Makalah Evaluasi Proyek ESTIMASI SHADOW PRICE DARI FAKTOR PRODUKSI MODAL DAN VALUTA ASING
KELOMPOK 8 DEWIANTI EKASAPUTRI RISKIANTI
EVALUASI PROYEK PROGRAM STUDI MANAJEMEN M ANAJEMEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
BAB I BEBERAPA PENDEKATAN TAMBAHAN MENGENAI ESTIMASI SHADOW INTEREST RATE
A. Social Rate of Time Preference (SRTP) Sebagian ahli dibidang evaluasi proyek tidak setuju dengan penggunaan produk marjinal modal disektot swata sebagai discount rate untuk proyek disektor negara. Sebab, dalam keadaan keseimbangan di pasar modal, produk marjinal itu sama dengan rate of time preference dari penabung swasta. Padahal, menurut sudut pandang tersebut, yang relevan bagi sektor negara adalah social rate of time preference, yaitu rate of time preference dari masyarakat, yang karena satu dan lain hal menyimpang dari rate of time preferece swata-persisnya, lebih rendah dari nilai Dengan demikian, benefit dari proyek yang telah akan terwujud bagi generasi-generasi yang swata. akan datang itu diberi bobot yang lebih tinggi oleh pemerintah dibandingkan dengan pihak swasta. Jelaslah, bahwa pendekatan itu mengistimewakan proyek-proyek investasi di bidang sosial yang rndemennya memakan waktu yang lebih lama untuk diwujudkan. Patut dicatat adanya bahaya sehubungan dengan penngunaan SRTP ini: makin rendah discount rate yang diterapkan, makin luas rangkaian investasi yang dapat dipertanggung jawabkan, sedemikian rupa sehingga sumber finansial tidak lagi cukup untuk membiayai proyek yang IRR-nya senilai atau melebihi discount rate tersebut. B. The Accounting Rate of Interest Penerapan suatu discount rate dalam evaluasi proyek disektor negara antara lain, untuk mengalokasikan dana yang tersedia (APBN). Akan tetapi, tidak pasti bahwa penggunaan disconunt rate yang dihitung sesuai dengan salah satu metodologi tepat menghabiskan dana yang
tersedia suatu tahun tertentu. Secara teoritis, terdapat suatu discount rate sedemikian rupa sehingga semua calon proyek yang IRR-nya sekurangkurangnya sama tingginya akan menghabiskan sumber dana yang tersedia. Discount rate itu disebut accounting rate of interest (ARI).
C. Motode Harberger-Pembobotan Rata-rata Produktivitas Modal dan Rate of pure time preference (RPTP) Metode Harberger memperkirakan discount rate sebagai rata-rata tertibamg dari pendapatan modal sebelum pajak dan pendapatan netto dari tabungan sesudah dipotong pajak. Harga yang berlaku untuk penilaian masing-masing unsur biaya sosial yakni tingkat bunga dipengaruhi oleh kewajiabn pajak yang berbeda sesuai jenis investasinya. Bunga yang dibayar atas pinjaman bank untuk keperluan modal kerja bukan merupakan objek pajak, melainkan pengeluaran yang dapat dikurangi dari kewajiban pajak. Pada investasi modal saham, balas jasanya merupakan dua kali objek pajak. Dalam hal ini, tingkat suku bunga yang dibayar perusahaan kepada pemegang saham, yaitu harga permintaan modal, lebih tinggi dari pada apa yang sebenarnya yang diterima oleh pemegang saham itu, yaitu harga penawarannya. Sejauh menyangkut opportunity cost modal, unsur pajak yang memisahkan RPTP dari produktivitas marjinal modal di daerah titik keseimbangan bukanlah merupakan pengluaran sumber riil, melainkan pemindahan sumber kepada pemerintah. D. Perkiraan Opportunity Cost of Capital (OCC) untuk indonesia Walaupau elastisitas permintaan dan penawaran modal terhadap tingkat suku bunga belum diperkirakan di indonesia, dalam bagian ini diberikan suatu pendekatan untuk memperkirakan OCC dalam hal ini suatu investasi negara yang menggantikan investasi dan konsumsi swasta.
Mengingat unsur pengorbanan produk marjinal swasta, ada tiga jenis investasi yaitu: 1. Kredit bank untuk modal kerja dan investasi 2. Kredit dagang skala kecil 3. Penanaman modal saham Di indonesia, pasar modal masih dalam tahap pengembangan.sebagian besar investasi modal dibiayai langsung dan bukan dari bursa saham dimana saham-saham diperjual belikan. Dilain pihak, keuntungan modal sering terkena tarif pajak yang berbeda dari sumber pendapatan lainnya. Apabila tarif pajak tersebut relatif rendah dan keuntunagn modal merupakan unsur terbesar dalam rendemen investasi (sebagaimana halnya perusahaan yang menahan dan menanamkan kembali labanya ketibang membayar dividen), pengaruh pajak terhadap rate of return atas modal saham tidaklah signifikan.
BAB II PERKIRAAN SHADOW EXCHANGE RATE (SER) A. Rata-rata Nilai Tukar Efektif untuk Impor dan Ekspor Perkiraan shadow price devisa sering bertitik tolak dari sudut pandang bahwa penggunaan satu dollar tambahan oleh sebuah proyek membawa implikasi bahwa perekonomian harus mengurangi impor atau menambah ekspor atau kombinasi diantara keduanya dalam jumlah yang sama, yakni satu dollar. Suatu pendekatan yang agak sederhana terdiri dari perhitungan dua nilai tukar efektif, yakni untuk impor dan ekspor, dan kemudian menghitung rata-rata tertimbang dari kedua nilai itu. Pendekatan tersebut didasarkan pada dua asumsi:
1. Satu-satunya jenis pembatasan yang mengenakan perdagangan internasional yang berlaku di indonesia adalah sistem perpajakan dan susidi atas impor. 2. Sistem
tersebut
cukup
mampu
mempertahankan
kondisi
keseimbangan dalam neraca pembayaran. Apabila
dan
melambangkan
bea cukai dan jenis pajak lain yang
dipungutterhadap impor dan ekspor,
adalah jumlah subsidi yang
dibayar untuk ekspor, M adalah nilai c.i.f impor, X adalah nilai f.o.b ekspor dan r menyatakan nilai tukar resmi, maka kedua nilai tukar efektif, dan
=
, diberikan oleh rumus sebagai berikut:
(1+ ). r
Kenaikan harga barang impor melalui pajak mempertinggi nilai tukar efektif yang dihadapi pengimpor, sedangkan pajak ekspor menurunkan manfaat yang diterima pengekspor sehingga menghadapkannya pada nilai tukar efektif yang kurang menguntungakan. Dilain pihak, subsidi ekspor menaikkan manfaat yang diterima pengekspor, dan karenanya S ͓ muncul dengan tanda positif dalam rumus. Apabila beberapa penyederhanaan yang mendasari pendekatan perkiraan SER dikoreksi , akan diperoleh angka SER cenderung lebih tinggi, sebab:
1. Impor barang tertentu masih terkena pembatasan kuantitatif meskipun dalam
tahun-tahun
terakhir
ini
pemerintah
telah
berupaya
menggantikan pembatasan tersebut dengan bea masuk dan pajak impor lainnya.
2. Produksi barang ekspor tertentu diberi subsidi tersembunyimdalam bentuk pinjaman denga bunga dibawah tingkat yang berlaku. B. Nilai Tukar Paritas Daya Beli (purchasing power parity) Pendekatan lain yang sering diterapkan oleh Bank Dunia dan IMF bertitik tolak dari hubungan antara nilai tukar dan laju inflasi yang berlaku disuatu negara A dibandingkan dengan yang berlaku dinegara lain sebagai sumber impor dan pembeli ekspor negara A itu. Di lain pihak, misalkan harga barang dan jasa nontradeable dinegara A tidak berubah sedangkan harga pasar internsional mengalami inflasi sebesar 20%. Dalam hal ini, nilai tukar menurut harga konstan awal tahun 1990 menjadi sebesar 100 : 1/1,2 = 120/1 pada awal tahun 1991 sehingga para pengekspor dan produsen barang substitusi impor menerima balas jasa sebesar balas jasa sebesar 120 menurut harga konstan dan bukannya sebesar 100 sebagaimana yang diterimanya setahun sebelumnya. Jika indeks harga nasional ( barang dan jasa nontradeable) pada tahu t dilambangkan dengan ; a
tahun 0,
;
indeks harga dipasar internasional adalah
dalah nilai tukar riil sehubungan dengan nilai tukar resmi pada 0 ;
maka proporsi perubahan riil pada nilaii tukar resmi antara
tahun 0 dan t diberikan oleh persamaan berikut:
-1=
∙.
+ 1 =
∙
∙
– 1
Dalam pembahasan ini, istilah “ devaluasi” berarti kebijaksanaan pemerintah
menurunkan nilai mata uang nasiona terhadap nilai mata
uang asing tertetu, sedangkan “revaluasi”
berarti kebijaksanaan
pemerintah menaikkan mata uang nasional terhadap nilai mata uang asing tertentu (misalnya, nilai rupiah terhadap dollar). Berdasarkan penjelasan itu, dalam rumus terlihat bahwa:
1. Devaluasi riil (menurut harga konstan) berarti kenaikan
,
sehingga
ruas, kiri dari rumus tersebut merupakan proporsi yaang positif; 2. Revaluasi riil, yakni penurunan
,
membawa proporsi yang negatif;
3. Apabila inflasi dalam dan luar negeri besarnya sama, maka faktor ,
dan saling meniadakan dan keenderungan nilai tukar resmi;
4. Kestabilan nilai tukar riil berarti bahwa ruas kanan rumus (8) sama dengan nol. Jadi, agar besarnya nilai tukar riil tetap, inflasi dalam negeri yang tidak diimbangi dengan inflasi dipasaran dunia harus diimbangi oleh devaluasi nilai tukar resmi.