Uji Kekerasan Material 1. Pengertian Pengujian Logam
Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun proses pengujiannya dikelompokkan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok metode pengujian, pengujian, yaitu : a. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan kerusakan logam yang diuji. b. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak dapat menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji. c. Metallography, Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi kimianya, unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, dan bentuk strukturnya. Pada makalah ini, kami hanya akan menjelaskan tentang Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan kerusakan logam yang diuji.
ness Te T est ) Uji Kekerasan (H ar dness
Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut. Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya cenderung le bih rapuh dan sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis.
Dasar-Dasar Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat
apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu Metode Mohs (menggores), Metode Dinamik (pantulan), dan Metode penekanan/penusukan (indentansi) Tabel 2.1 Logam F erro Dan Pemakaiannya Nama
Baja lunak ( Mild Steel )
Komposisi Campuran ferro dan karbon (0,1%-0,3%)
Sifat
Pemakaian
Ulet dan dapat ditempa dingin
Pipa, mur, baut, dan sekrup
Baja karbon Campuran ferro sedang dan karbon Lebih ulet (medium (0,4%-0,6%) carbon steel ) Baja karbon tinggi (high carbon steel )
Poros, rel dan peron
baja,
Perlengkapan Campuran ferro mesin perkakas, Dapat ditempa dan karbon kikir, gergaji, dan disepuh (0,7%-1,5%) pahat, tap, penitik, dan stempel
Baja karbon tinggi Baja kecepatan ditambah dengan tinggi nikel/krom/kobalt (high /tungsten/ speed steel ) vanadium
Getas, dapat disepuh keras, dimudakan, dan tahan terhadap suhu tinggi
Alat potong yang digunakan ialah pahat bubut, pisau fris, mata bor, dan perlengkapan mesin perkakas
Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell , Brinell , dan Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masingmasing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam menentukan angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada pengukuran kedalaman hasil
penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk berkasnya (indentasi) pada benda uji. Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda. Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya.
2. Metode Mohs (Menggores)
Pengujian kekerasan dengan metode gores dilakukan dengan cara mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji kepada spesimen. Benda uji di gores satu sama lainnya, yang tergores adalah yang lebih lunak. Skala Mohs adalah skala yang digunakan untuk mengukur kekerasan suatu mineral dengan jalan membandingkannya dengan mineral lain. Skala kekerasan mineral Mohs mengklasifikasikan resistensi goresan terhadap berbagai mineral melalui kemampuan suatu bahan keras menggores bahan yang lebih lunak. Skala ini diciptakan tahun 1812 oleh geolog dan mineralog Jerman Friedrich Mohs dan merupakan satu dari beberapa definisi kekerasan dalam teknik material. Metode perbandingan kekerasan dengan melihat mineral mana yang mampu menggores mineral lain sudah lama ada, pertama kali disebutkan oleh Theophrastus dalam tulisannya Tentang Batuan sekitar tahun 200 SM, diikuti Plinius yang Tua dalam Naturalis Historia sekitar tahun 77 M.
Skala kekerasan mineral Mohs didasarkan pada kemampuan satu sampel materi alami untuk menggores materi yang lain. Sampel materi yang digunakan Mohs adalah semua mineral. Mineral adalah zat murni yang ditemukan di alam sekitar. Batuan terbuat dari satu atau beberapa minera. Sebagai zat alami terkeras yang pernah ada ketika skala ini dibuat, intan ditempatkan di puncak skala. Kekerasan bahan diukur terhadap skala ini dengan menemukan bahan terkeras yang dapat menggores suatu bahan lunak atau sebaliknya. Misalnya, jika beberapa bahan mampu digores oleh apatit, namun tidak dengan fluorit, maka kekerasannya pada skala Mohs dapat menempati nilai 4 dan 5. Skala Mohs adalah skala ordinal murni. Misalnya, korundum (9) dua kali lebih keras daripada topaz (8), namun intan (10) hampir empat kali lebih keras daripada korundum. Tabel di bawah memperlihatkan perbandingan dengan kekerasan absolut yang diukur menggunakan sklerometer dengan contoh gambar.
Tabel 1 : Skala Mohs yang terdiri dari 10 nilai material standar. Kekerasan Mohs
Mineral
Formula kimia
Kekerasan absolut
1
Talek
Mg3Si4O10(OH)2
1
2
Gipsum
CaSO4·2H2O
3
3
Kalsit
CaCO3
9
4
Fluorit
CaF2
21
5
Apatit
Ca5(PO4)3(OH – ,Cl – ,F 48 – )
6
Feldspar Ortoklas
KAlSi3O8
72
7
Kuarsa
SiO2
100
8
Topaz
Al2SiO4(OH – ,F – )2
200
9
Korundu m
Al2O3
400
10
Intan
C
1600
Gambar
Pada skala Mohs, grafit (bagian utama dari "ujung" pensil) memiliki tingkat kekerasan 1,5; kuku 2,2 – 2,5; koin tembaga 3,2 – 3,5; pisau saku 5,1; badan pisau 5,5; kaca jendela 5,5; dan file 6,5. Sebuah pelat garis (porselen non-kaca) memiliki tingkat kekerasan 7,0. Penggunaan bahan-bahan biasa dengan kekerasan yang sudah diketahui dapat menjadi cara sederhana untuk memperkirakan posisi suatu mineral pada skala ini. Tabel 2 : daftar mineral dan skala Mohsnya. Kekerasan
Zat atau mineral
0.2 – 0.3
sesium, rubidium
0.5 – 0.6
litium, natrium, kalium
1
talk
1.5
galium, stronsium, indium, timah, barium, talium, timbal, grafit
2
3
boron nitrida heksagonal,[10] kalsium, selenium, kadmium, sulfur, telurium, bismut magnesium, emas, perak, aluminium, seng, lantanum, serium, jet (lignit) kalsit, tembaga, arsenik, antimon, torium, dentin
4
fluorit, besi, nikel
4 – 4.5
platinum, baja
5 5.5
apatit, kobal, zirkonium, paladium, tooth enamel, obsidian (kaca vulkanik) berilium, molibdenum, hafnium
6
ortoklas, titanium, mangan, germanium, niobium, rodium, uranium
6 – 7
kaca, kuarsa gabungan, besi pirit, silikon, rutenium, iridium, tantalum, opal kuarsa, vanadium, osmium, renium
2.5 – 3
7 7.5 – 8 8
baja keras, tungsten, zamrud, spinel, Phenakite, beril, Euclase, zirkon topaz, zirkonia kubik
8.5
krisoberil, kromium, Yttrium aluminium garnet (YAG)
9 – 9.5
korundum (rubi, safir), silikon karbida (karborundum), tungsten karbida, titanium karbida, stisovit renium diborida, tantalum karbida, titanium diborida, boron
9.5 – 10
[11][12][13]
10
intan/berlian, karbonado (berlian hitam)
>10
intan nanokristalin (hiperintan, fulerit ultrakeras)
3. Metode Dinamik (Pantulan)
Pengujian Kekerasan dengan metode Dinamik (Kekerasan Pantul) dilakukan dengan cara menghitung energi Impak yang dihasilkan oleh Indentor yang dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah Shore Scleroscope. Berikut ini merupakan gambar 1 dari Shore Scleroscope
Gambar 1 : Shore Scleroscope
Indentor dijatuhkan pada permukaan material, kemudian pantulan yang amat tinggi yang terjadi. Perbedaan ketinggian saat dijatuhkan dan pantulannya menunjukkan besarnya energi yang diserap material. Pada Metode dinamik Indentor berupa bola. 4. Metode penekanan/penusukan (Indentansi)
Pengujian Kekerasan dengan Metode Indentansi (Metode penekanan) adalah dengan cara mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya tekanan yang diberikan oleh Indentor dengan memperhatikan besar beban yang diberikan dan besar identansi. Uji kekerasan dengan metode identansi ini terdiri atas beberapa cara, antara lain :
Metode Brinnel Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap deformasi plastis yang biasanya dilaksanakan dengan cara penetrasi sehingga menghasilkan jejak atau lekukan pada permukaan benda yang diuji. Pengujian kekerasan bahan dengan metode Brinell merupakan salah satu metode pengujian kekerasan yang banyak dipakai. Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan cara menekankan sebuah bola baja berdiameter 10 mm pada permukaan benda uji (spesimen) dengan gaya atau beban 3000 kgf untuk besi dan baja, serta dengan periode waktu tertentu (biasanya 10 - 15 detik). a.
Ada beberapa jenis mesin pengujian kekerasan Brinell, seperti mesin Brinell manual, mesin Brinell digital, mesin Brinel semi otomatis dan mesin Brinell otomatis penuh. Salah satu jenis mesin pengujian kekerasan Brinell manual dan indentornya diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gbr 1. Mesin pengujian kekerasan Brinell dan indentor Hasil dari penekanan indentor atau penetrator yang berupa bola baja yang dikeraskan ini adalah jejak atau lekukan berbentuk tembereng bola pada permukaan spesimen.
Gbr 2. Proses penekanan benda uji oleh indentor
Selanjutnya untuk mendapatkan nilai kekerasan dari benda uji, diameter jejak tersebut diukur dengan menggunakan sebuah miroskop. Pengukuran dilakukan pada dua buah diameter yang saling tegak lurus atau membentuk sudut siku-siku (90°), yang diambil rata-ratanya. Angka kekerasan Brinell (BHN = Brinell Hardness Number atau lebih umum HB saja) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
atau
di mana, P = gaya atau beban uji dalam kilogram gaya (kgf). D = diameter indentor bola dalam mm. d = diameter jejak dalam mm.
Tabel di bawah ini memperlihatkan contoh kekerasan Brinell dari beberapa material :
Indentor dan Beban Uji
Sebagai indentor selain bola standar berdiameter 10 mm, pada uji kekerasan Brinell dapat juga digunakan indentor dengan ukuran yang lebih kecil, seperti indentor bola berdiameter 5 mm, 2,5 mm atau 1 mm. Untuk menguji material yang lebih keras, maka dapat digunakan bola tungsten karbida (tungsten carbide) sebagai pengganti bola baja. Ukuran diameter bola indentor yang dipilih dsesuaikan dengan ketebalan dan perkiraan kekerasan dari benda uji. Sementara itu, rentang beban uji yang dapat digunakan pada pengujian kekerasan Brinell adalah 1 hingga 3000 kgf. Sedangkan lamanya waktu penerapan beban ini berkisar antara 10 sampai 15 detik untuk untuk besi dan baja serta sedikitnya 30 detik untuk logam-logam yang lebih lunak. Standar Metode Pengujian
Teori dan praktek metode pengujian kekerasan Brinell disajikan secara lengkap di dalam standar ASTM E10 (Metode standar pengujian kekerasan Brinell untuk material logam), selain itu juga standar internasional untuk pengujian kekerasan Brinell ini telah diterbitkan oleh ISO, yaitu standar ISO 6506-1 (Material logam : Pengujian kekerasan Brinell - Bagian 1 - Metode pengujian). Perbandingan Beban dan Diameter Bola Indentor
Jika perbandingan beban (P) dengan diameter kuadrat bola (D 2) dibuat konstan, maka akan didapat angka kekerasan Brinell yang sama bila diukur dengan parameter standar (indentor bola berdiameter 10 mm dan beban 3000 kgf). Oleh karena itu, untuk logam besi dan baja dapat dipilih besarnya beban dan diameter bola dengan menggunakan perbandingan P/D 2 = 30 sebagai berikut,
Untuk paduan tembaga dan aluminium keras perbandingannya adalah P/D 2 = 15. Misalkan pada pengujian paduan aluminium keras digunakan indentor bola berdiameter 5 mm, maka besarnya beban uji dapat ditentukan sebagai berikut : P/D2 = 15 P/52 = 15 P/25 = 15 P = 25 × 15 = 375 kgf Sedangkan untuk paduan tembaga dan aluminium lunak perbandingannya menjadi P/D2 = 5. Sementara untuk logam timbal dan logam lunak lainnya, dapat diambil nilai perbandingan yang lebih kecil.
Penulisan Angka Kekerasan Brinell
Dalam penulisan laporan hasil pengujian kekerasan Brinell sering dijumpai huruf HBS atau HBW. Huruf HBS merupakan singkatan dari kekerasan Brinell dengan indentor bola baja (Steel ball), sedangkan huruf HBW merupakan singkatan dari kekerasan Brinell dengan bola wolfram/Tungsten karbida. Contoh penulisan penunjukan angka kekerasan Brinell adalah seperti berikut, 125 HBS 5/750/30, di mana "125" menunjukkan angka kekerasan Brinell, "HBS" artinya pengujian Brinell dengan menggunakan indentor bola baja, "5" artinya diameter bola dalam milimeter, "750" merupakan besarnya gaya atau beban yang diterapkan dalam satuan kgf, dan "30" adalah lamanya waktu penerapan beban. Contoh yang lain, misalkan ditulis 550 HBW 10/3000/15, di mana "550" menunjukkan kekerasan Brinell, "HBW" artinya pengujian kekerasan Brinell dengan indentor bola tungsten (wolfram), "10" menunjukkan diameter bola dalam mm, dan "3000" merupakan besarnya beban yang diterapkan dalam kgf, serta "15" adalah waktu penerapan beban (dwell time) dalam detik.
Keuntungan dan Kekurangan
Pengujian kekerasan bahan dengan metode Brinell memilki beberapa keuntungan dan kekurangan seperti berikut, Keuntungan : ▪
Dapat digunakan untuk menguji material yang tidak homogen.
▪ Permukaan benda uji tidak perlu sehalus mungkin ▪ Ukuran jejak relatif besar Kekurangan :
▪ Perlu ketelitian untuk mengukur jejak. ▪ Proses pengujian lama ▪ Tidak dapat menguji bahan yang tipis a.