LAPORAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. LA DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR (WAHAM) DI BANGSAL SHINTA RSJ GRHASIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II
Disusun oleh: Tri Erawati Lafrana
NIM. P07120112078 P07120112078
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2014
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.LA DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR (WAHAM) DI BANGSAL SHINTA RSJ GRHASIA
Disusun oleh: Tri Erawati Lafrana
NIM. P07120112078
Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal …… September 2014
Mengetahui,
Pembimbing Lapangan
Pembimbing Akademik
(............................................................)
(Sarka Ade Susana, SIP,S.Kep, MA)
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama : Perubahan proses pikir : waham
B. Proses terjadinya masalah 1. Pengertian Waham Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999). Tanda dan Gejala :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
Klien tampak tidak mempunyai orang lain
Curiga
Bermusuhan
Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
Takut, sangat waspada
Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
Ekspresi wajah tegang
Mudah tersinggung (Azis R dkk, 2003)
2. Penyebab dari Waham Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan. Tanda dan Gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya ( Budi Anna Keliat, 1999).
4. Jenis-jenis Waham Adapun jenis-jenis waham menurut Stuart and Sundeen (1998, hal 302) dan Keliat (1998) waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu : 1. Waham agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. 2. Waham kebesaran: klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuatan khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. 3. Waham somatik : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu dan terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. 4. Waham curiga
: kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5. Waham nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal,
diucapkan
berulang
kali
tapi
tidak
sesuai
kenyataan. 6. Waham bizar a. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan didalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan. b. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut yang dinyatakan secara berulang - ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan. c. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.
5. Akibat dari Waham Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
C. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri dan orang lain
Perubahan proses pikir: Waham
Isolasi sosial: menarik diri
D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Masalah keperawatan: a. Perubahan proses pikir : waham b. Isolasi sosial: menarik diri c. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan 2. Data yang perlu dikaji: a. Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan 1) Data subjektif Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya. 2) Data objektif Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b. Perubahan proses pikir : waham 1) Data subjektif : Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. 2) Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung. c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah. 1) Data subjektif: Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri 2) Data objektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup E. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan proses pikir : waham 2. Isolasi sosial: menarik diri 3. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
F. Rencana Keperawatan Diagnosa 1 :Perubahan proses pikir Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya. Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan t opik pembicaraan) b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan : a. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Tindakan : a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah 4. Klien
dapat
menetapkan/
merencanakan kegiatan
sesuai
dengan
kemampuan yang dimiliki Tindakan : a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan : a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan b. Beri pujian atas keberhasilan klien c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah 6. Kliendapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan : a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien. b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat. c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 2 : Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Tujuan umum : Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Tujuan khusus 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan: a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien. c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian. d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri. 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki. Tindakan: a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis. b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri). d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting. 3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi Tindakan: a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari. b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah). c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin). e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya 4. Klien dapat berhubungan dengan realitas. Tindakan: a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu). b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas. c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar Tindakan: a.
Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
b. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu). c.
Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga. Tindakan: a.
Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 3 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan w aham Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Tindakan : a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat). b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien. c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian. d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan : a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis. b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan diri). d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting. 3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi Tindakan : a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari. b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah). c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin). e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya. 4. Klien dapat berhubungan dengan realitas Tindakan : a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu). b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas. c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien 5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar Tindakan : a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan. d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar. 6. Klien dapat dukungan dari keluarga Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat. b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
BAB II STRATEGI PELAKSANAAN Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pasien dengan Waham 1. Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan waham pertama. Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan, mempraktikkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
FASE ORIENTASI :
“Selamat Pagi, perkenalkan nama saya Ana, saya perawat yang dinas pagi ini di ruang melati. Saya dinas dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 14.00 nanti. Saya akan merawat abang hari ini. Nama abang siapa? Senang dipanggil apa?”. “Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bang Beni rasakan sekarang?”. “Berapa lama bang beni mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?“. “Dimana enaknya kita berbincang-bincang bang?”.
FASE KERJA :
“ Saya mengerti bang Beni merasa bahwa bang Beni adalah seorang nabi, tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak ada lagi, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus bang ?” “ Tampaknya bang Beni gelisah sekali, bisa abang ceritakan apa yang bang Beni rasakan ?” “ O, jadi bang Beni merasa takut nanti diatur – atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri abang sendiri ?” “ Siapa menurut bang Beni yang sering mengatur – atur diri abang ?” “ Jadi ibu yang terlalu mengatur – ngatur ya bang, juga kakak dan adik abang yang lain ?” kalau abang sendiri inginnya seperti apa ?” “ O, bagus abang sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri.” “ Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut b ang.” “ Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan di luar rumah karena bosan kalau di rumah terus ya ?”
TERMINASI :
“ Bagaimana perasaan abang setelah berbincang – bincang dengan saya ?” “ Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.” “ Bagaimana kalau jadwal ini abang coba lakukan, setuju bang ?” “ Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi ?” “ Kita bercakap – cakap tentang kemampuan yang pernah abang miliki? Mau dimana kiata bercakap – cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”
2. Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan waham kedua : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekkannya.
ORIENTASI :
“ Selamat pagi bang Beni, bagaimana perasaannya saat ini ? Bagus.” “ Apakah bang Beni sudah mengingat – ingat apa saja hobi atau kegemaran bang ?” “ Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang ?” “ Di mana enaknya kita berbincang – bincang tentang hobi bang Beni tersebut ?” “ Berapa lama bang Beni mau kita berbincang – bincang? Bagaimana kalau 20 menit ?”
KERJA :
“ Apa saja hobi abang? Saya catat ya bang, terus apa lagi ?” “ Wah, rupanya bang Beni pandai main vol ya, tidak semua orang bisa bermain voly seperti itu lo bang” ( atau hobi lain sesuai yang diucapkan pasien ). “ Bisa bang Beni ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main voly, siapa yang dulu mengajarkannya kepada bang Beni , dimana ?” “ Bisa bang Beni peragakan kepada saya bagaimana bermain voly yang baik itu ?” “ Wah, baik sekali permainannya.” Coba kita buat jadwal untuk kemampuan b ang Beni ini ya, berapa kali sehari/seminggu bang Beni mau bermain voly ?” “ Apa yang bang Beni harapkan dari kemampuan bermain voly ini ?” “ Ada tidak hobi atau kemampuan bang Beni yang lain selain bermain voly ?”
TERMINASI :
“ Bagaimana perasaan bang Beni setelah kita bercakap – cakap tentang hobi dan kemampuan bli ?” “ Setelah ini coba bang Beni lakukan voly sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya ?” “ Besok kita ketemu lagi ya bang ?” “ Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, setuju ?” “ Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang hrus bang Beni minum, setuju ?”
3. Strategi pelaksanaan komunikasi pasien dengan waham ketiga. Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar. ORIENTASI :
“ Selamat pagi, bang Beni.“ “ Bagaimana bang sudah dicoba latihan volynya? Bagus sekali.” “ Sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu, bagaimana kal au sekarang kita membicarakan tentang obat yang abang minum ?” “ Dimana kita mau membicarakannya? Di kamar makan ?” “ Berapa lama bang mau kita memebicarakannya? 20 menit atau 30 menit ?”
KERJA :
“bang Beni berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat diminum?” “bang Beni perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tena g, tidurnya juga tenang.” “ Obatnya ada 3 macam bli, yang warnanya orange namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.” “ Bila nanti setelah minum obat mulut b ang Beni terasa kering, untuk membantu mengatasinya bang bisa banyak minum dan mengisap – isap es batu.” “ Sebelum minum obat ini bang Beni dan Ibu mengecek dulu label di kotak obat apakah benar nama Beni tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!” “ Obat – obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bang Beni tidak mengentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
TERMINASI :
“ Bagaimana perasaan bang Beni setelah kita bercakap – cakap tentang obat yang bli minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?” “ Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan b ang! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster!” “
Jadwal
yang
telah
kita
buat
kemarin
dilanjutkan
ya
bang!”
“ Bang, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan. Bagaiaman kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?” “ Sampai besok.” Strategi pelaksanaan komunikasi keluarga pasien dengan waham: 1. Strategi pelaksanaan keluarga pasien dengan waham pertama : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga, mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah, dan obat pasien. ORIENTASI :
“ Selamat pagi pak, bu, perkenalkan nama saya Ani, saya perawat yang dinas di ruang Melati ini. Saya yang merawat bang Beni selama ini. Nama bapak dan ibu siapa, senangnya dipanggil apa ?” “ Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah bang Beni dan cara merawat Beni di rumah ?” “ Di mana kita mau berbicara? Bagaiman kalau di ruang wawancara ?” “ Berapa lama kita berbincang? Bagaimana kalau 30 menit ?”
KERJA :
“ Pak, bu, apa masalah yang bapak dan ibu rasakan dalam merawat b ang Beni ?” Apa yang sudah dilakukan di rumah? Dalam menghadapi sikap anak ibu dan bapak yang selalu mengaku – ngaku sebagai seorang nabi tetapi tetapi nyatanya bukan nabi merupakan salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali anak bapak dan ibu berkata bahwa ia seorang nabi, bapak dan ibu bersikap dengan mengatakan : pertama, bapak/ibu mengerti Beni merasa seorang nabi, tapi sulit bagi bapak dan ibu untuk mempercayainya karena setahu kita semua nabi sudah meninggal. Kedua, bapak dan ibu harus lebih sering memuji B jika ia melakukan hal – hal yang baik.” “ Ketiga, hal – hal sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yang berinteraksi dengan Beni. Bapak dan ibu dapat bercakap – cakap dengan Beni tentang
kebutuhan yang diinginkan Beni, misalnya: „bapak dan ibu percaya Beni punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada bapak dan ibu, Beni kan punya kemampuan….” (kemampuan yang pernah dimiliki oleh anak). “ Keempat, bagaimana kalau dicoba lagi sekarang?” (jika anak mau mencobanya, berikan pujian). “ Pak, bu, Beni perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.” “ Obatnya ada tiga macam, yang warnanya orange namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP guanya supaya rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikirannya tenang. Semuanya harus diminum secara teratur 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangan dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Beni kambuh kembali. (Libatkan keluarga saat memberikan penjelasan tentang obat kepada klien). Bang Beni sudah mempunyai jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”
TERMINASI :
“ Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita bercaka p – cakap tentang cara merawat Beni di rumah?” “ Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung ke rumah sakit.” “ Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu dat ang kembali kesini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat Beni sesuai dengan pembicaraan kita tadi?” Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu.”
2. Strategi pelaksanaan keluarga pasien dengan waham kedua melatih keluarga cara merawat pasien. : ORIENTASI “ Selamat pagi pak, bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi.” “Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang lalu?”” Sekarang kita akan latihan cara – cara merawat tersebut ya pak, bu.” “ Kita akan coba di sini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada B eni ya?” “ Berapa lama bapak dan ibu punya waktu ?”
KERJA :
“ Sekarang anggap saya Beni yang sedang mengaku sebagai nabi, coba bapak dan ibu praktikkan cara bicara yang benar bila Beni sedang dalam keadaan yang seperti ini !” “ Bagus, betul begitu caranya. Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas kemampuan yang dimiliki Beni. bagus !” “ Sekarang coba cara memotivasi Beni minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadwal !”” Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat Beni.” “Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada Beni?” (ulang lagi semua cara di atas langsung kepada pasien).
TERMINASI :
“ Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B eni?” “ Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk Beni!” “ Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu d atang kembali kesini dan kita akan mencoba cara merawat Beni sampai bapak dan ibu lancer melakukannya?” “ Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?” “ Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu.”
3. Strategi pelaksanaan komunikasi keluarga ketiga. Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
“ Selamat pagi pak, bu, karena Beni sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadwal Beni selama di rumah.” “ Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat Beni?” “Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari bapak dan ibu duduk di sini!” “ Berapa lama bapak dan ibu punya waktu? Baik 30 menit saja, sebelum bapak dan ibu menyelesaikan administrasi di depan.”
KERJA :
“ Pak, bu, ini jadwal Beni selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa memperhatikan Beni, agar ia tetap melakukannya di rumah, dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri), Beni (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakan)>”
“ Hal – hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu dan bapak selama di rumah. Misalnya Beni mengaku sebagai seorang dewa terus menerus dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Suster E di Puskesmas Nirwana, puskesmas terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor teleponnya:…!” selanjutnya Suster E yang akan membantu perkembangan Beni selama di rumah.”
TERMINASI :
“ Apa yang ingin bapak dan ibu tanyakan? Bagaimana perasaan bapak dan ibu? Sudah siap melanjutkannya di rumah?” “ Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk Suster E di puskesmas Nirwana. Kalau ada apa – apa bapak dan ibu boleh juga menghubungi kami. Silahkan menyelesaikan administrasi ke kantor depan!”
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. 2003.Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo. Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC. Keliat Budi Ana, 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC. Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika. Stuart GW, Sundeen, 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, Stuart, G.W. dan Sundden, S.J.2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Tim Direktorat Keswa, 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,