NILAI-NILAI PANCASILA DALAM STAATSFUNDAMENTALNORM Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila Dosen Pengampu : Dr. Hj. Asniwati, M.Pd
Disusun oleh Kelompok 8 Kelas 1 B
1.
Ema Hamidatul Janah
1710125320046
2.
Fakhrini Sholehah
1710125320058
3.
Hadi Saputra
1710125310069
4.
Fahrin Ilham
1710125210017
5.
Irene Septi Setia Dewi
1710125220028
6.
Hilmah
1710125120023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami semua dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Nilai-Nilai Pancasila Dalam Staats Fundamental Norm” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila yang diampu oleh Ibu Dr. Hj. Asniwati, M.pd. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat informasi dan materi dari beberapa sumber dibuku. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini. Diluar itu, kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini dan untuk kami sendiri khususnya.
Banjarmasin, September 2017
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................... .....................................
i
DAFTAR ISI ................................................ .......................................................
ii
BAB
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ................................................... ..........
1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................... ..........
1
PEMBAHASAN ................................................ ............................
2
A. PENGANTAR .........................................................................
2
BAB
I
II
B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI PEMBUKAAN UUD 1945 .....................................................
2
PENUTUP ................................................ .....................................
12
A. KESIMPULAN ........................................................................
12
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................
13
BAB
III
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Setiap bangsa dan negara sangat membutuhkan dasar atau landasan filosofis, karena inilah merupakan suatu landasan, dasar, arah, pedoman, pegangan, motivasi untuk mencapai tujuan bangsa dan negara tersebut. Diibaratkan orang akan mendirikan bangunan, maka memerlukan landasan dan fondasi bangunan tersebut, apabila menginginkan bangunan tersebut menjadi kokoh. Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan Dasar Negara dan Pandangan hidup bangsa yang mengandung nilai-nilai fundamental, nilai esensial, substansial, menyeluruh dan mendalam, yang pada akhirnya menjadi Dasar, Tujuan, dan Cara untuk mewujudkan Tujuan Nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu sebagai bangsa yang ingin Maju dan berdiri kokoh harus menaati dan melaksanakan Pancasila secara konsekuen dan konsisten. Dasar Negara berhubungan erat dengan konstitusi. Konstitusi berada dibawah Dasar Negara. Konstitusi berlaku bersumber dan berdasarkan Dasar Negara, sebagai norma dasar dan norma tertinggi yang menjadi sumber normatif bagi penyusunan konstitusi. Konstitusi pada hakikatnya berisi aturan penyelenggaraan bernegara sebagai pencerminan norma dalam. Dasar Negara. B. Rumusan Makalah
1. Penjelasan pancasila sebagai Staats Fundamental Norm ? 2. Penjelasan UUD 1945 sebagai Staats Fundamental Norm ?
1
BAB II PEMBAHASAN A. Pengantar Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenrgaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara (Philosofische Gronslag). Dalam kedudukannya pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di NKRI. Kedudukan pancasila yang demikian ini justru mewujudkan fungsinya yang pokok sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang manifestasinya dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (convensi). Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan oleh hukum, sehingga segala aspek dalam pelaksanaannya dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem perundang-undangan. Bagi Indonesia setelah melakukan reformasi terutama dalam bidang hukum undang-undang dasar bagi negara Republik Indonesia disebut sebagai undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Yang di dalamnya terkandung pembukaan UUD tahun 1945 beserta pasal-pasal yang berjumlah 37 pasal serta pasal peralihan berjumlah 3 pasal dan pasal aturan berjumlah 2 pasal. Pembahasan ini tidak dapat lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945, yang merupakan deklarasibangsa dan negara Indonesia, yang memuat pancasila sebagai dasar negara, tujuan negara, serta bentuk negara Republik Indonesia. Oleh karena itu pembukaan UUD 1945 dalam konteks ketata negaraan Republik Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu staasfundamentalnorm dan pada hierarkhi hukum tertinggi di negara Indonesia.
B. Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bersama-sama dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dan
2
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7. Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 dalam ilmu hukum mempunyai kedudukan di atas pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Konsekuensinya keduanya memiliki kedudukan hukum yang berlainan, namun keduanya terjalin. dalam suatu hubungan kesatuan yang kausal dan organis. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdiri atas empat alinea, dan setiap alinea memiliki spesifikasi jikalau ditinjau berdasarkan isinya. Alinea pertama, kedua dan ketiga memuat segolongan pernyataan yang tidak memiliki hubungan kausaI organisdengan pasal-pasalnya. Bagian tersebut memuat serangkaian pernyataan yang menjelaskan peristiwa yang mendahului terbentuknya negara Indonesia, adapun bagian keempat (Alinea IV) memuat dasardasar fundamental negara yaitu: tujuan negar. ketentuan UUD negara, bentuk negara dan dasar filsafat negara Pancasila. Oleh karena itu alinea IV ini memiliki hubungan “kausal organis” dengan pasal -pasal UUD 1945, sehingga erat hubungannya dengan isi pasal-pasal UUD 1945 tersebut. 1. Pembukaan UUD 1945 dalam Tertib Hukum Indonesia
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia dalam tertib hukum Indonesia merupakan sumber karena berkedudukan sumber karena berkedudukan sebagai norma dasar negara (staasfundamentalnorz), yang berturut-turut kemudian verfassungnorm UUD 1945, grundgesetznorm atau Ketetapan MPR, serta gesetznorm atau Undang-Undang. Pancasila yang merupakan esensi dari staasfundamentalnorm, pada hakikatnya berkedudukan sebagai staatsfundamentalnorm dalam sistem tertib hukum Indonesia. Konsekuensinya Pancasila merupakan sumber bagi pembentukan pasal-pasal dalam verfassungnorm atau Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan aturan yang ada dalam vetfassungnorm atau Undang-Undang Dasar 1945, merupakan sumber dan dasar bagi pembentukan aturan-aturan dalam Ketetapan MPR dan juga sekaligus merupakan sumber dan dasar bagi pembentukan gesetznorm atau Undang-Undang (Indrati, 2007: 65). Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam kaitannya dengan tertib hukum Indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental yaitu: pertama, memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum Indonesia, dan kedua, memasukkan
3
diri dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi. Dengan demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung Asas Kerokhanian Negara atau Dasar Filsafat Negara RI. Berdasarkan hakikat Pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm yang intinya adalah Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu Cita Hukum (Rechtsidee), yang menguasai hukum dasar, baik hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak ,ertulis. Menurut Rudolf Stammler (1856-1939), seorang filsuf hukum yang beraliran neo-Kantian, mengungkapkan bahwa cita hukum ialah konstruksi pikir yang merupakan suatu keharusan untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai suatu bintang pemandu (leitstern) bagi tercapainya cita-cita masyarakat. Suatu cita hugum memberikan manfaat karena dengan cita hukum maka kita dapat menguji hukum positif yang berlaku, melalui cita hukum kita dapat mengarahkan hukum positif ke arah suatu keadilan bahkan dengan suatu sangsi (zwangversuch zum richtigen). Oleh karena itu menurut Stammler, bahwa keadilan adalah mengarahkan hukum positif ke arah cita hukum. Dengan demikian tegas Stammler, suatu hukum yang adil (rechtiges recht) ialah hukum positif yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum, untuk mencapai citacita masyarakat (Attamimi, 1990: 68). Pancasila merupakan suatu sumber nilai bagi pembaharuan hukum yaitu sebagai suatu
“cita
hukum”,
Staatsfundamentalnorm
yang
menurut
Notonagoro
berkedudukan
sebagai
dalam
negara
Indonesia
(Notonagoro,
1975).
Staatsfundamentalnorm atau grundnorm yang merupakan suatu cita hu-kum menurut Gustaf Radbruch (1878-1949), seorang ahli Blsafat hukum ma-zhab Baden, memiliki fungsi regulatif dan fungsi konstitutif. Cita hukum memiliki fungsi 1) regulatif adalah berfungsi sebagai tolok ukur yaitu menguji apakah suatu hukum positif itu adil atau tidak. Fungsi 2) konstitutif yaitu Menentukan bahwa tanpa suatu cita hukum, maka hukum akan kehilangan Maknanya sebagai suatu hukum (Attamimi, 1990: 68). Sebagai suatu cita-cita hukum Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitif maupun fungsi regulatiff. Dengan fungsi konstitutif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan
4
makna bagi hukum itu sendiri. Demikian juga dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif itu Sebagai produk yang adil atau tidak adil. Sebagai Staatsfundamentalnorm, . Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum Indonesia termasuk Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 (Mahfud, 1999:59). Berdasarkan analisis tersebut Pancasila secara ilmiah sebagai dasar koherensi bagi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini mengandung arti bahwa secara epistemologis Pancasila merupakan dasar kebenaran koherensi bagi peraturan perundangan, dalam arti bahwa suatu peraturan perundangundangan itu adil atau tidak. Dalam filsafat hukum suatu sumber hukum meliputi dua macam pengertian, yaitu (1) sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum yang mengikat terhadap komunitasnya, dan (2) sumber materi al
hukum, yaitu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum. Sumber material hukum ini dapat berupa nilai-nilai misalnya nilai kemanusiaan, nilai ketuhanan, nilai keadilan dan dapat pula berupa fakta yaitu realitas perkembangan masyarakat, dinamika aspirasi masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya (Darmodiharjo, 1996: 206). Pancasila merupakan sumber asas dan norma materi hukum positif Dengan demikian Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkhis dan terjamin keserasiannya. Hal ini mengandung suatu konsekuensi jikalau terjadi ketidakserasian atau pertentangan norma hukum yang satu dengan lainnya yang secara hierarkhis lebih tinggi, apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti jika terjadi ketidak sesuaian maka berarti terjadi suatu inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality), dan oleh karenanya maka norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum (Mahfud, 1999: 59). 2. Pembukaan UUD 1945 Memenuhi Syarat Adanya Tertib Hukum Indonesia
Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, termuat unsur-unsur yang menurut ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts orde), atau
5
(legal order), yaitu suatu kebulatan dan keseluruhan peraturan-peraturan hukum. Adapun syarat-syarat tertib hukum yang di maksud adalah meliputi empat hal yaitu : a. kesatuan subjek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum Hal ini terpenuhi dengan adanya suatu Pemerintahan Negara Republik Indonesia (Pembukaan UUD 1945 al. IV) b. kesatuan asas kerokhanian, yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan peraturan-peraturan hukum, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. c. kesatuan daerah, di mana peraturan-peraturan hukum itu berlaku, terpenuhi oleh kalimat seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. d. kesatuan waktu, di mana seluruh peraturan-peraturan hukum itu berlaku. Hal ini terpenuhi dengan kalimat pada alinea IV Pembukaan UUD 1945, “.... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”. Hal ini menunjukkan saat mu lai berdirinya negara Republik Indonesia yang disertai dengan tertib hukum, sampai seterusnya selama kelangsungan hidup Negara RI.
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum lndonesia adalah sebagai berikut : Pertama: menjadi dasarnya, karena UUD 1945 memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum Indonesia. Hal ini dalam Pembukaan UUD 1945 telah terpenuhi dengan adanya empat syarat adanya suatu tertib hukum. Kedua: Pembukaan UUD 1945 memasukkan diri di dalamnya sebagai ketentuan hukum yang tertinggi, sesuai dengan kedudukannya yaitu sebagai asas bagi hokum dasar baik yang tertulis (UUD), maupun hukum dasar tidak tertulis (convensi), serta peraturan peraturan hukum yang lainnyq yang lebih rendah (Notonegoro, 1974 : 45). Berdasarkan hakikat kedudukan Pembukaan UUD 1945 tersebut dalam tertib hukum Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 menentukan adanya tertib hukum
6
Indonesia. Konsekuensinya Pembukaan UUD 1945 secara hukum tidak dapat diubah. Hal ini pernah dimuat dalam Ketetapan 'No. XX/MPRS/1966.
3. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Staatsfundamentalnorm
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental (Staatsfudamentalnorm), menurut ilmu hukum tata negara memiliki beberapa unsur mutlak antara lain dapat dirinci sebagai berikut: 1) Dari Segi Terjadinya: Ditentukan oleh Pembentuk Negara dan terjelma dalam suatu pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak Pembentuk negara, untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar-dasar negara yang dibentuknya. Dari segi Isinya: 2) Ditinjau dari segi isinya maka Pembukaan UUD 1945 memuat dasar-dasar pokok negara sebagai berikut : a.
Dasar tujuan negara, (baik tujuan umum maupun tujuan khusus). Tujuan umum: Tercakup dalam kelima “ ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Tujuan umum ini berhubungan dengan masalah hadangan antar bangsa (pergaulan. masyarakat intemasional). Tujuan umum inilah yang merupakan dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Tujuan khusus: Makna ini tercakup dalam kalim at “ melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa ...” Tujuan khusus ini meliputi tujuan nasional, sebagai tujuan bersama bangsa Indonesia dalam membentuk negara untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, material maupun spritiual.
b.
Ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar Negara: Pernyataan ini tersimpul dalam kalimat “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”. Hal ini merupakan suatu ketentuan bahwa negara Indonesia harus berdasarkan pada suatu Undang-Undang Dasar, dan merupakan suatu dasar yuridis
7
formal bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum.
c.
Bentuk negara: Pernyataan ini tersimpul dalam kelima “... yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat”.
d.
Dasar filsafat negara (asas kerokham'an negara): Pernyataan ini tersimpul dalam kalimat “…dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan! perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental menurut ilmu hukum mempunyai hakikat dan kedudukan hukum yang tetap, terlekat pada kelangsungan hidup negara, dan oleh karena berkedudukan sebagai tertib hukum tertinggi maka secara hukum tidak dapat diubah, karena mengubah Pembukaan UUD 1945 identik dengan pembubaran negara Republik Indonesia (Notonagera, 1974 : 45). Dalam hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945 (batang tubuh UUD 1945), maka Pembukaan UUD 1945 mempunyai hakikat dan kedudukan sebagai berikut : 1)
Dalam hubungannya dengan tertib hukum Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 mempunyai hakikat kedudukan yang terpisah dengan Pasal-pasal UUD 1945. Dalam kedudukan sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental, pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada batang tubuh UUD 1945.
2)
Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu tertib hukum tertinggi dan pada hakikatnya mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada batang tubuh UUD 1945.
3)
Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental yang menentukan adanya UUD 1945, yang menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis (UUD) maupun tidak tertulis (convensi), jadi merupakan sumber hukum dasar negara.
8
4)
Pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental mengandung pokok-pokok pikiran yang harus dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945.
kesimpulan dari dua pendapat yang ada: a.
Sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, dalam hukum mempunyai hakikat kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, terlekat pada kelangsungan hidup negara ) ang telah dibentuk.
b.
Dalam jenjang hierarki tertib hukum, Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental adalah berkedudukan yang tertinggi sehingga memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945, sehingga secara hukum dapat dikatakan terpisah dari pasal-pasal UUD 1945.
Pengertian “terpisah” sebenarnya bukan berarti tidak memiliki hubungan sama sekali dengan batang tubuh (pasal-pasal) UUD 1945, akan tetapi justru antara Pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuh UUD 1945 terdapat hubungan “kausal organis ”, di mana UUD harus menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian pengertian “terpisah” sebenarnya dalam pengertian mempunyai hakikat dan kedudukan tersendiri di mana Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945, bahkan yang tertinggi dalam tertib hukum Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung Pancasila dasar filsafat Negara Republik indonesia, dan merupakan norma yang fundamental dan tertinggi dalam tertib hukum Indonesia (Indrati, 2007: 57). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pada hakikatnya esensi atau inti staatsfundamentalnorm adalah Pancasila itu sendiri. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa eksistensi, pembukaan UUD 1945, tidak dapat dipisahkan dengan pembentuk negara, oleh karena itu isi unsur aparat perlengkapan dan penyelenggara negara, adalah memiliki kualitas di bawah pembentuk negara termasuk MPR, karena eksistensi MPR pada hakikatnya ditentukan oleh pembentuk negara. Oleh karena itu sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 37 UUD 1945, yang berkaitan
9
kewenangan MPR untuk mengubah UUD 1945, hal itu hanya berkaitan dengan pasal pasal UUD 1945 saja dan bukannya berkaitan dengan Pembukaan UUD 1945. Dalam pengertian inilah maka eksistensi pembukaan UUD 1945 berdasarkan tinjauan hukum tatanegara memiliki kedudukan hukum yang kuat terlekat pada kelangsungan hidup negara Proklamasi 17 Agustus 1945. 4. Eksistensi Pembukaan/ UUD 1945 bagi Kelangsungan Negara Republik Indonesia
Berdasarkan hakikat kedudukan Pembukaan UUD 1945 Proklamasi yang sebagai naskah terinci, sebagai penjelmaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, serta dalam ilmu hukum memenuhi syarat bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia, dan sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental (Staatsfundamentalnorm), maka Pembukaan UUD 1945 memiliki hakikat kedudukan hukum yang kuat bahkan secara yuridis tidak dapat diubah, terlekat pada kelangsungan hidup negara. Hal ini berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : a.
Memuat tata hukum suatu peraturan hukum hanya dapat diubah atau dihapuskan oleh penguasa atau peraturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya daripada penguasa yang menetapkannya. Dalam masalah ini pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm dari segi terjadinya ditentukan oleh pembentuk negara, yaitu suatu lembaga yang menentukan dasar-dasar mutlak negara, bentuk negara, tujuan negara, kekuasaan negara bahkan yang menentukan dasar filsafat negara Pancasila. Setelah negara terbentuk semua penguasa negara adalah merupakan alat perlengkapan negara yang kedudukannya lebih rendah daripada kedudukan pembentuk negara. Oleh karena itu semua ketentuan hukum yang merupakan produk dari alat per lengkapan negara pada hakikatnya di bawah pembentuk negara dan tidak berhak meniadakan pembukaan UUD 1945 sebagai Staatsfundamentalnorm.
b. Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi di negara Republik Indonesia. Dalam ilmu hukum tata negara, suatu ketentuan hukum di bawah pembukaan UUD 1945, secara yuridis tidak dapat meniadakan Pembukaan UUD 1945. Selain itu karena dalam pembukaan UUD 1945 terkandung faktor-faktor mutlak (syarat-syarat mutlak) bagi adanya suatu tertib
10
hukum di Indonesia. Konsekuensinya Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang tetap dan terlekat pada negara dan secara hukum tidak dapat diubah. c.
Selain dari segi yuridis formal bahwa Pembukaan UUD 1945 secara hukum tidak dapat diubah, juga secara material yaitu hakikat, isi yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, senantiasa terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik
Indonesia.
Dari
segi
isinya
Pembukaan
UUD
1945
adalah
merupakan'pengejawantahan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia yang hanya satu kali terjadi. Proklamasi kemerdekaan tersebut adalah merupakan awal bangsa Indonesia dalam hidup bernegara, yang merupakan suatu rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu Proklamasi 17 Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945 dan Negara Republik Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pembukaan UUD 1945 senantiasa terlekat dan menyertai kelahiran negara Republik lndnesia yang hanya satu kali terjadi, sehingga pada hakikatnya Pembukaan UUD 1945 senantiasa terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik Indonesia (Notonagoro, tanpa tahun: 15).
11
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
1) Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Secara ilmiah-akademis, Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnormmempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat diubah (Notonagoro, 1982: 25). 2) Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hokum dasar negara.
12
DAFTAR PUSAKA
Kaelan. Revisi 2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma. Paristiyanti, H., dkk. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016
13