Eklamsia pada Kehamilan Viane Michelle (102011018/A1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat. E-mail:
[email protected]
Pendahuluan Preeklamsia yang dipersulit oleh kejang tonik-klonik generalisata disebut eklamsia. Koma fatal tanpa kejang juga pernah disebut eklamsia; namun, sebaiknya diagnosis dibatasi pada wanita dengan kejang dan menggolongkan kematian pada kasus nonkejang sebagai kasus yang disebabkan oleh preeklamsia berat. Apabila telah timbul eklamsia, risiko baik bagi ibu maupun janinnya meningkat. 1
Skenario: Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena kejang-kejang. Haid terakhirnya tanggal 25 September 2013. Selama hamil tidak pernah memeri memeriksa ksaka kan n diri diri ke bidan bidan maupun maupun dokter dokter.. Pasie Pasien n tidak tidak sadar sadar.. T 180/12 180/120 0 mmHg. mmHg. N 72/menit. Bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari dibawah proc. Xyphoideus, anak letak kepala, puki. Denyut jantung anak 132/menit teratur.
Mindmap
Anamnesis Prognosis dan Komplikasi
Pemeriksaan Fisik
!atalaksana Pemeriksaan Penunjang Wanita Wanita primigravida 18 tahun , datang dengan keluhn kejang-kejang Patoisiologi
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Etiologi Epidemiologi
1
Anamnesis Identitas
Identitas meliputi nama lengkap, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud. 2 Pasien yang datang adalah wanita berusia 18 tahun. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien datang ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. 2 Pada kasus, pasien datang dengan keluhan utama kejang-kejang. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Keluhan utama ditelusuri untuk menentukan penyebab; tanya jawab diarahkan sesua dengan hipotesis yang dapat berubah bila jawaban pasien tidak cocok. 2,3 Pasien kejang-kejang disertai dengan bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan siklus menstruasi, penyakit kronik yang mendasari (hipertensi), riwayat kejang, sakit ginjal, gangguan fungsi hati, dan juga ditanyakan riwayat kehamilan sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. 3 Riwayat Pribadi
2
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba). Yang tidak kalah pentingnya adalah anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggalnya, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. 2
Pemeriksaan Fisik Laju pernafasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali permenit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkadia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39o C atau lebih adalah tanda yang buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat. 1 Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang. Edema (misalnya pada kaki) sering mencolokkadang masif-walaupun mungkin juga tidak ada. 1
Pemeriksaan Penunjang4 Preeklamsia ringan dan sedang: CBC, golongan darah, urine rutin. Preeklamsia berat: -
CBC, CT, BT, golongan darah, urin rutin. Fungsi hati: protein total, albumin, globulin, bilirubin direk dan indirek, SGOT,
-
SGPT. Fungsi ginjal: kreatinin, ureum, asam urat.
Eklamsia: -
Sama seperti pada preeklamsia. Pemeriksaan EKG, foto rontgen dilakukan atas indikasi. Kadiotokografi (KTG)
3
Diagnosis Kerja Eklamsia
Eklamsia adalah terjadinya kejang padaseorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mall dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum.1 Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15-20 detik. Mendadak rahang mulai terbuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dalam relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan, apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-oto secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit. Secara bertahap. Gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.1 Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sasmpai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berturutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir kontinu. 1 Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, 4
dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang. 1
Diagnosis Banding Hipertensi Gestasional
TD
≥ 140 / 90
mmHg untuk pertama kali selama kehamilan
Tidak ada proteinuria TD kembali ke normal<12 minggu postpartum Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum Mungkin memperlihatkan tanda-tanda preeklamsia, misalnya nyeri epigastrium atau trombositopenia Preeklamsia
Kriteria minimum: TD
≥ 140 / 90
Proteinuria
mmHg setelah gestasi 20 minggu
≥ 300
mg/24 jam atau
≥ +1
pada dipstick
Peningkatan kepastian preeklamsia: TD
≥ 160 / 100
mmHg
Proteinuria 2,0 g/24 jam atau
≥ +2
pada dipstick
Kreatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya Trombosit <100.000/mm3 Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat) SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya Nyeri epigastrium menetap Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan preeklamsia Preeklamsia pada Hipertensi Kronik (superimposed preeclamsia on chronic
5
hypertension)
Proteinuria awitan-baru ≥ 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <100.000/mm 3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu Hipertensi Kronik
TD
≥ 140 / 90
mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu
atau Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum. Tabel 1 Diagnosis Gangguan Hipertensi yang Menjadi Penyulit Kehamilan1
Hipertensi Gestasional
Seperti diperlihatkan di Tabel 1, diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transien apabila tidak terjadi preeklamsia dan tekanan darah kembali ke normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam klasifikasi ini, diagnosis final bahwa wanita yang bersangkutan tidak mengidap preeklamsia hanya dapat dibuat postpartum. Dengan demikian, hipertensi gestasional merupakan diagnosis eksklusi. Namun, perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia, yang mempengaruhi penatalaksanaan. Apabila tekanan darah meningkat cukup besar selama paruh terakhir kehamilan, akan berbahaya terutama bagi janin-seandainya tidak dilakukan tindakan semata-mata karena proteinuria belum terjadi sedangkan 10 persen kejang eklamsia terjadi sebelum proteinuria muncul dengan jelas. Karenanya, jelaslah bahwa apabila tekanan darah mulai meningkat, baik ibu maupun janinnya mengalami peningkatan risiko lebih besar. Proteinuria adalah tanda memburuknya penyakit hipertensi, terutama preeklamsia; dan apabila proteinuria tersebut jelas dan menetap, risiko pada ibu dan janin menjadi lebih besar. 1 Preeklamsia
6
Preeklamsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia, dan apabila tidak ada proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dL (+1 pada dipstick ) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat
luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Pada kenyataannya, preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu proses patofisiologis yang ukin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan sebelum timbulnya hipertensi. Seperti diperlihatkan di tabel 1, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklamsia (tabel 2). Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis meningkatkan kepastian preeklamsia. Gejala awal eklamsia yang menetap, misalnya nyeri kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian preeklamsia. 1 Kelainan
Ringan
Berat
100 mmHg
110 mmHg atau lebih
Samar (trace) sampai +1
+2 persisten atau lebih
Nyeri kepala
Tidak ada
Ada
Gangguan penglihatan
Tidak ada
Ada
Nyeri abdomen atas
Tidak ada
Ada
Oligouria
Tidak ada
Ada
Kejang
Tidak ada
Ada (eklamsia)
Kreatinin serum
Normal
Meningkat
Trombositopenia
Tidak ada
Ada
Peningkatan enzim hati
Minimal
Nyata
Pertumbuhan janin terhambat
Tidak ada
Jelas
Edema paru
Tidak ada
Ada
Tekanan darah sistolik Proteinuria
Tabel 2 Gangguan Hipertensi pada Kehamilan: Indikasi Keparahan1
7
Preeklamsia pada Hipertensi Kronik (Superimposed)
Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklamsia atau eklamsia. Gangguan-gangguan ini dapat menimbulkan kesulitan dlam diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belum pernah diperiksa sampai pertengahan kehamilannya. Diagnosis adanya hipertensi kronik diisyaratkan oleh: 1 1. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum hamil. 2. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik gestasional). 3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan (tabel 1). Faktor riwayat lain yang mendukung diagnosis adalah multiparitas dan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sebelumnya sekain kehamilan pertama. Biasanya juga jelas terdapat riwayat hipertensi esensial dalam keluarga. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai oleh proteinuria, diagnosisnya adalah preeklamsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia). Preeklamsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini daripada preeklamsia “murni”, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin. 1 Hipertensi familial esensial (penyakit vaskular hipertensif) Kelainan arteri Hipertensi renovaskular Koarktasio aorta Gangguan endokrin Diabetes Sindrom Cushing Aldosteronisme primer Feokromositoma Tirotoksikosis Glomerulonefritis (akut dan kronik) Hipertensi renoprival (berasal dari ginjal)
8
Glomerulonefritis kronik Insufisiensi ginjal kronik Nefropati diabetikum Penyakit jaringan ikat Lupus eritematosus Skleroderma Periarteritis nodosa Penyakit ginjal polikistik Gagal ginjal akut Obesitas Tabel 3 Gangguan Hipertensi Kronik yang Mendasari1
Epilepsi pada Kehamilan
Epilepsi adalah kondisi kronik sistem saraf pusat (SSP) yang dikarakterisasi dengan adanya kejang rekuren. Kejang adalah manifestasi aktifitas neuron otak yang berlebihan dan tidak sinkron. Risiko epilepsi tidak bertambah selama kehamilan, tapi kadangkala, dapat terjadi pada saat kehamilan. Pada kasus seperti itu, menurunnya kejang akibat mekanisme hormonal mungkin dapat mengaktifkan kondisi laten epilepsi. Keadaaan epilepsi gestasional adalah kasus dimana kejang secara eksklusif terjadi hanya pada kehamilan. 4 Pasien yang telah diketahui pernah mengalami epilepsi tidak menimbulkan masalah dalam menentukan diagnosis. Diagnosis dapat menjadi sulit pada pasien yang tidak memberikan gejala, malu dan menyembunyikan penyakitnya, dan yang mengalami kejang generalisata selama kehamilan. Pada pasien-pasien ini sering terjadi kejang tunggal dan cepat berubah menjadi status epileptikus. 5 Meningitis
Presentasi yang paling sering terjadi pada meningitis orang dewasa adalah sakit kepala dan kaku kuduk, bersamaan dengan fotofobia. Analisis cairan spinal sangat penting dalam mengurangi morbiditas, terutama bakterial meningitis, yang jika terlambat diatasi akan menimbulkan perubahan status mental, kejang, koma, dan kematian. 6
9
Epidemiologi Secara umum, eklamsia dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang ditemukan di AS karena sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Sebagai contoh, insiden eklamsia di Parkland Hospital disebutkan sebesar 1 dalam 700 persalinan untuk periode 25 tahun sebelumnya. Selama periode 4 tahun dari tahun 1983-1986, insidennya 1 dalam 1150 persalinan, dan untuk tahun 1990 sampai 2000 insidennya sekitar 1 dalam 2300 persalinan. 1
Etiologi dan Patofisiologi Penyebab preeklamsia-eklamsia tetap belum diketahui dan spekulasinya begitu banyak sehingga kelainan ini disebut penyakit teori. 7 Fisiologi Patologik8
A. Vasospasme. Spasme arteriol, yang secara konsisten dapat dimati pada retina, ginjal dan daerah splangnik, menyebabkan hipertensi. Dan lagi, kekebalan (refrakteritas) terhadap angiotensin II (A-II) yang normal, hilang beberapa minggu sebelum onset preeklamsia. Sebaliknya, wanita hamil yang normal kehilangan kekebalan terhadap A-II setelah mendapat penghambat prostaglandin sintase, misalnya aspirin, yang melibatkan prostaglandin sebagai mediator reaktivitas pembuluh darah terhadap A-II selama kehamilan. Lebih lagi, kekebalan terhadap A-II pada preeklamsia dapat dipulihkan dengan obat-obatan yang meningkatkan kadar AMP siklik (cAMP), misalnya teofilin. Karena itu ada hipotesis (Gant) yang menyatakan bahwa prostaglandin yang disintesis dalam aeteriol dapat mengatur reaktivitas pembuluh darah terhadap A-II dengan mengubah kadar cAMP intraselular dalam otot polod pembuluh darah. B. Retensi Natrium dan Air 1. Retensi natrium terjadi akibat proses pertumbuhan dan normal dialami selama kehamilan, tetapi retensi natrium, terutama intraselular, meningkat pada PIH. Meskipun demikian, retensi natrium tidak menyebabkan kelainan ini. Namun, perubahan pada tingkat membran selular dapat menghambat pertukaran natrium yang biasa terjadi.
10
2. Penurunan kadar albumin dan globulin serum akibat proteinuria menyebabkan berkurangnya tekanan onkotik darah meskipun terjadi hemokonsentrasi. 3. Peningkatan ekskresi kortikosteroid (termasuk aldosteron) dan vasopresin pada pasien tertentu menunjukan peningkatan konsentrasi zat-zat ini dalam jaringan. Hal ini akan memperbesar retensi natrium dan air. C. Proteinuria. Perubahan degeneratif dalam glomerulus menyebabkan kehilangan protein melalui urin. Rasio albumin/globulin dalam urin pasien preeklamsia-eklamsia kira-kira 3:1 (vs 6:7 pada pasien glomerulonefritis). Dalam kondisi ini, penyakit tubulus ginjal hanya sedikit berperan terhadap hilangnya protein. D. Hematologi. Hemoglobin dan hematokrit meningkat karena hemokonsentrasi. Preeklamsia-eklamsia berat mempunyai kemiripan dengan gangguan koagulasi karena sering terjadi berbagai derajat koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Besarnya defek koagulasi tidak selalu berhubungan dengan beratnya preeklamsia-eklamsia. Perubahan yang terjadi dapat meliputi trombositopenia, penurunan faktor koagulasi (terutama penurunan fibrinogen) dan adanya produk pemecah fibrin. Kadang-kadang bukti hemolisis (misal, anemia hemolitik mikroangiopati, deformitas sel darah merah) dapat diamati pada pasien-pasien preeklamsia-eklamsia. Emboli mikrofibrin dapat terjadi dalam paru, hati, atau ginjal. E. Kimia darah 1. Kadar asam urat biasanya >6 mg/dL. Kreatinin serum paling sering normal tetapi dapat meningkat pada kasus-kasus berat. 2. Sebagian albumin dan globulin serum hilang melalui urin tetapi protein darah juga pasti hilang atau rusak dengan cara lain, karena proteinuria saja tidak cukup untuk menerangkan kadar protein yang sangat rendah pada kasus-kasus berat. 3. Asidosis terjadi setelah kejang. 4. Peningkatan retensi sulfobromoftalein dan peningkatan kadar enzim hati (misalnya SGOT) menunjukan gangguan fungsi hati. F. Klirens DHEAS plasenta Klirens dehidroepiandosteron sulfat (DHEAS) pada plasenta, yang merupakan penilai perfusi plasenta, menurun sebelum onset preeklamsia. Ringkasnya, PIH ditandai oleh vasospasme. Kehamilan normal ditandai dengan retensi natrium dan air, bersama dengan peningkatan volume darah. Pada preeklamsia, terdapat peningkatan retensi natrium dan air dengan pengurangan volume plasma.
Tatalaksana 11
Non-Medika Mentosa
Tujuan utamanya adalah untuk menghentikan berulangnya serangan kejang, mengurangi vasospasme dan meningkatkan diuresis kemudian mengakhiri kehamilan secepatnya dngan cara yang aman bila keadaan memungkinkan. Pertolongan jika timbul kejang adalah mempertahankan jalan napas, menghindari tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. 9 Tindakan Obstetrik
Setelah serangan kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan/mempercepat persalinan dengan cara yang aman. Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik, tetapi harus diingat penderita eklamsia tidak akan tahan terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik karena keduanya dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu, tindakan obstetrik dilakukan seringan mungkin dan disiapkan transfusi darah. Pemilihan anastesi untuk mengakhiri persalinan sebaiknya dilakukan oleh ahli anastesi. Anastesi lokal dapat dipakai jika sedasinya sudah dalam. Anastesi spinal dapat menyebabkan hipotensi yang membahayakan persalinan sehingga sebaiknya jangan digunakan. Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan selama 48 jam. Bila tekanan darah terus turun, pemberian obat dapat dikurangi setelah 24 jam postpartum, untuk kemudian dihentikan secara perlahan. Biasanya diuresis bertambah 24-48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang. 9 Pelahiran merupakan keharusan jika ibu hamil sudah stabil. Lahirkan bayi dengan cara yang paling aman, paling cepat. Seksio sesarea lebih baik untuk primigravida, tetapi metode induksi dengan memecahkan selaput ketuban serta pelahiran pervaginam mungkin lebih sesuai untuk sebagian multipara. Perhatikan jika terdapat mekonium pada cairan amnion. Metode persalinan harus ditentukan secara perorangan. Indikasi seksio sesarea sudah dibebaskan untuk masing-masing dokter, tetapi seksio sesarea mungkin membahayakan untuk pasien dengan kejang berkelanjutan atau koma. Kejang dan insensibilitas tidak boleh terjadi dalam kurun waktu kira-kira 4 jam sebelum dilakukan seksio sesarea atas indikasi ibu.8 Medika Mentosa
12
Untuk menghindari kejang berulang, diperlukan terapi: 9 1. Magnesium Sulfat. Merupakan pilihan utama untuk mengobati eklamsia. Dosis awal 4-6g bolus iv dalam 100 mL larutan infus selama 15-20 menit. Jika masih kejang ditambahkan 2g iv selama 3-5 menit. Obat ini berfungsi mengurangi kepekaan SSP yang berhubungan dengan sistem neuromuskular, dapat menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis dan menambah aliran darah ke uterus. 2. Benzodiazepin atau Diazepam. Diberikan pada saat kejang masih berlanjut setelah pemberian magnesium sulfat. Dosis 5-10mg iv selama 10-20 menit, ulangi dalam 2-4 jam jika diperlukan, dan tidak melebihi 30 mg dalam 8 jam. Obat ini berfungsi mendepresi semua tingkat susunan saraf pusat melalui peningkatan aktifitas GABA. 3. Fenitoin. Diberikan jika magnesium sulfat tidak dapat mengatasi kejang, meskipun sebenarnya obat ini kurang aman untuk ibu hamil. Dosis awal 10 mg/kg iv dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit. Kendalikan hipertensi (biasanya dimulai hanya untuk diastolik >110 dan dengan target diastolik 90-100). Labetolol dapat diberikan setiap 10 menit; dosis pertama 20 mg, dosis kedua 40 mg, dosis berikutnya 80 mg (sampai maksimum 300 mg atau sampai tekanan darah terkendali). Diazoxid, natrium nitroprusid, trimetafan dan nitrogliserin juga dapat digunakan pada keadaan akut untuk menurunkan tekanan darah. Namun setia obat ini mempunyai efek samping yang harus dipertimbangkan secara cermat. 8
Prognosis Prognosis untuk eklamsia selalu serius; penyakit ini adalah salah satu penyakit yang paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Untungnya angka kematian ibu akibat eklamsia telah menurun selama 3 dekade terakhir dari 5 sampai 10 persen
menjadi
kurang
dari
3
persen
kasus.
Pengalaman-pengalaman
ini
jelas
menggarisbawahi bahwa eklamsia serta preeklamsia berat harus dianggap sebagai ancaman yang nyata terhadap nyawa ibu. Memang, 23 persen kematian ibu hamil yang tercatat di AS selama tahun 1997 disebabkan oleh hiprtensi kehamilan, yaitu paling sedikit 64 orang. 1
Komplikasi
13
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklamsia. Paling tidak terdapat dua mekanisme penyebab: 1 1. Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang disertai dengan muntah. 2. Gagal jantung, yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan. Pada sebagian wanita dengan eklamsia, kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat perdarahan otak masif. Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar kemungkinan pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun jarang, perdarahan tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri atau malformasi arteriovena.1 Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga dapat timbul spontan pada preeklamsia. Paling tidak terdapat 2 kausa: 1 1. Ablasio retina dengan derajat bervariasi. 2. Iskemia, infark, atau edema lobus oksipitalis. Baik akibat patologi otak atau retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik dan biasanya tuntas dalam seminggu. Sekitar 5 persen wanita akan mengalami gangguan kesadaran yang cukup bermakna, termasuk koma menetap, setelah kejang. Hal ini disebabkan oleh edema otak yang luas. Sedangkan herniasi unkus transtentorium dapat menyebabkan kematian. 1 Walaupun jarang, eklamsia dapat diikuti dengan psikosis, dan wanita yang bersangkutan dapat mengamuk. Keadaan ini biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, tetapi prognosis untuk pulih baik asalkan sebelumnya tidak ada penyakit mental.1
Daftar Pustaka 1.
Cunningham FG. Obstetri williams. Ed 21. Jakarta: EGC, 2005, h. 626-73.
2.
Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007; h.102,8
3.
Isselbacher KJ. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2004; h. 238 14
4.
Biller "# !he intera$e o neurolog% & internal medi$ine# Philadelphia' (ipin$ot Williams & Wilkins, )**8, p# 8+#
+#
ij "P# .edi$al disorder in pregnan$%-an update# /e0 Delhi' "e%pee rothers medi$al pulishers, )**2, h# )+1#
2#
.urth% P, 3mith 4(# Women5s gloal health and human rights# (ondon' "ones and artlett learning, )*1*, p# )*#
7.
Chrisdiono MA. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC, 2004, h. 5.
8.
Benson RC. Buku saku obstetri dan ginekologi. Ed 9. Jakarta: EGC, 2008, h. 366-80.
9.
Dewanto G. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC, 2009, h.98-9.
15