MAKALAH MIKROBIOLOGI
VIRUS PENYEBAB PENYAKIT CYTOMEGALOVIRUS (CMV), RUBELLA, DAN HUMAN PAPILLOMAVIRUS (HPV)
DISUSUN OLEH:
NAMA: YULIANA
NIM: 1300029113
KELAS: B
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
MAKALAH MIKROBIOLOGI
VIRUS PENYEBAB PENYAKIT CYTOMEGALOVIRUS (CMV), RUBELLA, DAN HUMAN PAPILLOMAVIRUS (HPV)
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Dosen Pengampu Ibu Tri Wahyuni Sukesi, S.Si., M.PH
DISUSUN OLEH:
NAMA: YULIANA
NIM: 1300029113
KELAS: B
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH 1
RUMUSAN MASALAH 1
TUJUAN PENULISAN 1
METODE PENULISAN 2
BAB II PEMBAHASAN
CYTOMEGALOVIRUS (CMV) 3
CONGENITAL RUBELLA SYNDROME 6
HUMAN PAPILLOMA VIRUS 12
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Virus adalah makhluk hidup peralihan. Virus dapat dikatakan hidup jika mampu berinvestasi dalam tubuh inang (manusia, hewan, dan tumbuhan). Virus ada yang berbahaya dan ada pula yang tidak. Virus yang berbahaya misalnya Cytomegalovirus (CMV), Rubella, dan Human Papillomavirus (HPV). Virus-virus tersebut memiliki daerah tersendiri untuk menginfeksi inangnya. Terutama inang yang diserang adalah manusia.
Cytomegalovirus (CMV) biasanya menyerang ibu hamil dan bayi yang dikandungnya. Virus ini CMV cepat menyebar biasanya melalui berbagai macam cairan tubuh orang yang telah terinfeksi CMV, seperti contohnya air seni, air liur, darah, air mata, mani, dan air susu ibu (Candradinita, 2008).
Congenital Rubella Syndrome Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rubella. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup (Kadek, dan Darmadi, 2013).
HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur (Thoma, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, hal inilah yang menyebabkan penulis untuk mengkaji lebih jauh tentang ketiga virus-virus tersebut mengenai virusnya, patogenesisnya, gejala klinis, sampai pada pengobatannya.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan penyakit CMV (Cytomegalovirus)?
Apa yang dimaksud dengan penyakit Rubella?
Apa yang dimaksud dengan penyakit Papiloma?
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui penyakit CMV (Cytomegalovirus)
Untuk mengetahui penyakit Rubella
Untuk mengetahui penyakit Papiloma
METODE PENULISAN
Metode penulisan makalah ini adalah dengan mengumpulkan berbagai referensi yang berasal dari buku maupun internet.
BAB II
PEMBAHASAN
CMV (Cytomegalovirus)
Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota "keluarga" virus herpes
yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai "virus paradoks" karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Pada awal infeksi, CMV aktif menggandakan diri. Sebagai respon, system kekebalan tubuh akan berusaha mengatasi kondisi tersebut, sehingga setelah beberapa waktu virus akan menetap dalam cairan tubuh penderita seperti darah, air liur, urin, sperma, lendir vagina, ASI, dan sebagainya. Penularan CMV dapat terjadi karena kontak langsung dengan sumber infeksi tersebut, dan bukan melalui makanan, minuman atau dengan perantaraan binatang.Cytomegalovirus juga jarang ditemukan pada trasfusi darah (Candradinita, 2008).
Karakteristik CMV
Karakteristik CMV adalah sebagai berikut: termasuk famili Herpesvirus, diameter virion 100-200 nanomikron, mempunyai selubung lipoprotein(envelope), bentuk ikosahedral nukleokapsid, dengan asam nukleat berupa DNA double-stranded. Nama "Cytomegalo" mengacu pada ciri khas pembesaran sel yang terinfeksi virus, di dalam nukleusnya, dijumpai inclusion bodies, dan membesar berbentuk menyerupai mata burung hantu (owl's eye) (Candradinita, 2008).
Cytomegalovirus dapat dipisahkan dari virus herpes lainnya dengan
menggunakan perangkat biologi seperti jenis semang dan jenis sitopatologi yang
ditimbulkan. Pembelahan virus dihubungkan dengan produksi inklusi intranukleus yang besar dan inklusi intrasitoplasma yang lebih kecil. Virus ini tampaknya bereplikasi dalam berbagai jenis sel in vivo; pada biakan jaringan virus lebih banyak bereplikasi di fibroblast. Masih belum jelas apakah sitomegalovirus bersifat onkogenik dalam tubuh. Walaupun jarang sekali, virus ini dapat mengubah bentuk fibroblast, dan pecahan gen perubah bentuk ini telah ditemukan (Candradinita, 2008).
Pathofisiologi
CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan in vitro.tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel dengan tubuh yang terinfeksi virus.sel yang menunjukan cytomegaly biasanya terlihat pada infeksi yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain.meskipun berdasarkan pertimbangan diagnosa,penemuan histological tersebut kemungkinannya minimal atau tidak ada pada organ yang trinfeksi (Candradinita, 2008).
Ketika inang telah terinfeksi,DNA CMV dapat di deteksi oleh polymerase chain reaction (PCR) di dalam semua keturunan sel atau dan sistem organ didalam sistem tubuh. Pada permulaannya,CMV menginfeksi sel epitel dari kelenjar saliva,menghasilkan infeksi yang terus menerus dan pertahanan virus.infeksi dari sistem genitif memberi kepastian klinik yang tidak konsekuen.meskipun replikasi virus pada ginjal berlangsung terus-menerus,disfungsi ginjal jarang terjadi pada penerima transplantasi ginjal (Candradinita, 2008).
Pathogenesis
Infeksi bawaan cytomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer atau reaktivasi
dari ibu. Namun, penyakit yang diderita janin atau bayi yang baru lahir dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Infeksi primer pada usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T yang hebat. Respon limfosit T dapat mengakibatkan timbulnya simdroma mononukleosis yang serupa seperti dialami setelah infeksi virus Epstein-Barr. Tanda khas infeksi ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi (Cadnradinita, 2008).
Sekali terkena, selama masa simtomatis infeksi primer, cytomegalovirus menetap pada jaringan induk semangnya. Tempat infeksi yang menetap dan laten melibatkan bermacam sel dan organ tubuh. Penularan transfusi darah atau transplantasi organ berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan ini. Penelitian bedah mayat menunjukan kelenjar liur dan usus merupakan tempat terdapat infeksi yang laten (Cadnradinita, 2008).
Stimulasi antigen kronis (seperti yang timbul setelah transplantasi organ) disertai melemahnya sistem imun merupakan keadaan yang paling sesuai untuk pengaktifan cytomegalovirus dan penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovirus. Cytomegalovirus dapat menyebabkan respons limfosit T yang lemah, yang sering kali mengakibatkan superinfeksi oleh kuman oportunistik. Cytomegalovirus juga dapat mejadi faktor pembantu dalam mengaktifkan infeksi laten HIV (Cadnradinita, 2008).
Penyakit yang Berhubungan
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovius adalah CMV retinitis.inimempengaruhi mata yang menyebabkan kerusakan retina.kemungkinan dari perkembangan CMV retinitis meningkat,jumblah dari sel CD berkurang. CMV retinitis mungkin mempengaruhi salah satu mata terlebih dahulu,tetapi biasanya berlanjut ke mata yang satunya dan menjadi bertambah buruk seiring dengan menurunnya kemampuan pasien melawan infeksi tersebut.virus tersebut sedang mengancam dan biasanya memintaperhatian dan perawatan dari ahli bedah mata.pasien dengan CMV retinitis beresiko untuk kehilangan retina,pendarahan,da n peradangan pada retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen dan menjadi buta (Candradinita, 2008).
Gejala dan Tanda
CMV retinitis biasanya menimbulkan gejala,tapi jarang.pasien dengan kondisi
sistem imun tertekan harus memperhatikan gejala-gejala pada meta berikut selama
perawatan.
Kehilangan penglihatan tiba-tiba
Penglihatan menjadi kabur
Bintik buta
Sorotan cahaya
Diagnosis
Sebagian besar pasien dengan CMV retinitis membutuhkan trapi mata oleh seorang ahli.seorang ahli bedah mata mendiagnosa CMV retinitis dengan sepenuhnya memeriksa bagian belakang mata menggunakan ophthalmoscopy. Fluorescein angiography mungkin dibutuhkan untuk mengevaluasi system sirkulasi retina (Candradinita, 2008).
Terapi dan Pencegahan
Obat-obat spesifik yang memberikan harapan untuk terapi pada penyakit CMV
adalah:
Ganciclovir (D H P G – dihydroxy – 2 propoxy methyl – guarine)
Dosis intravena: 5 - 7,5 mg per kg berat badan
Dosis oral untuk dewasa: 3 x 1 gr atau 6 x 500 mg
Aktivitas anti virus dari ganciclovir adalah dengan menghambat sintesa DNA
Foscarnet (Fosfonoformate)
Dosis intravena: 60 – 90 mg/kg BB/hari
Imunoglobulin yang mengandung titer antibodi anti CMV yang tinggi
Valaciclovir dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksi untuk penyakit
akibat infeksi CMV pada individu dengan imunokompromais.
Vaksin cytomegalovirus hidup telah dikembangkan melalui pasase yang diperluas dalam sel manusia dan telah mengalami beberapa percobaan klinik pendahuluan. Berbeda dengan infeksi alamiah, penyebaran virus maupun reaktivasi infeksi laten telah dapat dideteksi dengan virus vaksin. Namun, penggunakan vaksin hidup cytomegalovirus masih terus diperdebatkan karena keamanannya. Pendekatan lain terhadap imunisasi (tidak menggunakan virus hidup) melibatkan penggunakan polipeptida cytomegalovirus yang dimurnikan untuk menginduksi antibodi neutralisasi (Candradinita, 2008).
Congenital Rubella Syndrome
Definisi Congenital Rubella Syndrome Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rubella. Di anak-anak, infeksi Di anak-anak, infeksi biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. Perdefinisi CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di
bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensoneural, kerusakan mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental (Kadek, dan Darmadi, 2007).
Karakteristik Virus Rubella
Virus rubella memiliki 3 protein struktural utama yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 60–70 mm dan memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan oleh proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi. Virus Rubella(VR) terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan dengan envelope virus dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core (Kadek, dan Darmadi, 2007).
Patogenesis Congenital Rubella Syndrome
Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1 minggu sebelum dan empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini, Virus rubella sangat menular (Kadek, dan Darmadi, 2007).
Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat. Dalam rembihan (secret) tekak (faring) dan air kemih (urin) bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS dapat bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah kelahiran (Kadek, dan Darmadi, 2007).
Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukkan (indikasikan) bahwa virus rubella dialihkan (transfer) ke dalam peredaran (sirkulasi) janin sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan (Kadek, dan Darmadi, 2007).
Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. organ janin dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan, kekerapan (frekuensi) dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara tiba-tiba (drastis). Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan melaju (progresif) tanggap (respon) imun janin, baik yang bersifat humoral maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan (transfer) secara pasif (Kadek, dan Darmadi, 2007).
Gejala dan Tanda
Tanda-tanda dan gejala rubella, terutama pada anak-anak, sering begitu ringan sehingga sulit untuk dilihat. Jika tanda-tanda dan gejala yang terjadi, mereka biasanya muncul antara dua dan tiga minggu setelah terpapar virus. Rubella biasanya berlangsung sekitar dua sampai tiga hari dan gejalanya sebagai berikut:
Demam ringan dengan suhu 38,9 derajat Celcius atau lebih rendah
mengantuk
Sakit tenggorok
Ruam-berwarna merah terang atau pucat pada hari pertama atau kedua, menyebar dengan cepat dari wajah ke seluruh tubuh, dan menghilang dengan cepat pula.
Pembengkakan kelenjar leher.
Sakit kepala
Hidung tersumbat atau pilek.
Radang, mata merah (Arsa, 2010)
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul, dan dari pemeriksaan darah di laboratorium dengan melihat kadar antibodi IgG dan IgM-nya terhadap rubela. Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan serologi. IgM akan cepat memberi respon setelah keluar ruam dan kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 – 8 minggu, IgG juga memberikan respon setelah keluar ruam dan tetap tinggi selama hidup.
Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat dari hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang diperoleh dua kali selang waktu 2 minggu atau setelah adanya IgM. Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus pada fase akut. Ditemukannya IgM dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan mendukung diagnosa infeksi Rubella (Arsa, 2010).
Rubella pada Kehamilan
10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya gejala penyakit. Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya (Arsa, 2010).
Bila ibu hamil yang belum kebal terserang virus Rubella saat hamil kurang dari 4 bulan, akan terjadi berbagai cacat berat pada janin. Sebagian besar bayi akan mengalami katarak pada lensa mata, gangguan pendengaran, bocor jantung, bahkan kerusakan otak. Infeksi Rubella pada kehamilan dapaT menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Untungnya, Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang sekali terjadi infeksi. Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk terkena diabetes melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf (Arsa, 2010).
Pencegahan
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella). Vaksin Rubella diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil.
Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi TORCH lainnya.
Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi atau sudah divaksinasi terhadap Rubella. Anda tidak mungkin terkena Rubella lagi, dan janin 100% aman.
Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan anti-Rubella IgG positif, berarti anda baru terinfeksi Rubella atau baru divaksinasi terhadap Rubella. Dokter akan menyarankan Anda untuk menunda kehamilan sampai IgM menjadi negatif, yaitu selama 3-6 bulan.
Jika anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti anda tidak mempunyai kekebalan terhadap Rubella. Bila anda belum hamil, dokter akan memberikan vaksin Rubella dan menunda kehamilan selama 3-6 bulan. Bila anda tidak bisa mendapat vaksin, tidak mau menunda kehamilan atau sudah hamil, yang dapat dikerjakan adalah mencegah anda terkena Rubella.
Bila sudah hamil padahal belum kebal, terpaksa berusah menghindari tertular Rubella dengan cara berikut: Jangan mendekati orang sakit demam, jangan pergi ke tempat banyak anak berkumpul, misalnya Playgroup sekolah TK dan SD.
Jangan pergi ke tempat penitipan anak Sayangnya, hal ini tidak dapat 100% dilaksanakan karena situasi atau karena orang lain yang terjangkit Rubella belum tentu menunjukkan gejala demam. Kekebalan terhadap Rubella diperiksa ulang lagi umur 17-20 minggu.
Bila ibu hamil mengalami Rubella, periksalah darah apa benar terkena Rubella.
Bila ibu sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah, pastikan apakah benar Rubella dengan memeriksa IgG danIgM Rubella setelah 1 minggu. Bila IgM positif, berarti benar infeksi Rubella baru.
Bila ibu hamil mengalami Rubella, pastikan apakah janin tertular atau tidak Untuk memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban (cairan amnion). Pengambilan sampel air ketuban harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan & kebidanan, dan baru dapat dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu (Arsa, 2010)
Pemeriksaan
Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan mengukur IgG . Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon pembentukan antibodi dengan baik. Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI. Tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan pemberian profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan oleh karena tidak memberi perlindungan terhadap janin.Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan (Arsa, 2010).
Terapi Antivirus
Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan
Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil
Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan
Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama kehamilan : Amantadine dan Ribavirin
Rubella pada Persalinan
Adanya kuman yang masuk semisal karena dilakukan pemeriksaan dalam tanpa keadaan yang steril, juga akibatketuban pecah dini sebelum proses persalinan. Gejala klinis suhu tubuh ibu panas, detak jantung janin cepat, begitu pula dengan detak jantung ibu, air ketuban hijau kental dan berbau. Hal ini bisa membahayakan kondisi ibu dan janinnya bila tidak segera melahirkan (Arsa, 2010).
Jika ditemukan keadaan sangat gawat, bayi harus segera dilahirkan. Tentunya tergantung kondisi ibu saat itu. Jika sudah waktunya mendekati persalinan, dilakukan tindakan vakum atau forsep. Jika masih jauh waktunya dari persalinan, akan dilakukan operasi meski dengan risiko bayi lahir prematur. Masalah operasi ini memang masih kontroversial. ada kontroversi. Jika dalam keadaan infeksi dilakukan operasi, luka pada tubuh ibu bisa memicu terjadinya sepsis. Namun jika bayi tak dikeluarkan segera, akan terjadi hipoksia (kekurangan oksigen), bahkan kematian janin. Proses persalinan dilakukan dengan cara dan peralatan yang steril mungkin, serta sedapat mungkin dibantu oleh tenaga medis (Arsa, 2010).
Rubella pada Nifas
Kuman bakteri Infeksi sesudah persalinan dapat ditemui pada endometrium atau lapisan dalam rahim. Infeksi dapat terjadi bila pertolongan persalinan tidak steril; kondisi daya tahan tubuh menurun sehingga kuman yang tadinya tidak menimbulkan penyakit jadi menimbulkan penyakit; banyaknya luka terbuka di rahim akibat lepasnya plasenta, sehingga bila ada satu dua kuman yang masuk ke dalam luka tersebut menimbulkan infeksi (Arsa, 2010).
Gejala klinis tergantung keganasan kumannya serta masa inkubasi. Bisa dalam hitungan jam atau hari. Gejalanya ada reaksi radang seperti suhu tubuh naik (panas tinggi) dan badan terasa nyeri, menggigil, nafsu makan menurun. Pada hari kedua mungkin timbul perlawanan antibodi-antigen. Kemudian keluarlah nanah yang berbau dari vagina/jalan lahir. Jika berlanjut, kuman bisa masuk dalam aliran darah dan terjadi sepsis sehingga harapan hidup si ibu kemungkinan sangat kecil (Arsa, 2010).
Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada ibu masa nifas, yaitu panas tinggi, lokhia berbau/nanah, denyut nadi cepat, rahim tidak berkontraksi secara adekuat.
Pengobatan di rawat di rumah sakit dengan pemberian infus/cairan yang adekuat, antibiotik yang sesuai, dan usahakan rahim berkontraksi (Arsa, 2010).
Persalinan diupayakan dengan cara sesteril mungkin. Dianjurkan pula ibu hamil untuk imunisasi terutama tetanus guna perlindungan saat pemotongan tali pusat dengan bayi. Setelah persalinan, karena terjadinya perdarahan, biasanya dokter memberikan obat-obatan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi. Meski ada juga dokter yang tidak memberikan obat-obatan antibiotik dengan anggapan bahwa luka yang diakibatkan persalinan adalah alami dan dapat sembuh sendiri. Selain itu, penggunaan antibiotika dianggap boros dan membuat kuman tertentu menjadi resisten (Arsa, 2010).
Human Papilloma Virus
Human papillomavirus (HPV) adalah virus deoxyribonucleic acid (DNA) untaian ganda yang menular secara seksual dan menginfeksi permukaan kulit dan mukosa epitel (Kahn, 2009 dalam Wibisono, 2011). Infeksi HPV pada genitalia merupakan infeksi yang sering terjadi dan bersifat asimtomatik (Rusmil, 2008 dalam Wibisono, 2011). Terdapat 100 tipe HPV yang telah diketahui. Beberapa diantaranya berperan dalam terbentuknya lesi prakanker, kanker leher rahim, dan kutil kelamin (WHO, 2007 dalam Wibisono, 2011).
Karakteristik Papiloma Virus
Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel menyebabkan infeksi laten dan kronis pada pejamu alamiahnya dan dapat menyebabkan tumor pada beberapa binatang (Contoh : Virus Papilloma manusia (kutil), Virus BK (diasingkan dari air kemih penderita yang mendapat obat-obat imunosupresif)) (Thoma, 2008).
Ada lebih dari seratus virus yang dikenal sebagai virus papilloma manusia (human papilloma virus/HPV). HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim karena dapat membuat pertumbuhan sel menjadi tidak normal (dengan cara virus masuk ke dalam inti sel di leher rahim dan mengubah bentuk sel sehingga sel menjadi mudah rapuh dan pertumbuhannya menjadi tidak beraturan) Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual (Thoma, 2008).
Penyakit yang Ditimbulkan
Berbagai jenis HPV menyebabkan kutil umum pada tangan atau kaki. HPV juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada lidah dan bibir. Beberapa jenis HPV dapat menyebabkan kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. Jenis HPV lain dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer), atau kanker penis. Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal intraepithelial neoplasia/AIN). Epitel adalah lapisan sel yang meliputi organ atau menutupi permukaan tubuh yang terbuka. Neoplasia berarti perkembangan baru sel yang tidak normal. AIN adalah perkembangan sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical intraepithelial neoplasia/CIN) (Thoma, 2008).
Kondiloma genital dapat ditularkan melalui sentuhan dan hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, namun ada sebagian orang yang berisiko untuk terjangkit penyakit ini antara lain: orang yang sering kontak dengan air/bekerja di tempat basah (seperti tukang ikan, tukang daging, pemotong hewan), orang yang hiperhidrosis/ telapak tangan atau kakinya selalu basah, anak-anak. Penyakit ini menular baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung seperti pemakaian handuk dan baju yang bersamaan (Thoma, 2008).
Kanker serviks, peristiwa kanker serviks diawali dari normal serviks yang terinfeksi HPV dan menyebabkan timbulnya displasia sehingga menimbulkan kanker. Kanker Serviks cenderung muncul pada wanita usia 35-55 tahun (pada saat usia produktif). Namun dapat pula muncul pada perempuan berusia lebih muda. Penyebab dari kanker ini adalah Human Papilloma Virus yaitu sejenis virus yang menyerang manusia dan berpotensi menyebabkan terjadinya komplikasi dan kemandulan. Serviks normal bentuknya lurus, sedangkan serviks yang terinfeksi bentuknya membesar, keluar karena berkutil. Inilah yang menyebabkan rasa sakit pada penderita kanker serviks saat melakukan hubungan seks (Thoma, 2008).
Gejala Kanker Serviks
Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel abnormal serviks yang dapat ditemukan melalui tes Pap Smear. Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala sebagai berikut :
Pendarahan vagina yang tidak normal seperti :
Pendarahan di antara periode menstruasi yang regular
Pendarahan di luar waktu haid
Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
Pendarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul
Pendarahan sesudah menopause
Kelainan pada vagina (keluarnya cairan kekuningan, berbau)
Rasa sakit saat berhubungan seksual
Rasa sakit/ nyeri pada pinggul dan kaki
Pengobatan Infeksi HPV
Sampai saat ini, belum ada pengobatan langsung untuk infeksi HPV. Sistem kekebalan tubuh dapat "memberantas" infeksi HPV, namun orang tersebut dapat kembali tertular lagi. Bagi beberapa wanita dengan infeksi HPV pada leher rahim menjadi resisten terhadap obat-obat di atas oleh karenanya pengobatannya (pengambilan displasia dan kutil) dapat dilakukan dengan cara berikut:
Membakarnya dengan jarum listrik (kauterusasi listrik) atau laser
Membekukannya dengan Nitrogen cair
Memotongnya secara bedah
Mengobatinya dengan zat kimia
Pengobatan pada kanker mulut rahim ada tiga, yaitu operasi, penyinaran (radiasi), dan kemoterapi. Masing-masing terapi dilakukan dokter menurut stadium kanker yang dialami pasien dan dengan pertimbangan kaidah dan risiko bagi pasien. Stadium O atau disebut juga lesi prakanker sangat mudah diobati dengan tindakan lokal. Selanjutnya stadium 1, dibagi A dan B, pilihan pengobatan dengan operasi. Stadium 2A masih dioperasi, tetapi stadium 2B tidak lagi dioperasi, melainkan sebaiknya radiasi dibantu kemoterapi. Stadium 3 dan 4 adalah stadium lanjut, dibagi juga A dan B, biasanya radiasi dibantu kemoterapi (Thoma, 2008).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan in vitro. CMV cepat menyebar biasanya melalui berbagai macam cairan tubuh orang yang telah terinfeksi CMV, seperti contohnya air seni, air liur, darah, air mata, mani, dan air susu ibu. Penyebaran virus ini dapat berlangsung tanpa adanya gejala-gejala klinis terlebih dahulu. Penularan dapat juga terjadi diantara ibu dengan janin dan pada transfuse organ atau cangkok pada bagian badan tertentu.
Congenital Rubella Syndrome (CRS) atau Fetal Rubella Syndrome merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. CRS dapat mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. Infeksi virus rubella pada trimester I kehamilan memiliki risiko kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan infeksi setelah trimester pertama.
Infeksi Rubella pada kehamilan dapaT menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin.Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Sedangkan dalam persalinan terjadi akibat adanya kuman yang masuk karena dilakukan pemeriksaan dalam tanpa keadaan yang steril, juga akibat ketuban pecah dini sebelum proses persalinan. Selain itu Kuman bakteri Infeksi sesudah persalinan dapat ditemui juga pada endometrium atau lapisan dalam rahim . Infeksi dapat terjadi bila pertolongan persalinan tidak steril.
DAFTAR PUSTAKA
Arsa, Mudi, 2010, "Rubella", http://mudiarsa.blogspot.com/2010/06/rubella.html, diunduh pada tanggal 4 Juni 2014 di Yogyakarta
Candradinita, I Putu, 2008, "Cytomegalovirus", http://mikrobia2.files.wordpress.com/2008/05/i-putu-chandradinita078114002.pdf, diunduh pada tanggal 4 Juni 2014 di Yogyakarta
Kadek, dan S. Darmadi, 2007, Gejala Rubela Bawaan (Kongenital) Berdasarkan Pemeriksaan Serologis Dan Rna Virus, FK UNAIR, Surabaya
Thoma, Sisilia Rani, 2008, "Human Papilloma Virus", http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/sisilia-rani-thoma0781141411.pdf, diunduh pada tanggal 4 Juni 2014 di Yogyakarta
Wibisono, Al, 2011, Bab 1 Pendahuluan, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara
1 " Page