Page 14
Ketoasidosis Diabetic (KAD)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun. Ketoasidosis diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Surveillance Diabetes Nasional Program Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa ada 115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika Serikat, sedangkan pada tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD per 100.000 pasien diabetes menurun antara tahun 1985 dan 2002 dengan pengurangan kematian terbesar di antara mereka yang berusia 65 tahun atau lebih tua dari 65 tahun. Kematian di KAD terutama disebabkan oleh penyakit pengendapan yang mendasari dan hanya jarang komplikasi metabolik hiperglikemia atau ketoasidosis.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi rehidrasi, pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
Rumusan Masalah
Apa definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Apa etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Bagaimana patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Apa saja manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Apa saja pemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Apa komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Bagaimana prognosis dari klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
Tujuan Khusus
Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)
Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mengetahui patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
Menyebutkan manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mengetahui pemeriksaan penunjang pada ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mengetahui penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mengetahui komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mengetahui prognosis klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
Manfaat
Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai oleh hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik. Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake glukosa oleh sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga memerlukan konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton untuk energi.
Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akutyang di tandaidengan perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan keadaanyang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. (Corwin, 2012)
Diuresis osmotik terjadi: mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi, kehilangan elektrolit, dan asidosis metabolik gap anion. Kalium intraselular bertukar dengan ion hidrogen ekstraselular yang berlebihan sebagai usaha untuk mengoreksi asidosis yang menyebabkan hiperglikemia.
Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum, antara influenza dan infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD lainnya adalah kegagalan dalam mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau regimen diet dan dehidrasi.
2.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
2.3 Faktor pencetus
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
Keadaan sakit atau infeksi.
Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
2.4 Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Menurut Corwin 2012 :
Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang di tandai dengan perburukan semua gejala diabetes. Ketoasidosisdiabetik dapat terjadi setelah stress fisik seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma. Kadang-kadang ketoasidosi diabetk merupakan gejala adanya diabetis tipe 1.
Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat, glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Terjadi poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat penggunaan asam lemak yang hamper total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui urine (ketonouria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis, pH turun di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolic dan menstimulasi hiperventilasi, yang disebut pernapasan kussmaul, karena individu berusaha untuk mengurangi asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksisa (asam volatile).
Individu dengan ketoasidosis diabetika sering mengalami mual dan nyeri abdomen. Dapat terjadi muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar kalium total tubuh turun akibat poliuria dan muntah berkepanjangan dan untah-muntah.
Ketoasidosis diabetes adalah keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. Pemberian insulin diperlukan untuk mengembalikan hiperglikemia. Karena kepekaan insulin meningkat seiring dengan penurunan pH, dosis dan kecepatan pemberian insulin harus dipantau secara hati-hati. Penelitian memperlihatkan bahwa analog insulin kerja cepatdisebut lispro (Humalog) efektif dan mengurangi biaya pengobatan untuk ketoasidosis diabetic dibandingkan jenis insulin lainnya.
2.5 Manifestasi Klinis
Respons neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi pernapasan mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kussmaul) dengan disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan. Mual, muntah, nyeri hebat pada abdomen, dan kembung sering kali terjadi dan dapat keliru dengan gambaran kondisi akut abdomen. Sakit kepala, kedutan otot, atau tremor dapat juga terjadi.
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan;
Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
Penglihatan yang kabur
Kelemahan
Sakit kepala
Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
Mengantuk (letargi) atau koma.
Glukosuria berat.
Asidosis metabolik.
Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
Hipotensi dan syok.
Koma atau penurunan kesadaran.
2.6 WOC KAD
Terlampir
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
β-hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.
Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
2.8 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital (TTV):
TD: hipotensi ortostatik
FJ: takikardi
P: takipnea sampai pernapasan kussmaul
Suhu: mungkin mengingkat (infeksi) atau menurun
Kulit:
Kering, kemerahan
Turgor kulit menurun
Membran bukal kering
Pulmoner:
Paru-paru bersih
Nyeri pleuritik, friction run (dehidrasi)
Abdomen:
Nyeri yang tidak jelas, rasa tidak nyaman, kembung
Muskuloskeletal:
Kelemahan
Penurunan refleks tendon dalam
2.9 Temuan Diagnostik
Glukosa serum >300 mg/dl, tetapi tidak >800 mg/dl
Keton urine sangat positif
Keton serum >3 mOsm/L
pH darah <7,3
Bikarbonat serum <15 mEq/L
Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasanya <330 mOsm/L
Gap anion >20 mmol/L
Kalium serum pada awalnya mungkin normal atau tinggi, tetapi akan menurun kembali ke dalam kompartemen intraselular.
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
Gula darah puasa normal atau diatas normal.
Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
2.10 Pengobatan Medis KAD
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen berikut:
Cairan
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat. NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan normal salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
Insulin
Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular adalah alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena mengalami kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis yang terjadi dapat diatasi melalui pemberian insulin yang akn menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu ( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa ditambahkan kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah mencpai 250 – 300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
Potassium
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara hebat. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita KAD (ketoasidosis diabetikum) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.
2.11 Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali
Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.
Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak, dan lekas lelah.
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.
Komplikasi lainnya
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.
2.12 Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%. Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.
2.13 Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut
Tujuan Terapi
Memberikan nutrisi selular
Terapi insulin
SEKUELE KLINIS TERKAIT KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)
Komplikasi
Tanda dan Gejala
Kolaps sirkulasi
TDS <90 mm Hg, FJ >120 kali/menit, perubahan status mental, kulit dingin dan lembab, denyut nadi menurun
Gagal ginjal
Oliguria, peningkatan BUN dan kreatinin
Ketidakseimbangan elektrolit
Disritmia yang mengancam jiwa, ileus
Edema serebri
Latergi, mengantuk, sakit kepala selama terapi yang berhasil
BUN, nitrogen urea darah; FJ, frekuensi jantung, TDS, tekanan darah sistolik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)
Pengkajian
Pengumpulan data
Anamnese didapat :
Identifikasi klien.
Keluhan utama klien
Mual muntah
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat psikososial
Pemeriksaan fisik
B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi pernapasan meningkat.
B2 (Blood)
Tachicardi
Disritmia
B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
B4 (Brain)
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
B5 (Bowel)
Distensi abdomen
Bising usus menurun
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosis Keperawatan Prioritas & Komplilkasi Potensial
Diagnosis Keperawatan Prioritas
Komplikasi Potensial
Kekurangan volume cairan
KP: Hipovolemia, penurunan curah jantung, ketidakseimbangan elektrolit
Resiko cedera
KP: Hiperglikemia, asidosis metabolik
Resiko ketidakseimbangan nutrisi
KP: Keseimbangan nitrogen negatif
Resiko gangguan proses keluarga
Mengambalikan keseimbangn cairan dan elektrolit serta mengoreksi asidosis.
Kristaloid
Koloid
Terapi elektrolit
Menentukan dan mengatasi penyebab.
Terapi yang tepat
Mendeteksi/mencegah sekuele klinis
Diagnosis Keperawatan
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotik sekunder akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat
Kriterial Hasil
CVP 2-6 mm Hg
SAP 15-30 mm Hg
DAP 5-15 mm Hg
TDS 90-140 mm Hg
MAP 70-105 mm Hg
FJ 60-100 kali/menit
P 12-20 kali/menit
Haluran urine 30ml/jam atau, 0,5 ml/kg/jam
Glukosa serum 25 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-12 mg/dl
Osmolalitas serum 275-295 mOsm/kg
Natrium serum 135-145 mEq/L
Kalium serum 4-5 mEq/L
Turgor kulit elastis
Membran bukal lembab
Pemantauan Pasien
Periksa tekanan AP (jika dapat dilakukan), dan CVP setiap jam atau lebih sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan. Kedua parameter tersebut menggambarkan kapasitas sistem vaskular untuk menerima volume cairan dan dapat digunakan untuk memantau status volume cairan. Peningkatan nilai pemeriksaan menunjukkan kelebihan cairan; penurunan nilai pemeriksaan menunjukkan hipovolemia.
Pantau MAP; MAP <60 mm Hg dapat berpengaruh buruk pada perfusi serebral dan perfusi ginjal.
Pantau EKG secara kontinu untuk mendeteksi adanya disritmia yang mengancam jiwa yang dapat disebabkan oleh hiperglikemia atau hipokalemia.
Pantau kadar glukosa serum dengan menggunakan glukometer setiap 1-2 jam selama fase akut untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
Pantau status volume cairan secara akurat: ukur haluran urine setiap jam, tentukan keseimbangan cairan setiap 8 jam, dan bandingkan berat badan serial. Defisit cairan mungkin sebanyak 6 L.
Hitung osmolalitas serum dan pantau kecenderungan hasil pemeriksaan.
Pengkajian Pasien
Periksa TTV: TD, MAP, FJ, dan frekuensi pernapasan setiap jam atau lebih sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi. Pernafasan kussmaul dikaitkan dengan pH <7,2.
Kaji status hidrasi: catat turgor kulit pada paha bagian dalam atau dahi, kondisi membran bukal, dan perkembangan edema atau bunyi kreteks setelah dilakukan resusitasi cairan.
Kaji tingkat kesadaran secara cermat selama resusitasi cairan karena edema serebral dapat disebabkan oleh penggantian volume cairan yang sangat agresif. Anak-anak dengan diabetes tipe 1 yang mengalami KAD pada saat diagnosis terutama beresiko mengalami edema serebral, yang sering kali fatal.
Kaji status pernapasan untuk menentukan frekuensi dan kedalaman pernapasan atau suara napas tambahan. Ketidakseimbangan kalium dapat menyebabkan henti napas; resusitasi cairan yang cepat dapat menyebabkan kelebihan cairan.
Kaji status GI: mual, distensi abdomen, dan tidak adanya bising usus dapat mengindikasikan terjadinya ileus.
Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan sekuele klinis.
Intervensi Nanda Nic Noc
tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi
kriteria hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal.
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada ada rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
Intervensi :
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Pengkajian Diagnostik
Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur) untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi insulin.
Tinjau elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) karena ketidakseimbangan elektrolit dikaitkan dengan diuresis osmotik. Kalium khususnya harus dievaluasi setiap 1-2 jam. Kejang dapat dikaitkan dengan hiponatremia; ileus dan disritmia dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalium.
Tinjau indikator fungsi ginjal: BUN dan kreatinin. Pasien dapat berisiko mengalami gagal ginjal akut prarenal akibat deplesi volume vaskular yang berat.
Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik yang membaik atau memburuk.
Tinjau laporan pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi adanya organisme yang menyebabkan infeksi.
Penatalaksanaan Pasien
Berikan kristaloid sesuai instruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS sampai 1.000 ml/jam mungkin diperlukan hingga haluran urine. TTV, dan pengkajian klinis menggambarkan status hidrasi yang adekuat. Resusitasi cairan yang kurang agresif mungkin diperlukan pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular, terutama gagal jantung. Salin setengah normal mungkin diperlukan pada pasien tersebut, bukan NS. Tambahkan dektrosa 5% pada infusi intravena ketika glukosa serum 250 mg/dl, untuk mencegah hipoglikemia rebound.
Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien diizinkan mengkonsumsi cairan melalui mulut.
Berikan higiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan kekeringan pada membran mukosa.
Berikan terapi insulin intravena sesuai instruksi. Regimen tipikal dimulai dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi rumatan 0,1 U insulin/kg/jam. Drip insulin mungkin dihentikan dan insulin SK mungkin diberikan pada saat glukosa serum 250 mg/dl, asidosis dikoreksi, dan pasien mampu menoleransi asupan per oral.
Diagnosis Keperawatan:
Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder akibat asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan glukosa sekunder akibat kekurangan insulin
Kriteria Hasil
Pasien sadar dan berorientasi
Pasien tidak akan mencederai diri sendiri
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120 mg/dl
pH 7,35-7,45
Tidak ada keton serum dan keton urine
Bikarbonat serum 22-26 mEq/L
Pemantauan Pasien
Tidak ada yang spesifik
Pengkajian Pasien
Kaji tingkat kesadaran, yang dapat berkisar dari kebingungan sampai koma yang nyata. Penurunan glukosa serum yang terlalu cepat (>100 mg/dl/jam) juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi serebral. jika pasien mengalami sakit kepala, latergi, atau mengantuk selama terapi yang berhasil, curigai terjadinya edema serebral.
Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan skuele klinis.
Intervensi menurut NANDA Nic Noc
Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.
Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.
Pengkajian Diagnostik
Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur dengan menggunakan glukometer) untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi insulin.
Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik yang membaik atau memburuk.
Penatalaksanaan Pasien
Berikan insulin reguler sesuai instruksi setelah hasil pemeriksaan kadar kalium serum didapatkan. Beberapa pasien jarang ditemukan mengalami KAD hipokalemia; dalam hal ini, pemberian insulin intravena sebelum kadar kalium dikoreksi dapat menjadi letal. Regimen tipikal dimulai dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi rumatan 0,1 U insulin/kg/jam. Glukosa harus turun 40-80 mg/dl/jam. Penurunan kadar glukosa serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan edema serebral. jika kadar glukosa serum tidak menurun dalam 2 jam, menggandakan dosis infusi insulin mungkin diperlukan. Jika edema serebral terjadi, antisipasi pemberian manitol.
Dekstosa seharusnya dikombinasikan dengan salin setengah normal (0,45 NS) pada saat kadar glukosa 250 mg/dl untuk mencegah hipoglikemia dan edema serebral.
Pemberian insulin reguler melalui SK dapat dimulai pada saat glukosa serum 250 mg/dl, pH >7,2 atau CO2 sebesar 15-18 mEq/L, dan pasien mampu menoleransi asupan per oral. Biasanya, infusi insulin akan dihentikan 1-2 jam setelah pasien mendapatkan insulin SK.
Antisipasi suplementasi kalium (kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium asetat) untuk mengganti kehilangan kalium akibat eksresi urine, akibat koreksi asidosis metabolik, atau sekunder akibat uptake selular pada terapi insulin. Validasi haluaran urine sebelum memberikan kalium. Jika hipokalemia refraktori terhadap terapi, pertimbangkan penggantian magnesium.
Pemberian natrium bikarbonat dipertimbangkan hanya jika pH serum <7.
Intubasi NG mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko muntah dan aspirasi pada pasien yang mengalami perubahan mentasi. Pertahankan pasien tetap NPO sampai pasien sadar, berhenti muntah, dan bising usus kembali ada.
Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika pasien tidak mampu melindungi jalan napas atau tidak mampu melakukan ventilasi dan osigenasi dengan adekuat.
Bantu pasien yang sadar untuk batuk dan napas dalam guna mencegah stasis paru dan atelektaksis. Ubah posis pasien yang tidak sadar setiap 1-2 jam dan lakukan pengisapan sekresi sesuai kebutuhan.
Berikan perawatan kulit yang cermat umat mencegah kerusakan integritas kulit; inspeksi tulang yang menonjol. Pertahankan kesejajaran tubuh pada pasien yang tidak sadar.
Orientasi pasien dengan sering terhadap lingkungan sekitarnya. Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan naikkan sisi pengaman.
Diagnosis Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Menurut Nanda Nic Noc
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X 24 jam, pasien menunjukan keseimbangan nutrisi
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat
Intervensi :
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Kriteria Hasil
Berat badan target stabil
Prealbumin 15-32 mg/dl
Albumin serum 3,5-5 g/dl
Transferin serum > 200 mg/dl
Limfosit >1.500 sel/mm3
Keseimbangan nitrogen positif
Intervensi
Kaji kebutuhan energi dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict atau bantu dengan kalorimetri tidak langsung. Kebutuhan kalori untuk pasien sakit kritis didasarkan pada berat badan aktual dan diperkirakan sekitar 20 sampai 30 kcal/kg.
Hitung berat badan ideal dengan rumus berikut: 50 kg (pria) atau 45 kg (wanita) = 2,3 (untuk setiap inci di atas 5 kaki) ± 10%.
Bandingkan berat badan serial; perubahan yang cepat (0,5 sampai 1,0 kg/hari) menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan bukan ketidakseimbangan antara kebutuhan nutrisi dan asupan.
Kaji status GI: muntah, diare, atau nyeri abdomen dapat mengganggu absorpsi nutrisi.
Tinjau profil nutrisi untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
Konsultasikan dengan ahli gizi untuk evaluasi nutrisi formal.
Berikan perawatan mulut untuk mengcegah stomatitis, yang dapat berpengaruh buruk pada kemampuan pasien untuk makan.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk meningkatkan nafsu makan pasien; hindari pandangan yang menghina di sisi tempat tidur; siapkan pasien dengan memastikan tangan dan wajah telah dicuci.
Bantu pasien sesuai kebutuhan karena keletihan dan kelemahan atau adanya pelatan invasif dapat menyebabkan pasien tidak mau makan sendiri.
Berikan nutrisi enteral sesuai instruksi.
Berikan nutrisi parenteral sesuai instruksi.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Gangguan proses keluarga
Kriterial Hasil
Keluarga akan menyatakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi.
Keluarga akan memperlihatkan perilaku koping yang adekuat.
Intervensi
Perkenalkan diri anda kepada keluarga dan siapkan keluarga untuk menghadapi lingkungan unit perawatan intensif (ICU). Antisipasi kebutuhan pelayanan pendukung untuk pasien dan keluarga selama krisis ini. Sediakan kontinuitas pemberi perawatan kapan pun memungkinkan.
Tunjukkan kompetensi dalam merawat kerabat mereka. Keluarga ingin dinyakinkan bahwa perawatan yang sebaiknya mungkin diberikan kepada kerabat mereka.
Tunjukan pengetahuan personal tentang pasien. Hormati keyakinan agama dan budaya dan integrasikan keyakinan tersebut dalam asuhan keperawatan.
Lakukan pendekatan pada keluarga dengan sikap relaks dan humanistik serta berikan informasi dengan sering tanpa menunggu untuk ditanya. Dengarkan ungkapan ketakutan, kemarahan, atau ansietas mereka. Hindari jawaban yang defensi. Berikan waktu kepada keluarga meninggalkan tempat tidur untuk melepaskan kekhawatiran mereka. Jawab pertanyaan dengan jujur dan berikan fakta dengan sering tentang kondisi kerabat mereka. Antisipasi mengulangi informasi dan memberikan waktu untuk mereka memahami informasi selama periode krisis ini.
Kaji titik kritis atau titik resiko yang dapat memengaruhi harapan keluarga dan kepuasan (mis., keluarga yang mengungkapkan kemarahan, pasien yang menunggu pembedahan atau sebentar lagi pulang).
Berikan informasi tertulis kepada keluarga tentang kebijikan unit dan pelayanan yang tersedia. Informasi harus meliputi nomor telepon unit dan lokasi ruang tunggu.
Dengan nomor telepon keluarga dan hubungi juru bicara keluarga sedikitnya setiap hari dengan memberitahukan informasi tentang kondisi pasien dan setiap perubahan dalam layanan medis atau asuhan keperawatan.
Klirifikasi persepsi keluarga tentang penyakit kerabat mereka dan validasi pemahaman mereka tentang situasi tersebut. Izinkan keluarga mengetahui bahwa staf merawat kerabat mereka dan memberikan perawatan yang terbaik.
Berikan waktu kunjungan khusus, jelaskan peralatan yang digunakan dan mengapa berbagai hal dilaksanakan, kaji kebutuhan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan kerabat mereka, dan izinkan keluarga untuk berpartisipasi semampu mereka. Sensitif terhadap kebutuhan keluarga untuk ditinggalkan bersama kerabat mereka. Susun peralatan sehingga anggota keluarga dapat menyentuh kerabat mereka.
Yakinkan keluarga bahwa mereka akan dihubungi jika kondisi kerebat mereka memburuk.
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk menemui rohaniwan rumah sakit atau pekerja sosial.
Dorong keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan personal mereka sendiri seperti makan dan tidur.
Intervensi Keperawatan NIC :
Konseling
Peningkatan perkembangan
Dukungan emosional
Promosi integritas keluarga
Mobilisasi keluarga
Pemeliharaan proses keluarga
Dukungan keluarga
Promosi normalisasi
Peningkatan peran
Dukungan system peningkatan
BAB IV
DISCHARGE PLANNING
Berikan penjelasan secara lisan dan tulisan tentang perawatan dan pengobatan yang diberikan.
Ajarkan dan evaluasi untuk mengenal gejala syok dan asidosis diabetik dan penanganan kedaruratan
Simulasikan cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikan dan lokai
Ajarkan memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine
Perencanaan diit, buat jadwal
Perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik
Ajarkan gabaimana untukmencegah hiperglikemi dan hipoglikemi daninfomasikan gejala gejala yang muncul darikeduanya.
Jelaskan komplikasi yang muncul
Ajarkan mencegah infeksi : keberihan kaki, hindari perlukaan,gunakan sikat gigi yang halus.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai oleh hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton.
Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Respons neurologis dapat berakisar dari sadar sampai koma. Frekuensi pernapasan mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kusmaul) dengan disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan
5.2 Saran
Semoga makalah ini bisa memberikan tambahan pengetahuan serta dapat menambah ketrampilan kita sebagai perawat untuk lebih professional dalam melayani klien dengan kasus KAD. Semoga makalah ini dapat kita aplikasikan oleh kita sebagai perawat dalam pelayanannya, dan menambah wawasan baru untuk kita.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeth,2012. Buku Saku Patofisiologi . EGC. Jakarta
Stillwell. 2012. Pedoman keperawatan kritis. EGC. Jakarta
Wilkinson Ahern. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9, Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC, EGC; Jakarta
Askep diabetic ketoacidosis. www.blogger-blogspot.com
Doengoes, E Marilyun, 1980. Nursing Care Plans, Second Edition. F.A Davis: Philadelphia
Fisher, JN, Shahshahani, MN. Kitabchi, AE, Diabetic ketoacidosis low-doss insulin therapy by various routes. www.contect.nejm.org
Harden,R,D Quinn,N.D Emergency management of diabetic ketoacidosis in adults. www.nebi_nlm_nih.gov
Hidayat. Ketoasidosis DM. www.hidayat2.wordpress.com
Highbeam. Article. The clinical management of diabetic ketoacidosis in adults (Clinical). www.higjbeam.com
Journal watch specialities. Diabetic ketoacidosis protocol – is it beneficial?. www.emergency-medicine.jwatch.org
Jurnal kedokteran. Ketoasidosis diabetic ancam kehidupan. www.jurnalilmiahkedokteran.blogspot.com
Jurnal kedokteran media medika Indonesia FK UNDIP. Patofisiologi komplikasi vascular diabetes mellitus.www.mediamedika.net
Patologi ketoasidosis diabetic.www.id.sbvchng.com
Pillai,I., Husainy, S.M.K, Ramadhani,K. Diabetic ketoasidosis associated with atypical anti[sychotic drug, elazapino treathment, Report of a Case and Review of Literature. www.jscm.org