A. DEFINISI SUPPOSITORIA
a. Menurut FI edisi III hal 32 Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh. b. Menurut FI edisi IV hal 16 Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. c. Menurut FN hal 333 Suppositorium adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rektum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaan, umumnya umumnya berbentuk terpedo. d. Menurut Ilmu Meracik Obat hal 158 Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh.
B. SYARAT SEDIAAN
Berikut ini adalah beberapa syarat ideal suatu sediaan suppositoria : 1. Dapat melarut pada suhu tubuh, yaitu sekitar 30-36 derajat celcius 2. Tidak toksik 3. Tidak mengiritasi dan tidak merangsang 4. Dapat dengan segera melepaskan zat aktif obat 5. Mudah dalam proses pencetakan 6. Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan kerja obat). 7. Pembebasan dan responsi obat yang baik. 8. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan, penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang memadaidari bahan obat). 9. Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.
C. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kerugian sediaan supositoria: a. Keuntungan
Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
Baik bagi pasien yang mudah muntah
Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral.
b. Kerugian
Tidak nyaman digunakan
Absorbsi obat sering kali tak teratur atau sulit diramalkan.
Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.
Mengiritasi mukus yang disebabkan oleh beberapa obat atau basisnya.
D. TUJUAN PEMBERIAN
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005). 2.
Memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat. Menjadikan lunak pada daerah feses dan merangsang buang air besar. Pemberian obat ini diberikan tepat pada dinding rektal yang melewati sfingter ani interna.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI SUPPOSITORIA -
Faktor fisiologis, mencakup pelepasan obat dari basis atau bahan dasar, difusi obat melaluimukosa, metabolisme, distribusi di dalam cairan jaringan, dan terjadinya ikatan protein di dalam darah atu cairan jaringan.
-
Faktor fisika kimia obat dan basis, mencakup kelarutan obat, kadar obat dalam basis, ukuran partikel, dan basis supositoria.
F. MACAM-MACAM SEDIAAN SUPPOSITORIA Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi: 1. Suppositoria rectal
Suppositoria rectal untuk dewasa berbentuk berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g ( anonim, 1995). Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria r ektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao ( Ansel,2005 ). Supositoria jenis ini biasanya disebut suppositoria di pasaran.
2. Suppositoria vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5,0 g dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Suppositoria ini biasa dibuat sebagai “pessarium” . ( Anonim,1995; Ansel, 2005). Suppositoria jenis ini, dipasaran disebut sebagai ovula.
3. Suppositoria uretra
Suppositoria untuk saluran urine yang juga disebut “bougie”. Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urine pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria berdiameter 3- 6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya.
G.FORMULASI HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM FORMULASI
1. Pemilihan Obat / Zat Aktif
Suatu zat aktif dapat dberikan dalam bentuk suppositoria jika: a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal untuk mencapai kadar terapeutik dalam darah (absorpsi dapat ditingkatkan dengan bahan pembantu). b.
Absorpsi zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa saluran pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu keseimbangan flora normal usus.
c. Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat mengalami proses enzimatis pada saluran pencernaan bagian atas (sehingga tidak berguna jika diberikan melalui rute oral). d. Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan bagian atas e. Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.
Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan produk suppositoria: a. Sifat fisik
Zat aktif dapat berupa cairan, pasta atau solida.
Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (melalui peningkatan luas permukaan) dan meningkatkan kinetika disolusi pada ampula rektal.
Penurunan ukuran partikel dapat menyebabkan pengentalan campuran zat aktif/eksipien, yang menyebabkan aliran menjadi jelek saat pengisian suppositoria ke cetakan, dan juga memperlambat resorpsi zat aktif.
Adanya zat aktif berupa kristal kasar (baik karena kondisi zat aktif saat ditambahkan ke dalam basis atau karena pembentukan kristal) dapat men yebabkan iritasi permukaan mukosa rektal yang sensitif.
b. Densitas bulk Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara densitas zat aktif dengan eksipien,diperlukan perlakuan khusus untuk mencapai homogenitas produk. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menurunkan ukuran partikel atau meningkatkan viskositas produk. Peningkatan viskositas produk dapat dicapai dengan penambahan bahan pengental, atau dengan menurunkan suhu campuran agar mendekati titik solidifikasi sehingga fluiditasnya turun.
c. Kelarutan (solubilitas)
Peningkatan kelarutan zat aktif dalam basis meningkatkan homogenitas produk, tetapi menyulitkan/mengurangi pelepasan zat aktif jika terjadi kecenderungan yang besar dari zat aktif untuk tetap berada dalam basis.
Afinitas zat aktif terhadap basis/eksipien dapat diatur dengan derajat misibilitas dari kedua komponen suppositoria.
2.Pemilihan Basis
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus s elalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu t ubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merat a kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut: 1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi. 2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat. 3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat. 4. Kadar air mencukupi. 5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketahui jelas.
A. Persayaratan Basis Suppositoria
1.
Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik).
2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat). 3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil). 4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan).
5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).
B. Macam-macam Basis Suppositoria
1. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao. 2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan gliserin laurat. 3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin, PEG (polietien glikol).
Peran utama basis suppositoria: a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi: a. Kontraksi Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk memudahkan pengeluaran dari cetakan. b.
Ke-inert-an (inertness) Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c. Pemadatan Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi lama sehingga laju produksi suppositoria menurun. d. Viskositas Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk sedimen, mengganggu integritas dari produk akhir.
Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan: a. Ketidakmurnian (Impurity) Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir dengan basis yang non-nutritif dengan kandungan air minimal.
b. Pelunakan (softening) Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau meleleh selama transportasi atau penyimpanan. c. Stabilitas Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar udara, kelembapan atau caha ya.
Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan: a. Pelepasan Pemilihan basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke tempat target. b. Toleransi Suppositoria akhir toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan mukosa rektal yang sensitif.
Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik fisikokimianya: a. Jarak lebur Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria (terutama basis lemak) dinyatakan dalam jarak lebur daripada suatu titik lebur. Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara bentuk stabil dan tidak stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut. Penambahan cairan ke dalam basis umumnya cenderung menurunkan suhu leleh suppositoria, sehingga disarankan penggunaan basis dengan suhu leleh lebih tinggi. Sedangkan, penambahan sejumlah besar serbuk fine akan meningkatkan viskositas produk, sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih rendah.
b.Bilangan iodin Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena sensitivitas dari jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis suppositoria, maka antioksidan berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan digunakan dalam suppositoria. Untuk mencegah penggunaan antioksidan, sebaiknya digunakan basis dengan bilangan iodin < 3 (dan lebih diutamakan < 1).
c. Indeks hidroksil Bahan yang memiliki indeks hidroksil rendah juga memberikan stabilitas yang lebih baik dalam kasus dimana zat aktif sensitif terhadap adanya radikal hidroksil.
3. Pemilihan bahan pembantu yang dapat meningkatkan homogenitas produk, kelarutan, dll
Bahan pembantu digunakan untuk: a. Meningkatkan penggabungan (inkorporasi) dari serbuk zat aktif Peningkatan jumlah serbuk zat aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan menyebabkan peningkatan viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke dalam cetakan. Ajuvan yang digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat, minyak netral (gliserida asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah) 10 % dari bobot suppositoria, dan air (1 – 2 %).
b. Meningkatkan hidrofilisitas Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah. Tetapi, jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan absorpsi. Bahan peningkat hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.
Contoh bahan ini yaitu: 1. surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10 % Na alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan trietanol amin stearat (3 – 5 %); 2. surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span & Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter teretoksilasi (polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak), minyak natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol); 3. gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak tergliserolisasi (Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan gliserin monooleat), monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan digliserida dari asam palmitat dan stearat.
c. Meningkatkan viskositas Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis untuk mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil, miristat dan stearil alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
d. Mengubah suhu leleh Contoh bahan yang digunakan: asam lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam stearat), alkohol lemak (setil alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin), dan malam (malam lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).
e. Meningkatkan kekuatan mekanis Pecahnya suppositoria merupakan masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak (castor oil), monogliserida asam lemak, gliserin, dan propilenglikol.
f. Mengubah penampilan Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman (uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan hidrosolubel, liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk mewarnai suppositoria.
g. Melindungi dari degradasi Agen antifungi dan antimikroba digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal tanaman atau air. Digunakan asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6. p-hidroksibenzoat atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan bahan ini menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan. Antioksidan seperti BHT, BHA, tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk mencegah ketengikan (rancidity) pada formulasi suppositoria yang menggunakan lemak coklat (cocoa butter). Sequestering agents seperti asam sitrat dan kombinasi antioksidan digunakan untuk mengkompleks logam yang mengkatalisis reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga bagian
BHT, BHA, dan propilgalat dengan satu bagian asam sitrat memberikan hasil memuaskan pada penggunaan 0,01 %.
h. Mengubah absorpsi Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi beberapa zat aktif. (Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537 -54)
H.CARA PEMBUATAN Bahan Dasar Supositoria 1. Bahan dasar berlemak: oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuningan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal menstabil. Ø Keuntungan oleum cacao: a. Dapat melebur pada suhu tubuh. b. Dapat memadat pada suhu kamar. Ø Kerugian oleum cacao: a. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran). b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan tertentu. c. Meleleh pada udara yang panas.
2. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di
bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut: 1. Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%). 2. Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%. Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh. Ø Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain: 1. Tidak mengiritasi atau merangsang. 2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao. 3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh. Ø Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain: 1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan. 2.
Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat. Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar, lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.
3.Gelatin
Dalam farmakope belanda terdapat formula suppositra dengan bahan dasar gelatin, yaitu:panasi 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dari 5 bagian gliserin s ampai diperoleh masa yang homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan masa cukup dingindan tuangkan dalam cetakan, hingga diperolehsupositoria dengan berat 4 g Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada masa yang sudah dingin. Bila obatnya sedikt dikurangkan pada berat air dan bila obatnya banyakdikurangkan berat masa bahan dasar.
Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum. 2. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan. 3. Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
4. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan ke dalam cetakan Suppositoria kemudian didinginkan. 5. Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan Suppositoria. 6. Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas. 7. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih ( ± 10 % ) dan cetakannya sebelum digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus ( Soft Soap liniment ), tetapi spiritus saponatus ini, jangan digunakan untuk Suppositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan Ol. Recini dalam etanol . Khusus Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakannya yang disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.
Isi berat suppositoria dapat ditentukan dengan percobaan seperti berikut: 1. menimbang obat untuk sebuah suppositoria 2. mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan. 3. memasukkan campuran tersebut dalam cetakan. 4. menambah bahan dasar yang telah dilelehkan sampai jenuh. 5. mendinginkan cetakan yang bersi campuran tersebut, setelah dingin suppositoria dikeluarkan dari cetakan dan ditimbang. 6. berat suppositoria dikurangi berat obatnya marupakan berat bahan dasr yang harus ditambahkan. 7. berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam.
METODE PEMBUATAN SUPOSITORIA Menurut Lachman hal 1179 1.
Metode dengan Tangan Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling tua adalah dengan
tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau kadangkadang dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk mempermudah penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung menjadi satu barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki atau menjadi bola-bola vaginal sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya diruncingkan.
2.
Mencetak kompressi Suppositoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari campuran basis
dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memakai alat / mesin pembuat suppositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompresi dalam cetakan, basis supositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampur / diaduk dengan baik, pergeseran pada proses tersebut menjadikan suppositoria lembek seperti kentalnya pasta. Dalam pembuatan skala kecil digunakan mortar dan alunya, apabila mortar ini dipanaskan dalam air hangat sebelum digunakan lalu dikeringkan, sangat membantu pembuatan basis dan proses pencampuran. Dalam skala besar proses yang sama juga digunakan, pengadukan adonan dilakukan secara mekanis dan menggunakan wadah pencampur dipanaskan. Proses kompresi umumnya cocok untuk pembuatan suppositoria yang mnegandung bahan obat yang tidak tahan pemanasan dan untuk suppositoria yang mengandung sebagian besar bahan yang tidak dapat larut dalam basis. Berbeda dengan metode pencetakan pada pengolahan suppositsoria dengan cara kompresi ti dak memungkinkan bahan yang tidak dapat larut mengendap. Kelemahan proses ini adalah bahwa mesin suppositoria khusus dibutuhkan dan ada beberapa keterbatasanseperti bentuk suppositoria yang hanya dapat dibuat dari cetakan yang ada saja.
3.
Metode Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
4.
Metode Pencetak Otomatis Pembuatan dengan cara mencetak Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode pencetakan termasuk: a) Melebur basis b) Mencampurkan bahan obat yang diinginkan c) Menuang hasil leburan ke dalam cetakan d) Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria e)
Melepaskan suppositoria dengan oleum cacao, gelatin gliserin, polietilen glikol, dan
banyak basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak. Cetakan suppositoria terdapat di pasaran dengan kemampuan produksi satu per satu atau sejumlah tertentu suppositoria dari berbagai bentuk dan ukuran. Untuk membuat suppositoria satu per satu bisa digunakan cetakan dari plastic. Cetakan-cetakan lainnya seperti yang umum di dapatkan di Apotek dapat menghasilkan suppositoria 6, 12 atau lebih dalam 1 x pmbuatan. Cetakan yang digunakan di industry menghasilkan ratusan suppositoria dari suatu pencetak tunggal. Cetakan yang umum digunakan sekarang terbuat dari stainless steel, alumunium, tembaga atau plastic. Cetakan yang dipisah-pisah dalam sekat-sekat umumnya dapat dibuka secara membujur untuk membersihkan sebelum dan sesudah pembuatan satu batch suppositoria. Pada waktu leburan dituangkan, cetakan ditutup dan dibuka lagi bila akan mengeluarkan suppositoria yang sudah dingin. Harus berhati-hati dalam membersihkan cetakan ini, sebab satu goresan kecil sajaterjadi pada permukaan cetakanakan menghilangkan kelicinan suppositoria yang dihasilkan. Terutama cetakan dari bahan plastic sangat mudah dihasikan. Pelumasan cetakan. Tergantung pada formulasinya, cetakan suppositoria mungkin memerlukan peumasan sebelum leburan dituangkan ke dalamnya, supaya bersih dan dan memudahkan terlepasnya suppositoria dari cetakan. Pelumasan jarang diperlukan bagi suppositoria dengan basisoleum cacao, atau PEG, karena bahan ini cukup untuk menciut begitu dingin dalam cetakan, sehingga akan terlepas dari permukaan cetakan dan mudah dikeluarkan. Pelumasan biasanya diperlukan bilamana membuat suppositoria dengan basis gelatin gliserin. Lapisan tipis dari minyak mineral dioleskan dengan jari pada permukaan
cetakan, biasanya cukup untuk suatu pelumasan. Harus diingat bahwa bahan-bahan yang mungkin menimbulkan iritasi terhadap membrane mukosa seharusnya tidak digunakan sebagai pelumas cetakan suppositoria. Kalibrasi cetakan. Langkah pertama dalam kalibrasi cetakan yaitu membuat dan mencetak suppositoria dari basis saja. Cetakan dikeluarkan dari cetakan rata-ratanya ( bagi pemakaian basis tertentu ). Untuk menentukan volume cetakan suppositoria tadi lalu dilebur dengan hatihati dalam gelas ukur dan volume leburan ini ditentukan untuk keseluruhan dan rata-ratanya.
PENYIMPANAN Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu menjaga dalam tempat dingin.
Suppo yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1°C) dan akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es.
Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F (1,6°C).
Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan pada suhu ruang biasa tanpa pendinginan.
Suppo yang disimpan dalam lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin akan menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh. (Howard. C. Ansel, 1990, hal. 385.) Suppositoria gliserin dan suppositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah oerubahan kelembapan dalam isi suppositoria. Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpiah-pisah atau dipisahkan satu sama lainnya pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah terjadinya hubungan antar suppositoria tersebut dan mencegah perekatan. Suppositoria dengan kandungan obat yang sedikit pekatbiasanya dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal ( alufoil ). Sebenarnya kebanyakn suppositoria yang terdapat di pasaran di bungkus dengan alufoil atau bahan plastic satu per satu. Beberapa diantaranya dikemas dalam strip kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan dengan merobek lubang-lubang yang terdapat diantara suppositoria tersebut. Suppositoria ini biasa juga dikemas dalam kotak dorong ( slide box ) atau dalam kotak plastic. Karena suppositoria tidak tahan panas pengaruh panas, maka perlu menjaga dalam tempat yang dingin. Suppositoria yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F dan
akan lebih baik bila disimpan dalam lemari es. Suppositoria gelatin gliserin baik sekali bila disimpan di bawah 35 0F. suppositoria dengna basis polietilen glikol mungkin dapat disimpan dalam suhu ruangan biasa tanpa pendinginan. Supositoria yang disimpan dalam lingkungan yang kelembaban nisbinya tinggi mungkin akan menarik uap air dan cenderung menjadi seperti spon sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang kering sama sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi rapuh.
I. EVALUASI SEDIAAN Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut: 1. Uji homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2.
Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
3.
Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air? Dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4.
Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar , yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.
5. Uji titik lebur Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
7. Volume Distribusi Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat ; Teori dan Praktik. UGM Press. Yogyakarta Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995, departemen kesehatan , jakarta Farmakope Indonesia Edisi III, 1979, departemen kesehatan , jakarta http://selfiamona.blogspot.com/2013/10/formulasi-dan-teknologi-sediaan-semi_9878.html http://siskhana.blogspot.com/2010/04/suppositoria.html http://farmasiputri.blogspot.com/2012/05/suppositoria.html http://farmasiabis.blogspot.com/2011/04/suppositoria.html http://pamujiandri.wordpress.com/2011/07/25/pemberian-obat-pervaginam-dan-suppositoria/ http://rashekimfar.blogspot.com/2012/08/suppositoria_24.html http://andiniwooni.blogspot.com/2012/05/suppositoria.html file:///D:/Warna%20%20Warni%20Cerita%20%20FORMULASI%20DAN%20TEKNOLOGI%20SEDIAAN%2 0SEMI%20SOLID%20%E2%80%9CSUPPOSITORIA%E2%80%9D.htm