LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU
1. Definisi
Kehamilan post matur menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo adalah kehamilan yang yang mele melewat watii 294 294 hari hari atau atau lebih lebih dari dari 42 ming minggu gu leng lengka kap p di hitun hitung g dari dari HPHT HPHT.. Sedangkan menurut Ida Bagus Gde Manuaba kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.
2. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan adalah :
a) Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan sehingga sehingga kepekaan kepekaan uterus uterus terhadap terhadap oksitos oksitosin in berkurang. berkurang. b) Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu c) Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan akan
stress merupakan faktor tidak timbulnya His d) Kurangnya air ketuban e) Insufiensi plasenta f) Permasalahan Kehamilan Lewat Waktu
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia samSpai kematian adalam rahi rahim. m. Maki Makin n
menu menuru runn nnya ya sirk sirkul ulas asii
dara darah h
menu menuju ju sirk sirkul ulas asii
plas plasen enta ta dapa dapatt
mengakibatkan : •
Pertumbuhan janin makin lambat
•
terjadi perubahan metabolisme janin
•
Air ketuban berkurang dan makin kental
•
Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalina
•
Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap saat dapat meninggal di rahim.
•
Saat
persalinan
janin
lebih
mudah
mengalami
asfiksia.
(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan, 1998)
3. Tanda dan Gejala Pada Bayi
Tanda Bayi Post Matur Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) : a) Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas. b) Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit c) Stadium III
Terdapat
pewarnaan
kekuningan
pada
kuku,
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998) •
Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
•
Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
•
Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
•
Verniks kaseosa di bidan kurang
•
Kuku-kuku panjang
•
Rambut kepala agak tebal
•
Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
4. Diagnosis
kulit
dan
tali
pusat
a) Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar b) Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu tidak
dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis. c) Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula lingkaran
perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang. d) Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian
distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau lebih. e) USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban f) Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik
transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari selsel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung Melebihi
lemak 10%
:
akan
berwarna
kehamilan
di
jingga. atas
Bila 36
:
minggu
Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu g) Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
dikeruhi mekonium. h) Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta i) Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi
janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan. j) Pemeriksaan kadar estriol dalam urin k) Pemeriksaan PH darah kepala janin l) Pemeriksaan
sitologi
vagina
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998) m)
Pengaruh
terhadap
ibu
dan
janin
Terhadap ibu : partus lama, kesalahan letak, insersia uteri, perdarahan postpartum. Terhadap janin : jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi : berat badan
janin dapat bertambah besar, tetp, dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan. Bayi besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal. Keluarnya mekoneum yang
dapat
menyebabkan
aspirasi
mekoneum.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
5. Penatalaksanaan a) Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya. b) Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat c) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah
matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi. d) Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim e) Terdapat hipertensi, pre-eklampsia f) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas g) Pada kehamilan > 40-42 minggu Maka ibu dirawat di rumah sakit h) Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada •
Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
•
Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
•
Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin
•
Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan kemungkinan
diproporsi
sefalo-pelvik
dan
distosia
janin
perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi. (Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)