VSD lama dan direncanakan untuk operasi tetapi masih menunggu giliran o Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah dan ada sedikit penonjolan pada area tersebut o Perabaan pada dorsalis pedis sangat lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding kaki sebelahnya o Kaki mulai pucat dan dingin o Pemeriksaan dopplex sonography femolaris menunjukan acut limb ischemic stadum 1 Data tambahan : o Klien tampak kehilangan sensori motorik pada ekstremitas Skala nyeri 7-9
2. Analisa Data
15
No. 1
Data focus Ds 1 : - Klien mengatakan nyeri pada daerah paha kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu
Masalah keperawatan Ketidaknyamanan nyeri ( akut )
Etiologi Penurunan sirkulasi arteri
Do 1 : - Terdapat sedikit penonjolan pada area arteri pemoralis - Pulsasi arteri pemolaris teraba sangat lemah - Skala nyeri hebat ( 7-9 ) 2
Ds 2 : Ketidakefektifan - Klien mengatakan nyeri pada perfusi jaringan daerah paha kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu Do 2 : - Klien sudah dirawat dengan VSD lama dan direncanakan untuk operasi tetapi masih menunggu giliran - Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah - Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding sebelahnya - Pemeriksaan duplex sonography femolaris menunjukan acut limb
Penurunan aliran darah
16
ischemic stadium 1 3
Ds 3 : - Klien mengatakan sulit untuk berjalan untuk kekamar mandi karena sakitnya - Klien mengatakan nyeri pada paha kanannya sejak 2 hari yang lalu
Intoleran aktifitas
Nyeri dan kelemahan umum
Do 3 : - Kaki mulai pucat dan dingin - Klien tampak kehilangan sensori motorik pada ekstremitas
3. Diagnosa No. Diagnosa 1
Ketidaknyamanan nyeri ( akut ) bd penurunan sirkulasi arteri dd nyeri pada daerah paha kanannya sejak 2 hari yang lalu
Tanggal ditemukan 12 april 2013
Tanggal teratasi 14 april 2013
2
Ketidakefektifan perfusi jaringan 12 april 2013 bd penurunan aliran darah dd Pulsasi arteri femolaris teraba sangat lemah, Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding sebelahnya
14 april 2013
3
Intoleran aktifitas bd nyeri, kelemahan umum dd klien sulit untuk berjalan kekamar mandi kerana sakitnya
14 april 2013
4
12 april 2013
Paraf
Intervensi
17
No. No. Tujuan dan KH Dx 1 1 Tujuan : Setelah 1. dilakukan 2. tindakan keperawatan 2 x 24 jam masalah nyeri dapat teratasi
-
Intervensi
Rasional
Paraf
Mandiri : Pantau TTV 1. Kaji derajat kitaknyamanan nyeri, catat perilaku2. melindungi ekstremitas palpasi kaki dengan hatihati Kh : 3. Pertahankan tirah Rasa nyeri baring selama fase berkurang akut Arteri femolaris4. Tingkatkan tidak lemah ekstremitas yang Tidak ada sakit penonjolan pada5. Dorong klien untuk arteri femolaris sering mengubah 3. posisi
Mandiri : Mengetahui perubahan kondisi klien Derajat nyeri secara langsung berhubungan sdengan luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamsi, derajat hipoksia, dan edema luas sehubungan dengan terbentuknya thrombus Penurunan ketidaknyamanan ehubungan dengan Kolaborasi : traksi otot dan 1. Berikan obat sesuai gerakan indikasi ( analgesic4. Mendorong aliran ) balik vena untuk 2. Lakukan kompres memudahkan panas pada sirkulasi, ekstremitas sesuai menurunkan indikasi sirkulasi pembentukan statis/edema 5. Mencegah kelemahan otot, membantu meminimalkan spasme otot Kolaborasi :
18
1. Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan tegangnya otot 2. Penyebab vasodilatasi yang meningkatkan sirkulasi, merilekskan otot 2
2
Tujuan : Setelah 1. dilakukan tindakan asuhan keperawatan 2x24 jam masalah kerusakan perfusi jaringan dapat teratasi
-
-
Mandiri : Lihat ekstermitas 1. untuk warna kulit, perubahan suhu, juga edema ( dari lipat paha sampai telapak kaki ), catat simetrisitas betis, ukur dan catat lingkaran betis, 2. laporkan kemajuan Kh : proksimal proses TTV kembali infiamasi, normal penyebaran nyeri Warna kulit 2. Lakukan latihan tidak pucat aktif dan pasif Menunjukan sementara di tempat perbaikan perfusi tidur yang dibuktikan3. Peningkatan klien oleh adanya nadi untuk menghindari perifer/ sama penyilang kaki atau3. Tidak ada hiperfleksi lutut penonjolan 4. Anjurkan klien untuk menghindari pijatan atau urut pada ekstermitas yang sakit 4.
Mandiri : Kemerahan, panas, nyeri dan edema local adalah karakteristik infiamasi surperfisial pucat dan dingin pada ekstermitas. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan aliran balik vena dari ekstermitas yang lebih rendah dan menurunkan stasis vena, juga memperbaiki tonus, oot umum atau renggangan Pembatas fiik terhadap sirkulasi mengganggu aliran darah dan meningkatkan stasis vena pada pelvis Aktifitas ini berpotensial
19
Kolaborasi : 1. Lakukan kompres hangat basah atau panas pada ekstermitas yang sakit bila diindikasikan
3
3
-
-
Tujuan : Setelah 1. dilakukan tidakan asuhan keperawatan 2x24jam masalah 2. intoleransi aktivitas teratasi KH: 3. Klien bisa berjalan seperti semula 4. Paha kiri klien tidak terasa nyeri 5.
memecahkan atau menyebarkan thrombus, menyebabkan embolisasi dan meningkatkan resiko komplikasi
Kolaborasi : 1. Dapat diberikan untuk meningkatkan vasolidatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal Mandiri : Mandiri : Monitor 1. Merencanakan keterbatasan intervensi dengan aktivitas, kelemahan tepat saat aktivitas 2. Klien dapat Bantu klien dalam memilih dan melakukan aktivitas merencanakan sendiri sendiri Catat TTV sebelum3. Mengkaji sejauh dan sesudah mana pembedaan aktivitas peningkatkan Lakukan istirahat selama aktivitas yang adekuat 4. Membantu setelah latihan dan mengembalikan aktivitas energy Berikan pendidikan5. Meningkatkan kesehatan tentang : pengetahuan dalam -perubahan gaya perawatan diri hidup untuk menyimpan energy Kolaborasi : -penggunaan alat 1. Meningkatkan abntu pergerakan kerja sama tim dan perawatan holistic
20
Kolaborasi : 2. Metabolism 1. Kolaborasi dengan membutuhkan dokter dan energy fisioterapi 2. Berikan dioet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
21
DAFTAR PUSTAKA
Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook For NursesCambridge University Press, Cambridge Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta Wahlberg E. etc 2007. Emergency Vascular Surgery: a. Patrical springer – Verlag, Berlin Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition. Lippincott, Philadelpia www.nejm.org on Januari 8, 2008. Review Article Medical Treatment Of Peripheral Arterial Disease and Claudication R10041/9434.html. MD Consuld : Peripheral Artery Disease : Comprehensive version : Patient Education
22