Makalah Lembaga Keuangan Syariah
A. Pendahuluan
Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang
digunakan untuk mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari
sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem
sosial. Oleh karenanya, keberadaannya harus dipandang dalam konteks
keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Islam menolak pandangan yang menyatakan
bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.[1][1] Padahal ilmu
ekonomi merupakan ilmu yang syarat orientasi nilai.
Sebenarnya, bisnis secara syariah tidak hanya berkaitan dengan
larangan bisnis yang berhubungan dengan, seperti masalah alkohol,
pornografi, perjudian, dan aktivitas lain yang menurut pandangan Islam
seperti tidak bermoral dan antisosial. Akan tetapi bisnis secara syariah
ditunjukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan
sosial-ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan
untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam
mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi
dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih
dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah.
Al Quran mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan
ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan
banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan
tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosial-ekonomi. Para
ahli yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al Quran mengakui bahwa
praktek perundang-undangan Al Quran selalu berhubungan dengan transaksi.
Hal ini, menandakan bahwa betapa aktivitas ekonomi itu sangat penting
menurut Al Quran.
Ekonomi Syariah menganut faham Ekonomi Keseimbangan, sesuai dengan
pandangan Islam, yakni bahwa hak individu dan masyarakat diletakkan dalam
neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga,
akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi
Keseimbangan merupakan faham ekonomi yang moderat tidak menzalimi
masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat
kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak menzalimi hak individu
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak
individul dan masyarakat.
Dari kajian-kajian yang telah dilakukan, ternyata Sistem Ekonomi
Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal
kehidupan, namun sebagian umat Islam, tidak menyadari hal itu karena masih
berpikir dengan kerangka ekonomi kapitalis-sekuler, sebab telah berabad-
abad dijajah oleh bangsa Barat, dan juga bahwa pandangan dari Barat selalu
lebih hebat. Padahal tanpa disadari ternyata di dunia Barat sendiri telah
banyak negara mulai mendalami sistem perekonomian yang berbasiskan Syariah.
Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah,
dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan
Syariah. Oleh karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan,
proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan
perbuatan mesum/ asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata illegal,
serta proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam
struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas
Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut.
Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-
koridor
prinsip-prinsip:
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai
kontribusi dan resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana),
dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai
mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat
mengetahui kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan
golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil
alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam setiap transaksi tidak mengenal bunga,
baik dalam menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam
pembiayaan bagi dunia usaha yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra
, penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia
dana dan pengusaha. Keuntungan total pada modal akan dibagi di antara kedua
pihak menurut keadilan. Pihak penyedia dana tidak akan dijamin dengan laju
keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata tidak menguntungkan.
Sistem bunga akan merugikan penghimpunan modal, baik suku bunga
tersebut tinggi maupun rendah. Suku bunga yang tinggi akan menghukum
pengusaha sehingga akan menghambat investasi dan formasi modal yang pada
akhirnya akan menimbulkan penurunan dalam produktivitas dan kesempatan
kerja serta laju pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah akan
menghukum para penabung dan menimbulkan ketidakmerataan pendapatan dan
kekayaan, karena suku bunga yang rendah akan mengurangi rasio tabungan
kotor, merangsang pengeluaran konsumtif sehingga akan menimbulkan tekanan
inflasioner, serta mendorong investasi yang tidak produktif dan spekulatif
yang pada akhirnya akan menciptakan kelangkaan modal dan menurunnya
kualitas investasi.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal
sebagai berikut:
1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus
sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan,
bukan hubungan debitur-kreditur;
3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted,
tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di
akhirat;
4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan
prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi
komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal.
Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi
materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan
kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang
mempunyai kemampuan di bidangnya.
Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan
syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang
tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha
yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat.
Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain dituntut memiliki kemampuan
teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan prinsip syariah
yang baik serta memilik akhlak dan moral yang Islami, yang dapat dijabarkan
dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
-Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap
orang, dan Allah SWT;
-Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
-Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan,
bekerja keras, dan
inovatif;
-Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan
tugas dan melayani mitra usaha;
-Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak
lain untuk
meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan
dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di setiap
lembaga keuangan syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta physical
performance, melainkan juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah
Islamiyah.
Hal ini perlu dilakukan sebagai environmental enforcement, mengingat
agar sumber daya yang telah belajar dan mendapatkan pendidikan serta
pelatihan yang baik, ketika masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia
karena lingkungannya tidak mendukung.
Bisnis berdasarakan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh.
Pertumbuhan itu tampak jelas pada sektor keuangan. Dimana kita telah
mencatat tiga bank umum syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih dari 2000 unti
Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan bermiliar
rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan
tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan
non-syariah.
Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:[2][2]
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada
kewajaran dan keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis
dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
B. Lembaga Keuangan Syariah
Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah bukan hanya
bank, secara garis besar dapat digambarkan di bawah ini lembaga-lembaga
keuangan syariah yang ada, yaitu:
1. Bank Syariah
i. Pengertian
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utamanya adalah
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang, pada
awalnya istilah bank memang tidak di dikenal di dunia islam, yang lebih
dikenal adalah jihbiz yang mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu
jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak pada benda yang kena
pajak yaitu barang dan tanah.
Pada zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran
uang yang pada waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus
yang terbuat dari tembaga, dengan adanya fulus para gubernur pemerintahan
cenderung mencetak fulusnya masing-masing sehingga akan berbeda-beda nilai
dari fulus tersebut, kemudian ada sistem penukaran uang. Selain melakukan
penukaran uang jihbiz juga menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan
jasa pengiriman uang.
ii. Sejarah Bank Syariah
Ide untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama
dan ditandai dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai bank
syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948),
dan Mahmud Ahmad (1952) dan ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi
(1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1944-1962
bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar
tahun 1940, yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji
secara non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal
Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab
Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan membuka
sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala
Lumpur pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Di Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada
pertengahan 1970 yang dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada
tahun 1974 dan Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama
di Indonesia adalah Bank Muamalat yang merupakan hasil kerja tim Perbankan
MUI yang ditandatangani pada tanggal 1 Nopember 1991.
iii. Produk-produk Bank Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu
Produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabahnya.
Penyaluran Dana
o Prinsip Jual Beli (Ba'i)
Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang.
Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang
dijual. Terdapat tiga jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam bank syariah, yaitu:
Ba'i Al Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah
keuntugan yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini
bank menyebutkan harga barang kepada nasabah yang kemudian bank memberikan
laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Ba'i Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan
pemesan memberikan uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang
dipesan dan sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi
diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan pembayaran
dilakukan dengan segera.
Ba'i Al Istishna: Merupakan bagian dari Ba'i Asslam namun ba'i al
ishtishna biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba'i
Al Ishtishna mengikuti Ba'i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan
beberapa kali pembayaran.
o Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam
hal ini bank meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah
ditetapkan secara pasti sebelumnya.
o Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
Musyarakah: Adalah salah satu produk bank syariah yang mana
terdapat dua pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang
dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka
miliki baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh
pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi yang dimiliki baik itu dana,
barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam
musyarakah adalah pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yang
dijalankan pelaksana proyek.
Mudharabah: Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih
dimana pemilik modal memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada
pengelola dengan perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar
antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan
keuangan pada musyarakah diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih,
sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
Penghimpun Dana
Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
o Prinsip Wadiah
Penerapan prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang
diterapkan pada rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana
pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan
sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada
wadiah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
o Prisip Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik
modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan
kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini
apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank
bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip
mudharabah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan
deposito, sehingga ada dua jenis yaitu tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang
telah terhimpun.
Mudharabah muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah
simpanan khusus dan pemilik dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang
harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh disyaratkan untuk bisnis tertentu,
atau untuk akad tertentu.
Mudharabah muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana
langsung kepada pelaksana usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha dan
pelaksana usahanya.
Jasa Perbankan
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga
dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa sewa
atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
o Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada
waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli
tersebut.
o Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa
tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
i. Pengertian
Menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7 tahun 1992, BPR adalah
lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito
berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk
itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No. 10 tahun
1998, disebutkan bahwa BPR adlah lemabaga keuangan bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syariah tertuang
pada surat Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/tentang Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah tanggal 12 Mei 1999. Dalam
hal ini pada teknisnya BPR syariah beroperasi layaknya BPR konvensional
namun menggunakan prinsip syariah.
ii. Sejarah
BPR merupakan penjelmaan dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar,
Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga perkreditan Desa (LPD), Badan
Kredit Desa (BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa
(BKPD), dan atau lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lembaga-lembaga keuangan yang disebutkan merupakan lembaga yang
berpengaruh atas berdirinya BPR Syariah, keberadaan lembaga keuangan
tersebut memunculkan pemikiran untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yang berdiri pada tahun 1992, namun pada kenyatannya cakupan wilayah
untuk BMI sangat terbatas pada wilayah tertentu seperti kecamatan,
kabupaten, dan desa. Maka dalam hal ini diperlukan adanya BPR untuk
menangani masalah keuangan di wilayah-wilayah yang tidak dijangakau oleh
BMI.
Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi untuk mendirikan BPR Syariah,
yaitu PT BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR
Berkah Amal Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah
Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut mendapatkan
izin prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal 8 Oktober 1990.
iii. Tujuan
Tujuan didirikannya BPR Syariah adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat
golongan ekonomi lemah yang pada umumnya di daerah pedesaan.
b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga
dapat mengurangi arus urbanisasi.
c. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam
rangka meningkatkan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang
memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional BPR Syariah tersebut diperlukan
strategi operasional sebagai berikut:
a. BPR Syariah tidak bersifat menunggu terhadapa datangnya permintaan
fasilitas melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian
kepada usaha-usaha berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal,
sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
b. BPR Syariah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya
jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.
c. BPR Syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat
kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.
iv. Usaha-usaha BPR Syariah
Usaha BPR Syariah untuk melangsungkan kegiatan operasionalnya antara
lain:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam simpanan deposito berjangka,
tabungan, dan atau bentuk tabungan lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia,
deposito berjangka, serifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
UU BPR Syariah kemudian dipertegas dalam kegiatan operasional BPR Syariah
dalam pasal 27 SIK DIR. BI 32/36/1999, sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
meliputi:
Tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah.
b. Melakukan penyaluran dana melalui:
Transaksi jual beli melalui prinsip murabahah, istishna, salam,
ijarah, dan jual beli lainnya.
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah,
dan bagi hasil lainnya.
Pembiayaan lain berdasarkan prinsip rahn dan qardh.
c. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang
disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
3. Pegadaian Syariah
i. Rukun dan Syarat Transaksi Gadai:
i.i Rukun Gadai
a. Ada ijab dan qabul (shigat).
b. Terdapat orang yang berakad adalah yang menggadaikan (rahin) dan
yang menerima gadai (murtahin).
c. Ada jaminan (marhum) berupa barang / harta.
d. Utang (marhun bih).
i.ii. Syarat Sah Gadai
a. Shigat
b. Orang yang berakad
c. Barang yang dijadikan pinjaman
d. Utang (marhun bih)
ii. Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
ii.i Penerima Gadai (Murtahin)
Hak
Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
tempo, murtahirin berhak untuk menjual marhun
Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak
mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama
pinjaman belum dilunasi
Kewajiban
Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun
akibat dari kelalaian, maka murtahin harus bertanggung jawab
Tak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
Sebelum diadakan pelelangan marhun harus ada pemberitahuan kepada
rahin
ii.ii. Pemberi Gadai
Hak
Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang
ia serahkan kepada murtahin
Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat
kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi atas marhun
Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin
berhak menerima sisa hasil penjualan mahun
Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin,
maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
Kewajiban
Melunasi pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada
didalam kurun waktu yang telah ditentukan
Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tak dapat
melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjalan atas marhun miliknya
iii. Akad Perjanjian Transaksi Gadai
iii.i Qadr al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan komsumtif. Oleh karena itu
nasabah akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadaian kepada
pegadai.
iii.ii Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya
atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
iii.iii Ba'i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif.
iii.iv Ijarah
Obyek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah
murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
iv. Mekanisme Operasional Pegadaian Syariah
Teknis pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah adalah, sebagai berikut :
iv.i Jenis barang yang digadaikan
Perhiasan
Alat-alat rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya
Kendaraan
iv.ii Biaya biaya
Biaya administrasi pinjaman
Jasa simpanan
iv.iii Sistem cicilan atau perpanjangan
iv.iv Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
"No."Besarnya "Nilai "Biaya "Tarif "Kelipat"
" "Taksiran "Taksiran "Administras"Jasa "-an "
" " " "i "Simpanan " "
"A "100.000 - "500000 "5.000 "45 "10 "
" "500.000 " " " " "
"B "510.000 - "> 500.000 – "6.000 "225 "50 "
" "1.000.000 "1.000.000 " " " "
"C "1.050.000 –"> 1.000.000 "7.500 "450 "100 "
" "5.000.000 "– 5.000.000 " " " "
"D "5.050.000 –"> 5.000.000 "10.000 "2.250 "500 "
" "10.000.000 "– 10.000.000" " " "
"E "10.050.000 "> 10.000.000"15.000 "4.500 "1.000 "
iv.v Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah tak dapat mengembalikan
pinjamannya. Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal
penjualan.
v. Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
Penaksiran nilai barang
Penitipan barang (ijarah)
Gold counter
4. Asuransi Syariah
i. Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, "insurance". Dalam bahasa arab
istilah asuransi biasa diungkapkan dengan kata at-tamin yang secara bahasa
berarti tuma' ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya
rasa takut.
Asuransi menurut UU RI No.2 th. 1992 tentang usaha perasuransian, yang
dimaksud dengan asuransi yaitu perjanjian antara dua belah pihak atau
lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tak pasti atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seeseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
ii. Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Pada ulasan asuransi, pada awalnya para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan keabsahan praktek hukum asuransi, disanalah menjadi
controversial, dan terhadap masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok,
adanya ulama yang mengharamkan asuransi, dan ada juga yang memperbolehkan
asuransi.berikut alasan / argumentasinya :
Alasan ulama yang mengharamkan praktek asuransi, adalah :
Asuransi mengandung unsur perjudian yang sangat dilarang di islam
Asuransi mengandung unsur ketidakpastian
Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam
Asuransi termasuk jual-beli atau tukar-menukar mata uang tidak
secara tunai
Asuaransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya
seseorang, yang berarti mendahului takdir Allah SWT
Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan
Argumentasi ulama dalam memperbolehkan asuransi, adalah :
Tidak terdapat nash Al-Qur'an atau Hadist yang melarang asuransi
Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua
belah pihak
Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
Asuransi mengandung unsur kepentingan umum, sebab premi-premi
yang dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
Asuransi termasuk akad mudharobah antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi
Asuransi termasuk syirikah at-ta'awuniyah, usaha bersama yang
didasarkan pada prinsip tolong-menolong
iii. Akad Pada Asuransi Syariah
Akad pada operasional asuransi syariah dapat didasarkan pada akad
tabarru', yaitu akad yang didasarkan atas pemberian dan pertolongan dari
satu pihak kepada pihak yang lain.
Dengan akad tabbaru' berarti peserta asuransi telah melakukan persetujuan
dan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk menyerahkan pembayaran
sejumlah dana (premi) ke perusahaan agar dikelolah dan dimanfaatkan untuk
membantu peserta lain yang kebetulan mengalami kerugian. Akad tabarru' ini
mempunyai tujuan utama yaitu terwujudnya kondisi saling tolong-menolong
antara peserta asuransi untuk saling menanggung (tafakul) bersama
Akad lain yang dapat diterapkan dalam bisnis asuransi adalah akad
mudharabah , yaitu satu bentuk akad yang didasarkan pada prinsip profit dan
loss sharing atas untung dan rugi, dimana dana yang terkumpul dalam total
rekening tabungan dapat di investasikan oleh perusahaan asuransi yang
risiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah.
iv. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
"No. "Materi "Asuransi Syariah "Asuransi "
" "Pembeda " "Konvensional "
"1 "Akad "Tolong-menolong dan"Jual-beli (tabaduli)"
" " "investasi " "
"2 "Kepemilikan "Dana yang terkumpul"Dana yang terkumpul "
" "dana "dari nasabah "dari nasabah (premi)"
" " "(premi) merupakan "menjadi milik "
" " "milik peserta, "perusahaan. "
" " "perusahaan hanya "Perusahaan bebas "
" " "sebagai pemegang "untuk menentukan "
" " "amanah untuk "investasinya "
" " "mengolahnya " "
"3 "Investasi "Investasi dana "Investasi dana "
" "dana "berdasar syariah "berdasarkan bunga "
" " "dengan sistem bagi "(riba) "
" " "hasil (mudharabah) " "
"4 "Pembayaran "Dari rekening "Dari rekening dana "
" "klaim "tabarru' (dana "perusahaan "
" " "sosial) seluruh " "
" " "peserta " "
"5 "Keuntungan "Dibagi antara "Seluruhnya menjadi "
" " "perusahaan dengan "milik perusahaan "
" " "peserta, sesuai " "
" " "prinsip bagi hasil " "
"6 "Dewan "Ada dewan pengawas "Tidak ada "
" "pengawas "syariah mengawasi " "
" "syariah "manajemen, produk, " "
" " "dan investasi " "
5. Baitul Maal Wattamwil (BMT)
i. Pengertian
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuh kembangkan derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum
fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh
masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salaam.
ii. Asas dan Prinsip Dasar
Prinsip dasar BMT, adalah:
1. Ahsan (mutu hasil terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu
'amala(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam:
keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
2. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan
jaringan, transparan(keterbukaan), dan bertangggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan social dan kesetaraan jender, non-diskriminatif
6. Ramah lingkungan
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta
keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarat dengan meningkatkan kemampuan
diri dan lembaga masyarakat lokal.
iii. Sifat, Peran, dan Fungsi
BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada
pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang
produktif bagi anggota dan kesejahteraan social masyarakat sekitar,
terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat sebagai berikut :
1. Motor penggerak ekonomi dan social masyarakat banyak
2. Ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah
3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu'afa (miskin)
4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang
barakah, ahsanu 'amaia dan salaam melalui spiritual communication dengan
dzikir qalbiyah ilahiah.
Fungsi BMT di masayarakat
1. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi
lebih professional, salaam, dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh
dalam berjuang dan berusaha menghadapi tantangan global.
2. Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki
oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan luar
organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3. Mengembangkan kesempatan kerja.
4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk
anggota
5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan
sosial rakyat banyak.
iv. Pendirian BMT
BMT dapat didirikan oleh :
1. Sekurang-kurangnya 20 orang.
2. Satu pendiri dengan lainnya sebaiknya tidak memiliki hubungan
keluarga vertical dan horizontal satu kali.
3. Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar
daerah kerja BMT.
4. Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika disepakati
oleh rapat para pendiri.
v. Permodalan BMT
Modal BMT terdiri dari :
1. Simpanan pokok.
2. Simpanan Pokok Khusus.
vi. Mekanisme kerja BMT
Cara kerja BMT adalah sebagai berikut :
1. Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang BMT,
menyampaikan dan menjelaskan idea tau gagasan ini kepada rekan-rekannya
sebagai upaya untuk menarik beberapa orang sebagai pemrakarsa awal hingga
mencapai lebih dari 20 orang.
2. Dua puluh orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati pendirian
BMT di desa, kecamatan, pasar, atau masjid dan bersepakat mengumpulkan
modal awal pendirian BMT.
3. Modal awal kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakata bersama
(tidak harus sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga mencapai jumlah yang
telah ditentukan untuk pendirian sebuah BMT).
4. Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.
5. Pengurus BMT kemudian merapatkan dan merekrut pengelola/ manajemen
BMT dari lingkungan tersebut yang memiliki sifat sidiq, amanah, fathanah
dan benar-benar menguasai visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, serta
memiliki keinginan keras dan dengan sepenuh hati untuk mengembangkan BMT.
6. Penggurus BMT menghubungi PINBUK setempat untuk memberikan
pelatihan kepada calon pengelola/manajemen BMT tersebut(umumnya 2 minggu
pelatihan dan magang).
7. Pengelola yang telah diberi pelatihan kemudian membuka kantor dan
menjalankan BMT, dengan giat menggalakan simpanan masyarakat dan memberikan
pembiayaan pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.
8. Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan system bagi
hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.
9. Hasil dari bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola
untuk membayar honor para pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.
10. Hasil dari bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada
penyimpanan data, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para
penyimpan dana bias lebih besar dari bunga bank konvensional.
6. Pasar Modal Syariah
i. Pengertian
Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek,
yakni sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga, misalnya
saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang membuktikan hak
milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas juga
dapat dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes yang menjadi
bukti bahwa satu pihak mempunyai tagihanpada pihak lain. Adapun,yang
dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek syariah adalah efek sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang
akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-
prinsip syariah.
Diantara bank-bank islam yang ada, terdapat dua pendapat yang berbeda
dalam menyikapi surat berharga. Pertama, mayoritas bank islam menolak
perdagangan surat berharga. Kedua, bank islam di Malaysia, dalam beberapa
kondisi termasuk juga bank islam di Indonesia, menerima transaksi surat
berharga.
Alasan penyangkalan mereka yang enolak surat berharga adalah karena di
dalamnya terkandung bai ad-dyn (jual beli utang). Sementara itu islam
secara tegas telah engharamkan jual beli utang. Reaksi yang berbeda
dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan transaksi
surat berharga. Umumnya mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat
berharga tersebut haruslah di endors(dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian
surat berharga tersebut haruslah timbul dari aktivatas yang tidak
bertentangan dengan syariah. Jadi, selama kedua hal ini tidak dilanggar,
tarnsaksi surat berharga menjadi sah karenanya.
Terlepas bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat. Yang pasti,
islam sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi
(mu'amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta melarang penimbunan
barang, atau membiakan harta menjadi tidak produktif, sehingga aktifitas
ekonomi yang dilakukan depat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya
adalah untuk memproleh keuntungan (falah), baik materi maupun non materi,
dunia dan akhirat. Sementara itu, segala bentuk aktivitas ekonomi yang
dilakukan haruslah berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan tidak
saling merugikan.
Karena itu sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini, ada
tiga kategori sekuritas. Pertama, segala jenis sekuritas yang menawarkan
predetermined fixed income tidak diperbolehkan dalam islam, karena termasuk
kategori riba. Dengan demikian, interest bearing security baik long term
maupun short term. Akan masuk daftar instrument investasi yang tidak sah.
Saham preferen (preference stock), debenture, treasury securities and
consul, dan commercial papers masuk dalam kategori ini.
Kategori kedua, sekuritas- sekuritas yang berbeda dalam grey area
(questionable) karena dicurigai sarat dengan gharar, meliputi produk-produk
derivates, seperti forward, future dan juga options.
Kategori ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh
maupun dengan catatan-catatan meliputi, saham, dan islmic bonds, profit
loss sharing based, government securities, penggunaan institusi pasar
sekunder dan mekanismenya semisal margin trading. Karena sering seklai
catatan-catatannya begitu dominan.
7. Reksa Dana Syariah
Reksa dana diartikan sebagai wadah yang dipergunkanan untuk menghimpun
dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi. Reksa dana merupakan investasi
campuran yang menggabungkan saham dan obligasi dalam satu produk.
Sedangkan Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang
menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola
oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah
kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari
investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam
saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.
Keuntungan Investasi Melalui Reksa Dana
1. Diversifikasi investasi
Diversifikasi yang terwujud dalam bentuk portofolio akan menurunkan
tingkat resiko. Reksa Dana melakukan diversifikasi dalam berbagai instrumen
efek, sehingga dapat menyebarkan resiko atau memperkecil resiko. Investor
walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi
investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil risiko. Hal ini berbeda
dengan pemodal individual yang misalnya hanya dapat membeli satu atau dua
jenis efek saja.
2. Kemudahan Investasi
Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal.
Kemudahan investasi tercermin dari kemudahan pelayanan administrasi dalam
pembelian maupun penjualan kembali unit penyertaan. Kemudahan juga
diperoleh investor dalam melakukan reinvestasi pendapatan yang diperolehnya
sehingga unit penyertaannya dapat terus bertambah.
3. Efisiensi Biaya dan Waktu
Karena reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak investor, maka biaya
investasinya akan lebih murah bila dibandingkan jika investor melakukan
transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang dilakukan oleh
manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi bagi investor untuk
memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.
4. Likuiditas
Pemodal dapat mencairkan kembali saham / unit penyertaan setiap saat
sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga memudahkan
investor untuk mengelola hasilnya. Reksa dana wajib membeli kembali unit
penyertaannya, sehingga sifatnya menjadi likuid.
5. Transparansi Informasi
Reksa dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan portofolio
dan biayanya, secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang unit
penyertaan dapat memantau keuntungan, biaya dan resikonya.
Risiko Investasi dengan Reksa Dana
1. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan
surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa dana tersebut.
2. Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer investasi jika
sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas
unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi akan mengalami kesulitan
dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.
3. Risiko Politik dan Ekonomi
Perubahan kebijakan ekonomi politik dapat mempengaruhi kinerja bursa dan
perusahaan sekaligus. Dengan demikian harga sekuritas akan terpengaruh yang
kemudian mempengaruhi portofolio yang dimiliki reksa dana.
4. Risiko Pasar
Hal ini terjadi karena sekuritas di pasar efek memang berfluktuasi sesuai
dengan kondisi ekonomi secara umum. Terjadinya fluktuasi di pasar efek akan
berpengaruh langsung pada nilai bersih portofolio, terutama jika terjadi
koreksi atau pergerakan negatif.
5. Risiko Inflasi
Terjadinya inflasi akan menyebabkan menurunnya total real return
investasi. Pendapatan yang diterima dari investasi dalam reksa dana bisa
jadi tidak dapat menutup kehilangan karena menurunnya daya beli (loss of
purchasing power).
6. Risiko Nilai Tukar
Risiko ini dapat terjadi jika terdapat sekuritas luar negeri dalam
portofolio yang dimiliki. Pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi nilai
sekuritas yang termasuk foreign invesment setelah dilakukan konversi dalam
mata uang domestik.
7. Risiko Spesifik
Risiko ini adalah risiko dari setiap sekuritas yang dimiliki. Disamping
dipengaruhi pasar secara keseluruhan, setiap sekuritas mempunyai risiko
sendiri-sendiri. Setiap sekuritas dapat menurun nilainya jika kinerja
perusahaannya sedang tidak bagus, atau juga adanya kemungkinan mengalami
default, tidak dapat membayar kewajibannya.
Dilihat dari portofolio investasinya atau kemana kumpulan dana
diinvestasikan, reksa dana dapat dibedakan menjadi :
1. Reksa dana pasar Uang
Reksa dana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang
dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga
likuiditas dan menjaga modal.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap
Reksa dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari
aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang. Reksa dana ini memiliki risiko
yang relatif lebih besar dari pada Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah
untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3. Reksa Dana Saham
Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya
dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada
saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis reksa dana sebelumnya
namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
4. Reksa Dana Campuran
Reksa dana jenis ini melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas
(contoh: saham) dan efek bersifat utang (contoh : obligasi).
Reksa Dana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor
yang menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang
bersih dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang sejalan
dengan prinsip syariah.
Reksa Dana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksa dana konvensional.
Namun memilki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling tampak adalah
proses screening dalam mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip
syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba,
gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan
seterusnya. Reksa Dana Syariah di dalam investasinya tidak hanya bertujuan
untuk mendapatkan return yang tinggi. Tidak hanya melakukan maksimalisasi
kesejahteraan yang tinggi terhadap pemilik modal, tetapi memperhatikan pula
bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada pada aspek investasi pada
perusahaan yang memiliki produk halal dan baik yang tidak melanggar aturan
syariah.
Perbedaan Reksa dana Syariah dan Konvensional
Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan reksa
dana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan
dalam investasi syariah ini.
a. Kelembagaan
Dalam syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti
sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilkikan
saham dari perusahaan yang secara syariah diakui. Namun demikian, dalam hal
reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah
Dewan Pengawas syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli
ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus diikuti
perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip
investasinya.
b. Hubungan Investor dan Perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem
mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi,
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut karena kecurangan atau
kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian
tersebut. Dalam hal ini transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana
syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah
merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam
syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena
nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and
demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi
yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.
c. Kegiatan Investasi Reksa Dana
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan
apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, diantara investasi
tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang
perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan,
lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas
Syariah. Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan dibursa
saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa
yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta
Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini
sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.
Dalam melakukan transaksi reksa dana syariah tidak diperbolehkan
melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti
penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya.
8. Obligasi Syariah
Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk
berasal dari bahasa Arab "sak" (tunggal) dan "sukuk" (jamak) yang memiliki
arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk
merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan,
baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset.
Berbeda dengan konsep obligasi konvensional selama ini, yakni
obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga,
obligasi syariah adalah suatu surat berharga berjangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah
yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo (lihat Fatwa DSN, 2004).
Jika ditinjau dari aspek akad, obligasi dapat dimodifikasi ke
pelbagai jenis seperti obligasi saham, istisna, murabahah, musyarakah,
mudharabah ataupun ijarah, namun yang lebih populer dalam perkembangan
obligasi syariah di Indonesia hingga saat ini adalah obligasi mudharabah
dan ijarah.
Obligasi syariah di Indonesia mulai diterbitkan pada paruh akhir
tahun 2002, yakni dengan disahkannya Obligasi Indosat obligasi yang
diterbitkan ini berdasarkan prinsip mudharabah. Obligasi mudharabah mulai
diterbitkan setelah fatwa tentang obligasi syariah (Fatwa DSN-MUI No.32/DSN-
MUI/ /2002)dan obligasi syariah mudharabah (Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/
/2002). Sedangkan obligasi syariah ijarah pertama kali diterbitkan pada
tahun 2004 setelah dikeluarkannya fatwa tentang obligasi syariah ijarah
(Fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/ /2003).
Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak
selaku mudharib, pengelola dana dan investor bertindak sebagai shahibul
mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan
bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor.
Dalam perdagangan obligasi syariah tidak boleh diterapkan harga
diskon atau harga premium yang lazim dilakukan oleh obligasi konvensional.
Prinsip transaksi obligasi syariah adalah transfer service atau pengalihan
piutang dengan tanggung bagi hasil, sehingga jual beli obligasi syariah
hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Di Indonesia penerbitan obligasi syariah umumnya menggunakan akad
mudharabah. Prinsip-prinsip pokok dalam mekanisme penerbitan obligasi
syariah dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kontrak atau akad mudharabah atau akad syariah lainnya yang sesuai
dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
2. Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan
komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (profit; operating profit,
EBIT atau EBITDA).
3. Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di
awal kontrak.
4. Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan
yang menjadi hak dan oleh karenanya harus dibayarkan oleh Emiten pada
pemegang obligasi syariah yang dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah
pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan
yang jumlahnya tercantum dalam keuangan konsolidasi emiten.
5. Pembagian hasil pendapatan ini keuntungan dapat dilakukan secara
periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan)
6. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja
aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.
Landasan Dasar Obligasi Syariah
1. Firman Allah SWT :
Al-Baqarah ayat 275
"Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba . . ."
Al-Mujamil ayat 20
"Dan sebagian mereka berjalan di muka bumi mencari karunia Allah"
2. Sabda Rasulullah SAW:
"Tiga bentuk usaha yang didalamnya mengandung barakah: yaitu jual-beli
secara tangguh, mudharabah/kerjasama dalam bagi hasil dan mencampur gandum
dengan kedelai (hasil keringat sendiri) untuk kepentingan keluarga bukan
untuk dijual. (HR. Ibnu Majah)
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.32/DSN-
MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah.
Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
1. Dari sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan
keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping
memperhatikan keuntungan, obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi
halal-haram, artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada
produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Obligasi konvensional, keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang
ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari
besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang
didasakan atas aset dan prooduksi.
3. Obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad.
Diantaranya adalah akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam,
istisna,dan ijarah. Dana yang dihimpun tidak dapat diinvestasikan kepasar
uang dan atau spekulasi di lantai bursa. Sedangkan untuk obligasi
konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya.
9. Lembaga Zakat
i. Pengertian
Zakat dalam arti fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Dalam sebuah hadist
tentang penempatan Muaz di Yaman, Rasulullah berkata "Terangkan kepada
mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-
orang kaya". Dalam beberapa ayat zakat diterangkan sebagai sedekah.
ii. Sejarah
Pada tahun ke-9 Hijriyah mulai ada kewajiban tentang zakat, sedangkan
shodaqoh dan fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah. Akan tetapi ada ulama yang
berpendapat bahwa kewajiban tentang zakat ada sebelum tahun ke-9 Hijriyah.
Pada awalnya zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan ketentuan
khusus tentang zakat, pada tahun ke-9 Hijriyah kemudian disusun peraturan
dan standar tentang zakat karena pada waktu itu islam telah kuat. Pada masa
itu pengelola zakat tidak mendapatkan gaji resmi tapi mendapatkan bayaran
dari dana tersebut.
Zakat pada masa itu merupakan salah satu pendapatan negara, berbeda
dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat merupakan
kewajiban dan salah satu rukun islam, pengeluaran untuk zakat ada pada Al
Quran surat At taubah ayat 60.
Pada zaman Rasulullah zakat dikenakan pada benda-benda berikut:
a. Benda logam yang terbuat dari emas dan perak seperti koin,
perkakas, ornamen, atau dalam bentuk lainnya.
b. Binatang ternak seperti unta, sapi, domba, dan kambing.
c. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
d. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
e. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
f. Barang temuan.
iii. Perbedaan zakat dengan pajak
Berikut adalah tabel perbedaan zakat dengan pajak:
"ZAKAT "PAJAK "
"a. Merupakan kewajiban "Merupakan kebijakan ekonomi"
"agamadan merupakan salah satu "yaang diterapkan untuk "
"bentuk ibadah. "memperoleh pendapatan "
"b. Diwajibkan kepada "pemerintah. "
"seluruh umat islam saja di "Dikenakan kepada seluruh "
"suatu negara. "masyarakat tanpa "
"c. Kewajiban agama bagi "mempertimbangkan agama "
"umat islam yang harus dibayar "maupun ras. "
"dalam keadaan seperti apapun. "Dapat ditangguhkan oleh "
"d. Sumber dana besar zakat"pemerintah yang berkuasa. "
"ditentukan berdasarkan kitab "Besarnya pajak dapat diubah"
"suci Al Quran dan Sunnah dan "dari waktu ke waktu "
"tidak boleh diubah oleh "berdasarkan keperluan "
"seseorang maupun pemerintah. "pemerintah suatu negara. "
"e. Butir-butir "Pemebelanjaan pajak "
"pengeluaran dan orang-orang "biasanya dapat diubah atau "
"yang berhak menerima harta "dimodifikasi menurut "
"zakat juga dinyatakan oleh Al "kebutuhan pemerintah. "
"Quran dan Sunnah zakat "Pajak biasa memberikan "
"diperoleh dari orang berharta "manfaat kepada orang kaya "
"dan diterima kepada golongan "sekaligus orang miskin. "
"yang ditentukan Al Quran dan Al"Pajak dikenakan terhadap "
"Hadist. "uang. "
"f. Zakat dikenakan bukan " "
"terhadap uang saja tetapi juga " "
"terhadap baranag-barang " "
"komersil, hasil pertanian, " "
"barang tambang, dan ornamen. " "
iv. Organisasi lembaga pengelola zakat
UU RI Nomor 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan 7
menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua
macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat.
10. Koperasi Syariah
Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia dari kata 'Cooperation' (Inggris). Secara semantic koperasi
berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan makna dengan kata
syirkah dalam bahasa Arab.[3][3] Syirkah ini merupakan wadah kemitraan,
kerjasama, kekeluargaan, kebersamaan usaha yang sehat baik dan halal yang
sangat terpuji dalam islam.
Menurut Row Ewell Paul koperasi merupakan wadah perkumpulan
(asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerja sama dalam bidang bisnis
yang saling menguntungkan diantara anggota perkumpulan.
Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun
mengkategorikan delapan nilai sebagai spirit koperasi yaitu:
1. Kebenaran untuk menggerakan kepercayaan (trust)
2. Keadilan dalam usaha bersama
3. Kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan
4. Tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas
5. Paham yang sehat, cerdas dan tegas
6. Kemauan menolong diri sendiri
7. Menggerakan keswasembadaan dan otoaktif
8. Kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dalam implementasinya tujuh nilai yang menjiwai koperasi versi Hatta,
dituangkan dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan
eksternal,yaitu:
1. Keanggotaan sukarela dan terbuka
2. Pengendalian oleh anggota secara demokratis
3. Partisipasi ekonomis anggota
4. Otonomi dan kebebasan
5. Pendidikan, pelatihan dan informasi
6. Kerjasama antarkoperasi
7. Kepedulian terhadap komunitas.
11. Wakaf Tunai
i. Pengertian
Wakaf diambil dari kata "waqafa" yang berarti menahan atau berhenti.
Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama
(zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa
perorangan maupun badan pengelola dalam hal ini bisa bank syariah maupun
lembaga swasta dalam ketentuan hasil atau manfaatnya digunakan sesuai
dengan syariat islam. Harta yang telah diwakfkan keluar dari hak milik yang
mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir tetapi menjadi hak
milik Allah dalam pengertian masyarakat umum.
ii. Rukun Wakaf Tunai
Dalam wakaf terdapat 4 rukun, yaitu:
a. Al Wakif: Orang yang melakukan perbuatan wakaf hendaklah dalam
keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keaddan terpaksa atau dalam keaddan
jiwanya tertekan.
b. Al Mauquf: Harta benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya atau
zatnya yang bersifat abadi, artinya bahwa harta itu tidak habis sekali
pakai dan dapat diambil manfaatnya dalam jangka waktu yang lama.
c. Al Mawqul 'alaih: Sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat
wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, wakaf khairi dimana wakaf dimana
wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tapi untuk
kepentingan umum, sedangkan wakaf dzurri adalah wakaf dimana wakifnya
membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu, yaitu keluarga
keturunannya.
d. Sighah: Pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan,
maupun isyarat.
iii. Tujuan Wakaf Tunai
Tujuan dari penggalangan wakaf tunai adalah:
a. Menggalang tabungan sosial dan mentranformasikan tabungan sosial
menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
b. Meningkatkan investasi sosial.
c. Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang
kaya/berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi berikutnya.
d. Menciptakan kesadaran diantara orang-orang kaya/berkecukupan
menggali tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.
e. Menciptakan integrasi antara keamanan dan kedamaian sosial serta
meningkatkan kesejahteraan.
iv. Perbedaan Wakaf
dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf dengan shadaqah/hibah:
i. Perbedaan Wakaf
dengan Shodaqoh/Hibah
Berikut adalah perbedaan antara wakaf dengan shadaqah/hibah:
"Wakaf "Shodaqoh "
"a. Menyerahkan "a. Menyerahkan kepemilikan suatu "
"kepemilikan suatu barang "barang kepada pihak lain. "
"kepada orang lain. "b. Hak milik atas barang diberikan "
"b. Hak milik atas barang "kepada penerima shadaqah/hibah. "
"dikembalikan kepada Allah. "c. Objek shadaqah/hibah boleh "
"c. Objek wakaf tidak "diberikan atau dijual pada pihak lain. "
"boleh diberikan atau dijual "d. Manfaat barang dinikmati oleh "
"kepada pihak lain. "penerima shadaqah/hibah. "
"d. Manfaat barang "e. Objej shadaqah/hibah tidak harus "
"biasanya dinikmati untuk "kekal zatnya. "
"kepentingan sosial. "f. Pengelolaan shadaqah/hibah "
"e. Objek wakaf biasanya "diserahkan kepada penerima. "
"kekal zatnya. " "
"f. Pengelolaan objek " "
"wakaf diserahkan kepada " "
"administratur yang disebut " "
"nadzir/mutawalli. " "
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank.
Jakarta:Djambatan
Antonio, M.Syafi'i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.
Euis Amalia,dkk. 2007. Serial Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah
dan Hukum No 1, Buku Modul Praktekum Bank Mini, Konsep dan Mekanisme
Bank Syariah. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press
Yogyakarta.
Muhammad, 2007. Lembaga Ekonomi Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat.
Nejatullah. S, Muhammad.1985. Asuransi di Dalam Islam. Bandung:
Pustaka.
Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. 2000. Konsep Dasar Ekonomi Dan
Lembaga Keuangan. Bandung: Linda Karya
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
EKONISIA Kampus Fakultas Ekonomi UII.
M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, dan A. Bahrul Muhtasib. 2008.
Materi Dakwah Ekonomi Syariah.
_______________
[1] Muhamad, Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press
Yogyakarta, 2000, hal 5.
[2] Muhamad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, UII Press Yogyakarta, 2000,
hal 25
[3] Muhamad, Lembaga Ekonomi Syariah, Graha Ilmu,2007, hal 92
-----------------------