MAKALAH PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN
Oleh : BAIQ NORMALITA NITISARI (A1C 009 095) YOSA PRADIPTA (A1C 009 079) LUH AYOE LINNGRIANI WIDYASTARI (A1C 009 027)
AKUNTANSI A ( KELAS GANJIL)
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MATARAM 2011
BAB I LATAR BELAKANG Pada Pada dasarn dasarnya ya antara antara akunta akuntansi nsi pajak pajak dan akunta akuntansi nsi keuang keuangan an memili memiliki ki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan dan reko rekogn gnis isii peng pengha hasi sila lan n dan dan biay biaya, a, namu namun n ada ada bebe bebera rapa pa hal hal yang yang perl perlu u mend mendap apat atka kan n
perh perhati atian an,,
bahw bahwa a
keten ketentu tuan an
pera peratu tura ran n
peru perund ndan angg-un unda dang ngan an
perpajakan tidak sekedar instrument pentransfer sumber daya, akan tetapi acapkali pula digunakan untuk tujuan mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kese keseja jah htera teraan an
dan dan
lain lain-l -lai ain n
yang yang
kada kadang ng-k -kad adan ang g
meru merupa paka kan n
alas alasan an
untu untuk k
membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Di lain lain pihak, pihak, atas penghasi penghasilan lan yang yang diterim diterima a atau diperoleh diperoleh subjek subjek pajak pajak dalam dalam tahun tahun pajak pajak yang yang bersan bersangku gkutan tan,, baik baik subjek subjek pajak pajak orang orang pribad pribadii maupun maupun subjek subjek pajak pajak badan, badan, dikenak dikenakan an Pajak Pajak Pengh Penghasi asilan lan dan untuk untuk menghi menghitun tung g Pajak Pajak Penghasilan tersebut, subjek pajak yang bersangkutan berkewajiban mengisi Surat Pemberitahuan yang disediakan oleh Instansi Pajak. Pada umumnya, bentuk dan isi yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan untuk kepentingan perpajakan hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam Laporan Keuangan untuk kepentingan komersial. Penghasilan Kena Pajak (PKP-Taxable Income) dihitung berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundangundangan undangan Perpajakan Perpajakan (KPPP) sedang sedang Penghasila Penghasilan n Sebelum Sebelum Pajak (PSP-Accou (PSP-Accounting nting Inco Income me atau atau Pret Pretax ax Ac Acco coun unti ting ng Inco Income me atau atau Pret Pretax ax Book Book Inco Income me)) dihi dihitu tung ng berdas berdasark arkan an standa standarr yang yang dis disusu usun n oleh oleh profes profesii yang yang dikenal dikenal sebaga sebagaii Standa Standarr Akuntansi Keuangan (SAK). Oleh karena basis pengenaan penghasilan untuk keperluan perhitungan Pajak Pengha Penghasil silan an berbed berbeda a dengan dengan basis basis penghi penghitun tungan gan pengha penghasil silan an untuk untuk keperlu keperluan an komersial, atau dengan perkataan lain akibat dari perbedaan rekognisi penghasilan dan biaya, maka akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kedua basis tersebut. tersebut. Pajak Penghasilan Penghasilan yang dihitung dihitung berbasis berbasis Penghasilan Penghasilan Kena Pajak yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, disebut sebagai “PPh terutang – Income
Tax Payable atau Income Tax Liability” sedang Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak disebut sebagai “Beban Pajak Penghasilan – Income Tax Expense atau Provision for Income Taxes”.
BAB II ISI PAJAK KINI DAN PAJAK TANGGUHAN Pajak Kini Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundangundangan pajak yang berlaku. Penghasilan kena pajak atau laba fiscal diperoleh dari hasil koreksi fiskal terhadap laba bersih sebelum pajak berdasrkan laporan keuangan komersial (laporan akuntansi).
Koreksi fiscal harus dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Untuk kepentingan internal dan kepentingan lain wajib pajak dapat menggunakan standar akuntansi yang berlaku umum, sedangkan untuk perhitungan dan pembayaran pajak harus berdasarkan peraturan perpajakan, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan lainnya yang terkait. Perbedaan ini dapat dikelompokkan
(permanent
menjadi
difference)
(temporary difference).
dua, dan
yaitu
beda
beda
tetap/beda
waktu
permanent
sementara/temporer
Beda tetap adalah perbedaan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan beban anatara standar akuntansi dan peraturan perpajakan. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum pajak dengan laba fiscal atau penghasilan kena pajak.
Beda waktu sementara adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar akuntansi dengan peraturan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban antara tahun pajak yang satu ke tahun pajak berikutnya. Beda waktu sementara/temporer dapat berupa : 1. Perbedaan temporer kena pajak Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiscal pariode mendatang pada saat nilai tercatat asset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi 2. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba fiscal pariode mendatang pada saat nilai tercatat asset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban teersebut di lunasi
PERHITUNGAN PAJAK KINI Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Contoh : PT cemerlang gemilap pada tahun 2008 mempunyai data sebagai berikut : a. Laba bersih sebelum pajak komersial Rp. 500.000.000,b. Bunga deposito Rp. 20.000.000,c. Sumbangan untuk perayaan 17 Agustus 2008 sebesar Rp. 5.000.000,d. Aset tetap yang dimiliki terdiri atas Aset Tanah
Tahun
Harga
Masa ManfaatMasa
perolehan 2003
perolehan 400.000.000
(komersial) -
(fiskal) -
Penyusutan Garis lurus
800.000.000
20 tahun
20 tahun
Garis lurus
200.000.000
5 tahun
4 tahun
Garis Lurus
Bangun 2003
ManfaatMetode
an 2003 Inventar is Beban penyusutan inventaris adalah : Tahun 2003
Komersial 40.000.000
Fiskal 50.000.000
2004
40.000.000
50.000.000
2005
40.000.000
50.000.000
2006
40.000.000
50.000.000
2007
40.000.000
PAJAK TANGGUHAN (DEFERRED TAXES)
Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh Terutang dengan Beban Pajak dimaksud sepanjang yang menyangkut perbedaan temporer, hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial, dalam akun pajak tangguhan (deferred tax) baik asset pajak tangguhan maupun kewajiban pajak tangguhannya. 1. Alokasi Pajak Interperiode (Interperiod Tax Allocation) Pendirian yang berlaku umum bagi akuntansi bahwa beban pajak penghasilan merupakan “biaya” yang seharusnya disandingkan dengan “penghasilan” yang bersangkutan. Proses yang mengkaitkan antara beban pajak penghasilan dengan penghasilan yang bersangkutan dikenal sebagai alokasi pajak (tax allocation). Baik alokasi pajak interperiode maupun alokasi pajak intraperiode, sesungguhnya merupakan aplikasi dari konsep “let the tax follow the income.” Berikut ini diberikan ilustrasi berkenaan dengan bagaimana mekanisme terjadinya alokasi interperiode. Misalkan perbedaan yang terjadi antara penghasilan sebelum pajak dan penghasilan kena pajak, hanya disebabkan oleh metode penyusutan yang berbeda antara penyusutan komersial dengan penyusutan fiscal. Penyusutan komersial menggunakan metode garis lurus sedangkan penyusutan fiscal menggunakan metode saldo ganda menurun. Apabila diketahui: •
Harga perolehan mesin adalah Rp 10.000.000.000
•
Masa manfaatnya 4 (empat) tahun
•
•
Tidak terdapat nilai residu Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak, sebelum Pajak Penghasilan dan Penyusutan adalah sebesar Rp 10.000.000.000 setiap tahun
•
Beban Pajak setiap tahun dihitung berdasarkan Penghasilan Sebelum Pajak sebesar Rp 7.500.000.000 setelah dikurangi penyusutan sebesar Rp 2.500.000.000
•
Tarif Pajak 30%
Akuntansi Uraian
Tahun
Penghasilan sebelum penyusutan dan
Pajak
ke Tahun ke-1 Tahun ke- Tahun ke- Tahun ke-4
1-4 (Rp)
(Rp)
2 (Rp)
3 (Rp)
(Rp)
10.000
10.000
10.000
10.000
10.000
(2.500)
(5.000)
(2.500)
(1.250)
(1.250)
5.000
7.500
8.750
8.750
1.500
2.250
2.625
2.625
Beban 7.500
PPh
penyusutan Penghasilan sebelum
pajak 2.250
Penghasian kena pajak Beban Pajak
pajak terutang
(kini)
Jurnal gabungan antara pajak kini dan pajak tangguhan (jurnal 1) Beban pajak
2.250
2.250
2.250
2.250
Pajak tangguhan
-
-
375
375
750
-
-
-
1.500
2.250
2.625
2.625
Pajak tangguhan Pajak terutang (kini)
Jurnal terpisah antara pajak kini dan pajak tangguhan (jurnal 2) Beban pajak
1.500
2.2502.25
2.625
2.625
1.500
0
2.625
2.625
tangguhan (kini)
750
-
-
-
Beban pajak
750
-
-
-
-
-
375
375
-
-
375
375
Pajak
Pajak tangguhan Pajak tangguhan
-
Beban pajak
Tahun ke-1 Dalam tahun ini Pajak Penghasilan kini yang terutang adalah sebesar Rp 1.500 juta (jt). Perbedaan antara Beban Pajak sebesar Rp 2.250 jt (0,3 x Rp 7.500 jt) dengan Pajak Terutang sebesar Rp 1.500 jt (0,3 x Rp 5.000 jt) dikreditkan ke akun Pajak Tangguhan. Jumlah yang dikreditkan tersebut adalah sama dengan selisih antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak yang disebabkan oleh perbedaan temporer dikalikan dengan tarif pajak, Rp[ 750 jt = 0,3 (7.500 jt – 5.000 jt)]
Tahun ke-2 Jumlah Penghasilan Sebelum Pajak dalam tahun ini sama besarnya dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak, sehingga tidak terdapat pajak penghasilan tangguhan, karena tidak adanya perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak. Akun Pajak Penghasilan Tangguhan pada akhir tahun ke-2 berjumlah Rp 750 juta yang merupakan perbedaan temporer kumulatif antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak dikali dengan tarif pajak, Rp [ 750 jt = 0,3 (7.500 jt + 7.500 jt – 5.000 jt -7.500 jt)]
Tahun ke-3 Dalam
tahun
ini
perbedaan
Penghasilan Kena Pajak lebih
temporer
menjadi
terbalik,
karena
besar dari Penghasilan Sebelum Pajak.
Penyusutan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Pajak (Rp 2.500 jt) lebih besar apabila dibandingkan dengan penyusutan yang dihitung berbasis Penghasilan Kena Pajak (Rp 1.250 jt). Pajak Penghasilan Terutang sebesar Rp 2.625 jt pun akan lebih besar dari Beban Pajak yang hanya berjumlah Rp 2.250 jt. Selisih sebesar Rp 375 jt [ 0,3 (7.500 jt – 8.750 jt)] didebit dalam akun Pajak Penghasilan Tangguhan. Jumlah ini merupakan sebagian dari Pajak Penghasilan terutang yang tersedia di tahun ke-1 dan tahun ke-2.
Tahun ke-4 Dalam tahun ini dilakukan jurnal yang sama dengan tahun ke-3 untuk saldo Pajak Penghasilan Tangguhan sebesar Rp 375 jt. Pada akhir tahun ke-4 jumlah akumulasi penyusutan akan menjadi sama antara penyusutan berbasis Penghasilan Sebelum Pajak dengan penyusutan berbasis Penghasilan Kena Pajak dan akun Pajak Penghasilan Tangguhan pun akan menjadi nihil, karena tidak terdapat lagi perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak, sepanjang yang menyangkut penyusutan mesin dimaksud. Jurnal yang terdapat pada bagian bawah menunjukkan cara alternative yang dapat dilakukan dalam rangka pencatatan Pajak Penghasilan Terutang. Baik jurnal yang pertama (jurnal ke-1) maupun jurnal terakhir (jurnal ke-2) menunjukkan hasil yang sama. Pada jurnal ke-1, baik Pajak Penghasilan Terutang Kini maupun Pajak Penghasilan Tangguhan, dijurnal dalam satu jurnal, sedangkan jurnal ke-2 memperlihatkan jurnal yang terpisah antara jurnal Pajak Penghasilan Terutang Kini dengan Pajak Penghasilan Tangguhan. Pada jurnal ke-2 lebih memperjelas bagaimana keterkaitan Pajak Penghasilan terutang dengan perbedaan temporer yang selanjutnya dialokasikan pada tahun-tahun berikutnya.
Pada tahun ke-1, pada saat munculnya perbedaan temporer antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak, terlihat bahwa Beban Pajak lebih besar bila dibandingkan dengan Pajak Terutang Kini yang berakibat dengan dikreditnya akun Pajak Tangguhan. Pada tahun ke-2, pad saat tidak terdapat perbedaan temporer (nihil) dan jumlah Beban Pajak sama besar dengan jumlah Pajak Terutang Kini, yang berakibat tidak terdapat Pajak Tangguhan. Pada tahun ke-3 dan ke-4, pada saat perbedaan temporer menunjukkan keadaan yang sebaliknya dengan keadaan pada tahun ke-1 dan ke-2, yaitu Beban Pajaknya lebih kecil bila dibandingkan dengan Pajak Terutang Kini, maka akibatnya akun Pajak Tangguhan akan didebit. Dapat disimpulkan bahwa proses alokasi pajak interperiode, tidak lain merupakan pergeseran beban pajak akibat dari perbedaan temporer yang muncul di tahun ke-1 dan terpulihkan pada tahun ke-3 dan ke-4. Sebagai konsekuensi dari perhitungan pajak tangguhan tersebut akan muncul akun “alokasi pajak interperiode” yang mencatat perbedaan temporer yang mempengaruhi hasil tahun berjalan. Efek pajak terhadap kejadian masa yang akan dating hendaknya tercermin dalam tahun terjadinya kejadian tersebut. 2. Metode Alokasi Pajak Interperiode Metode alokasi pajak interperiode dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
Deferral method (metode pajak tangguhan)
Liability method (metode kewajiban)
Net-of-tax method (metode pajak neto)
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46) di antara ketiga metode tersebut, hanya deferral method (metode pajak tangguhan) yang
diperkenankan digunakan.
Terpilihnya
metode
pajak
tangguhan
untuk
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, karena secara umum dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi perbedaan temporer yang komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang parsial. Selain daripada itu, keunggulan dan kelemahan dari metode ini adalah: 1) Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa
besar penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada periode mendatang. 2) Metode pajak tangguhan lebih objektif bila dibandingkan dengan metode kewajiban. 3) Baik
metode
pajak
tangguhan
maupun
metode
kewajiban
mengungkapkan secara terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi perusahaan. 4) Kelemahan yang serius dari metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya
konsep
mendasar
atau
teori
yang
rasional
yang
mempermasalahkan kredit pajak tangguhan.
3. Metode Pajak Tangguhan Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode pajak tangguhan, cenderung penekanannya kepada berapa besar pajak yang dapat dihemat pada saat ini. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak pada saat munculnya perbedaan temporer tersebut, untuk selanjutnya dihitung berapa besar beban pajaknya. Apabila terjadi perubahan tarif pajak pada periode berikutnya atau adanya pengenaan pajak baru, hal ini tidak akan mengubah jumlah pajak tangguhan yang telah dihitung tersebut. 4. Metode Kewajiban (Liability Method)
Metode ini, memperhitungkan bahwa jumlah pajak penghasilan yang akan dibayar pada saat perbedaan temporer terpulihkan, dicatat sebagai kewajiban dalam neraca perusahaan. Kewajiban tersebut akan berkurang pada periode mendatang, pada saat pajak penghasilan terutang lebih besar dari beban pajak. Perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode ini lebih ditekankan kepada berapa besar pajak penghasilan yang akan dibayar pada periode mendatang. Tarif pajak yang digunakan untuk perhitungan pajak tangguhan terpulihkan didasarkan kepada tarif pajak yang efektif pada saat terpulihkan tersebut terjadi. Agar konsisten dengan kewajiban jangka panjang lainnya, perhitungan pajak tangguhan dengan menggunakan metode ini seharusnya menggunakan metode
nilai
tunai
terhadap
perkiraan
pengeluaran
kas
yang
akan
datanguntuk keperluan perhitungan pajak tangguhan. 5. Metode Pajak Neto (Net-of-Tax Method) Metode ini memperhitungkan efek pajak yang muncul pada saat terjadinya perbedaan temporer, baik perhitungannya dengan menggunakan metode pajak tangguhan maupun perhitungannya didasarkan pada liability method. Efek pajak tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap nilai individu asset suatu kewajiban yang bersangkutan yang berkaitan dengan penghasilan atau beban. Sebagai contoh, mesin yang dibeli dengan harga Rp 10.000 juta, dapat dianggap sebagai penyediaan dua macam keuntungan masa mendatang, yaitu: •
Keuntungan karena pengguanaan mesin untuk menghasilkan suatu produk.
•
Keuntungan
karena penyusutannya dapat dikurangkan sebagai biaya
perusahaan dan dengan demikian berarti terdapat penghematan pajak akibat dapat dikurangkannya penyusutan tersebut sebagai biaya. Apabila diasumsikan tarif pajak adalah 30%, maka hal ini berate penyediaan keuntungan dari jumlah harga perlolehan sebesar Rp 10.000 juta tersebut, dapat dirinci sebagai berikut: •
Jumlah
sebesar
Rp
7.000
juta
terkait
dengan
keuntungan
penggunaan jasa produksi masa mendatang, sedang •
Jumlah sebesar Rp 3.000 juta terkait dengan keuntungan dapat
dihematnya pajak masa mendatang. Jumlah sebesar Rp 7.000 juta tersebut dapat dialokasikan pada periode mendatang sebagai beban penyusutan, dan tidak mempermasalahkan metode penyusutan apa yang akan digunakan, apakah metode garis lurus atau metode saldo menurun atau metode lainnya. Demikian pula halnya, jumlah sebesar Rp 3.000 juta tersebut diakui sebagai penghematan pajak yang akan terrealisir pada saat diakuinya beban penyusutan tersebut. Apabila diasumsikan jumlah Rp 7.000 juta dialokasikan dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat asset yang bersangkutan, maka jumlah penghematan pajak sebesar Rp 3.000 juta akan terrealisir pada saat penyusutan dilakukan dengan menggunakan metode saldo ganda menurun. 6. Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan GAAP Handbook of Polices dan Procedures, 2001 (hal 783) menyebutkan bahwa prnggunaan “the asset and liability method” (selanjutnya disebut the liability method), mengharuskan pendekatannya berorientasi pada neraca, karena pada dasarnya sasaran yang ingin diperlihatkan di sini, berapa sesungguhnya taksiran pajak yang akan dibayar pada periode yang akan dating.
Untuk
keperluam
itu
hendaknya
diterapkan
akuntansi
yang
komprehensif, yang berarti bahwa harus dipertimbangkan semua efek pajak terhadap
semua
penghasilan,
biaya/pengeluaran,
keuntungan
maupun
kerugian, dan hal-hal lain yang menimbulkan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keungan fiscal, sehingga dengan demiklan yang dimaksud dengan beban pajak mencakup jumlah pajak yang terutang ditambah dengan dampak pajak akibat perbedaan temporer. Baik Kewajiban Pajak Tangguhan maupun Aset Pajak Tangguhan dapat terjadi, dalam hal-hal sebagai berikut:
Penghasilan Sebelum Pajak > Penghasilan Kena Pajak
Kewajiban
Pajak (PSP)
(PKP)
Tangguhan (KPT)
Penghasilan Sebelum Pajak < Penghasilan Kena Pajak (PSP)
Aktiva Pajak
(PKP)
Tangguhan (KPT)
6.1 Kewajiban Paak Tangguhan Diasumsikan bahwa Penghasilan Sebelum Pajak dan Penghasilan Kena Pajak Sebelum Akumulasi Penyusutan (SAP), sama besarnya, yaitu Rp 200.000.000. Penyusutan menurut pembukuan perushaan yang menggunakan metode garis lurus berjumlah Rp 200.000.000 sedang penyusutan untuk keperluan perpajakan, yang menggunakan metode saldo ganda menurun
berjumlah Rp 30.000.000. Apabila besarnya tariff pajak adalah 30%, maka perhitungan dan jurnal atas data tersebut di atas menjadi sebagai berikut:
Uraian
Basis Akuntansi
Basis Pajak
(Rp) (a)
(Rp) (b)
Penghasilan Sebelum Pajak SAP
200.00 0.000
200.000.
Penghasilan Kena Pajak SAP
000
Akumulasi Penyusutan Dasar Pengenaan Pajak
(20.000. 000)
(30.000. 000)
180.000
Tarif
170.000.
.000
000
30%
30%
Beban Pajak Pajak Terutang
54.000 .000
51.000. 000
Kewajiban Pajak Tangguhan
a-b
=
Rp
3.000.000
Beban Pajak Pajak Terutang Kewajiban Pajak Tangguhan
Rp 54.000.000 Rp 51.000.000 3.000.000
6.2 Aktiva Pajak Tangguhan Aset
pajak
tangguhan
dapat
dihitung
dengan
cara
mengalikan
perbedaan temporer dengan tariff pajak yang berlaku pada saat perbedaan tersebut terpulihkan. Asset pajak tangguhan neto akan dicatat sebagai keuntungan pajak yang diperkirakan terealisasi di masa mendatang. Asset pajak tangguhan bruto akan berkurang jumlahnya, apabila ada penyisihan penilaian yaitu semacam perkiraan kontra yang terjadi apabila asset pajak tangguhan bruto tidak seluruhnya terrealisasi, atau dengan perkataan lain asset pajak tangguhan neto merupakan jumlah yang terrealisasi saja. Apabila
diasumsikan
terdapat
perbedaan
temporer
sebesar
Rp
500.000.000, tarid pajak sebesar 30% dan keuntungan pajak sejumlah Rp 350.000.000
diperkirakan
akan
terealisasi
lebih
dari
50%nya,
maka
pencatatan asset pajak tangguhan ni neraca sebagai berikut:
Asset pajak tangguhan bruto: 0,3 x Rp 500.000.000Rp 150.000.000 Kurang: Penyisihan Penilaian: 0,3 x Rp 150.000.000
Aset pajak tangguhan: 0,3 x Rp 350.000.000
(45.000.000)
Rp 105.000.000
Apabila diasumsikan terdapat perbedaan temporer sebesar Rp 300.000.000, tarif pajak 30% dan seluruh perbedaan temporer diperkirakan lebih dari 50% akan terealiasasi, maka pencatatan asset pajak tangguhan di neraca terlihat sebagai berikut: Asset pajak tangguhan bruto: 0,3 x Rp 300.000.000Rp 90.000.000
Kurang: Penyisihan Penilaian: 0
Aset pajak tangguhan: 0,3 x Rp 300.000.000
Rp
90.000.000
7. Kompensasi Kerugian
Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 17 Tahun 2000, menyebutkan: Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
didapat
kerugian,
maka
kerugian
tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Contoh: PT ABUNIDAL dalam tahun 1995 menderita kerugian fiscal sebesar Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiscal PT ABUNIDAL sebagai berikut:
1996
Laba fiskal
200.000.000
1997
Rugi fiskal
(300.000.000)
1998
Laba fiskal
Nihil
1999
Laba fiskal
100.000.000
2000
Laba fiskal
800.000.000
Kompensasi kerugian sebagai berikut:
Rugi fiskal tahun 1995
(1.200.000.000)
Laba fiskal tahun 1996
200.000.000
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(1.000.000.000)
Rugi fiskal tahun 1997
(300.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 1998
Nihil
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 1999
100.000.000
Sisa rugi fiskal tahun 1995
(900.000.000)
Laba fiskal tahun 2000
800.000.000
Sisa rugi fiskal tahun 1995 (100.000.000)
Sisa rugi fiscal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) yangmasih tersisa pada akhir tahun 2000, tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiscal tahun 2001, sedangjan rugi fiscal tahun 1997 sebesar Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiscal tahun 2001 dan tahun 2002, karena jangka waktu 5 (lima) tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002. Oleh karena kompensasi kerugian tersebut di atas berpengaruh terhadap Penghasilan Kena Pajak di masa mendatang, maka efek pajak yang muncul akibat kompensasi kerugian tersebut merupakan penghematan pajak masa mendatang. Realisasi keuntungan pajak masa depan tersebut sangat tergantung
kepada
Penghasilan
Kena
Pajak
masa
mendatang
yang
prospeknya sulit diramalkan atau dengan perkataan lain mengandung ketidakpastian yang sangat tinggi.
Apabila keuntungan pajak akibat kompensasi kerugian tersebut dapat direalisasikan beberapa tahun kemudian, hal ini diklasifikasikan sebagai “the income enabling recognition” yang akan mengurangi beban pajaknya. Keuntungan
pajak
akibat
kompensasi
kerugian
di
tahun
realisasinya
memperlihatkan angka-angka sebagai berikut:
Beban
pajak
(tanpa
kompensasi 50.000.000
kerugian) Kurang: Penurunan
PPh
kerugian
tahun
terutang lalu
dikompensasikan tahun ini
akibat 30.000.000 yang 20.000.000
Saldo
Selanjutnya untuk mencatat beban pajak/asset pajak tangguhan akibat kompensasi kerugian pada contoh perhitungan kompensasi tersebut di atas, terlihat sebagai berikut:
Tahun
Beban pajak/Aset
Uraian
pajak tangguhan
1995
Rugi fiskal
(1.200.000.000)
342.500.000
1996
Laba fiskal
200.000.000
42.500.000
1997
Sisa rugi fiskal tahun (1.000.000.000)
300.000.000
1998
1995
(300.000.000)
72.500.000
Rugi fiskal
(1.000.000.000)
300.000.000
1999
Sisa rugi fiskal tahun Nihil
2000
1995
(1.000.000.000)
Nihil
300.000.000 Laba fiskal Sisa rugi fiskal tahun 100.000.000 1995
(900.000.000)
12.500.000 287.500.000
800.000.000 Laba fiskal
100.000.000
222.500.000
Sisa rugi fiskal tahun 100.000.000
65.000.000
1995
65.000.000
Nihil
Nihil Laba fiskal Sisa rugi fiskal tahun 1995 Penyisihan penilaian Sisa rugi fiskal tahun 1995
Saldo beban pajak/asset pajak tangguhan sebesar Rp 65.000.000 merupaan saldo kompensasi kerugian sebesar Rp 100.000.000 yang tidak dapat dikompensasikan lagi. Apabila jumlah Rp 100.000.000 dikalikan dengan tarif pasal 17, maka akan didapat jumlah sebesar Rp 12.500.000. Selisih sebesar Rp 52.500.000 (65.000.000-12.500.000) merupakan perbedaan dasar perhitungan lapisan kena pajak pada tahun terjadinya kerugian (1995) dengan lapisan kena pajak tahun realisasi (1996,1999,2000), yaitu masing-masing pada setiap tahun realisasi sebesar Rp 17.500.000 (30.000.000-12.500.000). Apabila jumlah Rp 17.500.000 tersebut dikalikan dengan 3 (tiga) maka akan diperoleh jumlah Rp 52.500.000 tersebut. Untuk jelasnya dapat terlihat pada ekshibit berikut ini:
Tahun
realisasi Perhitungan beban pajak/aset pajak tangguhan atas
kompensasi kerugian
1996
(laba
30%
10% & 15%
Selisih
1995 (Rp)
1996,1999,2000
(Rp)
Rp 30.000.000
(Rp) 12.500.000
17.500.000
30.000.000
12.500.000
17.500.000
Rp 30.000.000
12.500.000
17.500.000
90.000.000
37.500.000
52.500.000
200.000.000) 1999
(laba
100.000.000) 2000
(laba
dasar tarif/tahun yang menimbulkan selisih
Rp
800.000.000) Jumlah
Jurnal kompensasi kerugian tersebut, adalah sebagai berikut:
1995 Asset pajak tangguhan
342.500.000
Beban pajak
342.500.000
(keuntungan pajak karena kompensasi kerugian) 42.500.000 1996 Beban pajak
42.500.000
Asset pajak tangguhan
1997 Aset pajak tangguhan Beban pajak (keuntungan pajak karena kompensasi kerugian)
72.500.000
72.500.000
12.500.000 1998 : nihil
1999
287.500.000
Beban pajak
12.500.000
Asset pajak tangguhan
2000 Beban pajak
222.500.000
Asset pajak tangguhan
65.000.000
Penyisihan penilaian (atas asset pajak tangguhan yang tidak dapat dikompensasikan)
Penyebab perbedaan yang terjadi antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak dan secara potensial juga mnyebabkan perbedaan antara Beban Pajak Penghasilan dengan Pajak Penghasilan Terutang, dapat dikategorikan dalam lima kelompok berikut ini: 1. Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Differences) 2. Perbedaan
Waktu/Sementara
(Timing
Differences-Temporary
Differences) 3. Kompensasi Kerugian (Operating Loss Carryforwards) 4. Kredit Pajak Investasi (Investment Tax Credit) 5. Alokasi Pajak Intraperiode (Intraperiod Tax Allocation)
BAB III KESIMPULAN Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundangundangan pajak yang berlaku.
Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan ketentuan perpajakan. Ada tujuh cara dalam perhitungan pajak tangguhan, yaitu: •
Alokasi Pajak Interperiode (Interperiod Tax Allocation)
•
Metode Alokasi Pajak Interperiode
•
Metode Pajak Tangguhan
•
Metode Kewajiban (Liability Method)
•
Metode Pajak Neto (Net-of-Tax Method)
•
Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan
•
Kompensasi Kerugian