Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Editor Oliver Morgan – Honorary Research Fellow, London School of Hygiene and Tropical Medicine Moris Tidball-Binz Forensic Coordinator, Assistance Division, International Committee of the Red Cross Dana Van Alphen – Regional Advisor, Pan American Health Organization/W Organization/World orld Health Organization
S P O
A H O
I
O R P
S A L U T E P A
O P S
H O
N
O V I
I
D
N M U
Area on Emergency Preparedness and Disaster Relief
World Health Organization
Washington D.C., 2009
PAHO HQ Library Cataloguing-in-Publication Morgan, Oliver -- ed Management of dead bodies after disasters: a eld manual for rst responders Washington, D.C: PAHO, © 2006 Diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh Komite Internasional Palang Merah (ICRC)
I. Title II. Tidball-Binz, Morris -- ed III. Van Alphen, Dana -- ed 1. CADAVER 2. NATURAL DISASTERS 3. DISASTER EMERGENCIES 4. DISASTER PLANNING NLM WA 840 © Pan American Health Organization, 2006 Buku panduan ini adalah publikasi dari Bidang Tanggap Darurat dan Pertolongan Bencana ( Area on Emergency Preparedness and Disaster Relief ), yang merupakan bagian dari Organisasi Kesehatan Pan-Amerika ( Pan American Health Organization atau PAHO), Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO), dan Komite Internasional Palang Merah ( International Committee of the Red Cross atau ICRC). Pendapat-pendapat, rekomendasi-rekomendasi, dan istilah-istilah yang disajikan dalam publikasi ini tidak selalu mencerminkan kriteria atau kebijakan-kebijakan yang sekarang ini berlaku dari PAHO/WHO atau dari negara-negara anggotanya. Organisasi Kesehatan Pan-Amerika menyambut baik permohonan izin untuk mereproduksi atau menerjemahkan publikasi ini, secara utuh ataupun secara sebagian. Permohonan izin semacam itu dan permintaan keterangan lainnya perlu dialamatkan ke: Area on Emergency Preparedness and Disaster Relief, Pan American Health Organization, 525 Twentythird Street, N.W., Washington, D.C. 20037, USA; fax: (202) 775-4578; e-mail:
[email protected]. Publikasi ini dapat diterbitkan berkat dukungan keuangan dari Divisi Bantuan Kemanusiaan, Perdamaian, dan Keamanan Badan Pembangunan Internasional Canada (Division of Humanitarian Assistance, Peace, and Security of the Canadian International Development Agency atau HAPS/CIDA), Kantor Bantuan Bencana Luar Negeri Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (Ofce of Foreign Disaster Assistance of the United States Agency for International Development atau OFDA/USAID), Badan Pembangunan Internasional Kerajaan Inggris (United Kingdom's Department for International Department atau DFID), dan Kantor Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa ( European Commission Humanitarian Aid Ofce atau ECHO).
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................................
v
KONTRIBUTOR ................................................................................................................... vii 1.
Pendahuluan ................................................................................................................
1
2.
Koordinasi ....................................................................................................................
3
3.
Risiko Penyakit Menular ................................................................................................
5
4.
Pengambilan Jenazah ...................................................................................................
7
5.
Penyimpanan Jenazah .................................................................................................. 11
6.
Pengidentifikasian Jenazah ........................................................................................... 15
7.
Manajemen Informasi .................................................................................................... 21
8.
Penyimpanan Jangka Panjang dan Penguburan Jenazah ............................................. 23
9.
Komunikasi dan Media .................................................................................................. 27
10. Dukungan bagi Pihak Keluarga dan Kerabat ................................................................. 29 11. Pertanyaan-pertanyaan Yang Sering Diajukan ............................................................... 31 Lampiran 1:
Formulir Pengidentifikasian Jenazah .............................................................. 36
Lampiran 2:
Formulir Orang Hilang ................................................................................... 40
Lampiran 3:
Nomor Urut sebagai Nomor Acuan Tunggal .................................................. 45
Lampiran 4:
Lembar Inventarisasi Jenazah ....................................................................... 46
Lampiran 5:
Publikasi Pendukung ..................................................................................... 47
Lampiran 6:
Organisasi-organisasi Internasional Yang Terlibat dalam Penyusunan Buku Panduan Ini ........................................................... 48
Lampiran 7:
Daftar Periksa Rencana Kematian Massal untuk Kemeterian Kesehatan dan Lembaga Penanggulangan Bencana Nasional ........................................ 54
iii
iv
PRAKATA Manajemen jenazah merupakan salah satu aspek tersulit di bidang tanggap bencana. Padahal, bencana alam pada khususnya dapat menimbulkan korban tewas dalam jumlah besar. Walaupun komunitas kemanusiaan telah dua puluh tahun lebih menyadari tantangan tersebut, besarnya jumlah korban tewas sebagai akibat tsunami Asia Tenggara pada tahun 2004 lalu menunjukkan terbatasnya kapasitas yang saat ini kita miliki untuk memberikan tanggap darurat. Beberapa bencana alam besar yang terjadi tahun 2005, termasuk Topan Katrina di Amerika Serikat, Topan Stan di Amerika Tengah, dan gempa bumi di Pakistan Utara dan India, semakin memperlihatkan perlunya pedoman praktis. Bencana alam sering kali membuat kewalahan sistem-sistem lokal yang mengurusi korban tewas. Akibatnya, tanggung jawab pemberian respon yang bersifat langsung, berada di tangan organisasi dan masyarakat setempat. Tidak adanya petunjuk spesialis atau skema penanganan korban tewas massal (mass fatality planning ) memperbesar masalah yang ada, sehingga sering kali terjadi mismanajemen jenazah. Ini hal penting, karena cara penanganan korban mempunyai pengaruh besar dan jangka panjang terhadap kesehatan mental korban dan masyarakat secara keseluruhan. Di samping itu, pengidentikasian jenazah secara benar sangat penting dari segi hukum, yakni terkait isu pewarisan dan pertanggungan (asuransi), yang dapat memberikan dampak pada pihak keluarga dan kerabat selama bertahun-tahun sesudah bencana terjadi. Buku panduan ini merupakan langkah maju penting dalam upaya meningkatkan perlakuan terhadap korban serta keluarga mereka. Buku ini mengakui betapa pentingnya peran organisasi dan komunitas lokal dan betapa sulitnya tugas penanganan jenazah usai terjadinya bencana. Kami senang bahwa prinsip-prinsip yang diuraikan dalam dokumen ini diimplementasikan dan dipromosikan oleh berbagai organisasi, termasuk Pan American Health Organization (Organisasi Kesehatan Pan-Amerika), World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia), International Committee of the Red Cross (Komite Internasional Palang Merah), dan International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societies (Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah).
Mirta Roses Periago Direktur Organisasi Kesehatan Pan-Amerika v
KONTRIBUTOR
Bab 1 Pendahuluan
Oliver Morgan Dana van Alphen Morris Tidball-Binz
Bab 2 Koordinasi
Dana van Alphen Boonchai Somboonsook
Bab 3 Risiko Penyakit Menular
Oliver Morgan
Bab 4 Pengambilan Jenazah
Oliver Morgan
Bab 5 Penyimpanan Jenazah
Oliver Morgan Pongruk Sribanditmongkol
Bab 6 Pengidentikasian Jenazah
Stephen Cordner Pongruk Sribanditmongkol
Bab 7 Manajemen Informasi
Morris Tidball-Binz
Bab 8 Penyimpanan Jangka Panjang dan Penguburan Jenazah
Oliver Morgan Yves Etienne Boyd Dent
Bab 9 Komunikasi dan Media
Morris Tidball-Binz
Bab 10 Dukungan bagi Pihak Keluarga dan Kerabat Moris Tidball-Binz Bab 11 Pertanyaan yang Sering Diajukan
Claude de Ville de Goyet
Lampiran Formulir Pengidentikasian Jenazah Formulir Orang Hilang
Ute Hofmeister Morris Tidball-Binz vii
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Aliasi Oliver Morgan
Peneliti, London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris
Morris Tidball-Binz
Koordinator Forensik, Divisi Bantuan, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Jenewa, Swiss
Dana Van Alphen
Penasihat Regional, Organisasi Kesehatan Pan Amerika / Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Boonchai Somboonsook
Deputi Direktur, Departemen Dukungan Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Thailand
Stephen Cordner
Direktur, Victoria Institute of Forensic Medicine, Australia
Yves Etienne
Kepala Divisi Bantuan, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Jenewa, Swiss
Boyd Dent
Dosen, University of Technology, Sydney, Australia
Claude de Ville de Goyet
Konsultan Tanggap Darurat
Ricardo Perez
Penasihat Regional (Publikasi), Organisasi Kesehatan Pan Amerika / Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Ute Hofmeister
Penasihat Forensik, Divisi Bantuan, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Jenewa, Swiss
Sharleen DaBreo
Direktur, Departemen Penanganan Bencana, British Virgin Islands
viii
1. PENDAHULUAN
Buku panduan ini mempunyai dua tujuan luas: pertama, untuk mempromosikan manajemen jenazah yang benar dan bermartabat dan kedua, untuk memaksimalkan pengidentikasian jenazah. Usai terjadinya bencana, ada sejumlah langkah sederhana yang jika dilaksanakan sedini mungkin dapat meningkatkan secara signikan peluang berhasilnya upaya pengidentikasian. Namun, dalam sebagian besar kasus, manajemen jenazah segera setelah terjadinya bencana dilakukan oleh organisasi dan komunitas lokal, bukan oleh tim spesialis yang terdiri dari para ahli di tingkat nasional dan internasional. Karena itu, buku panduan ini fokus memberikan rekomendasi praktis bagi non-spesialis. Begitu terjadi bencana, hanya ada sedikit waktu untuk membaca sebuah pedoman. Karena itu, dalam buku pedoman ini setiap tugas utama dibahas dalam satu bab tersendiri, dengan menggunakan poin-poin untuk mempersingkat dan memperjelas pembahasan. Para koordinator setempat bisa memfotokopi dan membagikan bab-bab yang relevan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tugas tertentu, misalnya t ugas pengambilan jenazah. Buku panduan ini bukanlah kerangka komprehensif bagi penyelidikan forensik. Namun, jika diikuti, rekomendasi-rekomendasi yang ada akan membantu pekerjaan spesialis forensik ketika mereka tiba di lokasi kejadian. Rekomendasi-rekomendasi ini juga akan membantu komunitas yang tidak memiliki keahlian forensik untuk mengumpulkan informasi dasar yang bisa berguna bagi pengidentikasian jenazah. Meskipun demikian, buku pedoman ini tidak menghilangkan perlunya pengidentikasian jenazah yang dilakukan oleh ahli forensik.
1
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
2
2. KOORDINASI
Rangkuman ♦
Segera setelah terjadinya bencana, tanggap darurat sering kacau balau dan tak terkoordinasi.
♦
Koordinasi diperlukan di semua tingkatan: lokal, regional, dan nasional.
♦
Skema kesiapan bencana (disaster preparedness plan) barangkali sudah memiliki sebuah struktur koordinasi.
♦
Koordinasi dini penting untuk tugas-tugas berikut ini: T Mengelola informasi dan mengkoordinasi kegiatan asesmen. T Mengidentikasi sumber daya yang diperlukan (misalnya: tim forensik, kamar
jenazah, kantung jenazah, dan lain-lain). T Melaksanakan rencana tindakan (skema tindakan) bagi manajemen jenazah. T Menyebarluaskan informasi akurat kepada keluarga dan masyarakat tentang
pengidentikasian orang hilang dan manajemen jenazah.
Koordinasi lokal yang efektif ♦
Dalam waktu sesingkat mungkin, dan sesuai dengan skema kesiapan bencana yang ada, identikasi suatu lembaga dan orang yang dapat berfungsi sebagai koordinator lokal untuk memegang wewenang dan tanggung jawab penuh atas manajemen jenazah (misalnya Gubernur, Kapolda, Pangdam, Bupati/Walikota).
♦
Sebaiknya jangan memilih Kepala Rumah Sakit atau Kepala Medis sebagai koordinator karena tanggung jawab utama mereka adalah merawat korban selamat dan korban luka.
♦
Bentuk sebuah tim di lingkungan Pusat Operasi Darurat (Emergency Operations Center ) untuk mengkoordinasi manajemen jenazah. Masukkan ke dalam tim ini mitra-mitra operasional inti, antara lain militer, pertahanan sipil (perlindungan massa), dinas pemadam kebakaran, organisasi-organisasi tanggap darurat atau 3
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
penyelamatan setempat, Perhimpunan Palang Merah/Bulan Sabit Merah, dinas pemakaman, rumah jenazah, petugas pemeriksa sebab-sebab kematian, dan lain sebagainya. ♦
Angkat orang-orang tertentu untuk memimpin satu atau lebih dari tugas-tugas berikut ini, dan beri mereka salinan bab yang relevan dari buku panduan ini: T Pengambilan jenazah (Bab 4) T Penyimpanan jenazah (Bab 5) T Pengidentikasian jenazah (Bab 6) T Informasi dan komunikasi (Bab 7 dan 11) T Penguburan jenazah (Bab 8) T Dukungan bagi Keluarga (Bab 10) T Logistik (Bab 4, 5, 6, dan 8)
Koordinasi regional/provinsi dan nasional yang efektif ♦
Dalam waktu sesingkat mungkin, angkat seseorang sebagai koordinator nasional atau regional/provinsi dan beri dia wewenang yang semestinya atas manajemen jenazah (misalnya Menteri, Gubernur, Kapolda, Pangdam, Bupati/Walikota).
♦
Pergunakan bagian mengenai korban tewas secara massal dari skema tanggapan bencana atau buku panduan bencana besar yang Anda miliki sebagai acuan, jika ada.
♦
Bentuklah sebuah kelompok koordinasi yang antara lain terdiri dari individuindividu penting dengan tugas memberikan masukan mengenai: T T T T T
4
Komunikasi dengan publik dan media Permasalahan hukum menyangkut pengidentikasian dan sertikasi kematian Dukungan teknis bagi pengidentikasian dan dokumentasi Dukungan logistik (misalnya militer atau kepolisian) Hubungan (liasion) dengan perwakilan diplomatik, organisasi antar pemerintah, organisasi internasional (misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa/ PBB, Organisasi Kesehatan Dunia/WHO, Komite Internasional Palang Merah/ ICRC, Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah/IFRC, dan INTERPOL)
3. RISIKO PENYAKIT MENULAR Rangkuman ♦
Dalam sebagian besar kasus, setelah terjadinya bencana alam muncul kekhawatiran bahwa jenazah-jenazah yang ada akan menyebabkan wabah penyakit.
♦
Kekhawatiran tersebut secara keliru disebarkan oleh media massa dan tenaga profesional di bidang medis dan bencana.
♦
Jenazah tidak menimbulkan wabah penyakit setelah bencana alam.
♦
Tekanan politik yang muncul karena pandangan keliru tersebut menyebabkan pihak berwenang mengambil langkah-langkah yang tidak perlu, misalnya penguburan massal sesegera mungkin dan penyemprotan ”disinfektan.”
♦
Akibat manajemen yang salah terhadap jenazah antara lain adalah timbulnya stres dan masalah hukum bagi pihak keluarga korban tewas.
♦
Warga yang selamatlah yang berkemungkinan lebih besar untuk menyebarkan penyakit, bukan jenazah.
Infeksi dan jenazah ♦
Korban bencana alam yang tewas pada umumnya meninggal karena luka, tenggelam, atau terbakar, bukan karena penyakit.
♦
Pada saat kematiannya, korban biasanya tidak sedang sakit dengan infeksi yang menyebabkan wabah (yaitu pes, kolera, tipus, dan anthraks).
♦
Hanya sedikit korban bencana alam yang menderita infeksi darah kronik (hepatitis atau HIV), TBC, atau diare.
♦
Sebagian besar organisme infeksi tersebut tidak bertahan hidup lebih dari 48 jam pada jenazah. Pengecualian adalah HIV yang didapati bertahan hidup 6 hari pada jenazah.
5
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Risiko bagi masyarakat ♦
Risiko bagi masyarakat boleh diabaikan karena masyarakat tidak menyentuh jenazah.
♦
Ada potensi risiko dari meminum air yang telah tercemar kotoran yang keluar dari jenazah, tetapi risiko semacam ini belum terdokumentasikan.
Risiko bagi orang yang menangani jenazah ♦
Individu yang menangani jenazah menghadapi risiko kecil terkena infeksi berikut ini melalui kontak dengan darah dan kotoran (orang sering kali mengeluarkan kotoran setelah meninggal): T Hepatitis B dan C. T HIV. T TBC. T Diare.
♦
Tim pengambilan jenazah bekerja dalam lingkungan berbahaya (misalnya reruntuhan bangunan dan puing-puing) sehingga berisiko mengalami luka atau terkena tetanus (berjangkit melalui tanah).
Langkah preventif demi keselamatan orang yang menangani jenazah ♦
Kebersihan (higiene) dasar akan melindungi pekerja dari terpapar penyakit yang penularannya melalui darah dan cairan tubuh tertentu. Pekerja perlu menerapkan langkah-langkah pencegahan berikut ini: T Pakai sarung tangan dan sepatu boot, jika ada. T Cuci tangan dengan sabun dan air setelah menangani jenazah dan sebelum
makan. T Jangan menyeka wajah atau mulut dengan tangan. T Cuci dan bersihkan dengan disinfektan semua peralatan, pakaian, dan
kendaraan yang dipakai untuk mengangkut jenazah. ♦
Masker tidak perlu dipakai, tetapi perlu disediakan jika dimint a untuk menghindari rasa khawatir dari yang bersangkutan.
♦
Pengambilan jenazah dari ruang yang tertutup dan tak berventilasi perlu dilakukan dengan hati-hati. Setelah beberapa hari mengalami pembusukan, jenazah dapat mengeluarkan gas-gas beracun yang berpotensi membahayakan. Tunggu beberapa saat agar udara segar masuk ke dalam ruang tertutup tersebut terlebih dahulu.
♦
Lihat Bab 4 (Pengambilan Jenazah) untuk mengetahui rekomendasi tentang penggunaan kantung jenazah.
6
4. PENGAMBILAN JENAZAH Rangkuman ♦
Pengambilan jenazah merupakan langkah pertama dalam manajemen jenazah dan biasanya berlangsung dalam suasana kacau dan tak teratur.
♦
Banyak orang dan kelompok terlibat dalam pengambilan jenazah. Komunikasi dan koordinasi dengan mereka sering kali sulit dilakukan.
♦
Pengambilan jenazah bisa mempunyai arti sangat penting bagi pengidentikasian. Karena itu, Bab 4 perlu dibaca secara berkesinambungan dengan Bab 6, Pengidentikasian Jenazah.
♦
Keseluruhan proses pengambilan jenazah berlangsung hanya beberapa hari atau beberapa minggu, tetapi bisa lebih lama dalam kasus gempa bumi atau bencana yang sangat besar.
Tujuan pengambilan jenazah ♦
Pengambilan jenazah secara cepat merupakan hal yang perlu diprioritaskan karena hal tersebut membantu pengidentikasian dan mengurangi beban psikologis pada korban selamat.
♦
Pengambilan jenazah jangan sampai mengganggu proses pemberian bantuan kepada para korban selamat.
Tenaga pengambilan jenazah ♦
Pengambilan jenazah sering kali dilakukan secara spontan oleh individu-individu dalam jumlah besar, termasuk:
warga yang selamat
relawan (misalnya dari Perhimpunan Palang Merah/Bulan Sabit Merah)
tim pencarian dan penyelamatan
personil militer, kepolisian, dan pertahanan sipil (perlindungan massa). 7
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Kelompok-kelompok tersebut perlu dikoordinasi agar prosedur-prosedur dan langkah-langkah pencegahan untuk kesehatan dan keselamatan sebagaimana direkomendasikan dalam buku panduan ini diikuti.
Metode dan prosedur ♦
Jenazah harus dimasukkan ke dalam kantung jenazah. Bilamana tidak tersedia kantung jenazah, gunakan lembaran plastik, kain kafan, kain sepréi, atau materi lain yang tersedia di lokasi.
♦
Bagian jenazah (misalnya potongan tangan) perlu diperlakukan seperti jenazah utuh. Tim pengambilan jenazah tidak boleh melakukan upaya untuk mencocokkan bagian-bagian jenazah di lokasi bencana.
♦
Tim pengambilan jenazah akan bekerja paling efektif jika dibagi menjadi dua kelompok : satu kelompok untuk membawa jenazah ke pos pengumpulan terdekat dan satu kelompok lagi untuk mengangkut jenazah dari pos pengumpulan ke tempat pengidentikasian atau tempat penyimpanan.
♦
Catat tempat dan tanggal diketemukannya jenazah, karena hal ini membantu proses pengidentikasian. (Lihat Lampiran I, Formulir Jenazah.)
♦
Barang-barang milik pribadi, perhiasan, dan surat-surat tidak boleh dipisahkan dari jenazah yang bersangkutan selama proses pengambilan. Pemisahan baru boleh dilakukan dalam tahap pengidentikasian. (Lihat Bab 6, Pengidentikasian Jenazah.)
♦
Tandu, kantung jenazah, dan truk bak terbuka atau truk traktor dapat di pakai untuk mengangkut jenazah. Ambulans tidak boleh dipakai untuk tujuan tersebut karena ambulans berfungsi untuk membantu korban selamat.
Kesehatan dan keselamatan ♦
Tim pengambilan jenazah perlu mengenakan alat pelindung (sarung tangan dan sepatu boot untuk pekerjaan berat) dan mencuci tangan dengan sabun dan air setelah menangani jenazah. (Lihat Bab 3, Risiko Penyakit Menular Menular.) .)
Peralatan pelindung bagi petugas pengambilan jenazah, Banda Aceh, Indonesia, 2005
8
n a g r o M r e v i l O : r e b m u S
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Tim pengambilan jenazah sering kali bekerja di lingkungan yang dipenuhi puing dan reruntuhan bangunan. Perlu disediakan pelayanan pertolongan pertama dan perawatan medis sekiranya mereka mengalami luka-luka.
♦
Tetanus bisa menjadi masalah khusus bilamana anggota tim t im pengambilan jenazah belum pernah divaksinasi. Tim medis lokal perlu berjaga-jaga untuk menangani luka-luka yang berpotensi tetanus.
9
5. PENYIMPANAN JENAZAH Rangkuman ♦
Tanpa tempat penyimpanan berpendingin, jenazah akan membusuk dengan cepat.
♦
Dalam waktu 12 hingga 48 jam pada cuaca panas, pembusukan sudah mencapai titik di mana wajah jenazah tak mungkin dikenali lagi.
♦
Tempat penyimpanan berpendingin memperlambat kecepatan pembusukan dan membantu mengawetkan jenazah untuk tujuan pengidentikasian.
Opsi tempat penyimpanan ♦
Apapun tempat penyimpanan yang dipakai, setiap jenazah atau setiap bagian jenazah harus ditempatkan di dalam kantung jenazah atau dibungkus dengan lembaran sebelum dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan tersebut.
♦
Label dengan bahan anti-air (misalnya kertas yang dibungkus rapat dengan plastik) perlu dipakai, dan nomor identikasi tunggal perlu dituliskan pada label ini. (Lihat Kotak 6.1 pada Bab 6, Pengidentikasian Jenazah). Nomor identikasi tidak boleh dituliskan pada jenazah ataupun pada kantung jenazah karena akan mudah terhapus selama penyimpanan.
Pendinginan ♦
Pendinginan antara 20C dan 40C merupakan opsi terbaik
♦
Wadah pengangkutan berpendingin yang dipergunakan oleh perusahaan ekspedisi komersial dapat dipakai untuk menyimpan hingga 50 jenazah
♦
Kontainer dalam jumlah memadai jarang tersedia di lokasi bencana. Karena itu, perlu dipakai tempat penyimpanan alternatif sebelum tempat penyimpanan berpendingin tersedia.
11
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Penguburan sementara ♦
Penguburan sementara dapat menjadi alternatif yang baik untuk menyimpan jenazah bilamana cara lain tidak tersedia atau bilamana yang diperlukan ialah tempat penyimpanan sementara untuk waktu yang agak lama.
♦
Suhu di bawah tanah lebih rendah daripada suhu di permukaan tanah sehingga dapat menjadi tempat pendinginan alami.
♦
Lokasi penguburan sementara perlu dipersiapkan dengan cara berikut ini untuk memastikan agar pencarian lokasi dan pengambilan jenazah dapat dilakukan dengan mudah di kemudian hari: T Jenazah dikuburkan sendiri-sendiri jika jumlah jenazahnya sedikit atau
penguburan massal jika jumlahnya besar. T Liang kubur harus sedalam 1.5 m dan berjarak sekurang-kurangnya 200 m
dari sumber air minum. (Lihat Bab 8, Penyimpanan Jangka Panjang dan Penguburan Jenazah. T Jarak antara jenazah yang satu dengan yang lain sekurang-kurangnya 0,4 m. T Jenazah diatur secara berjajar, tidak ditumpuk. T Berikan tanda yang jelas pada masing-masing jenazah (Lihat Bab 6,
Pengidentikasian Jenazah) dan berikan tanda pada permukaan tanah untuk menandai posisi mereka.
s e g a m I y t t e G / P F A
Penguburan sementara jenazah di Thailand setelah bencana tsunami 26 Desember 2004.
12
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Es Kering ♦
Es kering (yakni, karbondioksida/CO2 yang beku pada suhu -78.50 C) cocok untuk penyimpanan jangka pendek. T Es kering tidak boleh diletakkan di atas jenazah meskipun dalam keadaan
terbungkus, karena bisa merusak jenazah. T Atur es kering sehingga membentuk dinding setinggi 0,5 m di sekeliling sekitar 20 jenazah, dan tutup dengan lembaran plastik, terpal, atau tenda. T Jumlah total es kering yang diperlukan setiap harinya kurang lebih 10 kg per jenazah, tergantung suhu luar. T Es kering harus ditangani dengan hati-hati karena dapat menyebabkan ”luka bakar dingin” jika disentuh tanpa sarung tangan semestinya. T Bilamana mencair, es kering mengeluarkan gas karbondioksida yang beracun.
Jangan menggunakan ruangan atau bangunan yang tertutup bila menggunakan es kering. Lebih baik menggunakan ruangan yang ventilasi alaminya bagus.
Es ♦
Sedapat mungkin hindari penggunaan es batu karena: T Pada cuaca panas, es mencair dengan cepat sehingga diperlukan es batu dalam
jumlah besar. T Ketika mencair, es menjadi air limbah dalam jumlah besar sehingga dapat
menimbulkan risiko diare. Pembuangan air limbah ini akan menjadi isu penanganan tersendiri. T Air bisa merusak jenazah dan barang-barang pribadi (misalnya KTP).
13
6. PENGIDENTIFIKASIAN JENAZAH Rangkuman ♦
Pengidentikasian jenazah dilakukan dengan mencocokkan jenazah (ciri-ciri sik, pakaian, dan lain sebagainya) dengan informasi tentang orang-orang yang hilang atau yang diduga telah tewas.
♦
Mengerahkan sumber daya forensik bisa memerlukan waktu beberapa hari. Ini berarti bahwa peluang untuk sedini mungkin mengidentikasi jenazah bisa hilang karena jenazah sudah membusuk.
♦
Mengidentikasi jenazah segar secara visual (dengan cara melihat langsung) atau melalui fotonya merupakan cara pengidentikasian paling sederhana dan dapat meningkatkan hasil proses pengidentikasian dini tanpa keterlibatan forensik.
♦
Prosedur forensik (otopsi, sidik jari, pemeriksaan gigi, DNA) dapat digunakan setelah pengidentikasian secara visual atau melalui foto mustahil dilakukan lagi.
♦
Pengidentikasian dini yang dilakukan oleh non-spesialis akan sangat menentukan keberhasilan pengidentikasian di kemudian hari yang dilakukan oleh spesialis forensik.
Prinsip-prinsip umum ♦
Untuk pengidentikasian jenazah, lebih cepat lebih baik. Jenazah yang sudah membusuk jauh lebih sulit diidentikasi dan memerlukan ahli forensik.
♦
Langkah-langkah penting untuk melakukan pengidentikasian sebagaimana diuraikan pada bagian selanjutnya adalah sebagai berikut: memberikan nomor acuan tunggal, memberi label, memotret, mencatat dan mengamankan.
♦
Perlu disadari bahwa pengidentikasian secara visual dan melalui foto mudah dilakukan tetapi dapat menyebabkan kekeliruan pengidentikasian.
♦
Luka-luka pada jenazah, atau adanya darah, cairan, atau kotoran terutama di sekeliling kepala, meningkatkan kemungkinan kekeliruan pengidentikasian.
15
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Setiap bagian jenazah yang terpisah yang dapat membuktikan bahwa orang yang bersangkutan tewas dapat membantu pengidentikasian. Karena itu, bagian jenazah seperti itu harus ditangani seperti jenazah utuh (yaitu dengan menggunakan nomor acuan tunggal).
Proses Memberikan nomor acuan tunggal (wajib) ♦
Berikan nomor urut sebagai acuan tunggal kepada masing-masing jenasah atau bagian jenazah. Nomor acuan tidak boleh ganda. (Lihat Kotak 6.1, hal. 17, mengenai sistim penomoran yang direkomendasikan.)
Memberikan label (wajib) ♦
Tuliskan nomor acuan tunggal pada label yang anti-air (misalnya kertas yang terbungkus rapat dengan plastik). Lekatkan label secara aman pada jenazah atau bagian jenazah.
♦
Label anti-air bertuliskan nomor acuan yang sama juga harus dilekatkan pada pembungkus jenazah atau bagian jenazah (misalnya kantung jenazah, sepréi, atau kantung untuk bagian jenazah).
Mengambil foto (wajib, jika kamera ada) ♦ Nomor acuan tunggal harus terlihat di semua foto. ♦
Jika ada, sebaiknya pergunakan kamera digital untuk memudahkan penyimpanan dan pendistribusian foto.
♦
Bersihkan jenazah seperlunya agar ciri-ciri wajah dan pakaian dapat terlihat sebagaimana mestinya di foto.
♦
Selain nomor acuan tunggal, foto-foto juga perlu memperlihatkan sekurangkurangnya: T keseluruhan panjang jenazah, dari depan T keseluruhan wajah T setiap ciri yang khusus.
♦
Jika keadaan memungkinkan, atau sesudahnya, perlu dibuat foto-foto tambahan yang memperlihatkan hal-hal berikut ini, lengkap dengan nomor acuan tunggalnya: T tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawah T semua pakaian, barang pribadi, dan ciri khusus.
♦
Ketika memotret, hal-hal berikut ini perlu diingat: T Foto kabur tidak ada gunanya. T Pemotretan harus dilakukan di dekat jenazah. Ketika memotret wajah, wajah
harus memenuhi foto. 16
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
T Pemotret harus berdiri di tengah jenazah ketika memotret, bukan di kepala
atau di kaki. T Foto harus memperlihatkan nomor acuan tunggal jenazah untuk memastikan
bahwa pengidentikasian yang dilakukan dengan menggunakan foto sesuai dengan jenazah yang sebenarnya, untuk menghitung ukuran tur-tur dalam foto.
Catatan: Foto-foto di atas diambil untuk peragaan dan modelnya adalah seorang relawan, bukan foto jenazah sesungguhnya.
17
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Mencatat (wajib) ♦
Jika pemotretan telah dilakukan, catat data berikut ini bersama dengan nomor acuan tunggal dengan menggunakan formulir pada Lampiran 1: (Formulir Pengidentikasian Jenazah): T Jenis kelamin (diverikasi dengan mengecek alat vital jenazah). T Kelompok usia (bayi, anak, remaja, dewasa, atau lansia). T Barang-barang pribadi (perhiasan, pakaian, KTP, SIM, dan lain sebagainya). T Ciri-ciri spesik yang lazimnya tampak pada kulit (misalnya tato, bekas luka,
tanda lahir) atau setiap kelainan khusus. ♦
Jika pemotretan belum dilakukan, catat juga hal-hal berikut ini: T Ras. T Tinggi badan. T Warna dan panjang rambut. T Warna mata.
Mengamankan ♦
Barang-barang pribadi perlu dikemas secara aman, dilabeli dengan nomor acuan tunggal yang sama, dan disimpan bersama dengan jenazah atau bagian jenazah yang bersangkutan. Ini wajib.
♦
Pakaian harus tetap dikenakan pada jenazah yang bersangkutan.
Pengidentikasian dan penyerahan jenazah kepada keluarga ♦
Untuk meningkatkan keandalan pengidentikasian visual, kondisi pengamatan jenazah harus meminimalisir tekanan emosional pihak keluarga yang kehilangan.
♦
Meskipun barangkali tidak ada alternatif lain setelah terjadinya bencana besar, dampak psikologis dari menyaksikan puluhan atau ratusan jenazah dapat berpengaruh negatif terhadap validitas pengidentikasian.
♦
Melihat foto yang kualitasnya tinggi bisa menjadi pilihan yang lebih baik daripada melihat jenazah secara langsung.
♦
Penyerahan jenazah: T Jenazah tidak boleh diserahkan kepada keluarga kecuali jika hasil
pengidentikasiannya sudah pasti. T Pengidentikasian visual harus dikonrmasikan dengan informasi lain,
misalnya hasil pengidentikasian pakaian atau barang-barang pribadi. T Informasi yang telah terkumpul mengenai orang hilang dapat dipakai untuk
melakukan cek silang terhadap hasil pengidentikasian visual. (Lihat Lampiran 2, Formulir Orang Hilang). 18
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
T Jenazah hanya boleh diserahkan oleh pihak berwenang yang berkompeten,
yang juga harus menyediakan dokumen penyerahan (surat atau sertikat kematian). T Catat nama dan data kontak orang atau kerabat yang menerima jenazah, beserta
nomor acuan tunggal jenazah tersebut. T Jenazah yang tak dapat dikenali melalui pengidentikasian visual perlu
disimpan sebagaimana mestinya (lihat Bab 5, Penyimpanan Jenazah) sampai spesialis forensik bisa melakukan tugasnya. T Sikap hati-hati penting sebelum menyerahkan jenazah yang tidak utuh karena
bisa mempersulit penanganan bagian-bagian jenazah di kemudian hari.
19
7. MANAJEMEN INFORMASI Rangkuman ♦
Otoritas negara memikul tanggung jawab utama atas penanganan secara semestinya informasi mengenai korban tewas dan korban hilang dalam bencana.
♦
Informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya tentang korban tewas dan korban hilang, bahkan juga untuk bencana kecil. Sumber-sumber daya yang diperlukan untuk manajemen informasi (yaitu sumber daya manusia, teknis, dan nansial) harus disediakan.
♦
Manajemen informasi memainkan peran kunci bagi koordinasi (lihat Bab 2, Koordinasi).
Pengaturan organisasi ♦
Pusat-pusat informasi perlu dibentuk di tingkat regional/provinsi dan/atau lokal.
♦
Pusat informasi lokal bertindak sebagai ’posko’ untuk mengumpulkan dan mengkonsolidasi informasi tentang korban tewas maupun untuk melayani masyarakat. Pusat informasi lokal terutama penting untuk menerima permohonan pencarian dan foto serta informasi tentang korban hilang maupun untuk memberikan informasi mengenai orang-orang yang telah diketemukan atau diidentikasi.
♦
Sebuah sistem manajemen dan koordinasi informasi tingkat nasional perlu dibentuk untuk menangani secara terpusat seluruh informasi tentang korban tewas dan korban hilang dalam bencana. Pelayanan pencarian dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah bisa membantu pelaksanaan tugas tersebut.
♦
Data harus mengalir dua arah antara tingkat nasional dan tingkat lokal.
21
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Informasi bagi masyarakat ♦
Penduduk harus segera diberi informasi yang jelas mengenai respon dan prosedur yang dipakai untuk: T Pencarian korban hilang. T Pengambilan dan pengidentikasian korban tewas (jenazah). T Pengumpulan dan penyampaian informasi. T Dukungan bagi keluarga dan masyarakat terkait.
♦
Informasi dapat diberikan melalui pusat-pusat informasi lokal dan regional/ provinsi.
♦
Berbagai media dapat dipakai: T Internet. T Papan pengumuman. T Surat kabar, televisi, radio, dan lain sebagainya.
Informasi tentang korban tewas (jenazah) ♦
Informasi utama tentang semua jenazah harus dikumpulkan jika memungkinkan (lihat Bab 6, Pengidentikasian Jenazah, dan Lampiran 1, Formulir Pengidentikasian Jenazah).
♦
Pengumpulan data secara dini boleh menggunakan formulir kertas (lihat formulir pengumpulan data pada Lampiran 1, Formulir Pengidentikasian Jenazah, dan Lampiran 2, Formulir Orang Hilang), dan informasi ini boleh dimasukkan ke dalam database elektronik di kemudian hari.
♦
Informasi bisa mencakup barang-barang pribadi yang berharga dan foto-foto.
♦
Diperlukan sebuah sistem pemeliharaan informasi untuk menghindari salah penempatan informasi dan untuk menjamin tersedianya barang bukti.
♦
Sentralisasi dan konsolidasi informasi tentang korban tewas (jenazah) dan korban hilang sangat penting untuk meningkatkan kemungkinan menemukan kecocokan antara permohonan pencarian orang hilang dan informasi yang tersedia/diketahui tentang korban tewas (lihat Lampiran 1, Formulir Pengidentikasian Jenazah dan Lampiran 2, Formulir Orang Hilang).
22
8. PENYIMPANAN JANGKA PANJANG DAN PENGUBURAN JENAZAH Rangkuman ♦
Semua jenazah yang telah teridentikasi perlu diserahkan kepada pihak keluarga atau masyarakat untuk dikuburkan sesuai dengan adat istiadat setempat.
♦
Penyimpanan jangka panjang perlu dilakukan terhadap jenazah yang belum teridentikasi.
Cara penguburan dan penyimpanan jangka panjang ♦
Penguburan merupakan cara yang paling praktis karena cara tersebut menjaga keutuhan barang bukti untuk tujuan penyelidikan forensik di kemudian hari, bilamana penyelidikan semacam itu diperlukan.
♦
Kremasi terhadap jenazah yang belum teridentikasi perlu dihindari karena beberapa alasan: T Kremasi
akan menghancurkan barang bukti yang diperlukan untuk pengidentikasian di kemudian hari.
T Kremasi memerlukan bahan bakar dalam jumlah besar (biasanya kayu). T Pembakaran sempurna sulit dilakukan sehingga bagian-bagian tertentu dari
jenazah sering kali tersisa dalam keadaan hangus dan perlu dikuburkan. T Kremasi terhadap jenazah dalam jumlah besar sulit dilakukan dari segi logistik.
Lokasi makam ♦
Pemilihan lokasi makam perlu dipikirkan dengan hati-hati.
♦
Kondisi tanah, ketinggian maksimum air tanah, dan luas lahan yang tersedia harus dipikirkan.
♦
Lokasi makam harus disetujui oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
♦
Lokasi makam harus cukup dekat untuk dikunjungi oleh pihak keluarga.
23
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Lokasi makam harus ditandai dengan jelas dan dikelilingi oleh zona penyangga yang lebarnya sekurang-kurangnya 10 m untuk ditanami dengan tumbuh-tumbuhan berakar dalam dan untuk memisahkan lokasi makam dari kawasan berpenduduk.
Jarak dari sumber air ♦
Lokasi makam harus sekurang-kurangnya 200 m dari sumber air (misalnya sungai, danau, mata air, air terjun, pantai, dan tepi laut).
♦
Jarak antara lokasi makam dan sumur air minum disarankan sebagaimana terlihat pada tabel di bawah. Jarak yang disarankan ini mungkin perlu ditambah tergantung kondisi topogra dan tanah setempat: Rekomendasi jarak antara lokasi makam dan sumur air minum
Jumlah jenazah
Jarak dari sumur air minum
4 atau kurang
200 m
5 sampai 60
250 m
60 atau lebih
350 m
120 atau lebih per 100 m 2
350 m
Konstruksi makam ♦
Jika mungkin, jenazah harus dimakamkan secara sendiri-sendiri dan diberi tanda jelas.
♦
Untuk bencana sangat besar, kuburan massal mungkin tidak dapat dihindari.
♦
Praktek keagamaan setempat barangkali mengharuskan agar jenazah menghadap ke arah tertentu (misalnya kepala ke arah timur, atau ke arah Mekkah, dan lain sebagainya).
♦
Kuburan massal sebaiknya berupa parit-parit di mana jenazah-jenazah dideretkan secara paralel dengan jarak 0,4 m antara satu sama lain, satu parit untuk satu deretan jenazah.
♦
Setiap jenazah harus dikuburkan bersama dengan nomor acuan tunggalnya yang tertulis pada label anti-air. Nomor ini harus dinyatakan dengan tanda yang jelas pada permukaan tanah dan dipetakan untuk dipakai sebagai acuan di kemudian hari.
♦
Rekomendasi standar mengenai kedalaman kuburan memang belum ada, tetapi disarankan agar: T Kuburan memiliki kedalaman antara 1,5m – 3m.
24
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
T Kuburan yang berisi kurang dari lima jenazah harus mempunyai jarak
sekurang-kurangnya 1,2 m antara dasar kuburan dan ketinggian air tanah (atau ketinggian maksimum air tanah). Jarak tersebut perlu ditambah menjadi 1,5 m jika lokasi makamnya berada di lahan pasir. T Untuk kuburan massal, jarak antara dasar kuburan dan ketinggian air tanah
(atau ketinggian maksimum air tanah) sekurang-kurangnya 2 m. T Jarak yang disebutkan di atas bisa jadi perlu ditambah tergantung pada kondisi
tanah.
25
9. KOMUNIKASI DAN MEDIA Rangkuman ♦
Komunikasi publik yang baik sangat membantu proses pengambilan dan pengidentikasian jenazah.
♦
Informasi yang akurat, jelas, tepat waktu, dan terbaru dapat mengurangi stres yang dialami oleh masyarakat yang terkena dampak, menepis berita burung, dan mengklarikasi informasi keliru. (Lihat Bab 11, Pertanyaan-pertanyaan Yang Sering Diajukan.)
♦
Media berita (TV, radio, surat kabar, dan Internet) merupakan saluran vital bagi komunikasi publik dalam situasi bencana massal. Wartawan lokal maupun internasional akan tiba dengan segera di lokasi bencana.
Bekerja dengan media ♦
Pada umumnya, sebagian besar wartawan ingin menyampaikan berita secara bertanggung jawab dan akurat. Jika mereka terus memperoleh informasi, hal itu akan memperkecil kemungkinan berita tidak akurat.
♦
Jalin hubungan secara proaktif dan kreatif dengan media: T Perlu ditunjuk seorang Petugas Hubungan Media (media-liaison ofcer ) di
tingkat lokal maupun nasional. T Dirikan sebuah kantor Hubungan Media (sedekat mungkin dengan wilayah
yang terkena dampak bencana). T Lakukan kerja sama secara proaktif (persiapkan brieng secara rutin, fasilitasi
wawancara, dan lain sebagainya)
27
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Bekerja dengan masyarakat ♦
Sebuah pusat informasi bagi pihak keluarga korban hilang dan korban tewas perlu didirikan secepat mungkin.
♦
Sebuah daftar tentang korban yang sudah dikonrmasikan tewas dan korban yang selamat perlu disusun oleh petugas resmi, dan demikian pula data rinci tentang korban hilang.
♦
Perlu disediakan informasi mengenai proses pengambilan, pengidentikasian, penyimpanan, dan penguburan jenazah.
♦
Cara mengurus surat kematian (sertikat kematian) mungkin juga perlu dijelaskan.
Bekerja dengan organisasi bantuan ♦
Para pekerja kemanusiaan dan organisasi-organisasi bantuan, termasuk badan badan PBB, Komite Internasional Palang Merah (ICRC), dan Perhimpunan Palang Merah/Bulan Sabit Merah, mempunyai kontak langsung dengan masyarakat yang terkena dampak bencana dan bisa bertindak sebagai sumber informasi lokal.
♦
Para pekerja bantuan tidak selalu menjadi pihak yang paling tahu; mereka bisa memberikan informasi yang saling bertentangan, terutama menyangkut risiko penyakit menular dari jenazah.
♦
Memberikan informasi yang benar kepada organisasi bantuan mengenai manajemen jenazah bisa membantu mengurangi kabar burung dan mencegah pemberian informasi yang keliru (lihat Bab 11, Pertanyaan-pertanyaan Yang Sering Diajukan).
Manajemen informasi ♦
Sikap hati-hati perlu untuk menghormati privasi korban dan keluarga mereka.
♦
Wartawan tidak boleh diberi akses langsung ke foto, catatan individual, atau nama para korban. Namun, pihak berwenang bisa memutuskan untuk mengumumkan informasi tersebut secara terkelola guna membantu proses pengidentikasian.
♦
Segera setelah terjadi bencana, keputusan harus diambil apakah informasi mengenai jumlah korban diumumkan atau tidak. Kelemahannya adalah bahwa angka perkiraan tentang jumlah korban sudah pasti bukan angka yang benar. Keuntungannya adalah bahwa pengumuman data statistik resmi semacam itu akan mencegah pihak media melaporkan angka yang dibesar-besarkan.
28
10. DUKUNGAN BAGI PIHAK KELUARGA DAN KERABAT Rangkuman ♦
Korban tewas dan pihak keluarganya perlu dihormati.
♦
Yang terpenting bagi keluarga yang terkena dampak adalah mengetahui nasib keluarga mereka yang hilang.
♦
Informasi yang benar dan akurat harus tersedia setiap saat dan di setiap tahap dalam proses pengambilan dan pengidentikasian jenazah.
♦
Pendekatan simpatik dan penuh perhatian layak diberikan kepada pihak keluarga sepanjang proses tersebut
♦
Kekeliruan pengidentikasian harus dihindari.
♦
Dukungan psiko-sosial untuk keluarga dan kerabat perlu dipertimbangkan.
♦
Kebutuhan budaya dan agama harus dihormati.
Pengidentikasian korban ♦
Sebuah posko pelayanan informasi bagi keluarga perlu didirikan untuk memberikan dukungan kepada pihak keluarga dan kerabat.
♦
Keluarga adalah pihak pertama yang harus diberi informasi tentang temuantemuan yang diperoleh dan tentang hasil pengidentikasian terhadap anggota keluarga mereka yang menjadi korban.
♦
Pihak keluarga korban tewas dan korban hilang harus diberi harapan yang realistis mengenai proses pengambilan dan pengidentikasian jenazah, termasuk mengenai metode yang dipakai dan jangka waktu bagi proses tersebut.
♦
Pihak keluarga perlu diberi kesempatan untuk melaporkan anggotanya yang hilang dan untuk memberikan informasi tambahan.
♦
Pengidentikasian harus dilakukan dengan cara secepat mungkin.
♦
Anak tidak boleh dimintai bantuan dalam proses pengidentikasian jenazah secara visual.
29
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Kebutuhan pihak keluarga untuk melihat jenazah orang-orang yang mereka cintai sebagai bagian dari proses berkabung harus dihormati.
♦
Setelah diidentikasi, jenazah harus diserahkan secepat mungkin kepada kerabat terdekatnya.
Aspek budaya dan aspek agama ♦
Keinginan terbesar dari pihak keluarga dalam agama dan budaya apapun adalah mengidentikasi jenazah orang-orang yang mereka cintai.
♦ Nasihat dan bantuan dari pemimpin agama dan masyarakat perlu diupayakan untuk meningkatkan pengertian dan penerimaan pihak keluarga menyangkut proses pengambilan, penanganan, dan pengidentikasian jenazah. ♦
Penanganan dan penguburan jenazah yang dilakukan secara tidak bermartabat bisa membuat pihak keluarga mengalami trauma berkepanjangan. Hal semacam itu harus senantiasa dihindari. Manajemen jenazah secara hati-hati dan etis, termasuk penguburan, harus dilakukan, termasuk penghormatan terhadap isu-isu sensitif terkait agama dan budaya.
Memberikan dukungan ♦
Dukungan psiko-sosial perlu disesuaikan dengan kebutuhan, budaya, dan konteks yang ada dan perlu memperhitungkan mekanisme-mekanisme penanggulangan setempat.
♦
Organisasi-organisasi setempat, misalnya Perhimpunan Nasional Palang Merah/ Bulan Sabit Merah, LSM, dan kelompok keagamaan, sering kali dapat memberikan dukungan psiko-sosial darurat bagi orang-orang yang terkena dampak bencana.
♦
Prioritaskan diberikan kepada anak-anak yang terpisah dari orangtua dan kelompokkelompok rentan lainnya. Bila memungkinkan, mereka harus dipertemukan kembali dan dirawat oleh keluarga besar atau komunitas mereka.
♦
Dukungan materi mungkin diperlukan bagi pelaksanaan upacara pemakaman, misalnya kain kafan, peti jenazah, dan lain sebagainya.
♦
Ketentuan-ketentuan hukum khusus bagi mereka yang terkena dampak (misalnya, proses cepat sertikat kematian) harus dipertimbangkan dan diumumkan kepada masyarakat yang terkena dampak bencana.
30
11. PERTANYAANPERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN Informasi bagi masyarakat 1. Apakah jenazah dapat menimbulkan wabah penyakit?
Jenazah pada bencana alam tidak menimbulkan wabah penyakit. Karena korban bencana alam tewas akibat trauma, tenggelam, atau terbakar. Mereka tidak mengidap penyakit menular yang menimbulkan wabah seperti kolera, tipus, malaria, atau pes ketika mereka meninggal. 2. Risiko kesehatan apa yang dihadapi masyarakat?
Risiko kesehatan bagi masyarakat bisa diabaikan. Mereka tidak menyentuh atau menangani jenazah. Namun, ada risiko kecil terjangkit diare karena minum air yang telah terkontaminasi kotoran dari jenazah. Pemberian disinfektan secara rutin pada air minum sudah cukup untuk mencegah penyebaran penyakit yang penularannya melalui air. 3. Dapatkah jenazah mencemari air?
Potensi untuk itu ada. Jenazah sering kali mengeluarkan kotoran yang bisa mencemari sungai atau sumber-sumber air. Ini dapat menimbulkan penyakit diare. Namun, orang pada umumnya tidak mau minum air dari sumber air yang mereka duga ada jenazahnya. 4. Apakah ada gunanya menyemprot jenazah dengan disinfektan atau bubuk kapur?
Tidak ada gunanya. Disinfektan atau bubuk kapur tidak mempercepat pembusukan dan tidak memberikan perlindungan apa-apa. 5. Menurut pejabat setempat dan wartawan, risiko penyakit dapat timbul dari jenazah. Apakah benar seperti itu?
Tidak. Risiko yang timbul dari jenazah korban tewas akibat bencana alam dipahami secara keliru oleh banyak pekerja profesional dan media. Bahkan pekerja kesehatan 31
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
setempat atau internasional sering kali salah mengerti sehingga bisa memperburuk penyebaran berita burung.
Informasi bagi pekerja 6. Apakah ada risiko bagi orang yang menangani jenazah?
Untuk orang-orang yang menangani jenazah (anggota tim penyelamatan/rescue team, petugas kamar jenazah, dan lain sebagainya), ada risiko kecil terjangkit TBC, hepatitis B dan C, HIV, dan diare. Akan tetapi, kuman-kuman penyebar penyakit menular tersebut hanya mampu bertahan tidak lebih dari dua hari di jenazah (kecuali kuman HIV, yang bisa bertahan hingga enam hari). Risiko tersebut dapat diperkecil dengan memakai sepatu boot karet dan sarung tangan karet dan dengan mempraktekkan hal-hal dasar mengenai higiene (misalnya mencuci tangan). 7. Perlukah pekerja mengenakan masker?
Bau dari jenazah yang sudah mulai membusuk memang tidak menyenangkan, tetapi bau tersebut bukan risiko penyakit apabila pertukaran udara atau ventilasi di lokasi jenazah baik. Pemakaian masker tidak diwajibkan untuk alasan kesehatan. Namun, secara psikologis, pekerja mungkin merasa lebih aman memakai masker. Masyarakat tidak perlu didorong secara aktif untuk memakai masker.
Informasi bagi pihak berwenang 8. Seberapa mendesakkah pengumpulan jenazah?
Pengumpulan jenazah bukan tugas paling mendesak setelah terjadinya bencana alam. Yang paling mendesak adalah merawat korban selamat. Tidak ada risiko kesehatan signikan bagi masyarakat terkait keberadaan jenazah. Meskipun demikian, jenazah perlu dikumpulkan secepat mungkin dan dievakuasi untuk keperluan pengidentikasian. 9. Perlukah dilakukan penguburan massal untuk menyingkirkan jenazah dengan cepat?
Tidak perlu. Penguburan massal secara cepat terhadap jenazah para korban bukanlah hal yang bisa dibenarkan jika yang dipakai sebagai pertimbangan ialah kesehatan masyarakat. Menguburkan jenazah secara terburu-buru tanpa mengidentikasinya terlebih dahulu justru akan menimbulkan trauma pada masyarakat dan bisa mempunyai konsekuensi-konsekuensi hukum yang serius (yaitu tidak dapat mengambil kembali dan mengidentikasi jenazah-jenazah yang bersangkutan).
32
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
10. Apa yang harus dilakukan oleh pihak berwenang terhadap jenazah?
Jenazah perlu dikumpulkan untuk disimpan di tempat berpendingin, di tempat yang dilengkapi dengan es kering, atau di kuburan sementara. Pengidentikasian perlu dilakukan terhadap semua jenazah. Pemotretan terhadap jenazah harus dilakukan, dan informasi tentang ciri-ciri jenazah (informasi deskriptif) perlu dicatat untuk setiap jenazah. Jenazah harus disimpan (yaitu di tempat berpendingin) atau dikuburkan sementara agar di kemudian hari dapat dilakukan penyelidikan forensik oleh ahli. 11. Hal-hal apa yang berpotensi menjadi masalah kesehatan?
Keinginan yang sangat besar di pihak keluarga (di semua agama dan budaya) adalah mengidentikasi jenazah anggota mereka yang tewas. Setiap upaya untuk mengidentikasi jenazah akan berguna. Proses perkabungan dan upacara pemakaman tradisional merupakan faktor penting bagi proses pemulihan atau penyembuhan pribadi dan masyarakat. 12. Bagaimana cara mengelola jenazah warga asing?
Pihak keluarga warga asing yang menjadi korban tewas barangkali bersikeras agar jenazah diidentikasi dan direpatriasi. Pengidentikasian secara semestinya akan mempunyai dampak ekonomi dan diplomasi serius. Jenazah warga asing harus disimpan untuk tujuan pengidentikaian. Konsulat dan kedutaan besar negara asing yang bersangkutan perlu diberitahu dan INTERPOL perlu dihubungi untuk dimintai bantuan.
Informasi bagi relawan/penolong 13. Saya seorang relawan. Apa yang dapat saya lakukan untuk menolong?
Anda perlu mempromosikan cara-cara pengambilan dan penanganan jenazah yang tepat serta membantu mencatat informasi yang perlu. Anda bisa juga membantu pengambilan dan penguburan jenazah, sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh pihak koordinator yang telah diakui. Namun, Anda terlebih dahulu perlu mendapatkan brieng (pengarahan), advis, perlengkapan, dan dukungan untuk melaksanakan tugas sulit tersebut. 14. Saya anggota LSM. Apa yang dapat saya lakukan untuk menolong?
Memberikan dukungan kepada keluarga dan mengumpulkan informasi melalui kerja sama dengan pihak koordinator merupakan cara terbaik untuk menolong para korban selamat. Anda bisa juga mempromosikan cara-cara pengidentikasian dan penanganan jenazah yang tepat. LSM tidak perlu diminta untuk melaksanakan pengidentikasian jenazah, kecuali jika LSM yang bersangkutan memiliki
33
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
keahlian khusus di bidang tersebut dan bekerja di bawah pengawasan langsung otoritas hukum. 15. Saya seorang tenaga profesional kesehatan. Apa yang dapat saya lakukan untuk menolong?
Anda lebih dibutuhkan oleh korban selamat daripada jenazah. Bantuan profesional Anda untuk menghapus mitos bahwa jenazah menimbulkan wabah penyakit akan sangat berguna. Beritahukan hal ini kepada para kolega Anda dan media massa. 16. Saya seorang wartawan. Apa yang dapat saya lakukan untuk menolong?
Jika Anda mendengar komentar atau pernyataan tentang perlunya penguburan atau pembakaran secara massal terhadap jenazah untuk mencegah timbulnya wabah penyakit, sampaikan keberatan Anda. Berkonsultasilah dengan kantor PAHO/ WHO, ICRC, IFRC, atau Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah setempat. Kutip dari buku ini dan dari publikasi-publikasi lain. Jangan ikutikutan dengan mereka yang menyebarkan informasi keliru. Bertindaklah secara profesional.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Formulir Pengidentikasian Jenazah Lampiran 2 : Formulir Orang Hilang Lampiran 3 : Nomor Urut sebagai Nomor Acuan Tunggal Lampiran 4 : Lembar Inventarisasi Jenazah Lampiran 5 : Publikasi Pendukung Lampiran 6 : Organisasi-organisasi Internasional yang Terlibat dalam Penyusunan Buku Panduan ini Lampiran 7 : Daftar Rencana Kematian Massal untuk Kementerian Kesehatan dan Lembaga Penanggulangan Bencana Nasional
Catatan : Bagi yang tertarik untuk mengadaptasi atau menyalin formulir- formulir dilampiran 1-4, silakan melihat atau men-download formulir- formulir tersebut dari Internet, dalam format MS Word atau PDF, yaitu di www.paho.org/disasters (Klik Publications Catalog , kemudian cari halaman khusus tentang Dead Bodies in Disaster Situations ).
35
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Lampiran 1. Formulir Penidentifikasian Jenazah Kode Jenazah/Bagian Jenazah: (Gunakan nomor urut tunggal dan nyatakan nomor urut ini pada arsip-arsip atau foto-foto terkait atau barang-barang pribadi)
Kemungkinan identitas jenazah Pelapor
Nama: ……………………………………………………………………………………………………………..
Status Resmi: ……………………………………….. Tempat & Tanggal: …….……………………………
Tanda tangan: ………………………………… …………………………………… …………………………… Data pengambilan jenazah (Nyatakan pula tempat, tanggal, waktu, oleh siapa, dan keadaan yang meliputi penemuan korban tewas yang bersangkutan. Nyatakan apakah ada korban tewas lain yang diketemukan di tempat yang sama. Jika ada, dan jika diketahui, nyatakan pula nama korban tewas lain ini dan apa hubungannya dengan korban tewas yang bersangkutan.)
36
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Kode Jenazah/Bagian Jenazah: ......................................................................................... A. DESKRIPSI FISIK A.1
A.2
Kondisi a. umum (tandai salah satu): b. Jenis kelamin (tandai salah satu dan nyatakan buktinya)
Jenazah utuh
Jenazah tak utuh (jelaskan):
Dalam keadaan baik
Sudah membusuk
Sebagian sudah menjadi kerangka
Laki-laki
Perempuan
Mungkin laki-laki
Kelompok usia (tandai salah satu)
A.4
Tinggi badan (dari ubun-ubun Deskripsi fsik (nyatakan ukurannya ke tumit): atau tandai salah Berat: satu) a) Rambut kepala b) Bulu wajah c) Bulu badan
A.6
Mungkin perempuan
Tidak dapat dipastikan
Nyatakan buktinya (alat kelamin, jenggot, dan lain sebagainya)
A.3
A.5
Sudah menjadi kerangka
Bayi
Warna: Tak ada
Anak
Panjang: Kumis
Remaja
Dewasa
Lansia
Pendek
Rata-rata
Tinggi
Kurus
Sedang
Gemuk
Bentuk: Jenggot
Botak:
Lainnya:
Warna:
Panjang:
Uraikan:
Ciri-ciri menonjol: Fisik (mis: bentuk telinga, alis, hidung, dagu, tangan, kaki, kuku; kelainan bentuk, buntung tangannya atau kakinya/amputasi) Cangkokan atau prostesis (tangan/kaki palsu) Tanda pada kulit (bekas luka, tato, tindikan, tanda lahir, tahi lalat, dan lain sebagainya) Luka yang jelas (nyatakan pula lokasi luka atau di bagian mana terdapat luka) Kondisi gigi (tambalan gigi, gigi emas, hiasan gigi, gigi palsu). Uraikan ciri-ciri menonjol yang ada pada gigi.
37
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Kode Jenazah/Bagian Jenazah: ......................................................................................... B. Bukti Terkait B.1
Pakaian
Jenis pakaian, warna, kain, m erek, perbaikan. Uraikan serinci mungkin
B.2
Alas kaki
Jenis (sepatu boot, sepatu biasa, sandal), warna, merek, ukuran. Uraikan serinci mungkin.
B.3
Alat bantu penglihatan
Kaca mata (warna, bentuk), lensa kontak. Uraikan serinci mungkin.
B.4
Barang-barang pribadi
Jam tangan, perhiasan, dompet, kunci, foto, hp (termasuk nomornya), obat-obatan, rokok, dan lain sebagainya. Uraikan serinci mungkin.
B.5
Surat identitas
KTP, SIM, kartu kredit, kartu klub video, dan lain sebagainya. Potret barang-barang tersebut jika mungkin. Uraikan informasi yang ada pada barang-barang tersebut.
38
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Kode Jenazah/Bagian Jenazah: ......................................................................................... C: INFORMASI TERCATAT C.1
Sidik jari
Ada
Tidak ada
Oleh siapa? Disimpan di mana?
C.2
Foto badan
Ada
Tidak ada
Oleh siapa? Disimpan di mana?
D: IDENTITAS D.1
Kemungkinan identitas
Jelaskan apa alasannya memberikan kemungkinan identitas seperti itu kepada korban tewas yang bersangkutan.
E: STATUS JENAZAH Disimpan
Sebutkan secara spesifk rumah jenazahnya, tempat berpendingin yang dipakai, atau makam sementaranya; sebutkan lokasinya secara rinci.
Siapa yang bertanggung jawab?
Diserahkan Kepada siapa dan tanggal berapa?
Atas izin dari siapa?
Tempat tujuan akhir:
Catatan: Bagi yang tertarik untuk mengadaptasi atau menyalin formulir-formulir dilampiran 1-4, silakan melihat atau men-download formulirformulir tersebut dari Internat, dalam format MS Word atau PDF, yaitu di www.paho.org/disasters (Klik Publications Catalog , kemudian cari halaman khusus tentang Dead Bodies in Disaster Situations ).
39
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Lampiran 2. Formulir Orang Hilang Nomor/Kode Orang Hilang: (Gunakan nomor urut tunggal dan nyatakan nomor urut ini pada arsip-arsip atau foto-foto terkait atau barang-barang pribadi)
Nama pewawancara:
Data kontak pewawancara:
Nama orang (atau orang-orang) yang diwawancarai:
Hubungannya dengan orang yang hilang: Data kontak: Alamat: ………………………………………………………………….………………………………..................................………… Telepon: ………………………………...........……. E-mail: …………....................…...............……………………………………..
Orang yang harus dihubungi untuk orang yang hilang, jika lain dari orang yang disebutkan di atas: (siapa yang harus dihubungi bilamana ada berita: nama/data kontak)
40
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Nomer/Kode: ......................................................................................... Data Orang Hilang A. DATA PRIBADI A.1
Nama orang yang hilang:
Nyatakan pula nama keluarga, nama ayah dan/atau ibu, nama kecil, alias
A.2
Alamat/Tempat kediaman:
Alamat terakhir dan alamat yang biasanya (jika berbeda dari alamat terakhir)
A.3
Status perkawinan
Belum menikah
Menikah
A.4
Jenis kelamin:
Laki-laki
Perempuan
A.5
Jika Perempuan:
Cerai
Cerai mati
Hidup bersama tanpa menikah
Nama sebelum menikah: Hamil
Punya anak
Berapa anak?
Tanggal lahir:
Usia:
A.6
Usia:
A.7
Tempat lahir, kebangsaan, bahasa utama
A.8
Jika ada, lampirkan fotokopi KTP. Surat identitas: (Keterangan utama, nomor, dan lain sebagainya)
A.9
Sidik jari ada?
Ya
Tidak
Di mana:
A.10 Pekerjaan: A.11 Agama:
B. KEJADIAN B.1
Kejadian-kejadian yang mengarah kepada hilangnya orang yang bersangkutan (gunakan lembar tambahan jika perlu)
Sudahkah kasus tersebut didaftarkan/ dilaporkan di tempat lain?
B.2
Apakah ada anggota keluarga lain yang hilang. Jika ada, sudahkah didaftarkan atau diidentifkasi?
Tempat; tanggal; waktu; kejadian-kejadian yang mengarah kepada hilangnya orang yang bersangkutan; korban-korban lain; dan saksi-saksi yang terakhir kali melihat Orang Yang Hilang dalam keadaan hidup (sebutkan juga nama dan alamat):
kepada siapa/di mana: Sudah
Belum
Sebutkan nama, hubungan, status:
41
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Nomer/Kode: ......................................................................................... Data Orang Hilang C. DESKRIPSI FISIK Deskripsi umum (sebutkan angka yang pasti atau kurang lebih DAN lingkari kelompok yang sesuai)
Tinggi badan (pasti, kurang lebih?)
C.2
Kelompok etnis/ warna kulit
Berat badan:
C.3
Warna mata
C.4
a) Rambut kepala
C.1
b) Bulu wajah
C.5
Tak ada
Panjang:
Kumis
Sedang
Tinggi
Kurus
Sedang
Gemuk
Bentuk:
Jenggot
Botak:
Lainnya:
Warna:
Panjang:
c) Bulu badan
Uraikan:
Ciri-ciri menonjol Fisik: Tanda pada kulit, misalnya: bentuk telinga, alis, hidung, dagu, tangan, kaki, kuku, kelainan bentuk
Lanjutkan pada lembar tambahan jika perlu. Gunakan gambar dan/atau tandai temuantemuan penting pada bagan tubuh di bawah ini.
Tanda pada kulit: bekas luka, tato, tindik, tanda lahir, tahi lalat, sunat, dan lain sebagainya Luka-luka masa lalu/ amputasi: sebutkan juga lokasinya, di bagian tubuh yang mana, retak tulang, sendi (mis. lutut), dan apakah orang yang bersangkutan pincang Keadaan medis penting lain: pernah dioperasi, pernah menderita penyakit tertentu, dan lain sebagainya Cangkok: alat pacu jantung, tulang pinggul buatan, IUD, plat atau sekrup logam dari operasi, prostesis, dan lain sebagainya Jenis obat-obatan yang dikonsumsi pada saat orang yang bersangkutan hilang
42
Warna:
Pendek
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Nomer/Kode: ......................................................................................... Data Orang Hilang C.6
Kondisi gigi: Uraikan ciri-ciri giginya secara umum, dan catat terutama hal-hal berikut ini : • gigi hilang (ompong) • gigi patah • gigi busuk • gigi kusam (karena noda warna akibat penyakit, merokok, atau sebab lain • Gigi renggang • Gigi rapat atau bengkok (saling bertindih) • Radang rahang (bengkak) • hiasan gigi (tatahan, pangkuran, dll.) • ciri khusus lainnya
Perawatan gigi: Apakah orang yang hilang ini pernah menerima perawatan gigi seperti: • pelapisan gigi (mis : lapisan emas) • pewarnaan gigi (warna emas, perak, putih) • penambalan gigi (sebutkan warna tambalannya, jika diketahui) • gigi palsu (gigi yang atas atau yang bawah atau semuanya) • pegangan untuk gigi palsu (bridge ) atau perawatan gigi khusus lainnya • pencabutan gigi Juga sebutkan bilamana ada ketidakpastian (misalnya, anggota keluarga tahu bahwa salah satu gigi atas bagian kiri tanggal, tetapi tidak tahu persisnya gigi yang mana).
Jika mungkin, gunakan gambar dan/atau tunjukkan bagian yang disebutkan oleh anggota keluarga dengan menggunakan bagan di bawah ini.
43
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Nomer/Kode: ......................................................................................... Data Orang Hilang D. BARANG PRIBADI D.1
Pakaian (yang dikenakan ketika orang ybs terlihat terakhir kalinya/pada saat orang ybs hilang)
Jenis pakaian, warna, bahan, merek, perbaikan (uraikan serinci mungkin)
D.2
Alas kaki (yang dikenakan ketika orang ybs terlihat terakhir kalinya/pada saat orang ybs hilang)
Jenis (boot, sepatu, sandal), warna, merek, ukuran (uraikan serinci mungkin)
D.3
Alat bantu mata
Kaca mata (warna, bentuk), lensa kontak (uraikan serinci mungkin)
D.4
Barang-barang pribadi Jam tangan, perhiasan, dompet, kunci, foto, telepon genggam (termasuk nomornya), obat-obatan, rokok, dlsbgnya (uraikan serinci mungkin)
D.5
KTP, SIM, kartu kredit, kartu klub video, dlsbnya. (Potret surat-surat identitas tersebut Surat identitas (yang dibawa/ mungkin dibawa jika mungkin. Uraikan informasi yang ada padanya. oleh orang ybs ketika terlihat terakhir kalinya)
D.6
Kebiasaan
D.7
Dokter, cacatan medis, Berikan informasi rinci tentang dokter, dokter gigi, dokter mata, dan lainnya. sinar-X
D.8
Foto orang hilang
Catatan:
Merokok (rokok, cerutu, pipa), mengunyah tembakau, sirih, minum alkohol, dlsbnya. Uraikan secara rinci, termasuk jumlahnya.
Jika ada, lampirkan foto-foto atau salinan foto-foto orang hilang yang bersangkutan, yang terbaru dan yang sejelas mungkin. Idealnya, orang yang bersangkutan sedang tersenyum (sehingga tampak giginya). Juga, lampirkan pula foto-foto pakaian yang dia kenakan ketika dia hilang.
Informasi yang dicatat dalam formulir ini akan dipakai untuk melakukan pencarian dan pengidentikasian terhadap orang hilang yang bersangkutan. Informasi tersebut bersifat kondensial, dan penggunaan informasi tersebut di luar konteks pencarian dan pengidentikasian orang hilang tersebut memerlukan izin secara eksplisit dari orang yang diwawancarai.
Tempat dan tanggal wawancara: ……………………………………………………………………… …….…………………………….
Tanda tangan pewawancara: ……………..............….… Tanda tangan terwawancara: ……............................................……….
Jika diminta, salinan formulir ini beserta data rinci tentang pewawancara perlu diberikan kepada terwawancara.
Catatan: Bagi yang berkepentingan untuk mengadaptasi atau menyalin formulir ini, silakan mengambilnya (men-download ), dalam format MS Word atau PDF, dari www.paho.org/disasters (klik Publications Catalog , lihat halaman khusus tentang Dead Bodies in Disaster Situations ).
44
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Lampiran 3. Formulir Orang Hilang Lihat Bab 6, Kotak 6.1, untuk pemberian nomor acuan tunggal yang direkomendasikan (lokasi-tim/orang-nomor) Bilamana menggunakan daftar di bawah ini, berikan tanda silang pada setiap nomor bilamana nomor yang bersangkutan telah dipakai, untuk menghindari penggunaan nomor tersebut untuk kedua kalinya. 001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 023 024 025 026 027 028 029 030 031 032 033 034 035 036 037 038 039 040 041 042 043 044 045 046 047 048 049 050
051 052 053 054 055 056 057 058 059 060 061 062 063 064 065 066 067 068 069 070 071 072 073 074 075 076 077 078 079 080 081 082 083 084 085 086 087 088 089 090 091 092 093 094 095 096 097 098 099 100
101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150
151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200
201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250
251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300
301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350
351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400
401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450
451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500
Catatan: Bagi yang berkepentingan untuk mengadaptasi atau menyalin formulir ini, silakan mengambilnya (men-download ), dalam format MS Word atau PDF, dari www.paho.org/disasters (klik Publications Catalog , lihat halaman khusus tentang Dead Bodies in Disaster Situations ).
45
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
n a g n a r e t e K
h a z a n e J i s a s i r a t n e v n I r a b m e L
. 4 n a r i p m a L
) n a t a h i l e k s a l e j g n a y ( i r i c i r i C
t a t a c i d g n a y i s a m r o f n I
n a n a p m i y n e P
n a u m e n e P
n s a a t a i t g n u e D d I
a i s U
a a s a i k j y a a a i s a n m w n B A e e a R D L – – B A – – L R D
n i m a l e K s i n e J
n i a k u k i a p a u l d i i h a k m e T t a r L e – e k i – P D D L – T P
o t o F
k a a d Y i = T Y = T
i
k r s h i l a a a a u k z Y i d f i m t a = T r n n o e e Y = F d J T I
t a p m e T
. l g T
t a p m e T
. l g T
s a t h r i a o t z n a m n o e d e N I J
46
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Lampiran 5. Publikasi Pendukung de Ville de Goyet, Claude, 2004. Epidemics caused by dead bodies: a disaster myth that does not want to die (Epidemi yang disebabkan oleh jenazah: mitos bencana yang sulit hilang). Rev Panam Salud Public 15(5):297-299. Tersedia di: http:// publications.paho.org/english/editorial_dead_bodies.pdf ICRC, 2004. Operational Best Practices Regarding the Management of Human Remains and Information on the Dead by Non-Specialists (Praktek-praktek Operasional Terbaik menyangkut Manajemen Jenazah dan Informasi tentang Korban Tewas oleh Tenaga Non-spesialis. Tersedia di: www.icrc.org ICRC, 2003. Report: The Missing and Their Families (Orang Hilang dan Pihak Keluarga). Tersedia di www.icrc.org INTERPOL(DVI).Guide on Disaster Victim Identication (Pedoman Pengidentikasian Korban Bencana). Tersedia di www.interpol.int/public/DisasterVictim/Guide Morgan O. 2004. Infectious disease risks of dead bodies following natural disasters (Risiko penyajik menular dari jenazah setelah terjadinya bencana alam). Rev Panam Salud Publica 15(5):307-12. Tersedia di: http://publications.paho.org/ english/dead_bodies.pdf Morgan OW, Sribanditmongkol P, Perera C, Sulasmi Y, Van Alphen D, dkk. (2006). Mass Fatality Management Following the South Asian Tsunami Disaster: Case Studies in Thailand, Indonesia, and Sri Lanka (Manajemen Korban Tewas Massal Setelah Terjadinya Bencana Tsunami Asia Selatan: Studi Kasus di Thailang, Indonesia, dan Srilanka). PLoS Med 3(6): e195. Tersedia di www.plosmedicine. org Pan American Health Organization. 2004. Management of Dead Bodies in Disaster Situations (Manajemen Jenazah dalam Situasi Bencana). Washington, D.C., ISBN 92-75-12529-5 (dalam bahasa Inggris); ISBN 92-75-32529-4 (dalam bahasa Spanyol). Tersedia di http://publications.paho.org/english/index.cfm
47
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Lampiran 6. Organisasi-organisasi internasional yang terlibat dalam penyusunan buku panduan ini Organisasi Kesehatan Pan-Amerika, Kantor Regional WHO untuk Amerika (PAHO/WHO), Bidang Kesiapan Darurat dan Pertolongan Bencana
Pada tahun 1976, Organisasi Kesehatan Pan-Amerika (Pan American Health Organization atau PAHO) menyusun buku panduan ini sebagai tanggapan atas seruan negara-negara anggotanya agar dibentuk sebuah unit teknis untuk memperkuat kegiatan-kegiatan kesiapan bencana, tanggap bencana, dan penanggulangan bencana pada sektor kesehatan. Tujuan utama Bidang Kesiapan Bencana dan Bantuan Bencana ( Area on Emergency Preparedness and Disaster Relief ) ini ialah untuk mendukung sektor kesehatan dalam memperkuat program-program kesiapan bencana nasional maupun dalam memkoordinasi semua sektor yang terlibat dalam kesiapan bencana. Dukungan ini disalurkan ke negara-negara Amerika Latin dan Karibea di tiga bidang utama: ♦
Kesiapan Bencana ( Disaster Preparedness). Mempersiapkan sektor kesehatan supaya mampu menghadapi bencana merupakan tanggung jawab yang sifatnya permanen dan berkelanjutan. Kesiapan bencana akan meningkatkan kemampuan sektor kesehatan dalam menanggapi segala jenis bencana, menciptakan kesadaran akan risiko-risiko kesehatan masyarakat yang terkait dengan bencana, dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan semua pelaku kesehatan. Bidang bidang kegiatan yang sifatnya teknis antara lain adalah diseminasi dan manajemen informasi, kesiapan bencana pada rumah sakit, manajemen korban massal, evaluasi kerusakan dan kebutuhan, dan manajemen pasokan kemanusiaan.
♦
Pengurangan Risiko ( Risk Reduction). PAHO/WHO mendorong Kementerian Kesehatan negara-negara anggotanya untuk memajukan budaya pencegahan bencana yang lingkupnya nasional. Kontribusi teknis yang diberikan oleh PAHO/ WHO sendiri berfokus pada keamanan sarana-sarana kesehatan. Sebagai contoh, negara-negara didorong untuk menggunakan pengetahuan dan peralatan yang sudah ada untuk membangun rumah sakit baru yang tingkat perlindungannya cukup tinggi sehingga rumah sakit terseut tetap dapat beroperasi dalam situasi bencana. Negara-negara juga didorong untuk memeriksa tingkat kerentanan saranasarana kesehatan yang sudah ada dan mengintegrasikan prosedur p enanggulangan bencana ke dalam sarana-sarana kesehatan tersebut. PAHO/WHO memberlakukan pendekatan strategis yang sama seperti itu dalam mengurangi risiko menyangkut
Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.who.int/hac/en 48
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
sistem air dan sistem pembuangan air limbah, agar prasarana yang sangat penting tersebut tetap aman. ♦
Tanggap Bencana ( Disaster Response). Dalam situasi bencana, PAHO/WHO mengerahkan jaringan ahli kesehatan masyarakatnya yang luas itu untuk: meneliti kerusakan dan memberikan hasil asesmen yang otoritatif tentang kebutuhankebutuhan sektor kesehatan; melakukan pengawasan epidemiologis; mendeteksi risiko-risiko kesehatan yang potensial; memantau mutu air; dan meningkatkan keselurhan koordinasi dan kepemimpinan dalam sektor kesehatan. Sistem manajemen pasokan kemanusiaan (humanitarian supply management system atau SUMA) diaktifkan untuk ikut menertibkan situasi kacau yang sering kali timbul sebagai akibat dari masuknya bantuan internasional secara besar-besaran. PAHO/ WHO juga menerbitkan rangkuman pelajaran-pelajaran yang telah diperolehnya dari berbagai situasi bencana besar, dalam rangka meningkatkan manajemen situasi darurat di masa mendatang.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.who.int/hac/en 49
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tindakan Kesehatan dalam Situasi Krisis (Health Action in Crises)
Di lingkungan WHO, tujuan pokok dari Tindakan Kesehatan dalam Situasi Krisis ialah untuk mengurangi jumlah kematian yang tak terelakkan, beban penyakit, dan ketidakmampuan di negara-negara yang rawan krisis dan negara-negara yang terkena dampak krisis. WHO bekerja dengan pihak-pihak berwenang setempat, masyarakatmasyarakat sipil (madani), organisasi-organisasi internasional lainn, dan LSM-LSM dalam memberikan tanggapan terhadap aspek-aspek kesehatan yang timbul dalam situasi krisis. Kegiatan utama WHO dalam situasi krisis ialah: ♦
Mengukur kondisi kesehatan yang buruk dan melakukan asesmen dengan segera terhadap kebutuhan-kebutuhan kesehatan yang dialami oleh penduduk yang terkena dampak krisis, sambil mengidentikasi penyebab-penyebab utama bagi kondisi kesehatan yang buruk dan kematian;
♦
Mendukung negara-negara anggotanya dalam mengkoordinasi tindakan kesehatan;
♦
Memastikan agar titik-titik lemah yang kritis dalam upaya tanggap kesehatan dapat diidentikasi dengan cepat dan diatasi;
♦
Menghidupkan kembali sistem-sistem kesehatan serta memperkuatnya agar siap dan tanggap.
WHO mempersatukan keahlian-keahlian di bidang tanggap epidemi, logistik, koordinasi keamanan, dan manajemen. Organisasi tersebut bekerja secara berkoordinasi dengan badan-badan PBB lainnya serta memperkuat tanggapan krisis kesehatan yang disediakan oleh mereka (yaitu terutama the United Nations Children’s Fund , United Nations Population Fund , United Nations Development Programme, United Nations High Commissioner for Refugees, International Organization for Migration, and the World Food Programme). Baik di kantor perwakilan negara (country ofces), di kantor regional (regional ofces), maupun di kantor pusatnya, jaringan Tindakan Kesehatan dalam Situasi Krisis (Health Action in Crises atau HAC) milik WHO memberikan informasi dan pelayanan serta mengerahkan mitra-mitranya untuk mencapai kesepakatan menyangkut standar dan bentuk tindakan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.who.int/hac/en 50
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Komite Internasional Palang Merah (ICRC)
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah organisasi yang tidak memihak, netral, dan mandiri, yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan dan martabat para korban konik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya, dan memberi mereka bantuan. Dalam melaksanakan misi tersebut, ICRC melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: ♦
mengunjungi tawanan perang dan tahanan keamanan;
♦
mencari orang hilang;
♦
menyampaikan berita keluarga antara anggota keluarga yang terpisah;
♦
mempertemukan kembali anggota keluarga yang terpisah;
♦
menyediakan air bersih, makanan, dan bantuan medis bagi mereka yang memerlukan;
♦
mempromosikan penghormatan terhadap Hukum Humaniter Internasional;
♦
memantau kepatuhan terhadap hukum tersebut;
♦
memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum tersebut.
ICRC juga berusaha mencegah penderitaan dengan mempromosikan dan memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Didirikan pada tahun 1863, ICRC merupakan cikal bakal dari Konvensi-konvensi Jenewa dan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. ICRC mengatur dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan internasional yang dilakukan oleh Gerakan dalam konik-konik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.who.int/hac/en 51
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Federasi Internasional Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC)
Federasi Internasional Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan yang terbesar di dunia. Organisasi ini memberikan bantuan tanpa membeda-bedakan kebangsaan, ras, keyakinan agama, golongan sosial, ataupun pandangan politik. Didirikan pada tahun 1919, Federasi Internasional dewasa ini beranggotakan 183 perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, mempunyai Sekretariat di Jenewa, dan mempunyai lebih dari 60 delegasi yang berada di lokasi-lokasi yang strategis untuk mendukung kegiatan-kegiatannya di seluruh dunia. Nama Bulan Sabit Merah dipakai di banyak negara Islam, bukan nama Palang Merah. Misi Federasi ialah untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang masuk dalam kategori rentan melalui upaya kemanusiaan. Masyarakat yang masuk dalam kategori rentan adalah mereka yang menghadapi risiko bahaya yang lebih besar dalam situasisituasi yang mengancam kehidupan atau dalam situasi-situasi yang mengancam kemampuan mereka untuk hidup secara layak dalam hal keamanan sosial, keamanan ekonomi, dan martabat mereka sebagai manusia. Seringkali, mereka adalah korban bencana alam, korban kemiskinan akibat krisis sosial-ekonomo, para pengungsi yang meninggalkan negara mereka, dan korban situasi darurat kesehatan. Federasi melaksanakan operasi pertolongan untuk membantu korban bencana dan sekaligus melakukan upaya pengembangan untuk memperkuat kemampuan Perhimpunan-perhimpunan Nasional yang menjadi anggotanya. Pekerjaan Federasi berpusat pada empat bidang utama: mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, tanggap bencana, kesiapan bencana, dan pelayanan kesehatan & pelayanan masyarakat. Jaringan Perhimpunan Nasional yang unik, yang mencakup hampir semua negara di dunia, adalah kekuatan utama Federasi. Kerja sama antara Perhimpunan-perhimpunan Nasional memperbesar potensi Federasi untuk mengembangkan berbagai kemampuan dan membantu orang-orang yang paling membutuhkan. Di tingkat lokal, jaringan tersebut memungkinkan Federasi untuk menjangkau masyarakat secara keseluruhan. Federasi, bersama dengan Perhimpunan-perhimpunan Nasional dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC), membentuk Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Manajemen jenazah adalah salah satu aspek yang paling sulit di bidang tanggap bencana. Penanganan jenazah memberikan dampak yang mendalam dan berjangka panjang pada korban selamat dan masyarakat secara keseluruhan. Di seluruh dunia, bencana menewaskan ribuan orang setiap tahunnya. Akan tetapi, penanganan jenazah
52
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
korban tewas sering kali diabaikan dalam perencanaan tanggap bencana. Ketiadaan buku panduan bagi penolong pertama baru belakangan ini mengemuka, setelah terjadinya serangkaian bencana besar. Setelah terjadinya sebuah bencana besar, identikasi dan penguburan jenazah para korban tewas sering kali dilakukan oleh masyarakat setempat. Spesialis forensik mungkin belum datang ke daerah yang terkena bencana atau mungkin tidak dapat mengaksesnya. Ada sejumlah langkah sederhana yang dapat dilakukan oleh pihak pihak yang pertama-tama melakukan tanggap darurat untuk memastikan bahwa jenazah korban tewas ditangani secara bermartabat. Ada pula langkah-langkah sederhana yang dapat membantu mereka mengidentikasi jenazah korban tewas. Buku Panduan Lapangan bagi Penolong Pertama ini menyajikan sejumlah rekomendasi sederhana bagi petugas non-spesialis mengenai cara menyelenggarakan pengambilan, pengidentikasian dasar, penyimpanan, dan penguburan jenazah korban tewas segera setelah terjadinya bencana. Buku ini juga memberikan sejumlah saran mengenai cara memberikan dukungan kepada pihak keluarga dan cara berkomuni kasi dengan publik dan media. Buku panduan ini akan bermanfaat pada fase tanggap darurat terhadap bencana dan dalam situasi di mana respons forensik belum tersedia. Lebih lanjut, buku ini juga berguna bagi pihak-pihak yang sedang menyusun skema penanganan korban tewas massal dalam bencana. Rekomendasi-rekomendasi yang disajikan dalam buku ini relevan bagi pihak berwenang lokal, regional, dan nasional maupun bagi lembagalembaga swadaya masyarakat. Prinsip-prinsip yang disajikan secara garis besar pada buku ini telah diimplementasikan dan dipromosikan oleh berbagai organisasi, termasuk Organisasi Kesehatan PanAmerika ( Pan American Health Organization), Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization), Komite Internasional Palang Merah ( International Committee of the Red Cross atau ICRC), dan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ( International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies).
Buku ini dapat dilihat melalui Internet di www.icrcjakarta.info (klik Documentation Centre > Buku) www.paho.org/disasters (klik Publications Catalog ).
53
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
Lampiran 7. Daftar Periksa Rencana Kematian Massal untuk Kemeterian Kesehatan dan Lembaga Penanggulangan Bencana Nasional Organisasi Kesehatan Pan Amerika telah mengembangkan daftar periksa mengenai kematian massal yang dapat berfungsi sebagai lampiran pada setiap Rencana Penanggulangan Bencana Nasional dan Rencana Penanggulangan Darurat Sektor Kesehatan Nasional. Daftar periksa ini didasarkan pada London Resilience Mass Fatality Plan tahun 2006 dan Manajemen Jenazah setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama. Daftar periksa tersebut berisi unsur-unsur penting yang harus ditangani oleh Kementerian Kesehatan dan Lembaga Penanggulangan Bencana saat mereka menyusun rencana kematian massal. Rencana ini tidak harus bersifat independen, rencana tersebut dapat menjadi lampiran terhadap Rencana Penanggulangan Bencana Nasional. Dengan demikian, lampiran kematian massal hanya perlu fokus pada elemen yang unik saja dari suatu kejadian kematian massal. Penting bagi Negara-negara untuk melaksanakan pelatihan atas rencana mereka secara rutin guna mengevaluasi kemampuan organisasi dalam menjalankan satu atau lebih bagian dari rencana tersebut, serta untuk menggalakkan kesiapsiagaan. Rekomendasi untuk Penyusunan Rencana: Kami menyarankan agar rencana tersebut dapat disusun pertama-tama bedasarkan “elemen-elemen penting” dengan kegiatan-kegiatan khusus untuk menangani kematian yang disebabkan oleh berbagai jenis bencana. Elemen-elemen penting
I.
54
Pendahuluan dan Tujuan
♦
Jelaskan tujuan dari rencana.
♦
Buat daftar asumsi Rencana Kematian Massal.
♦
Tentukan lingkup rencana dan bahaya lokal yang dapat menimbulkan kematian massal, yaitu jenis, frekuensi, tingkat dampak, dan lain-lain.
♦
Buat daftar mitra utama / komite koordinasi kematian massal dan pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
II. Aktivasi
♦
Jelaskan proses aktivasi dan identikasi siapa atau apa badan yang akan bertanggung jawab untuk mengaktivasi Rencana tersebut, yaitu otoritas yang sama seperti dalam Rencana Penanggulangan Darurat Sektor Kesehatan Nasional atau Rencana Penanggulangan Bencana Nasional.
♦
Sertakan grak panggilan dan lampirkan peran dan tanggung jawab masingmasing individu pada tahap rencana tersebut.
III. Komando dan Kontrol
♦
Diskusikan dengan petugas kesehatan, penegak hukum dan petugas penanggulangan bencana setempat di mana / bagaimana kesesuaian kematian massal dengan rencana nasional.
♦
Diskusikan peran otoritas kesehatan, LSM dan lembaga penanggulangan bencana nasional ketika terjadi kematian massal.
♦
Diskusikan dengan otoritas hukum untuk penanganan jenazah dari titik pemeriksaan oleh seorang dokter / ahli patologi hingga proses pemakaman yang sebenarnya. Perhitungkan kebutuhan investigasi dari lembaga penegak hukum.
♦
Jelaskan struktur komando insiden lokal dan sediakan struktur organisasi untuk rantai komando, termasuk operasi, logistik, perencanaan, dan keuangan/ administrasi. Berikan acuan semua rencana bahaya / operasi darurat yang sesuai.
IV. Logistik
♦
Pertimbangkan pengurusan untuk menyediakan transportasi pemindahan jasa/ tulang belulang / barang pribadi.
♦
Fasilitas Penyimpanan sementara untuk jenazah mungkin termasuk mewajibkan kontainer berpendingin berukuran 20/40 kaki. Ingat bahwa masing-masing kontainer memiliki kapasitas terbatas dan membutuhkan bahan bakar dalam jumlah besar - biaya yang sangat mahal.
♦
Komunikasi darurat dengan semua pihak terkait harus dilakukan melalui saluran yang aman yang tidak mudah diakses oleh media dan masyarakat umum.
♦
Penyediaan sumber daya – apakah ada stok tingkat nasional / regional yang dapat digunakan, yaitu peti mati, kantong jenazah, label tahan air, es kering (dry ice) dan lain-lain.
♦
Mungkin diperlukan ketersediaan pasokan listrik dan air portabel ke lokasi lapangan.
55
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Tunjuk individu terlatih yang mendukung anggota tim untuk mengelola dan mengawasi pengurusan logistik.
♦
Identikasi spesialis teknisi / sumber daya lokal dan regional dan pengurusan untuk mendapatkan pelayanan mereka melalui perjanjian.
V. Kesejahteraan
♦
Sebutkan ketentuan-ketentuan yang akan disiapkan untuk mengatasi kebutuhan kesejahteraan keluarga dan teman-teman termasuk tempat yang dipilih untuk melihat / mengidentikasi jenazah (pertimbangkan kasus-kasus di mana jenazah harus diisolasi seperti terjadinya wabah).
♦
Diskusikan dengan petugas pemeriksa kesehatan perihal proses yang terjadi dalam hal pelepasan atau memungkinkan pemakaman jenazah dan bentuk pemakaman yang diakui di negara tersebut. Pastikan bahwa ketentuan dibuat dalam rencana yang sesuai dengan kebutuhan budaya dan agama masyarakat lokal.
♦
Jalin hubungan dengan Tim Intervensi Krisis setempat atau tim dukungan psiko-sosial dan tetapkan prosedur-prosedur aktivasi mereka berdasarkan tingkat bantuan yang dapat mereka berikan.
VI. Identifkasi dan Notifkasi
56
♦
Identikasi tim orang-orang dari penegakan hukum, otoritas kesehatan, layanan sosial dan lain-lain yang dapat difungsikan untuk mengidentikasi jasad (dengan menggunakan prosedur forensik), mengamankan tulang belulang dan mempersatukan dengan keluarga / teman-teman. Pertimbangkan prosedur pemulihan dan penyelamatan setempat yang sudah ada dan bagaimana hal ini akan dikaitkan dengan kerja tim tersebut. Seorang dokter umum atau ahli patologi harus menentukan bagaimana cara menangani potongan-potongan jenazah dan keputusan ini tercakup di dalam rencana tersebut.
♦
Sertakan informasi mengenai hak-hak hukum almarhum, misalnya Undangundang Penegakan Hukum, Keputusan Interpol AGN/65/res/13 (1996), hukum humaniter serta norma-norma etika dan sosial lainnya.
♦
Pengaturan untuk melihat jenazah harus disertakan, fasilitas ditentukan, dan demikian juga dengan pembuatan seluruh fasilitas tersebut. Pertimbangkan cara menyimpan dan menunjukkan jenazah dan siapa yang akan bertanggung jawab untuk kegiatan ini.
♦
Masalah investigasi harus dipertimbangkan dengan cermat dan menyertakan informasi yang relevan – kaji peraturan perundang-undangan yang relevan dengan penyelidikan resmi, pendataan kematian, prosedur asuransi, tindakan kriminal dan lain-lain.
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
♦
Rencana tersebut harus mempertimbangkan situasi bencana saat tim identikasi spesialis tidak ada atau skala bencana melebihi kapasitas lokal. Pengaturan untuk bantuan dari luar dan/atau pengurusan setempat untuk memfasilitasi identikasi di tingkat lokal harus dipertimbangkan.
VII. Lingkup Internasional
♦
Insiden kematian massal dapat melibatkan warga negara asing. Mereka bisa saja pekerja asing yang tinggal di daerah bencana, turis, imigran gilap, atau kerabat keluarga yang terkena dampak.
♦
Rencana kematian massal harus dibagikan ke kedutaan besar asing atau konsulat dari negara-negara dari mana terdapat populasi wisata yang besar.
♦
Banyak negara yang secara rutin menangani imigran gelap sehingga harus ada prosedur untuk mendukung unsur ini dari rencana tersebut. Sertakan semua ketentuan untuk pemulangan korban ke negara asal - konsultasikan dengan kantor imigrasi dan kantor Kejaksaan Agung dan perhitungkan pembiayaan untuk langkah tersebut.
♦
Konsultasi juga dilakukan dengan Kementerian Luar Negeri atau Kantor Gubernur dalam hal pengaturan pengembalian korban yang merupakan warga negara Anda yang tewas di negara tempat terjadinya bencana. Pengaturan untuk menerima korban semacam ini harus disertakan dalam rencana dan juga ketentuan untuk penanganan jenasah setelah jenazah diterima.
♦
Pertimbangkan adanya pengurusan khusus yang mungkin diperlukan seperti pembalseman dan bagaimana surat keterangan kematian akan dikeluarkan.
♦
Jika turis atau pejabat tingkat tinggi terlibat dan jenazah mereka sedang dikirim, pertimbangkan sensititas situasi semacam itu dan penyampaian informasi secara terkontrol kepada media lokal dan internasional. Lihat keputusan Organisasi Kesehatan Pan Amerika / Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengenai Transportasi Internasional Jenazah Manusia ( International Transportation of Human Remains) (1966) (www.interpol.int/public/DisasterVictim/Guide/ appendices.asp#c).
♦
Identikasi rekan-rekan INTERPOL nasional dan regional dan tentukan pengaturan untuk meminta bantuan mereka bila diperlukan.
VIII. Pengamanan Lokasi dan Penemuan Korban Meninggal
a. Denisikan dengan jelas prosedur untuk memotret korban/bagian jenazah dan penempatan label identikasi yang tepat - sistem penandaan apa yang akan digunakan sesuai prosedur polisi dan siapa yang akan bertanggung jawab untuk menjaga keakuratan catatan ini. Pertimbangkan juga di mana prosedur ini akan terjadi (tempat pengumpulan) dan penyediaan langkah-langkah keamanan yang memadai. 57
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
b. Prosedur untuk memotret, pelabelan dan pengamanan barang pribadi juga harus disertakan dalam rencana – siapa yang akan bertanggung jawab untuk proses ini? Kemungkinan besar ditugaskan pada Polisi. Apakah tersedia sumber daya misalnya kamera digital dengan memori yang memadai? c. Harus dibuat ketentuan untuk mengaudit korban (disarankan agar memiliki kelompok eksternal ke polisi) untuk memverikasi kebenaran prosedur yang telah diikuti. Rencana tersebut harus menentukan siapa, di mana dan bagaimana hal ini akan dilakukan. d. Dalam situasi tertentu seperti serangan kriminal dan / atau teroris, lokasi bencana harus dipertahankan seperti semula untuk tujuan investigasi – siapa yang bertanggung jawab atas hal ini dan bagaimana hal tersebut dilakukan, hal ini harus diuraikan dalam rencana dengan format langkah demi langkah konsultasi dengan lembaga penegakan hukum mengenai hal ini. IX. Kamar Jenazah
e. Untuk penyimpanan dan penyiapan jasad, fasilitas kamar jenazah dan rumah duka setempat - lokasi, kapasitas, sumber daya dan lain-lain, harus tercantum dalam rencana dengan rincian kontak terkait. Perhitungkan transportasi ke fasilitas tersebut. Rencana harus mempertimbangkan pengembangan stok secara nasional/regional untuk peti mati, kantong jenazah dan lain-lain. Kita dapat membuat MOU dengan kamar jenazah / rumah duka swasta dan disertakan sebagai bagian dari rencana. Konsultasikan dengan kantor Kejaksaan Agung tentang kesepakatan tersebut. f. Pastikan bahwa rencana tersebut membahas isu-isu seperti orang-orang yang meninggal ketika diangkut dan orang-orang yang meninggal di rumah sakit akibat luka yang diderita akibat bencana. Di beberapa negara korban meninggal semacam itu ditangani dengan prosedur yang sama seperti orang-orang yang meninggal di lokasi bencana. g. Pertimbangkan pengaturan untuk menangani media dan untuk keamanan fasilitas-fasilitas tersebut. h. Harus diterapkan aturan umum – sebaiknya TIDAK menggunakan kamar jenazah rumah sakit kecuali jumlahnya dapat ditangani terutama apabila hanya ada satu rumah sakit yang tersedia. Pertimbangkan juga fasilitas kamar jenazah sementara. i.
58
Pastikan bahwa lembaga penegak hukum mengidentikasi dan memiliki prosedur untuk mengamankan rute ketika mengangkut korban ke fasilitas kamar jenazah yang ditentukan.
Manajemen Jenazah Setelah Bencana: Buku Panduan bagi Penolong Pertama
X. Pengaturan Pelepasan Akhir
♦
Prosedur untuk mengembalikan jenazah kepada keluarga harus ditentukan secara jelas - hal ini dapat disediakan oleh dokter / ahli patologi. Pertimbangkan juga keinginan keluarga untuk pengembalian potongan-potongan jenazah.
♦
Diskusi harus dilakukan dengan dokter/ahli patologi dan lembaga kesejahteraan sosial atau lembaga lokal terkait mengenai pelepasan / pemakaman korban/ jenazah yang tidak dikenal. Isu-isu hukum harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan kantor Kejaksaan Agung. Pastikan semua hal ini didokumentasikan dengan jelas dalam rencana.
XI. Nuklir Radiologi Biologi Kimia (CBRN)
♦
Sertakan prosedur untuk menangani peristiwa tersebut termasuk bagaimana cara menangani jenazah, alat pelindung diri, ketentuan dan prosedur dekontaminasi dan pemantauan lokasi yang terus berjalan dan cara memindahkan jenazah atau barang, serta di mana lokasi fasilitas penyimpanan dingin.
♦
Pertimbangkan pengaturan dekontaminasi untuk kendaraan dan peralatan penyimpanan lainnya dan fasilitas serta dampak lingkungan serta persyaratan evakuasi atau isolasi masyarakat sekitar.
♦
Pengaturan dengan lembaga-lembaga eksternal barangkali harus disediakan untuk asesmen risiko dan rekomendasi untuk proses melihat, pengembalian, penguburan, kremasi dan pemulangan jenazah. Identikasi lembaga tersebut dalam rencana dan buatlah MoU yang sesuai.
XII. Informasi Publik dan Kebijakan Media
♦
Banyak negara memiliki Rencana dan Kebijakan Informasi Publik Nasional. Ini dapat digunakan pada unsur rencana. Pernyataan resmi harus disalurkan melalui pusat media terkait baik di Pusat Operasi Darurat Nasional ( National Emergency Operations Centre - NEOC) atau pos komando insiden di lapangan. Informasi dari semua lokasi, yaitu kamar jenazah, rumah sakit, tempat keluarga melihat jenazah, harus disalurkan ke NEOC untuk dilakukan kompilasi.
♦
Media tidak diperbolehkan memasuki fasilitas jenazah atau pusat penanganan krisis / tempat keluarga melihat jenazah - termasuk prosedur untuk mengamankan lokasi-lokasi tersebut dan untuk menyalurkan informasi ke pusat media.
♦
Prosedur untuk merilis nama-nama korban meninggal harus ditentukan secara jelas dalam rencana terutama jika korban meninggal yang tidak teridentikasi dalam jumlah besar. Harus dibuat ketentuan untuk menyiapkan fasilitas p ublik guna menanyakan tentang orang yang hilang / meninggal dan lokasi ini harus berada jauh dari rumah sakit dan kamar jenazah.
59