LAPORAN PENDAHULUAN GRAVE'S DISEASE KONSEP DASAR MEDIS A. Pengertian Hipertiroidisme (Grave's Disease) adalah gangguan endokrin kedua yang paling sering terjadi, dan penyakit grave's adalah jenis yang paling banyak dijumpai. Kondisi ini terjadi akibat pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan yang disebabkan oleh abnormalitas stimulasi kelenjar tiroid oleh imunoglobin sirkulasi. Gangguan ini delapan kali lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria dan mencapai puncak antara dekade kedua dan keempat kehidupan. Kondisi ini dapat muncul setelah syok emosional, stres, atau infeksi, tetapi signifikansi pasti dari hubungan ini tidak dipahami. Penyebab umum lainnya mencakup tiroiditis dan kelebihan mengkonsumsi hormon tiroid (mis,dari terapi hipotiroidisme). Hipertiroid atau hipertiroidisme adalah suatu keadaan atau gambaran klinis akibat produksi hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif. Karena tiroid memproduksi hormon tiroksin dari lodium, maka lodium radiaktif dalam dosis kecil dapat digunakan untuk mengobatinya (mengurangi intensitas fungsinya). B. Etiologi Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TSH (Thyroid (Thyroid Stimulating Hormone) akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRH karena umpan balik negatif HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan. Beberapa penyakit yang menyebabkan hipertiroid yaitu : 1. Penyakit Grave's Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang overaktif dan merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering diumpai. Penyakit ini biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Diduga penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana antibodi yang ditemukan dalam peredaran darah yaitu tyroid stimulating immunogirobulin (TSI antibodies), tyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor antibodies (TRAB). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi, kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada pasir di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision. Penyakit mata ini sering
2.
3.
4.
5. 6.
7.
berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi rendahnya hormon tyroid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah, kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak. Toxic Nodular Goiter Benjolan leher akibat pembesaran tyroid yang berbentuk biji padat, bisa satu atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan Minum Obat Hormon Tiroid Berlebihan Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid dengan tujuan menurunkan badan hingga timbul efek samping. Produksi TSH yang Abnormal Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak. Tiroiditis (Radang Kelenjar Tiroid) Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis pasca persalinan, dimana pada fase awal timbul keluhan hipertiroid, 23 bulan kemudian keluar gejala hipotiroid. Konsumsi Yodium Berlebihan Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini biasanya timbul apabila sebelumya si pasien memang sudah ada kelainan kelenjar tiroid.
C. Patofisiologi Penyakit Grave timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan antibody immunoglobulin (IgG) yang bereaksi dengan reseptor TSH atau membrane plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi ini, antibody tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung
pada
TSH
hipofisis,
yang
dapat
mengakibatkan
hipertiroidisme. Imunoglobuin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompok limfisoit tertentu dapat bertahan, berkembang biak, dan menyekresi immunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap beberapa
factor
perangsang.
Respon
imun
yang
sama
agaknya
bertanggung jawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut. Penyebab peningkatan pelepasan hormone tiroid (hipertiroidisme) yang paling sering adalah long-acting thyroid stimulator (LATS) atau thyroid stimulating immunoglobulin(TSI), suatu IgG yang sepertinya
“sesuai” dengan reseptor TSH. Diantara berbagai macam akibatnya, hal ini menyebabkan perangsangan pelepasan hormone dan pembesaran tiroid. Pelepasan TSH ditekan oleh kadar T 3/T4 yang tinggi. Pembesaran kelenjar tiroid (struma) terjadi akibat pertumbuhan yang tidak terkontrol (tumor), atau peningkatan perangsangan oleh TSH atau TSI. Pada keadaan ini pelepasan hormon tiroid dapat meningkat. Pada kebanyakan pasien hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali ukuran normalnya, disertai dengan hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini sangat meningkat. Selain itu setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan yodium radioaktif menunjukkan bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini menyekresi hormone tiroid dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Perubahan pada kelenjar tiroid ini banyak keadaan mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Akan tetapi pada sebagian besar pasien, besarnya konsentrasi TSH dalam plasma lebih kecil dari normal dan seringkali nol. Namun, pada sebagian besar pasien dijumpai adanya beberapa bahan yang mempunyai kerja yang mirip dengan kerja TSH yang ada di dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang berikatan dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor membrane yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi terus menerus system cAMP di dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah timbulnya hipertiroidisme. Antibodi ini disebut immunoglobulin perangsang tiroid dan disingkat sebagai TSI. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid yakni
selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung 1 jam. Tingginya sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior . Antibodi yang menyebabkan timbulnya hipertiroidisme hampir pasti timbul dari autoimunitas yang berkembang terhadap jaringan tiroid. Diduga, pada saat tertentu perkembangan penyakit pasien, ada pelepasan bahan antigen sel tiroid secara berlebihan dari sel-sel tiroid, dan timbulnya keadaan ini akibat dari terbentuknya bahan antibody terhadap kelenjar tiroidnya sendiri. D. Manifestasi Klinis 1. Mata melotot (exoptalamus) Hal ini terjadi sebagai akibat dari penimbunan zat di dalam orbit mata. 2. Peningkatan frekuensi denyut jantung 3. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin 4. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan 5. Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik) 6. Peningkatan frekuensi buang air besar 7. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid 8. Gangguan reproduksi 9. Tidak tahan panas 10. Cepat letih 11. Pembesaran kelenjar tiroid E. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes darah hormon tiroid 2. X-Ray, CT-Scan, MRI scan (untuk mendetksi adanya tumor) 3. Pemeriksaan metabolisme basal pemeriksaan metabolisme basal bukan pemeriksaan diagnosis yang baik, harus dilakukan oleh orang yang berpengalaman. 4. Pemeriksaan kadar serum hormon dalam darah Untuk memastikan diagnosis dan menilai berat ringan penyakit (severity ) serta merencanakan pengobatan. Meskipun pemeriksaan
tunggal FT4 atau TSH dirasakan cukup, tetapi karena masing-masing mempunyai kelemahan maka banyak ahli menganjurkan untuk menggunakan sedikitnya 2 macam pemeriksaan fungsi tiroid yang tidak saling selalu tergantung satu sama lain. Untuk maksud tersebut, penggunaan FT4 dan TSH-sensitif memadai. 5. Pemeriksaan radioaktif yodium uptake leher, pemeriksaan 24 jam akan menunjukkan nilai lebih tinggi dari normal, lebih-lebih di daerah dengan defisiensi yodium. Kini karena pemeriksaan T4, FT4 dan TSH-s mudah dan dijalankan dimana-mana maka RAIU jarang digunakan. Pemeriksaan ini dianjurkan pada : kasus dengan dugaan toksik namun tanpa gejala khas (timbul dalam jangka pendek, gondok kecil, tanpa oftalmopati, tanpa riwayat keluarga, dan test antibodi negatif). Dengan uji tangkap tiroid, dapat dibedakan etiologi tirotoksikosis apakah morbus graves atau sebab lain 6. Sidik tiroid jarang dikerjakan untuk graves, kecuali apabila gondok sulit teraba atau teraba nodul yang memerlukan evaluasi. Gambaran sindrom marine-lenhardt ditemukan waktu melakukan sidik tiroid, yang ditanndai dengan satu atau lebih nodul (cold nodul ) atas dasar kelenjar toksik difus. Hal ini terjadi karena graves terdapat pada gondok non toksik.
Meskipun
demikian
tidak
boleh
dilupakan
untuk
menyingkirkan kemungkinan keganasan. Graves selalu dengan gondok hyperthyroid diffuse, mengenai 2 lobus tiroid, TRAb dan TPOAb 7. Pemeriksaan terhadap antibodi. Pada tiroiditis, prevalensi Ab anti Tg lebih tinggi. Titer akan menurun dengan pengobatan OAT dan menetap selama remisi, namun meningkat sesudah pengobatan RAI. Anti TPOAb diperiksa untuk menggantikan anti-Tg-Ab, sebab hampir semua anti Tg-Ab positif juga positif untuk anti TPO-Ab, tetapi tidak sebaliknya.
F. Faktor Resiko Meskipun setiaporang dapat mengembangkan penyakit graves, sejumlah faktor dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain : 1. Sejarah keluarga. Karena riwayat keluarga penyakit graves merupakan faktor yang diketahui, terdapat kemungkinan adanya satu gen atau sekelompok gen yang dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap gangguan tersebut. 2. Gender. Perempuan lebih mungkin mengembangkan penyakit graves dibandingkan pria. 3. Usia. Penyakit graves biasanya berkembang pada orang yang berusia lebih muda dari 40tahun 4. Gangguan autoimun lain. Orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh lainnya. 5. Stres emosional atau fisik. Peristiwa kehidupan yang penuh stress atau penyakit dapat menjadi pemicu timbulnya penyakit graves pada orangorang yang rentan secara genetik. 6. Kehamilan. Kehamilan atau persalinan yang baru terjadi dapat meningkatkan risiko ganguan, khususnya dikalangan wanita yang rentan secara genetik. 7. Merokok. Merokok, selain dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, juga meningkatkan risikopenyakit graves. Tingkat risiko ini terkait dengan jumlah rokok yang dihisap setiap hari, semakin besar jumlahnya semakin besar pula risikonya. Perokok yang memiliki penyakit graves juga memiliki peningkatan risiko penyakit graves ophthalmopathy. G. Komplikasi 1. Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme dan merupakan gejalah yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu yang mengeluhkan artmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinya gangguan tiroid. 2. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik (badai tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroidisme yang menjalani terpi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien yang tadak terdiagnosis hiipertiroidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106°F) dan apabila tidak diobati, terjadi kematian.
3. Tulang rapuh, hipertiroidisme yang tidak diobati dapat menyebabkan tulang yang lemah dan rapuh (osteoporosis). Kekuatan tulang (sebagiannya) tergantung pada jumlah kalsium dan mineral lain yang dikandungnya. Terlalu banyak hormon tiroid dapat mengganggu kemampuan tubuh yang memasukan kalsium ke dalam tulang. 4. Gangguan jantung. Jika tidak diobati, penyakit Graves dapat menyebabkan gangguan detak jantung, dan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang mencukupi bagi tubuh (gagal jantng kongestif) H. Penatalaksanaan 1. Obat-obatan a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer. b. Obat Golongan Penyekat Beta Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat, meskipun sedikit, menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap konversi T4 ke T3. c. Obat-obatan lain Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif
2.
Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka kekambuhan rendah yaitu hanya 1,7% pada kelompok penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi methimazole.
3.
Pembedahan Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu, selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan, dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2 – 3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves. Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
4.
Terapi Yodium Radioaktif Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam dosis 131I yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram. Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis 131I dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.
5.
Pengobatan Krisis Tiroid Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktivitas/istirahat Gejala: insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat. Tanda: Atrofi otot. b. Sirkulasi Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina) Tanda: disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis). c. Eliminasi Gejala: urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses (diare) d. Integritas ego Gejala: Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik Tanda: Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi e. Makanan / cairan Gejala: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsumakan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah Tanda: Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial f. Neurosensori Tanda: Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif reflekstendon dalam (RTD) g. Nyeri / kenyamanan Gejala: nyeri orbital, fotofobia
h. Pernafasan Tanda: frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis) i. Keamanan Gejala: tidak toleransi teradap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan) Tanda: suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah j. Seksualitas Tanda: penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten k. Penyuluhan / pembelajaran Gejala: adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadappengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yang menyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru terjadi (pneumonia), trauma, pemeriksaan rontgen foto dengan kontras 2. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (masukan njtrisi kurang) d. Diare berhubungan dengan bising usus hiperaktif 3. Intervensi Keperawatan a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien dapat nmempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh. kriteria hasil : tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, status mental baik, tidak ada disritmia.
Intervensi : 1) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi. Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah. 2) Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien. Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia. 3) Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur. Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia. 4) Auskultasi suara jantung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik. Rasional : S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung. 5) Pantau EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jantung dan adanya disritmia. Rasional : Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dapat membahayakan fungsi jantung atau curah jantung. 6) Berikan cairan iv sesuai indikasi. Rasional : Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik. 7) Berikan O2 sesuai indikasi Rasional : Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut. b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan dapat dicegah Criteria Hasil: Tidak mengalami haus yang tidak normal, memmbran mukosa lembab
Intervensi: 1) Pantau frekuensi kehilangann cairan pasien. Rasional: sebagai data dassaar intuk melakukan intervvensi selanjutnya 2) Kaji pasien adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering Rasional: untuk mengindikasikan berlanjutnya hipovolemik dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti. 3) Berikan perawatan mulut secara teratur. Rasional: Membantu menurunkan rasa tidak nyaman dan mempertahankan membrane mukosa dari kerusakan 4) Kolaborasi berikan cairan 0,9 % NaCl (normal salin) Rasional: sebagai cairan pengganti untuk mengatasi kekurangan cairan dan Natrium c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan Kriteria Hasil : Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal, memiliki nilai-nilai laboratorium (misalnya: Transferin,albumin, dan elektrolit) dalam batas normal. Intervensi : 1. Kaji jenis makanan yang disukai pasien. Rasional : memberikan makanan kesukaan dapat meningkatkan nafsu makan klien sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan 2. Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat. Rasional : untuk melihat keefektifan intervensi terhadap peningkatan berat badan 3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Rasional: ahli gizi dapat secara tepat menentukan zat gizi yang dibutuhkan pasien
d. Diare berhubungan dengan bising usus hiperaktif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan diare dapat dikendalikan atau dihilangkan dengan Kriteria Hasil : Mematuhi ketentuan diet untuk mengurangi diare, mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam batas normal dan terhidrasi dengan baik. Intervensi : 1. Pantau nilai laboratorium (Elektrolit, hitung darah lengkap) dan laporkan adanya abnormalitas. Rasional : melihat seberapa besar cairan/elektrolit yang hilang akibat dehidrasi 2. Timbang berat badan pasien setiap hari. Rasional : diaare dapat menyebabkann penurunan BB 3. Kaji dan dokumentasikan turgor kulit dan kondisi mukosa mulut Rasional : sebagai indikator dehidrasi. 4. Ajarkan pasien untuk menghindari susu, kopi, makanan pedas dan makanan yang dapat mengiritasi saluran cerna Rasional : menambah pengetahuan pasien agar pasien lebih kooperatif 5. Konsultasikan pada dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
DAFTAR PUSTAKA Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA International Judith
M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Bunner & Suddart. 2014, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC