Daftar Isi
A.
Letak Geografis ...............................................................................................................................
3
B.
Sistem Budaya .................................................................................................................................
5
C.
Sistem Sosial ...................................................................................................................................
5
D.
Kebudayaan Fisik ............................................................................................................................
5
1.
Bahasa ........................................................................................................................................
5
2.
Sistem Organisasi Sosial .............................................................................................................
7
3.
Sistem Pengetahuan ..................................................................................................................
16
4.
Sistem Teknologi ......................................................................................................................
16
5.
Sistem Ekonomi ........................................................................................................................ 17
6.
Sistem Religi .............................................................................................................................
17
7.
Kesenian ...................................................................................................................................
18
8.
Senjata Tradisional .................................................................................................................... 24
9.
Upacara Adat ............................................................................................................................
25
10.
Flora dan Fauna ........................................................................................................................
26
11.
Makanan Khas ..........................................................................................................................
27
12.
Pariwisata .................................................................................................................................
30
13.
Konflik Sosial ...........................................................................................................................
30
Referensi .......................................................................................................................................
33
E.
Kebudayaan Kebudayaan Papua P apua A.
Letak Geografis
Papua terletak pada kedudukan 0 19‟ - 10 45” LS dan 130 45‟ – 41 41 BT, menempati setengah bagian barat dari Papua New Guinea yang merupakan merupakan pulau terbesar terbesar kedua setelah Greensland. Greensland. Papua merupakan daerah propinsi terbesar di Indonesia.dengan luas daratan 21,9 % dari jumlah keseluruhan tanah seluruh Indonesia, yaitu sepanjang 421.981 km2, membujur dari barat ke timur (Sorong – Jayapura), sepanjang 1200 km dari utara keselatan (Jayapura-Merauke) sepanjang 736 km .Selain daripada tanah yang luas, Papua memiliki banyak pulau sepanjang pesisirnya. Di pesisiran utara terdapat pulau Biak, Numfor, Yapen dan Mapia.Pada bagian barat ialah pulau Salawati, Batanta, Gag, Waigeo, dan Yefman. Pada pesisiran selatan terdapat Pulau Kalepon, Komoran, Adi, Dolak, dan Panjang, sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Papua New Guinea. Topografi Papua dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1.
Daerah Kepala Burung; Terdiri dari beberapa deretan pegunungan tinggi yang merupakan lanjutan dari Pegunungan Jayawijaya ke arah barat laut.
2.
Daerah Pegunungan Jayawijaya hingga pantai utara, merupakan suatu kompleks pegunungan yang puncaknya puncaknya mencapai mencapai 5.000 meter meter dan diliputi diliputi salju salju abadi. abadi.
3.
Daerah tanah rendah di sebelah selatan Pegunungan Jayawijaya
Propinsi Papua Timur terbagi dalam 27 kabupaten, yaitu kabupaten: 1. Asmat
6. Jayawijaya
2. Biak Numfor
7. Keerom Waropem
3. Boven Digoel
8. Lanny Jaya Raya
4. Dogiyai
9. Memberano Tengah
5. Jayapura
10. Mappi
Kebudayaan Papua
Page 3
11. Merauke
20. Supiori
12. Mimika
21. Tolikara
13. Nabie
22. Waropen
14. Nduga Tengah
23. Yakuhimo
15. Paniai
24. Yalimo
16. Pagunungan Bintang
25. Yapen
17. Puncak
26. Memberamo
18. Puncak Jaya
27. Jayapura
19. Sarmi
Propinsi Papua Barat terbagi dalam 9 kabupaten yaitu: 1. Fak – fak
6. Sorong Selatan
2. Kaimana
7. Teluk Bintuni
3. Manokwari
8. Teluk Wondama
4. Raja Ampat
9. Sorong
5. Sorong
Penduduk Papua: 1. Penduduk pesisir pantai 2. Penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah 3. Penduduk pegunungan yang mendiami lembah 4. Penduduk pegunungan
Sejarah Papua sebagai berikut: 1. Undang - Undang No.15 th 1956, Pembentukan Propinsi Irian Barat 2. Tahun 1961 Pemerintah RI menyatakan TRIKORA 3. Masalah Irian Barat diselesaikan di PBB yang membentuk UNTEA 4. Tanggal 14 Juli - 2 Agustus 1969 diadakan PEPERA 5. Peraturan Pemerintah no 5 th 1973, Irian Barat menjadi Irian Jaya 6. Undang-undang No 21 Tahun 2001, Irian Jaya diganti Papua 7. Tahun 2004 Papua dimekarkan menjadi: a. Papua (bagian timur) dengan ibu kota Jayapura b. Papua (bagian barat) dengan ibu kota Manokwari
Kebudayaan Papua
Page 4
B.
Sistem Budaya Hak waris adalah bilateral di mana seorang wanita mewarisi hak untuk memukul sagu baik dari
ayahnya maupun dari ibunya. Serupa dengan itu seorang dapat membuka kebun di tanah yang ada dibawah hak fam ibu ulayat dan juga seorang wanita yang sudah kawin tidak harus tinggal di keluarga suaminya.
C.
Sistem Sosial Tiap kelompok suku mengenal sistem strata dalam masyarakat. Penduduk diklasifikasikan
berdasarkan faktor tertentu seperti keturunan dan kekayaan. Strata ini diwarisi secara turun temurun dengan nama dan struktur yang berbeda tiap suku, dan strata dapat mempengaruhi kepemimpinan dalam masyarakat atau kepemimpinan seseorang. Orang Papua mempunyai kebiasaan menginang (makan sirih pinang), memiliki nilai kekeluargaan, nilai persaudaraan yang sangat kuat dengan rasa sosialitas yang tinggi, tidak hanya dilakukan kaum wanita tetapi kaum pria juga, termasuk remaja. Or ang disebut sebagai “anak adat “ kalau ia menawarkan sirih dan pinang kepada orang lain. Mereka menjadikan sirih dan pinang sebagai sarana komunikasi.
D.
Kebudayaan Fisik
1.
Bahasa Yang dimaksud dengan dialek papua adalah logat atau cara berbicara, lafal dan intonasi dalam
berkomunikasi secara tidak resmi. Disini yg kita akan bahas adalah sebatas dialek/logat/bahasa secara umum, karena kalau dibahas secara khusus (dalam arti per-daerah) bisa sangat banyak. Karena kita tahu sendiri bahwa di Papua saja terdapat ratusan bahkan ribuan suku dengan bahasa, adat dan tradisi yg berbeda-beda. Cara Berbicara Menggunakan Dialek Papua Cara atau gaya berbicara (Dialek) orang Papua, lafal serta intonasinya sangat khas. Kebanyakan dialek Papua itu disingkat-singkat seperti Saya = Sa, Kamu = Ko, Pergi = Pi, dll.
Untuk menggunakan dialek Papua yang harus diingat adalah: [*]Kata ganti kepunyaan selalu terpisah dengan Subjek dan selalu Subjek yg diucapkan terlebih dahulu sebelum kata ganti kepunyaan. Contoh: "Ini rumahku = Ini sa pu rumah.", "Istrimu cantik sekali = ko pu maitua cantik skali."
[*]Untuk kata kerja (Predikat) tidak banyak perbedaan . . Biasanya ada kalimat yg pengucapannya "Subjek" dulu, lalu "predikat". Kebudayaan Papua
Page 5
Contoh: "Kata siapa saya kesana? = Siapa yg bilang sa kesana?". Tapi pada umumnya kata kerja (predikat) masih sama seperti bahasa Indonesia baku (EYD).
[*]Kata "sudah" biasanya digunakan untuk kata ganti "lah" pada akhir kalimat dan tidak sambung dengan kata kerjanya. Contoh: "Makanlah sedikit biar tidak sakit perut = makan sudah sedikit biar tra sakit perut." "Tidurlah, jangan terlalu banyak begadang = Tidur sudah, jang terlalu banyak tahan mata."
[*]Kata / Imbuhan "e" / "eh" biasa digunakan untuk kata ganti "Yah" di akhir kalimat. Contoh:"Aku koq makin gendut yah. . ? = Sa macam tambah gode eh. .", "Kalo udah mau berangkat, kabarin aku yah. . = Kalo su mo jalan, kas tau sa ee . ."
[*]Kata "Mo" selain berarti "Mau", biasa juga digunakan pada akhir atau pertengahan kalimat sebagai penegas kalimat. Contoh:"Ah, aku tadi lihat koq kamu sama dia jalan. = Ah, sa tadi ada lihat mo ko sma dia jalan", "Kalian berdualah yang kesana. . = Kam dua sudah mo yang kesana. .", "Ah kata siapa? tadi aku ga kesana koq = Ah siapa yg bilang? tadi sa tra kesana moo. ."
[*]Kata "To" / "Toh" juga biasa digunakan sebagai penegas kalimat. Dan biasa digunakan di akhir atau tengah kalimat tanya. Contoh: "Aku bilang juga apa. .? Makanya jangan bandel! = Sa su bilang toh?? Makanya jang kapala batu!", "Ya kamulah. . Masa saya yg kesana? = Yo koi too. . Masa sa yg kesana?", "Tadi kalian berdua kan yg masak? = Tadi kam dua to yg masak?"
[*]Kata "Kah" selain sebagai kata tanya, juga sering digunakan untuk pelengkap suatu kalimat. Contoh: "Eh, kalo kamu gajian, aku jg ditraktir dong. . = Eh, kalo ko gajian, traktir sa jg kaah. .", "Sayang, jangan marah2 dong. . nanti cepat tua loh. . = Sayang, ko jang marah2 kaahh. . nanti ko cepat tua. ."
[*]Kata "Baru" dalam dialek Papua juga punya fungsi sebagai pelengkap atau penegas kalimat. Contoh: "Kamu kan udah makan. . = Ko su makan baru. .", "Kamu anak cowok, kenapa pake rok? = Ko anak laki2 baru, kenapa pake rok?"
Kebudayaan Papua
Page 6
2. Sistem Organisasi Sosial a. Sistem Kekererabatan Satu rumah biasanya dihuni oleh satu keluarga batih yang jumlahnya rata-rata 4 orang, kadang-kadang juga merupakan keluarga luas. Seorang kepala keluarga batih tercatat dalam buku gereja yang juga sebagai buku register desa dengan nama-nama Kristen. Orang-orang Bgu mendapat nama keluarga dari ayahnya. Kalau ayahnya bernama Huber Bagre, maka anaknya juga mendapat nama Bagre, misalnya Wempi Bagre. Dengan demikian maka masyarakat di situ seolah-olah berbentuk klen-klen patrilineal yang kecil yang disebut fam. Istilah fam dibawa masuk ke Irian oleh guru-guru agama Kristen dari Ambon. Sebelum guru-guru agama Katolik masuk, sistem kekerabatan di Irian Jaya disebut auwet yang juga
bersistem
patrilineal.
Kelompok-kelompok
kekerabatan
itu
punya
nama-nama
khusus
seperti Sedot,Bagre, atau Dansidan. Adat perkawinan adalah virilokal yang mewajibkan si istri untuk tinggal di rumah keluarga suami. Tiap-tiap auwet memiliki rumah suci yang disebut nar, tempat menyimpan benda-benda suci, diantaranya yang terpenting adalah seruling-seruling suci. Bila seseorang akan berumah tangga, harus mengumpulkan sejumlah mas kawin (krae) yang terdiri dari rangkaian kerang dengan hiasan kerang besar bundar yang disebut sebkos (bulan), sebuah kalung dari rangkaian gigi-gigi anjing (kdarf), perabot dapur, ikat pinggang dari manik (biten), tali kulit kayu (weimoki), makanan dalam kaleng dan ditambah dengan sejumlah uang. Karena banyaknya ragam mas kawin itu, kadang-kadang saudara-saudaranya ikut membantu pula. Keluarga batih pada umumnya bersifat monogami, tetapi juga ada yang melakukan poligini sebagai akibat dari perkawinan levirat atau karena si isteri tidak mendatangkan keturunan.
b. Bentuk Desa dan Pola Perkampungan Suatu desa di Daerah Pantai Utara terdiri dari beberapa deret rumah-rumah di atas tiang yang tersusun rapi di kedua tepi dari suatu jalan tengah. Bangunan-bangunan pusat dari desa adalah Gereja, yang biasanya merangkap menjadi tempat pertemuan umum. Kemudian biasanya ada sekolah desa dan rumah pos, ialah rumah yang bisa dipakai sebagai tempat bermalam bagi patroli-patroli polisi dan pegawai pegawai pemerintah yang sedang turne, dan juga sebagai tempat bermalam bagi orang-orang dari desadesa lain yang sedang berjalan lalu. Rumah pos di desa-desa dibangun atas instruksi pemerintah sejak lama. Rumah di desa-desa daerah Pantai Utara merupakan suatu bangunan persegi panjang, di atas tiangtiang, dengan tinggi seluruhnya kira-kira 4.50 meter, biasanya berukuran empat meter lebar, lima meter panjang, dan tiga meter tinggi, dengan di dalamnya satu, dua ruang atau lebih; suatu ruangan untuk tempat duduk keluarga merangkap dapur, dan satu-dua ruang lain untuk ruang tidur. Walaupun demikian, cukup banyak juga rumah-rumah yang hanya terdiri dari suatu ruangan tempat semua penghuninya Kebudayaan Papua
Page 7
tinggal bersama. Rangka rumah dibuat dari balok- balok satu pada yang lain dengan tali rotan; dindingdinding terdiri dari tangkai-tangkai kering lurus panjang dari daun sagu yang disusun sejajar rapi, dan diikat satu pada yang lain dengan tali rotan juga. Dinding semacam itu biasanya disebut dengan nama Ambon-nya, dinding gaba-gaba. Lantai terdiri dari strip-strip panjang dari kulit pohon bakau, yang walaupun tersusun serapi mungkin, toh masih sering pula bercelah-celah, cukup lebar untuk menjebloskan kaki. Di dapur lantai berlubang satu meter persegi, untuk tempat perapian, yang merupakan suatu panggung kecil khusus hampir berukuran satu meter persegi juga, sehingga hampir sebesar lubang dalam lantai dapur, tetapi kira-kira 20 sentimeter lebih rendah dari lantai dan ditutup denagn pasir. Api dinyalakan di atas pasir dari panggung kecil tadi dan segala wadah-wadah dengan masakan digantungkan dari atap dengan kawat. Atap rumah terdiri juga dari suatu rangka balok-balok dan dahan-dahan kayu bakau yang lebih kecil yang ditutup dengan jerami, atau lipatan-lipatan daun kelapa yang disusun berlapslapis tebal dan diikat denagn tali rotan pada kerangka atap. Kadang-kadang rumah diberi jendela, tetapi sering juga tidak, sedangkan untuk masuk rumah dari pintu ada tangga, yang bisa diletakkan sebagai tanda bahwa para penghuni tidak ada di rumah. Penempatan rumah baru menurut adat istiadat orang desa Pantai Utara pada umumnya membutuhkan suatu pesta yang agak besar, bernama nuanyadedka, dengan adanya unsur penukaran pemberian antara kaum kerabat istri si penghuni, yang menolongnya dalam proses pembangunan rumah, denagn kaum kerabatnya sendiri, yang justru menjadi tamu pada upacara itu.
c. Rumah Adat 1.
Rumah Adat Honai Papua Honai adalah salah rumah adat Papua, tepatnya rumah adat suku Dani yang bisa ditemukan di Lembah dan pegunungan provinsi Papua. Wilayah yang cukup banyak ditemukan ialah di lembah Baliem atau Wamena dengan suku Lani yang menempatinya dan masih banyak lagi. Bangunannya terbuat dari kayu dengan atap yang
memiliki bentuk kerucut yang terbuat dari jerami. Rumah Honai dibangun dengan ruang yang cukup sempit dan tanpa ada jendela, hal ini bertujuan menahan dingin di pegunungan Papua. Bangunan ini memiliki tinggi mencapai 2,5 meter serta pada bagian tengah rumah dibuat lingkara tempat membuat api sebagai penghangat badan.
Bentuk Bangunan Rumah Honai Rumah Honai memiliki tinggi bangunan kurang lebih mencapai 2,5 meter dengan lebar 2,5 meter. Dengan ciri arsitektur yang cukup sedehana rumah Honai tetap terlihat unik dan menarik. Bangunan ini
Kebudayaan Papua
Page 8
dapat ditemukan di lembah dan pegunungan di tengah pulau Papua. Wilayah tersebut memiliki suhu udara dingin terutama Puncak Jayawijaya yang berada di ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut. Hal tersebut mendorong orang papua untuk membuat rumah dengan tinggi yang cukup rendah, dengan satu pintu dan tanpa jendela. Supaya udara dingin dari luar tidak masuk kedalam rumah, serta tempat berlindung dari hewan liar. Pada bagian atap rumah Honai dibentuk kurucut yang dibuat dari jerami. Untuk fungsinya agar melindungi permukaan dinding dari air hujan serta dapat membatasi udara dingin yang masuk ke dalam rumah. Sedangkan untuk bagian dinding rumah terbuat dari kayu dan hanya diberi satu pintu tanpa jendela satu pun. Ruangan rumah adat papua ini terbagi menjadi 2 lantai. Pertama lantai memiliki fungsi sebagai temapat tidur dan lantai yang memiliki fungsi untuk beristirahat, makan, dan berkumpul keluarga. Penerangan pada malam hari menggunakan kayu yang dibakar dibagian tengah rumah. Selain untuk penerangan, panas dari bara api juga dimanfaatkan untuk menghangatkan badan penghuni rumah. Tidak seperti masyarakat modern yang tidur beralaskan kasur, para penghuni rumah ini memakai rerumputan kering sebagai alas tidur. Pada rumah ini terdapat tiga jenis ruangan. Diantaranya pertama untuk kaum laki disebut Honai, untuk wanita disebut Ebei dan untuk kandang babi disebut Wamai.
Tata Ruang Rumah Honai Dengan dua lantai dalam satu bangunan, pembagian ruangan rumah adat papua ini cukup sederhana. Lantai pertama digunakan untuk makan, memasak serta kegiatan harian. Kemudian untuk lantai kedua digunakan untuk tidur, ruangan ini berisi beberapa kamar yang saling berhubung. Pada lantai dasar terdapat lubang di tengah yang digunakan untuk menyalakan api. Macam Rumah Honai Pada salah suku Papua yang bernama suku Dani, menyebut cara hidup bermukim dengan sebutan sili. Pengertian sili sendiri adalah lingkungan yang menjadi tempat tinggal atau hidup sebuah keluarga. Bagian-bagian rumahnya dibagi menjadi rumah honai untuk laki, ebeai honai untuk perempuan dan wanai untuk hewan ternak. Untuk ukuran honai untuk laki-laki lebih besar dibandingkan ebeai untuk perempuan. Kata honai berasal dari dua kata, yang pertama Hun yang berarti pria dewasa dan Ai yang berarti rumah. Sedangkan untuk perempuan disebut dengan nama Ebeai, yang berasal dari kata Ebeyang berarti tubuh dan Ai berarti rumah. Dan untuk tempat tinggal hewan ternak seperti babi diberi nama Wamai.
Kebudayaan Papua
Page 9
Fungsi-fungsi Rumah Honai Fungsi utama dari rumah adat honai ialah sebagai tempat tinggal. Namun masih ada beberapa fungsi lain seperti dibawah ini:
Sebagai tempat penyimpanan berbagai alat-alat perang dan berburu hewan.
Untuk mengajarkan kepada anak laki-laki supaya mampu menjadi pria dewasa dan kuat, serta bermanfaat untuk sukunya kelak.
Sebagai tempat untuk merencakan strategi perang, apabila suatu saat terjadi peperangan.
Untuk menyimpan benda-benda atau simbol dari adat suku yang menjadi warisan turun-temurun
Makna dan Filosofi Rumah Adat Papua Rumah adat merupakan bangunan yang telah ada sejak dahulu kala dan diturunkan dari setiap generasi. Di dalamnya tentu mengandung makna dan filosofi yang cukup banyak, dalam hal ini rumah adat Papua yaitu Honai. Bentuk melingkar pada rumah ini memiliki makna sebagai berikut:
Sebagai simbol menjaga kesatuan dan persatuan antar sesama suku.
Bentuk sikap mempertahankan dan merawat budaya yang telah diwariskan oleh para leluhurnya.
Bentuk kekompakan dengan hidup di satu atap rumah.
Rumah Honai merupakan simbol dari kepribadian, martabat, serta harga diri dari suku papua yang harus dilestarikan dan dijaga.
2. Rumah Adat Kariwari Rumah Adat Kariwari merupakan rumah adat duku Tobatienggros yang tinggil di sekitar tepian Danau Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua. Bangunan rumah ini digunakan khusus untuk lakilaki yang duah berusia 12 tahun. Di tempat ini anak laki-laki dikumpulkan dan didik untuk mengenal dan belajar mencari penghidupan. Dengan tujuan agar kelak ketika dewasa menjadi kuat, terampil dan pintar. Semisal belajar memahat, membuat perisai, perahu, bercocok tanam, dan teknik dalam berperang.
Bangunan Rumah adat Kariwari Bentuk bangunan seperti limas segi delapan dengan atap berbentuk kerucut. Bangunan ini kuat menahan angin yang cukup kencang dari segala arah. Bentuk atap yang kerucut juga memiliki makna yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat untuk mendekatkan diri dengan roh para leluhurnya. Kebudayaan Papua
Page 10
Beberapa bahan untuk membangun rumah ini seperti kulit kayu dijadikan alat lantai, bambu yang dibelah kemudian disusun untuk dinding. Kemudian untuk atap menggunakan daun sagu yang ditata rapi. Menariknya bangunan ini hanya memiliki 8 buah kayu utuh sebagai kerangkanya dan disambung menggunakan tali. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu besi. Sedang batang kayu utuh memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan bangunan dan menahan atap bangunan agar tidak terlepas. Pada diantara 8 struktur bangunan tepatnya dibawah batang kayu dimanfaat untuk menyimpan hasil kerajinan dan alat perang.
Tata ruang Rumah adat Kariwari Rumah adat Kawari memiliki tinggi sekitar 20 sampai 30 meter. Sedangkan untuk diamater lingkaran bangunan mencapai 8 sampai 12 meter. Pada bangunan dibagi menjadi 3 ruang, paling bawah untuk belajar kaum laki-laki. Lantai tengah dijadikan tempat tidur dan tempat pertemuan para ketua suku. Untuk yang paling atas dijadikan sebagai tempat meditasi agar menambah semangat daya juang, emosi, dan berdoa.
3.
Rumah Adat Rumsram Rumah Rumsram merupakan rumah adat suku Biar Numfor di daerah Pantai Utara Papua. Sama halnya dengan rumah Kariwari, rumah ini juga dikhususkan untuk laki-laki. Bahkan perempuan dilarang untuk mendekat apalagi memasuki rumah ini. Fungsi rumah rusman adalah sebagai tempat belajar dan mendidik anak laki-laki untuk mencari dan mengembangkan kemampuannya.
Bangunan Rumah adat Rumsram Bentuk dari rumah adat Papua ini seperti perahu yang sedang terbalik. Hal ini dikarenakan bentuk mata pencarian hidup mereka menggunakan perahu untuk mencari ikan di laut. Bahan untuk membuat bangunannya semua dari alam, seperti kulit kayu, bambu air, dan daun sagu. Sama seperti bangunan rumah adat Kawirari, dinding terbuat dari bambu, lanti dari kulit kayu dan atap dari daun. Ada 2 pintu yaitu di depan dan belakang serta beberapa jendela.
Tata ruang Rumah adat Rumsram Tinggi Rumah adat Rumsram mencapai 8 meter dengan 2 ruang didalamnya. Untuk ruang pertama tanpa dinding menjadikanya terbuka dan hanya ada kolom bangunan yang tampak. Di rumah inilah setiap anak Kebudayaan Papua
Page 11
laki-laki suku diajarkan beberapa keahlian yang bersifat praktis. Seperti memahat, membuat perisai, perahu, dan berbagai hal yang kelak bisa bermanfaat.
4. Rumah Mod Aki Aksa Rumah adat Papua Barat didirikan oleh suku Arfak, yaitu suku utama di Papua Barat. Rumah adat ini disebut juga Mod Aki Aksa (Lgkojei) yang artinya rumah kaki seribu. Rumah adat Papua yaitu Honai juga terdapat pada Papua Barat, akan tetapi penduduk di Papua Barat lebih mengandalkan hasil laut dibandingkan bertani, sehingga penduduknya mendirikan rumah adat mereka berupa rumah panggung yang identik sebagai kehidupan nelayan. Rumah adat ini terdapat di Manokwari namun saat ini jumlahnya semakin berkurang, terutama di kampung-kampung yang tersebar di pinggiran pedalaman di bagian tengah pegunungan Arfak. Rumah adat Papua Barat ini terdiri dari satu lantai yang terbuat dari kayu dan atapnya dibuat dari dedaunan sagu atau jerami dan lantainya disokong oleh tiang – tiang pilar-pilar penyokong. Biasanya rumah ini tertutup tanpa ada jendela dan hanya memiliki pintu depan dan pintu belakang. Untuk menuju pintu masuk harus menggunakan tangga kayu yang sederhana. Rumah adat Papua Barat disebut rumah kaki seribu karena memiliki keunikan tersendiri yaitu jumlah tiang atau pilar penyangga atau penyokong rumah yang sangat banyak.. Tiang penyokong ini berada di seluruh ruang di bawah rumah. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu yang kokoh dengan tinggi yang beranekaragam, baik tinggi maupun pendek. Rumah yang mendekati pedalaman, tiang-tiangnya semakin tinggi hingga kadang setinggi empat meter. Menurut adat dan kepercayaan masyarakat disana, tiang – tiang ini diukir serta dilengkapi patung nenek moyang sebagai penahan kekuatan jahat ilmu hitam dan untuk melindungi diri dari musuh dan ancaman orang-orang yang berniat jahat.
5. Rumah Panjang : Rumah panggung berbentuk memanjang tanpa sekat. 6. Rumah Mau : Terdiri dari satu ruangan tanpa sekat antar ruang, yang fungsinya, sebagai tempat pesta adat dan ruang inisiasi.
d. Kepemimpinan :
Ondowafi, tokoh adat ini tugasnya mengawasi pembukaan tanah ulayat oleh pengembang menyaksikan transaksi tanah atau hutan – hutan sagu dan sebagainya.
Kebudayaan Papua
Page 12
Korano, tokoh adat ini dianggap sebagai orang yang bertugas meneruskan perintah dan instruksi dari pemerintah, tokoh adat ini harus bisa membaca dan berpengalaman berhubungan dengan orang luar.
e. Perkawinan Sistem perkawinan adalah monogami walaupun poligami tidak dilarang. Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia ditunjukan dari adanya berbagai suku bangsa, bahasa daerah dan pola perilaku yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Perbedaan ini menunjukan juga bahwa hukum sebagai salah satu unsur kebudayaan, terutama hukum adat, yang mengatur kehidupan tiap masyarakat antara satu daerah dengan daerah lain juga berbeda. Di satu sisi masyarakat menganggap penting untuk tetap mempertahankan nilai-nilai budaya yang dimiliki termasuk didalamnya hukum local (adat), namun tidak jarang disisi lain nilai-nilai budaya tersebut bertentangan dengan peraturan hukum nasional yang diciptakan dan digunakan sejak Indonesia merdeka. Proses perkawinan adat merupakan salah satu aspek budaya yang penting didalam masyarakat yang sudah jelas berbeda tata cara antara suku, derah yang satu dengan yang lainnya. Khususnya masyarakat biasa proses perkawinan adat bersifat sakral dan magis. Dengan demikian maka proses perkawinan adat biak diatur secara hati-hati, sistematis dan penuh kesungguhan yang bertanggung jawab, sebab akibat sanksi hukum adatnya cukup berat bila tidak terproses sebagaimana mestinya. Orang Biak mengenal beberapa jenis perkawinan adat yang disesuaikan dengan status sosial dan gaya hidupnya. Perkawinan bagi orang biak tidak semata-mata untuk memperoleh keturunan dan pemenuhan biologis akan tetapi berkaitan erat dengan peran dan fungsi yang disandang oleh seseorang dalam kelompok masyarakatnya serta keberlangsungan marga (Keret atau Er). Jenis-jenis perkawinan adat yang pada umumnya terjadi dikalangan masyarakat biak itu antara lain : 1.
Perkawinan Murni (Farbakbuk Bekaku) Jenis perkawinan ini dipandang sangat terhormat dikalangan masyarakat biak karena memenuhi
syarat-syarat utama norma adat byak sebagaimana akan dijelaskan pada Bab II berikut ini, jenis perkawinan ini gampang – sulit terlaksana dikalangan orang byak karena yang dipertaruhkan disini adalah derajat atau harga diri dan kedua pihak keret marga yang bersangkutan langsung dalam proses perkawinan adat tersebut, penonjolan harta kekayaan , kemampuan memberi mas kawin, disiplin dalam soal tepat waktu melunasi maskawin dalam pelaksanaan pesta perkawinan adat yang bersangkutan.
2.
Perkawinan Kenalan (Farbakbukmanibow) Jenis perkawinan ini adalah sebagal wujud dan tindak lanjut dari niat dua orang yang berkenalan
baik, artinya sebagal balas jasa dari kedua kenalan yang saling menguntungkan misalnya ketika salah satu Kebudayaan Papua
Page 13
kenalan (teman) yang lain dari himpitan kesulitannya. Dengan demikian, maka kedua kenalan atau teman baik itu berikrar untuk saling mengawinkan anaknya kelak sebagai tanda persahabatan itu agar berlangsung terus. Biasanya proses perkawinannya tidak sama persis seperti proses perkawinan murni (Farbakbuk bekaku) misalnya : Nilai maskwain disesuaikan kemampuan pihak keluarga yang memberi, sedangkan syarat – syarat proses perkawinan adat yang lain tetap harus dipenuhi sebagaimana mestinya.
3.
Kawin Lari ( Parbakbuk Bebur) Jenis perkawinan ini terlaksana sebagai wujud dari niat seorang laki-laki / atau perempuan tidak
direstui oleh pihak keluarga karena pihak keluarga mempunyai calon lain diluar keinginan kedua orang tersebut. Bila terjadi seperti itu, maka wanita yang bersangkutan mengambil keputusan lari kawin dengan calon suami yang telah menjadi pilihannya dengan penuh resiko. Perkawinan ini disebut Farbakbuk Bin Berbur perempuan yang lari kawin). Sebaliknya kalau wanita (perempuan) tidak berani lari kawin, maka laki – laki yang mengambil inisiatif merampas wanita tersebut dari keluarganya untuk dijadikan istri, sudah jelas penuh resiko. Perkawinan ini disebut Farbakbuk Pasposer ( perkawinan karena perampasan), Perkawinan adat, jenis ini prosedurnya jauh berbeda dengan proses perkawinan tersebut diatas karena sifatnya terpaksa dan mengundang emosi keluarga pihak perempuan, maka biasanya maskawin yang diminta oleh pihak perempuan pun mahal (dua kali lipat) karena sanksi adat.
4.
Perkawinan Pergantian Tungku (Farbakbuk Kinkafsr) Jenis perkawinan ini dapat di setujui kalangan masyarakat adat byak untuk diberlakukan khusus bagi
seseorang laki-laki yang apabila istri pertamanya telah meninggal ( Wafat), maka adik kandung yang sudah genap usia kawin, dibenarkan kawin dengan kakak iparnya agar hubungan kekeluargaan yang ada tetap berlangsung terus. Proses perkawinannya, biasanya tidak diacarakan tetapi langsung menjadi istri (Suami – Isteri) artinya cukup dengan mendapat restu dari kedua belah pihak keluarga yang bensangkutan dan maskawinnya terserah dan kepada kemampuan pihak keluarga laki-laki dan tidak dipaksakan.
5.
Perkawinan Pengganti Korban Pembunuhan (Farbakbuk Bin Babyak) Jenis perkawinan ini dikalangan masyarakat byak termasuk perkawinan luar biasa, karena wanita
diberikan oleh keluarga pihak pelaku pembunuhan kepada pihak keluarga yang menjadi korban sebagai pengganti dengan maksud agar wanita tersebut kelak dalam perkawinannya melahirkan seorang anak sebagai pengganti korban dan selain dari itu berfungsi sebagai alat perdamaian dan sekaligus mengikat hubungan kekeluargaan diantara kedua keluarga yang bersangkutan serta menghilangkan dendam kusumat.
Kebudayaan Papua
Page 14
Proses perkawinan adat ditiadakan termasuk maskawinnya dengan catatan bila dikemudian hari bila melahirkan seorang anak wanita dan ada maskawin, maka maskawinnya separuh / sebagian diberikan kepada keluarga korban sebagai tanda.
6.
Perkawinan Hadiah Perampasan Sebagai Budak (Tarbakbuk Women) Jenis perkawinan ini ada pada masyarakat byak “tempo doeloe”, sekarang sudah tidak ada lagi, dan
mungkin sekali masih terdapat dikalangan masyarakat didaerah terpencil dipedalaman Papua atau didaerah-daerah terisolir pada lembah-lembah barisan pegunungan tengah Papua. Jenis perkawinan ini dikalangan masyarakat byak “tempo doeloe” terjadi bila marga -marga disuatu kampung menyerang kampung lain karena suatu sebab khusus, sebab khusus itu antara lain:
Kampung itu pernah diserang oleh kampung yang bersangkutan (Balas dendam).
Kampung yang bersangkutan dicurigai sebagai mata-mata yang memudahkan kampung mereka diserang.
Kampung yang bersangkutan dinilai berpeluang potensi ekonomis
Kampung yang bersangkutan dinilai letaknya strategis guna mengatur teknik penyerangan dan darat maupun dan laut.
Pada waktu serangan atau perang suku itu, pihak yang lebih kuat merampas dan membawa pergi secara paksa wanita muda yang belum kawin atau wanita muda yang sudah kawin sebagai hadiah kemenangan untuk kemudian dijadikan istri.
Wanita yang dirampas dalam serangan atau perang suku itu menurut aturan perang suku harus berasal dari tokoh masyarakat kampung yang dikalahkan.
Syarat wajib dalam perang suku masyarakat byak “tempo doeloe” ini diperlukan sebagai :
Pameran kekuatan dan kehebatan dalam teknik perang suku (perang tradisional).
Pameran patriotik, sebagai motifasi kepada generasi muda untuk selalu memiliki jiwa perang (Patriotik) tidak mudah menyerah dan selalu mencontohi leluhur yang selalu pemberani (Mambri)
Mambri adalah orang kuat dalam masyarakat kampung yang selain memiliki keunggulan perang, memiliki sifat dan sikap tidak kenal menyerah dalam kondisi apapun, dan selalu berada pada posisi terdepan dan tidak perlu mundur ketengah dan kebelakang dalam kepemimpinannya, dengan demikian dia adalah “Snon kaku byak (Laki -laki sejati Biak) dengan gelar “Mambri” (Orang Kuat / Strong man).
Proses perkawinan pada jenis perkawinan “ women” (Budak) ini ditiadakan karena tidak ada wali orang tua yang jelas, demikian prosesi perkawinan diatur oleh kesepakatan tua-tua adat dalam kampung kepada siapa wanita yang dirampas (Pasposer) dalam perang suku menjadi kewenangan
Kebudayaan Papua
Page 15
“Kain – kain karkar Biak” (KKB) Dewan adat mnu (Dewan adat kampung) yang terdiri dari para Mananwir Er (Kepala keret / marga).
3. Sistem Pengetahuan a.
Pemanfaatan sumber daya alam; Ramuan dari kayu akuai untuk menghilangkan rasa sakit dan lemah badan. Jenis kayu sebagai bahan rumah, seperti kayu arwob dan tsout atau nibung untuk membuat lantai rumah dan rakit.
b.
Perang suku: bermakna kesuburan dan kesejahteraan, jika tidak ada perang, maka ternak babi hasil pertanian tidak dapat berkembang.
c.
Bakar Batu: makanan di masak dari panas batu yang dibakar.
d.
Minuman keras: sejenis saguer yang mereka sebut minuman bobo.
e.
Babi: Untuk korban, dimakan, pembayar sanksi adat
f.
Mumi kepala suku atau pimpinan perang.
4. Sistem Teknologi a. Pakaian Adat 1. Busana tradisional orang Asmat a.
Rok mini dan cawat penutup aurat kaum laki-laki (pummi) dan perempuan Tok (semacam cawat atau celana dalam).
b. Penutup payudara (peni) c.
Juprew, topi berbentuk kopiah yang terbuka bagian atasnya
d. Aksoseri lainnya yang sangat khas adalah subang penghias telinga, subang penghias hidung, kalung dan gelang yang dipakai pada lengan, pergelangan tangan dan pangkal betis, penghias hidung. 2.
Busana tradisional Suku Dani: Koteka (penutup alat kelamin laki-laki), yokal (rok wanita dari serat), dan sali (rok gadis).
b. Aksesoris Masyarakat Suku Dani 1. Wanita: gelang dan noken (sejenis tas) 2. Pria: a. Swesi, topi berbentuk bulat dari bulu burung b. Siikan, gelang anyaman rotan c. Walimo, hiasan dada dari anyaman serat kulit d. Wam maik, taring babi sebagai kalung atau diselipkan pada cuping hidung Kebudayaan Papua
Page 16
e. Wali moken kulit kerang f. Cipat kalung berupa tali penangkal guna-guna g. Wayeske, anak panah dan busur h. Mul semacam baju besi yang dibuat dari anyaman serat rotan i. Sege adalah tombak panjang
5. Sistem Ekonomi Pada daerah-daerah Papua yang bervariasi topografinya terdapat ratusan kelompok etnik dengan budaya dan adat istiadat yang saling berbeda. Dengan mengacu pada perbedaan topografi dan adat istiadatnya maka sacara garis besar penduduk Papua dapat di bedakan menjadi 3 kelompok besar yaitu: a.
Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum, rumah diatas tiang (rumah panggung); mata pencharian menokok sagu dan menangkap ikan.
b. Penduduk daerah pedalaman yang hidup pada daerah sungai, rawa, Danau dan lembah serta kaki gunung. Pada umumnya bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan. c.
Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun beternak secara sederhana.
6. Sistem Religi Dalam hal Kerohanian, sebagian besar penduduk asli Papua telah mempunyai kepercayaan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun demikian ada sebagian dari penduduk terutama yang berada di daerah pedalaman masih menganut faham animisme. Untuk pertama kalinya pada tanggal 5 Februari 1855 agama Kristen masuk di Pulau yang dibawa oleh 2 (dua) orang penginjil yaitu Ottow dan Geizler dari Belanda dan Jerman. Sejak itu agama Kristen mulai berkembang ke seluruh. Dengan demikian mayoritas penduduk di Papua memeluk agama Kristen Penduduk di bagian utara, barat dan timur kebanyakan agama Kristen Protestan, sedangkan penduduk bagian selatan dan s ebagian pedalaman Enarotali memeluk agama Kristen Katolik. Selain agama Kristen, sebagian penduduk asli terutama daerah Fak Fak dan kepulauan Raja Ampat Sorong menganut agama Islam Sekarang ini sesuai perkembangan dan perubahan daerah yang juga membawa perubahan kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa. Di Papua terdapat agama Kristen, agama Islam dan Hindu Bali serta Budha yang merupakan penganut minoritas. Agama Islam dan Hindu kebanyakan hanya terdapat di kota sedangkan daerah-daerah pedalaman pada umumnya beragama Kristen.
Kebudayaan Papua
Page 17
7. Kesenian a. Seni Tari 1.
Tari Musyoh Tari Musyoh merupakan salah satu tarian sakral asal Papua, dan tarian ini diadakan jika ada sanak saudara ataupun warga yang mengalami kecelakaan maut dan diperkirakan arwahnya tidak tenang. Jika kita lihat dari unsur gerakannya, tarian ini mencerminkan masyarakat Papua yang lincah dan energik. Dan biasanya penarinya terdiri dari sekelompok penari pria. Menurut budayanya, tarian ini dapat
bermanfaat untuk mengusir arwah yang gentayangan. Kostum yang digunakan adalah pakaian adat Papua yang terdiri dari Koteka, Rok rumbai, dan peralatan perang seperti tameng dan tombak. Sedangkan alat musik yang digunakan adalah tifa.
2.
Tari Sajojo Tari Sajojo dibuat untuk mencerminkan budaya warga Papua yang senang bergaul. Tarian ini dapat ditarikan dengan jumlah penari yang sangat banyak, tidak terpatok dengan jenis kelamin dan dapat ditarikan oleh anak muda ataupun tua. Konon, tarian ini sudah ada semenjak tahun 1990-an. Karena gerakannya ceria, tarian ini menjadi terkenal dengan pesat dikalangan penduduk Papua, bahkan saat
zamannya tarian ini sering dipertontokan di acara TV nasional. Tarian ini dinamakan sajojo karena musik yang digunakan untuk mengisi tarian ini adalah lagu Sajojo. Seperti poco-poco, selalu itu-itu saja yang dilantunkan. Sejarah singkatnya, tarian ini menceritakan seorang bunga desa yang banyak diidolakan dikampungnya. Karenanya, tarian ini masih dilestarikan hingga sekarang dan menjadi tarian yang dicari wisatawan asing. Kostum yang digunakan adalah kostum adat Papua.
3.
Tari Yospan Tari Yospan adalah salah satu tarian tradisional asal Papua yang satu kategori dengan Tari Sajojo, dimana tarian ini menandakan pergaulan masyarakat Papua. Hal ini terlihat dengan gerakannya yang sangat energik. Tarian ini cukup terkenal lho, dan biasa digunakan bila ada acara-acara besar seperti upacara adat, acara seni budaya, dan upacara penyambutan. Sejarah singkatnya, Tari Yospan adalah hasil
Kebudayaan Papua
Page 18
dari penggabungan Tari Pancar dan Tari Yosim. Gerakannya seperti loncat-loncat, jalan-jalan, memutar dan sebagainya terinspirasi dari pertunjukan akrobat pesawat saat zaman penjajahan Belanda. Sekarang, tarian ini telah mengalami berbagai perubahan agar lebih kaya dan bervariatif. Untuk tarian ini, tidak terpatok pada jumlah penari, namun biasanya ditarikan secara masal dan beramai-ramai. Musik yang digunakan adalah musik tradisional Papua.
4.
Tari Selamat Datang Tarian ini dinamakan tari selamat datang karena digunakan untuk menyambut kedatangan tamu besar atau tamu kehormatan di Papua. Penarinya tidak diutamakan harus laki-laki, terkadang ada juga perempuan. Tarian ini menjadi salah satu tarian kebanggaan daerah sana. karena memiliki gerakan yang enerjik yang mengandung niliainilai estetika didalamnya. Tidak ada sejarah singkatnya, namun
konon tarian ini sudah lama digunakan oleh masyarakat Papua. Kostum yang digunakan adalah kostum adat Papua, dilengkapi beberapa atribut masyarakat sana seperti senjata. Alat musik yang digunakan adalah tifa.
5. Tari Perang Tari perang merupakan salah satu tarian tradisional Papua. Dimana tarian ini memiliki makna jiwa kepahlawanan masyarakat
Papua.
Karena
tarian
ini
menunjukan
jiwa
seseorang yang gagah perkasa. Maka biasanya ditarikan oleh laki-laki dengan pakaian adat tradisional beserta perlengkapan perang. Sejarah singkatnya, diambil dari kisah zaman dulu yang sering terjadi peperangan antar suku Sentani dan suku-suku lainnya. Kemudian para leluhur membuat tarian ini dengan tujuan memberikan semangat para pasukan Papua. Dan seiring zaman, peperanganpun sudah ditiadakan, namun tarian ini masih tetap dibudidayakan. Sekarang, tarian ini hanya simbolik untuk menghargai para leluhur saja yang telah mati-matian melindungi daerah Papua. Biasanya tarian ini ditarikan oleh 7 orang ataupun lebih. Musik yang digunakan dalam tarian ini adalah kerang, tifa dan gendang. Tariannya pun cukup energik dan menampilkan beberapa gerakan perang, antara lain memanah, loncat, mengintip musuh, dan lain-lain.
Kebudayaan Papua
Page 19
6. Tari Suanggi Tari Suanggi salah satu tarian dari Papua tepatnya di Papua Barat, sejarah singkatnya tarian ini menceritakan tentang suami yang ditinggal mati oleh istrinya. Konon tarian tradisional yang satu ini sangat bernuansa magis karena seperti ritual. Terlihat dari namanya „Suanggi‟ yang mengandung arti roh jahat, konon roh tersebut memiliki janji yang belum ditebus semasa ia hidup, dan ketika mati ia akan menjadi roh penasaran. Roh tersebut akan memasuki jiwa perempuan yang masih hidup dan mencelakakan orang lain. Tidak banyak orang yang mengetahui asal usul tarian tersebut, hal ini terlihat dari info yang sangat sedikit didapat mengenai tarian ini.
b. Seni Ukiran 1. Seni Ukir Kayu Suku Asmat Bagi suku Asmat, seni ukir kayu adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang telah turun temurun menjadi suatu kebudayaan yang bukan saja dikenal di Papua dan Indonesia, melainkan sudah ke seluruh dunia. Bagi setiap turis asing yang berkunjung ke Papua, rasanya kurang lengkap apabila tidak mengenal atau membeli cenderamata karya ukir suku Asmat dalam berbagai ukuran. Ciri khas dari ukiran suku asmat adalah polanya yang unik dan bersifat naturalis, dimana dari pola-pola tersebut akan terlihat kerumitan cara membuatnya sehingga membuat karya ukir suku Asmat bernilai tinggi dan sangat banyak diminati para turis asing yang menggemari karya seni. Dari segi model, ukiran suku Asmat memiliki pola dan ragam yang sangat banyak, mulai dari patung model manusia, binatang, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari sampai ukiran tiang. Suku Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang dan orang berperahu, orang berburu dan lain-lain. Mengukir adalah sebuah tradisi kehidupan dan ritual yang terkait erat dengan spiritualitas hidup dan penghormatan terhadap nenek moyang. Ketika Suku Asmat mengukir, mereka tidak sekedar membuat pola dalam kayu tetapi mengalirkan sebuah spiritualitas hidup.
2. Seni Ukir Kayu Suku Kamoro Sebagian besar orang Kamoro hidup dengan budaya meramu. Hutan dan rawa di sekitar tempat tinggal mereka menjadi “supermarket” yang menyediakan semua kebutuhan hidup. Sagu, ikan, daging dan lain sebagainya mereka peroleh langsung dari alam. Tak heran jika orang Kamoro sangat mahir memancing dan berburu hewan dengan cara menyergap atau menjerat.
Kebudayaan Papua
Page 20
Suku Kamoro juga telah lama melahirkan mahakarya berupa seni ukir kayu yang unik. Mereka membuat ukiran di banyak peralatan yang digunakan sehari-hari. Kebiasaan itu diwariskan dari satu generasi ke generasi. Oktavianus lalu menunjukkan hasil ukiran kayu khas Kamoro. Beberapa di antaranya adalah Oteka yang berbentuk tongkat, Yamate (perisai), Pekaro (piring), dan Waki (alat pukul). Tidak semua orang Kamoro bisa mengukir. Dulu biasanya hanya keluarga pengukir yang mewarisi keahlian tersebut. “Kalau ke kampung, lihat saja rumah -rumahnya. Kalau banyak ukiran, berarti dia pengukir”, terang Oktavianus. Seni Ukir Suku Kamoro di bagi menjadi 2 yaitu : 1.
Yang paling besar berupa tiang Mbitoro yang mencapai tinggi sepuluh meter. Bahan diambil dari pohon yang besar, bagian akarnya diukir ditempatkan sebagai bagian atas ukiran (dibalik). Mbitoro ini dijumpai di desa Kaugapu kecamatan Mapuru Jaya yang melukiskan wajah Paulus Kapirapu, kepala desa yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Mbitoro biasanya ditegakkan di depan rumah adat yg khusus dibangun saat inisiasi anak-anak Komoro.
2.
Mbikaso, yaitu topeng besar yang diukir, dikenakan di atas kepala dan pundak saat acara ritual. Tujuan dibuat mbikaso adalah untuk menimbulkan rasa takut terutama bagi musuh. Dibuat dari jalinan kulit kayu kembang sepatu dan rotan, terbuat dalam berbagai bentuk. Mbikaso dianggap sebagai bentuk paling menakjubkan dari karya Komoro.
c. Lagu Daerah Lagu daerah papua yang paling terkenal adalah lagu Apuse dan Yamko Rambe Yamko. Beberapa lagu daerah Papua lainnya adalah : 1. Sajojo 2. Goro-gorone 3. E Mambo Simbo 4. Diru Diru Nina
d. Seni Musik 1.
Triton Merupakan alat musik tradisional masyarakat Papua, cara memainkan alat murik Triton memakai mulut, yaitu dengan cara ditiup. Untuk menemukan alat musik ini, biasanya dengan mudah ditemukan di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen, Nabire, Wondama, serta kepulauan Raja Amat. Konon, alat musik tradisional tersebut cuma digunakan untuk sarana
Kebudayaan Papua
Page 21
komunikasi, yaitu difungsikan sebagai alat panggil atau pemberi tanda. Sekarang, alat musik ini juga digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat Papua. 2.
Pikon
Termasuk sebagai alat musik tradisional asli Papua, Pikon sebenarnya asal dari kata Pikonane, dan dalam bahasa Baliem berarti alat musik bunyi. Pikon adalah alat musik tradisional khas suku Dani yang biasa dimainkan oleh kaum pria. Biasanya masyarakat setempat memainkan alat ini sambil beristirahat setelah lelah bekerja seharian atau ketika bersantai di Honai. Yang membuat aneh, bunyi suara yang dihasilkan oleh Pikon sebenarnya tidaklah merdu, malahan cenderung sumbang. Lebih lanjut, Pikon disebut sebagai alat musik yang cukup spesifik dan tidak sembarang orang dapat memainkan alat ini karena cara memainkannya yang cukup rumit 3.
Yi
Alat musik tradisional Papua yang ini terbuat dari kayu dan bambu. Ada 2 fungsi alat musik Yi, yaitu: pertama, sebagai alat bunyi untuk memanggil penduduk, dan kedua berfugsi untuk mengiringi acara kesenian tari-tarian.
4.
Tifa Alat musik Tifa mirip dengan alat musik gendang. Dengan begitu cara memainkannya dengan cara dipukul. Tifa terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi. Untuk penutupnya kulit dari binatang Rusa sebagai bahan untuk membuatnya. Kulit Rusa tersebut dikeringkan guna menghasilkan suara yang bagus dan indah.
Kebudayaan Papua
Page 22
5.
Paar dan Kee Ini alat musik yang unik, mengapa? Karena sebetulnya Paar dan Kee berfungsi utama sebagai penutup kelamin pria adat masyarakat Papua. Paar merupakan labu kering dan kee merupakan ikat pinggang yang terbuat dari tulang burung Kasuari. Nah, uniknya, keduanya juga bisa berfungsi sebagai alat musik tradisional di Papua. Keduanya biasa dipakai para pria untuk menari dan menghasilkan bunyi ketika saling bertemu satu sama lain.
6.
Krombi Kombi merupakan alat musik tradisional Papua yang terbuat dari bambu. Krombi adalah salah satu alat musik yang fungsinya berguna untuk mengiringi tarian pada pesta adat masyarakat Papua. Alat musik tersebut biasanya dimainkan dengan memakai sebuah kayu kecil lalu diketukketuk pada bambu tersebut.
7.
Butshake Butshake terbuat dari bambu dan buah kenari. Buthsake adalah alat musik dari bahan buah kenari, berasal dari Muyu Kabupaten Merauke. Alat musik tersebut berfungsi pada pesta tari-tarian adat di masyarakat Papua.
8.
Amyen Terbuat dari kayu, Amyen merupakan alat musik tiup yang digunakan untuk mengiringi taritarian di Papua. Fungsi lain dari alat musik ini adalah untuk memanggil dan memberi tanda bahaya pada saat berperang melawan musuh. Tidak sekedar kayu, alat musik tersebut dibuat harus memakai bahan kayu putih, dan dipakai masyarakat Suku Web, Kabupaten Keerom, Papua.
9.
Guoto Dimainkan dengan cara petik, Guoto dikenal sebagai alat musik dari daerah Papua Barat. Adapun yang dipetik pada alat musik itu ialah bagian dawai atau senar. Bisa disebut alat musik Guoto termasuk kedalam kelompok alat musik jenis petik.
Kebudayaan Papua
Page 23
10.
Fuu Ada banyak istilah alat musik ini, ada yang sebut Fu, ada juga yang sebut Tahuri dan ada juga yang menenalnya dengan sebutan Korno. Seiring berjalan waktu, Tahuri yang dalam Budaya Papua juga disebut dengan nama Fu. Alat musik Fu terbuat dari kulit kerang yang menghasilkan bunyi yang sangat nyaring. Umumnya, Fu dimainkan saat memulai suatu lomba atau acara.
8. Senjata Tradisional a. Tombak Papua Tombak digunakan untuk berburu dan perang. Jadi buat dari kayu pada pegangannya dan batu atau tulang tajam sebagai matanya. Seiring perkembangan zaman, di masa kini mata tombak kerap ditemukan terbuat dari logam.Selain itu, modifikasi mata tombak yang beragam seperti pada gambar di atas ini juga tak jarang di jumpai.
b. Pisau Belati Pisau Belati pada umumnya dibuat dari bilah logam, di Papua justru hanya terbuat dari tulang kaki burung kasuari, burung endemik Papua. Tulang kaki burung kasuari dipilih karena mudah dibentuk dan ditajamkan tapi tetap memiliki struktur yang kuat. Pada gagang atau pegangan senjata tradisional Papua ini biasanya juga dilengkapi dengan hiasan bulu burung kasuari atau serat alam.
c.
Kapak Batu Kapak batu biasa digunakan oleh masyarakat Suku Asmat sebagai alat untuk menebang pohon dan membantu mereka dalam proses pembuatan sagu. Lebih dari sekadar senjata, kapak batu bagi Suku Asmat
merupakan
benda
yang
mewah,
mengingat
cara
pembuatannya yang rumit dan bahan baku batu nefrit yang sulit Kebudayaan Papua
Page 24
ditemukan. Bahkan, karena dianggap sangat berharga, kapak batu oleh masyarakat Suku Asmat sering dijadikan mahar dalam suatu pernikahan.
9. Upacara Adat Berikut ini adalah beberapa upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Papua sampai saat ini. a.
Ritual Kelahiran Bayi Ketika seorang wanita akan melahirkan bayinya, maka akan dibantu oleh beberapa orang wanita dalam proses jalannya kelahiran sang bayi. Dalam kelahiran bayi ini, tidak disertai dengan upacara atau ritual khusus yang menyertainya. Setelah bayi lahir, maka ari-ari dan tali pusar yang terlepas setelah
beberapa hari kemudian akan dihanyutkan dalam sungai begitu saja tanpa ada ritual apapun. b.
Ritual Kematian Ketika seseorang meninggal, maka tubuhnya yang telah meninggal tesebut akan dihias dan kemudian didudukkan diatas suatu singgasana. Upacara tersebut dilakukan di suatu lapangan di pusat perkampungan. Kerabat dan orang-orang yang melayat akan duduk mengelilingi dan
menangis sekeras-kerasnya. Tubuh para wanita akan dilumuri dengan lumpur putih sebagai tanda berkabung dan menyanyikan lagu ratapan kematian. 3. Tradisi Potong Jari Tradisi potong jari dilakukan sebagai lambang kesedihan karena ditinggal mati oleh anggota keluarga. Todak hanya dengan menangis namun juga mereka yang ditinggal mati diwajibkan untuk melaksanakan ritual ini. mereka memiliki anggapan bahwa tradisi ini adalah simbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Tradisi ini juga dilakukan dalam rangka mencegah kejadian serupa agar tidak terulang kembali.
Kebudayaan Papua
Page 25
10.Flora dan Fauna 1. Burung Cendrawasih Merah Burung
Cendrawasih
Merah
adalah
salah
satu
jenis
burung
cendrawasih endemik dari papua. Burung ini memiliki bulu berwarna kuning dan coklat, paruhnya berwarna kuning. Memiliki bulu hias berwarna merah darah dan bulu warna putih pada bagian ujung sisi perut, memiliki muka dengan bulu berwarna hijau zambrud, serta memiliki 2 buah ekor yang panjangnya melebihi ekor lain berbentuk pilin ganda dengan warna hitam. Ukuran jantan pada burung cendrawasih ini sekitar 75cm.
2. Kura-Kura Reimani Kura-kura reimani adalah jenis kura-kura yang memiliki kepada seperti ular. Kura-kura ini ditemukan di Merauke.
3. Kasuari Gelambir Tunggal Kasuari Gelambir Tunggal atau Kasuari Leher Emas adalah jenis burung kasuari endemic dari utara papua. Burung ini adalah anggota superorder paleogathae. Kasuari ini biasanya hidup menyendiri dan akan berpasangan hanya pada musim biak
4. Pohon Sagu dan Nipah Pohon Sagu dan Nipah merupakan tanaman yang terdapat di dataran rendah Papua dan sekitarnya.
Kebudayaan Papua
Page 26
5. Eucalyptus Eucalyptus adalah flora khas yang terdapat di Papua dan pula-pulau kecil disekitarnya, dimana jenis tumbuhan ini juga terdapat di daerah Queensland Australia Utara.
6. Mathoa Matoa (Pometia pinnata) adalah jenis flora yang khas untuk daerah Papua selain dari Eucalypus diatas.
Beberapa Flora dan Faua lainnya yang berasal dari Papua adalah : 1. Agatis Alba 2. Kasuari Kerdil 3. Ikan Pelangi Merah 4. Udang Selingkuh 5. Mambruk Victoria 6. Tikus Raksasa Mallomys
11. Makanan Khas a. Makanan Pokok (Papeda)
Sejarah Sagu merupakan bahan dasar berbagai makanan di daerah Papua, seperti sagu bakar yang menjadi tradisi dalam masyarakat Mappi, Asmat, dan Mimika. Sagu dan berbagai olahannya sangat banyak kita temukan di Papua karena sagu ini sendiri menjadi komoditas utama yang ada disana. Sedangkan komoditas lain
Kebudayaan Papua
Page 27
seperti padi sangat jarang ditemukan karena kondisi tanah di Papua memang kurang sesuai untuk pertumbuhan padi. Selain sagu bakar, ada pula papeda yang dikenal luas dalam tradisi Papua yang khususnya dalam adat Sentani dan Abrab
Fungsi makanan Fungsi utama papeda tentunya sebagai makanan pokok sehari-hari masyarakat Papua. Di samping itu, dalam ritual upacara adat papeda dijadikan sebagai persembahan untuk dewa. Dalam ritual ini, papeda harus dipersiapkan secara khusus. Sebelum dimasak, sagu sebagai bahan utama papeda harus dihaluskan dan dijemur sampai kering. Papeda ini hanya dikhususkan untuk pemimpin upacara (woun) dan disebut hilit kohok. Kemudian, papeda ini juga berfungsi sebagai makanan yang disajikan untuk tamu kehormatan, atau untuk kepentingan adat, seperti pembayaran mas kawin. Papeda di Papua juga dianggap sebagai makanan yang dapat mempererat kekeluargaan, karena semua anggota keluarga maupun tamu dapat bersama-sama makan dari satu wadah papeda.
Budaya daerah Papeda pada umumnya disajikan dengan kuah ikan kuning, yaitu ikan yang dimasak dengan campuran bumbu-bumbu yang menghasilkan kuah berwarna kuning. Papeda sendiri pada dasarnya tidak berasa. Kuah ikan kuning inilah yang memberi rasa enak dan gurih pada santapan papeda. Cara mengambil papeda terbilang unik, bukan menggunakan sendok tapi sepasang sumpit. Sumpit dipegang dengan kedua tangan, diputar dengan cepat sehingga menghasilkan gulungan gulali papeda hingga putus. Saat sudah terpisah dari wadah utama, papeda dituangkan ke piring dan diberi kuah ikan kuning. Satu hal unik tentang papeda bagi suku Sentani (Papua) adalah apabila makan tanpa papeda maka menurut mereka hal tersebut adalah uu ejei boi, yang artinya belum kenyang. Jadi hal ini mirip dengan orang Jawa yang mengatakan belum kenyang kalau belum makan nasi.
b. Lauk Hewani
Aunu Senebre Sejarah Karena papua dekat dengan laut, sumber makanan hewani masyarakat Papua pun juga berasal dari makanan laut. Fungsi makanan
tradisional
tersebut
sebagai
sumber
lauk
hewani
pendamping papeda. Bahan utama adalah teri nasi, daun talas dan batangnya, kelapa parut kasar.
Kebudayaan Papua
Page 28
Manggia Sejarah Wilayah papua banyak terdapat hutan-hutan. Sebagian besar penduduk papua tinggal di dalam hutan, sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan makanan. Sagu banyak tumbuh di hutan Papua, juga dimanfaatkan sebagai makanan pokok yang dimasak menjadi papeda. Pohon sagu yang busuk terdapat ulat sagu yang dimanfaatkan masyarakat.
Fungsi makanan tradisional Karena banyak mengandung vitamin, ulat sagu dipercaya sebagai makanan suplemen dan menjadi penambah tenaga. Bahan utamanya adalah ulat sagu
c. Jajanan
Kue Lontar
Sejarah Kue lontar adalah kue yang tidak jauh berbeda dengan kue Pie susu. Kue lontar memiliki rasa manis dan gurih yang merupakan makanan khas Papua. Pada awalnya, sejarah kue lontar ini berasal dari zaman Belanda. Nama kue pada bahasa Belanda disebut Rondtart atau yang disebut kue bundar. Pembuatanya dengan cara dibakar di piring keramik khusus zaman dahulu dimana berbeda dengan piring yang dipakai sampai sekarang. Piring yang dipakai dalam pembuatan kue lontar memiliki ciri khas yaitu terdapat gambar ikan dan piring tersebut hanya terdapat di Papua. Nama piring yang dipakai menyesuaikan nama dari kue yaitu piring lontar. Pada zaman Belanda nama kue bukan kue lontar karena adanya masalah lafal pengucapan, akhirnya kue ini dikenal dengan sebutan “Kue Lontar” di lidah orang Papua Kue lontar diwariskan turun temurun di Papua sejak zaman Belanda. Awalnya kue ini ada di kota Fak-fak setelah itu di Papua yang mayoritas penduduknya muslim. Pada akhirnya kue lontar ini terkenal sampai keluar Papua hingga dimodifikasi dengan nama lain.
Kebudayaan Papua
Page 29
Fungsi makanan Kue lontar ini berfungsi sebagai jajanan khas Papua yang disajikan pada saat hari-hari tertentu seperti hari besar. Biasanya disajikan pada saat Idul Fitri atau natal dan kue lontar selalu ada disetiap rumah warga Papua.
12. Pariwisata Papua memiliki banyak sekali tempat wisata yang menyuguhkan pemandangan yang luar biasa. Beberapa diantaranya adalah : 1.
Raja Ampat
2.
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
3.
Danau Sentani
4.
Danau Paniani
5.
Lembah Baliem
6.
Desa Wisata Sauwandarek
7.
Pantai Bosnik
8.
Pantai Amai
9.
Pulau Rumberpon
10.
Tugu MacArthur
13. Konflik Sosial Organisasi Papua Merdeka atau disingkat OPM adalah sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1965 di Papua.
Tujuan
Didirikan
menggulingkan pemerintahan Indonesia
yang
Organisasi saat
ini
Papua ada
Merdeka di
adalah
untuk
provinsi Papua dan Papua
Barat (dulu Irian Jaya). Tujuan akhirnya tidak lain adalah untuk memisahkan diri dari Indonesia dan menolak pembangunan dari Indonesia. OPM menurut Pemerintah Indonesia Organisasi ini dianggap ilegal oleh pemerintah Indonesia dan disebut sebagai upaya pengkhianatan terhadap NKRI. Sejak berdiri, OPM telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai tujuannya seperti mengibarkan bendera bintang kejora, melakukan negosiasi diplomatik, sampai melakukan invasi militan pada konflik Papua. Para pendukung dan anggota organisasi ini sering membawa-bawa bendera bintang kejora dan lambang persatuan mereka. Bahkan organisasi ini sudah menyiapkan lagu kebangsaan mereka sendiri yang berjudul “Hai Tanahku Papua”.
Kebudayaan Papua
Page 30
Sejarah Organisasi Papua Merdeka Saat perang dunia berlangsung, Papua terbagi menjadi dua bagian yakni Nugini Barat (Nugini Belanda) dan Nugini Timur (Nugini Britania). Kedua teritori ini menyatakan penolakannya terhadap penjajahan Jepang dan memilih bersekutu dengan Australia dan Amerika selama perang pasifik. Meskipun sebelumnya sudah ada perjanjian antara Belanda dan Australia bahwa sebaiknya Nugini Barat dan Nugini Timur sebaiknya bersatu, namun tidak adanya kelanjutan seperti pembangunan membuat dua wilayah ini akhirnya berpisah.
Pendirian Organisasi Papua Merdeka Akhirnya pada Desember 1963, OPM didirikan oleh para petinggi Papua. Mereka menyerukan bahwa masyarakat Papua menolak pembangunan modern, mereka juga memerintahkan agar para pemerintahan, pemuka agama,
dll
untuk
pergi
pendirian OPM, Nugini Belanda mengadakan
dari
tanah Papua. pemilu
Sebagai
pada Januari
tindak
1961,
lanjut
dan
dari
selanjutnya
mengangkat Dewan pada April-nya. Melihat hal ini, Amerika segera bergerak. Penasihat keamanan Nasional
bernama McGeorge
Bundy meminta Presiden AS saat
itu
transfer pemerintahan Nugini Barat ke Indonesia. Perjanjian New York pun
untuk
dibuat
dan
merundingkan ditandatangani
oleh Indonesia, Belanda, serta PBB pada Agustus 1962. Deklarasi Republik Papua Barat Pada tanggal 1 Juli 1971, dua petinggi Papua Barat bernama Roemkorem dan prai mulai mendeklarasikan berdirinya Republik Papua Barat dan mereka juga menyatakan bahwa konstitusi sudah dlam proses perancangan. Namun dalam perjalanannya, kedua tokoh ini berselisih yang mengakibatkan perpecahan pada kubu OPM. OPM pun terbelah dua menjadi PEMKA pimpinan Prai dan TPN pimpinan Roemkorem.
Pada
tahun 1976, perusahaan Freeport sering
mendapatkan
surat
ancaman
dari
organisasi OPM. Awalnya OPM meminta bantuan dan kerja sama dengan pihak Freeport. Tapi karena Freeport menolak, OPM mengancam akan merusak perusahaan mereka dengan memotong saluransaluran penting seperti saluran slurry, listrik, membakar gudang, meledakkan bom, dll.
Dewan Revolusi OPM Pada 1982,
Dewan
Revolusi OPM kembali
mengupayakan
kemerdekaan Papua
Barat melalui
kampanye diplomasi Internasional. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari organisasi-organisasi dunia seperti GNB, ASEAN, Forum Pasifik Selatan, bahkan PBB. Pada tahun 1984, OPM mulai menyerah Jayapura yang notabene pusat dari pemerintahan Indonesia di Papua yang juga banyak terdapat masyarakat Indonesianya. Untungnya, serangan ini berhasil dihentikan militer Indonesia. Kegagalan serangan ini membuat eksodus pengungsi papua ke camp-camp di Papua yang juga dibantu Kebudayaan Papua
Page 31
OPM. Pada februari di tahun yang sama, PT Freeport melaporkan kepada pemerintah Indonesia bahwa OPM kembali aktif di daerah mereka dan diketahui sebagian karyawan Freeport merupakan simpatisan OPM
Penyerangan ke Freeport, tanggal 18 Februari 1984 sejumlah orang diduga anggota OPM mulai menyerang Freeport dengan memotong pipa-pipa penting perusahaan itu dengan gergaji, membakar gudang, dll. Polisi dan petugas pabrik yang mencoba mendekat ditembak dengan brutal oleh anggota OPM. Kegiatan ini kembali dilakukan pada tanggal 14 April. Hal ini memaksa Freeport meminta bantuan kepada militer dan polisi Indonesia. Terhitung sejak tanggal 24 Oktober 2011, OPM sering melakukan invasiinvasi
militer.
Mereka
sering
menembaki
polisi-polisi Indonesia di Papua. Ini
memaksa Indonesia menurunkan lebih banyak personil di Papua. Tidak hanya polisi, OPM juga menembak warga sipil bahkan OPM juga pernah menembak pesawat Trigana Air yang sedang landing sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Dan hingga saat ini, walaupun situasi sudah semakin membaik, tetapi di beberapa tempat masih menjadi zona warning pemerintah dan terus dalam pengasawan TNI/POLRI.
Kebudayaan Papua
Page 32