KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul diberi judul “Irigasi “Irigasi di Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang”. datang ”. Dan juga Dan juga penulis berterima kasih pada Dr. Ir. Yadi Suryadi selaku Dosen mata kuliah Rekayasa irigasi dan rawa yang telah memberikan tugas ini kepada penulis. Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai bagaimana sistem dan perkembangan irigasi di Indonesia baik saat ini maupun untuk masa mendatang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat buat di masa yang akan datang, datang, mengingat mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Terimakasih.
Bandung, Maret 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................. .................................................................... ............................................. ............................ .....
i
DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. .............................................. ............................................. .....................
ii
DAFTAR GAMBAR .............................................. .................................................................... ............................................ .............................. ........
iii
1. PENDAHULUAN ............................................ ..................................................................... ................................................ ............................ .....
1
1.1 Latar Belakang ............................................. ................................................................... .............................................. .............................. ......
1
1.2 Tujuan Tujuan Penulisan ............................................ .................................................................. ............................................. ........................... ....
2
1.3 Metode Penulisan ............................................ .................................................................. ............................................. ........................... ....
2
1.4 Manfaat Manfaat Penulisan ............................................. ................................................................... ............................................ ........................ ..
2
2. PEMBAHASAN ............................................... ..................................................................... ............................................. ............................... ........
3
2.1 Pengertian Irigasi ................................................ ...................................................................... ............................................. .......................
3
2.2 Sejarah Irigasi di Indonesia ........................................... ................................................................. .................................. ............
4
2.3 Sistem Irigasi di Berbagai Daerah di Indonesia ............................................. ...............................................
7
2.4 Permasalahan irigasi di Indonesia .............................................. .................................................................. ....................
16
2.5 Modernisasi Irigasi di Indonesia ............................................... ..................................................................... ......................
19
2.5.1 Peningkatan Keandalan Penyediaan Air Irigasi .................................... ....................................
20
2.5.2 Perbaikan Sarana dan Prasarana Irigasi........................... Irigasi.................................................. .......................
23
2.5.3 Penyempurnaan sistem Pengelolaan irigasi ........................................... ...........................................
25
2.5.4 Penguatan Penguatan Institusi pengelola irigasi ........................................... ..................................................... ..........
27
2.5.5 Pemberdayaan Sumber daya manusia pengelola irigasi ........................ ........................
29
3. PENUTUP ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ ......................
30
3.1 Kesimpulan .......................................... ................................................................ ............................................ ...................................... ................ 30 3.2 Saran ............................................ .................................................................. .............................................. .............................................. ...................... 31 DAFTAR PUSTAKA .............................................. .................................................................... ............................................. ............................. ......
32
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Saluran Irigasi tercemar sampah .......................................................
18
Gambar 2.2
Mesin Penanam Padi Otomatis .........................................................
24
Gambar 2.3
Petani di Indonesia sedang menanam padi ......................................
25
iii
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Irigasi merupakan pengelolaan salah satu sumber daya air untuk menunjang kebutuhan manusia khususnya di sektor pertanian, atau lebih jelasnya irigasi merupakan s uatu sistem penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air yang bertujuan untuk mengairi suatu lahan pertanian dengan cara membendung sumber air. Pengertian irigasi menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sistem irigasi terdiri dari prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokok hasil pertanian yaitu beras, sagu, dan ubi. Dengan semakin b ertambahnya jumlah penduduk dan aktifitas masyarakat yang semakin meningkat di Indonesia maka kemampuan produktivitas dan produksi pertanian harus ditingkatkan. Irigasi menjadi pendukung keberhasilan pembangunan pertanian dan merupakan kebijakan Pemerintah yang sangat strategis dalam pertumbuhan perekonomian nasional guna mempertahankan produksi swasembada beras. Saat ini, keterbatasan air bagi pertanian bukan hanya terjadi pada musim kemarau saja, akan tetapi bisa terjadi di musim hujan juga. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sebagian besar air hujan yang jatuh menjadi aliran permukaan dan tidak termanfaatkan, sehingga ketersediaan air menjadi berkurang dalam skala ruang dan waktu , keterbatasan air menyebabkan berkurangnya luas tanam, jenis dan jumlah produksi pertanian. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan prioritas dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air yang tinggi dalam hal ini irigasi dapat terlaksana apabila manajemen operasional yang ditetapkan tepat pada sasa ran dan sarana jaringan irigasi yang mewadahi baik jumlah maupun kualitasnya. Sarana yang dimaksud meliputi: saluran air, bangunan penangkap air, bangunan sadap, bangunan bagi, alat ukur debit dan bangunan-bangunan lainnya.
1
Sistem irigasi di Indonesia saat ini masih kurang memadai. Bila kondisi ini dibiarkan terus-menerus kemungkinan akan mengganggu ketahanan pangan nasional. Oleh sebab itu perlu meningkatkan modernisasi irigasi. Walaupun modernisasi irigasi tidak dapat langsung ditingkatkan di seluruh daerah irigasi Indonesia, tetapi harus segera dimulai.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1.
Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan sistem irigasi di Indonesia
2.
Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi dengan sistem irigasi di Indonesia
3.
Untuk mengetahui apa yang harus ditingkatkan dengan modernisasi irigasi di Indonesia
1.3 Metode Penulisan
Pada penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode tinjauan pustaka yang diambil dari beberapa literatur tentang sistem irigasi di Indonesia dan perkembangannya.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna untuk menambah pengetahuan kita mengenai Sejarah dan Perkembangan Sistem Pertanian dengan menggunakan Irigasi di Indonesia. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi : 1.
Penulis, sebagai wadah penambahan pengetahuan dan konsep keilmuan mengenai Sistem Irigasi yang ada di Indonesia dan bagaimana perkembangannya dengan sistem modernisasi irigasi;
2.
Pembaca/ dosen, sebagai media informasi mengenai Sistem Irigasi di Indonesia dan bagaimana perkembangannya dengan sistem modernisasi irigasi;
2.
PEMBAHASAN
2
2.1 Pengertian Irigasi
Irigasi merupakan suatu sistem penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air yang bertujuan untuk mengairi suatu lahan pertanian dengan cara membendung sumber air. Sistem irigasi tersebut sudah dilakukan oleh manusia sejak zaman dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk mengairi lahan pertanian ataupun perkebunan agar menjadi lebih mudah. Selain untuk mengairi sawah atau lahan pertanian, irigasi juga memiliki tujuan lain yaitu : 1.
Memupuk tanah
2.
Membilas air kotor yang terdapat di perkotaan dimana saluran-saluran di daerah perkotaan banyak terdapat kotoran yang akan mengendap jika dibiarkan sehingga perlu dilakukan pembilasan.
3.
Kultamase dilakukan bila air yang mengalir banyak mengandung mineral atau material kasar.
4.
Memberantas hama
5.
Mengatur suhu tanah, misalnya ketika suatu daerah suhu tanahnya terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan dengan cara mengalirkan air untuk merendahkan suhu tanah.
6.
Membersihkan tanah
7.
Meninggikan permukaan air tanah
Adapun sistem irigasi pertanian kemudian dibedakan menjadi beberapa j enis, diantaranya yaitu sebagai berikut : 1.
Irigasi permukaan, yaitu sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui pembendungan kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Sistem irigasi ini yang biasa dipakai di Indonesia.
2.
Irigasi local, yaitu sistem irigasi dimana air di distribusikan dengan cara pipanisasi ke lahan pertanian yang disebar hanya terbatas ataupun hanya di da erah local itu saja.
3.
Irigasi dengan penyemprotan, yaitu sistem irigasi dengan menyemprotkan air seper ti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas dan bagian yang terlebih dahulu basah adalah daun kemudian menyerap ke akar.
3
4.
Irigasi tradisional, yaitu sistem irigasi yang memerlukan banyak tenaga kerja perorangan. Hal ini dikarenakan sistem irigasi tradisional ini menggunakan wadah dalam mengalirkan air ke lahan pertaniannya seperti ember.
5.
Irigasi pompa air, yaitu sistem irigasi dengan menaikkan air dari sumur melalui pompa air yang kemudian dialirkan dengan berbagai cara misalnya dengan pipa atau saluran ke lahan pertanian (sawah).
Sistem irigasi ini sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di daerah pedesaan. Dengan pemanfaatan sistem irigasi, lahan sawah dapat digarap setiap tahunnya dengan lebih efektif, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat. 2.2 Sejarah Irigasi di Indonesia
Irigasi tradisional di Indonesia telah berlangsung sejak jaman nenek moyang. Hal tersebut dapat dilihat dalam cara pengairan dan bercocok tanam pada masa kerajaan- kerajaan yang ada di Indonesia yaitu dengan cara membendung sungai secara bergantian untuk dialirkan ke sawah-sawah. Sistem irigasi tradisional lainnya dilakukan dengan cara mencari sumber air pegunungan yang dialirkan dengan mencari sumber air pegunungan dan ada juga yang menggunakan cara dengan membawa ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga. Di Bali, irigasi juga sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan atau disebut juga petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah wilayahnya. Sedangkan pengertian subak sendiri adalah suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tata guna air di tingkat usaha tani. Sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel ) pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dibuat untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya. Sejarah irigasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 periode yaitu sebagai berikut:
4
1.
Masa Pra-Kolonial
Dalam pembangunan sistem irigasi di Indonesia, masa pra-kolonial ditandai dengan wujud kegiatan dengan kuatnya kearifan lokal yang sangat tinggi. Teknologi dan kelembagaan lokal sangat menentukan keberadaan sistem irigasi saat itu. Sistem irigasi yang ada umumnya mempunyai skala luas sawah yang kecil dan terbatas. S ehingga pada masa ini sangat menaruh perhatian pada kapital sosial dari masyarakat sendiri. 2.
Masa Kolonial
Pada masa kolonoial ini, pembangunan irigasi sudah mulai diintervensi oleh kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan pengelolaan irigasi yang sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat, sebagian telah diasimilasikan dengan pengelolaan melalui birokrasi pemerintah. Teknologi yang digunakan dan kelembagaan pengelola juga sudah dikombinasikan antara kemampuan masyarakat lokal dengan teknologi dan kelembagaan yang dibawa oleh pemerintah kolonial. Akibatnya manajemen pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi merupakan kombinasi antara potensi kapital sosial yang ada di masyarakat dengan kemampuan birokrasi pemerintah kolonial. 3.
Masa Revolosi/Pasca Kolononial
Pada masa ini kegiatan pengairan tidak banyak dilakukan, karena pemerintahan saat itu masih memprioritaskan pembangunan politik yang diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik internasional pasca perang dunia ke-2, serta suasana konfrontasi dengan negara tetangga yang terjadi pada saat itu. Sehingga kondisi dan peran kapital sosial dalam pembangunan dan pengelolaan irigasi secara eksisting tidak banyak berbeda dengan era kolonial.
4.
Masa Orde Baru.
Pada masa Orde Baru ini oleh sebagian pengamat disebut sebagai kebangkitan rezim pemerintah. Pada masa ini ditandai dengna adanya kebangkitan peran pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional. Sehingga aspek pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang irigasi, banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada masa ini,
5
pemerintah berhasil menggantikan undang-undang pengairan versi pemerintah Kolonial, menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat kuatnya orientasi pemerintah untuk meraih swa-sembada pangan/beras, maka kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak dilakukan oleh pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada ditinggalkannya kapital sosial masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan banyak terjadi marjinalisasi kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut membawa konsekuensi ketidakjelasan peran masyarakat dalam keirigasian, yang akibat selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif. 5.
Masa Pasca Orde Baru/Reformasi.
Pada masa ini dapat juga disebut sebagai respon masyarakat terhadap sistem pembangunan dan pendekatan pembangunan yang totaliter dan sentralistis yang terjadi pada Orde baru. Sehingga masyarakat menuntut adanya reformasi pelaksanaan dan pendekatan pembangunan, termasuk melakukan regulasi ulang dalam berbagai sektor pembangunan. Dalam masa ini lahir UU No. 7/2004 tentang Sumber daya air, dan PP No. 20/2006 tentang Irigasi. Seharusnya pada masa ini tidak mengulang pendekatan pembangunan sebagaimana yang terjadi pada masa Orde Baru, dimana pemerintah sangat mendominasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pada masa ini per lu dibangun suatu sistem dan mekanisme pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang memberi peran yang lebih nyata kepada masyarakat, dan juga perlu dijadikan masa kebangkitan kapital sosial masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia pada saat sekarang dan untuk kedepannya. Sistem perairan yang dipakai pada zaman Hindia Belanda sebelumnya memang telah telah mengenal tentang saluran primer, sekunder, dan tersier. Tetapi, sumber perairan ini belum memakai sistem bendungan seperti waduk pada sistem perairan yang dipakai Negara Amerika Serikat. Air dalam sistem perairan oleh pemerintahan Hindia Belanda ini disusun menjadi sistem perairan terpadu. Dalam kebijakan pemerintah Hindia Belanda tersebut, para petani yang notabenenya adalah rakyat Indonesia diwajibkan untuk membayar uang iuran sewa sebagai pembayaran atas pemakaian air untuk perkebunan dan persawahan. Selanjutnya, pada 1933 di Amerika dibangun waduk serba guna yang dikenal dengan sebutan TVA
6
yaitu Tennessee Valley Authority. Proyek TVA ini diprakarsai oleh Franklin D.Roosevelt yang tidak lain adalah Presiden Amerika Serikat pada saat itu. Pembangunan sistem perairan TVA ini menuai isu mengenai produksi tenaga listrik, banjir, pencegahan kesehatan dan penanganan akan alam seperti erosi, reboisasi yag dilakukan hampir sama dengan model TVA tersebut. Kemudian di Indonesia pun dibangun sistem perairan yang mirip TVA di Amerika Serikat yang dikenal saat ini, Waduk Jatiluhur. Letak nya di kecamatan Jatiluhur, kabupaten Purwakarta. Nama waduk ini adalah Waduk Ir. H. Juanda dengan luas 8.300 ha. Bendungan untuk perairan ini mulai dibangun pada 1957 oleh kontraktor asal Perancis. Waduk Jatiluhur ini merupakan waduk pertama yang ada di Indonesia. Tujuan pengairan ini adalah sebagai pemasok air untuk memenuhi kebutuhan dalam lahan pertanian dan persawahan.
2.3 Sistem Irigasi di Berbagai Daerah di Indonesia
1.
Aceh
Selain berladang, mata pencaharian bertani yang kedua adalah bersawah. Mata pencaharian ini menjadi mata pencaharian mayoritas atau pokok di kehidupan masyarakat Aceh. Padi merupakan bahan makanan pokok sehari-hari dari seluruh rakyat. Sawahsawah dibentuk petak dengan yang lainnya dibatasi ateung (pematang) dan t erdapat parit parit yang disebut leueng. Sistem pengairannya masih menggunakan batang pinang atau batang pisang sehingga pekerjaan bertani ini cukup memakan waktu. Dengan demikian sistem pengairan atau irigasi di Masyarakat Aceh tersebut masih tergolong tradisional. Namun, semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan maka sistem irigasi tersebut semakin berkembang dan canggih. Dari mata pencaharian yang telah disebutkan tersebut dapat diketahui bahwa potensi sumber daya yang ada di Provinsi Aceh seperti halnya sumber daya lahan, sumber daya air dan sumber daya manusia relaif cukup melimpah. Kondisi geografisnya bervariatif mulai dari daerah pedataran di kawasan pantai hingga daerah pegunungan yang berada di
7
bagian tengah. Dengan kondisi geografi kawasan pegunungan tersebut maka banyak dijumpai banyak anak-anak sungai yang pada akhirnya membentuk sebuah sungai yang merupakan sumber air untuk irigasi yang secara berkelanjutan mengalirkan air yang pada akhirnya akan menuju ke laut, inilah yang menjadi sumber air yang potensial. Sumber daya manusia atau penduduknya juga mempunyai pencaharian pokok yang sebagian besar adalah petani. Dengan adanya perkembangan teknologi yang relatif tidak terlalu canggih untuk diterapkan di sektor pertanian, maka pengembangan sistem pertanian dapat menjadi tulang punggung pengembangan ekonomi di Provinsi Aceh. Proses pengembangan pertanian khususnya di bidang irigasi perlu dituntaskan dengan penanganan pasca panen, sehingga pengembangannya akan menuju kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Aceh. Oleh karena itu, dengan potensi lahan yang relatif sangat luas dengan tingkat kesuburan yang tinggi dan kondisi iklim yang mendukung, maka usaha pengembangan pertanian melalui program irigasi merupakan dasar pengembangan dan peningkatan petumbuhan ekonomi masyarakat Aceh. Air irigasi diperlukan pada musim kering (kemarau) dimana air yang tersedia disumbernya sendiri juga mengalami penyusutan sehingga penyadapan air tidak dapat terlaksana sesuai dengan perencanaan. Air yang dibutuhkan dapat saja tidak sampai ke sawah karena adanya kerusakan seperti jebolnya pintu air dan saluran pada saat terjadi bencana alam banjir yang belum diperbaiki. Solusinya adalah perbaikan kerusakan secepatnya sebelum musim tanam tiba. Perbaikan ringan sebenarnya dapat dilakukan oleh masyarakat petani melalui gotong royong dan kalau terjadi kerusakan berat adalah tanggung jawab pemerintah. 2.
Jambi
Jambi merupakan sebuah wilayah agraris yang terletak dipesisir timur bagian tengah Pulau Sumatra. Jambi termasuk salah satu daerah yang diduga berasal dari suku bangsa Melayu, yaitu kerajaan Melayu yang terletak di Batang Hari. Sebagai wilayah agraris Jambi memiliki matapencaharian yang khas dalam sistem pertaniannya. Dimana masyarakat Jambi memiliki ladang dan sawah sebagai media bertani mereka. Dalam melakukan bercocok tanam berladang, masyarakat Jambi mengklasifikasikan dua jenis tanah yang bisa dijadikan lahan untuk dijadikan ladang, yaitu umo renah dan umo
8
malang. Umo renah adalah ladang yang cukup luas yang terbentang pada sebidang tanah yang subur dan rata. Tanah tersebut biasanya terdapat di pinggir sungai dan lereng bukit yang datar. Ladang ini biasanya ditanami oleh padi dengan melubangi tanah dengan cara ditugal.Sedangkan umo talang, yaitu ladang yang dibuat orang di dalam hutan belukar yang letaknya jauh dari pedesaan dan biasanya ditanami padi dan tanaman pendukung disekitarnya. Kemudian untuk bersawahnya sendiri, orang Jambi menerapkan sistem yang hampir sama dengan masyarakat Indonesia lainnya. Dimana, masyarakat Jambi memiliki tiga model sawah, yaitu : a.
Sawah payau adalah sawah yang dibuat di atas sebidang tanah yang secara alamiah telah mendapat air dari suatu sumber air, atau tanahnya sendiri telah mengandung air.
b.
Sawah tadah hujan yaitu sebidang tanah kering yang diolah dengan mempergunakan cangkul atau bajak yang diberi galangan atau pematang, kemudian pengairannya sangat tergantung pada hujan.
c.
Sawah irigasi merupakan sawah sejenis tanah sawah yang digarap dengan sistem irigasi, namun tanah diolah dengan cara memakai sumber air dari mata air atau sungai.
Dalam mengolah pertaniannya, masyarakat Jambi menggunakan cara tradisional, seperti penggunaan kincir air sebagai sistem pengairan dan peralatan seperti cangkul, sabit, parang serta bajak kerbau. Kincir air dianggap tepat karena di Jambi banyak terdapat sungai dengan air yang deras. Kincir tersebut merupakan sebuah alat dari kayu dan dipola seperti kipas, berbentuk bulat dimana bagian tengahnya diberi tuas sebagai poros sehingga dapat berputar ketika kincir menganai air.
3.
Yogyakarta
Dalam masyarakat Yogyakarta tidak sedikit masyarakatnya yang bermata pencaharian sebagai petani atau buruh tani. Sejalan dengan kemajuan teknologi, berbagai peralatan modern di bidang pertanian sudah dikenalkan pemerintah Yogyakarta sejak tahun 1960-
9
1970 an. Di dalam pengolahan sawah dapat dikatakan bahwa hampir semua penduduk Yogyakarta baik yang bermukim di dataran tinggi maupun dataran rendah masih menggunakan peralatan pertanian yang sama jenis dan fungsinya. Pada sebelumnya dalam system pengairan di daerah Yogyakarta masih menggunakan sistem tadah hujan, tadah hujan disini yaitu maksudnya tanah sawah yang pengairannya tergantung pada air hujan, dimana hal ini sering digunakan pada daerah yang keadaan tanah di daer ah tersebut tidak memungkinkan penduduknya untuk menikmati pengairan dalam mengolah sawahnya di sepanjang tahun, oleh karena itu panen yang dapat mereka nikmati hanya satu kali dalam satu tahun. Pada saat ini pengolahan sawah dengan menggunakan pengairan teknis atau tanah sawah yang memperoleh pengairan menggunakan system irigasi teknis sudah mulai berkembang dimana yang dimaksud irigasi teknis ini yaitu jaringan irigasi Dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang, hal ini dilakukan agar penyediaan dan pembagian air dapat diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya jaringan semacam ini terdiri dari saluran induk dan sekunder serta tersier, dimana saluran induk dan sekunder, serta dalam distribusinya dibangun dan dipelihara oleh Dinas pengairan atau pemerintahan biro. Bagi desa-desa di Yogyakarta yang desanya telah dilintasi saluran irigasi tersier dengan begitu dapat melakukan pengairan di sepanjang waktu, dimana para petani hanya tinggal mengontrol kapasitas air yang dibutuhkan. Selain itu, dengan adanya system irigasi ini pada saat musim kemarau para petani tidak lagi membiarkan sawahnya tidak ditanami apapun. Merekapun memiliki kesempatan untuk menanami sawahnya dua kali dalam satu tahun, atau bahkan tiga kali dalam satu tahun. Perubahan dari system tadah hujan ke system irigasi memberikan banyak keuntungan bagi petani Yogyakarta, dimana adanya irigasi menyebabkan frekuensi menanam padi di sawah meningkat. Perubahan disini tidak hanya terjadi pada frekuensi menana m padi saja tetapi juga pada hasilnya yang mengalami peningkatan, dimana sebelum adanya system irigasi teknis tanah seluas 2000m, para petani paling banyak mendapatkan hasil sebanyak 5 kuintal tetapi setelah diterapkannya system irigasi hasilnya dapat mencapai 8 kuintal. Apabila terjadi suatu kerusakan saluran-saluran pengairan, biasanya menjadi tanggung jawab bagian dari pembinaan pengairan, akan tetapi jika membutuhkan swadaya masyarakat biaya ditanggung bersama oleh para pemakai air.
10
Sistem irigasi teknis ini tidak digunakan oleh semua masyarakat Yogyakarta, dibeberapa tempat lainnya menggunakan system irigasi yang berbeda seperti pada daerah Harjobinangun, dimana pengairan untuk mengolah sawah diperoleh dari sumber mata ai r pegunungan di sekitar kaliurang. Oleh penduduk setempat system ini disebut dengan system “Ilenan”, atau tanah sawah pengairan non PU, yaitu tanah sawah yang memperoleh pengairan dari system pengairan yang dikelola sendiri oleh masyarakat tanpa campur tangan PU. System ilenan ini dilakukan dengan cara masyarakat bergotong royong membendung sungai yang bermata air dari kaliurang, selanjutnya dialirkan ke parit yang akhirnya menuju ke sawah-sawah. Dalam memperkenalkan system pertanian yang modern sudah dilakukan oleh pemerintah dengan adanya salah satu program pemerintah Yogyakarta dalam rangka meningkatkan hasil pertanian. Dalam usahanya untuk mewujudkan hal-hal tersebut di terdapat suatu program yang disebut dengan Panca Usaha Tani yaitu adanya penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengairan, pembrantasan hama dan penyakit dan teknik bercocok tanam. Keberhasilan pembangunan pertanian di propinsi Yogyakarta di samping dil uncurkannya program Panca Usaha Tani, juga dipengaruhi oleh tanggapan dari masyarakat yang berarah kepada tanggapan positif terhadap program yang dikembangkan oleh pemerintah daerah tersebut. Jelaslah bahwa petani Yogyakarta memang menjadi contoh nasional yang mampu dengan cepat mengadopsi teknologi baru yang memungkinkan peningkatan produksi padi secara menyakinkan, sehingga propinsi ini meskipun luas sawahnya yang beririgasi relatif sempit, dapat mengatasi masalah pangan penduduknya. Disamping Yogyakarta juga Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,dan Jawa Barat. Bahkan dibandingkan dengan Jepang dan Taiwan petani Yogyakarta dan Jawa mampu melipat gandakan hasil per hektar padi jauh lebih cepat yaitu 13 tahun, sedangkan petani Jepang memerlukan waktu 65 tahun, dan petani Taiwan 32 tahun. 4.
Karawang
Kabupaten Karawang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Barat. Kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Bekasi dan kabupaten Bogor di barat, Laut Jawa di utara, kabupaten Subang di timur, kabupaten Purwakarta di tenggara, serta kabupaten Cianjur di selatan. Kabupaten karawang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
11
menjadi gudang beras nasional. Prasarana sumberdaya air yang ada di Kabupaten Karawang berupa saluran-saluran irigasi teknis yang berfungsi menunjang kegiatan pertanian lahan sawah sebagai kegiatan penduduk yang dominan. Saluran induk yang terdiri dari: Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah, dan Saluran Induk Tarum Barat. Dalam pengairan sawah di Kabupaten Karawang berada di daerah pengairan Jatiluhur dan di luar daerah pengairan Jatiluhur. Masyarakat di Kabupaten Karawang sebagian besar mata pencahariannya dari pertanian, maka sistem pertanian di Kabupaten Karawang telah mengenal irigasi bahkan mereka telah mengembangkan metode SRI. System of Rice Intensfication (SRI) yaitu cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran dengan berbasis pada pengolahan tanah, tanaman dan air. Di Indonesia gagasan SRI telah di uji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pada dasarnya konsep metode SRI adalah tanam benih muda dengan pola tanam tunggal (satu benih untuk satu lubang) dan menggunakan sistem irigasi berselang (terputus). Pada metode SRI sistem pertanian dalam penanaman padai menggunakan unsur-unsur organik seperti pestisida nabati, pupuk organik, sehingga membuat lahan dapat menjadi lebih subur. Penerapan pengelolaan sistem pertanian pada tanaman padi di Kabupaten Karawang menggunakan metode SRI. Hal ini dikarenakan tanah di Kabupaten Karawang secara umum bertekstur lengket dan kering yang menandakan bahan organik rendah. Disamping telah menggunakan cara yang sudah modern, ada juga seb agian masyarakat di sana yang masih memanfaatkan bahan-bahan disekitarnya untuk membuat kompos dengan memanfaatkan kotoran hewan, jerami sisa panen, arang sekam dan sebagainya. 5.
Bali
Dalam hal ini saya mengkaji sejarah dan perkembangan sistem pertanian dengan irigasi di daerah Bali. Bali merupakan daerah yang mempunyai potensi besar dalam pertanian, hal tersebut dapat dilihat dari letak geografis Bali dengan empat danau besar yang mampu memberikan pembagian air secara merata. Adapun tiga buah danau diantaranya Danau Beratan, Buyan, dan Tamblingan berfungsi sebagai sumber air bagi Bali tengah, barat,
12
dan selatan. Sementara danau Batur yang terletak di Bangli berfungsi sebagai sumber air di Bali bagian timur. Perkembangan bidang pertanian di Bali cukup membanggakan, salah satunya di daerah Bali Utara. Hal tersebut diketahui bahwa pada tahun 1970-1980 tanaman jeruk di Buleleng menjadi tanaman primadona yang dapat mengantarkan Bali utara dalam kesuksesan di bidang ekonomi. Selain itu, keberhasilan Bali dalam bidang pert anian juga dipengaruhi besar oleh sistem pertanian irigasi tra disional Bali yaitu Subak. Subak adalah sistem irigasi masyarakat Bali yang di dalamnya menyangkut hukum adat dan memiliki karakteristik khas yaitu sosio-agraris-religius.Sistem irigasi Subak ini juga merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan persawahan. Adapun beberapa kajian yang dilakukan oleh para ahli mengatakan bahwa sistem irigasi Subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari Parahyangan ditujukan pemujaan terhadap pura pada wilayah subak, Pawongan menandakan adanya organisasi yang mengatur sistem irigasi subak, dan Palemahan menandakan kepemilikan lahan atau wilayah di setiap subak. Ketiga hal tersebut mempunyai hubungan yang bersifat timbal balik. Sistem pertanian dengan sistem irigasi Subak yang terdapat di Bali sebenarnya telah ada sebelum sistem pertanian yang berkembang di Bali sejak t ahun 678 M. Walaupun sistem irigasi Subak tercatat di Bali sejak tahun 1071, hal tersebut disebabkan oleh peran dan pengaruh raja-raja di Bali yang mempengaruhi perubahan pada sistem irigasi subak. Adapun perwujudan konsep THK dalam operasional sistem irigasi subak antara lain : a.
Subsistem budaya yang dicerminkan dengan pola pikir pengelolaan air irigasi yang dilandasi dengan keharmonisan dan kebersamaan.
b.
Subsistem sosial yang dicerminkan dengan adanya organisasi subak yang disesuaikan dengan kepentingan petani, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Sehingga konflik yang terjadi di dalam subak dapat dihindari agar tercipta keharmonisan.
c.
Subsistem artefak/kebendaan yang dicerminkan dengan ketersediaan sa rana jaringan irigasi yang sesuai dengan kebutuhan subak, pendistribusian air secara adil, dan proses peminjaman air. Sehingga, konflik-konflik dapat dicegah.
13
Untuk memperoleh penggunaan air yang optimal dan merata, air yang berlebihan dapat dibuang melalui saluran drainasi yang tersedia pada setiap komplek sawah milik petani. Sementara itu, untuk mengatasi masalah kekurangan air yang tidak terduga, para petani di Bali melakukannya dengan cara-cara seperti: 1). Saling pinjam meminjam air irigasi antar anggota subak dalam satu subak, atau antar subak yang sistemnya terkait. 2). Melakukan sistem pelampias, yakni kebijakan untuk memberikan tambahan air untuk lahan sawah yang berada lebih di hilir. Jumlah tambahan air ditentukan dengan kesepakatan bersama. 3). Melakukan sistem pengurangan porsi air yang harus diberikan pada suatu komplek sawah milik petani tertentu, bila sawah tersebut telah mendapatkan tirisan air dari suatu kawasan tertentu di sekitarnya. 4). Jika debit air irigasi sedang kecil, petani anggota subak tidak dibolehkan ke sawah pada malam hari, pengaturan air diserahkan kepada pengurus Subak. Dibalik keunggulan-keunggulan yang terdapat pada sistem irigasi tradisional khususnya Subak mempunyai kelemahan, adapun kelemahan paling menonjol dari yaitu ketidakmampuannya untuk membendung pengaruh luar yang menggerogoti artefaknya, yang terwujud dalam bentuk alih fungsi lahan, sehingga eksistensi sistem irigasi tradisional termasuk didalamnya sistem subak di Bali menjadi tidak berjalan dengan baik. Adapun salah satu penyebabnya yaitu dengan adanya
revolusi hijau, dimana telah
menyebabkan perubahan pada sistem irigasi tradisional, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Metode yang baru pada revolusi hijau ini pada awalnya menghasilkan hasil panen yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. 6.
Kalimantan
Lahan pasang surut adalah lahan yang musim penghujannya berlangsung pada bulan desember-mei permukaan air pada sawah akan naik sehingga tidak dapat di tanami padi. Musim kemarau terjadi pada bulan juli-september, air permukaan akan surut yang mana
14
pada saat itu tanaman padi baru dapat ditanam pada lokasi yang berair (LIPI Kalimantan, 1994). Dalam keadaan alaminya lahan rawa pasang surut letaknya terpencil dan tidak ada penduduk yang menggarapnya. Pembukaan lahan rawa pasang surut dilakukan oleh Pemerintah terutama disepanjang pesisir Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat serta di bagian selatan Irian Jaya (sekarang Papua). Tanah Lahan Pasang Surut memiliki sifat yang berbeda dari tanah lainnya : a.
Tanah sulfat masam dengan senyawa pirit
Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. pirit dapat berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Sistem pengairan pada lahan pasang surut dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 1). Sistem irigasi dari bawah ke atas (lowe to upper flow irrigation system) Sistem ini dilakukan dengan konstruksi bendung, canal dari soil (cement), sistem irigasi bawah ke atas dapat mengurangi pengaruh sedimen pada kanal dan sawah, karena sistem ini dapat menghilangkan stagnasi tinggi pasang surut yang akhirnya menghilangkan sedimentasi (Morgan, 1986). Dari keadaan air sungai yang permukaannya di bawah rata-rata permukaan tanah di tepi sungai maka untuk mendapatkan air dari sungai tani diberika alternatif pompanisasi, sistem pompanisasi ini membutuhkan pompa lebih dari satu untuk dipasang secara paralel. 2). Sistem Aliran Satu Arah Pelaksanaan sistem ini tergantung kepada kesepakatan pengaturan pintu-pintu air.
Jika salah satu saluran tersier berfungsi sebagai saluran pemasukan (irigasi), maka saluran tersier disebelahnya dijadikan saluran pengeluaran(drainase). Saluran
15
pemasukan diberi pintu air yang membuka ke dalam, sehingga pada waktu pasang air dapat masuk dan air tidak dapat ke luar jika air surut.
Saluran pengeluaran diberi pintu air yang membuka ke luar, sehingga pada waktu air surut air dapat keluar dan air tidak dapat masuk jika air sedang pasang.
Saluran kuarter yang merupakan batas pemilikan perlu ditata mengikuti aliran satu arah. Pada lahan yang bertipe luapan B, pintu flap gate dilengkapi stop log yang difungsikan pada waktu air pasang kecil.
2.4 Permasalahan irigasi di Indonesia
Sebagai negara yang sebagian besar penduduknya bekerja dalam sektor pertanian, maka pembangunan irigasi sangatlah penting bagi bangsa ini. Ada banyak sekali permasalahan yang timbul dalam usaha pembangunan fasilitas pertanian ini baik faktor alam maupun manusianya. Berikut adalah beberapa ulasan tentang permasalahan irigasi yang ada diIndonesia. 1.
Fluktuasi ketersedian jumlah air.
Indonesia adalah negara beriklim tropis dengan dua musim. Secara umum kebutuhan air akan meningkat drastis pada musim kemarau padahal jumlah air yang tersedia pada musim kemarau bisa dibilang sedikit. Kemudian pada musim penghujan terjadi hal yang sebaliknya, jumlah air sangat melimpah hingga harus dibuang melalui saluran drainasi menuju laut. Tantanganya adalah bagaimana cara menyimpan jumlah air yang berlebihan saat musim penghujan untuk di distribusikan pada musim kemarau. Maka dibutuhkan bangunan penampung air seperti waduk, situ dan saluran air sangat berperan dalam kasus ini. 2.
Daerah rawan banjir.
Berkaitan dengan dengan masalah pertama tentang fluktuasi air permukaan pada musim penghujan jumlah air sangat melimpah apabila salah dalam penanganan akan mengakibatkan bencana banjir. Sistem irigasi yang baik seharusnya bisa menyimpan air yang melimpah tanpa menyebabkan banjir.
16
3.
Permasalahan topografi.
Kita tahu bahwa sifat air adalah mengalir dari dataran tinggi ke rendah. Disini terdapat masalah, kadang-kadang ketersediaan sumber air permukaan tidak sesuai dengan kebutuhan. Ada sumber air yang terletak sangat jauh dari sawah petani sehingga jika dibuat jaringan irigasi akan sangat mahal sekali. Ada pula yang dekat dengan areal persawahan tapi posisinya lebih rendah, ini adalah suatu kondisi yang tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan bangunan yang mampu mempertinggi muka air semacam bendung atau pompa air. Maka investasi yang besar dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. 4.
Keadaan tanah.
Mengapa keadaan tanah dimasukan dalam permasalah irigasi? Jenis tanah akan menjadi faktor penting dalam usaha mencapai eberhasilan pembangunan irigasi. Tanah yang baik adalah tanah yang subur untuk tanaman dan tidak porous. Tanah harus bisa menyimpan air dalam waktu yang cukup lama agar tidak meresap hilang kedalam bumi. Maka jenis tanah tertentu ada yang tidak cocok untuk dijadikan daerah pertanian. Sebagai contoh tanah di daerah karst atau pegunungan kapur, tidak cocok sebagai irigasi pertanian karena terlalu porous sehingga air mudah hilang. 5.
Sumber daya manusia.
Faktor yang paling utama untuk mencapai keberhasilan pembangunan irigasi adalah SDM yang ada itu sendiri. SDM yang saya maksud dalam hal ini adalah para petani. Perilaku petani dalam memandang air yang masih bersifat sosial (bebas), Perilaku petani dalam mengelola sarana dan prasarana irigasi masih minim (rasa memiliki sangatlah kurang), SDM petani kita masih rendah, sebagian besar petani kita kurang kerjasama dalam pengelolaan irigasi.
17
Sumber : http://afandi-corner.blogspot.co.id
Gambar 2.1 Saluran Irigasi tercemar sampah
Foto diatas adalah salah satu contoh kekurang pedulian warga dalam menjaga kebnersihan saluran irigasi. Ini adalah salah satu contoh masalah sosial yang kadang tidak diperdulikan. Degan adanya sampang yang sebanyak itu maka jaringan irigasi tidak akan bekerja dengan lancar dan bisa mendatangkan bencana banjir. Terlepas dari perilakunya, hal yang lebih mendasar lagi untuk membuka sawah ialah seberapa banyak jumlah petani yang ada dalam suatu wil ayah tersebut dan apakah mereka bersedia? Hal itu harus dipastikan terlebih dulu sebelum membangun jaringan irigasi didaerah persawahan yang baru. 6.
Pembebasan lahan.
Faktor sulit atau tidaknya pembebasan lahan sangat berpengaruh terhadap cepat atau tidaknya pembangunan irigasi itu dilaksanakan. Hal ini tidak bisa terlepas dari kerelaan pemilik lahan untuk diajak berkompromi. Setahu saya pembebasan lahan di-Indonesia merupakan suatu yang cukup sulit. Hal ini harus diatasi dengan memberikan kompensasi yang memadai bagi para pemilik lahan. 7.
Peningkatan jumlah penduduk.
18
Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi saat ini sudah cukup memberikan maslah dalam bidang pertanian, terutama didaerah jawa. Masalah tersebut adalah berubahnya fungsi lahan pertanian menjadi perumahan penduduk. Semakin menyempitnya lahan akan menjadikan produksi hasil pertanian juga menurun. 8.
Pembangunan kadang tidak memberikan fasilitas penunjang hidup yang memadai.
Pembangunan irigasi untuk persawahan tidak bisa berdiri sendiri. Pembangunan ini harus berkesinambungan dengan sarana dan prasarana penunjang kehidupan petani yang lain diantaranya : pembangunan jaringan transportasi yang baik, fasilitas lingkungan, tidak terpencil dan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. 2.5 Modernisasi Irigasi di Indonesia
Modernisasi di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang mendasar pada pola-pola pertanian, dari cara-cara tradisional menjadi cara-cara yang lebih maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pengunaan sarana-sarana produksi pertanian, dan pengaturan waktu panen. Pengenalan terhadap pola yang baru dilakukan dengan pembenahan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian, seperti, kelompok Tani, KUD, PPL, Bank Perkreditan, P3A, dan sebagainya. Selanjutnya ditetapkan pola pengembangan dalam bentuk, usaha ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi.Selama beberapa pelita, modenisasi pertanian telah membawa perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi
pertanian yang
mencapai
puncak
ketika
tercapainya
swasembada
pangan.Namun kondisi ini tidak bertahan lama, dan pada akhirnya membawa kembali bidang pertanian di Indonesia dalam suasana keperhatinan yang ditandai dengan menurunnya tingkat produksi, sehingga menjadikan Indonesia kembali sebagai pengimpor beras. Modernisasi pertanian merupakan suatu upaya dalam menghadapi tantangan jaman yang semakin kompleks dengan berbagai permasalahan pertanian.Pada awalnya pertanian hanya mengandalkan keadaan alam saja tanpa melakukan suatu inovasi untuk meningkatkan produktivitas. Namun sejalan dengan menurunya kemampuan lahan pertanian dalam memenuhi kebutuhan sementara jumlah penduduk yang semakin
19
meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan pangan pun meningkat di samping terjadinya penyempitan lahan pertanian dengan adanya alih fungsi lahan.Oleh karena itu, manusia mulai berfikir formula-formula yang tepat guna dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian. Modernisasi di Indonesia harus mulai ditingkatkan dan dilakukan secara serius menyangkut sistem pengelolaan irigasi untuk memenuhi tingkat layanan (level of service) irigasi secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Untuk meningkatkan layanan tersebut guna mendukung ketahanan pangan dan air untuk masa depan, hal yang perlu ditingkatkan adalah sebagai berikut : 1.
Peningkatan keandalan penyediaan air irigasi
2.
Perbaikan sarana dan prasarana irigasi
3.
Penyempurnaan sistem Pengelolaan irigasi
4.
Penguatan Institusi pengelola irigasi
5.
Pemberdayaan Sumber daya manusia pengelola irigasi
2.5.1. Peningkatan Keandalan Penyediaan Air Irigasi
Permasalahan lama yang selalu terjadi di Indonesia adalah masalah ketersediaan air ketika musim kemarau melanda, akhir akhir ini beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah mengalami kekeringan akibat kemarau. Daerah yang mengalami kekeringan sebagian besar adalah daerah yang terletak pada d aerah dataran rendah, sedangkan untuk daerah seperti pegunungan tidak mengalami kekeringan karena dekat dengan sumber mata air, sebagai contoh adalah di daerah kabupaten Sumedang Jawa Barat. Kekeringan yang melanda di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak bisa di akibatkan karena kemarau, tetapi jika kita cermati lebih detail, hal ini disebabkan karena sistem irigasi yang digunakan dan karakter petani dalam menggunakan air irigasi. Pertanian di Jawa barat dan Jawa Tengah rata rat a menggunakan sistem irigasi permukaan dengan menggunakan sungai sebagai sumber utama dalam irigasi. Sistem ini adalah sistem yang diterapkan pemerintah kolonial belanda ketika menjajah Indonesia, dimana sistem ini digunakan dalam mengairi perkebunan tebu dan tembakau. Sistem irigasi permukaan ini sangat merugikan, dimana ketika musim hujan tiba fasilitas infrastruktur
20
yang ada akan rusak karena debit air di sungai sangat besar sehingga memerlukan perbaikan dan perawatan infrastruktur jaringan irigasi dengan biaya lumayan besar. Selain itu, kekurangan dari sistem irigasi permukaan ini adalah air irigasi akan terbuang sia sia karena mengikuti gaya gravitasi bumi yaitu air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah mengikuti kontur sungai. Pengelolaan sumber daya air sangat perlu dilakukan supaya pemenuhan kebutuhan air irigasi bagi lahan pertanian dapat tercukupi sepanjang tahun. Langkah real yang harus dilakukan adalah membuat sistem irigasi jenis lain yang dapat digunakan tanpa di pengaruhi oleh musim dan meminimalisir kerusakan serta kerugian pada infrastruktur irigasi. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengelola sumber daya air untuk kebutuhan irigasi adalah dengan sistem genangan atau embung, sistem genangan/embung dapat kita jumpai di daerah bagian selatan Jawa Barat , seperti Garut, Sumedang, Cianjur, Bogor. Pada umumnya sistem ini di gunakan masyarakat hanya untuk pengembangbiakan ikan tawar seperti nila, mujaer dan ikan mas, rata rata embung/genangan ini milik pribadi dan terletak di sekitar tempat tinggal penduduk. Metode yang digunakan masyarakat sekitar dalam membuat genangan/embung hanya pemenuhan kebutuhan air untuk ikan ternaknya, artinya volume air dalam genangan/embung memiliki batas tertentu dan jika batas itu telah terpenuhi, maka airpun akan di buang ke saluran pembuang. Beberapa kelemahan yang ditemukan dalam sistem genangan/embung di daerah selatan J awa Barat adalah pertama, lokasi terletak di dalam lahan pribadi, kedua; genangan/embung tidak membentuk rantai jaringan hingga daerah yang lebih rendah, sehingga volume air tidak bisa dipertahankan bahkan cenderung hilang karena limpasannya akan diteruskan ke sungai. Akibat yang dapat dirasakan langsung adalah ketika kemarau, air tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan bercocok tanam karena hanya dapat dimanfaatkan
oleh
lahan
yang
dekat
dengan
sungai.
Sebenarnya,
sistem
genangan/embung ini akan sangat menguntungkan jika pengelolaannya menggunakan metode yang baik dan benar, sehingga kekeringan-pun dapat diminimalisir. Sistem yang perlu diterapkan di Indonesia yaitu seperti di Negara Tiongkok, dimana sistem irigasi yang mereka gunakan adalah sistem genangan/embung. Sistem genangan/embung yang digunakan membentuk seperti rantai multi level, sehingga air
21
akan dapat dimanfaatkan hingga lahan pertanian paling rendah, dimulai dari daerah kaki bukit, dimana petani membuat tempat genangan/embung untuk menampung air yang berasal dari mata air alami kemudian setelah tertampung, air akan di alirkan ke lahan sawah di bawahnya dengan luas lahan di sesuaikan oleh kontur tanah, rata rata dengan jangkauan radius 5 km ke segala penjuru arah dibawah genangan pertama. Setelah diperoleh jangkauan maksimal dalam mengairi lahan pertanian, maka di buatlah genangan/embung untuk level berikutnya, sistem kerjanya sama dengan level sebelumnya yaitu untuk mengairi lahan pertanian pada radius tertentu sesuai volume dan debit air ahir, kemudian dibuat lagi genangan/embung lalu di alirkan ke lahan pertanian dibawahnya hingga sampai lahan pertanian paling rendah. Sistem genangan/embung banyak digunakan di Tiongkok karena kondisi geografis Negara Tiongkok sebagian besar adala h daratan luas penuh perbukitan curam dan memiliki sungai sungai yang besar serta curam, sehingga jika menggunakan sistem irigasi permukaan dengan sumber utama sungai, maka akan sangat sulit. Hal serupa-pun dapat dilakukan di Indonesia, terutama untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sistem irigasi genangan harus membentuk jaringan multi level, sehingga dapat menjaga stabilitas air meskipun volume dan debitnya semakin mengecil.
Selain
itu,
tempat
genangan/embung
dapat
digunakan
untuk
pengembangbiakan ikan tawar, sehingga kebiasaan warga tidak hilang yaitu beternak ikan. Jika sistem genangan/embung diterapkan di Indonesia, khususnya daerah selatan Jawa Barat, tentu akan banyak mengalami kendala, seperti : 1.
Masalah lahan, karena dalam membangun sebuah genangan/embung diperlukan lahan yang harus di hibahkan untuk kepentingan bersama. Hal ini akan sangat sulit terealisasi karena kondisi lahan pertanian milik individu. 2. Ketertiban yang terstruktur dan teratur, maksudnya adalah ketika mengairi lahan pertanian, harus tertib dan teratur sesuai lokasi lahan pertanian, sehingga lahan yang terletak di bagian atas akan terlebih dahulu diairi, setelah mer ata dilanjutkan ke lahan yang berada dibawahnya. Kebiasaan petani, dalam memperoleh air irigasi tidak memperhatikan faktor geografis, melainkan menginginkan lahannya lebih dulu terairi, kebiasaan ini dapat merugikan semua pihak karena ahirnya penyebaran air tidak merata.
22
3. Perawatan
dan
pemeliharaan
infrastruktur,
maksudnya
perawatan
dan
pemeliharaan dari genangan/embung serta jaringan infrastruktur distribusi air irigasi karena jika perawatan dan pemeliharaan tidak diperhatikan sert a dilakukan, maka kerusakan bangunan akan mudah terjadi. Namun, Ketiga kendala yang kemungkinan terjadi ini dapat dihilangkan jika petani sepakat untuk mejaga dan merawat demi kelancaran bercocok tanam sepanjang tahun, sehingga falsafah gotong royong dapat diwujudkan dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan gotong royong kebersamaan akan mudah dirasakan karena dilaksanakan bersama dan hasilnya dapat dirasakan bersama. 2.5.2. Perbaikan Sarana dan Prasarana Irigasi
Untuk meningkatkan hasil panen salah satunya adalah dengan menerapkan teknologi pertanian modern. Sebagai contoh, peralatan dan cara pertanian petani jepang modern telah terbukti membawa Jepang menjadi negara yang berhasil mewujudkan swasembada pangan. Jepang membangun pertanian tidak hanya sekedar bertani dan menanam namun mengubah image bertani menjadi industrialisasi dengan bantuan kecanggihan teknologi. Hal inilah yang perlu diterapkan di Indonesia. Pertanian di negara Jepang sangat diatur secara detail, dikerjakan secara serius, mengutamakan
teknologi
namun
tetap
ramah
lingkungan.
Dengan
keunikan
pengelolaannya itu, Badan Pertaniannya PBB (FAO) menjadikan daerah pertaniaan di Jepang masuk dalam daftar Warisan Penting Sistem Pertaniaan Global (GIAHS). Dengan porsi lahan pertanian hanya 25 % saja, masyarakat Jepang benar-benar memanfaatkan lahan mereka secara efisien, mereka menanam di pekarangan, ruang bawah tanah, pinggiran rel kereta, di atas gedung, pokoknya setiap lahan yang dapat dimanfaatkan mereka optimalkan. Penanam Padi Otomatis (Rice transplanter) adalah mesin modern untuk menanam bibit padi dengan sistem penanaman yang serentak. Mesin ini sudah banyak di gunakan di beberapa negara. seperti China dan Taiwan. Cara pakai alat ini sangat gampang. Bibitkan gabah dalam petakan sawah seluas 20×80 cm. Setelah tumbuh menjadi bibit dan sudah berumur 15 hari, bibit tersebut ditaruh di atas mesin rice transplater. Selanjutnya, mesin siap beroperasi. Dalam sekali gerak, mesin ini dapat membuat 4 jalur dengan jarak antar
23
jalur 30 cm. Hanya dalam waktu 4 jam, satu ton bibit padi yang digendongnya sudah habis ditanam. Berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian membuat peta ni harus lebih efisien dalam bertani dengan modernisasi alat-alat pertanian dan teknologi pertanian. Dengan pola tanam tersebut tentu dapat menghemat tenaga kerja, waktu serta hasil panen yang memuaskan. Selain menanam padi, kegiatan lainnya seperti membajak sawah, memupuk, hingga memanen juga menggunakan bantuan teknologi. Untuk menghalau hama jepang akan menggunakan teknologi lampu LED
Sumber : http://pameranpertanian.blogspot.co.id
Gambar 2.2 Mesin Penanam Padi Otomatis
Sumber : tribunnews.com
Gambar 2.3 Petani di Indonesia sedang menanam padi
24
Selain itu, bangunan-bangunan penunjang irigasi juga perlu ditingkatkan, seperti pada Bnagunan Utama harus adanya rumah jaga setidaknya 3 rumah untuk 3 keluarga, trash rack, boulder rack, pintu elektro-mekanik, shelter pelindung pintu, alat ukur debit, kantong lumpur. Untuk saluran, harus diciptakannya saluran stabil. Saluran bagusnya menggunakan setidaknya pasangan batu atau bahkan beton, sehingga debit yang dihasilkan menjadi lebih banyak. 2.5.3. Penyempurnaan sistem Pengelolaan irigasi
Di dalam PP No. 20/2006 prinsip partisipasi merupakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian diselengarakan secara partisipatif dan pelaksanaannya dilakukan dengan berbasis pada peran serta masyarakat
petani/P3A/GP3A/IP3A. Kemudian penjabaran tentang
pembaruan pengelolaan irigasi partisipatif terdiri dari 5 (lima) prinsip yaitu : 1.
Redefinisi tugas dan tanggung jawab institusi yang membidangi pengelolaan irigasi untuk
menjamin
peran
komunitas
petani
yang
lebih
besar
dalam
pengambilankeputusan, 2.
Peningkatan kemampuan petani melalui otonomi, P3A yang percaya diri, mengakar pada masyarakat,
3.
Partisipasi P3A pada pengelolaan irigasi , dengan prinsip satu sistim, satu manajemen dan pengaturan yang sedekat mungkin dengan para pengguna (users).
4.
Pembiayaan operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi jaringan irigasi secara transparan dan efektif berdasarkan kebutuhan biaya nyata opersi dan pemeliharaan serta prinsip kebutuhan (demand driven),
5.
Keberlanjutan sistim irigasi melalui kebijakan umum konservasi sumber daya
Peran petani yang tergabung dalam P3A/GP3A/IP3A dalam produk-produk hukum irigasi saat ini memiliki ruang yang sangat besar dalam dalam pengelolaan irigasi sehingga memperkuat kemadirian kelembagaan petani. Jadi dengan produk-produk hukum tersebut pengelolaan irigasi saat ini harus menjadi suatu keseriusan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan pengelolaan irigasi yang benar -benar berpihak kepada petani pemakai air. Akibat kebijakan masa lampau yang dilaksanakan oleh pemerintah yang menjadikan petani yang tergabung dalam P3A/GP3A/IP3A hanyalah
25
sebagai obyek dari program-program pengelolaan irigasi selama ini. Sehingga petani tidak merasakan manfaat dan bertangungjawab terhadap pemeliharaan jaringan dan fasilitas irigasi yang dibangun oleh pemerintah. P3A/GP3A seringkali menemui hambatan pada kemauan petani untuk membayar iuran irigasi (sweneh) rendah. Faktor – faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi seperti adanya pengalaman masa lalu dalam hal IPAIR yang tidak jelas peruntukannya, kesadaran petani masih rendah akan pentingnya iuran irigasi bagi pendanaan pengelolaan jaringan
irigasi,
dan
adanya
ketidakpercayaan
anggota
kepada
pengurus
P3A/GP3A/IP3A. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang diuraikan di atas diselenggarakan secara partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan, transparan, akuntabel dan berkeadilan, dengan kata lain penyelenggaraan pelayanan publik ini ditujukan untuk menciptakan penyelenggaraan urusan kepemerintahan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang baik. Untuk dapat mengimplementasikan pengembangan kelembagaan pengelolaan irigasi, maka perlu dilakukan proses pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A. Secara umum pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A adalah memandirikan lembaga/organisasi tersebut dalam perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, pengorganisasian dan pengawasan serta meningkatkan kemampuan dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan kelembagaan sehingga mampu berperan
dalam
kegiatan
PPSIP.
Sasaran
pemberdayaan
adalah
tumbuhnya
P3A/GP3A/IP3A yang mandiri baik dalam aspek organisasi, teknis, keuangan dan partisipasinya dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang didukung oleh peran pemerintah sebagai fasilitator dan dinamisator melalui program yang sesuai dengan kebutuhan P3A/GP3A/IP3A pada aspek teknis irigasi yaitu : 1.
Diarahkan untuk peningkatan dan penguasaan keterampilan praktis pada bidang keirigasian dalam rangka pembangunan, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi sehingga terpelihara dan berfungsi baik.
2.
Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) dan Rencana Pembagian Air (RPA) setiap tahun.
3.
Dapat memberi rasa keadilan dalam pembagian air kepada anggota baik di daerah hulu, tengah, dan hilir.
26
4.
Dapat memecahkan masalah, meredakan konflik pembagian air diantara anggota dan atau dengan pihak luar.
5.
Mampu mengelola dan melaksanakan pembangunan, operasi dan pemeliharaan serta rehabilitasi pada jaringan tersier secara berkelanjutan.
2.5.4. Penguatan Institusi pengelola irigasi
Dalam upaya menciptakan pengelolaan sumber daya air yang efisien dan merata dalam pengalokasiannya diperlukan penyesuaian kelembagaan baik untuk kelembagaan pemerintah, swasta maupun petani. Pada tingkat petani, dipandang penting untuk mengembangkan kapasitas asosiasi pemakai air menjadi suatu organisasi yang mampu berperan ganda, yaitu bukan saja sebagai pengelola jaringan irigasi tetapi juga kegiatan usaha ekonomi. Selain usaha perubahan di tingkat lokal, keberhasilan manajemen di tingkat jaringan (distribusi) dan tingkat sungai (alokasi) sangat menentukan dan berpengaruh sangat besar terhadap ketersediaan air di tingkat lokal. Dengan demikian, kelembagaan yang perlu mendapat perhatian adalah kelembagaan Panitia Irigasi (TK.I dan II), Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA), dan P3A. Hal ini, mengisyaratkan bahwa organisasi sumber daya asosiasi lokal perlu diberi kesempatan untuk mengelola sumber daya air yang tidak hanya terbatas pada tingkat usaha tani, namun melibatkan secara lebih luas di tingkat distribusi dan alokasi. Oleh karenanya, perlu mempertimbangkan langkah-langkah alternatif yang strategis melalui perpaduan perspektif bisnis, dalam kerangka visi organisasi asosiasi pemakai air yang bersifat sosial. Untuk memperkuat permodalan pihak swasta dalam mengelola air irigasi di tingkat makro, sebaiknya saham tersebut juga bisa dimiliki petani anggota P3A yang berminat. Sistem kepemilikan saham ini akan mampu meningkatkan rasa kepemilikan petani terhadap organisasi tersebut, serta mampu meningkatkan rasa saling ketergantungan. Pemerintah sangat berperan penting dalam peningkatan pertanian, sebagai contoh yang dapat dicontoh dan diterapkan untuk Negara kita yaitu pemerintah Jepang yang sangat mendukung kegiatan pertanian di negara mereka. Berikut ini merupakan kebijakan serta peraturan yang diterapkan di Jepang :
27
1.
Pemberian bantuan dengan bunga yang sangat kecil untuk petani, bahkan mereka melarang lahan pertanian di jual sebagai tempat bangunan atau lain sebagainya. Namun berkebalikan jika tanah-tanah pertanian di wariskan ke anak cucu para petani pemerintah akan membantu dalam hal pajak, sehingga petani di sana tidak kesulitan dalam urusan pajak terutama.
2.
Memberikan beasiswa untuk mahasiswa pertanian di sana, sehingga dapat menciptakan para pakar pakar pertanian yang handal dan hebat dalam bidangnya.
3.
Mengatur masalah tata niaga termasuk tanaman apa yang akan ditanam para petani. Apa yang ditanam telah diatur dan disesuaikan dengan permintaan pasar, tidak ada petani yang menanam sembarang tanaman sehingga mereka tidak akan kebingungan menjual produk pertaniannya.
4.
Ikut campur terhadap penetapan harga produk pertanian. Pengaturan tersebut dilakukan oleh pemerintah, kalau di indonesia mungkin semacam dinas pertanian. Pemerintah jepang membeli hasil pertanian para petani kemudian mengatur harga yang layak bagi masyarakat. Meski demikian, adapula pihak swasta yang membeli namun harga beli tetap diatas harga pemerintah jadi tetap menguntungkan petani.
5.
Pemerintah sangat mendukung para petani dengan memberikan lahan yang luas. Jadi para petani tidak hanya memiliki sepetak atau dua petak saja tapi 7 sampai 10 hektar lahan. Dalam pembagian warisan lahan pun sudah ada aturannya, satu keluarga di jepang akan mewariskan hanya pada satu anak saja yang benar-benar berkeinginan untuk menjadi petani sementara anak lainnya menerima warisan dalam bentuk lain.
Peraturan-peraturan dan kebijakan diatas merupakan kebijakan yang dapat diterapkan di Indonesia. 2.5.5. Pemberdayaan Sumber daya manusia pengelola irigasi
Petani di Indonesia yang kebanyakan memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan sulit untuk menerapkan teknologi dan ilmu pengetahuan pertanian yang telah dihasil kan, baik oleh badan penelitian maupun perguruan tinggi. Kalau petani tidak bisa mengakses teknologi dan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan bisa jadi program pertanian berjalan tidak optimal.
28
Diperlukan adanya komunikasi yang terus-menerus kepada petani, juga penyuluhan penyuluhan untuk memberikan wawasan yang lebih luas kepada para petani. Setelah semua itu dapat teratasi, alangkah lebih baik lagi jika para petani dapat bekerja lebih profesional seperti cara kerja petani di jepang. Jam kerja petani di Jepang layaknya bekerja di kantoran. Satu orang petani biasanya memiliki beberapa karyawan untuk membantu mengelola lahan yang berhektar-hektar itu. Dalam sehari, jam kerja normalnya adalah 8 jam. Mereka bekerja dari pukul 02:00 dini hari hingga waktu istirahat yakni pukul 12:00 siang. Bahkan jika dibutuhkan mereka akan lembur hingga pukul 17:00. Tidak heran jika jepang memiliki hasil pertanian yang unggul dan lebih besar dibandingkan dengan negara lain. Karena dari sarana prasarana hingga petani nya memiliki sistem yang baik.
3.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari pembahasan makalah ini adalah : 1.
Irigasi sangat penting bagi lahan yang kurang ketersediaan airnya.
2.
Pada periode sebelum era orde baru sistem irigasi di Indonesia ini pernah diabaikan.
3.
Beberapa Sistem irigasi dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dapat diterapkan di Indonesia selama kondisi masyarakat, petani dan pemerintah saling mendukung dan bekerja sama dengan baik dalam mewujudkan sistem irigasi dan pertanian yang maju.
29
4.
Untuk meningkatkan layanan guna mendukung ketahanan pangan dan air menuju modernisasi irigasi di masa depan, hal yang perlu ditingkatkan adalah sebagai berikut : a. Peningkatan keandalan penyediaan air irigasi dilakukan dengan menggunakan sistem genangan/embung. Sistem genangan/embung yang digunakan membentuk seperti rantai multi level, sehingga air akan dapat dimanfaatkan hingga lahan pertanian paling rendah, dimulai dari daerah kaki bukit seperti di Negara Tiongkok. b. Perbaikan sarana dan prasarana irigasi yaitu dengan mengubah kondisi alat pertanian yang masih manual dengan alat yang modern dari mulai membajak sawah, menanam hingga panen. Selain itu juga meningkatkan kualitas bangunan irigasi menuju penyempurnaan modernisasi irigasi. c. Penyempurnaan sistem Pengelolaan irigasi adalah dengan pemberdayaan tumbuhnya P3A/GP3A/IP3A yang mandiri baik dalam aspek organisasi, teknis, keuangan dan partisipasinya dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang didukung oleh peran pemerintah sebagai fasilitator dan dinamisator melalui program yang sesuai dengan kebutuhan P3A/GP3A/IP3A pada aspek teknis irigasi. d. Penguatan Institusi pengelola irigasi, pemerintah sangat berperan penting dalam peningkatan pertanian, sebagai contoh yang dapat diterapkan untuk Negara kita yaitu pemerintah Jepang yang sangat mendukung kegiatan pertanian di negara mereka dari mulai pemilihan tanaman yang akan ditanam hingga harga produk pertanian dan seluruh kegiatan pertanian lainnya. e. Pemberdayaan Sumber daya manusia pengelola irigasi, petani di Indonesia harus mulai
belajar
tentang
teknologi,
dan
pemerintahan
harus
sering
menyelenggarakan penyuluhan-penyuluhan kepada para petani untuk menambah wawasan dan ilmu para petani. 5.
Sistem irigasi di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan sistem irigasi di Jepang dan di negara-negara maju.
3.2 Saran
30
Modernisasi irigasi di Indonesia memang sudah mulai diusahakan, namun masih sangat jarang dan minim sekali aplikasinya baik dari pemerintah maupun petani itu sendiri padahal Indonesia merupakan Negara agraris dengan makanan pokok adalah beras. Situasi dan fakta seperti itulah yang seharusnya menumbuhkan dan menyadarkan betapa pentingnya sistem irigasi yang baik dan modern. Kemajuan dengan program-program untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dari pemerintahlah yang menjadi harapan terbesar para petani juga seluruh masyarakat di negeri yang kaya ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Agus, dewea. 2012. Sejarah Perkembangan Irigasi dan Jenis. [Online]. Tersedia: http://deweaghoez.blogspot.com/2012/04/sejarah-perkembangan-irigasi-dan jenis.html. [06 Maret 2017]
2.
Ahira,
Anne.
(2011).
Sistem
Irigasi
di
Indonesia.
Tersedia
:
http://www.anneahira.com/irigasi.htm. [Online : 06 Maret 2017] 3.
Yudho.
2011.
Sawah
Pasang
Surut .
[Online].
Tersedia:
http:
//yudhozona.blogspot.com/2011/06/sawah-pasang-surut.html. [06 Maret 2017]. 4.
Reza. 2012. Irigasi (Pengenalan) : Segala Hal Tentang Irigasi. [online]. Tersedia : Rezaslash.blogspot.com/2012/03/irigsi-pengenalan.html. [06 Maret 2017]
5.
http://pameranpertanian.blogspot.co.id/p/negara-dengan-pertanian-terbaik.html
31