24
MAKALAH
FISIKA BENCANA ALAM
"BENCANA TSUNAMI"
Oleh:
RIA HARIANI
(16175026)
Dosen:
SYAFRIANI, M.SI. Ph.D
PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul "Bencana Tsunami". Salawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah kepada zaman yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Bencana Alam dan menambah pengetahuan penulis dalam bidang ilmu pendidikan fisika. Dalam penulisan makalah ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Syafriani, M.Si. Ph.D, sebagai dosen pembimbing mata kuliah Fisika Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Padang, 22 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................ .......... ...
Batasan Masalah .......................................................................................
Tujuan Penulisan.................................................................................... ...
Manfaat Penulisan.....................................................................................
1
2
2
2
BAB II. KAJIAN TEORI
3
Defenisi Tsunami ........ ....
Penyebab Tsunami .............
Sejarah Bencana Tsunami .............
Sifat Fisis Tsunami .............
Prediksi Tsunami..................................................................................
Pengurangan Resiko Tsunami..............................................................
3
4
8
9
13
19
BAB III. PENUTUP...........................................................................................
23
Kesimpulan ................................................................................. ...............
Saran............................................................................................................
23
23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
24
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehidupan manusia selalu berhubungan dengan aspek kebumian karena bumi telah menyediakan semua fasilitas dan kebutuhan manusia. Minyak dan gas bumi, air, mineral logam dan non logam, sumber daya nirhayati, semuanya tersedia dan tersimpan oleh bumi. Adanya sumber daya kebumian tersebut membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik dan lebih sejahtera.
Namun demikian, bumi juga menyimpan potensi bencana yang harus diwaspadai manusia. Terkadang manusia terlena oleh semua fasilitas dan kebutuhan yang disediakan oleh bumi. Manusia sering lupa atau melupakan bahwa bumi juga menyimpan potensi bencana. Kejadian tersebut pada dasarnya merupakan hal yang "wajar", karena merupakan suatu proses keseimbangan alam. Kejadian tersebut dikategorikan bencana apabila merusak ataupun mengganggu kehidupan manusia baik yang menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur atau hasil budaya manusia (rumah, bangunan, jalan, jembatan, bendungan, dan lain-lain).
Secara geografis, posisi Kepulauan Indonesia juga strategis yaitu terletak diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Secara geologis Kepulauan Indonesia berada pada jalur penumjaman lempeng bumi, seperti penunjaman Lempeng Samudra Indo-Australia dengan Lempeng Benua Eurasia yang memanjang dari pantai barat Sumatera hingga pantai selatan Jawa terus ke timur sampai Nusa Tenggara. Adanya proses penunjaman ini Kepulauan Indonesia terdapat deretan gunung api terutama dari Sumatera, Jawa hingga Nusa Tenggara. Keterdapatan deretan gunung api tersebut memberikan keuntungan bahwa tanah disekitarnya akan menjadi subur dan produktif. Namun juga adanya gunung api yang masih aktif tersebut bahaya letusan gunung api juga harus diwaspadai.
Selain itu bahaya banjir lahar dingin terutama pada musim hujan juga tidak boleh dilupakan. Jalur penunjaman lempeng bumi di wilayah Kepulauan Indonesia merupakan jalur penyebab gempa tektonik yang mana bersifat regional dan umumnya kerusakan yang ditimbulkan sangat parah. Jalur gempa tersebut secara geologis berdampingan dengan jalur gempa bumi. Sebagian jalur gempa bumi tersebut berada di laut sehingga sangat berpotensi menimbulkan bencana tsunami.
Ukuran gelombang tsunami agak rendah di laut yang dalam, gelombang tampak seperti ombak biasa, tingginya hanya sekitar satu meter dan lewat tanpa disadari oleh nelayan. Namun ketika mencapai laut dangkal gelombang tsunami tumbuh hingga tiga puluh meter. Gelombang tsunami dapat bergerak hingga 900 Km/jam, di laut yang dalam tapi ketika mencapai laut dangkal dekat daratan, gelombang tersebut melambat. Pada kedalaman 15 meter kecepatannya bisa menjadi sekitar 45 Km/jam, kecepatan ini masih terlalu sukar bagi orang-orang di pantai untuk dapat lari menyelamatkan diri. Untuk kajian lebih terperinsi, penulis akan menjelaskan defenisi tsunami, penyebab tsunami, sejarah tsunami, fisika tsunami, prediksi tsunami dan penanggulangan resiko tsunami yang penulis sadur dari berbagai sumber pada makalah ini.
Batasan Masalah
Berdasarkan Latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka batasan masalah dalam makalah ini adalah:
Defenisi tsunami
Penyebab tsunami
Sejarah tsunami
Fisika tsunami
Prediksi tsunami, dan
Penanggulangan resiko tsunami
Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan menjelaskan defenisi tsunami, penyebab tsunami, sejarah tsunami, fisika tsunami, prediksi tsunami dan penanggulangan resiko tsunami.
Manfaat Penulisan
Dengan selesainya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai bencana tsunami dan bagaimana mitigasi bencana tsunami tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORI
Definisi Tsunami
Tsunami (berasal dari Bahasa Jepang: Tsu = pelabuhan, Nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") yang artinya adalah perpindahan badan air atau gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Dari beberapa definisi tsunami yang diungkapkan oleh ahli, dapat disimpulkan bahwa tsunami merupakan sebuah gelombang besar di laut yang mempunyai panjang gelombang yang besar, perioda, frekuensi, cepat rambat gelombang dan energi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian seismik ataupun non-seismik dengan membawa energi dalam perambatannya menuju ke pantai. Tsunami kadangkala disebut "gelombang laut seismik", walaupun tsunami disebabkan oleh mekanisme selain gempa bumi. Ada juga yang menyebut tsunami dengan "gelombang tidal", karena terjadi di permukaan laut saat terjadinya pasang naik di Bumi.
Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Penyebab Tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadinya gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air atau ombak raksasa, letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi, yang kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Secara rinci penyebab terjadinya tsunami dapat dilihat pada tabel berikut :
Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan penyebab utama terjadinya tsunami. Tidak semua gempa dapat menyebabkan tsunami, terjadinya tsunami harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
Pusat gempa (episenter) berada di bawah laut
Pusat gempa berkisar antara 0-30 km (biasa dikenal dengan sebutan gempa dangkal).
Magnitudo gempa yang berdampak biasanya lebih besar dari 6 Skala Richter.
Tsunami yang besar umumnya juga terjadi apabila terjadi dislokasi vertikal, atau pada sesar naik atau sesar turun.
Gempa dengan karakteristik tertentu akan menghasilkan tsunami yang sangat berbahaya dan mematikan:
Tipe sesaran naik (thrust/ reverse fault). Tipe ini sangat efektif memindahkan volume air yang berada diatas lempeng untuk bergerak sebagai awal lahirnya tsunami.
Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu. Makin tinggi sudutnya (mendekati tegak lurus), makin efektif tsunami yang terbentuk.
Kedalaman pusat gempa yang dangkal (7.0R), tetapi kalau tipe sesarnya bukan naik, namun normal (normal fault) atau sejajar (strike slip fault), bisa dipastikan tsunami akan sulit terbentuk.
Gempabumi tektonik terjadi akibat tumbukan lempeng tektonik. Di Indonesia terdapat 3 pergerakan lempeng yaitu: pergerakan Indo-Australia dengan Eurasia, Indo-Australia dengan Pasifik dan Pasifik dengan Indo-Australia. Pertemuan lempeng ini adalah lokasi gempa-gempa yang besar dan berada di lautan yang berjarak 100-150 km dari pantai barat Sumatra, selatan Jawa, selatan Nusatenggara, Maluku dan pantai utara Papua.
Skema terjadinya tsunami akibat gempa bumi diperlihatkan pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5a. Awal Terjadinya Tsunami
Gambar 5b. Skema Terjadinya Tsunami
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Contoh tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi:
1 April 1946, gempa kekuatan M7,3 di Pulau Unimak, Alaska. Menghasilkan gelombang tsunami setinggi 30 m dengan kecepatan 659 km/jam.
22 Mai 1960, gempa kekuatan M9,5 di Chili, Amerika Selatan. Menghasilkan gelombang setinggi 11 m dengan kecepatan 166 km/jam.
27 Maret 1964, gempa kekuatan M9,2 di Alaska. Menghasilkan tsunami setinggi 6,3 m.
2 September 1992, gempa dengan magnitude 7 di Nikaragua, Amerika Tengah.
26 Desember 2004, gempa dengan kekuatan 9,3 SR di Aceh, Indonesia. Menghasilkan gelombang setinggi 30 m dengan kecepatan 1000 km/jam.
Letusan Gunung Api
Meskipun relatif jarang, letusan-letusan gunung berapi yang hebat juga merupakan guncangan-guncangan impulsif yang dapat memindahtempatkan air dalam jumlah besar dan menciptakan gelombang-gelombang tsunami yang sangat destruktif di daerah sumber terdekat.
Gelombang-gelombang dapat terjadi karena perpindahtempatan air secara tiba-tiba, karena kegagalan lereng gunung berapi atau, lebih mungkin, karena phreatomagmatic explosion–suatu erupsi/muntahan gunung berapi berdaya ledak yang timbul dari interaksi air dan magma dan runtuhnya ruang-ruang magma gunung berapi. Salah satu tsunami paling besar dan paling destruktif yang pernah tercatat adalah pada 26 Agustus 1883, setelah meletus dan runtuhnya gunung berapi Krakatau di Indonesia.
Letusan itu menimbulkan gelombang-gelombang yang menjulang setinggi 42 meter (hampir 130 kaki), menghancurkan kota-kota di daerah pantai dan desa-desa sepanjang Selat Sunda di kepulauan Jawa dan Sumatra, dan merenggut 36.417 jiwa.
Tanah Longsor dan Karang Terban
Tidak jarang, gelombang-gelombang tsunami dapat disebabkan oleh berpindahtempatnya air akibat terbanan karang, guguran es, dan pergeseran lapisan tanah atau batu (slump) bawah laut secara tiba-tiba.
Peristiwa-peristiwa demikian dapat disebabkan secara impulsif oleh ketidakstabilan dan kegagalan mendadak lereng-lereng bawah laut. Sebagai contoh pada tahun 1980-an, pengerukan tanah (earth moving) dan pekerjaan konstruksi pada airport runaway sepanjang pantai Prancis Selatan memicu tanah-longsor bawah air yang menimbulkan gelombang-gelombang tsunami yang destruktif di pelabuhan Thebes.
Gempabumi-gempabumi besar diduga menjadi penyebab dari banyak tanah-longsor di bawah air, yang mungkin punya andil besar dalam munculnya tsunami. Banyak ilmuwan yang percaya bahwa tsunami 1998, yang merenggut nyawa ribuan orang dan memporakporandakan desa di pantai utara Papua Nugini, dimotori oleh pergeseran bawah-air sedimen-sedimen yang dipicu oleh satu gempa bumi.
Umumnya energi dari gelombang-gelombang tsunami yang terbangkitkan dari tanah longsor atau karang terban cepat tersebar ketika gelombang-gelombang itu bergerak dari sumber dan melintasi lautan, atau dalam suatu perairan seperti danau atau teluk (fjord). Tetapi perlu dicatat bahwa salah satu gelombang tsunami terbesar yang pernah diamati adalah disebabkan oleh karang terban di Teluk Lituya, Alaska, pada 9 Juli 1958. Gelombang mencapai ketinggian 520 meter (kira-kira 1.600 kaki) dan menyapu habis satu hutan.
Kejatuhan Benda-Benda Langit (Asteroid, Meteor dan Letusan)
Untungnya jarang sekali sebuah meteor atau asteroida mencapai Bumi. Dalam catatan sejarah belum pernah ada asteroida menghantam planet. Sebagian besar meteor terbakar ketika mereka mencapai atmosfer.
Akan tetapi, dulu meteor-meteor besar pernah menghantam, yang dibuktikan oleh ledakan-ledakan yang ditemui di berbagai bagian bumi. Adalah juga mungkin bahwa sebuah asteroida jatuh ke bumi di jaman prasejarah – yang terakhir kira-kira 65 juta tahun lalu selama masa Cretaceous.
Oleh sebab bukti kejatuhan meteor dan asteroida di atas Bumi sungguh ada maka kita harus berkesimpulan bahwa sebagian di antaranya jatuh tercebur di laut atau lautan karena 4/5 dari planet tertutup oleh air. Kejatuhan benda-benda langit itu ke laut berpotensi menyebabkan tsunami yang amat dahsyat.
Pada tahun 1997, para ilmuwan menemukan bukti tentang suatu asteroida berdiameter empat km (2,5 mil) yang mendarat di lepas pantai Chili kira-kira dua juta tahun lalu, yang menimbulkan tsunami besar sekali yang menyapu rata beberapa bagian Amerika Selatan dan Antartika. Para ilmuwan telah berkesimpulan bahwa dampak dari sebuah asteroida yang agak besar, berdiameter 5-6 km (tiga sampai empat mil), di tengah ocean basin yang besar seperti Atlantik, akan menghasilkan satu tsunami yang akan menjelajah habis Pegunungan Appalachian di dua pertiga hulu Amerika Serikat. Melintasi Atlantik, kota-kota di daerah pantai akan tersapu ludes. Sebuah asteroida seukuran itu yang jatuh di antara kepulauan Hawaii dan pantai barat Amerika Utara akan menghasilkan satu tsunami yang menerjang kota-kota besar di pantai-pantai barat Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko dan akan mengubur sebagian besar daerah pemukiman pantai kepulauan Hawaii.
Sejarah Bencana Tsunami
Kejadian bencana tsunami yang terjadi di bumi ini diketahui telah terjadi sejak ribuan tahun lalu, mulai dari zaman Yunani kuno sampai terakhir bencana tsunami yang terjadi di Jepang tahun 2011 yang lalu. Ternyata, kejadian bencana tsunami mempunyai sederetan cerita sejarah mulai dari yang kecil sampai kejadian tsunami yang terburuk sepanjang sejarah. Berikut adalah beberapa kejadian bencana tsunami di beberapa negara :
15 Juni 1896, gelombang setinggi 30 meter, disebabkan oleh gempa bumi menyapu pantai timur Jepang. Sebanyak 27 ribu orang menjadi korban.
1 April 1946, gempa kekuatan M7,3 di Pulau Unimak, Alaska. Menghasilkan gelombang tsunami setinggi 30 m dengan kecepatan 659 km/jam.
22 Mai 1960, gempa kekuatan M9,5 di Chili, Amerika Selatan. Menghasilkan gelombang setinggi 11 m dengan kecepatan 166 km/jam.
Maret 1964, gempa kekuatan M9,2 di Alaska. Menghasilkan tsunami setinggi 6,3 m.
2 September 1992, gempa dengan magnitude 7 di Nikaragua, Amerika Tengah.
1 April 1946, tsunami April Fool, dipicu sebuah gempa yang terjadi di Alaska, membunuh 159 orang, kebanyakan berada di Hawaii. Pada tanggal 1 April, 1946 sebuah-besarnya 7,8 (Skala Richter) terjadi gempa dekat Kepulauan Aleutian, Alaska. Ini menghasilkan tsunami yang menggenangi Hilo di pulau Hawaii dengan 14 meter (46 kaki) gelombang tinggi. Daerah dimana gempa bumi terjadi adalah di mana lantai Samudera Pasifik merupakan subduksi (atau didorong ke bawah) di bawah Alaska.
9 Juli 1958, diingat sebagai tsunami terbesar yang pernah dicatat oleh masa modern, Gempa di Teluk Lituya Alaska disebabkan oleh tanah longsor yang awalnya dipicu oleh gempa bumi berskala 8,3 skala richter. Gelombang sangat tinggi, tetapi karena wilayah tersebut relatif terisolasi dan kondisi geologinya unik maka tsunami tidak menyebabkan banyak kerusakan. Tapi hanya menenggelamkan satu perahu dan membunuh dua orang pelaut.
22 Mei 1960, salah satu gempa besar yang tercatat manusia terjadi di Chile sebesar 8,6 skala richter, menciptakan tsunami yang menerjang pantai Chile dalam waktu kurang dari 15 menit. Gelombang setinggi 25 meter membunuh 1500 orang di Chile dan Hawaii.
27 Maret 1964, dikenal sebagai gempa bumi Good Friday Alaska, dengan kekuatan sekitar 8,4 skala richter menggulung dengan kecepatan 400 mil per jam tsunami di Valdez Inlet dengan ketinggian 67 meter, membunuh lebih dari 120 orang. Sepuluh orang yang menjadi korban di kota Crescent, di utara California, yang sempat menyaksikan gelombang setinggi 6,3 meter.
23 Agustus 1976, sebuah tsunami di barat daya Filipina membunuh 8 ribu korban gempa bumi.
Juli 1998, sebuah gempa berkekuatan 7,1 skala richter menyebabkan tsunami di Papua Nugini yang membunuh 2200 orang dengan sangat cepat.
Tanggal 12 Januari 2006, gempat bumi Haiti yang beresiko memicu tsunami.
Sifat Fisika Tsunami
Tsunami sering diawali dengan gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung berapi, selain itu disebabkan oleh kejatuhan meteor dan percobaan nuklir, dan kemudian juga disebabkan oleh angin. Tsunami memiliki panjang gelombang (λ) yang sangat panjang dan periode. Nilai λ biasanya berkisar dari beberapa kilometer hingga ratusan kilometer, sehingga gelombang tersebut jauh lebih panjang beberapa ratus meter dari gelombang angin yang dihasilkan di dekat pantai. Karena dasar laut lebih dalam 11 km yang disebut dengan parit Mariana, berarti di daerah laut gelombang tsunami berprilaku sebagai gelombang air dangkal yang mana (H= Kedalaman laut). Ketika gelombang mencapai daerah pesisir, karakter gelombang tsunami bukan lagi gelombang air dangkal tetapi merupakan gelombang air yang sangat besar.
Berdasarkan hasil pengamatan, gelombang air bergerak dengan pola gerakan ellips oleh partikel-partikel air. Rata-rata posisi partikel (x,y), pergeseran δx dan δy dengan kesesuaian posisi rata-rata dan pergerakan amplitudo δxo dan δyo. H adalah ketinggian air yang tak terganggu. Seperti yang ditunjukkan gambar berikut.
Gerakan pada gelombang air tersebut sesuai dengan persamaan berikut :
Dimana δx dan δy adalah pergeseran yang sesuai dengan posisi rata-rata pada bidang x-y vertikal seperti gambar 1 dan δxo dan δyo adalah konstanta. Ketika pergerakan diakitkan dengan gelombang yang sedang merambat sepanjang sumbu horisontal x, persamaan (1) dan (2) jelas menjadi :
Berikutnya pada gelombang tsunami ada hubungan dispersi, yaitu hubungan antara ω dan k. Ini didasarkan pada konservasi energi dengan memperlakukan kombinasi linear yang menghasilkan persamaan gelombang stasioner berikut :
Hubungan dispersi ini berisi semua elemn untuk memahami sifat-sifat dasar gelombang air dangkal dan khusunya tsunami. Gelombang tsunami memiliki kecepatan fase dan kecepatan grup yang dapat dirumuskan berdasarkan persamaan berikut :
Saat tsunami mendekati wilayah pesisir, perubahan kecepatan sebagai akar kuadrat dari kedalaman. Persamaan diatas memiliki konsekuensi penting, secara khusus untuk frekuensi konstan ini menunjukkan bahwa panjang gelombang λ = 2π / k sebagai perubahan H. Pertimbangkan gelombang dengan λ = 100 km = 105 m di daerah laut dalam dengan H = 4000 m. Waktu yang dibutuhkan untuk gelombang berjalan sepanjang jalan yang sama adalah 105 / (200) 500 s 8 min. Ini menunjukkan bahwa waktu gelombang tsunami jauh lebih lama dari gelombang angin. Gelombnag ini dapat menghasilkan gelombang raksasa menghancurkan dan tidak dapat berlari cepat.
Perubahan dalam kecepatan dengan kedalaman memiliki implikasi mendasar pada ketinggian gelombang. Gelombang tsunami terjadi karena rambatan dari gerakan partikel air. Ketinggian gelombang bisa lebih besar apabila mendekati pantai, tetapi jauh lebih kecil di laut. Ini membuat tsunami sulit dideteksi tetapi juga memungkinkan tindakan defensif seperti bergerak untum menjauhi pantai dan laut. Kajian Fisika tsunami dapat dilihat pada hal berikut, diantaranya:
Pemodelan Numerik pada Tsunami
Metode MARKER dan CELL (MAC) oleh Harlow dan Welch (1965) adalah sebuah teknik numerical untuk perhitungan viskositas, aliran mampat dengan permukaan bebas. Metode ini menggunakan teknik untuk menemukan perbedaan bergantung waktu pada persamaan Navier-Stokes.
Persamaan untuk aliran dua dimensi adalah :
Metode MAC sama seperti persamaan diferensial gerak yaitu konservasi massa dan momentum. Perbedaan batas persamaan MAC mengungkapkan prinsip konservasi untuk setiap sel. Chan dan Street membangun sebuah teknik untuk menggambarkan mengenai permukaan bebas secara lebih akurat. Tekanan permukaan bebas ditentukan pada permukaan itu sendiri bukan di permukaan pusat sel. Nichols dan Hirt memodifikasi langkah langkah yang dilakukan Chan dan Street, Merancang teknik untuk mendefinisikan permukaan fluida oleh satu set partikel penanda permukaan yang bergerak dengan kecepatan fluida lokal.
MAC sederhana telah dijelaskan oleh Harlow dan Amsden yang tidak memerlukan tekanan untuk dihitung. Program komputasi yang digunakan untuk perhitungan tsunami disebut ZUNI dan dijelaskan oleh Amsden. Teknik SMAC dari Harlow dan Amsden telah dimodifikasi untuk menyertakan perbaikan permukaan bebas Nichols dan Hirt. Perbaikan sel parsial yang memungkinkan hambatan tergelincir bebas untuk melalui tempat sel diagonal juga telah disertakan. Batas kemiringan yang diinginkan diperoleh dengan memilih aspek rasio yang sesuai untuk sel sel mesh. Dengan dmeikian, teknik numeric dapat digunakan untuk menghitung gelombang bergerak di pantai terbuka disamping pantai terendam.
Metode SMAC yang dideskripsikan oleh Harlow dan Amsden disempurnakan cara perhitungannya oleh Welch dengan memberikan kriteria stabilitas:
Dimana C adalah kecepatan, ΔX dan Y adalah lebar sel, dan t adalah kenaikan waktu. Untuk perhitungan tsunami dijelaskan sebelumnya t harus kurang dari 4 detik. Jika jalankan dengan waktu 3 detik terbukti stabil. Street menyatakan bahwa metoda numeric MAC telah diamati , stabil pada viskositas nol, analisis Nichols dan Hirt menunjukkan gangguan bisa bertambah jika viskositas itu tidak lebih besar dari 20 dan lebih kecil dari 30.000 mg/sm.
Pada air dangkal biasa Air dangkal biasa, teori panjang gelombang mengasumsikan bahwa komponen gerakan vertical tidak mempengaruhi distribusi tekanan yang dianggap hidrostatis. Ini merupakan hal penting untuk membandingkan hasil studi numeric dalam memecahkan persamaan lengkap Navier Stokes dengan menggunakan persamaan teori panjang gelombang.
Dimana u dan v adalah komponen kecepatan pada arah x dan y, H adalah tinggi gelombang, D adalah kedalaman air tak terganggu dan g gravitasi.
Pada simulasi tsunami yang menggunakan air dangkal memperoleh hasil yang sama dengan teori panjang gelombang untuk gelombang (panjang gelombang) tsunami yang besar, tetapi tidak berlaku pada tsunami dengan gelombang yang pendek. Teori panjang gelombang tidak bisa digunakan untuk menggambarkan aliran tsunami yang disebabkan hambatan bawah air laut pada air dangkal. Hambatan di bawah air laut ini dapat mencerminkan sejumlah energi tsunami.
Prediksi Tsunami
Gejala yang mungkin terjadi jika akan datang gelombang tsunami adalah sebagai berikut:
Biasanya diawali dengan gempa bumi yang sangat kuat.
Bila kamu melihat permukaan air laut turun secara tiba-tiba, waspadalah karena itu tanda gelombang tsunami akan datang.
Tsunami adalah rangkaian gelombang. Bukan gelombang pertama yang besar dan membahayakan. Beberapa saat setelah gelombang pertama akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar.
Tanda-tanda terjadinya tsunami juga dapat dilihat dari beberapa hal berikut, yaitu:
Air laut yang surut secara tiba-tiba
Bau asin yang sangat menyengat
Dari kejauhan tampak gelombnag putih dan suara gemuruh yang sangat keras
Batas horizon antara lautan dan langit tidak terlihat jelas (seperti terlihat mendung)
Merasakan terjadinya gempa
Biasanya akan muncul gelembung-gelembung gas pada permukaan air dan membuat pantai seperti mendidih
Gambar berikut juga dapat menjelaskan prediksi akan timbulnya bencana tsunami yang terlihat dari patahan yang terdapat dalam lapisan bumi.
Gambar. Prediksi Tsunami Terlihat Pada Patahan
http://piba.tdmrc.org/content/proses-terjadinya-tsunami
Variasi gelombang tsunami yang terjadi antara rentang 0,5 meter sampai dengan 30 meter dan dari periode beberapa menit sampai sekitar satu jam. Berbeda dengan gelombang (angin) atau gelombang yang disebabkan karena angin, gelombang angin biasanya hanya menggerakkan air laut bagian atas. Sedangkan gelombang tsunami akan menggerakkan seluruh kolom air dari permukaan sampai dasar dan pergerakkannya merambat kesegala arah.
Cepat rambat pada gelombang tsunami tergantung pada kedalam laut. Semakin besar kedalam laut maka semakin besar pula kecepatan rambat gelombangnya. Sebagai contoh pada kedalaman 5000 meter dari dasar laut, cepat rambat gelombang tsunami mencapai 230 meter per detik atau sekitar 830 kilometer per jam, sedangkan pada kedalaman 4000 meter dari dasar laut maka cepat rambat gelombang tsunami mencapai 200 meter per detik dan pada kedalaman 40 meter dari dasar laut cepat rambat gelombang mencapai 20 meter per detik. Panjang gelombang tsunami yaitu jarak antara 2 puncak gelombang secara berurutan bisa mencapai 200 km.
Sementara itu pada lokasi pembentukan tsunami atau daerah episentrum gempa tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1 meter dan 2 meter. Oleh karena itu peristiwa tsunami biasanya tidak dapat dirasakan ketika berada di tengah lautan. Ketika berada di tengah laut gelombang tsunami hanya dirasakan seperti gelombang besar pada umumnya, namun selama penjalaran dari tengah laut atau dari pusat terbentuknya tsunami menuju pantai, tinggi gelombang menjadi semakin besar karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Setelah gelombang mencapai pantai, gelombang naik (run up) ke daratan dengan kecepatan tinggi yang bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai.
Tsunami di dasar laut biasanya ditentukan oleh beberapa faktor penentu antara lain :
Kedalaman pusat gempa (episentrum) di bawah dasar laut h (Km)
Kekuatan gempa M yang biasanya dinyatakan dalam bentuk skala Richter
Kedalam air diatas episentrum d (m)
Besarnya gelombang tsunami biasanya berkaitan erat dengan kekuatan gempa dan kedalaman pusat gempa. Sementara untuk besaran tsunami (m) berkaitan erat dengan kekuatan gempa (M) dan juga bergantung pada kedalaman laut (d) di lokasi terbentuknya gempa.
Untuk memprediksi tinggi gelombang tsunami yang dihasilkan biasanya dapat dihitung dengan menggunakan parameter-parameter yang berkaitan erat dengan besaran tsunami. Parameter yang digunakan antara lain :
Hubungan antara besaran tsunami dengan kekuatan gempa (M)
Besaran tsunami berdasarkan faktor kekuatan gempa dapat dihitung dengan dua model yaitu berdasarkan perumusan Negara Jepang yang memang notabennya telah banyak mengalami tsunami sehingga negara Jepang lebih banyak mengalami riset terhadap bencana tsunami maupun besaran tsunami dan gelombang yang akan dihasilkannya. Yang kedua yaitu dengan menggunakan perumusan berdasarkan negara Indonesia sendiri
Perumusan perhitungan besaran tsunami berdarkan negara Jepang :
m = 2,8 M – 19.4
Perumusan perhitungan besaran tsunami berdasarkan negara Indonesia :
m = 2,26 M – 14.18
Hubungan antara besaran tsunami dengan kedalaman laut (d)
m = 1,7 log (d) – 1,7
Setelah didapatkan hasil perhitungan m (besaran tsunami) barulah di lakukan prediksi dengan besarnya gelombang tsunami dengan menggunakan tabel sebagai berikut :
Keterangan :
m = Besaran tsunami
M = Kekuatan Gempa (sR)
d = Kedalaman laut dihitung dari dasar laut (m)
Hubungan antara Besaran Gempa dengan Tinggi Tsunami yang terjadi di Pantai
M
H (meter)
5,0
> 32
4,5
24,0 – 32,0
4,0
16,0 – 24,0
3,5
12,0 – 16,0
3,0
8,0 – 12,0
2,5
6,0 – 8,0
2,0
4,0 – 6,0
1,5
3,0 – 4,0
1,0
2,0 – 3,0
0,5
1,5 – 2,0
0,0
1,0 – 1,5
-0,5
0,75 – 1,0
-1,5
0,5 – 0,75
-1
0,3 – 0,5
-2
< 0,3
Berdasarkan pada perhitungan untuk memprediksikan terjadi tsunami tersebut diatas, dapat kita ketahui bahwa hampir semua gelombang tsunami mempunyai tinggi gelombang yang sangat tinggi ketika menncapai pantai tidak mengherankan jika banyak korban yang berjatuhan ketika tsunami menerjang.
Alternatif lain untuk memprediksi datangnya tsunami adalah ethologi, yakni ilmu yang mempelajari gerak-gerik atau tingkah laku hewan di lingkungan alam dan di lingkungan lain dimana hewan tersebut bisa hidup. Penggunaan ethologi untuk memprediksi gempa dan tsunami belum diterima secara luas oleh para peneliti. Sebagian menganggap tingkah laku hewan tidak memiliki hubungan dengan datangnya gempa dan tsunami, bahkan ada yang menganggap tingkah laku abnormal hewan sebelum tsunami hanyalah anekdot. Meski demikian, setiap kejadian tsunami dan gempa dilaporkan selalu didahului atau diiringi oleh perilaku abnormal hewan. Situs berita Kompas.com pada Sabtu (12/3) memberitakan, bencana tsunami yang melanda Jepang dan perairan Samudera Pasifik ditengarai telah menyebabkan ikan bermigrasi sampai di Samudera Indonesia atau dikenal dengan Samudra Hindia. Sehari pascatsunami di Jepang, para nelayan pantai selatan Kulon Progo justru panen ikan. Beberapa nelayan yang melaut mendapatkan tangkapan yang cukup banyak. Sekitar 80 persen gempa di Jepang memang terjadi di tengah lautan. Hal ini menyebabkan terjadinya perilaku abnormal pada ikan. Spesies ikan yang biasa hidup di lautan dingin yang dalam dapat tertangkap oleh nelayan di perairan yang dangkal dan hangat beberapa saat sebelum terjadinya gempa. Ikan memiliki sensitivitas tinggi terhadap variasi medan elektrik yang terjadi sebelum gempa. Sensitivitas seperti ini memungkinkan beberapa hewan untuk dapat mendeteksi gas radon yang dikeluarkan dari tanah sebelum gempa. Tingkah laku hewan sebelum terjadi gempa dan tsunami juga tercatat dalam beberapa bencana besar. Salah satunya ketika tsunami yang menghantam Aceh, Thailand, dan Srilangka pada 2004 silam. Kantor berita Reuters melaporkan, Taman Nasional Yala di Srilangka telah dipenuhi oleh mayat manusia, namun tidak satu pun ditemukan bangkai-bangkai hewan.
Etologi dapat dibedakan dengan psikologi komparatif yang juga mempelajari perilaku hewan, namun menguraikan studinya sebagai cabang psikologi. Hewan memiliki tingkah laku yang terlihat dan saling berkaitan secara individual maupun kolektif. Berbagai macam tingkah laku hewan merupakan cara bagi hewan tersebut untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya. Tingkah laku yang dimiliki oleh berbagai macam hewan telah melahirkan bidang ilmu tersendiri bernama ethologi. Kepercayaan yang mengatakan bahwa hewan dapat merasakan gejala alam dan gempa telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 373 SM, sejarawan mencatat hewan seperti tikus, ular, dan musang telah meninggalkan kota Helis di Yunani beberapa hari sebelum terjadinya gempa yang menghancurkan kota tersebut.
Para ethologis mempelajari fisiologi perilaku dengan metode analisa dan morfologi perilaku dengan metode komparatif. Konrad Z. Lorenz dianggap sebagai Bapak Ethologi Modern. Lorenz merumuskan bahwa perilaku hewan, adaptasi fisiknya, merupakan bagian dari usahanya untuk hidup.
Dalam ethologi diakui bahwa perilaku hewan timbul berdasarkan motivasi, hal ini menunjukan bahwa hewan mempunyai emosi. Ethologi erat kaitannya dengan bidang ilmu lain seperti geologi karena ada beberapa perilaku hewan yang dapat menunjukan akan terjadinya suatu gempa atau tsunami. Meskipun demikian, beberapa ahli geologi di Amerika masih bersikap skeptis dalam melihat fenomena tingkah laku hewan sebelum terjadinya tsunami. Andi Michael, seorang ahli dari United States Geological Survey (USGS) menganggap bahwa tingkah laku abnormal hewan yang terlihat sebelum terjadinya tsunami ini hanyalah sebuah anekdot. USGS menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku hewan dengan terjadinya gempa. Pada tahun 1970-an, USGS pernah melakukan penelitian tentang prediksi gempa melalui pengamatan perilaku hewan, namun tidak ada hasil nyata dari penelitian.
Beberapa peneliti memperkirakan hewan-hewan dapat merespon gas radon atau gas lain yang dikeluarkan dari dalam bumi sebelum gempa. Diketahui pula bahwa dalam kondisi geologi tertentu, konsentrasi gas seperti metana di dalam tanah dapat berubah sedikit. Gas juga kadang-kadang dilepaskan dari tanah selama gempa bumi. Sebagian besar hewan memiliki indera penciuman yang tajam dibanding manusia terhadap beberapa jenis gas. Hewan-hewan sering dilaporkan bertingkah ketakutan sebelum letusan gunung berapi. Hidung anjing sekitar satu juta kali lebih sensitif daripada manusia, dan beberapa serangga, seperti ngengat (silk moth) memiliki kemampuan luar biasa penginderaan luar biasa. Sebagai contoh, pada saat kawin, ngengat betina menghasilkan kurang dari sepersejuta gram molekul sex attractant yang disebarkan oleh angin, lalu sinyal ajakan kawin (mating signal) itu bisa ditangkap dengan antena sensitif ngegat jantan tujuh mil jauhnya. Sebuah molekul saja sudah cukup menarik ngengat jantan untuk mengejar betina. Fluktuasi medan magnet bumi dapat menyebabkan perilaku abnormal pada hewan. Beberapa hewan memiliki sensitivitas terhadap variasi medan magnet bumi yang terjadi di dekat pusat gempa (epicenter). Perubahan medan magnet bumi dapat mempengaruhi proses migrasi burung-burung dan menganggu kemampuan navigasi ikan. Selain itu, ion-ion yang bermuatan dapat keluar sebelum terjadinya gempa, hal ini menyebabkan partikel ion yang bermuatan listrik dapat merubah pemancar gelombang syaraf (neurotransmitter) dalam otak hewan.
Mitigasi Tsunami
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam mitigasi dari tsunami sebagai berikut :
Sebelum terjadi tsunami
Seharusnya masyarakat dapat melakukan beberapa tindakan dalam rangka pengurangan risiko bencana tsunami yaitu:
Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian, daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.
Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.
Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat
Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas
Bagian dinding yang lebar usahakan tidak sejajar dengan garis pantai
Selain itu, bencana dapat direduksi apabila masyarakat sadar dan siapsiaga menghadapi bencana, caranya dengan mempersiapkan diri dengan cara:
Mempromosikan budaya pencegahan dan keselamatan menghuni di kawasan ini.
Mempersiapkan rencana manajemen menghadapi bencana
Mendorong terbentuknya kepanitiaan dan gugus tugas di wilayah ini.
Mempersiapkan peralatan tepat guna untuk pelatihan bagi generasi muda atau siswa dalam mereduksi terjadinya bencana.
Mereduksi risiko melalui organisasi formil maupun non formil (pemerintah dan swasta).
Saat terjadi bencana tsunami
Tindakan Untuk Mengurangi Kemungkinan Resiko
Mewujudkan keberdayaan individu, keluarga, komunitas, masyarakat, dan negara; serta mengatasi ketidakberlanjutan pembangunan.
Membangun pondasi rasa aman yang segala kegiatannya mendorong untuk ketercukupan kebutuhan dasar.
Membangun berbagai perangkat pengurangan risiko bencana (PRB) dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi risiko bencana melalui mencegah dan memitigasi bahaya, serta meredam kerentanan dari ancaman.
Seluruh kemampuan komunitas digunakan untuk menangani ancaman. Sehingga tidak diperlukan bantuan eksternal karena kemampuan yang ada dapat menanganinya.
Mengidentifikasi, mengevaluasi, & memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini.
Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan.
Penyelamatan Diri
Dalam Ruangan:
Jangan panik
Segera berlari mencari tempat yang lebih tinggi
Tidak perlu menunggu peringatan tsunami
Selamatkan diri anda, bukan barang anda
Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah mencari tempat yang aman.
Diluar ruangan:
Bila sedang berada di pantai atau dekat laut dan merasakan bumi bergetar, segera berlari ke tempat yang tinggi dan jauh dari pantai.
Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah atau memanjat pohon.
Tsunami dapat muncul melalui sungai dekat laut, jadi jangan berada di sekitarnya.
Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit.
Selamatkan diri melalui jalur evakuasi tsunami ke tempat evakuasi yang sudah disepakati bersama.
Jika anda berpegangan pada pohon saat gelombang tsunami berlangsung jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa oleh gelombang.
Dalam gedung bertingkat:
Tidak perlu menunggu peringatan tsunami
Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah menuju lantai yang tertinggi.
Jika anda berpegangan pada sesuatu balok atau kayu di lantai gedung tersebut saat gelombang tsunami berlangsung, jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa oleh gelombang.
Anda dapat membalikan badan saat gelombang berbalik arah kembali ke laut.
Tetap berpegangan kuat hingga gelombang benar-benar reda
Pasca terjadi tsunami
Hindari instalasi listrik bertegangan tinggi dan laporkan jika menemukan kerusakan kepada PLN.
Hindari memasuki wilayah kerusakan kecuali setelah dinyatakan aman
Jauhi reruntuhan bangunan.
Upayakan penampungan sendiri kalau memungkinkan. Ajaklah sesama warga untuk melakukan kegiatan yang positif. Misalnya mengubur jenazah, mengumpulkan benda-benda yang dapat digunakan kembali, sembahyang bersama, dan lain sebagainya. Tindakan ini akan dapat menolong kita untuk segera bangkit, dan membangun kembali kehidupan.
Bila diperlukan, carilah bantuan dan bekerja sama dengan sesama serta lembaga pemerintah, adat, keagamaan atau lembaga swadaya masyarakat seperti Dinas Sosial, BMKG, SAR, UGD, PKM, Polda, Hansip/Linmas, LSM, PMI, Media Massa, BPBD, KMPB, dll.
Ceritakan tentang bencana ini kepada keluarga, anak, dan teman anda untuk memberikan pengetahuan yang jelas dan tepat. Ceritakan juga apa yang harus dilakukan bila ada tanda-tanda tsunami akan datang.
Tenang dan sabar. Tetap tenang dan berpikir rasional akan membantu menyelamatkan kita dan terhindar dari tindakan yang tidak masuk akal. Biasanya banyak orang yang akan mencari pemenuhan kebutuhan untuk keselamatan keluarganya sendiri. Kesabaran akan membantu semua orang terbebas dari situasi sulit dengan mudah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tsunami merupakan kejadian bencana alam yang tidak dapat diprediksi kedatangannya. Tsunami merupakan luapan gelombang besar yang disebabkan karena adanya gangguan-gangguan seismik (gempa bumi dan erupsi vulkanik) dan non-seismik (tanah longsor dan kejatuhan meteor) yang terjadi secara tiba-tiba dalam waktu tertentu dan tempat tertentu (dilautan).
Pada simulasi tsunami yang menggunakan air dangkal memperoleh hasil yang sama dengan teori panjang gelombang untuk gelombang (panjang gelombang) tsunami yang besar, tetapi tidak berlaku pada tsunami dengan gelombang yang pendek. Teori panjang gelombang tidak bisa digunakan untuk menggambarkan aliran tsunami yang disebabkan hambatan bawah air laut pada air dangkal. Hambatan di bawah air laut ini dapat mencerminkan sejumlah energi tsunami.
Saran
Sebaiknya setiap kita menyadari akan terjadinya bencana tsunami ini. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengetahuan terkait dengan cara menghadapi ancaman tsunami yang akan datang. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan bencana, menjalin kerja sama dengan semua organisasi sosial dan masyarakat, dsb. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengurangi dampak akibat dari tsunami yang terjadi kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
Marchuk, Andrei G.2009. Tsunami Wave Propagation Along Waveguides. The International Journal of Tsunami Society VOL. 28
Margaritondo, G. 2005. Explaining The Physics Of Tsunamis To Undergraduate And Non-physics Student.European Journal Of Physics : Institute Of Physics Publishing
Pusat informasi tsunami Jakarta (JTIC) UNESCO HOUSE.2007
Shevchenko, G.V.2013. A Method For The Estimation Of Tsunami Risk Along Russia's Far East. Journal of Tsunami Society International. VOL.32