MAKALAH KEWARGANEGARAAN
HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Disusun Oleh :
Tika Dayuwati ( 131111009 )
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS SAINS TERAPAN
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatakan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahamat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul " Hak Asasi Manusia di Indonesia" dengan tepat waktu.
Makalah ini kami susun tidak hanya sekedar untuk melengkapi tugas mata
kuliah Kewarganegaraan namun juga untuk menambah wawasan dan pengetahuan
bagi semua kalangan.
Dalam pembuatan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
kami Bapak Drs. Syukri, M.Hum yang telah membagi ilmunya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna sehingga kami
sangat mengharap kritik dan saran demi perbaikan makalah – makalah yang
akan datang.
Yogyakarta, 05 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Tujuan Pelaksanaan 2
I.3 Rumusan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Sejarah HAM di Indonesia 3
II.2 Hubungan HAM dan Pancasila 5
II.3 Hak dan Kewajiban Warganegara 8
II.4 Contoh Pelanggaran HAM 13
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan 15
III.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugrahi
hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan
lainnya. Sejak lahir pun manusia yang menjadi warga dari suatu Negara
secara otomatis telah memiliki hak asasi.
Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara, dalam
mengembangkan diri, berperan dan memberikan sumbangan bagi kesejahteran
hidup manusia, ditentukan oleh pandangan hidup dan kepribadian bangsa.
Pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia sebagai kristalisasi
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, menempatkan manusia pada keluhuran
harkat dan martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran mengemban
kodratnya sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial, sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Bangsa Indonesia menghormati setiap upaya suatu bangsa untuk
menjabarkan dan mengatur hak asasi manusia sesuai dengan sistem nilai dan
pandangan hidup masing-masing. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi dan
menerapkan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa.
I.2 Tujuan Pelaksanaan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1. Menambah pengetahuan kepada masyarakat pada umumnya dan kepada
mahasiswa tentang sejarah HAM di Indonesia.
2. Mengetahui hubungan antara HAM dengan Pancasila.
3. Mengetahui contoh-contoh pelanggaran HAM
I.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah HAM di Indonesia?
2. Adakah hubungan antara HAM dengan Pancasila ?
3. Apa saja contoh-contoh pelanggaran HAM ?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Sejarah HAM di Indonesia
Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak
ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang
dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of
USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27
ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Dalam teori perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum
Subjectionis. Pactum Subjectionis adalah perjanjian antara individu-
individu atau kelompok-kelompok masyarakat membentuik suatu negara,
sedangkan pactum unionis adalah perjanjian antara warga negara dengan
penguasa yang dipiliah di antara warga negara tersebut (Pactum Unionis).
Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum Subjectionis saja. John Lock mengakui
adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis dan JJ Roessaeu mengakui
adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat demikian. Namun pada
intinya teori perjanjian ini meng-amanahkan adanya perlindungan Hak Asasi
Warga Negara yang harus dijamin oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah
tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).
Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang
memiliki penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar
belakang perlunya penegakan hak asasi manusia. Manusia dengan teganya
merusak, mengganggu, mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa
yang satu dengan semena-mena menguasai dan menjajah bangsa lain. Untuk
melindungi harkat dan martabat kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat
manusia, hak asasi manusia dibutuhkan.
Berikut sejarah penegakan HAM di Indonesia.
1. Pada Masa Prakemerdekaan
Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-
19. Orang Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran
mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam
surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.
2. Pada Masa Kemerdekaan
Pada masa orde lama
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang
BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD
1945 dalam sidang itu adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman.
Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang
diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam
Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
Pada masa orde baru
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi
terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang
bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya
diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada
tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik
karena kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan
disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya
mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde
baru.
3. Pada Masa Reformasi
Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad
dan komitmen yang kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era
reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim
kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu
meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
II.2 Hubungan HAM dan Pancasila
Sebagai Dasar Negara Pancasila sangat menghargai Hak Asasi Manusia
(HAM). Hak-hak asasi manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD
1945 dan terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum
dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar filsafat negara Republik
Indonesia. Perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang
dimiliki oleh segala bangsa didunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
HAM juga terdapat di dalam Pembukaan konstitusi kita yang pernah
berlaku. Namun, pelaksanaan HAM tetap berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Misalkan bagaimana kedudukan individu dalam sistem demokrasi? Demokrasi
kita tetap berlandaskan kolektivisme, bukan pertentangan individu dan
"social orde" seperti demokrasi liberal dan hak-hak lain berlandaskan
kondisi masyarakat asli Indonesia. Hubungan antara Hak asasi manusia dengan
Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk
agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila
tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk
agama dan kepercayaannya masing – masing. Hal ini selaras dengan
Deklarasi Universal tentang HAM pasal 2 dimana terdapat perlindungan HAM
(Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun,
seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan,
hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan
diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan
internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik
dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian,
jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain).
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga
negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki
kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan
undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan adanya persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia sebagaimana
tercantum dalam Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya diskriminasi.
Pasal 7 (Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang
sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan
Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada
diskriminasi semacam ini).
3. Sila Persatuan Indonesia
Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara
dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan
Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan
Prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya
dalam semangat persaudaraan. Pasal 1 (Semua orang dilahirkan merdeka dan
mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan
hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan).
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan,
bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap
warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya
tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak
partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini adalah musyawarah dan mufakat
dalam setiap penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan sehingga
setiap orang tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan sendiri, atas
inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini
sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
5. Sila Keadalian Bagi seluruh Rakyat Indonesia
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik
perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi
kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Asas keadilan dalam HAM
tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi
kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.
(DP, berbagai sumber)
II.3 Hak dan Kewajiban Warganegara
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan
Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta)
Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan
diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila
ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan.
Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas
yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang
menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah :
1. Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah
yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya.
11. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan
ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
12. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi :
1. Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun
dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan
asing.
2. Anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
3. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
4. Anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam
situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia.
2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui
proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan
warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak
berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di
hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan
ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut.
Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan
Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut
asas kewarganegaraan ius sanguinis, ditambah dengan ius soli terbatas
(lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
Asas-asas Kewarganegaraan yaitu :
1. Ius Soli
Ius Soli atau jus soli (bahasa Latin untuk "hak untuk wilayah") adalah
hak mendapatkan kewarganegaraan yang dapat diperoleh bagi individu
berdasarkan tempat lahir di wilayah dari suatu negara.
Ius soli umum di negara-negara di Amerika dan di tempat lain yang ingin
mengembangkan dan meningkatkan penduduk mereka. Beberapa negara yang
menerapkan ius soli adalah
a. Argentina
b. Brasil
c. Jamaika
d. Kanada
e. Meksiko
f. Amerika Serikat
2. Ius Sanguinis
Ius Sanguinis atau jus sanguinis (bahasa Latin untuk "hak untuk darah")
adalah hak kewarganegaraan yang diperoleh seseorang (individu)
berdasarkan kewarganegaraan ayah atau ibu biologisnya. Kebanyakan bangsa
yang memiliki sejarah panjang menerapkan asas ini, seperti negara-negara
di Eropa dan Asia Timur.
Dalam Hubungan anatar Negara seseorang dapat pindah tempat dan
beardomisili di Negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang bertempat
tinggal di negeri lain melahirkan anak, maka status kewarganegaraan anak
ini tergantung Negara tempat kelahirannya dan yang berlaku di Negara orang
tuanya. Perbedaan asas yang dianut oleh Negara yang lain, misalnya Negara A
menganut asas ius sanguinis sedangkan Negara B menganut asas ius soli, hal
ini dapat menimbulkan status bipatride atau apatride pada anak tersebut.
Apatride adalah tanpa kewarganegaraan yang timbul apabila penurut
peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga Negara
dari Negara manapun.
Misalnya Agus dan ira adalah suami istri yang berstatus Negara B yang
berasal dari ius soli. Mereka berdomisili di Negara A yang berasas ius
sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut Negara A, Budi
tidak diakui sebagai warga negaranya, karena orangtuanya bukan warga
negaranya. Begitupula menurut Negara B, Budi tidak diakui sebagai warga
negaranya, karena lahir di wilayah Negara lain. Dengan demikian Budi
tiak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.
Bipatride adalah dwi kewarganegaraan, yang timbul apabila penurut
peraturan dari dua Negara terkait seorang dianggap sebagai warga Negara
kedua Negara itu.
Misalnya Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga Negara A,
namun mereka berdomisili di Negara B. Negara A menganut asas ius
sanguinis dan Negara B menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah anak
mereka, Dani. Menurut Negara A yang menganut asas ius sanguinis, Dani
adalah warga Negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Menurut Negara B yang menganut asas ius soli, Dani juga warga Negaranya,
karena tempat kelahirannya adalah di Negara B. dengan demikian Dani
mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride.
Hak dan Kewajiban Warganegara menurut UUD 1945
Pasal-pasal UUd 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warganegara
mencakup pasal-pasal 27 ,28, 29, 30, 31, 33, dan 34.
a. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan
pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan.
b. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warganegara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
c. Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menetapkan hak dan
kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
d. Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warganegara untuk berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
e. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya.
f. Pasal 30 ayat (1) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan
kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara.
g. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak
mendapat pengajaran.
II.4 Contoh Pelanggaran HAM
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di
belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok. Kasus pelanggaran HAM
ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
Pembunuhan masal (genisida).
Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan.
Penyiksaan.
Penghilangan orang secara paksa.
Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
Pemukulan
Penganiayaan
Pencemaran nama baik
Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
Menghilangkan nyawa orang lain
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat
baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang
menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh,
merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat
pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering
terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat
dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang
tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar
yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini
diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal
dunia akibat kekerasan dan penembakan.
b. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang
merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah
terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia atau sering disebut dengan HAM adalah hak yang
sudah dimiliki manusia sejak masih dalam kandungan yang bersifat kodrati
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia tidak dapat direbut
atau diirampas oleh siapapun. Setiap manusia atau individu mempunyai hak
yang sama, tidak ada yang dibeda-bedakan. Selain itu manusia juga sebagai
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi hidup dalam sebuah
kelompok. Sebagai makhluk social, selain mempunyai hak asasi juga mempunyai
kewajiban sebagai warganegara, maka sudah seharusnya dipatuhi dan
dijalankan.
III.2 Saran
Sebaiknya setiap manusia itu harus menghormati, menghargai hak asasi
oranglain karena hak mereka itu sama, bukan saling menyalahkan karena
sebuah perbedaan. Dan kewajiban sebagai warganegara hendaknya dijalankan
tidak hanya menuntut hak saja tapi melalaikan kewajiban karena itu
merugikan oranglain, padahal manusia itu makhlukk social yang tidak bisa
hidup sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, dan Achmad Zubaidi. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:
Paradigma.
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adne4112/w3_5_5_4.htm (diakses tanggal 05
Oktober 2014)
http://yogifatori.wordpress.com/2011/10/13/pengertian-apatride-bipatride-
dan-multipatride/ (diakses tanggal 05 Oktober 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki (diakses tanggal 05 Oktober 2014)
http://www.pusakaindonesia.org/pancasila-memayungi-hak-asasi-manusia-ham/
(diakses tanggal 05 Oktober 2014)
http://www.zonasiswa.com/2014/07/sejarah-hak-asasi-manusia-ham.html
(diakses tanggal 05 Oktober 2014)