Makalah Kasus 1 Cardiovascular System Patent Ductus Arteriosus
Disusun Oleh : TUTOR 3 Ansar Farisy
220110100058
Yayu Pratiwi
220110130002
Desti Rahmawati
220110130016
Deviany Eka Puteri
220110130030
Rega Dwi Putri Anggun Sari
220110130044
Mamay Humaeroh
220110130058
Rahmatia Mozaike Ramdani
220110130072
Gita Septyana
220110130086
Rina Fajar Sari
220110130100
Hanifa Iqomatul Haq
2201101301
Raden Nida Yudiastri Muthia
220110130128
Ernawati
220110130142
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran 2014
A. DEFINISI
Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus arteriosus yang secara fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan tetapi, pada bayi yang lahir premature, duktus paten biasanya mempunyai susunan anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa minggu jarang menutup secara spontan. (dr. Charles Silalahi , Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, Sp.A(K) , 2009, kardiologi anak)
Duktus arteriosus adalah saluran yang berasal dari duktus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligament arteriosum pada usia 2-3 minggu. Bila tidak menutup disebut PDA. (Buku Ajar Kardiologi FKUI ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235) Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit penyakit jantung bawaan : 1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella. b. Ibu alkoholisme. c. Umur ibu lebih dari 40 tahun. d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin. e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu. 2. Faktor Genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan. b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan. c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down. d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
C. PATOFISIOLOGI
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta ( tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmonal (tekanan lebih rendah). Aliran kiri ke kanan ini meneyebabkan resirkulasi darah beroksigen tinggi yang jumlahnya semakin banyak dan mengalir ke dalam paru, serta menambah beban jantung sebelah kiri.Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan kebutuhan ini menyebabkan pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang progresif. Dampak semuanya ini adalah meningkatnya tekanan vena dan kapiler pulmoner, menyebabkan terjadinya edema paru. Edema paru ini menimbulkan penurunan difusi oksigen dan hipoksia, dan terjadi kontriksi arteriol paru yang progresif. Akan terjadi hipertensi pulmoner dan gagal jantung kanan jika keadaan ini tidak
dikoreksi melalui terapi medis atau bedah. Penutupan PDA terutama tergantung pada respon konstriktor dari duktus terhadap te kanan oksigen dalam darah. Faktor lain yang mempengaruhi penutupan duktus adalah pengaruh kerja prostalglandin, tahanan pulmoner dan sistemik, besarnya duktus, dan keadaan si bayi (prematur atau cukup bulan). PDA lebih sering terdapat pada bayi prematur dan kurang dapat ditoleransi karena mekanisme kompensasi jantungnya tidak berkembang baik dan pirai kiri ke kanan itu cenderung lebih besar. Pada bayi prematur (kurang dari 37 minggu) duktus dipertahankan tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya bayi lahir. Karena itu duktus arteriosus persisten pada bayi prematur dianggap sebagai developmental patent ductus arteriosus, bukan struktural patent ductus arteriosus seperti yang terjadi pada bayi cukup bulan. Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat nafas akibat kekurangan surfaktan), ductus arteriosus persisten sering bermanifestasi setelah sindrom gawat nafasnya membaik. Pada
ibu
yang
terinfeksi
rubella,
pelepasan
prostaglandin
(6-
ketoprostaglandin F1) akan meningkat yang disertai dengan faktor nekrosis tumor yang dapat meningkatkan resiko pembukaan duktus arteriosus.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF) 1. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung 2. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas) 3. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg) 4. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
5. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal. 6. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah 7. Apnea 8. Tachypnea 9. Nasal flaring 10. Retraksi dada 11. Hipoksemia 12. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru) (Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376) Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala gejala berupa: 1. tidak mau menyusu 2. berat badannya tidak bertambah 3. berkeringat 4. kesulitan dalam bernafas 5. denyut jantung yang cepat. Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal terjadinya gagal jantung kongestif , yang seringkali terjadi pada bayi prematur. Manifestasi Klinis Patent Ductus Arteriosus : 1. Ductus kecil :
Tak ada gejala
Ukuran jantung normal
Thrill pada ICS II kir
Mur-mur pada pulmonik area
2. Ductus sedang
Symptom muncul pada usia 2 – 5 5 bulan tapi tak berat
Minum lebih lambat
Sering mengalami ISPA
Sesak saat aktivitas
Anak cepat lelah tapi masih bisa hidup normal
TB dan BB kurang dari normal
RR dan HR sedikit meningkat saat istirahat
3. Ductus Besar
Symptom berat muncul pada usia 0 – 4 4 bulan biasanya setelah 2 –
6 mg
Bayi sesak dan berkeringat saat minum
Peningkatan BB minimal / buruk
Mur-mur sistolik pada area ICS II kiri dan middiastolik pada apex
Tanda dan gejala payah jantung
Sering mengalami ISPA
Hipertensi pulmonal
E. KOMPLIKASI
1.
Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal) Bila terlalu banyak darah terus beredar melalui jantung arteri utama melaui PDA dapat menyebabkan hipertensi pulmonal. Hipertensi paru dapat menyebabkan kerusakan paru-paru permanen.
2.
Gagal jantung PDA pada akhirnya dapat menyebabkan otot jantung melemah, menyebabkan gagal jantung. Gagal jantung adalah suatu kondisi kronis dimana jantng tidak dapat memompa jantung secara efektif.
3.
Endokarditis(infeksi jantung) Orang-orang dengan masalah jantung sruktural, seperti PDA berada pada risiko tinggi infeksi endokarditis daripada populasi umum. Endokarditis adalah suatu peradangan pada lapisan dalam jantung yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
4.
Arithmia(detak jantung tidak teratur) Pembesaran hati karena PDA meningkatkan risiko arithmia. Biasanya terjadi peningkatan risiko hanya dengan PDA ynag besar.
5.
Gagal ginjal
6.
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
7.
Hepatomegali (pembesaran hati) Jarang terjadi pada bayi prematur
8.
Enterokolitis nekrosis Kelainan pada saluran pencernaan berupa bercak pada mukosa atau submokosa yang sering terjadi pada bayi pematur.
9.
Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas)
10. Perdarahan gastrointestinal, penurunan jumlah trombosit 11. Hiperkalemia(penurunan keluaran urin) 12. CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark. 13. Gagal tumbuh
F. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisis Gas Darah Arteri a. Biasanya
menunjukkan
kejenuhan
yang
normal
karena
paru
overcirculation. b. Duktus arteriosus besar dapat menyebabkan hipercorbia dan hipoksemia dari CHF dan ruang udara penyakit(atelektasis atau intra alveolar cairan/pulmonary edema) 2. Foto Thorax a. Pada PDA kecil bayangan jantung normal b. Pada PDA besar terjadi kardiomegali(atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan) dan gambaran vaskuler paru meningkat. 3. Ekhokardiografi Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi pratern(disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari paru kiri ke kanan)
4. Pemeriksaan Ekho 2D dan Doppler berwarna a. Untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya b. Dapat divisualisasi adanya PDA dan besarnya shunt c. Bila terdapat kecurigaan PVOD dibutuhkan pemeriksaan angiografi 5. EKG (Elektrokardiografi), Sesuai tingkat keparahan: a. PDA kecil tidak ada abnormalitas b. PDA lebih besar,hipertrofi ventrikel kiri 6. Kateterisasi jantung Hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
G. PENATALAKSANAAN
1.
Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
2.
Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung. (Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
3.
Perawatan Pra-rumah sakit a.
Pemberian oksigen tambahan untuk memberikan memberikan dukungan hipoksia paru, dan perawatan suportif.
b.
Langkah-langkah lain meliputi natrium dan pembatasan cairan serta koreksi anemia apapun.
c.
Transfer ke sebuah pusat perawatan tersier adalah wajib bagi seorang pasien dengan extremitas kemerahan sekali yang harus distabilkan dengan diuretik dan ventilasi tekanan positif.
d.
Konsultasi dengan seorang ahli jantung anak dan dokter bedah jantung anak dapat diindikasikan.
4.
Manajemen Konservatif a.
Karena pasien dengan paten ductus arteriosus (PDA) biasanya tanpa gejala, manajemen akut jarang diperlukan. Namun, sampai patensi dari ductus dikoreksi, mengelola antibiotik pada pasien selama kasus paparan tinggi untuk bakteremia (misalnya, instrumentasi, prosedur
gigi), seperti yang yang direkomendasikan oleh
the American Heart
Association untuk pencegahan endokarditis bakteri. b.
Standar konservatif meliputi adaptasi ventilasi dengan menurunkan waktu inspirasi dan memberikan akhir yang lebih pada positive end expiratory pressure (PEEP)
c.
Restriksi cairan yang tidak melebihi 130 mL / kg / hari di luar hari 3 juga digunakan.
d.
Pada bayi dengan gagal jantung kongestif (CHF), pengobatan standar dari digoksin dan terapi diureti. Ketika pengobatan medis dari gagal jantung kongestif gagal pada bayi, pasien dirujuk awal untuk penutupan bedah struktur.
e.
Penutupan patent ductus arteriosus (PDA) dirangsang dengan pemberian inhibitor sintesis prostaglandin, seperti indometasin atau aspirin, yang berlaku efektif pada bayi prematur . Indometasin (0,1 mg / kg berat badan) diberikan secara oral pada 8-jam interval. Perawatan ini sangat berharga pada bayi prematur yang mengalami sindrom gangguan pernapasan rumit oleh kiri ke kanan shunting melalui duktus.
f.
Satu studi menyimpulkan bahwa B-type natriuretic peptide dapat digunakan untuk memandu pengobatan, mengurangi jumlah dosis indometasin primer.
g.
Selain itu, sebuah studi dari 50 bayi prematur yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 33 minggu ditemukan bahwa mendapatkan Nterminal pro-brain natriuretic peptide (NT-proBNP) tingkat pada hari ke 2 kehidupan mungkin menjadi panduan yang efektif untuk terapi indometasin awal ditargetkan untuk PDA pada bayi prematur. Metode ini
kemudian
dapat
mengurangi
timbulnya
PDA
signifikan
hemodinamik dan eksposur yang tidak perlu untuk indometasin. 5.
Manajemen Farmakologis Bayi prematur dengan patent ductus arteriosus (PDA) biasanya dirawat dengan indometasin atau ibuprofen intravena. Ini telah cukup berhasil pada kebanyakan pasien. Indometasin adalah perawatan obat standar.
Sedangkan ibuprofen intravena telah disetujui oleh Food and Drug Association (FDA). Meskipun ibuprofen dan indometasin sama-sama efektif, perbedaan lain dicatat: Indometasin tampaknya menurunkan kejadian perdarahan intraventricular, sedangkan ibuprofen memiliki toksisitas kurang pada ginjal. a. Indometasin (Indocin)
1) Indometasin telah terbukti berkhasiat, sehingga dua kali tingkat penutupan spontan. 2) McCarthy
dkk
menunjukkan
efek
keberhasilan
terapi
indometasin pada patent ductus arteriosus (PDA) dalam 4 bayi baru lahir dengan berat lahir 1500-2075 g yang lahir pada. kehamilan usia (GA) dari 35 minggu atau lebih. 3) Watanabe dkk mengevaluasi terapi indometasin pada 13 bayi dengan patent ductus arteriosus (PDA) dipersulit dengan penyakit jantung bawaan dan melaporkan penutupan di 4 dari 7 bayi dengan berat lahir 2500 g atau lebih. 4) Indometasin terbukti berhasil di kedua kasus, namun, duktus mungkin membuka kembali hari atau minggu kemudian. Indometasin profilaksis juga ditemukan mengurangi timbulnya kelas
berat
perdarahan
intrakranial.
Efek
samping
dari
indometasin meliputi vasokonstriksi serebral. 5) Obat ini menimbulkan efek yang merugikan ginjal, karena perfusi renal r enal dan diuresis diuresi s dalam kehidupan neonatal dini sangat s angat dipengaruhi oleh efek prostaglandin pada arteriol aferen glomerulus. b. Ibuprofen (NeoProfen)
1) Ibuprofen profilaksis juga banyak digunakan. Dosis yang digunakan untuk ibuprofen adalah 10 mg / kg bolus diikuti dengan 5 mg / kg / hari selama 2 hari tambahan. 2) Jika dibandingkan dengan indometasin, ibuprofen berhubungan dengan rendahnya risiko oliguria pada bayi prematur.
3) Namun, satu studi menunjukkan peningkatan risiko hipertensi paru pada pasien. Evaluasi Cochrane pada profilaksis ibuprofen menyimpulkan
bahwa
meskipun
penggunaan
ibuprofen
profilaksis mengurangi insiden patent ductus arteriosus (PDA) pada hari 3, efek samping potensial harus lebih ditangani yang juga melihat hasil perkembangan saraf. 4) Patent
ductus
arteriosus
(PDA)
tergantung
penutupan
kehamilan, dengan tingkat penutupan kumulatif 65%. Sebagian serupa bayi memiliki patent ductus arteriosus (PDA) penutupan mengikuti kursus pertama dan kedua ibuprofen, terlepas dari usia kehamilan, menunjukkan bahwa program kedua ibuprofen mungkin efektif dalam menutup patent ductus arteriosus (PDA), menghindarkan kebutuhan untuk operasi c. Diuretik
1) Meskipun
diuretik
dan
pembatasan
cairan
telah
direkomendasikan untuk pengobatan neonatus bergejala, tidak ada
data lengkap
yang dikumpulkan
dalam
mendukung
pendekatan ini. 2) Bahkan, tinjauan sistematis penggunaan furosemide pada neonatus prematur dengan sindrom gangguan pernapasan tidak menunjukkan manfaat jangka panjang dan peningkatan risiko gejala paten ductus arteriosus (PDA). 3) Bayi dengan tanda-tanda kegagalan dapat diobati awalnya dengan digoksin dan terapi diuretik, tetapi interupsi duktus diperlukan untuk pengobatan definitif. 6.
Kateterisasi Jantung a. Penggunaan rute perkutan untuk menutup patent ductus arteriosus (PDA) adalah tindakan umum yang dilakukan. b. Oklusi transkateter adalah alternatif yang efektif untuk intervensi bedah dan menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar kasus patent ductus arteriosus (PDA) pada anak-anak dan orang dewasa.
c. Kebanyakan pasien dengan patent ductus arteriosus terisolasi (PDA) memiliki pengobatan yang sukses dengan kateterisasi setelah beberapa bulan pertama kehidupan. d. Setelah ulang tahun pertama, perawatan yang paling umum untuk patent ductus arteriosus (PDA) adalah oklusi pada kateterisasi jantung. Bahkan, sebagai uang muka kateterisasi teknik, kemampuan untuk menutup cacat pada bayi yang lebih kecil juga telah dilaporkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Selama 4 dekade terakhir, banyak teknik dan perangkat telah digunakan untuk patent ductus arteriosus (PDA) oklusi, meskipun tingkat penutupan definitif tidak mendekati orang-orang dari operasi. Kontraindikasi terhadap kateter berbasis penutupan melibatkan ukuran pasien. e. Gianturco spring occluding coils Diperkenalkan pada tahun 1992, Gianturco pegas koil occluding telah menjadi perangkat yang paling umum digunakan untuk patent ductus arteriosus (PDA) oklusi selama bertahun-tahun. Kumparan dikirim ke patent ductus arteriosus (PDA) melalui vena atau sistem arteri: 1-5 coil ditempatkan dalam duktus. Di tangan yang berpengalaman dengan pemilihan pasien yang tepat, ini telah menjadi prosedur terkait dengan keberhasilan tinggi dan morbiditas rendah. Metode ini telah dilaporkan 75-100% efektif tetapi terbatas pada duktus yang hanya 4-5 mm dengan diameter. Oklusi Coil paling cocok untuk menutup patent ductus arteriosus (PDA) dengan diameter minimal kurang dari 2,5 mm. Fue dkk menunjukkan bahwa tingkat penutupan yang sangat tinggi dapat diperoleh dalam saluran kurang dari 3 mm menggunakan gulungan, tetapi keberhasilan yang secara signifikan berkurang bila duktus melebihi 3 mm. f.
Amplatzer duct occluder Baru-baru ini, perangkat Amplatzer telah
memperluas kemampuan untuk menutup patent ductus arteriosus (PDA) pada kateterisasi jantung. Perangkat ini lebih handal dan lebih mudah untuk menanamkan dalam patent ductus arteriosus besar (PDA) dari kumparan occluding musim semi. Kerugian utama dari desain adalah bahwa bagian aorta perangkat dapat menonjol ke dalam
aorta turun dan sebagian menyumbat lumen, terutama pada bayi. Namun, Amplatzer saluran occluder II (ADO II), sebuah nitinol fleksibel mesh dengan desain simetris untuk memberikan kemantapan tinggi, telah disetujui di Eropa untuk pengobatan semua jenis patent ductus arteriosus (PDA). g. Rashkind ductus occlusion device Rashkind ductus occlusion device terdiri dari sistem 2-payung diletakkan ke ductus baik jalur transvenous atau jalur transarterial. Terapi ini memiliki tingkat oklusi melaporkan dari 83%. Meskipun digunakan secara internasional, tidak disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. 7.
Resiko Postcatheterisasi a. Biasanya, oklusi lengkap dicapai pada kateterisasi. b. Kadang-kadang, suatu sisa kecil kiri ke kanan shunt tetap pada akhir prosedur, yang menutup dengan pembentukan trombus selama harihari berikutnya atau minggu. c. Shunt kiri ke kanan jarang terjadi melalui patent ductus arteriosus sebagian tersumbat (PDA). Biasanya, besarnya shunt secara signifikan lebih kecil dari sebelumnya oklusi. Karena kekhawatiran tentang risiko jangka panjang dari endokarditis, ini cacat sisa harus ditutup. Seringkali, hal ini dapat dicapai dengan prosedur kateter kedua. Laporan Langka menggambarkan asosiasi dari terus-menerus patent ductus setelah upaya oklusi dengan hemolisis atau endokarditis. d. Risiko prosedural patent ductus arteriosus (PDA) dengan oklusi kateter sedikit dan sebagian besar dipengaruhi oleh pengalaman dari dokter melakukan prosedur. Ini termasuk resiko embolisasi dari perangkat yang digunakan untuk menutup jalan paten ductus arteriosus (PDA), cedera pembuluh darah, perdarahan akses situs, infeksi, dan stroke, antara lain. Dalam kasus embolisasi perangkat, biasanya perangkat dapat diambil dengan teknik transkateter, dan perangkat kedua dapat berhasil ditempatkan di patent ductus arteriosus (PDA).
8.
Bedah Ligasi
a. Ligasi bedah menjadi pengobatan standar paten besar ductus arteriosus (PDA) yang memerlukan perawatan pada masa bayi. Tindakan ini prosedur berisiko rendah di tangan seorang ahli bedah kardiovaskuler anak yang berpengalaman. Hal ini berlaku bahkan pada bayi prematur terkecil. b. Ligasi dengan atau tanpa pembagian paten ductus arteriosus [PDA]) tanpa cardiopulmonary bypass dapat dilakukan melalui torakotomi posterolateral
kiri.
thoracoscopic
paten
Video yang dibantu operasi ligasi ductus
arteriosus
(PDA)
kurang
(tong) invasif
dibandingkan torakotomi posterolateral dan telah terbukti aman dan efektif. c. Indikasi 1) Dengan pengecualian langka, adanya patent ductus arteriosus (PDA) merupakan indikasi untuk penutupan bedah. 2) Perhatian harus diberikan pada keberadaan lainnya lesi jantung bawaan yang mengganggu aliran darah paru. Pada pasien ini, semua upaya harus dilakukan untuk melestarikan aliran duktal sampai shunt paliatif lebih permanen dapat dibangun atau perbaikan definitif dapat dilakukan. 3) Bayi prematur umur < 1 minggu 4) Terdapat tanda gagal jantung : takipnea, takikardi, kardiomegali, hepatomegali 5) Ekokardiografi : terdapat PDA, LA/Ao rasio > 1,2 Obat yang dipakai : Indomethasin 0,2 mg/kg/dosis p.o p.o atau i.v. 1x sehari selama 3 hari berturut-turut. 6) Ibuprofen 10 mg/kg/dosis p.o.1 x sehari selama 3 hari berturutturut. Syarat pemberian Indomethasin/ibuprofen : trombosit cukup,tidak ada perdarahan gastrointestinal atau tempat lain, fungsi ginjal normal. 7) Pada bayi, perbaikan mungkin mendesak untuk pasien bergejala dengan bukti gagal jantung atau pernapasan tidak cukup dikendalikan dengan obat, atau mungkin ditunda pada pasien
yang asimptomatik atau terkontrol dengan baik pada terapi medis. 8) Hasil pasca operasi yang terbaik jika patent ductus arteriosus (PDA) ditutup sementara pasien lebih muda dari 3 tahun. Sebuah peningkatan kejadian resistensi vaskuler paru meningkat (PVR) dan hipertensi pulmonal terjadi jika lesi ditutup pada mereka yang lebih tua dari 3 tahun. 9) Kegagalan pengobatan indometasin 10) Kontraindikasi untuk terapi medis (misalnya, trombositopenia, insufisiensi ginjal) 11) Tanda dan gejala gagal jantung kongestif (CHF) 12) Patent ductus arteriosus (PDA) ditemukan pada bayi yang lebih tua 13) Bayi ditemukan memiliki paten tanpa gejala ductus arteriosus (PDA) setelah periode neonatal harus menjalani ligasi bedah sebaiknya sebelum usia 1 tahun untuk mencegah komplikasi masa depan paten ductus arteriosus (PDA) 14) Penutupan duktus diindikasikan untuk kompromi kardiovaskular (yaitu,
komplikasi
paru)
dan
untuk
pengurangan
risiko
endokarditis infektif (endokarditis bakteri subakut) Tindakan pembedahan dilakukan lebih dini bila terjadi : 1) Gangguan pertumbuhan 2) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang 3) Pembesaran jantung/payah jantung 4) Endokarditis bakterial (6 bulan setelah sembuh) 5) Tindakan pembedahan ditunda minimal 6 bulan bila terjadi endokarditis Kontraindikasi 1) Kontraindikasi utama adalah untuk memperbaiki penyakit
pembuluh darah paru yang parah. Jika transien intraoperatif oklusi patent ductus arteriosus (PDA) tidak mengurangi tekanan arteri paru meningkat dengan peningkatan tekanan aorta
berikutnya, maka penutupan harus dilakukan hati-hati dan mungkin kontraindikasi. Penutupan ductus tidak membalikkan sudah ada sebelumnya penyakit pembuluh darah paru. 2) Sebuah subset dari asosiasi jantung anomali-apa yang disebut
duktal-tergantung-lesi tergantung pada aliran melalui patent ductus arteriosus (PDA) untuk mempertahankan aliran darah sistemik. 3) Katup aorta atresia 4) Atresia katup mitral dengan ventrikel kiri hipoplasia 5) Paru arteri hipoplasia 6) Paru atresia 7) Koarctatio dari aorta yang berat 8) Trikuspid atresia 9) Transposisi pembuluh darah besar 10) Kontraindikasi lain untuk penutupan bedah termasuk sepsis
yang tidak terkontrol bersamaan dan ketidakmampuan pasien untuk mentolerir anestesi umum.
Asuhan Keperawatan pada Pasien An. dengan Penyakit Paten Ductus Artiosus (PDA) di RSUP 1. Pengkajian
Nama
: An.
Usia
: 14 bulan
Alamat
:-
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
:-
Agama
:-
Suku Bangsa
: Indonesia
Tanggal Masuk dirawat
:-
Diagnosa Medis
: Patent Ductus Arteriosus
Keluhan utama
: kebiruan di bibir dan sekitar mulut
Riwayat Kesehatan Sekarang : Riwayat kesehatan Masa lalu : berdasarkan riwayat kesehatan paparan ibunya, perkembangan An. Pada bulan-bulan pertama normal-normal saja, tapi sejak sekitar 2 bulan mengalami kesulitan saat minum, kelelahan dan berkeringat juga sering mengalami batuk pilek disertai demam. Riwayat kesehatan keluarga : Pemeriksaan fisik
:
Keadaan umum
: BB = 7,2 kg PB = 69 cm
Tanda-tanda Vital
:
a. Temperature
:-
b. Heart Rate
: 124 x/menit
c. Respiratory rate
: 32 x/menit
d. Tekanan nadi
: 54 mmHg
Pemeriksaan Dada : a. Inspeksi : anak tampak tidak aktif, bentuk dada kiri menojol atau asimetris, clubbing finger b. Palpasi :c. Perkusi :d. Auskultasi :BJ I normal terdengar kers, BJ II terdengar keras dengan split yang tidak begitu jelas. Terdengar murmur sistolik pada tepi kiri sternum atas.
2. Analisa Data
No
Data yang Menyimpang
Etiologi
Penyimpangan masalah
1
DS: kesulitan saat minum atau menyusu
Sesak napas Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan nutrisi
suplai O2 DO: BB 7200 gram PB 69 cm Takikardi Takipnea
Terengah-engah saat menyusu atau minum Asupan ASI atau air Gizi menurun Nutrisi kurang dari kebutuhan
2
DO: HR 124 x/menit
Setelah lahir
Gangguan pertukaran gas
RR 32 x/menit Terdengar suara BJ II Keras dengan split yang tidak begitu jelas, Terdengar murmur sistolik DS: tampak kelelahan, berkeringat
Duktus arteriorus terbuka / tidak menutup sebagian Aliran darah langsung dari aorta ke arteri pulmoner Resirkulasi darah beroksigenasi tinggi meningkat mengalir ke paru Beban jantung kiri meningkat Ventrikel kiri berespons memenuhi kebutuhan Pelebaran dan hipertensi pada atrium kiri Difusi oksigen menurun dan hipoksia Kontriksi arteriol paru Gangguan pertukaran gas
3
DO: Tekanan nadi 54
Resirkulasi darah yang
Penurunan curah
mmHg, bentuk dada kiri
mengandung O2 yang
jantung
menonjol (asimetris), Tampak sianosis, HR 124 x/menit
masuk ke paru Darah ke sirkulasi sistemik menurun
Stimuli
Ekstremitas
Saraf
dingin
Simpatis HR menurun Penurunan Curah jantung 4
DO: Anak tampak tidak aktif DS: tampak kelelahan dan berkeringat
Setelah lahir
Intoleransi aktivitas
duktus arteriosus terbuka Tekanan jantung kiri meningkat Kebocoran jantung dari kiri ke kanan Makin besar cacat Tekanan meningkat Dapat terjadi kebocoran(pirau) kanan ke kiri Darah berkurang ketubuh Intoleransi aktivitas
5
DO: BB 7200 gram Anak tidak aktif
Setelah lahir duktus arteriosus terbuka
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Tekanan jantung kiri meningkat Kebocoran jantung dari kiri ke kanan Makin besar ductus arteriosus terbuka Tekanan meningkat Dapat terjadi kebocoran(pirau) kanan ke kiri Darah berkurang ketubuh Gangguan pertumbuhan dan perkembangan 6
DS : DO : bayinya mengalami hambatan penutupan ductus arteriosus dan menimbulkan sindrom eisenmenger
Bayi lahir (prematur,partus lama,aspyxia) Keterlambatan penutupan duktus
Kecemasan orangtua berhubungan dengan kurang pengetahuan orangtua.
PDA Kecemasan orang tua
3. Diagnosa keperawatan keperawatan
1. Penurunan Curah Jantung berdasarakan tubuh yang tidak cukup mendapatkan darah yang teroksigenasi 2. Gangguan pertukaran gas berdasarkan kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas berdasarkan
ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel. 4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berdasarkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan 5. Ketidakseimbangan nutrisi berdasarkan asupan makanan yang tidak seimbang dengan kebutuhan 6. Resiko infeksi berdasarkan menurunnya status kesehatan. 7. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua dan hospitalisasi 8. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah ke sistemik dan sirkulasi oksigen menurun.
4. Intervensi Keperawatan : 1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung Intervensi
Rasional
Mandiri
Mandiri
9. Observasi kualitas dan kekuatan 1. Permulaan gangguan pada jantung denyut jantung, nadi perifer, warna
akan ada perubahan tanda-tanda vital,
dan kehangatan kulit.
semuanya harus cepat dideteksi untuk penanganan lebih lanjut.
10. Tegakkan (sirkumoral, clubbing).
derajat
sianosis 2. Pucat
membran
mukosa,
menunjukkan
adanya
penurunan perfusi sekunder terhadap ketidak
adekuatan
curah
jantung,
vasokonstriksi dan anemia.
11. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, 3. Deteksi dini untuk mengetahui takikardi, tachypnea, sesak, mudah adanya gagal jantung kongestif.
lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali).
Kolaborasi
Kolaborasi
1. Pemberian digoxin sesuai order, . dengan
menggunakan
Obat ini dapat mencegah semakin
teknik
memburuknya keadaan klien.
untuk 5.
Obat
pencegahan bahaya toksisitas.
2. Berikan
pengobatan
menurunkan afterload.
anti
afterload
mencegah
terjadinya vasokonstriksi.
3. Berikan diuretik sesuai indikasi.
.
Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume
plasma
dan
menurunkan
retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.
2. Gangguan pertukaran pertukaran gas berdasarkan kongesti pulmonal. Tujuan : Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru. Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru Intervensi
Rasional
1. Observasi kualitas dan kekuatan 1. Untuk memudahkan pasien dalam denyut jantung, nadi perifer, warna
bernapas.
dan kehangatan kulit.
2. Atur posisi anak dengan posisi 2. Agar anak tidak tertular infeksi yang fowler.
3. Hindari
akan memperburuk keadaan.
anak
terinfeksi.
dari
orang
yang 3. Menurunkan dalam tubuh.
kebutuhan
oksigen
4. Berikan istirahat yang cukup
4. Membantu klien untuk memenuhi oksigenasinya.
Kolaborasi
Kolaborasi
Berikan oksigen jika ada indikasi
Untuk deteksi dini terjadinya gangguan pernapasan
3. Intoleransi aktivitas berdasarkan
ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel. Tujuan : Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat. Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat. Intervensi
1. Kaji
toleransi
Rasional
pasien
terhadap 1. Jika tidak sesuai parameter, klien
aktivitas menggunakan parameter
dikaji ulang untuk mendapatkan
berikut : Nadi 20 per menit diatas
perawatan lebih lanjut.
frekuensi peningkatan
istirahat, TD,
catat
Nyeri
dada,
kelelahan berat, berkeringat, pusing dan pingsan.
2. Kaji
kesiapan
pasien
untuk 2. Persiapkan dan dukung klien untuk
meningkatkan aktivitas
melakukan
aktivitas
jika
sudah
termotivasi
untuk
mampu.
3. Dorong memajukan aktivitas
3. Agar
klien
melakukan
aktivitas
sehingga
terpacu untuk sembuh.
4. Berikan bantuan sesuai dengan 4. Memudahkan kebutuhan
dan
penggunaan kursi mandi.
anjurkan
klien
ntuk
beraktivitas tapi tidak memanjakan.
5. Dorong pasien untuk partisipasi 5. Klien termotivasi untuk sembuh. dalam memilih periode.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan perkembangan berdasarkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan. Tujuan : Memberikan support untuk tumbuh kembang Kriteria hasil: Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan. Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak. 1. Memantau masa tumbuh kebang anak 2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, 2. Agar kativitas bermain, game, nonton
anak
bisa
tumbuh
dan
berkembang sebagaimana mestinya.
TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
3. Libatkan
keluarga
memberikan
agar
stimulasi
tetap 3. Anggota selama
dirawat.
keluarga
pengaruhnya pertumbuhan
sangat
terhadap dan
besar proses juga
perkembangan anak-anak
5. Ketidakseimbangan nutrisi berdasarkan asupan makanan yang tidak seimbang dengan kebutuhan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : a. Status nutrisi terpenuhi b. Nafsu makan klien timbul kembali c. Berat badan normal d. Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi
Rasional
1. Mengetahui 1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi
kekurangan
nutrisi
klien.
klien. 2. Mengetahui 2. Mencatat
intake
dan
output
perkembangan
pemenuhan nutrisi klien.
makanan klien. 3. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam 3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit. 4. Manganjurkn
ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
makan
sedikit-
4. Dengan
sedikit
mengurangi
sedikit tapi sering.
tapi
penekanan
sering yang
berlebihan pada lambung.
6. Resiko infeksi berdasarkan menurunnya status kesehatan. Tujuan : Mencegah resiko infeksi Kriteria hasil : Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi Intervensi
Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital.
1. Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala
infeksi
berusaha
karena
intuk
tubuh melawan
mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
2. Lakukan prosedur
perawatan inpasif
terhadap 2. Untuk mengurangi risiko infeksi
seperti
kateter, drainase luka, dll.
infus,
nosokomial.
3. Jika
ditemukan
kolaborasi
tanda
untuk
infeksi 3. Penurunan Hb dan peningkatan
pemeriksaan
darah, seperti Hb dan leukosit.
jumlah
leukosit
dari
normal
membuktikan adanya tanda-tanda infeksi.
4. Kolaborasi
untuk
pemberian 4. Antibiotik
antibiotik,
perkembangan
mencegah mikroorganisme
patogen.
7. Kecemasan orang tua berdasarkan kurang pengetahuan orang tua dan hospitalisasi. Tujuan: kecemasan menurun. Kriteria hasil: Orang tua tampak tenang ,orang tua tidak bertanya-tanya lagi,orangtua berpartisipasi dalam proses perawatan. Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua.
1. Pengetahuan orang tua akan mempengaruhi persepsi dan tingkahlakunya pada anak.
2. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.
2. Dengan mengetahui kondisi anaknya, akan mengurangi kecemasan orang tua.
3. Libatkan
keluarga
dalam
perawatan
bayinya.
3. Akan membuat orang tua nyaman dan lebih tenang jika senantiasa dekat dengan anaknya.
4. Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.
4. Dukungan dan kasih sayang orang tua akan mempercepat kesembuhan anak.
5. Latih orang tua tentang cara-cara perawatan 5. Dengan bayi dirumah sebelum bayi bayi pulang.
menambah
pengetahuan orang tua dalam perawatan
anaknya
mempermudah
akan proses
perawatan dan penyembuhan anak.
8. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah ke sistemik dan sirkulasi oksigen menurun Tujuan : Gangguan Gangguan perfusi jaringan teratasi, TTV batas normal. Intervensi
1. Observasi adanya sianosis
Rasional
1. Sianosis
menandakan
menurunnya sirkulasi oksigen ke
jaringan
teratasi
dan
sianosis
sehingga
tidak
berkembang lebih lama.
2. Observasi TTV
2. TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Kasus 1
Chair : Deviani Sriber 1 : Mamay Humairoh Scriber 2 : Yayu Pratiwi Andhika 14 bulan, BB 7,2 kg, panjang badan 69 cm di bawa ke RSUP sebagai rujukan faarinRSUD. Saat datang tampak anak kurang aktiv. Bibir dan sekitar mulut sianosis. Berdasarkan penuturan dari ibunya anak sbenarnya kesulitan minumnya agak berkurang tapi menjadi agak kebiruan terutama di kesehatan di puskesmas terdekat dan saat pulang anakminum normal tetapi sejak usia sekitar sekit ar 2 bulan anaknya mengalamai kesulitan saat minum, kelelahan dan berkeringat. Anak juga sering mengalami batuk pilek yang disertai demam, anak ini berbeda dengan kakaknya yang pada usia kurang dari 1 tahun sudah berjalan sedangkan anak ini baru bisa duduk dan itupun tidak bisa lama. Pada usia 10 bulan sempat dirawat dan dari catatan medik didapatkantakhikardi dan takhipne, tekanan nadi 54 mmHg, murmur systolik pada tepi atas sternum kiri dab mid idastolik diarea apex. Pada pemeriksaan fisik saat ini tampak bentuk dada kiri agak menonjol. BJ I normal terdengar kers, BJ II keras dengan split yang tak begitu jelas, HR 124bx/menit, RR 32x/menit, terdengar murmur systolik pada tepi kiri sternum atas, tampak clubbing finger, daari pemeriksaan lebih lanjut didapatkan bahwa bayi mengalami hambtan penutupan ductus arteriosus dengan pirau yang cukup besar dan sudah menimbulkan sindroma sindroma eisenmenger.
Step 1 1. Sindrom eisenmenger (Hanifa) 2. Takikardi dan takipnea(Raden Nida) 3. Murmur systolik(Rina) 4. Pirau(rahmatia) 5. Split(gita) 6. Sianosis(Rega) 7. Ductus arteriosus(Ernawati) 8. Clubbing of finger(Yayu) Step 2 1. Kenapa bentuk dada kiri agak menonjol? (gita) 2. Berpa BB, HR, yang normala pada anak usia 14 bulan?(Rahmatia) 3. Kenapa anaknya bisa kebiruan di are bibir? (deviani) 4. Mengapa anaknya mengaalami kesulitan minum? (Ansar) 5. Apa yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan pada anak itu dengan kakaknya? (rega) 6. Kenapa anak tersebut kurang aktif? (desti) 7. Kenapa anak sering batuk pile disertai demam? (Rina) 8. Kenapa pada saat pempis terdengar mmurmur mid systolik pada tepi kiri sternum atas? (yayu) 9. Mengapa dapat menimbulkan sindrom eisenmenger? 10. Mengapa BJ I normal, sedangkan BJ II terdengar keras dengan split yang tidak jelas? 11. Apa diagnosa medis pada kasus ini? (ernawati) 12. Pemeriksaan lanjut apa yang dilakukan? (rahmatia) 13. Bagaimana pengobatannya? (desti) 14. Apa saja Askep dari kasus ini? (deviani) 15. Mengapa
anaknya
mengalami
takikardi
dan
takipnea?
(yayu)
berapa tekanan nadi pada anak usia 14 bulan (Hanifa) 16. Mengapa termasuk pada PDA asyanotik? Apa dampak terhadap KDM nya
Step 3 Jawaban step 1 : 1. Sindrom eisnmenger merupakan kondisi medis yang ditandai adanya peningkatan tekanan darah di arteri pulmonalis dan aliran darah yang abnormal dalam jantung (ernawati) Proses dimana terjadi pirau kiri kekanan akibat defek jantung kongenital yang menyebabkan peningkatan aliran pada pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal, yang pada akhirnyamenyebabkan peningkatan tekanan pada jantung sebelah
kanan sehingga terjadi
pirauyang terbalik menjadi pirau kanan ke kiri. Sindrom Eisenmenger merupakan komplikasi cacat jantung bawaan. Kondisi ini terjadi karena peningkatan tekanan aliran darah di dalam arteri pulmonalis (pembuluh darah yang menghubungkan jantung ke paru-paru) sehingga aliran darah itu menjadi abnormal. Akibatnya hampir seluruh organ dan jaringan di tubuh tak memperoleh asupan oksigen yang memadai. (yayu) 2. Takikardi adalah denyut jantung cepat dan takipnea adalah nafas cepat (desti). karena ketika ductus arteriousus terbuka maka aliran darah dari aorta akan masuk sebagian ke arteri pulmonalis sehingga darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik menurun. menurunnya aliran darah ke sirkulasi sistemik akan menstimulasi sistem saraf simpatis sehingga HR nya meningkat (takikardi) dan RR meningkat (takipnea) sebagai kompensasi dari HR yang meningkat. 3. Suara jantung tambahan seperti ari yang mengealir (rahamatia) Murmur sistolik adalah suatu bunyi murmur yang terjadi antara bunyi bunyi jantung I dan II (Rega). Murmur sistolik terjadi karena penutupan katup yang tidak sempurna yang menimbulkan aliran balik biasanya karena insufisiensi katup atau karena katup tidak membuka secara sempurna menimbulkan turbulensi darah biasanya karena stenosis (Yayu). 4. Lubang untuk jalannya aliran darah yang abnormal (raden nida) 5. Suara seperti pecahan (rega)
6. Kebiruan pada area bibir atau kuku karena kekurangan O2 (gita). Sianosis adalah suatu keadaan dimana kulit dan membran mukosa berwarna kebiruan
akibat
deoksihemoglobin
pada
pembuluh
darah
kecil.
Penumpukan hemoglobin terjadi karena adanya peningkatan darah vena akibat penurunan saturasi oksigen. Biasanya kebiruan terlihat pada bibir, kulit dan kuku. (Rina) 7. Saluran pada jantung yang akan menutup pada saat lahir (rina) Suatu keadaan dimana terdapat pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonalis. Duktus arteriosus ini normal pada bayi dalam kandungan. Oleh karena suatu hal, maka pembuluh darah ini tidak dapat menutup secara sempurna setelah bayi lahir. Pada masa janin, Ductus arteiosus merupakan saluran penting bagi aliran darah dari arteri pulmonalis kiri ke arteri desendens, terletak distal dari percabangan arteri a rteri subclavia kiri.(Ernawati). 8. Kondisi dimana sudut kuku disebabkan karena produksi eritrosit yang banyak (Hanifa). Clubbing finger adalah kelainan bentuk jari dan kuku tangan yang menjadikan jari tangan dan kaki membulat yang berkaitan dengan penyakit jantung dan paru-paru. Jari-jari tabuh terjadi karena adanya sianosis jangka lama. Sianosis menujukkan bahwa kurang kadar oksigen. Hal ini terjadi ketika darah ke sirkulasi sistemik menurun →O2 ke jaringan dan ke ginjal menurun→ produksi eritropoiten→ produksi eritrosit meningkat→clubbing finger.(Rahmatia) Cara mengetahui clubbing finger : a. Temukan kedua jempol tangan pada bagian punggungnya. b. ada jari normal, antara pangkal kuku dapat bertemu. Tetapi pada clubbing finger pangkal kuku tidak dapat bertemu membentuk sudut 165 derajat.
Jawaban step 2 : 1.
Karena pengaruh adanya gangguan jantung (desti)
3. Sianosis (kekurangan O 2/ kebiruan yang terlihat pada bibir) terjadi karena kulit di daerah bibir tipis. (Rahmatia & Ansar) 4. Karena kurangnya asupan nutrisi dan O2 dapat menimbulkan stimulasi sistem saraf simpatis
pompa jantung meningkat atau terdapat saraf
kranial yang berfungsi dalam proses menelan terganggu. (Rega & Ansar) 5. Terdapat hambatan perkembangan dikarenakan ada ganggguan pada jantung sehingga s ehingga suplai darah ke otak terganggu, otak kekurangan O 2 (Gita). Pada saat janin, anak tersebut kekurangan asupan nutrisi dari ibunya, dan ibunya kurang memerhatikan atau menjaga kandungannya (Raden Nida) Memiliki masalah penyakit jantung bawaan. (Raden Nida) 6. Karena anak itu membutuhkan energi lebih untuk bernafas karena dia mengalami dyspnea sehingga ia mengalami intoleransi aktivitas (Rahmatia). karena anak tersebut mengalami kesulitan saat minum sehingga anak tersebut mengalami dehidrasi (Ernawati) 7. Karena pengaruh adanya penyakit jantung bawaan, sirkulasi darah terganggu sehingga sistem imunnya menurun (Hanifa) 8. adanya lubang lubang di ventrikel kiri dan ventrikel kanan (Deviani), pada saat systolik, ventrikel berkontraksi maka disebut murmur systolik (Hanifa) 9. tekanan di paru lebih besar daripada di aorta menyebabkan aliran darah mengalir dari arteri pulmonalis ke aorta sehingga darah dalam sirkulasi sistemik bercampur dengan darah yang belum teroksigenasi, terjadilah sindrom eisenmenger (Rega) 11. PDA 12. Pemerikasaan penunjang EKG, Radiologi (rina) 13. Diberikan antipiretik dan analgesik, minum air putih yang banyak (Ansar) 15. tekanan darah pada usia 14 bulan sistolik nya 60-90 mmHg, diastolik 20-60 mmHg (Ernawati). Tekanan darah meningkat 2-3 mmHg setiap tahunnya (desti)
Step 4
Faktor penyebab :
Radiasi Alkohool Merokok
PD
Perfusi ke jaringan
Demam
Kurang
Resiko kelelahan
Gangguan
Intoleransi
Step 5 1. Berapa BB, HR, yang normal pada anak usia 14 bulan? 2. Mengapa dapat menimbulkan sindrom eisenmenger? 3. Mengapa BJ I normal, sedangkan BJ II terdengar keras dengan split yang tidak jelas? 4. Mengapa anaknya mengalami takikardi dan takipnea? 5. Apa dampak terhadap KDM nya? 6. Step 1 Jawaban Step 5 1. Tabel berat badan anak terlampir, HR normal pada anak : a. Bayi baru lahir
: 140 kali per menit
b. Umur di bawah umur 1 bulan
: 110 kali per menit
c. Umur 1 – 6 bulan
: 130 kali per menit
d. Umur 6 – 12 bulan
: 115 kali per menit
e. Umur 1 – 2 tahun
: 110 kali per menit
f.
Umur 2 – 6 tahun
: 105 kali per menit
g. Umur 6 – 10 tahun
: 95 kali per menit
h. Umur 10 – 14 tahun
: 85 kali per menit
i.
Umur 14 – 18 tahun
: 82 kali per menit
j.
Umur di atas 18 tahun
: 60 – 100 100 kali per menit
k. Usia Lanjut
: 60 -70 kali per menit
2. Proses dimana terjadi pirau kiri kekanan akibat defek jantung kongenital yang menyebabkan peningkatan aliran pada pembuluh darah pulmonal sehingga terjadi hipertensi pulmonal, yang pada akhirnyamenyebabkan peningkatan tekanan pada jantung sebelah kanan sehingga terjadi pirau yang terbalik menjadi pirau kanan ke kiri. Sindrom Eisenmenger merupakan komplikasi cacat jantung bawaan. Kondisi ini terjadi karena peningkatan tekanan aliran darah di dalam arteri pulmonalis (pembuluh darah yang menghubungkan jantung ke paru-paru) sehingga aliran darah itu menjadi abnormal. Akibatnya hampir seluruh organ dan jaringan di tubuh tak memperoleh asupan oksigen yang memadai. (yayu) 3. BJ I split terjadi akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan, BJ II split terjadi ter jadi karena bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung lebih lambat dari pada penutupan katup aorta. (Ansar) 4. Karena ketika ductus arteriousus terbuka maka aliran darah dari aorta akan masuk sebagian ke arteri pulmonalis sehingga darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik menurun. menurunnya aliran darah ke sirkulasi sistemik akan menstimulasi sistem saraf simpatis sehingga HR nya meningkat (takikardi) dan RR meningkat (takipnea) sebagai kompensasi dari HR yang meningkat. 5. Dampak terhadap KDM Oksigenasi nya terganggu karena ada takipnea. Nutrisinya tidak terpenuhi karena anak sulit minum atau makan. Aktivitasnya tidak terpenuhi karena anak sering lelah sehingga sulit untuk beraktivitas.
PENUTUP A. Kesimpulan
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung kongenital (bawaan) dimana tidak terdapat penutupan (patensi) duktus arteriosus yang menghubungkan aorta dan pembuluh darah besar pulmonal. Kondisi ini sering ditemui pada bayi yang lahir prematur namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada bayi cukup bulan. Duktur arteriosus umumnya menutup 12-24 jam setelah bayi lahir dan mencapai penutupan sempurna pada usia 3 minggu. Apabila duktus tersebut masih terbuka, penutupan spontan 75% dapat terjadi sampai bayi berusia 3 bulan. Lebih dari 3 bulan, penutupan spontan sangat jarang terjadi. Gejala dari PDA tergantung dari besarnya kebocoran, apabila Duktus Arteriosus (DA) kecil mungkin saja tidak menimbulkan gejala, apabila DA sedang sampai besar dapat mengalami batuk, sering infeksi saluran pernapasan, dan infeksi paru. Apabila DA besar, maka gagal jantung serta gagal tumbuh dapat terjadi. Pada PDA manapun juga, penutupan baik dengan operasi maupun kateterisasi (tanpa operasi) sebaiknya dilakukan mempertimbangkan risiko terinfeksinya jantung akibat kelainan ini. Apabila tetap tidak ditangani, dapat terjadi kemungkinan risiko kematian 20% pada usia 20 tahun, 42% pada usia 45 tahun, dan 60% pada usia 60 tahun.
B. Saran Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta. Doenges,
M.E.,Moorhouse
M.F.,Geissler
A.C.,
2000,
Rencana
Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.