MAKALAH MINERAL LOGAM BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nikel merupakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena pada masa sekarang dan masa yang akan datang kebutuhan Nikel semakin meningkat disamping dari kebutuhan lainnya yang persediaannya semakin terbatas, sehingga mendorong minat pengusaha untuk membuka pertambangan Nikel. Nikel adalah bahan galian golongan A, yang dimana bahan galian yang tergolong strategis. Minyak bumi dan batubara juga sama dalam bahan galian golongan A, yang kita tahu dewasa ini bahan galian golongan A sangat dicari oleh investor – investor yang bergerak dibidang pertambangan dan usaha lainnya. Bahan galian Nikel banyak fungsinya, salah satunya dalam pembuatan baja yang tahan karat, bisa juga dipakai sebagai alat – alat laboratorium Fisika dan Kimia, serta banyak lagi fungsi lainnya, sehingga menarik sekali untuk dikelola. Dengan kondisi demikian maka dari pihak Universitas Kutai Kartanegara membuat salah satu Fakultas Teknik, dan dalam program studinya ada jurusan Geologi Pertambangan yang dimana ada mata kuliah yang mempelajari Mineral Logam khususnya mineral – mineral berharga salah satunya Nikel. Dengan demikian sebagai mahasiswa harus mengetahui dan mengerti mengenai bahan galian Nikel serta diharapkan bisa memanfaatkan bahan galian tersebut dan juga bisa membuka lapangan kerja baru. I.2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Untuk menerapkan dan mengembangkan teori yang didapatkan pada bangku kuliah khususnya mata kuliah yang mempelajari tentang Mineral Logam. 2. Menambah pengetahuan tentang Mineral Logam, sehingga bisa tahu baik dari proses terbentuknya, pengolahan, sampai ke pemasarannya. Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Menerangkan dan membandingkan antara pengetahuan diperkuliahan dengan informasi – informasi serta keadaan di luar yang sebenarnya, sehingga dapat saling mengisi kekurangannya. 2. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Mineral Logam pada
Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara. I.3. Pemanfaatan Bahan Galian Nikel Nikel sangat banyak manfaatnya antara lain : 1. Untuk pembuatan baja tahan karat, 2. Sebagai selaput penutup barang-barang yang dibuat dari besi atau baja, 3. Alat-alat laboratorium Fisika dan Kimia, 4. Digunakan dalam bentuk paduan untuk pembuatan alat-alat yang dipakai dalam industri mobil dan pesawat terbang. 5. Nikel juga digunakan sebagai bahan paduan logam yang banyak digunakan diberbagai industri logam BAB II PEMBAHASAN II.1. Keterdapatan Bahan Galian Nikel Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian tenggara, Maluku, dan Papua.Selain itu terdapat juga di daerah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut) Ternate. II.2. Keadaan Geologi Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan ultrabasa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit. PROTOLITH Merupakan dasar (bagian terbawah) dari penampang vertikal. Merupakan batuan asal yang berupa batuan ultramafik (harzburgite, peridotit atau dunit). Nikel terdapat (muncul) bersama-sama dengan struktur mineral silikat dari magnesium-rich olivin atau sebagai hasil (alterasi serpentinisasi). Olivin tidak stabil pada pelapukan kimiawi Æ“amorphous ferric hydroxides”, minor amorphous silikat dan beberapa unsur tidak mobile lainnya. SAPROLITE Fragmen-fragmen batuan asal masih ada, tetapi mineral-mineralnya pada
umumnya sudah terubah. Batas antara zona saprolite dan protolith pada umumnya irregular dan bergradasi. Pada beberapa endapan nikel laterit, zona ini dicirikan dengan keberadaan pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering). Dengan berkembangnya proses pelapukan, unsur Mg di dalam protholith umumnya terlindikan (leached), dan silika sebagian terbawa oleh air tanah. LIMONIT Bagian yang kaya dengan oksida besi akibat dari proses pembentukan zona saprolite (oksida besi dominan pada bagian atas dari zona saprolite) Æ horizon limonit. TUDUNG BESI (erriginous duricrust, cuirasse, canga, ferricrete) Suatu lapisan dengan konsentrasi besi yang cukup tinggi, melindungi lapisan endapan laterit di bawahnya terhadap erosi. II.3. Genesa Bahan Galian Nikel Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel laterit yang utama. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Genesa Umum Nikel Laterit berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat
fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992). Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah. Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992). Endapan bijih nikel laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan ultramafik dan terkonsentrasi pada zona pelapukan (Peters, 1978). II.4. Eksplorasi Nikel Dalam eksplorasi Nikel banyak hal yang harus dilakukan, antara lain : a) Membuat analisis statistic dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan ketebalan overburden, kemudian lakukan verifikasi data berdasarkan parameter statistic. b) Membuat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian membuat analisanya. c) Membuat peta kontur ketebalan OB. d) Menghitung sumberdaya bijih nikel, bisa menggunakan metode NNP. e) Membuat batas PIT potensial. f) Lalu menghitung berapa cadangannya
II.5. Eksploitasi Nikel Lorite dan Logam nikel diambil dari endapan primer yaitu dari batuan ultra basa dan endapan residu yaitu berupa tanah laterite nikel berupa mineral garnierite, Nichlorite dan Nieeolite NiAs. Terlihat adanya perubahan Ekploitasi dari bahn Galian Nikel : II.6. Pengolahan Bahan Galian Nikel a) Hasil bijih yang ada dimasukan kedalam proses penghancuran sehingga mempunyai diameter 20 cm dan kemudian digiling sampai diameter 2 mm dengan kadar nikel 21 %. Pemurnian untuk menghilangkan unsure belerang, silica, karbon, phaspor, chromium, dengan 2 tahap yaitu : 1. Menggunakan karbit dan bubuk soda sebagai bahan pembuang belerang. 2. Menggunakan bath (pemurnian karbon tinggi) yaitu ferro nikel cair dalam tanggul goyang (shaking conveyor) dengan dihambusi oksigen untuk membuang berbagai unsur yaitu chromium, karbon, silica, phaspor sehingga akan menghasilkan ferro nikel dengan kadar karbon rendah. b) Hasil penambangan di Soroako mengandung nikel (saprolitie ore) tapi masih mengandung air 28%, kemudian direduksi untuk menghilangkan kadar air dan minyak yang diinjeksi dengan aliran listrik yang terputus – putus diatas panas dalam tanur, kemudian diberi belerang, dilebur dan didapatkan nikel kasar dengan kadar 25 % nikel dan dimurnikan dalam sebuah konvertor sehingga kadar nikelnya menjadi 75% nikel matte. BAB III PENUTUP III.1. Kesimpulan Dari hasil pembuatan makalah mengenai Bahan Galian Nikel ini, bisa kita lihat dan simpulkan bagaimana proses awal terbentuknya (Genesa), kondisi geologi, tahap eksplorasi, tahap eksploitasi, keterdapatan, dan pengolahannya, serta informasi – informasi lainnya. Manfaat dari bahan galian Nikel ini sangat banyak, sehingga sangat menarik minat para pengusaha – pengusaha untuk membuka pertambangan yang bergerak dibidang bahan galian Nikel. Didalam proses pertambangan bahan galian Nikel banyak hal yang harus kita ketahui, salah satunya mengenai dampak lingkungannya, sehingga pada saat kita melakukan proses penambangan tidak
terjadi pencemaran lingkungan. Dewasa ini pencemaran lingkungan sangat banyak terjadi, oleh perusahaan – perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan tidak mengerti mengenai lingkungan. Maka tidak terlambat untuk kita menjaga lingkungan agar terbebas dari pencemaran –pencemaran limbah, dan pencemaran lainnya.
Genesa Bahan Galian Filed under: Uncategorized — Tinggalkan komentar Maret 19, 2013
GENESA BAHAN GALIAN Secara umum genesa bahan galian mencakup aspek-aspek keterdapatan, proses pembentukan, komposisi, model (bentuk, ukuran, dimensi), kedudukan, dan faktor-faktor pengendali pengendapan bahan galian (geologic controls). Tujuan utama mempelajari genesa suatu endapan bahan galian adalah sebagai pegangan dalam menemukan dan mencari endapan-endapan baru, mengungkapkan sifat-sifat fisik dan kimia endapan bahan galian, membantu dalam penentuan (penyusunan) model eksplorasi yang akan diterapkan, serta membantu dalam penentuan metoda penambangan dan pengolahan bahan galian tersebut. Hubungan antara genesa endapan mineral (bahan galian) dengan beberapa ilmu yang ada pada industri mineral Endapan-endapan mineral yang muncul sesuai dengan bentuk asalnya disebut dengan endapan primer (hypogen). Jika mineral-mineral primer telah terubah melalui pelapukan atau prosesproses luar (superficial processes) disebut dengan endapan sekunder (supergen). 1. Keterdapatan Mineral Bijih
Kerak bumi terdiri dari batuan-batuan beku, sedimen, dan metamorfik. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi umum dari kerak bumi dan beberapa logam-logam lain mempunyai kuantitas kecil dan umum terdapat pada batuan beku. Tabel 1
Komposisi elemen-elemen penyusun kerak bumi dan pada batuan beku (Sumber;
Bateman, 1982).
a. Elemen penyusun kerak bumi
b. Logam-logam yang umum pada batuan beku
Elemen
% Bera t
%Ato m
%Volum e
Elemen
%
Elemen
%
Oksigen
47,7 1
60,5
94,24
Alumuniu m
8,13
Kobalt
0,0023
Silikon
27,6 9
20,5
0,51
Besi
5,00
Timbal
0,0016
Titanium
0,62
0,3
0,03
Magnesiu m
2,09
Arsenik
0,0005
Alumuniu m
8,07
6,2
0,44
Titanium
0,44
Uranium
0,0004
Besi
5,05
1,9
0,37
Mangan
0,10
Molibdenu m
0,00025
Magnesiu m
2,08
1,8
0,28
Kromiun
0,02
Tungsten
0,00015
Kalsium
3,65
1,9
1,04
Vanadium
0,01 5
Antimony
0,0001
Sodium
2,75
2,5
1,21
Zink
0,01 1
Air Raksa
0,00005
Potassium
2,58
1.4
1,88
Nikel
0,00 8
Perak
0,00001
Hidrogen
0,14
3,0
Tembaga
0,00 5
Emas
0,000000 5
Timah
0,00 4
Platinum
0,000000 5
Pengertian bijih adalah endapan bahan galian yang dapat diekstrak (diambil) mineral berharganya secara ekonomis, dan bijih dalam suatu endapan ini tergantung pada dua faktor utama, yaitu tingkat terkonsentrasi (kandungan logam berharga pada endapan), letak serta ukuran (dimensi) endapan tsb. Untuk mencapai kadar yang ekonomis, mineral-mineral bijih atau komponen bahan galian yang berharga terkonsentrasi secara alamiah pada kerak bumi sampai tingkat minimum yang tertentu tergantung pada jenis bijih atau mineralnya. Dalam Tabel 2 dapat dilihat beberapa bijih logam yang dapat diambil (diekstrak) dari mineral bijihnya, dan pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa gangue mineral yang merupakan mineral-mineral (dalam jumlah sedikit/kecil) yang terdapat bersamaan dengan mineral bijih dan relatif tidak ekonomis. Tabel 2.
Beberapa mineral bijih yang dapat diekstrak sebagai komoditi logam (Sumber ;
Bateman, 1982).
Logam
Mineral Bijih
Komposisi
% Loga m
Hyporge n
Emas
Emas NativeKalaverit
AuAuTe2
1003 9
xx
Silvanit Perak
Perak NativeArgentit
Seragirit Besi
Tembaga
(Au,Ag)Te2 AgAg2S
AgCl
– 1008 7
FeO.Fe2O3Fe2O3
7270
Limonit Siderit
Fe2O3.H2O FeCO3
60 48
Tembaga NativeBornit
CuCu5FeS4
1006 3
Brokhantit Kalkosit Kalkopirit Kovelit Kuprit Digenit Enargit Malasit Azurit
CuSO4.3Cu(OH)2 Cu2S CuFeS2 CuS Cu2O Cu9S5 3Cu2S.As2S5 CuCO3.Cu(OH)2 2CuCO3.Cu(OH)2 CuSiO3.Cu(OH)2
62 80 34 66 89 78 48 57 55
xx
x
xx
xx
x
75
MagnetitHematit
Superge n
xx
xx
x
x xx
xx
x x x x x
x x x x x x x x x
Logam
Mineral Bijih
Komposisi
Krisokola Timbal (Lead)
% Loga m
Hyporge n
Superge n
x
xx
xx
xx
36
GalenaSerusit
PbSPbCO3
8677
Anglesit
PbSO4
68
SfaleritSmitsonit
ZnSZnCO3
6752
Hemimorfit Zinksit
H2ZnSiO5 ZnO
54 80
Timah
KasiteritStannit
SnO2Cu2S.FeS.SnS2
7827
xx
??
Nikel
PentlanditGarneiri t
(Fe,Ni)SH2(Ni,Mg)SiO3.H 2O
22-
x
x
Kromium
Kromit
FeO.Cr2O3
68
x
PirolusitPsilomela n
MnO2Mn2O3.xH2O
6345
3Mn2O3.MnSiO3 Mn2O3.MnSiO3
69 62
Seng (Zinc)
Mangan
Braunit Manganit
xx
?
Alumunium
Bauksit
Al2O3.2H2O
39
Antimon
Stibnit
Sb2S3
71
x
Bismuth
Bismuthit
Bi2S3
81
x
Kobalt
SmaltitCobaltit
CoAs2CoAsS
2835
xx
Air Raksa
Sinabar
HgS
86
x
Molibdenu m
MolibdenitWulfen it
MoS2PbMoO4
6039
x
Tungsten
WolframitHuebne rit
(Fe,Mn)WO4MnWO4
7676
xx
CaWO4
80
x
Scheelit
xx
x x x
x
x
Logam
Uranium
Mineral Bijih
Komposisi
% Loga m
UraninitPitcblend e
Combined UO2dan UO3
508575
Coffinit Carnotit Tabel 3.
USiO4 K2O.2U2O3
Hyporge n
Superge n
xx
xx
60 U2O3
Beberapa mineral gangue yang umum muncul pada mineral bijih, (Sumber ;
Bateman, 1982).
Kelas
Oksida
Nama
Komposisi
KuarsaSilikat lain
SiO2SiO2
Sulfat
KalsitDolomit
CaCO3(Ca,Mg)CO3
xx
Siderit Rodokrosit
FeCO3 MnCO3
x x
x
BaritGipsum
BaSO4CaSO4+H2O
xx
xx
—
xx
MnSiO3 – –
x x x
CaF2(CaF)Ca4(PO4)3
xx
FeS2 FeS2 Fe1-xS FeAsS
x x x x
Rhodonit Klorit Mineral Lempung Bahan batuanFlorit
Lain-lain
xx
x
FeldsparGarnet Silikat
xx
Supergen
Al2O3.2H2O Fe2O3.H2O
Bauksit Limonit Karbonat
Hyporgen
Apatit Pirit Markasit Pirotit Arsenopirit
x x xx
x
xx
Batuan merupakan suatu bentuk alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral, dan kadangkadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan heterogen (terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan homogen. Deret Reaksi
Bowen (deret pembentukan mineral pada batuan) telah dimodifikasi oleh Niggli, V.M. Goldshmidt, dan H. Schneiderhohn, s Sedangkan proses pembentukan mineral berdasarkan komposisi kimiawi larutan (konsentrasi suatu unsur/mineral), temperatur, dan tekanan pada kondisi kristalisasi dari magma induk telah didesign oleh Niggli seperti terlihat pada Gambar 3. Gambar 3.
Diagram Temperatur-Konsentrasi-Tekanan (Diagram Niggli)
Jika pembentukan endapan mineral dikelompokkan menurut proses pembentukannya, maka salah satu pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
Klasifikasi Lindgren (Modifikasi) Endapan yang terbentuk melalui proses konsentrasi kimia (Suhu dan Tekanan Bervariasi)A. magma, oleh proses differensiasi
Dalam
Endapan Magmatik (segresi magma, magmatik cair); T 700-15000C; P sangat tinggi. Endapan Pegmatit; T sedang-sangat tinggi; P sangat tinggi B. Dalam badan batuan 1. Konsentrasi karena ada penambahan dari luar (epigenetik) 1.1. Asal bahan tergantung dari erupsi batuan beku a. Oleh hembusan langsung bekuan (magma – dari efusif; sublimat; fumarol, T 100-6000C; P atmosfer-sedang – dari intrusif, igneous metamorphic deposits; T 500-8000C, P sangat tinggi b. Oleh penambahan air panas yang terisi bahan magma Endapan hipothermal; T 300-5000C, P sangat tinggi Endapan mesothermal; T 200-3000C, P sangat tinggi Endapan epithermal; T 50-2000C, P sangat tinggi Endapan telethermal; T rendah, P rendah Endapan xenothermal; T tinggi-sedang, P sedang-atmosfer 1.2. Konsentrasi bahan dalam badan batuan itu sendiri : Konsentrasi oleh metamorfosis dinamik dan regional, T s/d 4000C; P tinggi. Konsentrasi oleh air tanah dalam; T 0-1000C; P sedang Konsentrasi oleh lapukan batuan dan pelapukan residu dekat permukaan; T 0-1000C; P sedangatmosfer C. Dalam masa air permukaan 1. Oleh interaksi larutan; T 0-700C; P sedang a. Reaksi anorganik b. Reaksi organik 2. Oleh penguapan pelarut Endapan yang dihasilkan melalui konsentrasi mekanis; T & P sedang. Sedangkan secara umum keterdapatan endapan bahan galian dengan mineral-mineral bijihnya dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4.
Keterdapatan dan letak mineral-mineral bijih
Malakah Tentang Nikel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nikel ditemukan oleh Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang disebutnya kupfernickel (nikolit). Nikel merupakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena pada masa sekarang dan masa yang akan datang kebutuhan Nikel semakin meningkat disamping dari kebutuhan lainnya yang persediaannya semakin terbatas, sehingga mendorong minat pengusaha untuk membuka pertambangan Nikel.
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Bentuk struktur kristalnya FCC. dan juga bersifat magnetis.Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless steel) yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak), ornamen-ornamen rumah dan gedung, serta komponen industri. Nikel adalah bahan galian golongan A, yang dimana bahan galian yang tergolong strategis. Minyak bumi dan batubara juga sama dalam bahan galian golongan A, yang kita tahu dewasa ini bahan galian golongan A sangat dicari oleh investor – investor yang bergerak dibidang pertambangan dan usaha lainnya. Bahan galian Nikel banyak fungsinya, salah satunya dalam pembuatan baja yang tahan karat, bisa juga dipakai sebagai alat – alat laboratorium Fisika dan Kimia, serta banyak lagi fungsi lainnya, sehingga menarik sekali untuk dikelola. Dengan kondisi demikian maka dari pihak Universitas Palangkaraya membuat salah satu Fakultas Teknik, dan dalam program studinya ada jurusan Teknik Pertambangan yang dimana ada mata kuliah yang mempelajari Pengantar Teknologi Mineral yang mencakup mineral – mineral berharga salah satunya Nikel. Dengan demikian sebagai mahasiswa harus mengetahui dan mengerti mengenai bahan galian Nikel serta diharapkan bisa memanfaatkan bahan galian tersebut dan juga bisa membuka lapangan kerja baru. 1.2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah : Untuk menerapkan dan mengembangkan teori yang didapatkan pada bangku kuliah khususnya mata kuliah yang mempelajari tentang Pengantar Teknologi Mineral. Menambah pengetahuan tentang Mineral Logam, sehingga bisa tahu baik dari proses terbentuknya, pengolahan, sampai ke pemasarannya. Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Menerangkan dan membandingkan antara pengetahuan diperkuliahan dengan informasi – informasi serta keadaan di luar yang sebenarnya, sehingga dapat saling mengisi kekurangannya. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Pengantar Teknologi Mineral pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan 2009 Universitas Palangkaraya. 1.1. Tabel Periodik 28 kobal ← nikel → tembaga – ↑ Ni ↓ Pd 1.2. Keterangan Umum Unsur Nama, Lambang, Nomor atom nikel, Ni, 28 Deret kimia logam transisi Golongan, Periode, Blok 10, 4, d Penampilan kemilau, metalik Massa atom 58.6934(2) g/mol Konfigurasi elektron [Ar] 3d8 4s2 Jumlah elektron tiap kulit 2, 8, 16, 2 1.3. Ciri-ciri fisik Fase padat Massa jenis (sekitar suhu kamar) 8,908 g/cm³ Massa jenis cair pada titik lebur
7,81 g/cm³ Titik lebur 1728 K (1455 °C, 2651 °F) Titik didih 3186 K (2913 °C, 5275 °F) Kalor peleburan 17,48 kJ/mol Kalor penguapan 377,5 kJ/mol Kapasitas kalor (25 °C) 26,07 J/(mol•K) 1.4. Tekanan uap P/Pa 1 10 100 1 k 10 k 100 k pada T/K 1783 1950 2154 2410 2741 3184 1.5. Ciri-ciri atom Struktur kristal cubic face centered Bilangan oksidasi 2, 3 (mildly basic oxide) Elektronegativitas 1.91 (skala Pauling) Energi ionisasi (detil) ke-1: 737.1 kJ/mol ke-2: 1753.0 kJ/mol ke-3: 3395 kJ/mol Jari-jari atom 135 pm Jari-jari atom (terhitung) 149 pm
Jari-jari kovalen 121 pm Jari-jari Van der Waals 163 pm 1.6. Lain-lain Sifat magnetik ferromagnetic Resistivitas listrik (20 °C) 69.3 nΩ•m Konduktivitas termal (300 K) 90.9 W/(m•K) Ekspansi termal (25 °C) 13.4 µm/(m•K) Kecepatan suara (pada wujud kawat) (suhu kamar) 4900 m/s Modulus Young 200 GPa Modulus geser 76 GPa Modulus ruah 180 GPa Nisbah Poisson 0.31 Skala kekerasan Mohs 4.0 Kekerasan Vickers 638 MPa Kekerasan Brinell 700 MPa Nomor CAS 7440-02-0 1.7. Isotop iso NA waktu paruh DM
DE (MeV) DP 56Ni syn 6.075 d ε – 56Co γ 0.158, 0.811 – 58Ni 68.077% Ni stabil dengan 30 neutron 59Ni syn 76000 y ε – 59Co 60Ni 26.233% Ni stabil dengan 32 neutron 61Ni 1.14% Ni stabil dengan 33 neutron 62Ni 3.634% Ni stabil dengan 34 neutron 63Ni syn 100.1 y β0.0669 63Cu 64Ni 0.926% Ni stabil dengan 36 neutron 1.3. Pemanfaatan Bahan Galian Nikel Nikel sangat banyak manfaatnya antara lain : 1. Untuk pembuatan baja tahan karat, 2. Sebagai selaput penutup barang-barang yang dibuat dari besi atau baja, 3. Alat-alat laboratorium Fisika dan Kimia, 4. Digunakan dalam bentuk paduan untuk pembuatan alat-alat yang dipakai dalam industri mobil dan pesawat terbang. 5. Nikel juga digunakan sebagai bahan paduan logam yang banyak digunakan diberbagai industri logam. BAB II PEMBAHASAN NIKEL
Gambar 1.1. Bijih Nikel Gambar 1.2. Nikel Istemewa 2.1. Keterdapatan Bahan Galian Nikel Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian tenggara, Maluku, dan Papua.Selain itu terdapat juga di daerah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut) Ternate. 2.2. Keadaan Geologi Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan ultrabasa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa serta sebagai endapan nikeltembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit. PROTOLITH Merupakan dasar (bagian terbawah) dari penampang vertikal. Merupakan batuan asal yang berupa batuan ultramafik (harzburgite, peridotit atau dunit). Nikel terdapat (muncul) bersama-sama dengan struktur mineral silikat dari magnesium-rich olivin atau sebagai hasil (alterasi serpentinisasi). Olivin tidak stabil pada pelapukan kimiawi “amorphous ferric hydroxides”, minor amorphous silikat dan beberapa unsur tidak mobile lainnya. SAPROLITE Fragmen-fragmen batuan asal masih ada, tetapi mineral-mineralnya pada umumnya sudah terubah. Batas antara zona saprolite dan protolith pada umumnya irregular dan bergradasi. Pada beberapa endapan nikel laterit, zona ini dicirikan dengan keberadaan pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering). Dengan berkembangnya proses pelapukan, unsur Mg di dalam protholith umumnya terlindikan (leached), dan silika sebagian terbawa oleh air tanah. LIMONIT Bagian yang kaya dengan oksida besi akibat dari proses pembentukan zona saprolite (oksida besi dominan pada bagian atas dari zona saprolite) horizon limonit. TUDUNG BESI (erriginous duricrust, cuirasse, canga, ferricrete) Suatu lapisan dengan konsentrasi besi yang cukup tinggi, melindungi lapisan endapan laterit di bawahnya terhadap erosi. 2.3. Genesa Bahan Galian Nikel Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel laterit yang utama. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral.
Genesa Umum Nikel Laterit berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992). Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah. Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin,1992). Endapan bijih nikel laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan ultramafik dan terkonsentrasi pada zona pelapukan (Peters, 1978). Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Indonesia, diperkirakan mencapai 11% cadangan nikel dunia. Bijih nikel yang kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% belum termanfaatkan dnegan baik. Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan. Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia Ammonium Carbonate ) terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15 % yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet. Pengolahan dengan AAC saat ini mempunyai kelemahan perolehan total nikel dan kobalnya rendah.
2.4. Kegunaan • Untuk mengolah bijih nikel laterit berkadar rendah • Dapat meningkatkatkan perolehan total nikel dan kobal dari proses leaching dengan AAC, terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya (Mg) tinggi. 2.5. Keuntungan teknis/ekonomis • Ekstraksi kobal dari bijih nikel laterit lebih tinggi dibandingkan proses lain, • Pemakaian energi lebih murah karena bahan reduktor yang digunakan adalah batubara, • Tidak diperlukan alat pembangkit gas CO atau H2, • Proses reduksi/metalisasi dapat dilakukan secara selektif dan dapat dikontrol dengan mudah, • Menghindari oksidasi kembali logam nikel dan kobal dengan dialirkannya gas berkadar oksigen < 1 % selama proses pendinginan, • Proses pelarutan cukup dengan menggunakan asam sulfat encer, • Unsur besi yang ikut terlarut dapat diperkecil, • Dapat meningkatkan perolehan total nikel dan kobal yang mencapai 75 – 89,89 % untuk nikel dan 35 – 47,77 % untuk kobal dari proses leaching dengan AAC terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang berkadar magnesium 15 %. 2.6.Eksplorasi Nikel Gambar 1.3. Eksplorasi Nikel Dalam Eksplorasi Nikel banyak hal yang harus dilakukan, antara lain : a) Membuat analisis statistic dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan ketebalan overburden, kemudian lakukan verifikasi data berdasarkan parameter statistic. b) Membuat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian membuat analisanya. c) Membuat peta kontur ketebalan OB. d) Menghitung sumberdaya bijih nikel, bisa menggunakan metode NNP. e) Membuat batas PIT potensial. f) Lalu menghitung berapa cadangannya 2.7. Eksploitasi Nikel Gambar 1.4. Eksploitasi Nikel Lorite dan Logam nikel diambil dari endapan primer yaitu dari batuan ultra basa dan endapan residu yaitu berupa tanah laterite nikel berupa mineral garnierite, Ni-chlorite dan Nieeolite NiAs. Terlihat adanya perubahan Ekploitasi dari bahn Galian Nikel. 2.8. Pengolahan Bahan Galian Nikel a) Hasil bijih yang ada dimasukan kedalam proses penghancuran sehingga mempunyai diameter 20 cm dan
kemudian digiling sampai diameter 2 mm dengan kadar nikel 21 %. Pemurnian untuk menghilangkan unsure belerang, silica, karbon, phaspor, chromium, dengan 2 tahap yaitu : 1. Menggunakan karbit dan bubuk soda sebagai bahan pembuang belerang. 2. Menggunakan bath (pemurnian karbon tinggi) yaitu ferro nikel cair dalam tanggul goyang (shaking conveyor) dengan dihambusi oksigen untuk membuang berbagai unsur yaitu chromium, karbon, silica, phaspor sehingga akan menghasilkan ferro nikel dengan kadar karbon rendah. b) Hasil penambangan di Soroako mengandung nikel (saprolitie ore) tapi masih mengandung air 28%, kemudian direduksi untuk menghilangkan kadar air dan minyak yang diinjeksi dengan aliran listrik yang terputus – putus diatas panas dalam tanur, kemudian diberi belerang, dilebur dan didapatkan nikel kasar dengan kadar 25 % nikel dan dimurnikan dalam sebuah konvertor sehingga kadar nikelnya menjadi 75% nikel matte. Gambar 1.5. Peleburan Nikel Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit). Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni ≥ 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni. 2.9. Pengolahan Nikel FeNi dari Bijih Laterit Tabel 1.8. Contoh Komposisi Saprolit Ore Berdasarkan table 1, faktor yang paling penting diperhatikan adalah basisitas (tingkat kebasaan) MgO/SiO2 atau ada juga yang mengukur berdasarkan SiO2/MgO. Tingkat kebasaan ini menentukan brick/ refractory/bata tahan api yang harus digunakan di dalam tungku (furnace), jika basisitas tinggi maka refractory yang digunakan juga sebaiknya mempunyai sifat basa agar slag (terak) tidak bereaksi dengan refractory yang akan menghabiskan lapisan refractory tersebut. Basisitas juga menentukan viscositas slag, semakin tinggi basisitas maka slag semakin encer dan mudah untuk dikeluarkan dari furnace. Namun basisitas yang terlalu tinggi juga tidak terlalu bagus karena difusi Oksigen akan semakin besar sehingga kehilangan Logam karena oksidasi terhadap logam juga semakin besar. Gambar 1.6.. Kesetimbangan Metal-Slag (Ket: Slag selalu berada di atas metal karena densitynya lebih rendah)
Secara umum proses pengolahan bijih nikel jalur pyrometallurgy dibagi dalam beberapa tahap seperti dalam diagram berikut: Gambar 1.7. Diagram alir proses 1. Kominusi Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga bisa terlepas dari bijihnya. Berbeda dengan pengolahan emas, dalam tahap kominusi untuk nikel ore ini hanya dibutuhkan ukuran maksimal 30 mm sehingga hanya dibutuhkan crusher saja dan tidak dibutuhkan grinder. 2. Drying Drying atau pengeringan dibutuhkan untuk mengurangi kadar moisture dalam bijih. Biasanya kadar moisture dalam bijih sekitar 30-35 % dan diturunkan dalam proses ini dengan rotary dryer menjadi sekitar 23% (tergantung desain yang dibuat). Dalam rotary dryer ini, pengeringan dilakukan dengan cara mengalirkan gas panas yang dihasilkan dari pembakaran pulverized coal dan marine fuel dalam Hot Air Generator (HAG) secara Co-Current (searah) pada temperature sampai 200 C. 3. Calcining Tujuan utama proses ini adalah menghilangkan air kristal yang ada dalam bijih,air kristal yang biasa dijumpai adalah serpentine (3MgO.2SiO2.2H2O) dan goethite (Fe2O3.H2O). Proses dekomposisi ini dilakukan dalam Rotary Kiln dengan tempetatur sampai 850 oC menggunakan pulverized coal secara Counter Current. Reaksi dekomposisi air kristal yang terjadi adalah sebagai berikut: a. Serpentine Reaksi dekomposisi dari serpentine adalah sebagai berikut: 3MgO.2SiO2.2H2O = 3 MgO + 2 SiO2 + 2 H2O Reaksi ini terjadi pada temperatur 460-650 C dan tergolong reaksi endotermik. Pemanasan lebih lanjut MgO dan SiO2 akan membentuk forsterite dan enstatite yang merupakan reaksi eksotermik. 2 MgO + SiO2 = 2MgO.SiO2 MgO + SiO2 = MgO.SiO2 b. Goethite Reaksi dekomposisi dari goethite adalah sebagai berikut: Fe2O3.H2O = Fe2O3 + H2O Reaksi ini terjadi pada 260C – 330C dan merupakan reaksi endotermik.
Di samping menghilangkan air kristal, pada proses ini juga biasanya didesain sudah terjadi reaksi reduksi dari NiO dan Fe2O3. Dalam teknologi Krupp rent, semua reduksi dilakukan dalam rotary kiln dan dihasilkan luppen. Sedangkan dalam technology Electric Furnace, hanya sekitar 20% NiO tereduksi secara tidak langsung dalam rotary kiln menjadi Ni dan 80% Fe2O3 menjadi FeO sedangkan sisanya dilakukan dalam electric furnace. Produk dari rotary kiln ini disebut dengan calcined ore dengan kandungan moisture sekitar 2% dan siap dilebur dalam electric furnace. 4. Smelting Proses peleburan dalam electric furnace adalah proses utama dalam rangkaian proses ini. Reaksi reduksi 80% terjadi secara langsung dan 20% secara tidak langsung pada temperature sampai 1650 C. Reaksi reduksi langsung yang terjadi adalah sebagai berikut: NiO(l) + C(s) = Ni(l) + CO(g) FeO(l) + C(s) = Fe(l) + CO(g) Beberapa material yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen juga tereduksi dan menjadi pengotor dalam logam. SiO2(l) + 2C(s) = Si(l) + 2CO(g) Cr2O3(l) + 3C(s) = 2Cr(l) + 3CO(g) P2O5(l) + 5C(s) = 2P(l) + 5CO(g) 3Fe(l) + C(s) = Fe3C(l) Karbon disupplay dari Antracite (tergantung desain), dan reaksi terjadi pada zona leleh elektroda. CO(g) yang dihasilkan dari reaksi ini ditambah dengan CO(g) dari reaksi boudoard mereduksi NiO dan FeO serta Fe2O3 melalui mekanisme solid-gas reaction (reaksi tidak langsung): NiO(s) + CO(g) = Ni(s) + CO2(g) CoO(s) + CO(g) = Co(s) + CO2(g) FeO(s) + CO(g) = Fe(s) + CO2(g) Fe2O3(s) + CO(g) = 2FeO(s) + CO2(g) Oksida stabil seperti SiO2, Cr2O3 dan P2O5 tidak tereduksi melalui reaksi tidak langsung. Sampai di sini Crude Fe-Ni sudah terbentuk dan proses sudah bisa dikatakan selesai. Yield (recovery) dari nikel pada EAF dapat didekati seperti pada gambar berikut: Gambar 1.8. Hubungan antara Fe yield dan Ni yield dalam EAF Gambar 1.9. Hubungan antara Fe yield dan %Ni dalam Crude FeNi
Gambar 2.0. Diagram fasa biner Fe-Ni Pada daerah interface (antar muka) Slag-Metal terjadi kesetimbangan sebagai berikut: Si(l) + 2FeO(l) = 2Fe(l) + SiO2(l) Si(l) + 2NiO(l) = 2Ni(l) + SiO2(l) NiO(slag) + Fe(metal) = Ni(metal) + FeO(slag) Sekali lagi basisitas sangat penting dalam kondisi ini, sebagai contoh proses yang didesain dengan basisitas 0,68 maka: MgO = 0.68SiO2 MgO + SiO2 = 100% 0.68SiO2 + SiO2 = 100% 1.68SiO2 = 100% ® SiO2 = 59.5% dan MgO = 40.5% Korelasi antara slag melting point pada SiO2 59.5% dan MgO 40.5% diilustrasikan oleh diagram terner FeOMgO-SiO2 dalam gambar 6 (diambil dari Slag Atlas, Verlagstahleisen, M.B.H., Duesseldorf, 1981 and I.J. Reinecke and H. Lagendikj, INFACON XI Conference Proceeding, 2007). 5. Refining Pada proses ini yang paling utama adalah menghilangkan/memperkecil kandungan sulfur dalam crude Fe-Ni dan sering disebut Desulfurisasi. Dilakukannya proses ini berkaitan dengan kebutuhan proses lanjutan yaitu digunakannya Fe-Ni sebagai umpan untuk pembuatan Baja dimana baja yang bagus harus mengandung Sulfur maksimal 20 ppm sedangkan kandungan Sulfur pada Crude Fe-Ni masih sekitar 0,3% sehingga jika kandungan sulfur tidak diturunkan maka pada proses pembuatan baja membutuhkan kerja keras untuk menurunkan kandungan sulfur ini. Proses ini dilakukan pada ladle furnace dengan agent sebagai berikut: Tabel 1.9. Agent Untuk desulfurisasi Sedangkan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CaC2 (S) + S = CaS (S) + 2C (Sat) Na2CO3 + S + Si = Na2S + (SiO2) + CO Na2Co3 + SiO2 = Na2O . SiO2 + CO2 Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak membutuhkan pemanasan lagi pasca smelting.
Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya proses ini masih dalam bagian refining hanya untuk membedakan antara menurunkan sulfida dengan menurunkan pengotor lain seperti Si, P, Cr dan C sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan prosesnya sama hanya saja reaksi lebih dominan oksidasi dari oksigen. Si (l) + O2 (g) = SiO2 (l) ↔ SiO2 (l) + CaO (l) = CaO . SiO2 (l) Cr (l) + 5O2 (g)= 2Cr2O3 (l) 4P (l)+ 5O2 (g)= 2P2O5 (l) ↔CaO (l)+P2O5 (l)= CaO. P¬2O5 (l) C(l) + ½ O2 (g)= CO (g) C(l) + O2 (g)= CO2 (g) Tabel 2.0. Contoh Komposisi Crude Fe-Ni yang dihasilkan 2.10. Proses Pemurnian Nikel (Ni) Proses pemurnian nikel diawali dengan pembakaran bijih nikel, kemudian dicairkan untuk proses reduksi dengan menggunakan arang dan bahan tambahan lain dalam sebuah dapur tinggi. Dari proses tersebut nikel yang didapat kurang lebih 99%. Jika hasil yang diinginkan lebih baik (tidak berlubang), proses pemurniannya dikerjakan dengan jalan elektrolisis di atas sebuah cawan tertutup dalam dapur nyala api. Reduktor yang digunakan biasanya mangan dan fosfor. Bijih-bijih nikel dapat diklassifikasikan menjadi dua golongan : Setelah bijih mengalami proses pendahuluan yang meliputi crushing drying, sintering, kemudian bijih diproses lanjut secara a.Proses Pyrometallurgy b.Proses Hydrometallurgy -Proses Pyrometallurgy Reduksi yang terjadi pada proses ini hanya sebagian dari besi saja yang dapat diikat menjadi terak, dan sebagian besar masih dalam bentuk ferro-nikel alloy.Dalam hal ini untuk memisahkan besi dari nikel pada reaksi peleburan tersebut ditambahkan beberapa bahan yang mengandung belerang (Gypsum atau Pyrite). Karena perbedaan daya ikat besi dan nikel terhadap oksigen dan belerang, sehingga proses ini didapatkan metal yaitu paduan Ni3S2 dan FeS dan sebagian besar besi dapat diterakkan. Metal yang dihasilkan ini masih mengandung lebih dari 60 % Fe dan selanjatnya metal yang masih dalam keadaan cair terus diprosos lagi dalam konvertor. Proses-proses konvertor diberikan bahan tambah silikon untuk menterakkan oksida besi.Terak hasil konvertor ini masih mengandung nikel yang cukup tinggi,sehingga terak ini biasanya di proses ulang pada peleburan(Resmelting).Proses selanjutnya metal di panggang untuk memisahkan belerang. Nikel oxide yang didapat dari pemanggangan selanjutnya di reduksi dengan bahan tambah arang (charcoal), sehingga didapat logam nikel.
Pada proses ini concentrat di leaching dengan larutan ammonia didalam autoclave dengan tekanan kurang lebih 7 atm (gauge)Tembaga, nikel dan cobalt terlarut kedalam larutan ammonia, reaksi yang terjadi : Pada gambar 2.8 ditunjukkan diagram proses pemurnian bijih nikel dengan metoda pyrometallurgy. Gambar 2.1. Proses Pemurnian Nikel BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan Dari hasil pembuatan makalah mengenai Bahan Galian Nikel ini, bisa kita lihat dan simpulkan bagaimana proses awal terbentuknya (Genesa), kondisi geologi, tahap eksplorasi, tahap eksploitasi, keterdapatan, dan pengolahannya, serta informasi – informasi lainnya. Manfaat dari bahan galian Nikel ini sangat banyak, sehingga sangat menarik minat para pengusaha – pengusaha untuk membuka pertambangan yang bergerak dibidang bahan galian Nikel. Didalam proses pertambangan bahan galian Nikel banyak hal yang harus kita ketahui, salah satunya mengenai dampak lingkungannya, sehingga pada saat kita melakukan proses penambangan tidak terjadi pencemaran lingkungan. Dewasa ini pencemaran lingkungan sangat banyak terjadi, oleh perusahaan – perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan tidak mengerti mengenai lingkungan. Maka tidak terlambat untuk kita menjaga lingkungan agar terbebas dari pencemaran –pencemaran limbah, dan pencemaran lainnya. Gambar 2.2. Sumber Daya Dan Cadangan Mineral di Indonesia SUMBER REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA
Genesa Endapan Nikel Laterit Filed under: Uncategorized — Tinggalkan komentar Maret 16, 2013 Genesa Endapan Nikel Laterit Proses Terbentuknya Endapan Endapan nikel yang ada di daerah penelitian adalah jenis nikel laterit, yang merupakan hasil pelapukan dari batuan ultrabasa. Menurut Vinogradov, batuan ultrabasa pada awalnya mempunyai kandungan nikel rata-rata sebesar 0.2%. Tabel 3.1 adalah unsur-unsur yang terkandung dalam batuan beku (Boldt, 1967). Unsur yang terkandung dalam batuan beku
Persentase Kadar (%) Batuan Ni
FeO + Mg
Al + Si
Peridotit
0,2000
43,5
45,9
Gabro
0,0160
16,6
66,1
Diorit
0,0040
11,7
73,4
Granit
0,0020
4,4
78,7
Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk. Batuan induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan residual pada waktu proses pembentukan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit menjadi batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit Peridotit Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang menghasilkan serpentin dan peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan dingin yang kontinu, akan menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi. Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin, serpentin, dan piroksen. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas antara zone limonit dan zone saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali unsur-unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan. Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering). Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zone saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini, zone saprolit akan bertambah ke dalam, demikian juga dengan ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30 – 50%-berat dan SiO2 antara 35 – 40%-berat. Oksida yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di zone saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit zone saprolit atas akan berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zone limonit. Sedangkan bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni,
dan Co akan membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit, berwarna coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zone ini selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga 7%-berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras. Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Goethit, Limonit, dan Hematit yang dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bed rock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika. Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang intensif, yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan lapuk merupakan proses yang terjadi pada pembentukan endapan laterit, dimana proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada migrasi air tanah. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan ultramafik sangat beragam dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk sifat profil yang beragam antara satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi kimia dan mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan endapan adalah: 1. Iklim Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis dan sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan terpecahpecah, disebut pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi. Secara spesifik, curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai tambahan, keefektifan curah hujan juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) yang lebih tinggi menambah energi kinetik proses pelapukan. 2. Topografi Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan sirkulasi air serta reagenreagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk pengendapan bijih nikel adalah punggungpunggung bukit yang landai dengan kemiringan antara 10 – 30°. Pada daerah yang curam, air hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif. Pada daerah ini
sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel yang tipis. Sedangkan pada daerah yang landai, air hujan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan dan mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara intensif. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. 3. Tipe batuan asal Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0.2-0.3%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mempunyai komponen-komponen yang mudah larut, serta akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Mineralogi batuan asal akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan elemen yang tersedia untuk penyusunan ulang mineral baru. 4. Struktur Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah rekahan ( joint) dan patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini akan mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni sebagai vein-vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air dan proses pelapukan yang terjadi akan lebih intensif. 5. Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimia. Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan, serta membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air hujan, serta menebalkan lapisan humus. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi. 6. Waktu Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan, transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan
waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor tersebut yang saling berhubungan dan karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari semua faktor terpisah yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh satu faktor saja. Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat pelapukan kimia bervariasi antara 10 – 50 m per juta tahun, biasanya sesuai dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 – 3 kali lebih cepat dalam batuan ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan nikel lateritik, maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat membantu dalam menentukan zonasi bijih di lapangan (Totok Darijanto, 1986). Profil Endapan Nikel Laterit Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultrabasa secara umum terdiri dari 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan tanah penutup atau top soil, lapisan limonit, lapisan saprolit, dan bedrock. 1. Lapisan tanah penutup Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan berukuran lempung, berwarna coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan. Pengkayaan Fe terjadi pada zona ini karena terdiri dari konkresi Fe-Oksida (mineral Hematite dan Goethite), dan Chromiferous dengan kandungan nikel relatif rendah. Tebal lapisan bervariasi antara 0 – 2 m. Tekstur batuan asal sudah tidak dapat dikenali lagi. 2. Lapisan Limonit Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung sampai pasir, tekstur batuan asal mulai dapat diamati walaupun masih sangat sulit, dengan tebal lapisan berkisar antara 1 – 10 m. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Pada zone limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2% berat dan kadar SiO2 berkisar 2 – 5% berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60 – 80% berat dan kadar Al2O3 maksimum 7% berat. Zone ini didominasi oleh mineral Goethit, disamping juga terdapat Magnetit, Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada Goethit terikat Nikel, Chrom, Cobalt, Vanadium, dan Aluminium. 1. Lapisan Saprolit Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-bongkah lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di atas batuan asal ini tidak banyak, H 2O dan Nikel bertambah, dengan kadar Ni keseluruhan lapisan antara 2 – 4%, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya sedikit yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan,
Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur boxwork, Ni-Kalsedon, dan di beberapa tempat sudah terbentuk limonit yang mengandung Fe-hidroksida. 1. Bedrock (Batuan Dasar) Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan, terdiri dari bongkah – bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau sama dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5% serta Ni dan Co antara 0.01 – 0.30%.
MAKALAH ENDAPAN BAUKSIT LATERIT LENGKAP Posted on January 18, 2016by andi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas berkah, rahmatserta hidayah-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Permodelan dan Estimasi Cadanagn dan juga sebagai salah satu Tugas Besar ( MINERALISASI ) mengenai Studi Kasus “ ENDAPAN BAUKSIT LATERIT “ Tidak lupa pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Permodelan dan Estimasi Cadangan yang telah membimbimg kami dalam menyelesaikan Makalah kami dengan tepat waktu. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, atau masih banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyajian maupun penyusunan serta segala sesuatunya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai perbaikan atau penyempurnaan pada laporan ini.
Kami berharap agar laporan Kuliah Lapangan ini dapat diterima dan bermanfaat dengan semestinya. Akhir kata Kami mengucapkan terima kasih.
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Kementerian ESDM tahun 2010, menyatakan bahwa sumber daya bauksit di Indonesia sebanyak 726.585.010 juta ton bijih dan cadangan 111.791.676 juta ton bijih. Penyebaran daerah tambang bauksit salah satunya adalah daerah Kalimantan Barat yng didukung dengan batuan dasar yang bersifat asam-intermediet (seperti Sienit, Diorit kuarsa, Granodiorit dan Nefelin) sehingga kaya dengan komposisi unsur Al berumur Pra-tersier (kapur) yang didukung dengan iklim tropis, curah hujan yang tinggi dan mekanisme proses pelapukan untuk terjadinya proses lateritisasi pembentukan endapan dan karakterisitik bauksit yang dihasilkan. Bauksit merupakan mineral sekunder yang dihasilkan melalui proses pelapukan (lateritisasi) yang terjadi selama berjuta – juta tahun yang lampau pada batuan beku misalnya granit. Pada saat ini permintaan pasar internasional (terutama china) akan mineral bijih khususnya bijih bauksit semakin meningkat. Hal ini perlu direspon dengan cara melakukan eksplorasi pada beberapa tempat yang mempunyai potensi sumberdaya dan atau cadangan bauksit. Apabila sistem penambangan terbuka yang akan diaplikasikan terhadap cadangan bauksit di atas, maka agar dapat ditambang dengan aman perlu dilakukan kajian geoteknik khususnya kestabilan lereng jenjang penambangan. Salah satu faktor penyebab ketidakstabilan lereng jenjang adalah nilai besaran sudut kemiringan lereng tunggal dan atau total. Berbagai nilai besaran sudut kemiringan lereng disimulasikan berdasarkan karanteristik lapisan pembentuk kelerengan jenjang, yang pada akhirnya ditentukan nilai besaran sudut kemiringan lereng yang masih aman untuk dilakukan penambangan (ultimate pit slope) Akibat dari penentuan ultimate pit slope adalah cadangan yang terambil (mineable reserve) menjadi terbatas, dan apabila disinergikan dengan harga bauksit dan biaya penambangan per satuan berat diharapkan didapatkan cadangan yang optimal, baik dikaji dari segi teknik maupun segi ekonomi.
Tujuan Tujuan dalam Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini adalah : 1. Memaparkan apa hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya endapan bauksit laterit. 2. Mempelajari dan memahami mengenai permodelan pembentukan dari Bauksit laterit. 3. Untuk memahami mengenai ganesa pembentukan dari bauksit laterit.
Manfaat
Tugas besar ( Mineralisasi : Endapan Bauksit Laterit ) ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui hubungan pergerakan lempeng dengan terbentuknya endapan bauksit laterit. 2. Dapat mengerti permodelan pembentukan dari bauksit laterit. 3. Dapat mengetahui lebih jelas mengenai genesa pembentukan bauksit laterit.
BAB II 2.1 Pengaruh Tektonik Lempeng mineral bijih seperi bauksit sebagai hasil proses pelapukan juga merupakan topik yang sangat menarik untuk dikaji. Karena wilayah Indoesia mempunyai iklim yang sangat dinamis dengan kondisi geologinya yang sedemikian kompleks, sehingga pembentukan mineral biji tersebut sangat berpotensi di Indonesia. Kerak di indonesia tidak stabil sehingga mempermudah proses laterisasi ( pelapukan ). Faktor di atas dapat kita kategorikan sebagai faktor eksternal yaitu proses yng berasal dari luar bumi antarlain termasuk di dalamnya perubahan iklim dan lain lain.Faktor internal dapat juga menggangu kesetimbangan lingkungan. Faktor internal yang dimaksud yaitu kegiatan vulkanik, tektonik, dan keterdapatan sumber daya mineral dan energi. Proses laterisasi berhubungan erat dengan tektonik lempeng karena dengan pergerakan lempeng tersebut, dapat mempermudah proses laterisasi ( pelapukan ) batuan bauksit, sehingga biasanya bauksit terbentuk di dekat kerak yang tidak stabil. Bauksit laterit dapat terbentuk pada kompleks ophiolit phaneorozoic, banyak endapan terdapat di area cretaceous hingga miocene yang makin melebar. Kompleks tersebut biasanya berupa patahan ( fault ) dan kekar ( joint ) dan dipengaruhi oleh pengangkatan tektonik yang menaikan topografi dan menurunkan permukaan air tanah, yang mengakibatkan peningkatan aliran air dan intensitas pelapukan. Di kedua daerah tersebut, zona pengkayaan ( enrichment ) terdalam dengan kadar tertinggi umumnya berasosiasi dengan patahan curam dan shear. Sebaliknya patahan thrust besar yang berasosiasi dengan pengisian ( emplacement ) kompleks ophiolit dan dengan platform olivine yang stabil cenderung membentuk zona serpentin mylonitik – atau batuan ultrafamik talc-karbonat teralterasi yang bersifat kurang permeabel ( dapat ditembus )dan dapat membentuk penghalang hidromorfik yang mencegah kosentrasi Al.
2.2 Permodelan
Pada umumnya Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil pelapukan batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik bauksit tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-3mm dengan ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah laterit berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus dengan mineral yang cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan Diorit menghasil kan warna tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan tanah
laterit berwarna kuning. Sering ditemukan rembesan air, boulder fresh rock, lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan ketebalan lapisan saprolit relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m
Horizon dibagi menjadi Humus (padat vegetasi), tanah (laterit I, biasanya ditandai dengan butiran halus dan lepas serta batuan dasar yang ada dibawahnya), Lapisan ferikrit hitam (iron cap), Ore/saprolit (biji bauksit), dan batuan dasar
Gambar 1. Profil Dinding Testpit, a. Contoh gossan ,b. dan c. Contoh bauksit Gambar 2. Model statigrafi endapan laterit
1. Horison tanahadalah lapisan tanah atau bahan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah dan berbeda dengan lapisan disebelh atas ataupun bawahnya yang secara genetik ada kaitannya. Yang biasanya disebut sebagai tanah penutup ( OB ) atau lapisan awal yang biasanya berwarna coklat. 2. Tanah Lateritatau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada ligkungan yang lembab, dingin, dan mugkin genangan-genangan air, Secara spesifik tanah merah memiliki profil tanah yang dalam,mudah menyerap air memiliki kandungan bahan organik yang sedang dan pH netral hingga asam dan banyak mengandung zat besi dan aluminium sehingga baik digunakan pondasi bangunan karena mudah menyerap air. 3. Gossan yaitu zona atau lapisan yang terjadi karena pelapukan ( laterisasi) yang mengakibatkan rongga-rongga kosong yang dapat dimasuki air sehingga mempercepat proses pelapukan, tetapi pada zona ini hanya sedikit yang terkandung bauksit laterit dibadingkan pada zona saprolit. 4. Saprolit yaitu zona dimana mengandung bauksit laterit yang sangat tinggi kadar aluminiumnya, sehingga penambangan bauksit dilakukan pada zona ini yang mana ketebalannya berkisar 2-8 m.
Pembentukan ketebalan bauksit ini sangat tergantung kepada morfologi dimana penebalan pada bagian miring dengan kelerengan ±25o, sedangkan pada lembah dan puncak bukit mengalami penipisan. Gambar 3. Profil Selatan-Utara laterit bauksit Gambar 4. Profil Barat daya-Timur Laut laterit bauksit
2.3 Genesa dan Faktor Pembentukan Endapan Laterit Bauksit Unsur senyawa yang diperhatikan merupakan ikatan pengayaan unsur tunggal yang bereaksi terhadap media air dan mengendapkan senyawa baru, dalam pertambangan bauksit senyawa tersebut adalah Aluminium trihidrat (Al2O3), Besi trihidrat (Fe2O3), Silikat oksida (SiO2), Titanium oksida (TiO2) dan Total silikat (R-SiO2). Intensifnya perkembangan laterit di daerah tropis basah menyebabkan terbentuknya tanah laterit. Pada umumnya proses laterisasi pada bauksit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang terpenting pada pelarutan adalah pH, solubility, dan kestabilan mineral. Faktor yang berpengaruh pada transportasi dan pengendapan kembali mineral adalah iklim, topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan ditransportasikan oleh airtanah atau air hujan, kemudian diendapkan kembali. Proses terjadi dengan baik pada permukaan tanah landai dengan kemiringan tertentu, keadaan morfologi dan topografi yang cenderung bergelombang miring. Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit bauksit adalah Al, Fe, Si dan Ti. Perbandingan antara nilai Al dan Si merupakan patokan keekonomisan tambang bauksit. Pada iklim tropis, Ca, Ni, Si dan Ti mengalami pelindian terlebih dahulu dan lebih mobile dibanding dengan Al dan Fe.Pelarutan dan penguraian plagioklas, alkali feldspar, besi, aluminium dan silika dalam larutan akan membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit (Fe2O3), dan kobalt (Co) dalam jumlah kecil, sedangkan Al akan mengendap menjadi endapan bauksit Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara umum). Pengendapan dikontrol pH sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika konsentrasi air berkurang pada saat pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan diaspor dapat terbentuk. Selain itu, pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R-Si. Unsur ini merupakan unsur terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit, serta usnsur yang dipertimbangkan dalam penambangan bauksit. Hal ini disebabkan karena untuk menguraikan senyawa bauksit nantinya, perlunya penambahan NaOH untuk mendapatkan bauksit murni. Proses pengayaan dan pengendapan laterit bauksit paling baik pada topografi miring yang mana proses mobilitas unsur yang rendah, karena pada bagian puncak cenderung untuk mengalirkan hasil erosi dan respirasi air meteorik. Sedangkan pada bagian lembah, lebih banyak membentuk endapan laterit Fe seperti hematit dan limonit sebagai hasil akumulasi material sedimen serta peresapan larutan. Kehadiran kekar ataupun rekahan akan mempercepat proses respirasi dan penghancuran batuan sehingga mempengaruhi pembentukan zona deposit.
Faktor yang terlibat dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit diantaranya :
1. Waktu dan Perubahan Iklim
Batuan berumur Kapur-Holosen dengan rentang waktu ±143 juta tahun dimana batuan beku dipastikan hadir pada saat 25 juta tahun lalu dengan intensitas lapukan batuan dimulai 10 juta dimana kedudukan pulau Kalimantan telah stabil. Kalimantan setiap tahunnya memiliki nilai curah hujan yang tinggi, yaitu sekitar 401-500 mm perbulan dengan temperatur daerah penelitian diperkirakan 32-40o C, biasanya sangat panas disiang hari dan dingin dimalam hari. Rentang waktu yang sangat lama dan kondisi perubahan iklim yang tidak menentu dengan intensitas hujan sangat tinggi mengakibatkan endapan laterit bauksit dapat terbentuk menyesuaikan jenis batuan serta rekahan struktur geologi.
Gambar 5. Profil pembentukan tanah
1. Vegetasi dan Proses Pelapukan
Daerah penelitian dominan hutan, tetapi sebagian telah difungsikan sebagai perkebunan. Sebagai salah satu daerah tropis, perkembangan tumbuhan yang ditunjang curah hujan yang cukup menjadi faktor utama pelapukan batuan yang ada. Hal ini ditunjukan dengan terbentuknya horizon tanah penutup setebal 20-30cm. Pada daerah yang dominan vegetasi, sangat sulit untuk ditemukan batuan dasarnya. Tanaman yang mati menghasilkan larutan asam humus yang menyebabkan dekomposisi batuan dan mengubah pH larutan dalam tanah. vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak sehingga tanah humus akan lebih tebal.
Gambar 6. Pembentukan tanah sesuai iklim
1. Muka Air Tanah dan Morfologi
Berdasarkan pengamatan data testpit, beberapa menunjukkan ketinggian air bawah permukaan dengan merembesnya air dilubang testpit. Kedalaman rata-rata mata air ditemukan adalah 10-15m dengan ketinggian 105m dari permukaan laut mengikuti morfologi yang terbentuk. Bauksit terdiri dari unsur senyawa seperti Al dan Fe yang tidakmobile sehingga terendapkan kebawah permukaan dimana sumber unsur tersebut. Media yang paling berpengaruh dalam proses pelindian dan pengendapan kembali mineral adalah air. Ketika pada suatu daerah memiliki kondisi muka air tanah yang tidak stabil (masih cenderung naik turun), maka akan mengganggu proses ikatan senyawa yang ada dan proses lateritisasi akan terus terjadi. Maka dari itu diperlukan kondisi muka air tanah yang tenang untuk membentuk lapisan endapan laterit bauksit yang ideal. BAB III 3.1 Metode Penambangan Bauksit Laterit Metoda penambangan bauksit dilakukan dengan metoda tambang terbuka sistem open pit dimana open pit ini diterapkan untuk endapan bijih yang mengandung logam. Open pit dan open cut dapat dibedakan dari arah penambangannya, penambangan dengan metoda open pit dilakukan dari permukaan yang relatif mendatar ke bawah mengikuti endapan bijih, sedangkan open cut dilakukan pada lereng suatu bukit. Jadi penerapan open pit dan open cut sangat tergantung pada letak dan bentuk endapan bijih yang akan ditambang.
Dalam sistem penambangan dibatasi oleh beberapa faktor – faktor kendala antara lain ; 1. Faktor teknik – ekonomi yang diwujudkan dalam usaha mendapatkan perolehan tambang semaksimal mungkin dengan biaya yang sekecil mungkin. 2. Faktor keamanan dan keselamatan kerja yang diwujudkan dalam usaha memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan kegiatan penambangan 3. Faktor keserasian lingkungan hidup yang diwujudkan dalam usaha mencegah terjadinya perusakan alam, serta pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan
Metoda yang digunakan dalam pelaksanaan penambangan endapan bauksit adalah menggunakan metoda tambang terbuka (surface mining) sebab kita dapat ketahui bahwa endapan bauksit berada di permukaan dengan over burden yang tidak terlalu dalam pengupasannya.
Gambar 7. Metoda Penambangan Tambang Terbuka Sistem Open Pit
1. Pengupasan Tanah Penutup (Land Clearing)
Pengupasantanahpenutupmerupakanlangkahawaldimana proses penambanganendapanbahantambangakandilakukan, kegiataninidimulaidaripembersihantempatkerjadarisemak – semak, pohon – pohonbesardankecil, kemudianmembuangtanahataubatuan yang menghalangipekerjaan – pekerjaanselanjutnya. Setelahpekerjaan di atasselesaiselanjutnyadilakukanpekerjaanpembabatanataupenebasan yang meliputi ;meratakan, membuatjalandaruratuntuklewatnyaalat-alatmekanis. Dalampekerjaanini yang harusselaludiperhatikanialahmempergunakankeuntungandarigayaberat.
Proses pengupasan tanah penutup dilakukan untuk menghilangkan material yang menutupi endapan bauksit yang akan ditambang agar dihasilkan endapan bauksit dengan kadar yang lebih tinggi, dan menghilangkan serta mengurangi pengotor pada saat dilakukan pencucian.
1. PenggaliandanPemuatan (Excavation and Loading)
Penggalianadalahsuatukegiatan yang dilakukanuntukmembongkardanmelepaskanendapanbahantambangdaribatuanindu knyaataubatuansamping. Beberapaalatgali yang dapatdigunakandalampenggalianyaitu Power Shovel, Back Hoe, dan lain – lain. Setelahpenggaliandilakukanmaka material ataubahantambang yang telahditambangdimuat.
Untuk material yang tidak tertentu keras, kegiatan pembongkaran dilakukan dengan menggunakan ripper. Alat ini pada hakekatnya sebuah bajak yang gigi – giginya terbuat dari baja yang keras. Sehingga kepadanya dapat diberikan tekanan yang cukup besar untuk lebih memaksakannya ke dalam tanah / batuan. Untuk menghitung produksi ripper, perhitungan yang digunakan adalah dengan ”cross section”, yang dapat menentukan volume pekerjaan ripping ini, kemudian mencatat waktu yang diperlukan, setelah pekerjaan ripping selesai. Volume ripping dibagi dengan waktu ripping adalah produksi ripping. Pemuatan (Loading) adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil dan memuat material hasil pembongkaran ke dalam alat angkut. Material hasil pembongkaran tersebar di lantai jenjang dan dikumpulkan dengan
alat wheel loader agar dapat dimuat. Dalam pemilihan alat muat yang digunakan harus sesuai dengan beberapa faktor diantaranya 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kapasitas alat angkut Besar produksi yang diiginkan Keadaan lapangan Jenis material atau batuan Keterampilan Operator Iklim atau cuaca
1. Pengangkutan (Hauling)
Material hasil pembongkaran yang telah dimuat kembali diangkut ke lokasi pengolahan (Crushing Plant) untuk dimasukkan ke mesin penghancur. Operator pengangkutan material produktivitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ; 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kondisi jalan dari tempat penambangan ke Crushing Plant Jarak angkut dari lokasi penambangan Digging Resistance Waktu Edar alat angkut Waktu Kerja efektif pengangkutan Produksi alat angkut Jumlah alat angkut
Proses pengankutan dilakukan untuk pemindahan material dari lokasi penggalian atau front penambangan ke lokasi penampungan sementara dimana nanti selanjutnya akan dilakukan pencucian pada proses pengolahan bauksit itu sendiri. Proses pengangkutan ini bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa macam alat angkut seperti dump truck, lori, belt conveyor, dll. Pada penambangan bauksit alat angkut yang digunakan yaitu dump truck dengan berbagai macam ukuran dan kemampuan muatnya.
Gambar 8. Aktivitas Pengangkutan (Hauling) dan pemuatan ( loading ) Material
Pemanfaatan Bauksit Laterit
Utamanya biji bauksit akan di lelehkan dan kemudian di olah untuk menjadi alumunium. Proses tersebut memakan proses yang panjang dan memerlukan tenaga listrik yang banyak sekali. Sejauh ini Negara yang memproses pengolahan bauksit menjadi alumunium adalah Australia. Negeri kanguru tersebut menjadi produsen bauksit dan alumina terbesar di dunia. Sejauh ini Negara tujuan yang membutuhkan alumunium dari Australia adalah Negara-negara asia seperti jepang dan termasuk Indonesia. Cukup ironi memang, mengingat kita memiliki bahan biji bauksit namun kita tidak mampu mengolahnya dengan optimal untuk di jadikan alumunium. Sifat yang dimiliki alumunium sangat khas yaitu mampu mengahantar panas dengan efisien.
10 Manfaat Bauksit bagi kehidupan sehari-hari sebagai berikut : 1. Pemanfaatan Untuk Pembuatan Peralatan Sehari-Hari
Dari alumunium tersebut akan di buat berbagai perlatan yang dibutuhkan manusia sehari-harinya seperti. 1. 2. 3. 4.
Bahan utama pembuatan wajan Pembuatan lapisan luar panci bahan paling luar pada kaleng makanan Pemanfaatan Untuk Industri
Selain tu sifat yang dimiliki alumunium adalah memiliki berat yang ringan namun memiliki kerapatan yang cukup baik, secara kekuatan juga besar. Sehingga di gunakan untuk pembuatan teknologi di zaman modern ini, seperti. 4. Pembuatan badan pesawat terbang 5. Pembuatan atap sebuah pabrik atau rumah.
1. Pemanfaatan di Berbagai Keperluan Lainnya
Selain pemanfaat utama untuk dijadikan alumunium, bauksit juga memiliki banyak kegunaan untuk industry lainnya. Biji bauksit bisa di ubah menjadi sesuatu yang selama ini ada di sekitar kita, seperti: 6. 7. 8. 9. 10.
Dala industry logam, dijadikan bahan baku pembuatan besi di jadikan bahan dasar untuk pebuatan tinta kering dan tinta laser, pada mesin fotokopi. Di Industry rekaman, bauksit menjadi bahan utama untuk pembuatan pita kaset Bahan dasar pembuatan keramik Kandungan alumina pada bauksit juga di jadikan penyannga katalis pada proses penambangan lain untuk menghilangkan kotoran pada hasil tambang seperti minyak bumi, nitrogen, dan sulfur.
Gambar 9. Contoh manfaat dari bauksit
BAB IV KESIMPULAN
1. Bauksit terbentuk dengan kadar aluminium ( Al ) yang tinggi , kadar besi ( Fe ) yang rendah serta sedikit mengandung kuarsa ( SiO2 ) 2. Faktor yang terlibat dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit ( bijih bauksit ) yaitu waktu dan perubahan iklim, vegetasi dan proses pelapukan, muka air tanah dan morfologi 3. Di indonesia terdapat banyak kerak yang tidak stabil sehingga mempermudah proses laterisasi ( pelapukan ) dalam pembentukan bauksit laterit 4. Bauksit dengan kadar yang tinggi terdapat pada zona Saprolit dan pada zona gossan keterdapatan bauksit masih sedikit dibadingkan pada zona saprolit yang dominan lebih banyak. 5. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penambangan endapan bauksit adalah menggunakan metoda tambang terbuka (surface mining) sebab kita dapat ketahui bahwa endapan bauksit berada di permukaan dengan over burden yang tidak terlalu dalam pengupasannya 6. Beberapa manfaat yang dihasilkan dari bauksit laterit antara lain : Bahan utama pembuatan wajan, Pembuatan lapisan luar panci, bahan paling luar pada kaleng makanan, Pembuatan badan pesawat terbang, Pembuatan atap sebuah pabrik atau rumah. Dala industry logam, dijadikan bahan baku pembuatan besi, di jadikan bahan dasar untuk pebuatan tinta kering dan tinta laser, pada mesin fotokopi, Di Industry rekaman, bauksit menjadi bahan utama untuk pembuatan pita kaset, Bahan dasar pembuatan keramik, Kandungan alumina pada bauksit juga di jadikan penyannga katalis pada proses penambangan lain untuk menghilangkan kotoran pada hasil tambang seperti minyak bumi, nitrogen, dan sulfur.
DAFTAR PUSTAKA Clay symposium, 1952. Problem of Clay and Laterit Genesis. New York : The America Institute of Mining and Metallurgical Engineers.
Dhadar, J.R., 1983. Eksplorasi Endapan Bahan Galian. Bandung: G.S.B Bandung Dominique L. Butty and Claude A. Chapallaz. 1984. Bauxite Genesis. Senior Geologists, Billiton International Metals B.V. Leidschendam, The Netherlands. Chapter 7.
Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits. W.H.Freeman and Company: New York.
Koesoemadinata, R.P. Geologi Eksplorasi. Bandung: ITB
1993. Suwarna (GRDC) dan R.P. Langford (AGSO). 1993. Peta Geologi Regional Lembar Singkawang skala 1 : 250.000. Bandung : Directorate General of Geology and Development Center.
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 4 GKExp Unsoed 2010 Weathering. Bandung : Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah).
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 5 GKExp Unsoed 2010 Soil Formation. Bandung : Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah)
2012. ANTAM Unit Geomin, 2012. Laporan Tahunan Site Landak. Pontianak (unpublished) 2013. R. Anand, R. J. Gilkes, G. I. D. Roach. 1991. Geochemical and Mineralogical Characteristics Of Bauxites, Darling Range, Western Australia. Applied Geochemistry. Vol. 6. pp. 233-248.
Endapan Nikel Laterit Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa Adalah suatu pertanyaan “Mengapa nikel laterit banyak terbentuk di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa, mengapa tidak di daerah yang lain??”. Bagi kebanyakan orang, pertanyaan seperti ini memang cukup menarik, bahkan buat para ahli geologi yang banyak berkecimpung dalam dunia eksplorasi juga ternyata menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Beberapa ahli geologi yang terkenal telah memberikan kajian-kajian yang cukup penting untuk lebih memahami tentang fenomena ini, diantaranya adalah Paul Golightly dan Waheed Ahmad. Tulisan ini mencoba mengupas sedikit tentang beberapa hal seperti pengertian nikel laterit, geologi dan proses pembentukannya dengan mengutip dari beberapa pendapat ahli geologi sebelumnya. Tulisan ini juga akan mengupas sedikit tentang prospek keberadaan endapan nikel laterit di Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.
Baca
juga
: Proses
pembentukan
nikel
laterit
Pengertian Nikel Laterit Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti bata. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun 1807 untuk bongkahan-bongkahan tanah (earthy iron crust) yang telah dipotong menjadi bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar
– South Central India. Masyarakat Malabar mengenali material ini dalam bahasa mereka sebagai “brickstone” atau batu bata (dikutip dari Waheed Ahmad, 2006). Sekarang ini, istilah “laterite” digunakan untuk pengertian residu tanah yang kaya akan senyawa oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari akibat pelapukan kimia dengan kondisi air tanah tertentu. Untuk residu tanah yang kaya dengan oksida alumina (hydrated aluminium oxides) dinamakan “bauxite” atau bauksit. Jadi secara umum dapat dipahami bahwa batuan-batuan mafik yang mana mengandung lebih banyak Fe daripada Al cenderung akan membentuk laterit sedangkan batuan-batuan granitik dan argillik sebaliknya cendrung akan membentuk endapan bauksit karena kandungan Al lebih banyak dari Fe-nya. Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang terbentuk dari proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Nidengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk pada daerah tropis dan sub tropis.Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni sebagai konsentrasi sisa (residual concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad, 2006). Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang menjadi proses pengayaan nickel (supergene enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih besar dari 2 %. Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal dengan nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga membentuk suatu cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu contoh dari type endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk tulisan ini kita hanya ingin mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.
Faktor Pembentuk Nikel Laterit Menurut P Golightly, endapan nikel laterit berasal dari batuan beku yang kaya akan mineral olivin seperti batuan peridotit dan dunit. Nikel ini dihasilkan dari hasil pelapukan mineral olivin atau serpentin sebagai komposisi mineral utama dari batuan tersebut, atau bahkan magnetite yang mengandung nikel. Jumlah kandungan nikel yang paling tinggi ditemukan dalam mineral olivine (Mg,Fe,Ni)2SiO4 yang mana berkisar 0.3 % nikel.
Parasit akan musnah dari tubuhmu kalau kamu memasukkan ini ke tehmu...
Lemak perut akan hilang dalam beberapa hari jika sebelum tidur Anda...
Beberapa faktor yang dianggap sangat mempengaruhi proses penbentukan endapan nikel laterit ini adalah:
Kandungan dari batuan peridotite dan pola tektoniknya Iklim Topografi Proses geomorfologi (bentuk bentangan alam)
Kesemua faktor ini berkaitan begitu kompleks dimana peranan secara individu dari masing-masing faktor sangat susah dibedakan. Kesemuanya bisa mempengaruhi bentuk profil pelapukan secara individual berbeda, bentuk topografi dari “ore body” pada batuan peridotitnya dan bentuk secara umum dari residu nikel laterit tersebut. Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, dimana endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaaan topografi sehingga nikel laterit tersebut tidak hilang oleh proses erosi maupun ketidakstabilan lereng. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas erosi endapan laterit menyebakan endapan laterit tersebut relatif tidak terganggu. Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk menghasilkan endapan laterit, kondisi iklim yang ada dan sejarah geologi yang berkenaan dengan proses pembentukan soil akhirnya memegang peranan penting dalam mengontrol komposisi akhir dari soil residu tersebut. Pelapukan dari batuan mafik pada kondisi iklim dingin cenderung akan membentuk endapan clay (lempung) sementara pada pelapukan yang tinggi dengan kondisi iklim panas dan lembab akan menyebakan laterit berkembang dengan baik. Oleh karena itu, agar laterit tersebut dapat berkembang dengan baik, menurut Waheed Ahmad (2006), maka dibutuhkan beberapa kondisi seperti:
Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to aid in chemical attack) Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk membantu dalam reaksi kimia Curah hujan yang tinggi untuk membantu pelapukan kimia dan menghilangkan unsureunsur yang mudah larut (mobile elements) Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengubah Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+ (Fe2O3) Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan konsentrasi nikel dalam jumlah yang cukup tinggi. Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi Waktu yang cukup untuk agar laterit terakumulasi untuk ketebalan yang baik.
Penampang Laterit Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi memperlihatkan urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara umum penampang laterit dapat dikategorikan menjadi: 1. Zona limonit pada bagian atas 2. Zona saprolit pada bagian tengah, dan 3. Zona batuan dasar (bedrock) pada bagian bawah.
Gambar 1. Bentuk sederhana penampang laterit (Waheed Ahmad, 2006).
Gambar 2. Bentuk ragam dari penampang laterit hubungannya dengan iklim dan topografi (Waheed Ahmad, 2006).
Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di daerah Sorowako dapat dibedakan atas dua kategory yaitu: 1. Endapat laterit yang berkembang pada batuan dasar (bedrock) yang tidak mengalami serpentinisasi (unserpentinized) yang dikenal dengan West type, dan 2. Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami serpentinisasi 20% samapi 80% pada mineral olivinnya (East type). Akibat dari perbedaan kedua kondisi lingkungan tersebut mengakibatkan pekembangan bentuk penampang laterit yang berbeda pula (lihat gambar 3.).
Gambar 3. Penampang laterit Sorowako East Block dan West Block secara lengkap (Waheed Ahmad, 2006).
Kondisi Geologi dan Pola Tektonik Endapan Daerah Sorowako, bahodopi, Pomalaa dan sekitarnya merupakan bagian mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan metamorf, kompleks mélange dan batuan sediment pelagis. Kompleks ofiolit memanjang dari utara Pegunungan balantak ke arah tenggara Pegunungan Verbeek, yang disusun oleh batuan dunit, hazburgit, lerzolit, serpentinit, werlit, gabro, diabas, basalt dan diorite. Geologi regional dari pulau Sulawesi ini dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Peta geologi dan struktur regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).
Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan ultrabasa (Mtosu) yang terdapat di sekitar danau Matano, terdiri atas dunit, harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit dan serpentinit. Jenis batuan yang menyusun daerah Sorowako dan sekitarnya ini sangat mempengaruhi keterdapatan dan penyebaran nikel laterit. Batuan dasar penyusun Sorowako dan sekitarnya ini merupakan batuan ultramafik yang mengandung nikel, cobal, besi, magnesium, dan silika. Jika batuan ini mengalami proses lateritisasi maka konsentrasi kadar nikel, kobal, basi, magnesium dan silica akan meningkat dalam zona laterit tertentu.
Struktur geologi banyak dijumpai pada daerah Sorowako dan sekitarnya, baik berupa sesar, lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun; yang diperkirakan mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar matano dan sesar Palu Koro merupakan sesar utama yang terdapat pada daerah ini.
Kondisi Iklim Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga merupakan daerah yang mengalami perubahan temperature yang kontras dan bercurah hujan yang tinggi, sehingga batuan penyusunnya mudah mengalami pelapukan mekanis. Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi dapat mengubah ukuran batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil. Perubahan ukuran batuan yang semakin kecil ini menyebabkan luas permukaan batuan yang mengalami kontak dengan agen-agen proses laterisasi menjadi semakin luas sehingga jumlah laterit yang dihasilkan juga semakin besar. Keberadaaan nikel laterit di daerah Sorowako dan sekitarnya juga sangat dipengaruhi oleh pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah. Semakin tinggi tingkat pelapukan kimia dan sirkulasi air tanahnya maka jumlah lateritpun akan semakin besar. Menurut Ollier, 1966, pelapukan kimia yang berhubungan dengan proses laterisasi terdiri atas pelarutan, oksidasi-reduksi, hidrasi, karbonasi, hidrolisis dan desilisikasi. Proses pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah terutama yang bersifat asam pada batuan ultramafik, akan menyebabkan terjadinya penguraian magnesium, nikel, besi, dan silica pada mineral olivin, piroksin, maupun serpentin yang membentuk larutan yang kaya dengan unsur-unsur tersebut (Waheed Ahmad, 2006).
Penyebaran Endapan dan Pendekatan Konsep Ekplorasi Pulau Sulawesi dengan kondisi geografis, iklim, topografi, geologi dan tektonik memiliki potensi sebaran nikel laterit dibeberapa daerah di lengan timur Sulawesi. Dapat dipahami bahwa keberadaan endapan ini terkait dengan beberapa faktor tersebut diatas. Pada Kenyataannya, proses pengkayaan nikel dari hingga menjadi suatu endapan yang bernilai ekonomis sangat tergantung berbagai macam kombinasi faktor yang cukup kompleks. Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara umum dipahami bahwa endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan ultramafik yang kaya akan mineral-mineral ferromagnesian yang mengandung nikel. Bentuk bentangan alam (morphology) dan struktur gelologi yang berkembang serta kondisi iklim merupakan satu informasi yang sangat penting untuk bagi para explorer (geologist) untuk menindak lanjuti potensi keterdapan endapan nikel laterit tersebut.
Baca juga : Standar prosedur eksplorasi nikel laterit Dari bahasan sebelumnya, disimpulkan bahwa endapan nikel yang banyak terbentuk di daerah
Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa karena sangat didukung oleh kondisi geologi dimana batuan penyusun daerah terdiri dari batuan ultramafik yang mengandung nikel. Endapan nikel dari hasil pelapukan batuan tersebut banyak mengalami proses pengayaan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti cuaca dan topografi serta kondisi fisik batuan yang terpengaruh oleh adanya struktur geologi yang berkembang cukup intensif di daerah ini. Masing-masing faktor ini akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dengan proporsi yang berbeda dan kompleks sehingga akan meghasilkan penampang laterit sangat bervariasi untuk suatu daerah maupun dengan daerah yang lain. Pendekatan explorasi yang dilakukan oleh para geologist dengan melakukan pemetaan geologi untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi batuan penyusun, bentuk topography dan struktur geologi akan memberikan informasi awal tentang potensi endapan nikel laterit dari suatu daerah yang diteliti.
ENDAPAN NIKEL LATERIT 06.57 MINEX (MINING EXPLORATION) NO COMMENTS
Endapan hasil proses pelapukan lateritik batuan induk ultrabasa yang mengandung Ni kadar tinggi. Agen pelapukan berupa air hujan, suhu, kelembaban, topografi, dll.
- Laterit; later, artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata berwarna merah). Buchanan; subsoil yang mengeras karena tersingkap atau kontak dengan atmosfer. Ollier, 1969; Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang dalam keadaan normal berwarna merah. - Laterisasi; proses pelapukan kimia pada kondisi iklim yang lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan kondisi tektonik yg relative stabil, membentuk formasi lapisan regolith yang tebal dengan karakteristik yang khas, but and zeegers, 1992).
Pengubahan mineral utama dan pelepasan beberapa komponen kimia Pencucian komponen-komponen mobile. Pengumpulan residual komponen-komponen tidak mobile atau tidak larut. Pembentukan formasi mineral baru yang lebih stabil dalam lingkungan Pengendapan.
- Profil laterit; lapisan-lapisan material yang menindih batuan induknya sebagai efek akhir dari proses laterisasi.
Profil laterit (PT.Vale Indonesia, 2011)
Perkembangan profil laterit; dipengaruhi oleh: a. Iklim; curah hujan menentukan jumlah air hujan yang masuk ke tanah sehingga b. c. d.
e.
f.
mempengaruhi intensitas pencucian dan pemisahan komponen-kompenen yang larut. Topografi; relief dan geometri lereng akan mempengaruhi pengaliran air, jumlah air yang masuk ke dalam tanah, dan level muka air tanah Drainase; mempengaruhi pasokan jumlah air untuk pencucian (leaching) dari seluruh area sekitarnya. Tektonik; pengangkatan tektonik akan meningkatkan erosi pada bagian atas profil, meningkatkan relief topografi dan menurunkan muka air tanah. Kestabilan tektonik mendukung pendataran topografi (planation) topografi dan memperlambat gerakan air tanah Tipe batuan induk; komposisi mineral menentukan tingkat kerentanan batuan terhadap pelapukan dan ketersediaan unsure-unsur untuk rekombinasi pembentukan mineral baru. Struktur; patahan dan kekar memungkinkan bagi peningkatan permeabilitas bedrock, sehingga meningkatkan potensi terjadinya alterasi.
Factor-faktor ini sangat terkait satu sama lain. Saat batuan terekspose ke permukaan, maka batuan secara gradual akan mengalami dekomposisi. Proses kimia dan mekanik yang disebabkan oleh udara, air, panas akan menghancurkan batuan tersebut menjadi soil dan clay.
Evans (1993); endapan nikel residual terbentuk karena tingginya intensitas pelapukan kimia batuan yang mengandung Ni di daerah tropis. Batuan tersebut adalah peridotit, serpentinit, dan batuan lainnya. Mineral utamanya : grup olivine, grup serpentin, dan grup piroksin dengan Ni sebagai unsure aksesoris.
Serpentinisasi peridotit merubah olivine menjadi serpentin, membentuk mineral pembawa Ni berupa garnierite. Selanjutnya serpentin bereaksi dengan unsure Ni membentuk mineral gentit. Deposit nikel laterit; berasal dari batuan beku yang kaya olivine, ygdisbt peridotit. Nikel terbentuk oleh proses leaching dari olivine atau serpentin. Peridotit yang banyak mengandung olivine, magnesium silikat dan besi silikat (umumnya mengandung 0,3% Ni), mengalami proses pelapukan secara kimiawi dan dipengaruhi oleh air tanah yang kaya akan CO2 dari udara luar mengubah olivine, menyebabkan menurunnya kadar Al dan Ca yang terlarut oleh air hujan. Pelarutan ini menyebabkan kadar Fe, Ni, Cr, Co semakin tinggi (terjadi pengayaan).
Catatan Geologi "Geology is science of the earth"
Rabu Bijih Laterit Genesa Umum Nikel Laterit Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah. Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992). Besi dan Alumina Laterit Besi dan alumina laterit tidak dapat di pisahkan dari proses pembentukan nikel laterit, salah satu produk laterit adalah besi dan almunium. Pada profil laterit terdapat zona-zona di antaranya zona limonit. Zona ini menjadi zona terakumulasinya unsur-unsur yang kurang mobile, seperti Fe dan Al. Batuan dasar dari pembentukan nikel laterit adalah batuan peridotit dan dunit, yang komposisinya berupa mineral olivine dan piroksin. Faktor yang sangat mempengaruhi sangat banyak salah satunya adalah pelapukan kimia. Karena adanya pelapukan kimia maka mineral primer akan terurai dan larut. Faktor lain yang sangat mendukung adalah air tanah, air tanah akan melindi mineral-mineral sampai pada batas antara limonit dan saprolit, faktor lain dapat berupa PH, topografi dan lain-lain. Endapan besi dan alumina banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Pada zona ini di dominasi oleh Goethit (Fe2O3H2O), Hematite (Fe2O3) yang relatif tinggi, Gibbsite (Al2O3.3H2O), Clinoclore (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O) dan mineral-mineral hydrous silicates lainnya (mineral lempung). Bijih besi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder. Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses magmatisme berupa gravity settling dari besi dalam batuan dunit, kemudian diikuti dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang diakhiri oleh proses hidrotermal akibat terobosan batuan beku dioritik. Jenis cebakan bijih besi primer didominasi magnetit– hematite dan sebagian berasosiasi dengan kromit – garnet, yang terdapat pada batuan dunit terubah dan genes-sekis. Besi yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi dengan batuan peridotit yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan berjalan secara intensif karena pengaruh faktor-faktor kemiringan lereng yang relative kecil, air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang kadang-kadang masih mengandung bongkahan bijih besi hematite/goetit berukuran kerikil – kerakal. Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan pengumpulan secara kimiawi. Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor
utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah relative dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Adapun profil lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai berikut : zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak di atas batuan asalnya (ultrabasa). Zona pelindian yang terdapat diantara zona limonit dan zona saprolit ini hanya terbentuk apabila aliran air tanah berjalan lambat pada saat mencapai kondisi saturasi yang sesuai untuk membentuk endapan bijih. Pengendapan dapat terjadi di suatu daerah beriklim tropis dengan musim kering yang lama. Ketebalan zona ini sangat beragam karena dikendalikan oleh fluktuasi air tanah akibat peralihan musim kemarau dan musim penghujan, rekahan-rekahan dalam zona saprolit dan permeabilitas dalam zona limonit. Derajat serpentinisasi batuan asal peridotit tampaknya mempengaruhi pembentukan zona saprolit, ditunjukkan oleh pembentukan zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras sebagai bentukan dari peridotit/piroksenit yang sedikit terserpentinisasikan, sementara batuan dengan gejala serpentinit yang kuat dapat menghasilkan zona saprolit. Fluktuasi air tanah yang kaya CO2 akan mengakibatkan kontak dengan saprolit batuan asal dan melarutkan mineral mineral yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Unsur Mg, Si, dan Ni dari batuan akan larut dan terbawa aliran air tanah dan akan membentuk mineral-mineral baru pada saat terjadi proses pengendapan kembali. Unsur-unsur yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, CO, dan Ni dalam zona limonit akan terikat sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida diantaranya limonit, hematit, goetit, manganit dan lain-lain. Akibat pengurangan yang sangat besar dari Ni-unsur Mg dan Si tersebut, maka terjadi penyusutan zona saprolit yang masih banyak mengandung bongkah-bongkah batuan asal. Sehingga kadar hematit unsur residu di zona laterit bawah akan naik sampai 10 kali untuk membentuk pengayaan Fe2O3 hingga mencapai lebih dari 72% dengan spinel-krom relative naik hingga sekitar 5% . Besi laterit Mineral ini terbentuk dari pelapukan mineral utama berupa olivine dan piroksin. Mineral ini merupakan golongan mineral oksida hidroksida non silikat, mineral ini terbentuk dari unsur besi dan oksida atau FeO( ferrous oxides) kemudian mengalami proses oksidasi menjadi Fe2O3 lalu mengalami presipitasi atau proses hidroksil menjadi Fe2O3H2O ( geotithe). Mineral ini tingkat mobilitas unsurnya pada kondisi asam sangat rendah, oleh karena itu pada profil laterit banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Alumina Unsur Al hadir dalam mineral piroksin, spinel (MgO.Al2O3), pada mineral sekunder seperti Clinochlor (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O), dan gibbsite (Al2O3.3H2O). Alumina sangat tidak larut pada air tanah yang ber Ph antara 4-9.
Teori Dasar Sedimen Laterit
Batuan Sedimen merupakan batuan endapan yang berasal dari material-material lepas dari proses-proses secara fisis, biologi, ataupun secara kimia. Material-material ini tertransport oleh air, angin, dan gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah (cekungan), dan kemudian diendapkan. Sedimen yang terakumulasi tersebut mengalami proses litifikasi atau proses pembentukan batuan. Proses yang berlangsung adalah kompaksasi dan sementasi yang mengubah sedimen menjadi batuan sedimen. Setelah menjadi batuan sifatnya berubah menjadi keras dan kompak (Magetsari, 2000). Kebanyakan batuan sedimen ditransport oleh arus yang akhirnya diendapkan, sehingga cirri utama batuan sedimen adalah berlapis. Batas antara satu lapis dengan lapis lainnya disebut bidang-bidang perlapisan. Bidang perlapisan dapat terjadi akibat adanya perbedaan warna, besar butir, dan jenis batuan antara dua lapisan (http://tiacher.blogspot.com/,2008). Salah satu jenis sedimen adalah sedimen laterit. Sedimen laterit berupa tanah yang mengandung endapan bijih besi dan besi-nikel dan biasanya berasosiasi dengan garnierite, yang merupakan hasil pelapukan batuan ultrabasa, baik dari jenis dunit, serpentinit, atau peridotit (Simandjuntak dkk., 1994). Istilah laterite bisa diartikan sebagai endapan yang kaya akan iron-oxide, miskin unsur silika dan secara intensif ditemukan pada endapan lapukan di iklim tropis. Batuan induk dari endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa; umumnya harzburgit (peridotit yang kaya akan unsur ortopiroksin), dunit dan jenis peridotit yang lain (http://afitchan.multiply.com/,2009). Endapan nikel terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan memakan waktu lama. Proses pembentukan endapan laterit nikel dimulai ketika batuan mengalami pengangkatan sehingga tersingkap di permukaan bumi, batuan tersebut akan terurai. Adanya pelapukan kimiawi dan fisika menghancurkan batuan tersebut hingga menjadi tanah (soil). Apabila batuan tersebut mengandung nikel maka pelapukan akan menyebabkan kandungan nikel semakin tinggi. Proses pembentukan bijih laterit nikel dimulai dari proses pelapukan batuan ultrabasa (Dunit atau Peridotit).Batuan ultrabasa tersusun atas atas mineral olivine, piroksen, amfibol, dan mika. Olivin pada batuan ini mempunyai kandungan nikel sekitar 0,3 %. Batuan ultrabasa yang mengandung nikel ini mengalami proses serpentinisasi, yaitu proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin yang kemudian mengalami proses kimiawi yang disebabkan karena adanya pengaruh dari tanah. Selanjutnya oleh pengaruh iklim setempat batuan induk mengalami pelapukan fisika dan kimiawi. Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya endapan laterit nikel (Prasetiawati, 2004). Pada musim penghujan, air akan memasuki retakan-retakan menyebabkan hancurnya mineral-mineral penyusunan batuan induk. Mg, Si, Ni dan sebagian Fe akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan menghasilkan mineral-mineral baru pada proses pengendapan kembali. Dalam larutan Fe bersenyawa dengan oksida dan membentuk Ferri Hidroksida yang nantinya mengendap di dekat permukaan tanah menjadi hematit, goetit, dan kobaltit. Pada rekahan-rekahan batuan ultrabasa sebagai Mg mengendap menghasilkan magnesit, dolomite, dan kalsit yang di lapangan dikenal sebagai akar-akar pelapukan (roots of weathering) (Prasetiawati, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit adalah batuan asal, iklim, reagen-reagen, kimia dan vegetasi, struktur vegetasi, struktur geologi, topografi, dan waktu. 1. Batuan asal; Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut : a. Terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya. b. Mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin.
c. 2.
3.
a. b. c.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
Mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Iklim; Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan. Reagen-reagen kimia dan vegetasi; Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsurunsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan. Akumulasi air hujan akan lebih banyak. Humus akan labih tebal. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang akan lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis. Struktur geologi; Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit. Dengan adanya rekahan-rekahan pada batuan ultrabasa tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif. Topografi; keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagenreagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk potografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air meluncur (run off) lenih banyak daripada air yang meresap, sehingga pelapukan kurang intensif. Waktu; Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup nikel. Secara umum, endapan nikel laterit dibedakan menjadi beberapa lapisan, yaitu tanah penutup, limonit, saprolit, dan bedrock. Tanah penutup (Overburden) Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklet tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Limonit Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineralmineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat pelapukan yang belum tuntas. Saprolit Zona ini merupakan zona pengayaan unsure nikel. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4 %, kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpantin, krisopras, dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya
memiliki kadar silikon dioksida (SiO2) dan magnesium oksida (MgO) yang tinggi serta nikel dan besi yang rendah. 4. Batuan dasar (Bedrock) Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya berupa batuan beku ultrabasa, yaitu harzburnit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10 %, garnierite minor dan silika > 35 %. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi (http://digilib.its.ac.id/,2008).
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
Gambar 2 Zona Nikel Laterit 1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous. 2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basaultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite. 3. Silika Boxwork : putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal.
Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized. 4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. 5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.