MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN
"HAKIKAT PENDIDIKAN"
Disusun oleh:
RISA RACHMANIA
MASHITHOH NUR AZIZAH
VYVY HINDUN PERMATASARI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
Jln. Tanah Merdeka Pasar Rebo, Jakarta Timur
PENGERTIAN PENDIDIKAN
DEFINISI MAHA LUAS
Pendidikan adalah hidup, yakni segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup dalam segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
Karakteristik khusus
Masa pendidikan : berlangsng seumur hidup dalam setiap saat selama ada pengaruh lingkungan.
Lingkungan pendidikan : berlangsung dalam segala lingkungan hidup, baik yang khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang ada dengan sendirinya.
Bentuk kegiatan : pendidikan dapat terjadi sembarang,kapan, dan dimanapun dalam hidup.
Tujuan : pertumbuhan, yakni terkandung dalam setiap pengalaman belajar,tidak ditentukan dari luar,dan tidak terbatas.
DEFINISI SEMPIT
Pendidikan adalah sekolah, yakni pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal dan segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Karakteristik khusus
Masa pendidikan : berlangsung dalam waktu terbatas, yaitu masa anak dan remaja.
Lingkungan penidikan : berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang diciptakan khusus untuk menyelenggarakan pendidikan, secara teknis pendidikan berlangsung secara dikelas.
Bentuk kegiatan : tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum.
Tujuan : ditentukan oleh pihak luar, yakni terbatas pada pengembangan kemempuan-kemampuan tertentu.
DEFINISI ALTERNATIF ATAU LUAS TERBATAS
Pendidikan adalah
usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di sekolah atau di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.
Pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal,non-formal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.
Karakteristik khusus
Masa pendidikan : berlangsung seumur hidup,yang kegiatan-kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tetapi pada saat-saat tertentu.
Lingkungan pendidikan :
Berlangsung dalam sebagian dari lingkungan hidup.
Tidak berlangsung dalam lingkungan hidup yang tergelar dengan sendirinya.
Bentuk kegiatan : dapat berbentuk pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non-formal.
Tujuan : perpaduan tujuan-tujuan pendidikan(bimbingan,pengajaran, dan latihan) yang bersifat pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan tujuan-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat memainkan peranannya sebagai warga dalamberbagai lingkungan persekutuan hidup dan kelompok sosial.
Pengertian pendidikan dilihat dari beberapa batasan arti pendidikan
Batasan dari segi Filsafat Pendidikan
Menurut Prof. Dr. N. Drijakara, pendidikan adalah Pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.
Batasan dari segi Ilmu Pendidikan
Menurut Prof. Dr. M. J. Langeveld, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada kedewasaan anak atau lebih tepat membantu anak agar cakap melaksanakan tugasnya sendiri. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup dan tumbuhnya anak-anak maksudnya pendidikan itu menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-setingginya.
Batasan dari segi Sosial Pendidikan
Menurut John Owey, pendidikan adalah proses membangun dan membawa. Sedangkan menurut Francis J. Brown, pendidikan adalah proses kontrol yang memperhatikan perubahan perilaku yang dihasilkan seseorang dan seseorang dalam kelompok.
Batasan dari segi Psikologi Belajar
Menurut Arthur K. Ellis, John J. Cogan, dan Kenneth R. Howey, pendidikan adalah jumlah total dari pengalaman belajar seseorang selama hidupnya, bukan hanya dalam pengalaman pendidikan formal. Ini adalah proses dimana seseorang mendapatkan, mengerti dirinya sendiri seperti mengerti lingkungannya.
Pengertian Pendidikan menurut GBHN
Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa.
Pendidikan Menurut Fungsinya
Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ada 3 bentuk transformasi, yaitu nilai yang masih cocok diteruskan, nilai yang kurang cocok diperbaiki, dan nilai yang tidak cocok diganti.
Pendidikan sebagai proses pembentuk pribadi
Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis terarah pada terbentuknya kepribadian anak didik.
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan diartikan sebagai bimbingan kepada anak didik untuk mengembangkan bakat yang dapat digunakan untuk bekerja. UUD 1945 pasal 25 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
PENGERTIAN MENDIDIK
Dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu "mendidik" dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. "mendidik" tidak sekedar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of values. "mendidik" diartikan secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia yang berpribadi.
Mengajak (memotivasi, mendukung, membantu, menginspirasi, dst) orang lain untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain (lingkungan).
Proses membuat tunas berkembang baik dan menjadi besar. Karenanya mengawali pendidikan anak dengan proses yang benar adalah awal perjalanan. Awal yang baik pendidikan dini adalah setengah dari perjalanan hidup anak di masa depan.
Prof Dr. Naquib Alatas berpendapat bahwa pengertian mendidik adalah membentuk manusia untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat serta berperilaku secara proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi yang dikuasainya.
Mendidik berkonotasi dengan pengertian bahwa pendidik harus mampu menyampaikan setiap ilmu atau koneksi ilmu dengan ilmu yang lain dalam suatu susunan yang teratur dan sistematik dan penyampaiannya sesuai dengan susunan kemampuan dasar (kompetensi) yang dimiliki peserta didik
Mendidik atau ilmu mendidik (Pedagogik) adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan.
Definisi "mendidik" adalah menyediakan sekolah atau pendidikan; Melatih menggunakan instruksi formal dan seseorang yang ahli dibidangnya ; Untuk mengembangkan mental, moral dan estetika terutama oleh pendidik; Untuk menyediakan informasi; Melakukan pendekatan atau mengkondisikan untuk merasa, mempercayai, atau bertindak dengan cara tertentu
"Mendidik" adalah usaha untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan baik secara jasmani dan rohani. Mendidik bisa diartikan sebagai upaya pembinaan secara personal, sikap mental serta akhlak peserta didik. Mendidik tidak hanya untuk menghantar ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) pendidik akan tetapi menghantarkan nilai-nilai.
Menurut Karl Heinz Pickel, mendidik didefinisikan sebagai usaha untuk memberikan pengajaran anak tentang materi serta pengetahuan yang akan dijumpai nanti setelah dia dewasa
Heageveld mengatakan mendidik adalah pekerjaan dalam membantu anak didik dalam mencapai kedewasaan
Mendidik adalah mengajak, memotivasi , mendukung, membantu, menginspirasi orang lain untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya
Pengertian Mendidik: Dilihat dari segi isi, mendidik berkaitan erat dengan moral dan kepribadian. Apabila ditinjau dari segi proses, maka mendidik berhubungan dengan memberikan motivasi (to motivated) untuk belajar (to learn) dan mengikuti (to follow) ketentuan atau tata tertib (norma dan aturan) yang telah menjadi kesepakatan bersama. Selanjutnya pengertian mendidik dari segi strategi dan metode yang digunakan, mendidik lebih menggunakan keteladan dan pembiasaan
LANDASAN PENDIDIKAN DAN PENERAPANNYA
LANDASAN PENDIDIKAN
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan.
LANDASAN FILOSOFIS
PENGERTIAN
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah :
Esensialisme : mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.
Perenialisme : aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
Pragmatisme dan Progresifme : aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
Rekonstruksionisme : mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan hakikat orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
PANCASILA SEBAGAI LANDASAN FIOLOSOFIS SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945, sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia.
LANDASAN HISTORIS
PENGERTIAN
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi, secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta ideology bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri.
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
Berikut ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
Sejarah pendidikan dunia
Sejarah pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang meliputi zaman-zaman: Realisme, Rasionalisme, Naturalisme, Developmentalisme, Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta Sosialisme.
Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam,
Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar (Pidarta, 2007: 112).
Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke. Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme (Pidarta, 2007: 114).
Menurut John Locke ada tiga langkah dalam proses belajar mengajar, yaitu:
Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
Berpikir (Pidarta, 2007: 114)
Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati (Pidarta, 2007: 115).
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118). Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan kebutuhannya
Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun mereka
Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai dengan alamnya sendiri (Pidarta, 2007: 116)
Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall (Pidarta, 2008: 116). Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia (Pidarta, 2007:119).
Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak (Pidarta, 2007: 120) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008: 114)
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik (nurture) (Rohmawati, 2008).
Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114).
Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan jasmani (Rohmawati, 2008).
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 121).
Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Pidarta, 2007: 120).
Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartorp, George Kerchensteiner (jerman), dan John Dewey (Amerik Serikat). Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu itu ibarat atom-atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidk ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (Pidarta, 2007: 121)
Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2007: 125). Mudyahardjo dan Nasution (Dalam rohmawati 2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha(Purba)
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Jika kita mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang bisa kita gunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, komputer (laptop), dan internet.
Seharusnya pada saat ini justru kita harus lebih baik lagi dan lebih maju dari pada abad 9 tersebut yang belum ada pendidikan manajemen dan pendidikan arsitek.
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Awal masuknya Agama Islam di Indonesia
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah.
Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia
Di langgar
Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
Pendidikan di pesantren
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
Pendidikan Madrasah
Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah
Tingkat TK : Bustanul
Tingkat SD : Ibtidaiyah
Tingkat SMP : Tsanawiyah
Tingkat SMA : Aliyah
Wali Sanga
Wali adalah sahabat Allah, yaitu orang yang dicintai oleh Allah serta memiliki pengetahuan agama islam yang mendalam. Wali merupakan orang yang pintar, ahli agama, dan filsafat hidupnya dicurahkan untuk agama, tidak mementingkan dunia materi. Tugas utamanya adalah sebagai penyebar agama. Selain sebagai penyiar agama, ia juga menjadi pelopor dalam usaha memajukan kehidupan rakyat (Rizal, 2008).
Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengjarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini tidak hanya mengajarkan khusus agama saja, tetapi juga mengejarkan pengetahuan umum. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal, 2008).
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19 (rohmawati, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati, 2008).
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008).
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka (Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sekolah-sekolah yang ada pada jaman Belanda semenjak Jepang datang ke Indonesia diganti dengan sistem Jepang. Murid hanya mendapat pengetahuan sedikit, dan hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Sistem sekolah di masa Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda
Sekolah Jepang terbuka untuk semua golongan penduduk, lama belajar 6 tahun, bahasa pengantarnya adalah bahasa Daerah dan bahasa Melayu.
Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) masing-masing pendidikan 3 tahun.
Sekolah kejuruan masih ada, yaitu Sekolah Pertukangan dan Sekolah Teknik Menengah.
Sekolah guru banyak didirikan. Ada tiga macam sekolah guru
Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
Pelajaran yang diberikan meliputi: Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia (Melayu), adat istiadat, Bahasa Jepang, dan Kebudayaan Jepang ( Rizal: 2008).
Zaman 'Orde Baru'
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori (Dalam Pidarta 2008: 139-140) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
Zaman 'Reformasi'
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management) KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
LANDASAN PSIKOLOGIS
PENGERTIAN
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
PSIKOLOGIS PERKEMBANGAN
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
PSIKOLOGI BELAJAR
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai "suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan" (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
PSIKOLOGI SOSIAL
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu:
Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah:
Minat dan kebutuhan individu.
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
Harapan sukses.
DAFTAR PUSTAKA
Buku pengantar pendidikan karangan Redja Mudyahardjo
Sardiman. 2005. Interaksi dan motivasi belajar "MENGAJAR". Jakarta. Raja Grafindo. Halaman 51.
hariannetral. com/2014/06/berbagai-pengertian-mendidik.html
insyirohati.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-pendidiakan.html
http://www.syaarar.com/index.php?module=content&id=912
http://www.e-psikologi.com/epsi/pendidikan_detail.asp?id=462
http://www.infokomunitas.com/index.php?option=com_content&task=view&id=652&Itemid =28
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pendidiakan_menurut_para_ahli_info405.html
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/08/landasan-pendidikan-dan-penerapannya/
http://andira95.blogspot.co.id/2013/06/hakikat-pendidikan.html
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/landasan-historis-kultural-yuridis-dan.html?m=1
http://oktoferiana.blogspot.co.id/2013/10/landasan-historis-pendidikan_19.html
https://dykaandrian.blogspot.co.id/2015/01/makalah-landasan-psikologi-pendidikan.html