Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang 12 – 12 – 15 cm dan tranversal membentang pada dinding abdomen posterior dibelakang lambung, kelenjar inilah yang mengekresikan insulin melalui pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pankreas. Didalam kelenjar pankreas terdapat sel beta yang menghasilkan insulin, didalam penkreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Selain itu pankreas juga terdapat sel alfa, yang bekerja sebaliknya insulin, sel ini menghasilkan glukagon yang berfungsi untuk meningkatkan gula darah. Insulin adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan meransang perubahan glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan meningkatkan ambilan glukosa selular. Insulin berfungsi memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dan menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan karbohidrat karbo hidrat dalam berbagai b erbagai bentuk termasuk monosakarida dan d an unit-unit kimia yang komplek, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dikosumsi didalam tubuh dan dipecahkan menjadi monosakarida kemudian diserap dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum proksimal.
A. Pengertian Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan soegondo,2009). Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 2007). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang. B. Etiologi Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2010). Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006). Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan mengabai kan luka luk a yang terjadi karena tidak dirasakann ya. Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg/dl.
Etiologi Kaki Diabetik Adapun etiologi dari kaki diabetik adalah sebagai berikut: 1.
Suplay darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat pembuluh darah menyempit, kaki menjadi kurang peka terhadap gangguan seperti udara dingin, infeksi, atau luka.
2. Neuropati adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat kadar gula darah sehingga terjadi gejala kesemutan, nyeri, dan akhirnya mati rasa pada kaki dan tungkai (Sustrani dkk, 2006). Neuropati merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang menyebabkan penderita beresiko mengalami kaki diabetes (Sudoyo dkk, 2009). Hiperglikemia pada penderita diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada saraf (Sudoyo dkk, 2009). Kerusakan pada saraf membuat kaki kurang peka terhadap rasa sakit dan suhu. Jika kaki seseorang menjadi kurang peka, memungkinkan orang tersebut tidak mengetahui bila terjadi luka atau infeksi sehingga memperparah luka jika tidak segera diobati (Suriadi, 2004). 3.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih untuk membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar kad ar gula darah diatas 200mg%.
C. Patofisiologi Patofisiologi Diabetes tipe tipe I. Pada
tipe satu terdapat terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). (Arisman,2011) Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner & Suddarth,2002) Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan
asam
basa
tubuh
apabila
jumlahnya
berlebihan.
Ketoasidosis
yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009) Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. (Santosa,budi.2007) Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah misalnya diabetic foot .(suprajitno,2004) .(suprajitno,2004) Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg/dl. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.
E.
Manifestasi Klinik Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
1.
Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang berlebihan ( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.
2.
Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl. mg/dl.
3.
Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl. Umumnya pada daerah plantar kaki
1. Kelainan bentuk kaki; deformitas kaki 2. Pembentukan kalus pada area yang tertekan 3. Terdapat Luka biasanya dalam dan berlubang 4. Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri 5. Terdapat Eksudat yang tidak begitu banyak
F.
Komplikasi Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
a. Hipoglikemia Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole (whole blood ) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih
tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
b.
Hiperglikemia Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
c.
Penyakit makrovaskuler seperti Penyakit pembuluh darah
d.
Ulkus/gangren
e.
Salah satu komplikasi yang yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
G. Evaluasi Diagnostik (Pemeriksaan Penunjang) 1. Gula darah meningkat: 200-1000 mg/dl atau lebih. 2. Aceton plasma: positif secara mencolok 3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol 4. Osmolalitas serum: <330 dl • Natrium: Meningkat / menurun • Kaium: Normal/meningkat • Fosphor: Lebih sering meninggi • GDA: Biasanya menunjukkan pH rendah dan menurun pada HCO3 dengan kompensasi alkalosis respiratorik. • Darah: – Trombosit – Trombosit darah: H+ mungkin meninggi (dehidrasi) – Ureum – Ureum kreatinin: Meningkat atau normal Insulin darah: Pada tipe I mungkin menurun atau tidak ada. Pada tipe II mungkin normal. • Urin – Gula – Gula dan aseton +, berat jenis menurun. –
Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih.
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan 1. Medis Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi: a. Obat hiperglikemik oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin. 2) Penambah sensitivitas terhadap insulin. 3) Penghambat glukoneogenesis. 4) Penghambat glukosidase alfa. b. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan : 1) Penurunan berat badan yang cepat. 2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis. 3) Ketoasidosis diabetik. 4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. c. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. 2. Keperawatan Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1:500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik: a. Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak. b. Latihan Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin. c. Pemantauan Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya terapin ya secara optimal.
I.
Pemeriksaan Sensitifitas Kaki DM
1. Monofilamen Pemeriksaan dengan monofilamen ini adalah untuk mengevaluasi tekanan sensasi pada kaki pasien dengan d engan diabetes. d iabetes. Cara C ara melakukan pemeriksaan monofilamen adalah ad alah dengan memberikan memb erikan sentuhan nilon monofilamen pada sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen (Suriadi, 2004). 2. Refleks Hammer Reflex Hammer/palu refleks adalah alat medis yang digunakan oleh dokter untuk menguji refleks tendon dalam/lutut. Pengujian refleksitas pasien merupakan bagian penting dari pemeriksaan fisik neurologis untuk mendeteksi ke lainan pada sistem saraf pusat atau perifer. Cara pemeriksaan reflek hammer adalah sebagai berikut: a. Pasien tidur terlentang atau duduk. b. Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa jongkok disisi kiri pasien. c. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung meng gelantung bebas. d.Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki pasien. e. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin tegang bila posisi kaki dorsofleksi. f. Ayunkan refleks hammer diatas tendon achiles. 3. Pemeriksaan biotesiometer Biotesiometer merupakan instrumen yang dirancang untuk mengukur sederhana dan akurat ambang apresiasi getaran pada subyek manusia. Biotesiometer digunakan sebagai alat penelitian di penyakit saraf banyak. Pada dasarnya Biotesiometer adalah sebuah “garpu “garpu tala listrik” yang amplitudonya dapat diatur untuk setiap tingkat yang telah ditentukan atau yang amplitudonya dapat ditingkatkan secara bertahap sampai ambang sensasi getaran tercapai. Sebaliknya, amplitudo dapat diturunkan sampai getaran tidak terlihat lagi dilihat. Biotesiometer tidak hanya jauh lebih unggul garpu tala dalam akurasi, namun akan mendeteksi perubahan neurologis yang tidak diungkapkan d iungkapkan dengan garpu tala.
“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN”
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Anamnese (Asman,2006) a.Keluhan Utama Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan pen glihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. b.Riwayat kesehatan sekarang Kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. c.Riwayat kesehatan dahulu Riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. d.Riwayat kesehatan keluarga Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral). e.Riwayat psikososial Informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga k eluarga terhadap penyakit pen yakit penderita. f.Kaji terhadap manifestasi diabetes mellitus poliuria, polidipsia, polifagia,penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. g.Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi. k omplikasi. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus. (manaf.2006) PEMERIKSAAN FISIK 1) Keadaaan umum Pemeriksaan tanda - tanda vital, tingkat kesadaran, dan antropometri TTV : TD/BP, F, RR, T Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor/semicoma, coma Antropoometri : TB/PB, BB 2) Kulit Sistem integument/kulit, keadaan umum kulit, kebersihan, integritas kulit, tekstur, kelembaban, adanya ulkus/luka, turgor kulit, warna kulit dan bentuk kelainan dari kulit 3) Kepala dan Leher Pengkajian daerah kepala, distribusi rambut, keadaan umum kepala, kesimetrisan, adanya kelainan pada kepala secara umum. Pengkajian leher ada atau tidaknya pelebaran vena jugularis, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar limfe, keterbatasan gerak leh er dan kelainan lain.
4)
Penglihatan dan Mata Pengkajian daerah mata dan fungsi sistem penglihatan, keadaan mata secara umum, konjungtiva (anemis, jaundice, peradangan dan trauma), adanya banormalitas pada mata/kelopak mata, visus, daya akomodasi mata, penggunaan alat bantu penglihatan, kelainan/gangguan saat melihat/membaca 5) Penciuman dan Hidung Pengkajian daerah hidung dan fungsi system penciuman, keadaan umum hidung, jalan nafas/adanya sumbatan pada hidung, polip, peradangan, secret/keluar darah/pus, kesulitan bernafas, cuping hidung/adanya hidung/adan ya kelainan bentuk dan kelainan k elainan lain 6) Pendengaran dan Telinga Pengkajian daerah telinga dan fungsi sistem pendengaran, keadaan umum telinga, gangguan saat mendengar, penggunaan alat bantu dengar, adanya kelainan bentuk dan kelainan lain 7) Mulut dan Gigi Pengkajian mulut dan fungsi organ pencernaan bagian atas, keadaan umum mulut dan gigi, gangguan menelan, adanya peradangan pada mulut (mukosa mulut, gusi, faring), adanya kelainan bentuk atau kelainan lain 8) Dada, Pernafasan dan Sirkulasi Pengkajian dada dari hasil inspeksi (perkembangan/akspansi dada, kesimetrisan dada), palpasi (kesimetrisan dada, taktil fremitus), perkusi ( paru : resonan, adanya penumpukan secret/cairan/darah), auskultasi ( pernafasan : suara nafas, jantung : bunyi jantung). Sirkulasi : perfusi darah ke perifer, warna ujung-ujung jari, bibir, kelembaban kulit, urine output, keluhan pusing, pandangan kabur saat berubah posisi, Capiler Refill Time/CRT. Keluhan lain seperti dada berdebar-debar, nyeri dada dan sesak nafas. 9) Abdomen Inspeksi : keadaan umum abdomen, pergerakan nafas, adanya benjolan, warna kulit Auskultasi : peristaltik usus per menit Palpasi : adanya massa pada abdomen, turgor kulit, adanya asites Perkusi : bunyi timpani, hipertimpani untuk perut kembung, pekak untung jaringan padat 10) Genetalia dan Reproduksi Pengkajian tentang keadaan umum alat genetalia dan fungsi sistem reproduksi, kelianan pada bentuk anatomi dan fungsi genetalia. genet alia. Keluhan dan gangguan ganggu an pada sistem reproduksi 11) Ekstremitas Atas dan Bawah Pengkajian ekstremitas atas dan bawah, rentang gerak, kekuatan otot, kemampuan melakukan mobilisasi, keterbatasan gerak, adanya trauma/kelianan pada kaki/tangan, insrsi infuse, keluhan/gangguan lain Kebutuhan fisik, psikologi, soaial dan spiritual 1)
Aktivitas dan Istirahat (di rumah/sebelum sakit dan di rumah sakit /saat sakit) Di rumah : kebisaan, aktivitas, pola istirahat, gangguan aktivitas Di RS : kemampuan beraktivitas, gangguan aktivitas 2) Kebersihan Personal Di rumah : kebiasaan mandi, keramas, gosok gigi Di RS : gambaran umum kebiasaan klien, kemampuan perawatan diri 3) Nutrisi Di rumah : kebisaan makan, pantangan, makanan yang bisa menyebabkan alergi Di RS : pola makan, gangguan makan, diet yang diberikan 4) Eliminasi (BAB dan BAK) Dirumah : kebiasaan/pola BAB dan BAK, keluhan/gangguan saat eliminasi Di RS : pola BAB/BAK, perubahan pola eliminasi. 5) Seksualitas Pola seksualitas, keluhan seksualitas 6) Psikososial
Hubungan klien dengan orang lain, hubungan klien dengan keluarga, orang terdekat, hubungan klien dengan tenaga kesehatan, keadaan psikologis klien, penerimaan dan harapan klien tentang penyakitnya, pengetahuan pengetah uan klien tentang penyakitnya. pen yakitnya. 7) Spiritual Kepercayaan klien terhadap tuhan, keyakinan klien tentang sakit yang dideritanya Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah 2. Nyeri Akut berhubungan dengan deng an Agen Injury Biologis 3. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. 4. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. 5. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 6. Infeksi b.d perlukaan, luka yang sukar sembuh, dan gangguan pada autonomi neuropati 7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki Intervensi Keperawatan
No 1
Diagnosa keperawatan Gangguan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
TJ: mempertahankan
Ajarkan pasien untuk
sirkulasi perifer tetap normal
melakukan mobilisasi
KH:
Rasional . Dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
Ajarkan tentang faktor-
. Meningkatkan dan
Warna kulit disekitar luka
faktor yang dapat
melancarkan aliran
tidak pucat/sianosis
meningkatkan aliran
darah sehingga
Kulit sekitar luka teraba
darah: tinggikan kaki
tidak terjadi
hangat
sedikit lebih rendah dari
oedema.
Oedem tidak terjadi dan luka
jantung (posisi elevasi
tidak bertambah parah
pada waktu istirahat),
dapat mempercepat
Sensorik dan motorik
hindari penyilangan kaki,
terjadinya
membaik
hindari penggunaan
arterosklerosis,
bantal di belakang lutut
merokok dapat
dan sebagainya, hindari
menyebabkan
balutan ketat
terjadinya
. Kolesterol tinggi
vasokontriksi Ajarkan tentang
pembuluh darah,
modifikasi faktor-faktor
relaksasi untuk
resiko berupa: hindari
mengurangi efek
diet tinggi kolesterol,
stres. . Pemberian
TJ: Pasien dapat mencapai
Kaji dan identifikasi
vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, terapi oksigen untuk memperbaiki oksigenisasi daerah ulkus/gangren Untuk mengetahui
tingkat kemampuan aktivitas
tingkat kekuatan otot
derajat kekuatan
yang optimal.
pada kaki pasien.
otot-otot kaki
teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen.
3
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
KH: Pergerakan paien bertambah
pasien. Beri penjelasan tentang
luas.
pentingnya melakukan
Pasien dapat melaksanakan
aktivitas untuk menjaga
pentingnya aktivitas
aktivitas sesuai dengan
kadar
sehingga dapat
kemampuan (duduk, berdiri,
gula darah dalam
kooperatif
berjalan).
keadaan normal.
dalam tindakan
Rasa nyeri berkurang. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Pasien mengerti
keperawatan. Untuk melatih otot – otot otot kaki sehingg Anjurkan pasien untuk
berfungsi dengan
menggerakkan/mengangk baik. at ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Agar kebutuhan pasien tetap dapat
Bantu pasien dalam
terpenuhi.
memenuhi kebutuhannya.
Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
4
Gangguan
TJ: Kebutuhan nutrisi dapat
.
pemenuhan
terpenuhi
dan kebiasaan makan.
nutrisi (kurang
KH:
kebutuhan
dari) kebutuhan
Berat badan dan tinggi badan
pasien
tubuh
ideal.
sehingga
dapat
berhubungan
Pasien mematuhi dietnya.
diberikan
tindakan
dengan intake
Kadar gula darah dalam
dan pengaturan diet
makanan yang
Kaji status nutrisi
batas normal.
kurang.
Untuk mengetahui tentang keadaan dan nutrisi
yang adekuat. Anjurkan pasien untuk
Kepatuhan terhadap
mematuhi diet yang telah
diet dapat mencegah
diprogramkan.
komplikasi
lebih
lanjut. Mengetahui Timbang berat badan
perkembangan berat
setiap seminggu sekali.
badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet). Mengetahui apakah
Identifikasi perubahan pola makan.
pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Kerja sama dengan tim
Pemberian insulin
kesehatan lain untuk
akan meningkatkan
pemberian insulin dan
pemasukan glukosa
diet
ke
diabetik.
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
5
Ganguan
TJ: Tercapainya proses
Kaji luas dan keadaan
Pengkajian yang
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
penyembuhan luka.
luka serta proses
tepat terhadap luka
KH:
penyembuhan.
dan proses
Berkurangnya oedema
Rawat luka dengan baik
penyembuhan
sekitar luka.
dan benar :
akan membantu
Pus dan jaringan berkurang
membersihkan luka
dalam menentukan
Adanya jaringan granulasi.
secara abseptik
tindakan
Bau busuk luka berkurang.
menggunakan larutan
selanjutnya.
yang tidak iritatif, angkat
Merawat luka
sisa balutan yang
dengan teknik
menempel
aseptik, dapat
pada luka dan nekrotomi
menjaga
jaringan yang mati
kontaminasi
Kolaborasi dengan dokter luka dan larutan untuk pemberian insulin, yang iritatif akan pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah merusak jaringan pemberian anti biotik. granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
6
Insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit. Observasi tanda-tanda . Mengetahui sejauh
Infeksi b.d
TJ: menggurangi infeksi
.
perlukaan, luka
yang terjadi
infeksi dan peradangan
mana infeksi telah
yang sukar
KH:
seperti demam,
terjadi.
sembuh, dan
Tanda-tanda infeksi tidak
kemerahan, adanya pus
gangguan pada
ada.
atau luka.
autonomi
Tanda-tanda vital dalam
neuropati
batas normal (T: 36-37,50C).
.
Tingkatkan upaya
Keadaan luka baik dan kadar pencegahan dengan deng an
Mencegah
gula darah normal.
melakukan cuci tangan
timbulnya infeksi
yang baik pada semua
silang (infeksi
orang yang berhubungan
nosokomial)
dengan pasien termasuk
Untuk
pasiennya sendiri.
mengidentifikasi organisme sehingga
Kolaborasi Lakukan
dapat memilih
pemeriksaan kultur dan
memberikan terapi
sensitifitas sesuai dengan
antibiotik yang
indikasi
terbaik.
Kolaborasi Berikan obat
Penanganan awal
antibiotik yang sesuai
dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
7
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
TJ: Gangguan pola tidur
.
Ciptakan
Lingkungan yang
pasien akan teratasi.
lingkungan yang nyaman
nyaman dapat
KH:
dan tenang.
membantu
Pasien mudah tidur dalam
Kaji tentang kebiasaan
meningkatkan
waktu 30 – 30 – 40 40 menit.
tidur pasien di rumah.
tidur/istirahat.
Pasien tenang dan wajah
Kaji adanya faktor
mengetahui
segar.
penyebab gangguan pola
perubahan dari hal-
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
tidur yang lain seperti
hal yang merupakan
cemas,
kebiasaan
efek obat-obatan dan
pasien ketika tidur
suasana ramai.
akan mempengaruhi
Anjurkan pasien untuk
pola tidur pasien.
menggunakan pengantar
Mengetahui faktor
tidur dan teknik relaksasi
penyebab gangguan
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
NO 2
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
Nyeri Akut berhubungan Pain level Pain Management dengan Agen Injury Pain control Biologis Setelah dilakukan perawatan Monitor tanda tanda vital selama 2x24 jam diharapkan Observasi ketidak nyeri berkurang dengan kriteria nyamanan non verbal hasil : Lakukan pengkajian yang komprehensif (meliputi Mampu mengontrol nyeri Melaporkan bahwa nyeri lokasi, karakteristik, durasi, berkurang dengan frekuensi. menggunakan manajemen nyeri Ajarkan teknik non Menyatakan rasa nyaman farmakologi misalnya setelah nyeri berkurang relakssasi, distraksi, nafas dalam Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pemberian analgesik
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, D & Lawrence, A . (2007). Diabetic (2007). Diabetic Foot Ulcers,Prevention,Diagnosis Classification. Classification. Jakarta: EGC.
and
Bilous, R. W. (2008). Bimbingan (2008). Bimbingan Dokter pada Diabetes. Diabetes. Jakarta: Dian Rakyat. Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , paramedis , Jakarta: PT Gramedia Grace, P. A & Borley, N.R. (2006). At (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Ketiga. Jakarta: Gramedia. Handaya, A. Y. (2009). Ulkus Kaki Diabetes. Diabetes. Hinchliff, S. (2001). Kamus (2001). Kamus keperawatan. keperawatan. Jakarta: EGC. Johnson, J. Y. [et al]. (2005). Prosedur (2005). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk Perawat. Jakarta: EGC. Mayfield, J. A. [et al]. (2007). Preventive (2007). Preventive Foot Care in People with Diabetes. Diabetes. Jakarta: EGC Pendsey, S. [et al]. (2004). Diabetic (2004). Diabetic Foot: A Clinical Atlas. Atlas. New Delhi: Jaypee BrothersMedical Publisher (P) Ltd. Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012). Asuhan (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Medika l Bedah & Penyakit Dalam. Dalam. Jogyakarta: Nuha Medika. Sudoyo, A. W. [et al]. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V . Jakarta:Interna Publishing. Suriadi. (2004). Perawatan (2004). Perawatan Luka. Luka. Jakarta: Sagung Seto. Sustrani, L. [et al]. (2006). Diabetes (2006). Diabetes.. Jakarta: Gramedia.