KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia dan ridho-Nya buku yang berjudul "Manajemen Sumber Daya Manusia” ini dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Buku ini disusun untuk membantu mahasiswa di lingkungan Universitas Majalengka dalam memahami manajemen sumber daya manusia yang sangat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja, khususnya dalam mengelola pegawai sebagai assets perusahaan atau organisasi yang sangat berharga. Saat ini cara pandang manajer terhadap sumber daya manusia berada pada posisi yang menguntungkan, karena diyakini bahwa manusia adalah asset yang tak mungkin dapat digantikan oleh unsur lain. Diakui bahwa dalam penyusunan buku ini penulis menghadapi kendala dalam hal teknis yang disebabkan oleh keterbatasan waktu dan tenaga. Tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat diatasi sehingga buku ini selesai disusun. Dalam proses penyusunan naskah banyak melibatkan H. Ruchiyat, Drs.,MM. (alm), namun sebelum buku ini terbit beliau telah dipanggil oleh sang Khaliq, oleh karena itu dengan diterbitkannya buku ini semoga menjadi monument untuk mengenang jasa-jasanya terhadap dunia pengetahuan. Di samping itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak, khususnya kepada Sdr. E. Kosmayadi, M.M.Pd. yang banyak membantu dalam proses penyusunan dan penerbitan buku ini. iii
Akhirul kata, penulis berharap semoga buku ini bermanfaat selain bagi mahasiswa, juga bagi siapa saja yang ingin mengembangkan diri melalui belajar sepanjang hayat. Dan hanya kepada Allah-lah, kita semua memohon petunjuk dan perlindungan. Amiin. Majalengka, Februari 2013
Penulis
iv
KATA PENGANTAR Prof. Dr. Ir. SUTARMAN, M.Sc. Manusia merupakan subjek pembangunan yang tidak bisa digantikan oleh sumber daya lain, kalau pun muncul temuan alat-alat dengan teknologi canggih yang dapat menggantikan manusia dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, hal itu hanya sebagai alat bantu semata untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Oleh karena itu, kedudukan manusia tetap pada posisinya semula, sebagai subjek yang bertanggungjawab untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Produk dari semua aktifitas yang dilakukan manusia, apa pun bentuknya, ujung-ujungnya akan digunakan oleh manusia itu sendiri, sehingga jika manusia bekerja asal-asalan ia sendiri yang akan merasakannya. Manusia akan merasa puas bila hasil kerjanya berkualitas, sebaliknya manusia akan kecewa jika hasil pekerjaannya tidak berkualitas, buruk, atau gagal. Sedangkan robot atau program komputer, apa pun yang dihasilkan dari suatu aktifitas, ia tidak akan merasakannya. Di sinilah letak perbedaan manusia dengan alat yang diciptakannya. Dengan kata lain, manusia adalah subjek pembangunan yang memiliki cita, rasa, karsa, moralitas dan tanggungjawab. Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus bergerak seiring dengan perkembangan zaman, sehingga diperlukan pemikiran yang arif guna menghadapi perubahan tersebut. Demikian juga di bidang pengelolaan sumber daya manusia, apabila tidak menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sudah barang tentu akan tertinggal jauh oleh bidang lain. Fakta empiris dari dunia bisnis pasca krisis menunjukkan bahwa betapa besar pengaruh sosial yang v
ditimbulkan dari faktor manusia. Berbagai program yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi banyak bersinggungan dengan masalah manusia, baik berupa perampingan, restrukturisasi, outsourcing atau contracting out, dan pemutusan hubungan kerja karena pailit terbukti mampu mengguncang stabilitas sosial ekonomi masyarakat secara luas. Contoh kecil yang sering terjadi, akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) menyebabkan ribuan orang kehilangan mata pencaharian dan harus mencari nafkah dengan berbagai cara, salah satunya dengan terjun sebagai pedagang kaki lima yang menjamur di mana-mana, sehingga menimbulkan masalah tersendiri berkaitan dengan upaya penertiban. Dampak berikutnya sering terjadi konflik sosial yang secara tidak sadar mengoyak jalinan silaturahmi dan pranata sosial lainnya. Belum lagi yang terjebak dalam aktivitas usaha non-halal dengan berbagai cara, bahkan pengemis pun menjamur di manamana. Hal tersebut penting dikemukakan, sebagai ilustrasi untuk menggambarkan betapa kompleksnya masalah manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Implikasinya, pengelolana atau manajemen sumber daya manusia (MSDM) menjadi penting. Pada tataran praktis, pemberdayaan SDM menyangkut berbagai aspek, bukan hanya dari segi skill dan moral semata, melainkan diperlukan penataan dari segi manajemen. Dengan manajemen, potensi manusia dalam organisasi akan bermanfaat bagi upaya pencapaian tujuan, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Untuk hal itu, diperlukan kaderkader muda yang tangguh, yang diharapkan dapat tampil sebagai manajer di dunia kerja yang penuh tantangan ini. Oleh karena itu, terbitnya buku “Manajemen Sumber Daya Manusia” ini dapat dijadikan panduan atau setidaknya vi
sebagai pembuka wawasan bagi siapa saja yang berminat mempelajari tentang sumber daya manusia. Bagi pemula, atau pelajar dan mahasiswa, buku ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia dalam organisasi secara utuh, mulai dari analisis kebutuhan sampai kepada pemutusan hubungan kerja dan faktor-faktor pendukungnya. Bagi praktisi organisasi, baik di lingkungan bisnis maupun pemerintahan, buku ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam mengelola sumber daya manusia agar lebih baik bagi peningkatan kualitas secara keseluruhan. Terdapat satu hal yang patut mendapat perhatian, Prof. Dr. H.A. Yunus, Drs., SH., MBA., M.Si. dan Dr. Hj. Titien Sukartini, M.M.Pd. merupakan praktisi pendidikan tinggi yang memiliki etos kerja tinggi dan telah menunjukkan kreativitas dalam menulis karya ilmiah, yang merupakan wujud nyata dari sikap profesionalisme dan tanggungjawab akademis. Bagi para akademisi, menulis merupakan keniscayaan sebagai sarana yang efektif dalam menularkan pemikiran dan gagasan kepada masyarakat luas, khususnya kepada mahasiswa. Prof. Dr. H.A. Yunus, Drs., SH., MBA., M.Si., sebagai Rektor yang sedang giat mengembangkan Universitas Majalengka di berbagai bidang, gerak langkahnya tidak dapat dipisahkan dengan semangat entrepreneur yang telah menunjukkan kiprahnya sebagai leader yang cukup berani dalam mengambil risiko demi kemajuan lembaga yang dipimpinnya. Naluri bisnis dan akademik terpadu secara sinergi dalam penerapan manajemen perguruan tinggi, sehingga mampu memacu diri sesuai dengan perubahan lingkungan yang sedang terjadi. Sementara itu, Dr. Hj Titien Sukartini, M.M.Pd. yang relatif belum lama berkiprah di vii
pergurun tinggi, telah menunjukkan dedikasinya yang tinggi disertai dengan aktifitas nyata dalam menghasilkan sebuah karya tulis yang relevan dengan bidang keahliannya. Langkah ini merupakan modal awal untuk berkarya lebih produktif menuju pada perubahan yang lebih baik. Semoga karya tulis ini menjadi amal bakti yang mendapat ridho Allah SWT. Amiin.
Majalengka, Februari 2013 Direktur Pascasarjana Universitas Majalengka
Prof. Dr.Ir.Sutarman,M.Sc.
viii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................... KATA PENGANTAR DIREKTUR PASCASARJANA UNIVERSITAS MAJALENGKA ................................... DAFTAR ISI ...................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................ 1.1 Pengertian dan Pentingnya Manajemen .... 1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia .....................................................
1 1 10
BAB II PERENCANAAN............................................. 2.1 Pengertian Perencanaan SDM ................... 2.2 Model Perencanaan SDM .......................... 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi SDM ..
24 24 47 53
BAB III PENGADAAN .................................................. 3.1 Pengertian Pengadaan ................................ 3.2 Proses Pengadaan Pegawai ........................ 3.3 Faktor-faktor dalam Peramalan Kebutuhan Pegawai ......................................................
54 54 56
BAB IV ANALISA JABATAN ...................................... 4.1 Pengertian Analisa Jabatan ........................ 4.2 Prinsip-prinsip Analisa Jabatan ................. 4.3 Metode Analisa Jabatan ............................. 4.4 Kegunaan Analisa Jabatan .........................
68 68 71 72 73
BAB V PENGEMBANGAN PEGAWAI ..................... 5.1 Pengertian Pengembangan Pegawai .......... 5.2 Prinsip-prinsip Pengembangan Pegawai ... 5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Pegawai ............................ 5.4 Metode Pengembangan Pegawai ...............
76 76 78
ix
v ix
65
79 85
5.5 Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Pengembangan Pegawai .................
86
BAB VI KOMPENSASI ............................................... 6.1 Pengertian Kompensasi ............................ 6.2 Sistem Penggajian .................................... 6.3 Metode Kompensasi ................................. 6.4 Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi 6.5 Tujuan Kompensasi ..................................
88 88 92 93 97 99
BAB VII GAJI DAN UPAH ........................................... 7.1 Pengertian Gaji dan Upah ......................... 7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Tingkat Gaji dan Upah ............ 7.3 Prinsip Pemberian Gaji dan Upah ............ 7.4 Struktur dan Tinkat Gaji ...........................
104 104
BAB VIII KINERJA PEGAWAI .................................... 8.1 Pengertian Kinerja Pegawai ..................... 8.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai ....................................... 8.3 Model Penilaian Kinerja Pegawai ............ 8.4 Aspek-asek Standar Pekerjaan dan Kinerja Pegawai ....................................... 8.5 Aspek-aspek Standar Pekerjaan dan Kinerja...........................................................
110 110
BAB IX HUBUNGAN PERBURUHAN ........................ 9.1 Serikat Pekerja/Serikat Buruh .................. 9.2 Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh ...... 9.3 Peran Manajer SDM ................................ 9.4 Proses Perundingan .................................. 9.5 Perkembangan Serikat Pekerja/Buruh ......
125 125 129 130 131 133
x
106 107 108
113 115 122 124
BAB X PEMBERHENTIAN ......................................... 10.1 Pengertian Pemberhentian ......................... 10.2 Alasan Pemberhentian .............................. 10.3 Proses Pemberhentian............................... 10.4 Pemberian Tunjangan dan Lain-lain ........ 10.5 Sifat Pemutusan Hubungan Kerja ............
135 135 139 144 146 151
BAB XI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ... 154 11.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................................................... 154 11.2 Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja ....................................... 158 BAB XII MOTIVASI ..................................................... 12.1 Pengertian Motivasi .................................. 12.2 Teori Motivasi .......................................... 12.3 Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja ...... 12.4 Teknik Motivasi Kerja.............................. 12.5 Model Motivasi ........................................
163 163 164 170 171 176
DAFTAR PUSTAKA ......................................................
179
Lampiran Undang-undang No. 13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Pengertian dan Pentingnya Manajemen
1.1.1 Pengertian Manajemen Sebelum membahas tentang pengertian manajemen sumber daya manusia, alangkah baiknya apabila membahas terlebih dahulu pengertian manajemen dan sumber daya manusia. Dalam aktivitas sebuah organisasi, terdapat aktivitas manajemen yang merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna serta fungsi dari unsur-unsur manajemen dapat ditingkatkan. Adapun unsur-unsur manajemen terdiri atas man, money, method, machines, material dan market yang disingkat 6 M. Keenam unsur tersebut dapat juga dikatakan sebagai sumber daya yang dimiliki organisasi, yang harus diatur dan diberdayakan agar dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi. Soekarno dalam bukunya yang berjudul Manajemen (1982:18) mengemukakan bahwa manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, dengan asumsi bahwa : a. Obyek yang diatur adalah semua unsur manajemen, yakni man, money, method, machines, material dan market, yang lazim disebut 6 M. b. Tujuan dari mengatur adalah agar 6 M lebih berdayaguna dan berhasilguna dalam mewujudkan tujuan organisasi.
1
c. Alasan yang menjadi latar belakang mengapa harus diatur tiada lain agar 6 M bermanfaat secara optimal, terkoordinasi, dan terintegrasi dengan baik dalam menunjang terwujudnya tujuan organisasi. d. Pihak yang mengatur adalah pimpinan dengan kepemimpinannya yaitu pimpinan puncak, manajer madya dan supervisor. e. Cara mengaturnya adalah dengan melakukan kegiatan urutan-urutan fungsi manajemen terhadap 6 M tersebut. Di samping itu, penulis kemukakan juga beberapa pendapat para ahli tentang manajemen, agar diperoleh wawasan yang lebih luas dan mendalam, antara lain sebagai berikut: a. John D Millet, dalam bukunya Management in the public cervice memberikan definisi sebagai berikut : Management is the process of directing and facilitating the work of people organized in the formal groups to achieve a desired goals. b. Koontz dan O Donnel dalam bukunya Principles of management menjelaskan bahwa Management involves getting things done through and with people (manajemen berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain). c. George R Terry dalam bukunya Principles of Management memberikan definisi sebagai berikut: Management is a distince process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, utiliting in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives” (manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan pelaksanaan dan 2
pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya). Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen adalah suatu proses/kegiatan/usaha dalam mencapai tujuan tertentu melalui kerjasama dengan orang lain. Dengan demikian, pengertian manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berkaitan dengan sumber daya manusia, terlebih dahulu harus dibahas mengenai istilah sumber daya. Semula, yang dimaksud dengan sumber daya ditujukan kepada sumber daya alam, bahkan manusia pun termasuk di dalamnya dengan alasan bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Saat itu muncul istilah sumber daya hutan, sumber daya laut, sumber daya mineral, sumber daya matahari, dsb. Di dunia industri, posisi manusia disejajarkan dengan alat-alat produksi, sehingga hanya dihargai apabila masih memiliki tenaga sebagai daya dukung produksi. Apabila sudah tua, akan disingkirkan begitu saja tanpa penghargaan yang layak sebagaimana mestinya. Istilah yang sering digunakan untuk manusia adalah man powe. Jadi, manusia, tidak lebih hanya sebagai tenaga kerja. Padahal, manusia bekerja menggali sumber daya alam justru untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, sangat keliru apabila tenaga manusia hanya dieksploitir untuk kepentingan salah satu pihak tanpa mempertimbangkan keberadaan tenaga kerja manusia secara manusiawi. Sebagai dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditambah dengan menguatnya kesadaran para ahli tentang hakekat manusia, paradigma lama 3
berubah. Sadar bahwa manusia adalah ciptaan Allah SWT, yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan mahluk lainnya. Manusia memiliki daya cipta, daya rasa, daya karsa, kreatif dan bercita-cita. Dengan demikian, tidak layak apabila manusia disejajarkan dengan sumber daya alam lainnya, maka muncul istilah sumber daya manusia (SDM). Karena dengan memiliki tiga daya tersebut, potensi yang ada pada diri manusia jauh melebihi sumber daya alam yang bersifat pasif, sehingga manusia mampu berposisi sebagai subyek yang aktif dan kreatif. Di samping itu, istilah man power atau labor ruang lingkupnya sempit, hanya menyangkut karyawan bagian produksi saja, sedangkan sumber daya manusia ruang lingkupnya luas mencakup semua manusia yang terlibat di dalam organisasi atau perusahaan. Istilah yang sudah baku digunakan adalah human Resources, yang memiliki makna sangat luas dan manusiawi. Di samping itu, dunia telah mengakui bahwa peranan manusia begitu besar dalam berbagai aspek kehidupan, karena memang berposisi sebagai subyek. Setelah dikenal adanya istilah sumber daya alam (SDA), dan sumber daya manusia (SDM), ilmu manajemen menerima satu istilah baru yakni sumber daya buatan (SDB), sebagai bentuk penghargaan manusia terhadap sesamanya yang memiliki kelebihan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak. Adapun yang termasuk SDB antara lain mesin, metode, uang, teknologi, dan benda-benda lain yang sangat beranekaragam. Alasan lain mencuatnya istilah sumber daya manusia (SDM), karena timbulnya kesadaran bahwa sebaik apa pun sumber daya alam yang dimiliki, hanya akan bermanfaat secara optimal apabila digerakkan oleh manusia yang berkualitas. Demikian juga canggihnya mesin-mesin, robotrobot produksi, komputer dan sebagainya, tidak akan berguna 4
tanpa kehadiran manusia yang memiliki skill dan moral kerja yang memadai. Oleh karena itu manusia harus diolah tersendiri, tidak bisa disamakan dengan sumber daya lainnya, karena manusia karakter yang berbeda. Oleh karena itu, lahirlah ilmu tentang manajemen sumber daya manusia (Human Resources Management), yang banyak berurusan dengan manusia yang unik dengan segudang permasalahannya. 1.1.2 Pentingnya Manajemen Praktek manajemen semula banyak digunakan di kalangan bisnis, rumah-rumah sakit, universitas-universitas, badan-badan pemerintah, dan pada setiap aktivitas lain yang terorganisir. Secara historis, praktek manajemen sama tuanya dengan peradaban manusia, bahkan sudah ada sejak Adam dan Hawa. Para intelektual Muslim di masa silam telah banyak melahirkan pemikiran ke arah manajemen, tetapi perkembangan terakhir popularitas teori dan ilmu manajemen didominasi pemikir-pemikir Barat. Apalagi bila dikaitkan dengan pengertian manajemen yang berarti “mengatur”, Allah SWT sendiri telah memberikan isyarat yang nyata sebagaimana Firman-Nya dalam QS Ar Ra’d ayat 2 yang artinya “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu”. Hal ini berarti bahwa manajemen bukan hal baru bagi umat Islam. Studi manajemen yang dilakukan para ahli dipengaruhi oleh perubahan-perubahan di bidang politik, sosial, ekonomi, 5
serta ilmu pengetahuan dan teknologi karena dampaknya yang sangat besar terhadap praktek manajemen. Salah seorang tokoh Barat yang terkenal sebagai pemikir manajemen adalah Frederick W. Taylor, dengan dibantu oleh kawan-kawannya ia berupaya untuk mendapatkan cara-cara terbaik untuk menekan biaya, memperbaiki produktivitas, mengukur hasil pekerjaan, dan menyeleksi serta melatih para pekerja. Selanjutnya ia dijuluki Bapak Manajemen Ilmiah, karena keberhasilannya dalam mengembangkan studi tentang manajemen, bahkan pada tahun 1920 dan tahun 1960 memfokuskan studinya terhadap elemen manusia di dalam organisasi secara lebih mendalam. Dari studi tersebut ditemukan pentingnya hubungan-hubungan antar manusia (human relation) dan lingkungan di dalam organisasi, bahkan lebih jauh telah menyebabkan lahirnya studi baru khusus tentang Human Relation dan Personal Approach. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan para ahli, baik para birokrat di bidang pemerintahan maupun para praktisi bisnis di kalangan dunia usaha sekarang ini, merupakan pengikut setia dari ilmu manajemen tersebut karena telah mempraktekkan manajemen dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa manajemen telah banyak memberikan sumbangan yang berharga melalui proses dan fungsinya yang meyakinkan. Fokus pembahasan tentang manajemen sumber daya manusia di sini diarahkan kepada proses dan fungsi manajemen yang erat kaitannya dengan penerapan teori dalam praktek. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam merumuskan pengertian manajemen, pendapat para ahli berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang yang mereka gunakan. Tetapi apabila ditelaah lebih seksama, rata-rata menitikberatkan kepada pentingnya proses dan fungsi manajemen, mengingat bahwa manajemen itu sendiri pada 6
hakekatnya sebagai upaya untuk mencapai tujuan melalui orang-orang sehingga tentu diperlukan aktivitas fisik yang nyata. Pada dasarnya proses dan fungsi dalam manajemen memiliki pengertian yang sama. Dalam hal ini Winardi (1990:5), menyatakan bahwa “Aktivitas-aktivitas dalam proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan, dan pengawasan dinamakan fungsi-fungsi manajemen. Fungsifungsi tersebut harus dilaksanakan oleh semua orang yang menduduki posisi-posisi manajerial seperti misalnya oleh para administrator”. Handayaningrat (1996:20), mengemukakan pandangannya dengan sedikit perbedaan bahwa “Pengertian proses berarti serangkaian tahap kegiatan mulai dari menentukan sasaran sampai berakhirnya sasaran / tercapainya tujuan, sedangkan fungsi adalah tugas atau kegiatan”. Terlepas dari pengertian proses dan fungsi, dalam pembahasan ini akan dikemukakan tentang pentingnya fungsifungsi manajemen dalam organisasi. Karena manajemen bukanlah tanggungjawab beberapa orang atau seseorang, melainkan tanggungjawab kolektif dari semua pihak yang terlibat. Manajemen adalah tugas semua individu yang bersangkutpaut dengan tindakan mencapai sasaran melalui pengkoordinasian sumber-sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan merupakan serangkaian proses dan sekaligus fungsi yang harus diramu dan diterapkan secara tepat sesuai dengan situasi yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan organisasi. a. Perencanaan (Planning) Perencanaan penting untuk memilih dan menetapkan arah tindakan guna mengarahkan sumber daya untuk masa yang akan datang dalam upaya mencapai tujuan. Rencana7
rencana menggariskan batas-batas di mana orang-orang mengambil keputusan-keputusan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rencana harus mampu mengantisipasi kejadian-kejadian di masa mendatang, problem-problem, dan hubungan-hubungan kausal. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa para manajer akan dihadapkan kepada ketidakpastian di masa yang akan datang, terutama berkenaan dengan situasi organisasi dan lingkungan sekitarnya. Maka untuk menghadapi keadaan darurat, diperlukan suatu perangkat tentang rencanarencana alternatif Dengan demikian, dipandang dari suatu proses formal, perencanaan mencakup suatu pendekatan rasional yang mampu melihat jauh ke depan, mengembangkan arah tindakan alternatif, dan mempelajari hasil-hasil yang mungkin dapat dicapai dari masing-masing alternatif dan kemudian dipilih arah tindakannya yang terbaik. b. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian penting untuk mengkombinasikan berbagai sumber daya menjadi satu kesatuan yang berarti agar dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Pengorganisasian dicapai melalui pembagian kerja dalam bidang-bidang spesialis, mengelompokkan aktivitasaktivitas serupa (departementasi), mengidentifikasi hubungan-hubungan otoritas yang dikehendaki antara individu-individu, kelompok-kelompok, mendelegasikan otoritas dan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi ekonomi dan sosial yang berkaitan dengan aneka macam bentuk organisasi. Dengan cara mengkombinasikan orang-orang, pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta faktor-faktor fisikal ke 8
dalam sebuah struktur yang berarti, maka tujuan-tujuan dapat dicapai secara lebih efektif. Selain itu, hubunganhubungan yang digariskan secara formal, para pegawai akan membentuk aneka macam kelompok informal, dan hubungan informal tersebut akan mempengaruhi prilaku di dalam sebuah organisasi, seperti halnya posisi-posisi kewenangan yang ditetapkan secara formal. c. Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan penting untuk menginisiasi dan mengarahkan pekerjaan yang perlu dilaksanakan, melalui motivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, pelatihan, dan bentuk pengaruh lainnya. Fungsi tersebut dianggap juga sebagai tindakan menginisiasi dan mengarahkan kepada pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam sebuah organisasi. Dengan sendirinya, penggerakkan harus berkaitan erat dengan fungsi-fungsi lainnya, yaitu dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan agar tujuan-tujuan organisasi dapat dicapai seperti yang diharapkan. d. Pengawasan (Controlling) Pengawasan penting guna mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan standar atau target yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila hasil pekerjaan ternyata penyimpang dari standar-standar yang berlaku, maka perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif untuk memperbaikinya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajer antara lain dengan cara : a) b) c) d)
Memperbaiki peralatan yang rusak Mengubah prilaku para karyawan Melakukan re-organisasi sebuah departemen Merevisi sebuah rencana orisinil. 9
Dengan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, para manajer diharapkan mampu berupaya sebaik mungkin untuk melakukan koordinasi melalui organisasi yang ada. Walaupun koordinasi tidak dianggap sebagai suatu fungsi manajemen, tetapi ia timbul dari proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan. 1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sebelum membahas pengertian manajemen sumber daya manusia terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai arti sumber daya. Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian sumber daya manusia. Dari sekian banyak pendapat penulis memilih satu pendapat yang paling relevan, yakni apa yang dikemukakan oleh Veithzal Rivai (2004:1), yang menegaskan bahwa sumber daya adalah segala sesuatu yang merupakan assets perusahaan untuk mencapai tujuannya. Sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat dikategorikan atas empat tipe sumber daya, yakni finansial, fisik, manusia, serta kemampuan teknologi dan sistemnya. Berikut penulis kemukakan beberapa istilah yang digunakan untuk memperjelas pengertian manajemen sumber daya manusia, antara lain:
Manajemen sumber daya manusia Manajemen sumber daya insani Manajemen personalia Manajemen kepegawaian Manajemen perburuhan Manajemen tenaga kerja Administrasi personalia Administrasi kepegawaian Hubungan industrial
10
Hal ini penting untuk diketahui agar dapat membedakan dengan pengertian yang hampir sama dengan manajemen SDM, seperti manajemen atau administrasi personalia. Hasibuan (1990:9), menyatakan bahwa antara manajemen sumber daya manusia dengan manajemen atau administrasi personalia terdapat kesamaan dan terdapat pula perbedaannya. Persamaannya adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi agar mendukung terwujudnya tujuan. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut: a. MSDM dikaji secara makro sedangkan manajemen personalia dikaji secara mikro. b. MSDM menganggap karyawan sebagai assets atau kekayaan utama yang harus dipelihara dengan baik. Sedangkan manajemen personalia menganggap karyawan sebagai faktor produksi sehingga perlu dimanfaatkan secara produktif. c. MSDM pendekatannya secara modern, sedangkan manajemen personalia pendekatannya secara klasik. 1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Dilihat dari susunan katanya Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri atas dua kelompok kata, yakni Manajemen dan Sumber Daya Manusia. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola, menata, mengurus, mengatur atau mengendalikan, sehingga manajemen pada dasarnya dapat diterjemahkan menjadi pengelolaan, pengendalian, pengaturan, atau pengendalian. Sedangkan sumber daya manusia (SDM) semula merupakan terjemahan dari kata human resources, ada juga para ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan manpower 11
(tenaga kerja), bahkan sebagian orang menyamakan istilah sumber daya manusia dengan personel (personalia) Demikian pula halnya dengan istilah manajemen sumber daya manusia (MSDM), para ahli mengemukakan rumusan definisi yang berbeda. Ada yang menyatakan bahwa MSDM tidak lain adalah man power managemet (manajemen tenaga kerja), ada juga yang menyebutkan bahwa MSDM sama dengan labor management, personel management, dan sebagainya. Perbedaan pandangan tersebut karena adanya perbedaan dalam memandang SDM. Ada yang memandang bahwa SDM sama dengan tenaga kerja semata, ada juga yang beranggapan bahwa SDM adalah personalia, pegawai, atau karyawan sehingga muncul istilah personel management. Dewasa ini, pengertian MSDM tidak lagi disamakan dengan manajemen produksi, karena MSDM akan menghadapi permasalahan manusia dengan segala aspeknya, termasuk keinginan, kecenderungan, dan prilakunya sehingga bukan hanya sekedar tenaga kerja. Di dalam pembahasan MSDM ini terkandung pula di dalamnya suatu pengertian bahwa SDM atau karyawan yang ada di suatu instansi atau perusahaan yang harus dipelihara dan dipenuhi kebutuhannya dengan baik. Dalam hal ini, SDM atau karyawan diangkat harkatnya tidak saja sebagai obyek pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga dianggap sebagai subyek yang berperan untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan organisasi. Dengan demikian, pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) tiada lain adalah semua kegiatan yang dilakukan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian sampai pengendalian semua nilai yang menjadi kekuatan manusia, untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan hidup manusia itu sendiri.
12
Untuk memperkaya wawasan dan pemahaman tentang pengertian manajemen sumber daya manusia, berikut penulis kemukakan beberapa pendapat para yang dikutip oleh Hasibuan : a. Edwin B. Flippo Personel management is the planning, organizing, directing, and controlling of the procurement development, integration, maintenance and separation of human resources to the end that individual, organizational and sociated objektives are accomplished (Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, dan masyarakat). b. Dale Yoder Personel management is the provision of leadership and direction of people in their working or employment relationship. (Manajemen personalia adalah penyediaan kepemimpinan dan pengarahan para karyawan dalam pekerjaan atau hubungan kerja mereka). c. Malayu SP Hasibuan MSDM adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membentuk terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. d. Henry Simamora. MSDM didefinisikan sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan 13
pengelolalaan terhadap individu anggota organisasi atau sekelompok pekerja. MSDM juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan personalia, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja kompensasi karyawan dan hubungan perusahaan yang mulus. e. Ahmad S. Rucky Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penetapan secara tepat dan efektif dalam proses akuisisi, pendayagunaan, pengembangan dan pemeliharaan personel yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif untuk mencapai tingkat penggunaan sumber daya manusia yang optimal oleh organisasi tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya. f. Mutiara S Panggabean Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya dijelaskan bahwa kegiatan di bidang sumber daya manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja. Dari sisi pekerjaan terdiri atas analisis pekerjaan dan evaluasi pekerjaan, sedangkan dari sisi pekerja meliputi kegiatankegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja. 14
Dengan dikemukakannya definisi-definisi di atas menunjukkan betapa pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sehingga timbul pertanyaan, mengapa manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi? Henry Simamora (1995:14) mengemukakan beberapa alasan, antara lain : a. Kurangnya tenaga teknis khusus untuk mendukung program ekspansi bisnis tertentu. b. Kurangnya manajer yang teruji dan berpengalaman luas baik untuk mengelola operasi baru maupun ekspansi dengan investasi modal yang besar maupun untuk berkembang menjadi eksekutif senior yang bertanggungjawab. c. Biaya yang sangat besar dalam penerapan pengurangan atau pemutusan kerja, relokasi karyawan dari tempat kerja yang jauh, penarikan tenaga kerja berbakat dengan tingkat gaji yang tinggi dan aktivitas manajemen sumber daya manusia lainnya. Biaya personalia sangatlah kritis. d. Tuntutan atas praktek manajemen dari berbagai faktor eksternal seperti peraturan perundang-undangan dan ancaman biaya yang sangat besar yang disebabkan penyelesaian tuntutan atas praktek diskriminasi. e. Peningkatan produktivitas, khususnya pada tingkat manajerial dan tenaga profesional. Pengendalian atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dan kinerja pelaksanaan sendiri merupakan tujuan utama jika perusahaan ingin tetap kompetitif dan unggul. Menyediakan kesempatan karir dan lingkungan kerja yang akan menarik, memotivasi dan menahan tenaga berbakat yang diperlukan. 15
1.2.2
Tujuan dan Sasaran Manajemen Sumber Daya Manusia
Memahami fungsi manajemen akan memudahkan untuk memahami fungsi manajemen sumber daya manusia yang selanjutnya akan memudahkan pula untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran manajemen sumber daya manusia. a. Tujuan Manajemen SDM Tujuan yang hendak dicapai adalah manfaat yang akan diperoleh dengan penerapan manajemen SDM dalam suatu perusahaan atau organisasi. Tujuan manajemen SDM ialah untuk meningkatkan kontribusi produktivitas orang-orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggungjawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan akhir yang hendak dicapai manajemen SDM pada dasarnya adalah : 1) Peningkatan efisiensi 2) Peningkatan efektivitas 3) Peningkatan produktivitas 4) Mengurangi tingkat perpindahan pegawai 5) Mengurangi tingkat absensi 6) Tingginya kepuasan kerja pegawai b. Sasaran Manajemen SDM Sasaran manajemen sumber daya manusia bukan semata-mata hanya memikirkan kepentingan organisasi atau perusahaan, tetapi memiliki jangkauan yang luas meliputi sasaran perusahaan, sasaran fungsional, sasaran sosial, dan sasaran pribadi karyawan.
16
1) Sasaran perusahaan Sasaran perusahaan diarahkan untuk mengenali manajemen sumber daya manusia dalam rangka memberikan kontribusi atas efektivitas perusahaan, meliputi perencanaan, seleksi, pelatihan, pengembangan, pengangkatan, penempatan, penilaian, dan pemutusan hubungan pekerja. 2) Sasaran fungsional Sasaran fungsional bertujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada level yang cocok bagi berbagai kebutuhan perusahaan. Sasaran fungsional ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan penilaian. 3) Sasaran sosial Sasaran sosial berusaha agar selalu tanggap secara etis maupun sosial terhadap berbagai kebutuhan dan tuntutan masyarakat dengan terus meminimalkan dampak negatif atas tuntutan tersebut. Sasaran sosial ini meliputi keuntungan perusahaan, pemenuhan tuntutan hukum, dan hubungan manajemen dengan serikat pekerja. 4) Sasaran pribadi karyawan Sasaran pribadi karyawan adalah membantu para karyawan mencapai tujuan-tujuan pribadi mereka, setidaknya dapat meningkatkan kontribusi individu atas perusahaan. Sasaran pribadi karyawan antara lain meliputi pengembangan, penilaian, penempatan, kompensasi, dan penugasan. 1.2.3 Model Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Di dalam berbagai pemecahan masalah manajemen SDM dan sekaligus menentukan cara pemecahannya perlu diketahui terlebih dahulu model-model manajemen yang 17
dapat digunakan oleh manajer SDM. Model-model manajemen yang ada tidak dapat diterapkan secara generalis, karena bergantung kepada tipe organisasi. Tipe perusahaan atau organisasi kecil tidak dapat menggunakan model yang biasa digunakan pada perusahaan atau organisasi berskala besar, demikian pula sebaliknya. Model-model manajemen SDM berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi serta tuntutannya. Menurut Henry Simamora (1995:8), untuk menyusun berbagai aktivitas manajemen SDM terdapat enam model, yaitu : -
Model Klerikal Model Hukum Model Financial Model Manajerial Model Humanistic Model Ilmu Prilaku
Berikut penulis kemukakan penjelasan singkat tentang model-model tersebut: a.
Model Klerikal
Dalam model ini fungsi utama departemen sumber daya manusia adalah memperoleh laporan, menyimpan laporan, data, catatan-catatan dan melaksanakan tugas-tugas rutin. Fungsi departemen sumber daya manusia menangani kertas kerja yang dibutuhkan, mematuhi berbagai peraturan dan melaksanakan tugas-tugas kepegawaian rutin. b.
Model Hukum
Dalam model ini operasi manajemen sumber daya manusia memperoleh kekuatannya dari keahlian bidang hukum. Aspek hukum memiliki sejarah panjang yang berawal 18
dari hubungan perburuhan, di masa negosiasi kontrak, pengawasan dan kepatuhan merupakan fungsi pokok disebabkan adanya hubungan yang sering bertentangan antara manajer dengan karyawan. c.
Model Financial
Aspek financial manajemen sumber daya manusia belakangan ini semakin berkembang karena para manajer menjadi semakin sadar akan pengaruhnya yang besar dari manajemen sumber daya manusia. Biaya tersebut meliputi biaya kompensasi tidak langsung, seperti biaya asuransi kesehatan, pensiun, asuransi jiwa, liburan dan sebagainya. Kebutuhan akan keahlian dalam mengelola bidang yang semakin kompleks ini merupakan penyebab utama mengapa peran manajer SDM semakin meningkat. d.
Model Manajerial
Model manajerial ini memiliki dua versi. Pertama, manajer sumber daya manusia memahami kerangka acuan kerja manajer lini yang berorientasi pada produktivitas. Kedua, manajer lini melaksanakan beberapa fungsi sumber daya manusia. Departemen sumber daya manusia melatih manajer lini dalam keahlian yang diperlukan untuk menangani fungsi-fungsi kunci SDM seperti pengangkatan, evaluasi kinerja dan pengembangan. Karyawan pada umumnya lebih senang berinteraksi dengan manajer mereka sendiri dibandingkan dengan pegawai staf, maka beberapa departemen sumber daya manusia dapat menunjuk manajer lini untuk berperan sebagai pelatih / fasilitator. e.
Model Humanistic
Ide sentral dalam model ini adalah departemen sumber daya manusia dibentuk untuk mengembangkan dan membantu perkembangan nilai dan potensi sumber daya manusia di 19
dalam organisasi. Spesialis sumber daya manusia harus memahami individu karyawan dan membantunya memaksimalkan pengembangan diri dari paningkatan karier. Model ini menggambarkan tumbuhnya perhatian organisasi terhadap pelatihan dan pengembangan karyawan mereka. f.
Model Ilmu Prilaku
Model ini menganggap bahwa ilmu prilaku seperti psikologi dan prilaku organisasi merupakan dasar aktivitas sumber daya manusia. Pada prinsipnya, sebuah pendekatan sains terhadap prilaku manusia dapat diterapkan pada hampir semua permasalahan sumber daya manusia. Bidang sumber daya manusia yang didasarkan pada prinsip sains meliputi teknik umpan balik, evaluasi, desain program dan tujuan pelatihan serta manajemen karier. 1.2.4 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi manajemen sumber daya manusia sama halnya dengan fungsi lain yang ada dalam manajemen sendiri, seperti apa yang dikemukakan G Terry dalam bukunya Principle of Management yang menyatakan bahwa fungsi manajemen meliputi planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC). Henry Fayol menyebutkan bahwa fungsi manajemen meliputi planning, organizing, commanding, coordinating, dan controlling (POCCC). Sedangkan Luther Gullick mengemukakan fungsi manajemen meliputi planning, organizing, staffing. directing, coordinating, reporting, dan budgeting (POSDCRB). Dalam manajemen sumber daya manusia fungsi-fungsi manajemen dikembangkan seperti apa yang dikemukakan oleh Edwin B Flippo, Dale Yoder, Manullang, Moekijat, Malayu SP Hasibuan, dan Henry Simamora. Menurut para 20
ahli tersebut, fungsi manajemen sumber daya manusia (MSDM) meliputi : Perencanaan, Rekrutment, Seleksi, Orientasi, pelatihan, dan pengembangan, Evaluasi kinerja, Kompensasi, Pengintegrasian, Pemeliharaan, dan Pemberhentian. Fungsi Perencanaan, meliputi kegiatan menganalisa pekerjaan yang ada, menyusun uraian pekerjaan, menyusun persyaratan pekerjaan, dan menentukan sumber-sumber penarikan SDM. Fungsi Rekrutment atau pengadaan meliputi kegiatan mengumumkan informasi tentang penerimaan pegawai dan penerimaan surat lamaran, melakukan seleksi, melakukan orientasi dan pelatihan pra-tugas, mengangkat pegawai yang memenuhi persyaratan, dan menempatkan SDM. Fungsi Seleksi merupakan bagian dari rekrutment, yang bertujuan untuk menyaring pelamar agar diperoleh calon pegawai yang memenuhi persyaratan. Sedikitnya terdapat lima alat seleksi yang dapat digunakan, antara lain formulir lamaran, wawancara, pemeriksaan badan, testing resmi (tes akademik), atau psikotes (tes kepribadian). Fungsi Orientasi atau perkenalan merupakan tindak lanjut dari proses seleksi. Cara yang dilakukan oleh perusahaan berbeda-beda, bergantung kepada sifat kedudukan, dan jenis usaha yang dilakukan. Sebagai bahan pertimbangan setidaknya terdapat empat cara yang dapat dipilih, yaitu : (1) Dipanggil dan langsung dipekerjakan sebagai karyawan; (2) Dipanggil dan diharuskan mengikuti orientasi (perkenalan) lebih dulu sebelum bekerja; (3) Langsung diusulkan pengangkatannya sebagai calon karyawan kemudian mengikuti pelatihan pra-tugas; (4) Dipanggil diharuskan mengikuti pelatihan pra tugas dan orientasi sebelum diangkat sebagai calon karyawan/pegawai. 21
Fungsi Pelatihan merupakan tindak lanjut dari orientasi. Di perusahaan dikenal dengan nama pelatihan pra-tugas, disebut juga pelatihan pra-jabatan. Untuk perusahaanperusahaan tertentu, calon karyawan akan dihadapkan kepada sistem kerja dan jenis pelayanan kepada masyarakat secara khusus. Untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, perusahaan mengadakan pelatihan pra-tugas terhadap calon karyawannya. Hal ini penting karena kebanyakan perusahaan sulit memperoleh calon pegawai yang siap keja dari pasaran. BUMN yang biasa melakukan hal ini antara lain PT Telkom, Perum Pos & Giro, PLN dan sebagainya. Fungsi Pengembangan, meliputi kegiatan penilaian kinerja, perencanaan karier, pendidikan dan pelatihan, pemberian tugas, mutasi dan promosi, motivasi, dan disiplin kerja. Pengembangan penting karena perusahaan akan dihadapkan kepada perubahan, misalnya di bidang Iptek. Fungsi Evaluasi kinerja, penting dilakukan guna memenuhi azas keadilan dalam memberikan kompensasi. Sasaran utamanya adalah untuk memperoleh konsistensi internal dan eksternal dalam hal upah dan gaji. Dalam prosesnya menggunakan sistem tertentu, sistam dasar yang biasa digunakan terbagi atas dua kategori. Kategori pertama mencakup metode yang sederhana, tidak menggunakan faktor-faktor rinci dan tidak kuantitatif, tetapi hanya pekerjaan yang bersifat umum. Alat yang digunakan antara lain uraian pekerjaan atau buku spesifikasi pekerjaan. Kategori kedua mencakup metode-metode yang lebih rinci dan kuantitatif, meliputi sistem butir (point system) dan sistem perbandingan. Fungsi Kompensasi, meliputi kegiatan penggajian dan pengupahan, pemberian tunjangan-tunjangan, pangkat dan jabatan, serta pemberian penghargaan. Sistem pemberian kompensasi secara rinci akan dibahas pada bab selanjutnya. 22
Fungsi Pengintegrasian, merupakan usaha untuk menghasilkan suatu kecocokan yang layak atas kepentingankepentingan perorangan (individu), masyaraklat, dan organisasi. Pengintegrasian memiliki pembahasan yang luas, karena selain berhubungan dengan organisasi juga berhubungan dengan masyarakat luar. Misalnya berkaitan dengan keluhan individu, tindakan kedisiplinan, tuntutan hak buruh melalui serikat pekerja, bahkan mungkin dengan pihak pemerintah berkaitan dengan kebijakan penetapan upah (UMR) dan hal-hal lainnya. Fungsi Pemeliharaan, meliputi kegiatan pemeliharaan kebugaran fisik, pemeliharaan keamanan dan keselamatan kerja, pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kesejahteraan rumah tangga, pemeliharaan hubungan kerja dan hak azasi SDM, serta memberi jaminan perumahan. Fungsi Pemberhentian meliputi dua hal pokok yaitu kegiatan pemberhentian dan pemensiunan. Dalam hal ini manajer harus mengatur hak-hak para pensiun yang dapat diberikan kepada mereka yang telah berjasa kepada perusahaan. Pemensiunan merupakan bagian dari pemberhentian SDM dari pekerjaannya, tetapi pemberhentian tidak sama dengan pemensiunan.
23
BAB II PERENCANAAN 2.1
Pengertian Perencanaan SDM
2.1.1 Pengertian Perencanaan Pokok persoalan yang akan dibahas pada bab ini adalah perencanaan sumber daya manusia, namun untuk memperkuat pemahaman dan membuka wawasan yang lebih luas, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian perencanaan dalam konteks manajemen. Dalam teori manajemen perencanaan (planning) memegang peranan penting, karena dengan perencanaan itulah aktivitas organisasi akan berjalan sebagaimana mestinya. Pertanyaan klasik seperti “Ke mana tujuan kita?” melahirkan fokus pemikiran yang selanjutnya menjadi kata kunci dalam perencanaan. Perencanaan penting karena berfungsi sebagai acuan atau pedoman dalam pelaksanaan program, alat efisiensi sumber daya, alat strategi tindakan, alat policy dan koordinasi, acuan pengawasan dan evaluasi Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan rencana atau program kegiatan yang akan dikerjakan di masa yang akan datang. Suatu perencanaan selalu berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam organisasi. Menurut Siagian (194:108), perencanaan adalah “Keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan” Perencanaan yang baik perlu memiliki karakteristik yang khas, karena tidak semua proses perencanaan mampu 24
mengungkap berbagai persoalan yang dihadapi organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara teoritis, karakteristik perencanaan yang baik harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut: a. Harus mampu mengidentifikasi semua persoalan yang ada, baik persoalan individu maupun persoalan organisasi, baik internal maupun eksternal. Analisis lingkungan dengan menggunakan metode tertentu, merupakan salah satu bagian dari karakter ini. Misalnya analisis lingkungan dengan metode SWOT, untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki organisasi (internal) serta mengetahui peluang dan ancaman yang ada di lingkungan luar organisasi (eksternal). b. Perencanaan harus berkaitan dengan kondisi relatif dari adanya kepasitan dan ketidakpastian. Perencanaan senantiasa akan berhubungan dengan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, oleh karena itu perencanaan yang baik harus dapat memprediksi kemungkinankemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. c. Secara ilmiah merupakan proses intelektual. Hal ini berarti bahwa perencanaan sarat akan rencana tindakan di masa yang akan datang, sehingga memerlukan analisis terhadap data yang ada sekarang untuk direfleksikan ke masa depan. Untuk melakukan hal itu diperlukan pemikiran yang matang agar perencanaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dalam prosesnya memerlukan daya intelektual tinggi, karena memikirkan sesuatu yang bersifat abstrak dan belum nampak secara empiris. d. Melibatkan kondisi masa yang akan datang, dalam arti mampu memperkirakan apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Perencanaan berjenjang, dimulai dari 25
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang merupakan salah satu perwujudan dari karakter perencanaan ini. e. Melengkapi dan berkesimbungan, artinya perencanaan yang dilaksanakan mampu melengkapi yang sudah ada secara berkesinambungan tanpa melupakan inovasiinovasi baru untuk mengembangkan kreativitas. Untuk melengkapi informsai dan pemahaman tentang perencanaan, perlu juga diketahui tentang unsur, sifat, dan fungsi perencanaan. Unsur perencanaan antara lain: Meramalkan; Menetapkan tujuan; Menyusun program, jadwal waktu, dan anggaran; Menafsirkan dan menetapkan Kebijakan; serta Mengembangkan prosedur perencanaan itu sendiri. Sifat perencanaan pada umumnya : Melihat jauh ke depan, sederhana, jelas, realistis, rasional, fleksibel, stabil, dan seimbang. Sedangkan fungsi perencanaan adalah sebagai; Penerjemah atau penjabaran dari kebijakan umum; Perkiraan yang bersifat ramalan; Berfungsi ekonomis; Ada kepastian kegiatan; Sebagai alat komunikasi dan sebagai sarana pengawasan. Di samping itu, perencanaan yang baik perlu juga mempertimbangkan azas-azas sebagai berikut : a. Untuk mencapai tujuan b. Realistis dan wajar c. Efisiensi d. Memberi arah dan petunjuk kepada pelaksanaan fungsi manajemen e. Kerangka strategi dan kebijakan f. Memiliki ketetapan dan ketepatan waktu 26
g. h. i. j.
Mengatasi keterbatasan Mengandung keputusan yang mengikat Lentur, memperkecil kerugian Memiliki keterikatan putusan dengan masa depan yang rentan terhadap perubahan
Dengan demikian, perencanaan yang telah dilakukan menyebabkan dipilihnya suatu arah tindakan (rencanarencana) bagi manajemen yang akan mengarahkan sumbersumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk masa yang akan datang. Dalam proses perencanan, secara formal mencakup suatu pendekatan rasional yang melihat jauh ke depan, ia mengembangkan arah tindakan altenatif dan mempelajari hasil-hasil yang mungkin dapat dicapai dari masing-masing alternatif dan kemudian dipilih arah tindakan (rencana) yang terbaik.
2.1.2. Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia Dalam mengelola sumber daya manusia perencanaan memegang peranan penting, karena dengan perencanaan manajer dapat mengetahui apa yang harus dilakukan. Beberapa pendapat para ahli tentang definisi perencanaan sumber daya manusia yang dikutip oleh H Sadili Samsudin dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia (2006:59) antara lain sebagai berikut: a. Harold Koonzt dan Cyril O Donnel menyebutkan bahwa planning is the function of manager which involves the selection from alternative of obyektives, policies, procedures, and programs (perencanaan adalah fungsi manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, programprogram dan alternatif yang ada). 27
b. G.R Terry dalam bukunya Principles of Management mendefinsikan perencanaan sebagai berikut : Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assumptions regarding the futurein the visualization and formation of proposed activities believed necessary to achieve desired results (perencanan adalah kegiatan memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai waktu yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan). c. Billy E. Goetz menyatakan bahwa planning is fundamentally choosing and a planning problem arises only when an alternatives course of action is discovered (perencanaan merupakan pemilihan yang fundamental dan masalah perencanaan timbul jika terdapat alternatifalternatif). d. Louis A. Alien menyebutkan planning is the determinatios of the course of action to achieve a desired result (perencanaan menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan). Di dalam merencanakan kebutuhan karyawan, banyak manajer yang merasa sulit untuk menentukan berapa pegawai yang dibutuhkan. Apakah pegawai yang ada itu sudah melebihi atau masih dirasakan kurang untuk menggerakkan roda perusahaan. pada suatu organisasi sering terdengar bahwa pada unit kerja kekurangan atau kelebihan karyawan, tetapi setelah ditanyakan bagaimana cara menghitung kekurangan atau kelebihan tersebut, pegawai dengan klasifikasi yang diperlukan, atau mana yang tidak diperlukan seringkali sulit untuk menjelaskannya. Agar perencanaan sumber daya manusia berhasil, terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan, yaitu : 28
a. Mengumpulkan informasi secara reguler dan terus menerus b. Menganalisis permintaan dan penawaran SDM masa kini dan masa yang akan datang c. Menggunakan hasil analisis sebagai bahan penyusunan kebijakan program, proyek, dan kegiatan di bidang ketenagakerjaan dan kesempatan kerja. d. Memanfaatkan SDM menurut jabatan dan kualitasnya e. Melaksanakan monitoring secara terus menerus terhadap kebijakan untuk melakukan perubahan atau penyesuaian f. Mengintegrasikan perencanaan perencanaan manajemen SDM.
SDM
dalam
suatu
Dengan demikian, maka Henry Simamora mengemukakan bahwa terdapat beberapa alasan mengenai perlunya perencanaan, yaitu : a. Perencanaan menyebabkan sukses b. Perencanaan memberikan manajemen perasaan bahwa mereka mengendalikan nasib mereka sehingga perencanaan membantu manajemen melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam menanggulangi perubahan teknologi, sosial, politik, dan lingkungan c. Perencanaan mewajibkan manajemen untuk menetapkan tujuan organisasi Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan sumber daya manusia adalah proses yang dilakukan manajemen untuk menentukan bagaimana organisasi harus bergerak dari kondisi sumber daya manusia saat ini menuju kondisi yang diinginkan. Pada intinya perencanaan merupakan proses menganalisa kebutuhan sumber daya manusia suatu organisasi pada kondisi yang 29
berubah dan mengembangkan aktivitas yang diperlukan untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan. Lain halnya yang dilakukan oleh manajemen atau staf personalia. Dalam pengangkatan pegawai tidak berpikir secara luas dengan mengintegrasikan semua fungsi manajemen sumber daya manusia, tetapi lebih terpusat pada bagaimana mendapatkan jumlah pegawai yang tepat pada pekerjaan dan waktu yang tepat. Menurut Veithzar Rivai dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan (2003:98), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan sumber daya manusia, antara lain : a. Perubahan demografi Perubahan demografi berkaitan dengan perubahan jumlah penduduk, yaitu perubahan yang paling mendasar dan berlangsung dalam komposisi populasi yang berakibat terhadap perkembangan tenaga kerja. Kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi keperluan SDM-nya tergantung pada tersediatidaknya sumber tenaga kerja yang memiliki kecakapan. Sebab setiap manusia yang lahir pada era mendatang sangat penting untuk dijadikan informasi kependudukan yang perlu dianalisa guna keperluan perencanaan sumber daya manusia. Beberapa faktor demografi yang mempengaruhi perencanaan SDM adalah : 1) Jumlah penduduk 2) Perluasan tenaga kerja 3) Tenaga kerja perempuan 4) Tingkat pengetahuan yang dimiliki tenaga kerja Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan secara matang oleh para manajer agar perusahaan memperoleh 30
tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Misalnya, jumlah penduduk yang tinggi akan mengakibatkan meningkatnya jumlah pencari kerja, sehingga dalam memilih tenaga kerja yang cocok diperlukan proses seleksi yang akurat. Secara empiris, kenyataan sekarang menunjukan bahwa setiap tahun ribuan pencari kerja mengeluh karena sulitnya mencari pekerjaan. Di pihak lain, perusahaan pun kesulitan mencari tenaga kerja, bukan karena tidak ada orang tetapi sulit mencari orang dengan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan. b. Perubahan ekonomi Kondisi ekonomi akan berpengaruh besar terhadap ketenagakerjaan. Inflasi sebagai kenyataan hidup merusak perencanaan biaya hidup seseorang, karena setiap saat terjadi kesenjangan antara pengeluaran dan penghasilan. Resesi ekonomi memaksa perubahan pada praktek manajemen, karena langsung atau tidak perubahan ekonomi yang erat kaitannya dengan daya beli seseorang (karyawan) akan berpengaruh terhadap manajemen. Paksaan yang terjadi sering membawa ketidaksesuaian, terutama kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Dalam dua kondisi seperti tersebut di atas, produktivitas merupakan hal yang perlu diperhatikan secara serius dalam manajemen. Biaya wawancara, pengangkatan, penempatan, pelatihan dan penggajian karyawan sering mencengangkan ketika jumlah biaya penyusutan selama dua tahun pertama dikumpulkan. Hal ini berarti bahwa rekrutment pegawai bukan hal yang mudah, karena erat kaitannya dengan produktivitas dan biaya yang harus ditanggung perusahaan. c. Perubahan teknologi Perubahan teknologi menyebabkan ketersaingan di antara karyawan, ketinggalan pengetahuan, keterampilan dan 31
kesulitan penyesuaian terhadap proses baru dalam organisasi. Bagi perusahaan, penggunaan teknologi merupakan kebutuhan mutlak sebagai pendukung produktivitas, baik yang berkaitan dengan produksi maupun informasi. Pepatah bijak menyatakan bahwa barang siapa yang mampu menguasai teknologi informasi, maka ia akan menguasai dunia. Sebaliknya, siapa yang mengabaikan teknologi akan menjadi obyek pihak lain dalam persaingan. Namun demikian, teknologi berdampak ganda, yakni positif dan negatif. Dalam beberapa segi teknologi sangat membantu dalam upaya efisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Tetapi dilihat dari segi lain menimbulkan kegundahan bagi pihak tertentu, terutama bagi pegawai. Perusahaan yang bermaksud menggunakan teknologi dalam meningkatkan kualitas produktivitasnya, harus siap menghadapi resiko yang akan muncul. Misalnya, robotisasi di bidang produksi akan berhadapan dengan para pekerja yang merasa tersaingi dengan adanya robot produksi. Karena pekerjaan yang biasanya banyak menyerap tenaga kerja, cukup dilayani beberapa orang sebagai operator penggerak robot. Karyawan yang tidak memiliki keterampilan yang memadai terancam di-PHK. Pihak manajemen sendiri harus mempersiapkan pegawai yang sanggup menggunakan peralatan berteknologi canggih, dengan konsekuensi harus mengadakan pendidikan dan pelatihan agar karyawan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan, atau merekrut pegawai baru yang memiliki latar belakang keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan saat itu. Ini semua membutuhkan biaya besar, di samping biaya non financial karena tuntutan karyawan lama yang merasa tersisih, misalnya harus mengeluarkan pesangon. Perubahan teknologi tersebut bagi perusahaan mendatangkan masalah yang cukup kompleks, karena apabila tidak menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut akan 32
ketinggalan dan kalah bersaing dengan perusahaan lain. Apabila menggunakan teknologi, resikonya harus melakukan perampingan dan akan terjadi persaingan di antara karyawan. Oleh karena itu, perubahan teknologi besar pengaruhnya terhadap perencanaan sumber daya manusia. d. Kondisi peraturan dan perundang-undangan Dewasa ini praktek manajemen sumber daya manusia semakin dipengaruhi oleh hukum. Undang-undang diskriminasi kerja mempunyai hambatan yang besar terhadap kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Misalnya, secara hukum penyandang cacat memiliki hak yang sama dengan yang lain dalam memperoleh kesempatan bekerja. maka perusahaan dihimbau untuk mempertimbangkan tenaga kerja yang memiliki keterbatasan. Demikian juga halnya dengan UU Perburuhan, UU Kesehatan dan Keselamatan Kerja, semuanya mempengaruhi dunia manajemen SDM. Ditambah lagi dengan diberlakukannya perlindungan hukum terhadap pekerja atau buruh, sehingga muncul organisasi serikat pekerja atau serikat buruh yang tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para pengusaha. Sehingga para manajer harus benar-benar peka terhadap hal-hal seperti itu agar kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. e. Perubahan prilaku terhadap kerier dan pekerjaan Dalam komposisi demografi tertentu tenaga kerja akan mengalami perubahan dalam kemampuan ekonomi, teknologi, dan perubahan terhadap kondisi peraturan perundangundangan, kemudian diikuti dengan perubahan sikap dan perilaku tenaga kerja. Perubahan yang berlangsung dalam sikap dan prilaku para pekerja terhadap karier dan pekerjaan, yakni : 33
Pertama, meningkatnya partisipasi perempuan dalam dunia kerja. Hal ini akan memicu terjadinya perebutan karier dan tuntutan pekerja perempuan. Beberapa keluarga yang terlibat dalam perebutan karier harus mengatasi permasalahan umum yang ditumbuhkan karena pertentangan tujuan dan pertentangan peran. Kedua, bentuk baru perpindahan/pergeseran karyawan. Salah satu pengaruh dari perbuatan karier adalah semakin enggannya karyawan untuk mempertimbangkan menerima transfer atau promosi pada penempatan ulang yang berbelitbelit. Bagi beberapa orang relokasi dianggap sebagai suatu kemunduran dan dianggap jatuhnya karier seseorang dan merupakan hal yang sangat tidak diharapkan. Sebenarnya perpindahan adalah hal biasa, tetapi sekarang perpindahan menjadi hal yang kurang disukai di antara karyawan, bahkan bagi yang bukan karyawan. Mendapatkan karyawan yang bersedia untuk direlokasi merupakan hal yang sangat sulit. Sekarang perpindahan tidak selalu dipandang sebagai hal yang penting dalam pengembangan karier dan tidak berpengaruh kepada kepuasan kerja seseorang. Ketiga, perubahan sikap dan nilai individu terhadap karier. Perubahan dalam sistem perekonomian berpengaruh kepada partisipasi karyawan terhadap karier yang menimbulkan sikap bosan dan melelahkan. Jalan keluarnya pihak perusahaan mengadakan keanekaragaman dan praktik manajemen yang memudahkan bagi karyawan. Dewasa ini pemberlakuan jadwal kerja yang fleksibel sangat diharapkan, karena beranekaragamnya latar belakang karyawan. Di antara para karyawan terdapat kebutuhan yang bersifat khusus, misalnya mengharapkan kerja paruh waktu. Misalnya bagi mahasiswa yang berusaha mencari penghasilan tambahan. Keempat, aspirasi karyawan. Harapan dan tuntutan karyawan untuk memasuki organisasi dan menjadi manajer 34
menunjukkan semangat kerja dan karier yang meningkat Terdapat empat kualitas kerja yang diburu oleh karyawan, yaitu: 1) 2) 3) 4)
Memperoleh perasaan berprestasi dari pekerjaan mereka Memperoleh peluang yang banyak untuk dikembangkan Memperoleh pengakuan Gagasan mereka diterima
Dalam kegiatan sehari-hari cara pengisian formasi atau pegawai yang kosong pada suatu unit organisasi terdapat beberapa cara yang dapat digunakan. Misalnya mengangkat pegawai baru, baik dari pelamar baru maupun mengambil dari unit organisasi lain. Ini dimungkinkan dalam pola pembinaan pegawai di Indonesia yang dikenal dengan sistem karier untuk mengisi kekosongan formasi dari unit organisasi sendiri. Menurut Naenggolan dalam bukunya Pembinaan Pegawai Negeri Sipil (1982:11), pengertian sistem karier adalah ”Suatu sistem kepegawaian untuk pengangkatan pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedang dalam pengembangan labih lanjut, masa kerja, pengalaman, kesetiaan, pengabdian. dan syarat-syarat obyektif lainnya juga turut menentukan”. Sistem karier terbagi atas dua bagian, yaitu sistem karier terbuka dan sistem karier tertutup. Secara implisit pengertian karier terbuka memungkinkan formasi yang kosong akibat gerakan pegawai dapat diisi oleh pejabat yang ada pada unit organisasi, ataupun kalau tidak ada yang memenuhi persyaratan dari unit organisasi tersebut dapat diisi dari unit organisasi lain asal memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan hal tersebut, maka pengertian kebutuhan pegawai adalah sebagai berikut:
35
a. Menurut Widjaja (1986:37), ”Kebutuhan pegawai adalah kegiatan untuk menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan guna mengisi suatu organisasi”. b. Menurut Naenggolan (1982:35), ”Pengadaan pegawai adalah proses kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong” c. Menurut Buchari Zainun (1990:26), ”Perencanaan kebutuhan pegawai adalah perencanaan dan penyusunan program kebutuhan (demand) terhadap jumlah dan kualitas pegawai untuk suatu periode tertentu” d. Mangkunegara dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan mengutip beberapa pendapat para ahli, yaitu: 1) Menurut Andrew E. Sikula : Human resources of manpower planning has been defined as the process of determining manpower requirements and the means for meeting those requirements in order to carry out the integrated plans of the organizations (Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berintegrasi dengan rencana organisasi) 2) Menurut George Milkovich dan Paul C. Nestrom : Manpower planning is the process (including forecasting, developing, implementing and controlling) by which a firm ensures that is has the right number of people and the right places, at the economically most useful. (Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, 36
pengimplementasian, dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara ekonomis lebih bermanfaat). Dari kedua pendapat Mangkunegara dapat disimpulkan bahwa perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja diartikan sebagai “Suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan, pengembangan, pengimplementasian, dan pengontrolan kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan rencana organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan pegawai secara tepat dan bermanfaat secara ekonomis”. Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perencanaan kebutuhan pegawai dapat diartikan dengan peramalan kebutuhan pegawai di masa yang akan datang pada suatu organisasi, meliputi penyediaan pegawai baru dan pendayagunaan pegawai yang telah ada, baik jumlah maupun kualitasnya. Peramalan kebutuhan didasarkan pada adanya pegawai yang berhenti, atau adanya perluasan organisasi. Perencanaan kebutuhan pegawai dituangkan dalam suatu formasi pegawai. Yang dimaksud dengan formasi adalah formasi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 tahun 1976 tentang Pokokpokok Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil, yaitu: Jumlah dan susunan pangkat pegawai negeri sipil yang diperlukan oleh satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggungjawab dalam bidang penertiban dan penyempurnaan aparatur negara. Dalam pasal 2 PP tersebut dinyatakan bahwa formasi untuk masing-masing satuan organisasi disusun berdasarkan : 37
a. Jenis pekerjaan, yaitu macam-macam pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya. b. Sifat pekerjaan, yang dapat ditinjau dari beberapa sudut, umpamanya waktu kerja, pemusatan perhatian, resiko pribadi yang mungkin timbul dalam melaksanakan pekerjaan. c. Perkiraan beban kerja, yaitu frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. d. Perkiraan kapasitas kerja, yaitu perkiraan kemampuan rata-rata seorang pegawai untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. e. Kebijakan pelaksanaan pekerjaan haruslah ditentukan dengan jangka waktu yang cukup lama, karena pegawai yang sudah diangkat tidak dapat diberhentikan begitu saja. f. Jenjang jabatan dan pangkat yang tersedia dalam suatu organisasi dan dalam penyusunan formasi karena piramida jabatan dan pangkat yang serasi merupakan salah satu syarat untuk terpeliharanya suatu organisasi yang baik. g. Alat yang teresedia, makin tinggi peralatan yang tersedia di dalam organisasi mengakibatkan makin sedikit pegawai yang dibutuhkan. Henry Simamora dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (1995:58) menyatakan manfaat perencanaan kebutuhan pegawai sebagai berikut : a. Meningkatkan sistem informasi kebutuhan pegawai yang secara terus-menerus diperlakukan dalam mendayagunakan kebutuhan pegawai secara efektif dan efisien bagi pencapain tujuan. 38
b. Bertolak dari manfaat sebagaimana dikemukakan pada butir a, berarti juga perencanaan kebutuhan pegawai bermanfaat untuk: 1) Meningkatkan pendayagunaan kebutuhan pegawai 2) Menyelaraskan aktivitas kebutuhan pegawai dengan sasaran organisasi secara lebih efisien. 3) Menghemat waktu dan tenaga serta dapat meningkatkan kecermatan dalam proses penerimaan tenaga kerja. 4) Mengembangkan dan menambah informasi kebutuhan pegawai c. Mempermudah pelaksanaan koordinasi kebutuhan pegawai oleh manajer kebutuhan pegawai dalam usaha memadukan pengelolaan kebutuhan pegawai yang juga merupakan tanggungjawab manajer lainnya, meskipun terbatas di lingkungan unit kerja masing-masing. d. Untuk jangka panjang bermanfaat bagi organisasi/ perusahaan untuk memperkirakan kondisi dan kebutuhan pengelolaan kebutuhan pegawai. e. Untuk jangka pendek bermanfaat untuk mengetahui posisi jabatan atau pekerjaan yang lowong pada waktu tertentu. Dari tujuan perencanaan kebutuhan pegawai dapat ditemukan tiga kepentingan dalam perencanaan sumber daya manusia, yaitu kepentingan individu, organisasi, dan nasional. a. Kepentingan Individu Perencanaan sumber daya manusia sangat penting bagi setiap individu pegawai karena dapat membantu meningkatkan potensinya, begitu pula kepuasan pegawai dapat dicapai melalui perencanaan karier. 39
b. Kepentingan Organisasi Perencanaan sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi (perusahaan) dalam mendapatkan calon pegawai yang memenuhi kualifikasi. Dengan adanya perencanaan sumber daya manusia dapat dipersiapkan calon-calon pegawai yang berpotensi untuk menduduki posisi manajer di masa yang akan datang. c. Kepentingan Nasional Hal ini karena pegawai-pegawai yang berpotensi tinggi dapat dimanfaatkan pula oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional. Mereka dapat dijadikan tenaga-tenaga ahli dalam bidang tertentu karena membantu program pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang. Kaitannya dengan hal tersebut di atas, Henry Simamora dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (1995:163) menyatakan bahwa untuk perencanaan sumber daya manusia yang efektif harus mencakup : a. Perencanaan Pegawai (employment planning) Komponen kunci dari perencanaan sumber daya manusia adalah penentuan tipe sumber daya manusia yang dibutuhkan organisasi dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Perencanaan kepegawaian (employment planning) merupakan identifikasi atau penentuan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi di waktu yang akan datang. Langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut: 1) Perkiraan suplai dan permintaan terhadap sumber daya manusia 40
2) Tentukan perbedaan antara permintaan dan suplai 3) Tentukan kelebihan atau kekurangan suplai 4) Tentukan jumlah suplai sumber daya manusia yang akurat untuk kategori kepegawaian tertentu. b. Perencanaan Program (program planning) Perencanaan Program (program planning) ini mengikuti perkembangan dari rencana kepegawaian. Perencanaan program ini menyangkut pemilihan alat sumber daya manusia yang paling efektif yang terpusat pada kelebihan maupun kekurangan sumber daya manusia. Perencanaan program mencakup pengkoordinasian program-program untuk memenuhi rencana kepegawaian dalam bidang personalia yang berbeda. Dengan perencanaan kepegawaian dan perencanaan program diharapkan ada implikasinya terhadap spesialis sumber daya manusia. Untuk memastikan efektivitas perencanaan, maka manajer sumber daya manusia harus memantau dan mengevaluasi praktik perencanaan, meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Manajer sumber daya manusia harus mendiagnosis situasi sekarang. Biasanya berfokus pada persyaratan untuk merencanakan dan keberadaan praktik perencanaan. b. Manajer sumber daya manusia harus dapat memastikan keberadaan deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan standar kinerja yang ada saat ini untuk seluruh posisi yang ada. c. Manajer sumber daya manusia harus mengumpulkan pendapat dari manajer dan anggota organisasi kunci lainnya mengenai praktik perencanaan yang mereka gunakan untuk menjawab pertanyaan. 41
d. Pelajari prosedur perencanaan yang digunakan oleh organisasi e. Berikan arahan yang berkaitan dengan tipe data yang dikumpulkan f. Koordinasikan dan awasi perencanaan serangkaian aktivitas yang komprehensif untuk mencapai tujuan kepegawaian dan organisasi serta memonitor efektivitas biaya dari aktivitas tersebut. Berikut penulis kemukakan perencanaan sumber daya manusia yang disarikan dari pendapat Flippo (1993:120-133). Perencanaan sumber daya manusia secara spesifik harus mampu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan jenis orang yang yang dianggap paling dapat melaksanakan dengan baik terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Baik perusahaan maupun pemerintah, sangat mengharapkan dilakukannya analisa pekerjaan yang memadai sebagai dasar untuk mengambil keputusan-keputusan kepegawaian. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan persyaratan-persyaratan sumber daya manusia tidak dibatasi hanya wewenang bagian personalia, melainkan memerlukan masukan dari bagian lain, misalnya dari supervisor dan bagian produksi. Masukan dari bagian lain akan sangat bermanfaat untuk menetapkan kriteria dalam memilih sumber daya manusia yang cocok dengan bidang pekerjaan yang dibutuhkannya. Dengan memperhatikan masukan dari bidang lain, setidaknya akan diperoleh data tentang persyaratan sumber daya manusia menjadi dua bagian. Pertama berhubungan dengan proses penentuan jenis dan mutu personalia yang dibutuhkan. Kedua berhubungan dengan penyajian analisa masalah penentuan jumlah personalia yang diperlukan untuk menjalankan organisasi sebagaimana mestinya. Hasil akhir 42
yang dapat dilihat dari dua bagian tersebut adalah berupa daftar permintaan karyawan yang memberikan wewenang untuk mempekerjakan sejumlah orang tertentu dengan kualifikasi tertentu. Dalam prakteknya, perencanaan sumber daya manusia akan menempuh proses yang berkaitan dengan analisa pekerjaan. Karena untuk dapat memilih orang-orang yang dianggap mampu mengerjakan pekerjaan tertentu, harus diketahui terlebih dahulu kemampuan minimal dari para pelamar, baik berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas maupun tanggungjawabnya sehingga dapat ditentukan kemampuan manusia yang dibutuhkannya. Untuk memudahkan dalam berkomunikasi, diperlukan penyusunan daftar dan merumuskan istilah-istilah dalam analisa pekerjaan, antara lain sebagai berikut: a. Posisi, yaitu sekelompok tugas yang ditugaskan kepada seseorang. Istilah ini digunakan dalam pengertian teknis yang sempit untuk memudahkan analisis yang lebih tepat atas teknik analisa pekerjaan. b. Pekerjaan, yaitu kelompok posisi yang mempunyai jenis dan tingkat kerja yang sama. Dalam beberapa hal mungkin saja hanya terdapat satu posisi, misalnya posisi sebagai manajer. c. Jabatan, suatu kelompok pekerjaan yang mempunyai jenis kerja yang sama dan ditemukan dalam seluruh industri. d. Analisis pekerjaan, yaitu proses mempelajari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaan tertentu. Hasil dari proses ini adalah uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.
43
e. Telaah gerak, yaitu suatu proses penganalisaan pekerjaan untuk menemukan metode yang paling mudah, paling efektif, dan paling ekonomis untuk melakukannya. Oleh karena itu, telaah gerak merupakan bagian dari fungsi perancangan pekerjaan yang erat kaitannya dengan perencanaan SDM. f. Uraian pekerjaan, yaitu suatu pernyataan faktual yang diorganisasikan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab dari suatu pekejaan tertentu. Dengan uraian pekerjaan akan diketahui apa yang akan dikerjakan, bagaimana melakukan pekerjaan itu, mengapa harus dilakukan, dan siapa yang harus melakukan pekerjaan itu. g. Spesifikasi pekerjaan, yaitu suatu pernyataan tentang kualitas minimum manusia yang dapat diterima dan yang perlu untuk melaksanakan suatu pekerjan sebagaimana mestinya. Jadi, spesifikasi pekerjaan adalah standar personalia dan menunjukkan kualitas yang diharuskan untuk prestasi yang dapat diterima. h. Penggolongan pekerjaan, yaitu suatu pengelompokkan pekerjaan atas beberapa dasar khusus, seperti jenis kerja atau pembayaran. Penggolongan pekerjaan dapat menunjuk kepada suatu pengelompokan berdasarkan sifatsifat yang dipilih, tetapi paling sering digunakan untuk evaluasi pekerjaan. i. Evaluasi pekerjaan, yaitu suatu proses penentuan nilai pekerjaan secara sistematis dan teratur dalam hubungan dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Yang menjadi sasaran dari proses ini adalah untuk menentukan tingkat pembayaran yang tepat. Setelah mengetahui dan memahami istilah-istilah yang sering digunakan dalam analisa pekerjaan, dilanjutkan kepada proses analisa pekerjaan. Yang dimaksud dengan proses 44
analisa pekerjaan adalah penganalisaan pekerjaan setelah dilakukan perancangan, pada dasarnya adalah suatu proses pengumpulan data. Dalam prakteknya dapat menggunakan berbagai cara, tetapi yang paling banyak digunakan adalah menggunakan daftar pertanyaan, uraian tertulis, pengamatan (observasi), dan wawancara. Daftar pertanyaan, memberikan kepercayaan besar kepada pemegang pekerjaan untuk mengorganisasikan pelaporan tentang pekerjaan yang dilakukannya. Hanya informasi yang diterima dari daftar pertanyaan sering tidak lengkap, tidak terorganisasi dengan baik, bahkan kadangkadang membingungkan. Namun demikian, informasi dari daftar pertanyaan yang tidak lengkap dapat dijadikan latar belakang untuk melakukan wawancara. Uraian tertulis, dapat diminta dari pemegang pekerjaan dan penyelia. Pendekatan ini lebih sering digunakan pada pekerjaan-pekerjaan yang digaji. Laporan yang lebih terinci adalah laporan harian. Pengamatan (observasi), cocok digunakan untuk pekerjaan yang sederhana dan berulang-ulang, bahkan cenderung diharuskan. Wawancara, merupakan alat pengumpul data melalui pertanyaan lisan yang langsung ditujukan kepada pemegang pekerjaan.Tetapi dalam prakteknya harus dibarengi dengan pengamaan, bahkan masih harus dilengkapi dengan informasi dari daftar pertanyaan. Dengan demikian, pendekatan pengamatan (observasi) dan wawancara merupakan cara terbaik untuk mengumpulan data tetapi harus dilakukan bersamaan. Oleh karena pengamatan dan wawancara merupakan pendekatan terbaik dalam mengumpulan data sebagai bahan analisa pekerjaan, maka diperlukan teknik-teknik yang luwes 45
dalam melaksanakannya agar pihak yang diobservasi tidak merasa terganggu dan curiga. Di samping itu, teknik yang luwes akan membantu memperoleh informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh observer adalah sebagai berikut. a. Perkenalkan diri anda sehingga pekerja mengetahui siapa anda dan mengapa anda berada di sana. b. Tunjukkan perhatian yang tulus pada pekerja dan pekerjaan yang sedang dianalisis. c. Jangan mencoba memberitahu karyawan bagaimana melakukan pekerjaannya. d. Cobalah berbocara kepada karyawan dan penyelia dalam bahasa mereka sendiri. e. Jangan mengacaukan pekerjaan dengan pekerjanya. f. Lakukan studi pekerjaan yang lengkap dengan susunan program g. Periksalah informasi pekerjaan yang telah diperoleh. Setelah proses pengumpulan data selesai dilanjutkan dengan analisis pekerjaan, hasil akhir yang diperoleh adalah uraian pekerjaan. Uraian pekerjaan ini bersifat deskriptif dan merupakan suatu catatan atas fakta-fakta pekerjaan yang ada dan yang berkaitan. Fakta-fakta tersebut harus disusun dalam suatu cara agar mudah dibaca untuk dipergunakan, urutan yang disarankan antara lain sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
Identifikasi pekerjaan Uraian singkat tentang pekerjaan Tugas-tugas yang dilaksanakan Pengawasan yang diberikan dan diterima Hubungan dengan pekerjaan-pekerjaan lain Mesin, alat, dan bahan 46
g. Kondisi kerja h. Definisi dari istilah yang tidak biasa i. Penjelasan yang menambah dan memperjelas hal-hal di atas. Informasi tenang pekerjaan tersebut selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam perencaan sumber daya manusia, melengkapi informasi lainnya. 2.2
Model Perencanaan Sumber Daya Manusia
Untuk menentukan berapa jumlah, kualitas, dan penempatan pegawai menurut Buchori Zainun dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2001:96) terdapat beberapa syarat yang dapat menentukan dasar penghitungan kebutuhan SDM, yaitu sebagai berikut: a. Jumlah tingkat eselon organisasi dari tingkat tertinggi sampai ke tingkat terendah. Ini berarti bahwa semakin banyak tingkat atau strata organisasi dan unit-unit di dalamnya akan semakin banyak pula jumlah SDM yang dibutuhkan untuk mengisi seluruh kedudukan dan jabatan pimpinan masing-masing eselon satuan organisasi tersebut. b. Jumlah satuan organisasi yang terdapat pada setiap eselon organisasi itu akan mempengaruhi lingkup yang menyebabkan bentuk piramidal organisasi akan berbeda antara satu dengan yang lain. Perbandingan untuk masingmasing eselon itu umpamanya memakai pola 1 : 3 : 5 atau dengan pola 1 : 5 : 7 atau pola yang lain sesuai dengan tipe atau bentuk, kondisi dan karakter organisasi yang bersangkutan. c. Bentuk piramidal organisasi yang akan mempengaruhi jumlah sumber daya manusia manajemen dalam 47
organisasi itu seringkali ditentukan oleh asas-asas organisasi yang ditetapkan dalam organisasi tersebut seperti asas-asas: 1) 2) 3) 4) 5)
Devision of work Delegation of authority Span of control Centralization or desentralization Unity of command
d. Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi yang berbentuk panitia, organisasi tunggal kepala dan organisasi fungsional juga turut menentukan jumlah SDM manajemen yang dibutuhkan organisasi tersebut. e. Perluasan kegiatan organisasi yang menyebabkan perluasan atau pemekaran organisasi dengan penambahan jumlah satuan organisasi tentunya juga menentukan penambahan jumlah SDM pada umumnya dan SDM manajemen khususnya. Berdasarkan syarat-syarat di atas, dalam menentukan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan suatu perusahaan akan bergantung pada tipe atau bentuk daripada organisasi yang bersangkutan. Malayu SP Hasibuan dalam bukunya Organisasi dan Motivasi (!996:63) mengemukakan bahwa bentuk/tipe organisasi ada lima macam yaitu : Organisasi Lini (line organization), Organisasi Lini dan Staf (line and staf organization), Organisasi fungsional (functional organization), Organisasi lini, staf, dan fungsional (line, staf, and functional organization), dan Organisasi komite (committee organization). Berikut penulis kemukakan penjelasan singkat dari masing-masing tipe atau bentuk organisasi tersebut.
48
a. Organisasi Lini (line organization) Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol, biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan kecil. Dalam organisasi ini pendelegasian wewenang dilakukan secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan kepada bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari bawahan kepada atasannya juga dilakukan melalui garis vertikal yang terpendek. Perintah hanya diberikan oleh seorang atasan saja dan pelaporan tanggung jawab hanya kepada atasan yang bersangkutan. Adapun ciri-ciri dari organisasi lini adalah sebagai berikut: 1) Ukuran organisasi relatif kecil dan sederhana 2) Hubungan atasan dengan bawahan bersifat langsung melalui garis wewenang terpendek 3) Pucuk pimpinan biasanya pemilik perusahaan 4) Jumlah karyawan relatif sedikit dan saling kenalmengenal 5) Tingkat spesialisasinya belum tinggi dan alat-alatnya tidak beranekaragam 6) Pucuk pimpinan merupakan satu-satunya sumber kekuasaan, keputusan, dan kebijakan dalam organisasi 7) Masing-masing kepala unit mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh atas bidang pekerjaannya yang ada dalam unitnya. b. Organisasi Lini dan Staf (line and staf organization) Organisasi ini pada dasarnya merupakan kombinasi dari organisasi lini dan organisasi fungsional. Dalam membantu kelancaran tugas pimpinan ia mendapatkan 49
bantuan dari para staf. Tugas para staf hanya untuk memberikan bantuan, pemikiran, saran-saran, data, informasi, dan pelayanan kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan keputusan dan kebijakannya. Tipe organisasi lini dan staf pada umumnya digunakan oleh organisasi besar, daerah kerjanya luas, dan pekerjaannya banyak. Adapun ciri-ciri dari organisasi lini dan staf adalah sebagai berikut: 1) Pucuk pimpinan satu orang dan dibantu oleh para staf 2) Terdapat dua kelompok wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang staf. 3) Kesatuan perintah tetap dipertahankan. Setiap atasan mempunyai bawahan tertentu dan setiap bawahan hanya mempunyai seorang atasan langsung. 4) Organisasi besar, karyawannya pekerjaannya tidak bersifat langsung.
banyak
dan
5) Hubungan antara atasan dengan bawahan tidak bersifat langsung 6) Pimpinan dan para karyawan tidak semuanya saling kenal mengenal 7) Spesialisasi yang beranekaragam diperlukan dan digunakan secara optimal. c. Organisasi fungsional (functional organization) Organisasi ini disusun berdasarkan sifat dan macam pekerjaan yang harus dilakukan. Pada tipe organisasi ini masalah pembagian kerja mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Pembagian kerja didasarkan pada 50
spesialisasi yang sangat mendalam dan setiap pejabat hanya mengerjakan suatu tugas/pekerjaan yang sesuai dengan spesialisasinya. Adapun ciri-ciri dari organisasi fungsional adalah sebagai berikut: 1) Pembidangan tugas secara tegas dan jelas dapat dibedakan 2) Bawahan akan menerima perintah dari beberapa orang atasan 3) Koordinasi menyeluruh biasanya hanya diperlukan pada tingkat atas 4) Penempatan pejabat berdasarkan spesialisasinya 5) Terdapat dua kelompok wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang fungsional. d. Organisasi lini, staf, dan fungsional (line, staf, and functional organization) Organisasi ini merupakan kombinasi dari organisasi lini, staf, dan fungsional. Biasanya diterapkan pada organisasi besar dan kompleks. Pada tingkat dewan komisaris diterapkan tipe organisasi lini dan staf, sedangkan pada tingkat middle manajer diterapkan tipe organisasi fungsional. e. Organisasi Komite (committee organization) Organisasi komite adalah suatu organisasi yang masingmasing anggota mempunyai wewenang yang sama dan pimpinannya kolektif. Organisasi ini mengutamakan pimpinan, artinya dalam organisasi terdapat pimpinan kolektif/presidium/plural exekutive dan komite bersifat manajerial. Cara menghitung tugas pokok, unit organisasi diperinci secara cermat. Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan contoh sebagai berikut; 51
Bagian tata Usaha dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Sub Bagian Keuangan, Kepegawaian dan Umum. Tugas pokok dari Sub Bagian tersebut diperinci secara detail. Dari tugas yang detail itu dihitung secara analisis berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan per Sub Bagian. Sebagai contoh, Sub Bagian keuangan mengerjakan tugas menerima, menyimpan, membukukan dan membayarkan serta mempertanggungjawabkan. Jadi, yang dibutuhkan pada Sub Bagian ini adalah satu orang Kepala Sub Bagian, ditambah lima orang Kepala Urusan, yaitu urusan menerima, menyimpan, membukukan, membayarkan, dan mempertanggungjawabkan. Penggunaan model ini akan bergantung kepada sejauhmana manajer sumber daya manusia mau menggunakan, melihat dan mendeteksi besaran atau kemampuan perusahaan dan tujuan organisasi yang akan dicapai oleh perusahaan itu sendiri, luas jangkauan, produk yang dipasarkan dan target atau segment yang akan dituju atas hasil produk. Adrew E. Sikula yang dikutip oleh Mangkunegara mengemukakan empat model perencanaan sumber daya manusia, yaitu: a. Model Sistem Perencanaan Sumber Daya Manusia Model ini terdiri atas lima komponen, yaitu tujuan sumber daya manusia, perencanaan organisasi, pengauditan sumber daya manusia, peramalan sumber daya manusia, dan pelaksanaan program sumber daya manusia. b. Model Sosio Ekonomic Battele Model ini digunakan untuk mempelajari karakteristik kekuatan kerja, model yang bermanfaat untuk ukuran pasar kerja, area geografis, dan sosio ekonomi yang besar. 52
c. Model Perencanaan Sumber Daya Manusia dari Vetter Model ini digunakan untuk kebutuhan peramalan dan perencanaan kebutuhan sumber daya manusia. d. Model Sistem Perencanaan SDM dari Wayne Cascio. Dalam model ini adanya integrasi antara perencanaan stratejik dengan taktik bisnis dan pasar tenaga kerja. 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi SDM.
Perencanaan
Terdapat beberapa faktor yang perencanaan sumber daya manusia, yaitu :
mempengaruhi
a. Biaya Ekonomis Di setiap organisasi biaya personalia merupakan biaya yang signifikan langsung di bawah biaya modal dan biaya bahan baku. Biaya modal, perlengkapan dan bahan baku semakin sulit untuk dikendalikan karena kelangkaannya dan inflasi. Dengan demikian kontrol atas tingkat pegawai, kompensasi, dan tunjangan merupakan hal penting dan perlu mendapat perhatian manajemen. b. Kapasitas untuk beroperasi secara efektif Bakat dan upaya sumber daya manusia memiliki dampak nyata terhadap produktivitas, efektivitas organisasi, kompetensi manajemen, stabilitas organisasi, hubungan eksternal, adaptasi terhadap perubahan serta perubahan lainnya yang mendukung tujuan strategis perusahaan. c. Kapasitas untuk menjalankan perusahaan baru atau mengubah operasi Perusahaan-perusahaan yang tidak mampu tumbuh dan berubah biasanya ditandai dengan tidak adanya dukungan positif dari karyawan. 53
BAB III PENGADAAN (RECRUITMENT) 3.1 Pengertian Pengadaan Pengadaan merupakan proses kedua setelah perencanaan kebutuhan pegawai atau karyawan. Agar proses pengadaan pegawai tidak menimbulkan permasalahan setelah karyawan tersebut diterima menjadi pegawai, maka sebelum diadakan penarikan calon pegawai, organisasi harus menentukan terlebih dahulu analisis pekerjaan (job analysis), spesifikasi pekerjaan (job specification), uraian pekerjaan (job description), persyaratan pekerjaan ( job reqruitment) dan evaluasi pekerjaan (job evaluation). Dengan dilakukannya hal-hal tersebut di atas, diharapkan pegawai atau karyawan yang diterima betul-betul sesuai dengan kebutuhan organisasi, serta sesuai pula dengan tujuan organisasi sebagaimana tertuang dalam visi dan misi perusahaan atau organisasi. Dengan demikian pengadaan pegawai adalah suatu proses penarikan, meliputi seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang dilakukan secara efektif dan efisien akan membantu tercapainya tujuan perusahaan. Dalam hal ini Komarudin dalam bukunya Ensiklopedia Manajemen (1994:751) menegaskan bahwa recruitment adalah mendapatkan pelamar-pelamar bagi suatu pekerjaan. Kegiatan rekrutment ini meliputi pengusahaan dan pencarian serta pengerahan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan/organisasi. Proses rekrut dapat melalui penerimaan, pelamar, seleksi, dan pengangkatan. Sedangkan Sastrohadiwiryo dalam bukunya Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, mengartikan perekrutan sebagai suatu proses mencari tenaga kerja dan mendorong serta 54
memberikan pengharapan kepada mereka untuk melamar pekerjaan pada perusahaan atau organisasi. Dalam proses pengadaan sumber daya manusia terlebih dahulu perlu dilakukan analisis pekerjaan. Analisis pekerjaan adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan-pekerjaan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan mengapa pekerjaan itu harus dikerjakan. Uraian pekerjaan akan memberikan informasi mengenai uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, pengayaan pekerjaan, perluasan pekerjaan, dan penyederhanaan pekerjaan pada masa-masa yang akan datang. a. Spesifikasi Pekerjaan Spesifikasi pekerjaan disusun berdasarkan uraian pekerjaan dengan menjawab pertanyaan apa, ciri, karakteristik, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain orang yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut dengan baik. Jadi, spesifikasi pekerjaan menunjukkan persyaratan orang yang akan direkrut dan menjadi dasar dan acuan untuk melaksanakan seleksi. b. Evaluasi Pekerjaan Evaluasi pekerjaan adalah menilai berat atau ringannya, mudah atau sukarnya, besar atau kecilnya resiko pekerjaan atau memberikan nama, ranking, serta gaji/upah suatu jabatan. c. Penyederhanaan Pekerjaan Penyederhanaan pekerjaan adalah penggunaan logika untuk mencari penggunaan yang paling ekonomis dari usaha manusia, materi, mesin, waktu, dan ruangan agar cara-cara yang paling baik serta paling mudah dalam mengerjakan pekerjaan dapat digunakan. d. Pengayaan Pekerjaan Pengayaan pekerjaan adalah perluasan pekerjaan dan 55
tanggung jawab secara vertikal yang akan dikerjakan oleh seorang pejabat dalam jabatannya. e. Persyaratan Pekerjaan Persyaratan pekerjaan adalah persyaratan-persyaratan jabatan tentang keterampilan yang dikehendaki. Komarudin dalam bukunya Ensiklopedia Manajemen (1994:751) mengemukakan bahwa pengertian recruitment (rekrut) adalah mendapatkan pelamar-pelamar untuk suatu pekerjaan. Kegiatan rekrutmen ini meliputi pengusahaan dan pencarian, serta pengerahan tenaga kerja. Proses rekrut dapat melalui penerimaan pelamar, seleksi, atau pengangkatan. 3.2 Proses Pengadaan Pegawai Dalam pengadaan pegawai atau karyawan, baik di perusahaan maupun di lingkungan pemerintahan, akan menempuh beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : a. Peramalan kebutuhan tenaga kerja (forecasting) Menurut Komarudin, peramalan tenaga kerja adalah suatu jenis kegiatan perencanaan yang dipergunakan untuk memperkirakan waktu dan kemungkinan-kemungkinan peristiwa yang akan datang. Beberapa teknik peramalan yang ada akan termasuk kepada salah satu dari tiga kelompok besar teknik peramalan, yaitu: 1) Metode naif, peramalan ini disebut metode naif apabila tidak didukung oleh dasar-dasar teoritis yang ketat 2) Metode barometic adalah metode peramalan yang memperkirakan bahwa pola sejarah di masa lalu cenderung akan terulang kembali di masa yang akan 56
datang. Dalam metode ini mencakup adanya anggapan bahwa pada masa yang akan datang diduga akan terjadi berdasarkan peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi saat ini 3) Metode analisis, yaitu suatu metode yang memerlukan analisa terperinci mengenai kekuatan-kekuatan penyebab yang sedang terjadi saat ini terhadap variabel yang akan diramalkan. Penggunaan metode tersebut dapat dipilih sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan perusahaan atau organisasi. b. Penarikan (recruitment) Penarikan dapat dikatakan juga sebagai penarikan pegawai, yaitu proses mencari calon pegawai atau karyawan dan merangsang mereka untuk melamar pekerjaan dalam perusahaan yang bersangkutan. c. Seleksi (selection) Seleksi adalah pemilihan di antara calon-calon pekerja untuk suatu kesempatan kerja. Seleksi menggambarkan proses penilaian kemungkinan berhasil atau gagalnya seorang pelamar. d. Penempatan, Orientasi, dan Induksi Penempatan adalah proses kegiatan yang dilaksanakan manajer SDM dalam suatu perusahaan untuk menentukan lokasi dan posisi seorang pegawai atau karyawan dalam melakukan pekerjaan. Orientasi adalah suatu proses bagi seorang pekerja baru atau pekerja yang baru dipindahkan untuk memahami lingkungan kerjanya dan mengembangkan pemahamannya mengenai hubungan dengan pekerja lain serta fungsi jabatan yang akan dipangkunya dalam keseluruhan jaringan kerja organisasi. 57
Induksi adalah memperkenalkan dan memberikan orientasi kepada pekerja baru mengenai organisasi tempat ia bekerja agar dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.
3.3 Peramalan Kebutuhan Kerja peramalan kebutuhan tenaga kerja adalah proses memformulasikan rencana-rencana untuk mengisi lowongan masa depan berdasarkan pada suatu analisis dari posisi yang diharapkan terbuka dan ini dapat diisi oleh calon dari dalam dan atau dari luar. Dalam pengisian dari dalam maupun dari luar perlu memperhitungkan untung ruginya bagi perusahaan atau organisasi, karena dari kedua model ini masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya. Pengisian lowongan dari luar keuntungannya adalah memotivasi pegawai yang ada di dalam, tetapi di pihak lain pemenuhan lowongan dari luar akan memerlukan biaya yang sangat besar karena bagaimana pun pegawai yang direkrut dari luar hanya mengandalkan ilmu yang didapat sesuai dengan latar pendidikannya, dalam arti belum memiliki pengalaman kerja. Sedangkan pengisian lowongan yang ditarik dari dalam akan merobah pola-pola yang sudah biasa digunakan dan tidak akan memberikan motivasi lebih luas kepada rekan kerjanya. Keuntungannya adalah perencanaan karier seorang pegawai akan dapat dirasakan secara signifikan. Kemungkinan perekrutan dengan menggunakan dua model ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh B. Siswanto yang mengemukakan bahwa terdapat dua cara dalam perekrutan, yaitu perekrutan dari dalam dan perekrutan dari luar. 58
a. Perekrutan dari dalam Perekrutan dari dalam perlu mendapat pertimbangan rasional, karena banyak berpengaruh kepada kebijakan penentuan sumber tenaga kerja. Sumber tenaga kerja yang perlu mendapat perhatian adalah pemanfaatan tenaga kerja yang ada, walaupun masing-masing cara tidak akan terlepas dari keuntungan dan kerugiannya. 1) Keuntungan a) Kenaikan jabatan yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya akan mendorong tenaga kerja untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kerjanya. b) Pemindahan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan yang lain dalam suatu tingkatan dapat menghindarkan kebosanan dan kejenuhan terhadap pekerjaan lama yang sifatnya itu-itu saja. c) Promosi dan mutasi menimbulkan semangat dan kegairahan kerja yang lebih tinggi bagi tenaga kerja. d) Alokasi dana dalam promosi dan mutasi dapat lebih rendah daripada usaha pencarian tenaga kerja baru. e) Alokasi waktu relatif singkat sehingga kekosongan jabatan dapat segera diduduki oleh tenaga kerja dalam perusahaan f) Karakteristik pribadi dan kecakapan tenaga kerja dalam perusahaan yang akan menduduki suatu jabatan telah diketahui dengan nyata. 2) Kerugian a) Serangkaian promosi dan mutasi mengakibatkan keadaan tidak stabil 59
mungkin
b) Promosi dan mutasi pada umumnya mengakibatkan kekosongan jabatan yang harus diisi dari luar perusahaan c) Penentuan seorang calon untuk promosi di antara tenaga kerja yang sederajat dapat menimbulkan rasa iri/tidak puas di antara tenaga kerja d) Promosi dari dalam perusahaan membatasi opini dan input yang datang dari luar perusahaan e) Pengisian kekosongan pekerjaan dari dalam perusahaan cenderung mengabadikan/mengekalkan tenaga kerja untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi atau setingkat. Masukan-masukan perlu dijadikan bahan pertimbangan. b. Perekrutan dari dalam Perekrutan pegawai atau karyawan dari luar perusahaan memerlukan perencanaan yang matang, khususnya menyangkut imbalan sebagai konsekuensi pekerjaan. Keseimbangan antara kuantitas keluaran produksi yang direncanakan dengan imbalan yang akan diberikan kepada tenaga kerja perlu diperhitungkan secara rinci. Pada umumnya penentuan pegawai yang bersumber dari tenaga kerja di luar perusahaan dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain: 1) Melalui departemen/dinas tenaga kerja 2) Melalui lembaga pendidikan 3) Melalui iklan di media masa 4) Melalui badan maupun organisasi lain (KNPI, Karang Taruna, dll). Kebutuhan organisasi untuk pegawai atau karyawan, biasanya dilakukan untuk jangka pendek atau jangka panjang. 60
Peramalan untuk jangka pendek biasanya hanya untuk periode satu tahun, sedangkan untuk jangka panjang biasanya lima tahun atau lebih. Baik untuk ramalan jangka pendek maupun jangka panjang peramalan kebutuhan tenaga kerja didasarkan kepada rencana kerja organisasi itu sendiri. Simamora mengemukakan beberapa teknik peramalan sebagai berikut: a. Teknik Peramalan Jangka Pendek 1) Anggaran Anggaran perusahaan memberikan wewenang financial untuk penambahan jumlah pegawai/karyawan. Berdasarkan data anggaran serta ditambah dengan ekstrapolasi perubahan persediaan pegawai/karyawan, maka dapat dilakukan estimasi terhadap kebutuhan pegawai/karyawan dalam jangka pendek. 2) Analisis beban kerja Metode paling akurat untuk peramalan jangka pendek adalah menggunakan informasi mengenai beban pekerjaan (work load) yang sesungguhnya berdasarkan analisis pekerjaan terhadap kerja yang perlu diselesaikan. Teknik analisis beban kerja ini memerlukan penggunaan rasio atau pedoman penyusunan staf standar untuk menentukan kebutuhan personalia. Langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut: a) Identifikasi banyaknya output organisasi yang ingin dicapai, selanjutnya diterjemahkan ke dalam jam kerja karyawan pada setiap kategori pekerjaan yang akan diperlukan untuk mencapai tingkat output tersebut. 61
b) Jika diperkirakan tingkat output berubah, maka perubahan dalam pekerjaan dapat diramalkan dengan mengkalkulasi berapa banyak jam kerja karyawan yang dibutuhkan. b. Teknik Peramalan Jangka Panjang 1) Permintaan unit dan permintaan organisasional Teknik permintaan unit (unit demand) merupakan pendekatan bawah-atas (bottom up). Penyelia memperkirakan jumlah pegawai/karyawan yang mereka butuhkan dalam periode waktu tertentu dan melaporkannya kepada atasannya. Teknik peramalan organisasional (organizational demand) merupakan pendekatan atas-bawah (top down approach). Dalam teknik ini manajemen puncak membuat keputusan-keputusan mengenai jumlah karyawan yang dibutuhkan dalam berbagai kategori pekerjaan di seluruh organisasi berdasarkan estimasi mereka atas tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memenuhi rencana strategis. 2) Pendapat para pakar Dalam beberapa situasi, seperti pengenalan teknologi baru atau adanya perubahan peraturan pemerintah yang baru menyangkut staf, seorang manajer mungkin kekurangan pengetahuan untuk memperkirakan dengan baik orang-orang yang dibutuhkan atau pun yang tersedia untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam keadaan demikian, pakar yang berangkutan dapat memberikan pertimbangan terbaik menyangkut permintaan sumber daya manusia untuk membantu mencapai tujuan organisasi.
62
3) Model probabillistic/stokastik Probabillistic adalah model peramalan kebutuhan sumber daya manusia jangka panjang yang menggunakan probabilitas di masa depan untuk memperkirakan tingkat kepegawaian di masa mendatang. Model ini bergantung pada kondisi ekonomi dan keputusan alternatif. c. Analisis Trend Analisis trend memprediksi permintaan SDM berkenaan dengan hubungan antara pegawai/karyawan dengan variabel-variabel organisasional seperti tingkat penjualan, keluaran produksi atau pendapatan. Proyeksi trend menyediakan dua metode yang sederhana, yaitu: a) Ekstrapolasi Ekstrapolasi adalah model analisis trend berdasarkan tingkat perubahan di masa lalu untuk membuat proyek di masa depan. b) Regresi Model ini dianggap paling akurat di mana tingkat sumber daya manusia yang dibutuhkan relatif sensitif terhadap faktor-faktor lain, seperti produksi, penjualan, dan biaya per unit. Umumnya produk dan jasa yang dihasilkan dari teknologi tergantung pada modal dan tenaga kerja yang dikaryakan. Dengan kata lain kebutuhan personalia untuk staf pendukung merupakan fungsi dari kelompok tenaga ahli (key skill group). d. Analisis Markov Analisis Markov adalah teknis matematis yang membantu untuk menganalisis perpindahan dan memperlihatkan 63
kebutuhan rekrutment dan pengembangan serta menyediakan basis perencanaan karier yang lebih obyektif. Secara konseptual dalam analisis ini digunakan tiga jenis data, yakni: 1) Jumlah karyawan pada setiap posisi pada awal periode 2) Matriks probabilitas transisional yang mencerminkan perpindahan karyawan yang diharapkan akan terjadi atau diiginkan untuk dianalisis 3) Berapa jumlah periode ke depan yang ingin diproyeksikan berdasarkan suplai karyawan yang ada pada saat ini. e. Model Agregat Model peramalan ini merupakan gabungan antara variabel dan informasi internal dengan eksteral. Meskipun model ini kelihatannya kompleks tetapi hasilnya langsung kelihatan. Model ini meramalkan tingkat keseluruhan kepegawaian untuk sebuah organisasi pada beberapa titik di masa depan. Gary Dessler dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia mengemukakan beberapa teknik untuk menciptakan tuntutan SDM, seperti : a. Analisis Trend Analisis Trend berarti menelaah tingkat employment perusahaan selama lima tahun terakhir atau kurang lebih untuk meramalkan kebutuhan masa depan. Sebagai contoh mungkin menghitung jumlah pegawai/karyawan dalam perusahaan pada setiap lima tahun terakhir atau barangkali jumlah di dalam setiap sub kelompok (para penjual, 64
karyawan produksi, sekretariat, dan administrasi) pada akhir setiap tahun tersebut. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kecenderungan yang mungkin terus berlanjut ke masa depan. Analisa trend ini bernilai sebagai perkiraan awal tetapi tingkat employment sama sekali jarang tergantung pada perjalanan waktu. b. Analisis Ratio Analisis Ratio berarti membuat perkiraan berdasarkan ratio antara : (1) Beberapa faktor kausal seperti volume penjualan, dan (2) Jumlah pegawai/karyawan yang dibutuhkan. Sebagai contoh, Anda menemukan bahwa seorang juru jual secara tradisional menghasilkan $ 500.000 dalam penjulan dan dalam setiap dua tahun terakhir memerlukan sepuluh para penjual untuk menghasilkan $ 5 juta dalam penjualan. Ratio hasil penjualan para penjual tetap sama. 3.3 Faktor-faktor dalam Peramalan Kebutuhan Pegawai Para manajer hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor dalam meramalkan kebutuhan pegawai/karyawan. Dari sudut pandang praktis, tuntutan untuk produk atau jasa adalah yang tertinggi. Dengan demikian dalam sebuah perusahaan manufaktur penjualan adalah yang pertama untuk diperhitungkan. Kemudian volume dari produksi yang dituntut untuk memenuhi tuntutan penjualan ini ditentukan. Akhirnya staf yang dibutuhkan untuk mempertahankan volume keluaran ini diperkirakan. Selain untuk produksi atau tuntutan penjualan, juga harus mempertimbangkan faktorfaktor yang dikemukakan oleh Garry Dessler, yaitu : a. Perputaran yang diperhitungkan, sebagai akibat dari pengunduran diri atau pemutusan hubungan kerja. 65
b. Mutu dan sifat dari karyawan, dalam hubungan dengan apa yang dilihat sebagai kebutuhan yang berubah dari organisasi. c. Keputusan untuk meningkatkan mutu produk/jasa atau masuk ke pasar baru d. Perubahan teknologi dan administrasi yang mengakibatkan produktivitas yang semakin bertambah e. Sumber daya keuangan yang tersedia Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan pegawai/karyawan merupakan proses dari pencarian, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi. Menurut Simamora, seleksi adalah proses dengan mana sebuah perusahaan memilih pegawai dari sekelompok pelamar, orang atau orang-orang yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada saat ini. Kriteria seleksi biasanya dapat diringkas dalam beberapa kategori, yakni : pendidikan, pengalaman, karakteristik fisik, dan karakteristrik kepribadian. Sebelum organisasi dapat menentukan karakteristik yang akan dicobakan dalam seleksi, organisasi haruslah memiliki kriteria sukses yang telah ditentukan. Contoh kriteria sukses adalah untuk mencapai tingkat kinerja X dalam hubungannya dengan keluarga, tingkat kualitas Y dan tingkat ketidakhadiran Z, serta perputaran pegawai/karyawan. Jenis instrumen atau teknik seleksi yang dapat digunakan untuk menilai kriteria seleksi dapat berupa tes matematika, tes kepribadian, tes bakat, tes kemampuan, dan wawancara. Dalam memilih sebuah teknik mempertimbangkan hal-hal sebagi berikut:
seleksi
perlu
a. Validitas, yaitu tingkat di mana variabel peramal (predictor) berkorelasi dengan sebuah kriteria (criterion).
66
Variabel peramal adalah semua jenis informasi yang dikumpulkan sebagai bagian dari proses seleksi seperti data lamaran kerja, data wawancara, nilai tes, dan data pemeriksaan fisik. b. Variabel kriteria, yaitu ukuran kinerja pekerjaan, seperti tingkat produktivitas, ketidakhadiran, perputaran pegawai/karyawan, evaluasi pengawas, atau informasi lainnya yang mengindikasikan tingkat kesuksesan pada pekerjaan. c. Reliabilitas, yaitu sebuah teknik pengukuran karakteristik pribadi pelamar memberikan hasil-hasil yang stabil dan konsisten. d. Biaya e. Kemudahan pelaksanaan, hal in berhubungan dengan jumlah waktu yang tercakup dalam pelaksanaan dan juga keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah teknik. Selanjutnya Simamora mengemukakan berbagai variasi teknik untuk mengukur karakteristik para pelamar. Teknik seleksi yang sering digunakan di antaranya adalah Formulir pelamar, Rekomendasi dan pengecekan referensi, Wawancara pekerjaan, dan Tes-tes seleksi
67
BAB IV ANALISA JABATAN
4.1 Pengertian Analisa Jabatan Sebelum pengadaan pegawai/karyawan dilakukan, maka fungsi pokok yang perlu dilakukan adalah analisa jabatan. Hal ini dimaksudkan agar penempatan pegawai dan jumlah formasi yang diperlukan benar-benar sejalan dengan kebutuhan organisasi dan bisa membawa ke arah percepatan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Dalam penempatan pegawai/karyawan persyaratanpersyaratan yang perlu diadakan atau dipersyaratkan perlu dituangkan ke dalam analisa jabatan agar pegawai/karyawan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan sekaligus dalam penempatannya pun sesuai dengan persyaratan jabatan yang diperlukan. Analisis pekerjaan atau jabatan merupakan terjemahan secara harfiah dari bahasa Inggris yaitu job analysis. Analisis adalah aktivitas berpikir untuk menjabarkan pokok persoalan menjadi bagian, komponen, atau unsur, serta kemungkinan keterkaitan fungsinya. Untuk mencapai itu diperlukan sejumlah informasi tentang tuntutan jabatan yang selanjutnya digunakan untuk mengembangkan uraian jabatan (job diskription) dan spesifikasi jabatan (job spesification). Yang dimaksud dengan spesifikasi jabatan adalah suatu daftar tuntutan manusiawi dari suatu jabatan yakni pendidikan, keterampilan, kepribadian, dan lain-lain yang sesuai dengan produk lain dari analisis jabatan. Gary Dessler dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan analisis 68
jabatan adalah prosedur untuk menetapkan tugas dan tuntutan keterampilan dari suatu jabatan dan orang macam apa yang akan dipekerjakan untuk itu. Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis yang kompetitif (1997:100), mengartikan analisis jabatan sbb: 1. Analisa jabatan adalah proses menghimpun informasi mengenai jabatan yang berguna untuk mewujudkan tujuan bisnis. 2. Analisa jabatan adalah proses menghimpun dan mempelajari berbagai informasi yang berhubungan dengan pekerjaan secara operasional dan tanggung jawabnya. 3. Analisa jabatan adalah kegiatan menghimpun dan menyusun informasi berkenaan dengan tugas-tugasnya, jenis pekerjaan, dan tanggung jawab yang bersifat umum. Moekijat dalam bukunya Manajemen Kepegawaian (1987:45) mendefinisikan analisa jabatan sebagai berikut :”Analisa jabatan adalah suatu prosedur melalui fakta-fakta yang berhubungan dengan masing-masing jabatan yang diperoleh atau dikumpulkan dan dicatat secara sistematis” Widjaja dalam bukunya Administrasi Kepegawaian ; Suatu Pengantar (1990:31), mengartikan Analisa Jabatan sebagai berikut:”Analisa jabatan (job analysis) merupakan suatu proses untuk membuat uraian pekerjaan sedemikian rupa, sehingga dari uraian tersebut dapat diperoleh keterangan yang diperlukan untuk dapat menilai jabatan ini guna peningkatan mutu. Musanef dalam bukunya Manajemen Kepegawaian di Indonesia (1996:111) mengartikan analisa jabatan sebagai berikut: 69
1. Proses, metode, dan teknik untuk mengurai serta mengolah data jabatan, penyajian informasi jabatan dan pemberian layanan atas penggunaannya bagi programprogram dan yang memerlukan. 2. Suatu proses untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai hakikat dari suatu jabatan dan kondisikondisinya. 3. Suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang jabatan melalui proses penelitian atau pengkajian yang dilakukan secara analisis terhadap jabatan yang diperlukan dalam suatu unit organisasi. Menurut Komarudin dalam bukunya Ensiklopedia Manajemen (1994:443), analisa jabatan adalah aktivitas atau proses untuk meneliti, memisah-misahkan jabatan dengan suatu metode tertentu, menghubung-hubungkan dalam suatu keseluruhan, mengidentifikasi setiap komponen pekerjaan untuk menetapkan pekerjaan dan tugas-tugas guna mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, analisa jabatan ini akan menyelidiki segala kenyataan pekerjaan dan segala hal yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan itu dengan memperhatikan kesanggupan setiap komponen tersebut. Data yang menjadi bahan masalah dalam analisa jabatan itu antara lain jumlah dan jenis kemampuan atau keterampilan setiap pekerjaan yang diperlukan, perlengkapan yang dipergunakan, metode-metode, materi yang diolah dan tingkat konsentrasi yang diperlukan. Dengan cara ini maka ruang lingkup pekerjaan dan tugas menjadi lebih jelas, identitas pekerjaan akan menjadi pasti dan tetap, dan memudahkan hubungan antara nama pekerjaan dengan isi pekerjaan yang sebenarnya.
70
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa analisa jabatan yang telah dianalisa secara sistematis merupakan informasi bagi perusahaan. Dari informasi tersebut akan diperoleh deskripsi yang lengkap mengenai jenis pekerjaan, antara lain kewajiban dan tanggung jawab bagi pegawai dan peralatan yang diperlukan dan juga dapat menentukan karakteristik yang harus dimiliki oleh seseorang dalam suatu unit organisasi. Kegunaan informasi dari hasil analisa jabatan adalah sebagai berikut: a. Perencanaan atau pengadaan tenaga kerja b. Rekrutment dan seleksi tenaga kerja c. Orientasi dan pelatihan d. Pengembangan karier khususnya promosi dan pemindahan e. Pengaturan komposisi f. Konseling 4.2 Prinsip-prinsip Analisa Jabatan Dalam menganalisa jabatan, terdapat beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan. Menurut Moekijat dalam bukunya yang berjudul Manajemen Kepegawaian (1987:50), prinsip-prinsip analisa jabatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Analisa jabatan harus memberikan semua fakta penting yang ada hubungannya dengan jabatan-jabatan. b. Analisa jabatan harus dapat memberikan fakta-fakta yang diperlukan untuk bermacam-macam tujuan. c. Analisa jabatan harus sering ditinjau kembali, apabila perlu segera diperbaiki. d. Analisa jabatan harus dapat menunjukkan unsur-unsur jabatan yang paling penting di antara usur-unsur jabatan dalam setiap jabatan. 71
e. Analisa jabatan harus dapat memberikan informasi yang teliti dan dapat dipercaya. Di dalam informasi jabatan akan tergambar dengan jelas semua fakta yang ada kaitannya dengan jabatan dalam suatu organisasi; unsur-unsur jabatan yang terkandung; isi dan syarat-syarat yang harus dipergunakan untuk bermacammacam tujuan. Fakta yang penting tergantung dari tujuannya, dan hasilnya dipergunakan untuk : a. Mengorganisir dan mengintegrasikan seluruh tenaga kerja b. Menerima, memilih, dan menempatkan pegawai c. Mengadakan program pelatihan d. Administrasi upah dan gaji e. Pemindahan dan kenaikan pangkat f. Tanggungjawab, kewajiban, dan tugas-tugas g. Memperbaiki kondisi kerja h. Penentuan standar-standar produksi i. Perencanaan organisasi. 4.3
Metode Analisa Jabatan
Metode yang digunakan dalam analisa jabatan adalah metode deskpriptif, artinya didasarkan kepada fakta, data, dan informasi apa adanya, yakni sebagai berikut: a. Metode melaksanakan sendiri pekerjaan Metode ini adalah pendekatan yang dilakukan oleh penganalisis dengan cara melaksanakan sendiri pekerjaan yang akan diidentifikasikannya secara nyata atau sebagaimana dilakukan oleh petugas yang bekerja di bidang itu. b. Metode Observasi Metode ini pendekatan yang mendapatkan informasi tentang
72
digunakan pekerjaan
untuk untuk
mengamati seseorang atau sekelompok pekerja yang sedang melaksanakan tugas-tugasnya. c. Metode Interview Interview adalah pendekatan untuk mendapatkan informasi tentang pekerjaan dengan mengajukan pertanyaan lisan pada pekerja dan dijawab secara lisan pula. d. Metode Kejadian-kejadian dalam bekerja Kejadian-kejadian dalam bekerja adalah pendekatan yang digunakan untuk mengungkapkan informasi mengenai suatu pekerjaan dengan mengoreksi laporan singkat yang dibuat oleh pekerja. e. Metode Angket Angket adalah pendekatan dengan menyuruh pekerja menyatakan pelaksanaan tugas-tugasnya dengan mengisi atau memilih yang tepat dari daftar tugas (alternatif jawaban) yang seharusnya dilaksanakan selama periode tertentu. 4.4
Kegunaan Analisa Jabatan
Untuk mengetahui kegunaan analisa jabatan terlebih dahulu perlu diketahui sasaran analisa jabatan. Sasaran analisa jabatan mencakup spesifikasi personalia, kebutuhan akan pengembangan dan pelatihan serta penilaian jabatan. Agar sasaran tersebut dapat dicapai, prosedur analisa jabatan sebaiknya ditempuh sebagaimana mestinya. Prosedur yang sering dilakukan menurut Komarudin dalam Ensiklopedia Manajemen (1944:445), adalah sebagai berikut: Tahapan pertama, perencanaan yang pada umumnya dilakukan oleh panitia khusus atau pakar ekstern. 73
Tahapan kedua, adalah penjelasan kepada para pegawai tentang tujuan analisa jabatan dan metode analisa jabatan yang akan dipergunakan. Tahapan ketiga, adalah pelaksanaan analisa jabatan yang sebaiknya memperhatikan kenyataan bahwa analisa jabatan itu menuntut para analis agar mengenal fakta, memahami tugas, mengenal kekuatan dan kelemahan setiap metode analisa jabatan. Tahapan keempat, adalah laporan hasil dari analisa jabatan yang sebaiknya memahami tujuan analisa jabatan yang dilakukannya. Hasil yang diperoleh dari analisa jabatan dapat dipergunakan untuk: a. Perumusan jabatan berupa susunan jabatan pada setiap unit organisasi. Secara normatif perumusan jabatan yang baik yaitu apabila memenuhi syarat formal sebagai berikut: 1) Jumlah tugas wajar, yaitu jumlah tugas yang ditentukan oleh tingkat jabatan 2) Terdapat kaitan proses yang jelas, artinya tugas yang satu dengan yang lainnya merupakan suatu proses yang saling berkaitan 3) Mempunyai syarat jabatan yang sejajar, artinya tugas yang satu dengan yang lainnya mempunyai syarat jabatan yang sama 4) Menyerap waktu kerja yang penuh, artinya menurut ketentuan penyerapan waktu kerja yang penuh perhari sebanyak 7 jam, tetapi pada jabatan tertentu lebih dari 8 jam. b. Tujuan jabatan meliputi: 1) Kode jabatan 2) Letak jabatan dalam unit kerja 74
3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Lintasan uraian tugas Rincian tugas Bahan kerja yang diolah Perangkat atau peralatan kerja yang digunakan Hasil kerja Tanggung jawab dan wewenang Syarat jabatan
75
BAB IX HUBUNGAN PERBURUHAN
9.1 Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam pasal 28 UUD RI tahun 1945 dijelaskan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang. Pada Pasal 29 C ayat (2) dijelaskan bahwa setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka karyawan atau sekelompok karyawan yang berkeinginan untuk menyampaikan aspirasinya dan atau pendapatnya di dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dijamin oleh negara. Alat yang dapat digunakan untuk mensukseskan keinginan tersebut dan juga untuk mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja/buruh berhak membentuk dan mengembangkan organisasinya. Organisasi yang mengikat seluruh karyawan yang disebut dengan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) atau Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab sehingga lembaga ini diharapan bisa menjembatani keinginan dan tujuan karyawan untuk disampaikan kepada manajer atau pemilik perusahaan. Tanpa adanya ikatan yang permanen dan diwadahi oleh suatu lembaga, para karyawan akan sulit untuk mewujudkan tujuannya. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga atau organisasi tersebut, yaitu:
125
a. Adanya tindakan semena-mena dari para manajer terhadap karyawan b. Adanya tindakan dari manajer, yang menempatkan karyawan bukan lagi sebagai partnership atau assets perusahaan tetapi lebih cenderung diperlakukan sebagai alat produksi, yang setiap waktu diperas tenaganya untuk kepentingan perusahaan. Henry Simamora (1995:508) mengemukakan beberapa alasan mengapa karyawan masuk sebagai anggota Serikat Pekerja, yaitu: a. Ketidakpuasan terhadap manajemen b. Saluran sosial c. Menyediakan kesempatan untuk kepemimpinan d. Paksaan bergabung e. Tekanan rekan sejawat Dengan alasan demikian, maka sudah dapat diperkirakan bahwa pembentukan lembaga atau organisasi perserikatan karyawan tersebut akan menimbulkan perbedaan pendapat sehingga mengakibatkan pertentangan-pertentangan antara karyawan yang pro dan kontra atas pembentukan lembaga atau organisasi tersebut. Alasan dan tanggapan yang dikemukakan oleh karyawan yang tidak setuju dengan adanya pembentukan SPSI atau SBSI antara lain sebagai berikut: a. Bahwa dengan masuknya atau menjadi anggota lembaga atau organsasi karyawan, ada anggapan akan dipungut iuran untuk kegiatan organisasi. b. Ada anggapan dari sebagian karyawan bahwa dengan menjadi anggota beberapa waktu lamanya akan diganggu untuk kepentingan organisasi dan bukan untuk kepentingan bekerja mencari tambahan uang. 126
c. Ada anggapan dari sebagian karyawan bahwa kegiatan organisasi tersebut bukan untuk kepentingan karyawan, tetapi lebih cenderung untuk kepentingan dan kepuasan diri dari seseorang yang berkedudukan sebagai pimpinan organisasi karyawan. Bagi yang setuju adanya pembentukan SPSI/SBSI, mereka beranggapan bahwa dengan dibentuknya organisasi atau lembaga yang mengikat seluruh karyawan akan menghasilkan apa yang menjadi tuntutan karyawan dan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan serta aspirasi karyawan akan tersalurkan. Walaupun beragam alasan karyawan beragam –antara yang setuju dengan yang tidak setuju–, pada akhirnya organisasi tersebut terbentuk juga dan dapat mengikat seluruh karyawan. Namun, pembentukan lembaga tersebut tidak semulus apa yang diharapkan oleh karyawan, karena mendapat rintangan dari manajer. Dalam hal ini, terdapat beberapa alasan mengapa para manajer merintangi terbentuknya organisasi karyawan. Alasan tersebut antara lain dengan terbentuknya lembaga atau organisasi karyawan, manajer beranggapan: a. Akan mengganggu terhadap kebijakan perusahaan. b. Organisasi akan menuntut di luar ketentuan yang ditetapkan atau disepakati oleh perusahaan. c. Organisasi karyawan akan memaksakan kehendaknya dengan berbagai cara demi kepentingan pimpinan dan atau anggota organisasi atau lembaga karyawan tersebut. Perbedaan pokok pandangan dan anggapan atau karyawan dalam pembentukan lembaga atau organisasi karyawan, akan menghambat terhadap pendirian lembaga tersebut sekaligus menguntungkan perusahaan. Dalam 127
Undang-undang Nomor 21 tahun 2000, pada Pasal 5 dikemukakan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerjasama bipartit. Agar tidak terjadi pertentangan antara karyawan /tenaga kerja dengan manajer/pengusaha maka perlu dibuat suatu perjanjian kerja, sebagaimana diatur dalam Bab V UU No. 25 tahun 1997. Menurut R. Siswanto Sastrohadiwiryo dalam buku Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2002:4), perjanjian kerja yang dibuat itu harus berdasarkan: a. Kemauan bebas tenaga kerja dengan pengusaha b. Kemauan atau kecakapan tenaga kerja dan pengusaha c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Secara filosofis, terdapat dua hal yang sulit dicapai bersamaan dalam manajemen, kedua hal tersebut adalah kepentingan karyawan dan perusahaan. Di satu sisi manajemen harus mampu mensejahterakan karyawan, di sisi lain perusahaan akan berusaha sedapat mungkin memperoleh laba yang diharapkan. Idealnya kedua hal tersebut tercapai bersamaan, karena keberhasilan perusahaan dalam meraih laba yang tinggi dengan sendirinya akan dapat mensejahterakan karyawan, karena manajer yang berhasil adalah yang mampu memadukan kepentingan-kepentingan karyawan dan perusahaan secara efektif. Tetapi dalam kenyataannya tidak selamanya demikian, tentu terdapat suatu kesenjangan. Hal inilah salah satu alasan yang menyebabkan para karyawan untuk berserikat, agar mampu membuka tabir kesenjangan antara kepentingan karyawan dengan kepentingan perusahaan. 128
Pada hakikatnya serikat buruh atau serikat pekerja adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk memajukan, melindungi, dan memperbaiki kepentingan–kepentingan sosial, ekonomi, dan politik dari para anggotanya melalui tindakan kolektif. Kepentingan utama dari serikat pekerja adalah kepentingan ekonomis (kesejahteraan). Lebih jelasnya, mereka menuntut perbaikan upah, jam kerja, dan kondisi kerja sebagai tuntutan yang terpenting. Namun demikian, walaupun tujuan dari dibentuknya lembaga atau wadah perserikatan tersebut tidak semua pekerja serta merta bersedia masuk menjadi anggota organisasi. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan seperti yang telah dikemukakan di atas. 9.2
Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Dalam upaya mencapai tujuan serikat pekerja/buruh dalam bentuk perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya, maka serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial. b. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya. c. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. e. Sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan. 129
9.3 Peran Manajer Sumber Daya Manusia Dengan terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan, kadang-kadang manajer sumber daya manusia cenderung membendung atau membatasi segala aktivitas lembaga tersebut. Padahal seharusnya, agar tidak terjadi gejolak di perusahaan, manajer sumber daya manusia harus berada di tengah-tengah, antara pimpinan perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh. Hal ini dimaksudkan agar tujuan dan sasaran dari perusahaan akan seimbang dengan tuntutan pekerja/buruh. Cara yang perlu ditempuh oleh manajer sumber daya manusia adalah mendekati dan sering berkomunikasi dengan jajaran pimpinan serikat pekerja/buruh. Adanya aktivitas dari manajer sumber daya manusia yang cukup signifikan seperti merundingkan apa yang dirasakan oleh karyawan dan pimpinan serikat pekerja/serikat buruh tentang langkah manajer SDM, maka tuntutan serikat pekerja akan mudah untuk diselesaikan, dan permasalahan yang terjadi di perusahaan tidak akan meluas berlarut-larut Dilihat dari strukturnya, dalam melakukan perundingan untuk memecahkan suatu persoalan terdapat beberapa cara. Menurut Henry Simamora (1995:525), terdapat empat jenis struktur perundingan yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan, yaitu : a. Perundingan satu serikat pekerja dengan satu perusahaan, yaitu struktur perundingan khusus yang lebih disukai oleh sebagian besar perusahaan karena akan menyederhanakan komunikasi. b. Perundingan multi perusahaan terdiri atas satu serikat pekerja bernegosiasi dengan lebih dari satu perusahaan. Walaupun kurang disukai oleh perusahaan, ada juga yang 130
menggunakan struktur ini, terutama karena alasan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi. c. Perundingan yang terkoordinasi, kadang-kadang disebut perundingan koalisi yang terdiri atas beberapa serikat pekerja berunding dengan satu perusahaan. d. Perundingan nasional/lokal dari sebuah perusahaan yang dinegosiasikan pada tingkat nasional mengenai persoalan ekonomi dan pada tingkat lokal mengenai kondisi-kondisi pekerjaan atau persoalan kontrak lainnya. 9.4 Proses Perundingan Negosiasi biasanya melibatkan dua tim negosiator, kedua belah pihak yang berada di meja perundingan yaitu pihak manajer/pimpinan perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh. Menurut Simamora (1995:537), proses perundingan adalah sebagai berikut: a. Penyajian tuntutan-tuntutan Dalam perundingan formal pertama ini kedua belah pihak hanya menyajikan tuntutan-tuntutan mereka, kecuali jika telah bertukar pikiran sebelumnya. b. Analisis Tuntutan Tuntutan-tuntutan diserahkan oleh kedua belah pihak termasuk beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum persetujuan dapat dicapai. Sedangkan yang lainnya merupakan hal-hal yang diinginkan tetapi tidak terlalu diperlukan, sehingga hanya sedikit yang dimasukkan sekedar untuk maksud-maksud pertukaran. c. Kompromi Pada saat kepentingan-kepentingan kedua belah pihak tidak sama, kompromi harus dilakukan. 131
d. Penyelesaian Informasi dan Ratifikasi Setelah kedua belah pihak menganggap bahwa apa yang dibahas dalam kompromi merupakan hal yang terbaik, mereka harus kembali ke kelompok pemandu untuk mendapat persetujuan. Dalam penyelesaian perburuhan kadangkala tidak diketemukan suatu titik penyelesaian atau kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, walaupun berbagai cara telah dilakukan. Henry Simamora (1995:537) mengemukakan bahwa terdapat beberapa strategi perundingan guna mencapai sebuah kesepakatan, yaitu : a. Perundingan distributif (distributive bargaining) Strategi perundingan distributif ini berhubungan dengan situasi konflik di mana masing-masing pihak sama-sama berjuang secara agresif untuk mendapat bagian yang paling besar dari imbalan-imbalan yang diinginkan. Hubungan kalah menang mewarnai situasi ini. Masingmasing pihak melihat konfrontasi sebagai suatu keadaan berbahaya di mana seluruh imbalan yang akan dialokasikan adalah tetap dan semua pihak bertempur untuk memaksimalkan bagiannya sendiri. Mendapatkan bagian yang lebih banyak kadang-kadang dicapai melalui ancaman, penipuan, dan kesalahpahaman. b. Perundingan Integratif (integrative bargaining) Strategi perundingan integratif diartikan sebagai bentuk negosiasi dalam pemecahan masalah yang kooperatif. Dalam hal ini kedua belah pihak meneliti bidang-bidang permasalahan yang sedang dibahas dan mencoba untuk mencapai solusi yang saling dapat diterima. Hubungan kerja kepercayaan, aspek dan pengakuan legitimasi terdapat dalam kondisi ini. Komunikasi di antara kedua belah pihak dilakukan secara terbuka dan sering terjadi. 132
9.5
Perkembangan Serikat Pekerja/Buruh
Perkembangan serikat pekerja/buruh membawa dampak yang cukup besar terhadap perusahaan seperti adanya organisasi ILO yang mendudukan dirinya dalam bebagai kegiatan buruh di seluruh dunia. Undang-undang ketenagakerjaan yang makin memperkokoh kedudukan serikat pekerja dan yang lainnya membawa pengaruh dalam cara serikat pekerja beroperasi dan berperan untuk diri mereka sendiri. Gary Dessler mengemukakan cara serikat pekerja beroperasi dengan perananya sebagai berikut: a. Serikat pekerja semakin mengejar sepotong kue dilihat dari segi kepemilikan dan kontrol perusahaan. Sebelumnya program dan kegiatan serikat pekerja hanya soal tuntutan, sekarang merobah diri dalam peran rencana kepemilikan saham karyawan. Ini pada dasarnya adalah rencana pensiun yang melalui karyawan dan perusahaan mengumpulkan saham dari stock perusahaan tersebut. b. Serikat pekerja menjadi semakin agresif dan lebih canggih dalam cara mereka menyajikan diri kepada publik. Mereka memiliki suatu program untuk melatih anggotanya dalam hal-hal fundamental, misalnya tentang bagaimana masuk TV, wawancara, dan mengemukakan pendapat ke pihak pers. Dengan cara ini mereka mengadakan kerjasama dengan majikan, misalnya anggota serikat pekerja mengembangkan program partisipasi karyawan berdasarkan tim. Langkah yang bijaksana untuk menghindari agar program partisipasi karyawan tidak dilihat sebagai serikat pekerja bayangan adalah: a. Jika ingin menetapkan program partisipasi, libatkan karyawan dalam formasi program ini sepraktis mungkin. 133
b. Tekankan terus kepada karyawan bahwa komite itu ada untuk tujuan eksklusif yang mengajukan soal-soal tersebut seperti mutu dan produktivitas. c. Pastikan bahwa manajer tidak berusaha menetapkan komite-komite tersebut pada saat yang sama dengan lainya dalam kegiatan pengorganisasian serikat pekerja dalam perusahaan. d. Istilah komite sama dengan sukarelawan dan bukannya perwakilan karyawan yang terpilih. Juga rotasikan keanggotaannya untuk memastikan partisipasi karyawan yang luas. e. Partisipasi dalam kegiatan komite dari hari ke hari usahakan sesedikit mungkin.
134
BAB V PENGEMBANGAN PEGAWAI
5.1
Pengertian Pengembangan Pegawai
Sesuai dengan kemajuan zaman, akhir-akhir ini pengembangan pegawai/karyawan menjadi pokus kajian utama dari manajer dan pegawai sendiri, karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informatika yang semakin maju, terutama bidang teknologi informasi. Apabila kemajuan tersebut tidak diimbangi dengan profesionalisme pegawai/karyawan dan manajer akan menimbulkan dampak yang besar terhadap penentuan arah dan tujuan perusahaan atau organisasi. Di samping itu, organisasi akan berjalan lambat sehingga tidak akan mampu bersaing di pasaran. Pengembangan didasarkan atas dasar fakta bahwa seorang pegawai/karyawan akan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang memadai untuk bekerja dengan baik. Atas dasar pertimbangan tersebut pengembangan pegawai/karyawan bukan hanya merupakan tanggungjawab dari pegawai/karyawan yang bersangkutan melainkan menjadi kewajiban dan tanggungjawab perusahaan. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa pengembangan pegawai/karyawan merupakan bagian dari pendidikan dan pelatihan, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa pengembangan terdiri atas pendidikan dan pelatihan pegawai/karyawan. Maka agar ada keseragaman dan kejelasan dalam memahami pengertian pengembangan pegawai, berikut akan penulis kemukakan pendapat dari beberapa ahli tentang hal tersebut. 76
a. Menurut Simamora (1995:287) : Pengembangan pegawai/karyawan adalah penyiapan individu-individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi. b. Menurut Hasibuan (1990:16) : Pengembangan pegawai/karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan jabatan melalui pendidikan dan pelatihan. c. Menurut Nawawi (1997:289) : Pengembangan pegawai adalah suatu usaha yang dilakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Dari ketiga pendapat tersebut diperkuat oleh UndangUndang Nomor 25 tahun 1997, bahwa pengembangan pegawai meliputi pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan tugas untuk meningkatkan pengetahuan, pengertian, atau sikap para tenaga kerja sehingga dapat lebih menyesuaikan dengan kebutuhan dan lingkungan kerja. Sedangkan pelatihan adalah serangkaian akitivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, atau perubahan sikap seorang individu. Pelatihan terdiri atas program-program yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pada level individu, kelompok, dan atau organisasi. Dengan demikian pengembangan merupakan suatu kebutuhan yang perlu diprogramkan dan dapat dilaksanakan, juga merupakan hak pegawai untuk memperoleh, meningkatkan, dan atau mengembangkan potensinya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya serta dilakukan secara terencana, berkelanjutan, dan berjenjang. 77
5.2
Prinsip-prinsip Pengembangan Pegawai
Mangkunegara yang mengutip pendapat Mc. Gehee merumuskan prinsip-prinsip pelatihan dan pengembangan pegawai sebagai berikut: a. Materi harus disajikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan. b. Tahapan-tahapan penyajian materi harus disesuaikan dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai c. Penatar harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran d. Adanya penguat guna membangkitkan respon yang positif dari peserta e. Menggunakan konsep shaping (pembentukan prilaku) Untuk mencapai tujuan dari pengembangan pegawai, menurut Mc. Gehee perlu dikemukakan tujuan pendidikan dan pelatihan , yaitu: a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi b. Meningkatkan produktivitas kerja c. Meningkatkan kualitas kerja d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja f. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal g. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja h. Menghindarkan keusangan i. perkembangan pegawai M. Manullang dalam bukunya Pengembangan Pegawai (1975:14) mengemukakan bahwa pengembangan yang efektif akan memperoleh tiga hal, yaitu : 78
a. Menambah pengetahuan b. Menambah keterampilan c. Merobah sikap 5.3
Faktor yang mempengaruhi Pengembangan Pegawai
Semua pekerjaan atau kegiatan tidak ada satu pun yang begitu direncanakan langsung dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Demikian juga halnya dalam rencana pengembangan pegawai, berbagai faktor akan mempengaruhi terhadap pelaksanaan suatu rencana pengembangan, walaupun perencanaan telah disusun dengan baik dan memperhatikan berbagai hal yang diperkirakan akan mengganggu terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Berikut penulis kemukakan pendapat salah seorang ahli tentang faktor yang mempengaruhi pengembangan pegawai/karyawan. Notoatmodjo (1991:8) mengemukakan beberapa faktor tersebut, yakni sebagai berikut: a. Faktor Internal Faktor internal mencakup keseluruhan kehidupan organisasi yang dapat dikendalikan, baik oleh pimpinan maupun anggota organisasi yang bersangkutan, antara lain sbb: 1) 2) 3) 4)
Misi dan tujuan organisasi Strategi pencapaian tujuan Sifat dan jenis kegiatan Jenis teknologi yang digunakan
b. Faktor Eksternal Semua organisasi berada di dalam lingkungan dan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan di mana organisasi itu berada, seperti: 79
1) Kebijakan pemerintah Kebijakan-kebijakan pemerintah baik yang dikeluarkan melalui perundang-undangan, peraturanperaturan pemerintah maupun surat keputusan menteri atau pejabat pemerintah dan sebagainya merupakan arahan yang harus diperhitungkan oleh organisasi. 2) Sosial budaya masyarakat Suatu organisasi apa pun didirikan untuk kepentingan masyarakat yang mempunyai latar belakang sosio budaya yang berbeda-beda. 3) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di luar organisasi dewasa ini telah sedemikian pesatnya. Sudah barang tentu suatu organisasi yang baik harus mengikuti arus perkembangan tersebut. Untuk itu harus mampu memilih teknologi yang tepat untuk organisasi. Di samping perlu memperhatikan faktor-faktor di atas, masih terdapat faktor lain yang sangat mempengaruhi terhadap pengembangan pegawai, yaitu pegawai dan pimpinan organisasi itu sendiri. Demikian pentingnya faktor pegawai dalam perencanaan dan penggunaan hasil pengembangan, maka faktor manusia harus mendapat perhatian serius, terutama dalam membuat kebijakan tentang pengembangan pegawai. Hal ini dapat dipahami, karena manusia berbeda dengan makhluk lainnya, manusia bukan merupakan alat produksi melainkan merupakan assets perusahaan. Oleh karena itu dalam mengikutsertakan pegawai dalam program pengembangan pegawai perlu diperhatikan beberapa syarat, agar pengembangan pegawai tersebut berhasil dan berdaya guna dengan baik, yaitu: 80
a. Usia Pegawai Usia pegawai merupakan hal yang penting dan pokok,. karena kalau seorang pegawai yang sudah berusia mendekati pensiun diikutsertakan dalam pengembangan pegawai, hasilnya kurang dapat dirasakan oleh organisasi dan teman sejawatnya. Oleh karena itu, Gary Dessler mengemukakan langkahlangkah karier seseorang dalam masa usia tertentu, antara lain. 1) Tahap penetapan Tahap ini kira-kira merentang dari usia 24 sampai dengan 44 tahun yang merupakan jantung kehidupan kerja bagi kebanyakan orang. Selama periode tertentu diharapkan satu kedudukan yang layak diperoleh dan orang yang melibatkan diri di dalam kegiatan-kegiatan ini membantunya memperoleh suatu tempat yang tetap di situ. 2) Tahap pemeliharaan Antara usia 45 sampai dengan 60 tahun, banyak orang yang sesungguhnya beralih dari tahap penetapan ke tahap pemeliharaan. Selama periode ini orang terutama menciptakan satu tempat di dunia kerja dan kebanyakan usaha sekarang diarahkan pada pemeliharaan tempat itu. 3) Tahap Kemerosotan Begitu mendekati usia pensiun sering terdapat periode pelambatan dalam tahap kemerosotan. Di sini banyak orang menghadapi prospek di mana ia harus menerima kenyataan tentang berkurangnya level kekuasaan dan tanggung jawab serta belajar untuk menerima dan mengembangkan peran baru sebagai mentor dan mempercayakan tugas-tugas sebelumnya kepada orang yang lebih muda. 81
b. Jenis Kelamin Sampai saat ini kaum perempuan masih banyak yang diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya, walaupun mereka itu akan mampu mengembangkan diri pribadinya serta dapat memberikan kontribusinya kepada organisasi. c. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja akan menentukan kematangan serta cara berpikir pegawai dalam melaksanakan suatu kegiatan di tempat bekerjanya. Oleh karena demikian maka sudah sewajarnya dalam program atau kebijakan pengembangan pegawai diperhatikan pegawai yang sudah mempunyai pengalaman kerja, karena mereka sudah mempunyai pengalaman bekerja dan sudah mengetahui tujuan dan harapan dari perusahaan. Simamora (1995:184) menjelaskan beberapa keuntungan apabila seorang pegawai yang mempunyai pengalaman bekerja diikutsertakan dalam berbagai program pengembangan pegawai, karena: 1) Memberikan motivasi yang lebih besar untuk kinerja yang labih baik 2) Memberikan promosi yang lebih besar bagi karyawan sekarang ini. 3) Meningkatkan moral kerja karyawan dan loyalitas organisasional 4) Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk menilai kemampuan 5) Memungkinkan karyawan melaksanakan pekerjaan dengan waktu yang lebih singkat. d. Latar Belakang Pendidikan Pemilihan metode pengembangan pegawai harus disesuaikan dengan latar belakang pendidikan peserta pengembangan pegawai. Tanpa ada penyesuaian, maka 82
pengembangan pegawai bisa dianggap kurang berhasil, karena berbagai latar belakang pendidikan akan membawa pengaruh yang besar terhadap materi yang diberikan dan peserta akan dapat lebih cepat dan mudah mempraktekan hasil dan dirasakan hasilnya oleh organisasi. Sastrohadiwiryo (2001:28), mengemukakan beberapa hal yang sangat fundamental dapat dijadikan pedoman normatif dalam pelaksanaan / penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Prinsip umum adalah meliputi perbedaan individu hubungan dengan analisis kerja, seperti: a. Perbedaan individu (Individual difference) Perbedaan individu menyangkut latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, dan minat yang harus mendapat perhatian seksama khususnya dalam menyusun program pendidikan dan pelatihan. b. Hubungan dengan analisis pekerjaan (relation to jo analysis) Proses analisis pekerjaan akan menghasilkan dua keputusan yang berguna bagi pelaksanan fungsi manajemen SDM. Yang pertama adalah suatu keterangan yang nyata dan teratur mengenai kewajiban dan tanggung jawab tertentu dan sekaligus merupakan gambaran menyeluruh tentang tugas dan pekerjaan yang akan diberikan,. Kedua informasi menyeluruh yang harus dipenuhi baik menyangkut materal, imaterial maupun intelektual agar dapat memangku suatu pekerjaan yang akan diberikan. Program pendidikan dan pelatihan harus diberikan dan dihubungkan dengan kebutuhan tersebut, baik deskripsi pekerjaan maupun syarat-syarat pekerjaan. c. Motivasi (motivation) Program pendidikan dan pelatihan dapat membantu belajar dan membantu dalam meningkatkan kualitas dalam 83
bekerja dan mengembangkan dirinya. Akan tetapi belajar dan pengembangan merupakan fungsi pembejalaran bagi pegawai dan merupakan salah satu unsur penting dalam perusahaan. Faktor usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi orang yang telah dewasa dalam pengalaman belajar mungkin lebih sulit daripada motivasi anak-anak yang masih bersekolah. d. Partisipasi yang aktif (active participation) Peserta pendidikan dan pelatihan yang aktif dalam proses belajar dan mengajar mungkin dapat menambah minat dan motivasi. Sehubungan dengan hal itu kebanyakan program dan pelatihan berusaha mengerahkan para peserta dalam pembicaraan dan pernyataan lain mengenai pandangam mereka. e. Seleksi pendidikan dan pelatihan (selection of training and education) Meskipun menurut urgensinya seluruh tenaga kerja baru, perlu diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan, tetapi lebih baik jika yang mengikuti adalah tenaga kerja yang menunjukan minat dan bakat. f. Pemilihan para pengajar (selection of teacher) g. Pelatihan pelatih/pengajar (trainer teacher training) h. Metode kependidikan dan pelatihan (training and education method) i. Prinsip belajar (principle of learning) Para pengajar harus cermat dalam membaca minat dan bakat para peserta pendidikan dan pelatihan serta mampu mencegah kemungkinan timbulnya hal-hal yang akan mengganggu proses belajar mengajar. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan harus direncanakan dengan matang. 84
5.4
Metode Pengembangan Pegawai
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa metode pengembangan pegawai akan membawa pengaruh terhadap pelaksanaan pengembangan pegawai, manakala pesertanya berbeda dalam latar belakangnya. Hasibuan (19909:85) mengemukakan beberapa metode pengembangan pegawai sebagai berikut: a. Metode Latihan atau Training Metode latihan harus berdasarkan kebutuhan pekerjaan dan tergantung pada berbagai faktor, yaitu waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta didik, latar belakang dan lain sebagainya. b. Metode Pendidikan atau Education Pengertian pendidikan dalam pengembangan ini sifatnya khusus, yaitu untuk meningkatkan keahlian dan kecakapan manajer dalam memimpin bawahannya secara efektif. Manullang (1975:34) mengemukakan bahwa metode training terbagi atas tiga golongan, yaitu: a. Metode Kuliah Yang dikmaksud dengan metode kuliah adalah salah satu jenis training one way communication atau suatu proses dalam memindahkan fakta-fakta atau inmformasiinformasi dari buku catatan instruktur atau pelatih ke buku catatan peserta. b. Case Method dan Incident Method Dalam case method setelah para peserta mempelajari kasusnya diminta untuk menetapkan cara pemecahan terbaik dari suatu masalah tertentu. Dalam incindent method, proses rekonstruksi atas suatu insiden (peristiwa) yang dilakukan oleh suatu kelompok penyelidik berdasarkan case (urusan) yang telah selesai. 85
c. Simulation Method Dalam simulation method para peserta training memainkan peranan dalam suatu organisasi tiruan. Untuk menentukan apakah proses pengembangan pegawai itu berhasil atau tidak, manajer sumber daya manusia harus dapat mengukur dari beberapa indikator yang digunakan. Apabila hasilnya menunjukkan kurang sesuai atau tidak dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi, berarti program pengembangan itu tidak berhasil. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan oleh manajer sumber daya manusia untuk menentukan apakah program pengembangan itu berhasil atau tidak. Tingkat keberhasilan tersebut dapat dilihat pada: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. 5.5
Prestasi kerja karyawan Kedisiplinan karyawan Absensi karyawan Tingkat kerusakan produksi, alat dan mesin Tingkat kecelakaan karyawan Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga, dan waktu Tingkat kerjasama karyawan Tingkat upah / insentif karyawan Prakarsa karyawan Kepemimpinan dan keputusan manajer Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Pengembangan Pegawai
Atas dasar hal tersebut di atas, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengembangan pegawai, yaitu : a. Perbedaan individu pegawai b. Hubungan dengan analisa jabatan c. Motivasi 86
d. Partisipasi aktif e. Seleksi peserta penataran f. Metode pelatihan dan pengembangan Hal ini terkait dengan kebutuhan perencanaan pengembangan pegawai. Goldstein dan Bukton mengemukakan bahwa terdapat tiga analisis kebutuhan berkenaan dengan pengembangan pegawai, yaitu: a. Organizational Analysis Organizational analysis digunakan untuk menganalisis tujuan organisasi, sumber daya yang ada di lingkungan organisasi sesuai dengan realitas yang ada. b. Job or task Analysis Job or task Analysis dimaksudkan untuk membantu pegawai dalam meningkatkan pengetahuan, skill dan sikap terhadap suatu pekerjaan. c. Person Analysis Person analysis difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan pengembangan pegawai yang bekerja pada jobnya, baik kebutuhan individu maupun kebutuhan kelompok.
87
BAB VI KOMPENSASI
6.1 Pengertian Kompensasi Dalam merumuskan pengertian kompensasi para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda satu sama lain. Sebagian pendapat mengartikan kompensasi yang tertuju kepada besaran gaji atau upah yang diterima per hari, per minggu, atau per bulan serta besarnya kontrak yang disetujui bersama. Pendapat demikian memang tidak ada salahnya, tetapi hanya terbatas pada pola pemikiran material atau bentuk uang saja. Dalam pemikiran tersebut yang dimaksud berupa sejumlah uang atau barang yang diterima oleh pegawai/karyawan sebagai imbalan atas jasa-jasa yang telah diberikannya kepada perusahaan. Menurut Gozali Saydam (1996:163), “kompensasi adalah balas jasa yang diterima seorang karyawan/pegawai dari perusahaan sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah diberikannya kepada perusahaan tersebut”. Secara garis besar, pemberian kompensasi dapat berupa uang, barang, fasilitas, atau penghargaan. Sedangkan menurut Gary Dessler (1997:85) kompensasi adalah ”setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari pekerjaan karyawan itu”. Dalam mengemukakan teori kompensasinya Gary Dessler mengemukakan dua komponen dalam pemberian upah atau imbalan yang berlaku, yaitu (a) Pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji. insentif, komisi, dan bonus; (b) Pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi 88
dan uang liburan yang dibayar oleh majikan atau bentuk imbalan moneter. Pandangan Gary Dessler tersebut telah dikembangkan oleh Henry Simamora (1995:413), yang mengemukakan bahwa kompensasi tidak hanya pada imbalan-imbalan moneter atau instrinsik saja, tetapi juga pada tujuan-tujuan dan imbalan-imbalan instrinsik organisasi, seperti pengakuan, kesempatan untuk promosi dan kesempatan lain yang lebih menantang. Komponen-komponen dari keseluruhan program kompensasi meliputi : a. Bantuk Finansial 1) Bersifat langsung terdiri atas upah, insentif, komisi, dan bonus. 2) Bersifat tidak langsung terdiri atas program asuransi kesehatan dan jiwa, bantuan sosial untuk para karyawan, tunjangan pensiun, kesehatan, kesejahteraan sosial, bea siswa serta ketidakhadiran yang dibayar seperti liburan hari-hari besar, izin karena sakit, cuti hamil, dan lain-lain. b. Bentuk Non Finansial 1) Bersifat pekerjaan terdiri atas tugas-tugas yang menarik, tantangan tanggungjawab, peluang akan pengakuan, perasaan akan pencapaian, peluang akan adanya promosi. 2) Bersifat lingkungan pekerjaan terdiri atas kebijakankebijakan yang sehat, supervisi yang kompeten, rekan kerja yang menyenangkan, simbol status yang tepat, kondisi lingkungan kerja yang nyaman, waktu luang, kompensasi kafetaria, minggu yang dipadatkan, dan sharring pekerjaan.
89
Setiap komponen sebagaimana dijelaskan di atas, dalam pelaksanaan pembayarannya kompensasi tersebut tidak dapat dibayarkan sekaligus. Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun harus selalu memperhitungkan berbagai kemungkinan untuk membayarnya, sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pimpinan perusahaan. Pada organisasi pemerintahan terdapat beberapa hal yang biasa dijadikan bahan pertimbangan apabila bermaksud akan meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui peningkatan pembayaran kompensasi, misalnya kenaikan gaji atau pemberian gaji ketigabelas. Hal-hal yang harus dipertimbangkan yaitu : a. Kemampuan keuangan negara Sebelum pemerintah menerapkan peraturan tentang pemberian kompensasi, terlebih dahulu harus menghitung berapa jumlah uang yang dibayarkan per bulan atau per tahun. Kemudian menentukan sumber pendapatan negara yang akan digunakan untuk membayar kompensasi tersebut. Selanjutnya rancangan APBN/APBD disampaikan kepada DPR/DPRD untuk mendapat pengesahan. b. Penetapan harga kebutuhan pokok Kebutuhan pokok di sini lebih ditekankan kepada kebutuhan pokok sehari-hari. Kebijakan yang diambil meliputi: 1) Menentukan jumlah kebutuhan pokok per bulan/tahun 2) Perkiraan jumlah persediaan barang di dalam negeri 3) Menentukan jumlah barang kebutuhan yang harus didatangkan dari luar negeri c. Penetapan sistem penggajian Agar dirasakan adil, layak dan wajar oleh setiap pegawai atas kompensasi uang dibayarkan, maka pihak swasta atau 90
pun pemerintah menentukan dan menetapkan sistem penggajian atau pengupahan perlu disesuaikan dengan kemampuan keuangan masing-masing. Hasibuan (1990:138) menerapkan beberapa asas dalam pemberian kompensasi kepada pegawai, yaitu: 1) Asas adil, yaitu besarnya kompensasi yang dibayarkan kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. 2) Asas layak dan wajar, yaitu kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhan pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah (Misalnya : UMR) dan eksternal; kompensasi yang berlaku. d. Metode Kompensasi 1) Metode penggajian atau pengupahan sektor swasta, seperti harian, bulanan, dan borongan. 2) Pada sektor pemerintah, menurut Hasibuan (1990:138) hanya dikenal 2 metode yang digunakan, yaitu metode tunggal dan metode jamak. e. Sistem Kompensasi, misalnya sistem waktu, hasil dan borongan. f. Faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi Kemampuan keuangan negara dijadikan acuan pokok oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai, karena jumlah pegawai yang gajinya dibayar oleh pemerintah tidaklah sedikit. Oleh karena demikian apabila tidak diperhitungkan secara cermat 91
dan tepat akan mengganggu terhadap keuangan negara itu sendiri. Misalnya keuangan itu seharusnya digunakan untuk pembangunan, malah digunakan untuk belanja pegawai. Untuk menetapkan besaran jumlah yang akan dibayarkan, pemerintah terlebih dahulu harus mengetahui harga-harga barang kebutuhan pokok sehari-hari, karena kalau tidak mempertimbangkan harga kebutuhan pokok, yang meningkat bukannya gaji pegawai tetapi harga barang yang pada akhirnya walaupun gaji yang dibayarkan naik manfaatnya tidak dapat dirasakan oleh pegawai yang bersangkutan. Penetapan sistem penggajian juga perlu diperhitungkan dengan cermat agar kenaikan gaji tersebut betul-betul dapat dikatakan adil, wajar, dan layak. Hal ini perlu ditekankan karena apa yang dikatakan adil oleh pemerintah belum tentu dirasakan adil oleh pegawai. Kaitannya dengan hal tersebut, dalam setiap pengambilan kebijakan kenaikan gaji perlu ditentukan terlebih dahulu, Apakah kenaikan gaji akan ditentukan dari gaji pokok masing-masing pegawai, atau bukan kenaikan gaji tetapi dalam bentuk tunjangan yang diberikan secara merata atau sama terhadap setiap pegawai, tanpa memandang pangkat/golongan atau jabatan. 6.2 Sistem Penggajian Dalam penetapan sistem penggajian belum ada kesamaan antara penetapan sistem penggajian yang dilakukan oleh sektor pemerintah dan yang diberlakukan oleh swasta. Pada sektor pemerintah tidak dikenal adanya sistem pengupahan seperti yang diberlakukan oleh pihak swasta, yang ada hanya sistem penggajian saja.
92
Apakah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah atau swasta sudah dirasakan oleh pegawai atau karyawannya? Jawaban tentang hal itu ada beberapa pendapat. Antara lain dikemukakan oleh Hasibuan yang menyatakan bahwa upah akan dapat dirasakan manfaatnya oleh pegawai atau karyawan dengan keluarganya, apabila telah memenuhi asas-asas dalam pemberian kompensasi, yaitu: a. Asas adil Artinya, besarnya kompensasi yang dibayarkan kepada setiap pegawai atau karyawan harus didasarkan kepada prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. b. Asas layak dan wajar Artinya, kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas asas upah minimun pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku. Dalam hal pengupahan yang melindungi pekerja / buruh, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meliputi: a. Upah Minimun Yang dimaksud dengan upah minimum berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.01/MEN/1990 adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap dengan kebutuhan upah pokok serendahrendahnya 75% dari upah minimum. Pengertian upah pokok seperti diatur dalam SE Menaker No.SE-07/MEN/1990 adalah imbalan dasar yang diberikan secara tetap untuk tenaga kerja dan keluarganya 93
serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan kehadiran atau prestasi/produktivitas tertentu.
b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan UMR dan upah sundulan dari Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan pengawasan ketenagakerjaan No, B.407/M/BW/1995 bahwa dalam pemberian UMR perlu memperhatikan halhal sebagai berikut: 1) Dengan adanya kenaikan UMR tidak boleh dilakukan pergeseran tunjangan tidak tetap menjadi tunjangan tetap. 2) Tunjangan-tunjangan yang selama ini telah diberikan, tetapi menjadi hak tenaga kerja dan harus tetap diberikan. 3) Khusus mengenai tunjangan transpor, maskipun diberikan sebaiknya tidak dimasukan ke dalam komponen upah. Upah kerja lembur Upah tidak masuk kerja karena berhalangan Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain Upah karena menjalankan hak waktu isirahat kerja Bentuk dan cara pembayaran upah Denda dan potongan upah Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah Struktur dan skala pengupahan yang proporsional Upah dan pembayaran pesangon Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
Masalah upah minimum yang merupakan kebijakan pemerintah sebagaimana dijelaskan di atas adalah untuk melindungi buruh dari tindakan semena-mena manajernya. Banyak persepsi yang dilontarkan, yang pada umumnya mengarah pada peningkatan kesejahteraan buruh atau karyawan. 94
Dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan sebagai berikut: a. Upah minimum terdiri dari upah berdasarkan wilayah dan sektor pada wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota. b. Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak c. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum d. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan e. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh.
6.3 Metode Kompensasi Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa metode pemberian kompensasi kepada pegawai atau karyawan atau lebih dikenal dengan metode penggajian dan pengupahan yang diberlakukan pada sektor pemerintah berlainan dengan yang diberlakukan pada sektor swasta. Metode penggajian atau pengupahan yang diberlakukan pada sektor swasta ada beberapa macam. Bukan saja pada kantor yang berbeda, tetapi dapat juga pada satu kantor yang sama diberlakukan sistem penggajian atau pengupahan yang berbeda. Hal ini akan bergantung pada kedudukan seseorang dalam suatu jabatan atau status kerja seseorang dalam kantor tersebut. Di samping itu akan dipengaruhi oleh hasil perundingan antara karyawan yang diwakili oleh serikat buruh/serikat pekerja dengan pimpinan organisasi. Oleh karena demikian, pada sektor swasta dikenal adanya sistem bulanan, borongan, waktu dan juga harian. Khusus pada sistem borongan, waktu, 95
dan harian pada umumnya akan bergantung kepada kontrak yang telah disepakati bersama atau menurut peraturan perundangan yang berlaku dan mengikat kedua belah pihak. Pada sektor pemerintahan tidak ada perbedaan seperti yang diberlakukan pada sektor swasta, yang membedakannya hanya pada beberapa hal, seperti berat atau ringannya tanggung jawab, kedudukan, atau jabatan seseorang. Hasibuan (1990:138) menjelaskan bahwa metode penggajian ini ada dua macam, yaitu: a. Metode Tunggal Dalam penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas ijazah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan. b. Metode Jamak Dalam penetapan gaji pokok didasarkan atas beberapa pertimbangan, seperti ijazah, sifat pekerjaan, pendidikan informal, bahkan hubungan keluarga ikut menentukan besarnya gaji pokok seseorang. Dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang penggajian, metode yang diberlakukan pada sektor pemerintah ada tiga macam, yaitu metode skala tunggal, metode skala ganda, dan metode gabungan. Metode skala tunggal adalah metode penggajian yang memberikan gaji pokok yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama, dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan, berat ringannya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan. Metode skala ganda adalah metode penggajian yang menentukan besarnya gaji pokok yang bukan saja berdasarkan pangkat juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan,
96
prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan. Metode gabungan adalah metode penggajian yang memberikan gaji pokok yang sama kepada setiap pegawai yang mempunyai pangkat yang sama, tetapi juga memberikan tunjangan kepada pegawai yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, mempunyai prestasi yang tinggi, atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus-menerus dan juga diadakan perhitungan terhadap pengalaman kerja yang dimiliki oleh pegawai selama bekerja. 6.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Dalam pembayaran kompensasi, baik yang dilakukan oleh sektor swasta maupun pemerintah tidak selalu lancar dalam pemberiannya. Terutama pada sektor swasta, khususnya perorangan yang mengadakan kontrak kerja sama. Surat kabar dan media masa lainnya sering menayangkan pemberitaan bahwa terdapat perusahaan yang tidak bisa membayar gaji atau upah beberapa bulan atau tidak tepat waktu. Hal demikian akan membawa dampak negatif terhadap karyawan atau serikat buruh yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas kerja dan kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri, karena karyawan/buruh yang diwakili serikat buruh akan menuntut apa yang menjadi hak karyawan atau buruh tersebut. Agar tidak terjadi hal-hal negatif yang akan merusak hubungan baik antara karyawan dengan perusahaan, manajer sumber daya manusia harus memperhatikan beberapa faktor sebagaimana yang dikemukakan oleh Moekijat (1992:14), sebagai berikut; 97
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
Gaji atau upah yang diberikan oleh perusahaan lain Kondisi keuangan negara Biaya hidup Peraturan Pemerintah Kekayaan negara Produktivitas pegawai Persediaan tenaga kerja Kondisi kerja Jam kerja Perbedaan geografis Inflasi Pendapatan nasional Harga pasar Nilai sosial dan etika
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penetapan kebijakan penggajian di atas, penerapannya tentu akan berbeda terhadap pegawai yang bekerja pada sektor pemerintah dengan pegawai yang bekerja di sektor swasta. Pada sektor swasta akan cenderung memperhatikan bagaimana kondisi atau kemampuan keuangan perusahaan, di samping faktor eksternal lainnya yang diperkirakan akan mempengaruhi kondisi keuangan pihak swasta. Oleh karena itu, Gary Dessler dalam bukunya ”Manajemen Sumber Daya Manusia” (1998:85), mengingatkan kepada para manajer sumber daya manusia, agar tidak terjadi gejolak dalam penetapan penggajian atau pengupahan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pengaruh serikat buruh terhadap keputusan kompensasi Serikat buruh atau serikat pekerja dan Undang-undang hubungan tenaga kerja juga mempengaruhi bagaimana perencanaan pembayaran dirancang. Undang-undang 98
hubungan tenaga kerja nasional tahun 1993 dan perundang-undangan yang terkait serta keputusankeputusan pengadilan melegitimasikan gerakan tenaga kerja. b. Pertimbangan hukum dan kompensasi Sejumlah undang-undang menetapkan apa yang dapat dan harus dibayar oleh para majikan dari segi upah minimum, tarif lembur dan tunjangan. c. Kebijakan kompensasi Kebijakan kompensasi seorang majikan juga mempengaruhi upah dan tunjangan yang dibayarkan, karena kebijakan-kebijakan ini memberikan garis pedoman kompensasi yang penting. d. Keadilan dan dampaknya terhadap tarif upah Kebutuhan akan keadilan adalah faktor yang penting dalam menetapkan atau menentukan tarif pembayaran, khususnya keadilan eksternal dan keadilan internal. Secara eksternal pembayaran harus sebanding dengan tarif dalam organisasi lain, apabila tidak seorang majikan akan mengalami kesulitan untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang memenuhi syarat. Tarif pembayaran juga harus adil secara internal artinya masing-masing karyawan hendaknya memandang bahwa pembayaran sama dengan tarif pembayaran lain yang ada dalam organisasi. 6.5
Tujuan Kompensasi
Dalam bab terdahulu telah dijelaskan bahwa tujuan manajemen sumber daya manusia terdiri atas tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya, tujuan pegawai adalah terpenuhinya segala 99
kebutuhan dan tujuan konsumen adalah terpuaskannya apa yang diinginkan. Kaitannya dengan tujuan pegawai, yaitu terpenuhinya segala kebutuhan para pegawai. Salah satu unsur untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah tersedianya dana yang besar dan harus didapatkan oleh pegawai melalui jasa yang diberikan kepada perusahaan. Perusahaan yang mendapatkan jasa dari pegawai akan memberikan kompensasi sesuai dengan tugas, wewenang, kedudukan, jabatan, dan tanggungjawab. Oleh karena itu, tujuan memberikan kompensasi kepada pegawai menurut Henry Simamora (1995:412) adalah sebagai berikut: a. Memikat karyawan Meskipun sebagian besar pelamar kerja tidak mengetahui tentang gaji sebenarnya yang ditawarkan oleh perusahaan yang berbeda untuk pekerjaan-pekerjaan serupa di pasar tenaga kerja lokal, tetapi sering kali pelamar kerja akan membandingkan tawaran pekerjaan dan skala gaji yang akan diterima. Pelamar kerja yang memperoleh lebih dari satu tawaran kerja tentu akan membandingkan tawarantawaran moneter. b. Menahan karyawan yang kompeten Setelah organisasi memikat dan mengangkat karyawan, sistem kompensasi yang berlaku hendaknya tidak merintangi upaya untuk menahan karyawan yang produktif. Meskipun banyak faktor yang menyebabkan karyawan meninggalkan sebuah perusahaan. Kompensasi yang tidak memadai adalah penyebab yang paling sering terjadi dari perputaran karyawan. Untuk menahan karyawan yang baik, manajer sumber daya manusia 100
haruslah memastikan bahwa kompensasi di dalam organisasi.
terdapat
kewajaran
c. Memotivasi di dalam organisasi Organisasi menggunakan kompensasi untuk memotivasi karyawan. Organisasi memberikan gaji reguler kepada karyawan yang datang setiap hari dan menyelesaikan aktivitas yang dipersyaratkan. Eksekutif akan mendorong karyawan untuk bekerja lembur dengan memberikan bonus kepada karyawan yang menjual lebih banyak dibandingkan dengan karyawan lain atau menemukan proyek baru. Di samping itu, individu akan termotivasi untuk bekerja dengan baik pada saat ia merasa bahwa imbalan didistribusikan secara adil. Oleh karena itu, perancangan dan pelaksanaan sistem kompensasi harus memastikan bahwa terdapat keadilan eksternal, keadilan internal, dan keadilan individu. Keadilan eksternal diartikan sebagai tarif upah (wage rates) yang pantas dengan gaji yang berlaku untuk pekerjaanpekerjaan yang serupa di pasar tenaga kerja, baik oleh pekerjaannya maupun organisasi yang mempunyai ukuran, misi, dan sektornya sama. Tingkat kompensasi eksternal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut: a. Faktor pasar tenaga kerja, seperti permintaan dan suplay tenaga kerja. b. Faktor pasar dan produk, seperti tingkat kompetisi, tingkat permintaan produk, karakteristik industri dan kemampuan untuk menggaji. c. Harga modal dan tingkat harga modal tersebut dapat didistribusikan untuk tenaga kerja dalam proses produktif.
101
Sebuah sistem gaji yang baik dapat memastikan keadilan eksternal melalui penentuan level gaji yang tepat. Keadilan internal diartikan sebagai tingkat gaji yang pantas/patut dengan nilai pekerjaan internal bagi perusahaan. Keadilan internal adalah fungsi dari status relatif sebuah pekerjaan di dalam organisasi, nilai ekonomi hasil pekerjaan atau status sosial sebuah pekerjaan, seperti kekuasaan, pengaruh, dan statusnya di dalam hierarki organisasi. Keadilan individu berarti bahwa individu-individu merasa bahwa mereka diperlakukan secara wajar dibandingkan dengan rekan-rekan kerja mereka. Pada saat karyawan memperoleh kompensasi dari perusahaan, persepsipersepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : a. Rasio kompensasi terhadap masukan upah, pendidikan, pelatihan, ketahanan akan kondisi kerja yang merugikan dari seseorang. b. Perbandingan rasio dengan rasio-rasio yang dirasakan dari karyawan-karyawan lain dengan kontak langsung terjadi. Biasanya, keadilan terdapat pada saat seseorang merasa bahwa rasio hasil terhadap masukan seimbang, baik secara internal berkaitan dengan dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Selain itu, individu akan termotivasi untuk berprilaku kritis sehingga mendapatkan imbalan yang berimbang dengan kinerja mereka. Sadili Samsudin dalam bukun Manajemen Sumber Daya Manusia (2006:188) mengemukakan tujuan kompensasi, sebagai berikut: a. Pemenuhan kebutuhan ekonomi Karyawan menerima kompensasi berupa upah, gaji, atau bentuk lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
102
b. Meningkatkan produktivitas kerja Pemberian kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan bekerja semakin produktif. c. Memajukan organisasi atau perusahaan Perusahaan atau organisasi yang semakin berani memberikan kompensasi yang tinggi, semakin menunjukkan tingkat kesuksesan suatu perusahaan, sebab pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin apabila pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu makin besar. d. Menciptakan keseimbangan dan keadilan Ini berarti bahwa pemberian kompensasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatan sehingga tercipta keseimbangan antara input (syarat-syarat) dengan output.
103
BAB VII GAJI DAN UPAH
7.1
Pengertian Gaji dan Upah
Dalam manajemen sumber daya manusia kompensasi termasuk aspek yang penting dan kompleks. Kompensasi merupakan imbalan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pegawai baik langsung maupun tidak langsung atas jasajasanya yang telah diberikan kepada perusahaan. Pemberian kompensasi tersebut tidak hanya menyangkut finansial semata, melainkan dapat juga dalam bentuk lain (non finansial). Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Henry Simamora bahwa kompensasi menyangkut finansial dan non finansial. Bab ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan gaji dan upah. Berikut penulis kemukakan pengertian gaji menurut para ahli yang dikutip Moekijat dalam bukunya Administrasi Gaji dan Upah (1992:3): a. Pengertian Gaji 1) Menurut H Stone: Gaji adalah An employee paid on a monthly, semi monthly, or weekly basis receives a salary (Seorang pegawai yang dibayar tiap bulan, tiap setengah bulan, atau tiap minggu menerima gaji). 2) Menurut Andrew F. Sikula : Gaji adalah A Salary is a recompense or consideration paid, or stipulated to be paid, to a person at regular intervals for performed services (gaji adalah imbalan jasa atau uang yang dibayarkan atau yang ditentukan untuk dibayarkan kepada seseorang pada jarak-jarak waktu yang teratur untuk jasa-jasa yang diberikan). 104
3) Menurut Yoder : Gaji adalah Salaris are payment to supervisory, clerical an managerial employees (gaji adalah pembayaran kepada pegawai-pegawai administrasi dan manajerial). Dari beberapa pendapat di atas Moekijat menyimpulkan bahwa gaji adalah imbalan jasa berupa uang yang dibayarkan setiap minggu, setiap bulan, atau setiap tahun. b. Pengertian Upah : 1) Menurut H Stone: Upah adalah wages Refer to direct compensation received by an employee paid according to hourty rates (upah menunjukkan kompensasi langsung yang diterima oleh seorang pegawai yang dibayar menurut tarif jam-jaman). 2) Menurut Andrew F. Sikula : Upah adalah in general a wages is anything, given as a recompense or requital : however, more specifically. Wages are money paid for the use of something. The consept of wages usually is associated with the process of paying hourly workers (pada umumnya upah adalah sesuatu yang diberikan sebagai imbalan jasa atau balas jasa, akan tetapi lebih khusus upah adalah uang yang dibayarkan untuk penggunaan sesuatu. Pengertian upah biasanya dihubungkan dengan proses pembayaran kepada karyawan jamjaman). 3) Menurut Yoder : Upah adalah in most popular usage, wages are the method of payment for hourly rated or production workers (dalam penggunaan yang lazim, upah adalah 105
metode pembayaran untuk karyawan jam-jaman atau karyawan yang dibayar menurut hasil). Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, Moekijat mengemukakan pengertian upah dalam arti luas meliputi semua pembayaran, termasuk gaji. Dalam arti sempit upah adalah pembayaran yang diberikan kepada karyawan berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil. Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
7.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Gaji dan Upah
Penentuan
Menurut para ahli, terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi terhadap penetapan tingkat gaji dan upah, seperti yang dikemukakan oleh Edwin B. Flippo, Andrews Sikula dan Arun Monapora. Pendapat-pendapat tersebut disimpulkan oleh Moekijat sebagai berikut: a. Kondisi pasar tenaga kerja Tarif upah sebagian besar bergantung kepada faktor penerimaan dan penawaran tenaga kerja yang ikut menentukan berapa yang dapat diperoleh pencari pekerjaan untuk jasa-jasanya. Pekerjaan tertentu yang memerlukan persyaratan-persyaratan khusus mungkin
106
masih dipengaruhi oleh tersedianya dan permintaan akan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan. b. Tarif upah yang sedang berlaku Setiap manajer perlu mempunyai data yang mutakhir tentang tarif-tarif upah yang dibayarkan oleh manajer untuk suatu jabatan yang sama. c. Biaya hidup Apabila terjadi inflasi maka tarif upah harus disesuaikan dengan tingkat inflasi tersebut, agar karyawan dapat mempertahankan daya belinya. Dengan cara menggunakan rumusan-rumusan yang mengaitkan kenaikan upah dengan kenaikan indeks harga konsumen. d. Kemampuan perusahaan untuk membayar Kemampuan untuk membayar sering digunakan sebagai alasan perundingan bersama dalam usaha untuk menunjukkan bahwa keuntungan perusahaan adalah cukup untuk memenuhi tuntutan upah. e. Kekuasaan perundingan bersama Tingkat upah dan gaji sangat ditentukan melalui proses perundingan bersama antara manajer dengan serikat pekerja. f. Nilai relatif jabatan Setiap pegawai yang mempunyai jabatan tertentu mengharapkan dari jabatan tersebut upah/gaji dan penghasilan lainnya sesuai dengan permintaan atau hasil jabatannya, maka hubungan antara hasil jabatan dan gaji/upah harus tetap dan adil. 7.3
Prinsip-prinsip Pemberian Gaji dan Upah
Dalam kompensasi terdapat beberapa asas yang harus dipertimbangkan, antara lain asas adil, wajar, dan layak. 107
Dengan memperhatikan hal tersebut diharapkan pegawai merasa puas dalam mengerjakan pekerjaannya, karena diberikan balas jasa sesuai dengan apa yang diharapkan atau apa yang mereka berikan kepada perusahaan. Demikian halnya dengan prinsip pemberian gaji dan upah yang merupakan bagian dari kompensasi yang diberikan kepada pegawainya. Menurut Moekijat (1992:17), terdapat beberapa prinsip pemberian gaji dan upah, yaitu: a. Gaji dan upah yang diberikan harus cukup untuk hidup pegawai dan keluarganya. Dengan kata lain besarnya gaji dan upah harus memenuhi kebutuhan pokok minimum. b. Gaji dan upah harus diberikan tepat pada waktunya. c. Besar kecilnya gaji dan perkembangan harga pasar.
upah
harus
mengikuti
d. Sistem pembayaran gaji dan upah harus mudah dipahami dan dilaksanakan, sehingga pembayaran dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. e. Perbedaan dalam tingkat gaji dan upah harus didasarkan atas evaluasi jabatan yang obyektif. f. Struktur gaji dan upah harus ditinjau kembali dan mungkin harus diperbaiki apabila kondisi berubah. 7.4
Struktur dan Tingkat Gaji
Struktur gaji (wage structure) adalah hubungan gaji dalam pengelompokkan tertentu. Pengelompokkan dapat dilakukan menurut jabatan, jurisdiksi politis, atau organisasi. Level gaji menggambarkan rata-rata gaji yang dibayarkan kepada sekelompok karyawan tertentu. Level gaji diartikan sebagai rata-rata tarif gaji yang dibayarkan oleh sebuah organisasi. Menurut Simamora terdapat tiga alternatif dalam 108
menentukan level gaji, sehingga level tersebut memimpin kompetisi, menyesuaikan kompetisi, dan mengikuti apa yang dibayarkan oleh perusahaan lain. Penentuan standar gaji merupakan suatu hal yang sangat penting, untuk bisa menentukan berapa gaji yang harus diterima seorang pegawai. Dalam perencanaan pembuatan struktur gaji ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Kemampuan perusahaan, terutama kemampuan keuangan yang akan berpengaruh kepada bidang-bidang lainnya. b. Dalam menyusun struktur gaji, pendidikan, jabatan, tanggungjawab, dan pengalaman/masa kerja harus dijadikan acuan. c. Struktur gaji yang diberlakukan pada perusahaan yang sama. d. Kebijakan pemerintah atau perusahaan keduanya harus diperhatikan agar tidak menimbulkan dampak sosial dan politik. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan penetapan upah dan gaji antara lain tentang Upah Minimum Regional. e. Struktur gaji yang dirancang agar secara internal adil, layak, dan wajar. Keadilan, kelayakan, dan kewajaran dalam penetapan struktur gaji akan berdampak positif baik kepada pegawai yang bersangkutan maupun kepada perusahaan.
109
BAB VIII KINERJA PEGAWAI
8.1
Pengertian Kinerja Pegawai
Dalam suatu organisasi, kompleksnya persoalan yang dihadapi dan makin banyaknya tuntutan dari penerima jasa setiap pegawai/karyawan dituntut untuk lebih giat lagi meningkatkan kinerjanya. Pimpinan unit kerja dan manajer sumber daya manusia harus lebih jeli dalam melihat karyawannya, mana yang sudah memberikan andil bagi kemajuan perusahaan dan mana yang hanya melihat tanpa berbuat sesuatu untuk pekerjaannya. Kejelian dan penglihatan yang tajam dari seorang manajer terhadap segala aktivitas karyawan diperlukan suatu alat, metode, dan sistem yang digunakan dalam menilai kinerja karyawan. Di samping itu perlu dilakukan secara transfaran, dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, dan hasil penilaian tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang mengutip pendapat James B. Whitaker (2000:5) mengemukakan bahwa kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objektives). Pendapat tersebut jelas memberi gambaran bahwa penilaian kinerja seorang karyawan sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan agar di dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan manusia atau karyawan tepat sasaran dan dapat memberikan motivasi kepada semua karyawan untuk bekerja lebih giat lagi sesuai dengan sasaran dan tujuan organisasi. 110
Menurut Gary Desler (1997:2), terdapat beberapa alasan untuk menilai kinerja, yaitu : Pertama, penilaan memberikan informasi kepada manajer untuk dapat melakukan promosi dan penetapan gaji. Kedua, penilaan kinerja memberikan suatu peluang untuk meninjau prilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan. Selanjutnya penilaian hendaknya berpusat pada proses perencanaan karier perusahaan, karena penilaian itu memberikan suatu peluang yang baik untuk meninjau rencana karier orang itu dilihat dari kekuatan dan kelemahan yang hendak diperlihatkannya. Untuk merancang format penilaan kinerja, Simamora dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (1995:350) menyatakan bahwa dalam merancang format penilaian kinerja para manajer dapat menggunakan deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja. Format tertentu mengukur sifat-sifat (traits) secara lebih efektif dibandingkan prilaku, sedangkan yang lainnya mengidentifikasi level kinerja secara umum dari pada ukuran spesifikasi kinerja. Para manajer harus mengaitkan penilain mereka atas kinerja seseorang bawahan kepada kinerja tertentu yang disyaratkan oleh deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja yang telah disusun untuk pekerjaan tertentu. Untuk memperjelas pengertian kinerja berikut penulis kemukakan pendapat para ahli: a. Menurut Simamora (1995:327) Kinerja karyawan adalah tingkat kemampuan karyawan dalam memenuhi persyaratan-persyaratan pekerjaan dan penilaian kinerja. Pada umumnya mencakup aspek kualitatif dan kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. 111
b. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dua pendapat di atas nampaknya tidak terlalu jauh berbeda dengan definisi yang tertuang di dalam referensi guide yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan bahwa pengukuran kinerja pegawai merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dari ketiga kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan alat untuk menentukan gambaran sampai sejauhmana pegawai tersebut dapat mengerjakan dan mencapainya, apakah sudah sesuai dengan target dan sasaran yang telah ditetapkan organisasi atau belum. Langkah-langkah dalam menilai kinerja pegawai yang bertujuan agar penilaian tersebut betul-betul obyektif, Gary Dessler (1997:3) mengemukakan tiga langkah yang harus ditempuh, yaitu : a. Definisi pekerjaan, diperlukan untuk memastikan bahwa bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan. b. Menilai kinerja, yaitu membandingkan kinerja aktual bawahan dengan standar-standar yang telah ditetapkan oleh prusahaan. c. Memberikan umpan balik, biasanya menuntut salah satu atau lebih sesi umpan balik. Di sini kinerja dan kemajuan bawahan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut. 112
8.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Terdapat berbagai faktor yang akan mempengaruhi dalam penilaian kinerja pegawai, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Mangkunegara dalam buku Evaluasi Kinerja SDM (2005:13) mengemukakan beberapa faktor sebagai berikut : a. Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis kemampuan pegawai terdiri atas kemampuan potensi intelegensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill), artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata, yaitu 110-120 dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan trampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor Motivasi (motivation) Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Selanjutnya Mangkunegara yang mengutip pandangan teori konvergensi dari Wiliam Stern (2005:16), menyatakan bahwa faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah : a. Faktor Individu Secara psikologis individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Terintegrasinya antara rohani dan jasmani individu tersebut akan memiliki konsentrasi diri yang baik, hal ini merupakan modal utama untuk mengelola dan mendayagunakan potensi 113
dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari. b. Faktor Lingkungan organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja, antara lain jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, dan hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai. Menurut Simamora (1995:500), kinerja pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a. Faktor Individu Hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, terdiri atas kemampuan dan keadilan, latar belakang, dan demografi. b. Faktor Psikologis Faktor psikologis terdiri atas persepsi, personality, pembelajaran, dan motivasi.
attitude,
c. Faktor Organisasi Faktor organisasi terdiri atas sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design. Menurut Timple yang dikutip oleh Mangkunegara, faktor-faktor kinerja antara lain sebagai berikut: a. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya kinerja seseorang itu baik karena mempunyai kemampuan tinggi dan kerja keras. Sedangkan pekerja yang mempunyai kinerja buruk 114
disebabkan karena orang itu mempunyai kemampuan rendah dan tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti prilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan, atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. 8.3
Model Penilaian Kinerja Pegawai
Untuk mengetahui sejauhmana pegawai melakukan pekerjaan, terdapat beberapa model yang bisa digunakan. Misalnya yang dikemukakan oleh Husein Umar yang dikutip dari pendapat Tayibnapis, menyebutkan bahwa terdapat empat model, yaitu model CIPP, UCLA, Brinkerhoff, dan Countenance. Dari keempat model tersebut yang akan dijelaskan di sini hanya model UCLA, suatu model yang ditemukan oleh Alkin dengan membagi evaluasi ke dalam empat macam, yaitu : a. Sistem assessment, yaitu evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu sistem. b. Program planning, yaitu evaluasi yang membantu pemilhan aktivitas-aktivitas dalam program tersebut yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya. c. Program implementation, yaitu evaluasi yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, bagaimana
115
mengantisipasi masalah-masalah yang dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan. d. Program certification, yaitu evaluasi yang memberikan informasi mengenai nilai atau manfaat program. Model penilaian kinerja pegawai yang dikemukakan oleh Husen Umar tersebut cenderung kepada model penilaian kinerja pegawai. Lain halnya dengan Simamora yang menilai kinerja pegawai dengan beberapa teknik yang menggunakan instrumen-instrumen evaluasi, antara lain : a. Grafhic Rating Scales (GRS) Instrumen ini membandingkan kinerja individu terhadap sebuah standar absolut yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilai melakukan penilaian terhadap kinerja sebagai dimensi, seperti kualitas kerja, penerimaan kritik, kemauan untuk memikul tanggung jawab dan hal-hal lain yang serupa. b. Behaviorally Anchores Rating Scales (BARS) Instrumen BARS menggunakan perilaku-perilaku yang dapat diamati dibandingkan karakter-karakter, pengetahuan atau keahlian-keahlian sebagai dimensi evaluatif. Penilai membandingkan kinerja seseorang pada setiap dimensi/ukuran terhadap standar. c. Essay Narrative Formats(ENF) Instrumen ini diperlukan oleh penilai untuk menilai seorang karyawan dalam bidang-bidang yang bersifat umum. Penilai dapat menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari kinerja seorang individu pegawai. d. Critical Incident (CI) Pendekatan ini membantu untuk menghidari kelemahan dari upaya mengukur karakter kepribadian. Pada 116
instrumen ini dicatat kejadian-kejadian kritis, baik yang baik maupun yang buruk. Dalam prakteknya manajer mencatat kejadian-kejadian tersebut di arsip karyawan bersangkutan. e. Rankings Teknik Rankings ini membandingkan kinerja seorang individu dengan yang lainnya. Para manajer memberikan sebuah ranking (peringkat) kepada setiap karyawan yang dapat mencerminkan kinerja keseluruhan. f. Obyektives Base Formal (OBF) Instrumen ini mengkombinasikan pengembangan dengan evaluasi. g. Obyektives Indeces Indeks ini membantu penilai dalam menilai hasil-hasil pekerjaan dari pada karakter perilaku-perilaku atau tugastugas. Indeks obyektif seperti laba, rupiah penjualan dan jumlah hari absensi atau terlambat dapat berfungsi sebagai basis evaluasi kinerja. Komaruddin dalam buku Ensiklopedia Manajemen (1994:564) mengemukakan dua model penilaan kinerja, yaitu Appraisal Rating untuk menentukan tingkat kinerja bagi manajer-manajer, dan Merit Rating untuk menentukan tingkat pekerja biasa (non-manajer). Tujuan penilaian jasa pekerja yang terpenting adalah untuk: a. Penetapan srayat-syarat kerja b. Pengadministrasian baik dalam arti pembantuan keputusan maupun pengarsipan c. Penempatan pegawai d. Seleksi untuk promosi dan mutasi e. Pemberhentian pegawai 117
f. Penetapan gaji g. Pemberian stimulasi bagi pegawai atau pekerja yang dinilai h. Bantuan dalam menetapkan metode latihan pekerja.. Di samping hal-hal di atas, pada beberapa departemen yang membina BUMD pelaksanaan penilaian kinerja menggunakan beberapa model yang berbeda, seperti yang digunakan di Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah sebagai berikut : a. WEPA (water enterprise performance assessment) b. ISSO (un service support program) c. GCG (good corporate governance) Ketiga model tersebut tidak ada satu pun yang dijadikan patokan atau pedoman dalam menilai kinerja pegawai, karena pada mulanya model ini digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Dikatakan demikian karena setiap ada penilaian seolah-olah ada metode baru yang digunakan atau dikatakan sebagai uji coba landasan teori tertentu. Penggunaan metode ini kemudian berkembang dan dijadikan lendasan dalam menilai kinerja pegawai perusahaan. Status karyawan perusahaan, khususnya BUMD disejajarkan dengan pegawai negeri yang pada umumnya dalam menilai kinerja pegawai negeri digunakan model Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjan (DP-3). Dengan digunakannya model yang dikembangkan oleh Departemen Pembina BUMD, maka sudah tidak ada lagi kejelasan model mana atau metode mana yang akan digunakan dalam menilai kinerja pegawai perusahaan BUMD. Untuk lebih jelasnya akan penulis kemukakan tentang pelaksanaan penggunaan GCG yang digunakan pada tahun 2003. Dalam model ini pertanyaan yang diajukan kepada 118
karyawan diperinci, di samping itu digunakan pula sistem pengecekan silang dan diperkuat dengan pembuktian data. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, metode yang digunakan adalah wawancara, pengumpulan data tertulis, penelitian lapangan, dan dokumentasi hasil lapangan. Semua hasil pengumpulan diberikan nilai dalam bentuk angka yang selanjutnya dibandingkan dengan target yang telah ditentukan dalam model tersebut. Penilaian kinerja pegawaiu yang dilakukan manajer akan sangat bermanfaat baik bagi perusahaan maupun bagi pekerja itu sendiri. Menurut Hani Handoko (1991:135), ”Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”. Berkenaan dengan tujuannya, sependapat dengan para ahli lainnya, bahwa penilaian prestasi kerja ini bertujuan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.Di samping itu, keghiatan penilaian prestasi kerja akan sangat bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas organisasi. Secara spesifik, kegunaan penilaian prestasi kerja pegawai adalah sebagai berikut. a. Perbaikan prestasi kerja Umpan balik yang diperoleh dari kegiatan penilaian prestasi kerja memiliki kemungkinan besar bagi karyawan, manajer, dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi kerja masing-masing. b. Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi Dengan dilakukannya penilaian prestasi kerja akan membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya. Di samping itu dapat juga dijadikan bahan 119
pertimbangan bagi penyesuaian penetapan besarnya upah dan gaji karyawan. Mungkin ditambah atau dikurangi sesuai dengan informasi dari hasil penilaian prestasi tersebut. c. Keputusan-keputusan Penempatan Salah satu bidang garapan manajemen sumber daya manusia adalah penempatan pegawai, baik dalam bentuk promosi, transfer, demosi atau bentuk lainnya. Biasanya hal ini dilakukan berdasarkan prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi yang diberikan kepada karyawan oleh perusahaan/organisasi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja di masa lalu. d. Kebutuhan-kebutuhan dan Pengembangan Karier Hasil dari kegiatan penilaian prestasi mungkin akan ditemukan adanya prestasi kerja karyawan yang buruk. Prestasi yang buruk tersebut mungkin menunjukkan diperlukan adanya pelatihan bagi para karyawan. Demikian juga sebaliknya, prestasi yang baik mencerminkan adanya potensi yang perlu dikembangkan. e. Perencanaan dan Pengembangan Karier Umpan balik dari hasil penilaian prestasi kerja karyawan dapat juga mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. f. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing Prestasi kerja karyawan yang baik dan yang buruk akan mencerminkan adanya kekuatan atau kelemahan prosedur staffing dari departemen personalia. Dengan demikian hasil dari kegiatan penilaian prestasi kerja karyawan berguna untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya perbaikan atas penyimpangan proses staffing tersebut. g. Ketidak-akuratan Informasional 120
Prestasi kerja yang buruk mungkin menunjukkan adanya kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumberdaya manusia, atau komponenkomponen lainnya dari sistem informasi manajemen personalia. Apabila menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan adanya keputusankeputusan personalia yang diambil secara tidak tepat. h. Kesalahan-kesalahan desain Pekerjaan Prestasi kerja yang buruk mungkin merupakan suatu pertanda bahwa terdapat kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi pekerjaan karyawan membantu dalam mendiagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. i. Kesempatan Kerja yang Adil Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal yang diambil tanpa diskriminasi. j. Tantangan-tantangan Eksternal Kadang-kadang prestasi kerja yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti faktor keluarga, kesehatan, kondisi financial, atau masalahmasalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi kerja karyawan departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan dalam memecahkan masalahmasalah tersebut. Dengan demikian, kegiatan penilaian prestasi kerja karyawan di suatu perusahaan atau organisasi mutlak diperlukan. Pada umumnya departemen personalia atau departemen sumber daya manusia mengembangkan kegiatan tersebut di semua departemen. Hasil dari kegiatan tersebut dijadikan umpan balik bagi peningkatan kualitas organisasi.
121
8.4
Pengukuran Kinerja.
Pengukuran kinerja yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan dapat memberikan umpan balik yang penting bagi upaya perbaikan kualitas pengambilan keputusan guna keberhasilan perusahaan/organisasi di masa yang akan datang. James B. Whittaker yang dikutip Sedarmayanti dalam buku Good Governance (Pemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi Faerah (2003:73) menyatakan bahwa ”pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran Kinerja juga dapat digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objektives)”. Sedangkan elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja terdiri atas perencanaan dan penetapan tujuan, pengembangan ukuran yang relevan, dan penggunaan informasi. Sistem pengukuran kinerja akan membantu pimpinan dalam memantau implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme guna memberikan penghargaan/hukuman (reward and punisment) akan tetapi berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. Di samping itu pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam usaha mencapai tujuan, karena melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap 122
pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya dan pengukuran kinerja dapat juga memberikan penilaian yang obyektif guna pengambilan keputusan organisasi maupun manajemen. Sejalan dengan pendapat Sedarmayanti yang mengutip pendapat Wiitenaker, Siswanto Sastrohadiwiryo dalam bukunya Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2002:232) menyatakan bahwa ”penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja dengan uraian pekerjaan dalam suatu periode tertentu, biasanya setiap akhir tahun”. Kegiatan penilaian kinerja ini dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas kerja, pembinaan selanjutnya, tindakan perbaikan atas pekerjaan yang kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan serta untuk keperluan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan lainnya. Komarudin (1994:565) menggunakan istilah penilaian kinerja tersebut dengan istilah penilaian jasa pekerja yang mempunyai tujuan tertentu, yakni sebagai berikut: a. Penetapan syarat-syarat kerja b. Pengadministrasian, baik dalam arti pembuatan keputusan maupun pengarsipan c. Penempatan pegawai d. Seleksi untuk promosi dan mutasi e. Pemberhentian pegawai f. Penetapan gaji g. Pemberian stimulasi bagi pegawai atau pekerja yang dinilai h. Bantuan dalam menetapkan metode pendidikan dan pelatihan pekerja. 123
8.5 Aspek-aspek Standar Pekerjaan dan Kinerja Dalam menilai kinerja pegawai diperlukan rujukan yang jelas untuk dijadikan standar. Bagi yang melakukan penilaian, siapa pun orangnya akan berpedoman kepada standar tersebut. Hasibuan (1997:97) mengemukakan bahwa aspek-aspek kinerja yang dinilai mencakup kesetiaan, hasil kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggungjawab. Menurut Husen Umar, aspek-aspek kinerja yang dapat dijadikan standar penilaian mencakup mutu pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, dan pemanfaatan waktu kerja. Sedangkan Mangkunegara mengemukakan bahwa aspek-aspek kinerja terdiri atas dua bagian, yakni aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. a. Aspek kuantitatif 1) Proses dan kondisi kerja 2) Tingkat kemampuan dalam bekerja 3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan 4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja b. Aspek kualitatif 1) Ketetapan kerja dan kualitas pekerjaan 2) Tingkat kemampuan dalam bekerja 3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan dan kegagalan menggunakan mesin/peralatan 4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen)
124
BAB X PEMBERHENTIAN 10.1
Pengertian Pemberhentian
Masalah pemberhentian merupakan masalah yang paling penting di dunia ketenagakerjaan dan perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, termasuk manajer sumber daya manusia. Dengan adanya pemberhentian berarti adanya kekosongan formasi jabatan. Perekrutan untuk mengisi jabatan yang kosong memerlukan modal atau dana yang cukup besar, baik pada waktu penarikan maupun pada waktu karyawan tersebut berhenti. Dalam penarikan karyawan baru, pimpinan perusahaan banyak mengeluarkan dana untuk pembayaran kompensasi dan pengembangan karyawan, sehingga karyawan tersebut betul-betul merasa di tempatnya sendiri dan dapat mengerahkan tenaganya baik untuk kepentingan tujuan dan sasaran perusahaan maupun untuk kepentingan karyawan itu sendiri. Demikian juga halnya ketika karyawan itu berhenti atau adanya pemutusan hubungan kerja dengan perusahaan. Perusahaan akan mengeluarkan dana untuk pensiun, pesangon, atau tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian, sekaligus memprogramkan kembali penarikan karyawan baru yang sama halnya seperti dahulu harus mengeluarkan dana untuk kompensasi dan pengembangan karyawan. Di samping masalah dana, terdapat hal lain yang perlu mendapat perhatian yang tak kurang pentingnya, yaitu alasan karyawan mengapa ia berhenti atau diberhentikan. Hal ini penting diperhatikan karena setiap pemberhentian akan merugikan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun 135
karyawan itu sendiri bahkan lebih jauh lagi akan merugikan kepentingan negara. Terdapat beberapa alasan dalam pemberhentian karyawan, antara lain berdasarkan perundang-undangan, keinginan perusahaan, keinginan karyawan, atau karena kondisi mental dan fisik karyawan. Di samping pemberhentian karyawan yang berdasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak, terdapat juga yang berdasarkan hal lain di luar prosedur yang telah ditentukan. Dalam hal ini, banyak perusahaan yang memberhentikan karyawannya secara sepihak tanpa melalui P4D untuk pemutusan hubungan kerja perorangan atau P4P untuk pemutusan hubungan kerja massal serta mengabaikan putusan dari instansi yang berwenang. Padahal keputusan tersebut merupakan kebijakan pemerintah atau instansi yang berwenang. Ada juga pemberhentian karyawan oleh pengusaha atas dasar alasan yang yang tidak jelas. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam setiap pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja yang mengharuskan atau berdasarkan adanya ijin dari P4D atau P4P itu merupakan suatu keharusan dan kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan dan ketentraman bagi seluruh buruh atau tenaga kerja, sekaligus merupakan pengawasan preventif terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh para manajer perusahaan. Pemberhentian memiliki pengaruh yang besar terhadap kedua belah pihak, terutama bagi karyawan. Dengan diberhentikannya dari perusahaan tempat ia bekerja berarti ia akan kehilangan sumber penghasilan yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan keluarganya. Selain itu, ia akan mulai menghadapi masa pengangguran dengan segala akibatnya. Maka atas dasar hal tersebut, demi keadilan dan kemanusiaan seorang manajer sumber daya manusia harus 136
dapat memprediksi dampak dari pemberhentian tersebut. Sekaligus memperhitungkan berapa jumlah uang yang seharusnya diterima oleh karyawan yang diberhentikan. Tujuannya agar karyawan yang bersangkutan dapat memenuh kebutuhannya sampai pada tingkat yang dianggap mencukupi. Komaruddin dalam buku Ensiklopedia Manajemen (1994:543) mengutip pendapat Maslow mengenai motivasi yang didasarkan atas tiga asumsi, yaitu : a. Manusia adalah mahluk yang senantiasa mempunyai keinginan yang tak pernah terpenuhi seluruhnya. b. Kebutuhan atau keinginan yang telah terpuasi tidak akan menjadi pendorong lagi. c. Kebutuhan manusia tersusun menurut hierarki berdasarkan derajat penting tidaknya. Dengan tiga asumsi tersebut, Maslow menyatakan bahwa apabila kebutuhan pada tingkat dasar telah terpenuhi maka akan menimbulkan kebutuhan lain untuk memenuhi kebutuhan prilaku yang menuntut kebutuhan yang tersusun menurut kekuatannya. Kebutuhan yang paling kuat terdapat pada bagian terbawah dari lima tingkatan, sebagai berikut: a. Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, yaitu kebutuhan yang harus terpenuhi agar manusia tetap dapat melangsungkan kehidupannya, seperti sandang, pangan, papan, dan kebutuhan udara segar. b. Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan. Dalam hal ini terdapat dua dimensi, yaitu keselamatan badaniah dan rohaniah, artinya bebas dari kecelakaan badaniah dan keamanan dalam prilaku yang memelihara individu dalam lingkungan keluarganya, di mana ia mempunyai perasaan aman dan bebas dari keganjilan atau ancaman. 137
c. Kebutuhan cinta, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan ikut serta untuk dipersamakan dengan kelompok, merupakan sebagian dari sifat hidup manusia. d. Kebutuhan akan penghargaan merupakan suatu kebutuhan yang memiliki dua dimensi. Yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, kemampuan seseorang (individu) untuk menerima dirinya sendiri, dan untuk merasa puas dengan dirinya sendiri. Umumnya bagi seseorang yang bekerja secara kelompok atau bekerja dengan orang lain. Dimensi lainnya adalah kebutuhan akan penghargaan dan menerima pengakuan dari orang lain, terutama dari teman-temannya. e. Kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk memenuhi kepuasan diri atas segala sesuatu yang diupayakannya. Aktualisasi tersebut semua orang dapat berusaha untuk mencapainya. Seseorang akan berusaha dengan upayanya sendiri sehingga ia merasa dirinya masih diperlukan oleh orang lain, dan orang lain mengakui keberadaan dirinya. Dengan memperhatikan kutipan di atas, maka diperlukan suatu pengertian yang sama dan mendalam berkenaan dengan pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja agar kebutuhan karyawan tetap diperhatikan sebaikbaiknya. Dalam hal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja, Moekijat mengemukakan bahwa ”Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan”. Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada ketentuan umum dikemukakan bahwa pengertian pemutusan hubungan kerja adalah ”pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan 138
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”. Menurut Sastrohadiwiryo dalam buku Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2002:305), pengertian pemutusan hubungan kerja sebagai suatu proses pelepasan keterikatan kerjasama antara perusahaan dengan tenaga kerja, baik atas permintaan tenaga kerja yang bersangkutan maupun atas kebijakan perusahaan yang karenanya tenaga kerja tersebut dipandang sudah tidak mampu memberikan produktivitas kerja lagi atau karena kondisi perusahaan yang tak memungkinkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER150/Men/2000 bahwa Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini dapat dilakukan secara besar-besaran yang berarti bahwa hubungan pemutusan hubungan kerja terhadap 10 orang pekerja atau lebih pada suatu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran. 10.2 Alasan Pemberhentian Pemberhentian karyawan atau pemutusan hubungan kerja yang terjadi tentu dilatarbelakangi adanya suatu alasan tertentu, dan hal ini merupakan salah satu faktor yang harus mendapat perhatian dari manajer sumber daya manusia. Secara umum alasan yang menyebabkan seseorang berhenti atau putus hubungan kerja dengan perusahaan adalah karena adanya peraturan perundang-undangan yang berlaku, adanya keinginan perusahaan, atau karena keinginan dari karyawan 139
yang bersangkutan. Di samping itu, mungkin saja terdapat alasan lain. Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan semua pihak, terutama agar tidak terjadi tindakan semena-mena dari pihak perusahaan berkaitan dengan pemberhentian karyawan, perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang hal itu. Secara umum, Pemerintah tidak melarang adanya pemberhentian karyawan dari pekerjaannya, tetapi perlu memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku sebagai landasannya. Jangan sampai terjadi, hanya gara-gara tidak cocok dengan pendapat perusahaan atau bertentangan dengan kehendak/keinginan pengusaha yang mengharapkan agar karyawannya terus bekerja untuk meningkatkan produksinya, karyawan langsung diberhentikan tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan tanpa dijelaskan alasan-alasannya kepada karyawan. Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari tindakan yang semena-mena, Pemerintah telah menetapkan kebijakan sebagaimana tertuang dalam Pasal 153, UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : a. Pekerja/buruh berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus. b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya. d. Pekerja/buruh menikah 140
e. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama. f. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan dalam serikat pekerja/ buruh di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama. g. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan. h. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. i. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Di samping terdapat peraturan yang melarang pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawannya tanpa alasan. Terdapat juga peraturan pada Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membolehkan pengusaha melakukan pemutusan kerja terhadap karyawannya dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan salah satu kesalahan berat dari hal-hal sebagai berikut: a. Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan. 141
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan. c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkoba, psikotoprika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja d. Melakukan perbuatan lingkungan kerja
asusila
atau
perjudian
di
e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. g. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja. h. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara. i. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih Setelah semua perbuatan seperti di atas diketahui dengan pasti dan didukung pakta (bukti), barulah pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan apabila memang benar–benar terbukti, atau tertangkap tangan dan adanya pengakuan dari karyawan yang bersangkutan. 142
Malayu Hasibuan (1990:231) mengemukakan beberapa alasan pemberhentian karyawan dari satu perusahaan, yaitu karena : a. Undang-Undang Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahaan, antara lain karena masih anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi terlarang. b. Keinginan Perusahaan Keinginan perusahaan memberhentikan karyawan disebabkan karena: 1) Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya 2) Prilaku dan kedisiplinannya kurang baik 3) Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan 4) Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan lainnya 5) Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan c. Keinginan Karyawan d. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua e. Kesehatan yang kurang baik f. Untuk melanjutkan pendidikan g. Untuk berwiraswasta h. Balas jasa terlalu rendah i. Mendapat pekerjaan yang lebih baik j. Suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang serius k. Kesempatan promosi yang tidak ada l. Perlakuan yang kurang adil
143
m. Pensiun Mempensiunkan seseorang dilakukan karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Usia kerja seorang karyawan untuk status kepegawaian adalah 55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini apabila menurut keterangan dokter karyawan tersebut sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan umurnya sudah mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja minimal 15 tahun. n. Kontrak Kerja Berakhir Beberapa perusahaan sekarang ini banyak mengadakan perjanjian kerja dengan karyawannya di dalam suatu kontrak di mana di dalamnya disebutkan masa waktu kerja atau masa kontraknya. Dengan habisnya masa kontrak, maka putuslah hubungan kerja. Dapat juga tidak dilakukan pemutusan hubungan kerja apabila kontak kerja tersebut diperpanjang. o. Meninggal Dunia p. Perusahaan Dilikuidasi Dalam hal perusahaan dilikuidasi, masalah pemberhentian karyawan diatur dengan peraturan perusahaan, perjanjian bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan apakah benar atau tidak perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan. 10.3
Proses Pemberhentian
Dalam pemberhentian karyana, apakah atas kehendak perusahaan, kehendak karyawan, atau karena undang-undang 144
harus betul-betul berdasarkan peraturan. Jangan sampai pemberhentian karyawan yang dilakukan menimbulkan konflik yang mengarah kepada kerugian kedua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan. Menurut Hasibuan (1990:236), ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan, yaitu : a. Apabila pemberhentian karyawan berdasarkan kehendak perusahaan dengan berbagai alasan, terlebih dahulu perlu ditempuh hal-hal sebagai berikut: b. Musyawarah antara karyawan dengan perusahaan c. Musyawarah pengusaha
antara
serikat
pekerja/buruh
dengan
d. Musyawarah antara serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan P4D. e. Musyawarah antara serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan P4P. f. Jalan terakhir adalah melalui proses pengadilan atau instansi yang berwenang untuk memutuskan perkara. Apabila melalui musyawarah tidak dicapai kata sepakat atau penyelesaian, maka harus dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Agar memiliki kekuatan hukum, persetujuan bersama tersebut harus disertai bukti-bukti yang ada dan disampaikan kepada P4D untuk perorangan dan kepada P4P untuk PHK masal melalui Kantor Depnaker atau Disnaker setempat. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan penyelesaian, maka sebelum pengusaha mengajukan permohonan ijin kepada P4D dan P4P, salah satu pihak atau 145
pihak-pihak yang terlibat mengajukan permohonan untuk dipasilitasi oleh pengawas perantara. Tugas pegawai perantara adalah membuat anjuran tertulis yang memuat saran akhir penyelesaian dengan menyebutkan dasar pertimbangan dan menyampaikan kepada semua pihak serta mengupayakan tanggapan pihak-pihak yang berkepentingan dalam waktu paling lama 7 hari sejak diterimanya anjuran tersebut. Hasilnya diserahkan kepada P4D dan P4P. Apabila pemberhentian karyawan dilakukan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada Instansi terkait atau pihak yang berwenang. Pemberhentian bagi karyawan yang pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula halnya terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan sendiri diatur sesuai dengan peraturan perusahaan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10.4
Pemberian Tunjangan
Bagi karyawan yang akan berhenti dari pekerjaannya, baik karena perundang-undangan, karena keinginan perusahaan, maupun karena hal lainnya perlu diberikan tunjangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 150/Men/2000 dikemukakan bahwa untuk lebih menjamin adanya ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum dalam penyelesaian pemutusan hubungan kerja perlu diatur penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian di perusahaan.
146
Besarnya tunjangan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau peraturan perusahaan atau kesepakatan bersama. Ketentuannya adalah sebagai berikut. a. Bagi karyawan yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan undang-undang, peraturan perusahaan, dan kesepakatan bersama memperoleh uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian kerugian. b. Dalam hal karyawan ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk paling lama 6 bulan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk 1 orang tanggungan 25 % dari upah 2) Untuk 2 orang tanggungan 35 % dari upah 3) Untuk 3 orang tanggungan 45 % dari upah 4) Untuk 4 orang tanggungan 50 % dari upah c. Dalam hal karyawan ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan pengusaha dan selama izin pemutusan hubungan kerja belum diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, maka pengusaha wajib memberikan upah pekerja sekurang-kurangnya 75% dan berlaku paling lama 6 bulan takwim terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan. d. Dalam hal karyawan mengundurkan diri atas kemauan sendiri memperoleh uang penggantian hak sebagaimana di atas, dengan syarat karyawan tersebut: 1) Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis 2) Tidak terikat dalam ikatan dinas 3) Tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal pengunduran diri 147
e. Dalam hal karyawan meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. f. Dalam hal pensiun, dimana karyawan diikutsertakan dalam program pensiun dan iurannya dibayarkan oleh pengusaha, maka karyawan tersebut tidak berhak mendapatkan pesangon dan uang penghargaan masa kerja, tetapi berhak mendapat uang penggantian hak. Bagi pengusaha yang tidak mengikutsertakan karyawannya dalam program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan uang pesangon, uang penghargana masa kerja, dan uang penggantian hak. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150 tahun 2000 telah ditetapkan kewajiban pengusaha untuk memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang ganti kerugian kepada tenaga kerja yang bersangkutan, sebagai berikut: a. Besarnya uang pesangon: 1) Masa kerja kurang dari 1 tahun memperoleh 1 bulan upah 2) Masa kerja 1 tahun lebih atau 2 tahun kurang memperoleh 2 bulan upah 3) Masa kerja 2-3 tahun memperoleh 3 bulan upah 4) Masa kerja 3-4 tahun memperoleh 4 bulan upah 5) Masa kerja 4-5 tahun memperoleh 5 bulan upah 6) Masa kerja 5-6 tahun memperoleh 6 bulan upah 7) Masa kerja 8 tahun lebih memperoleh 9 bulan upah b. Besarnya uang penghargaan 1) Masa kerja 3-6 tahun memperoleh 2 bulan upah 2) Masa kerja 6-9 tahun memperoleh 3 bulan upah 148
3) Masa kerja 9-12 tahun memperoleh 4 bulan upah 4) Masa kerja 12-15 tahun memperoleh 5 bulan upah 5) Masa kerja 15-18 tahun lebih memperoleh 6 bulan upah 6) Masa kerja 18-21 tahun lebih memperoleh 7 bulan upah 7) Masa kerja 21-24 tahun lebih memperoleh 8 bulan upah 8) Masa kerja 24 tahun lebih memperoleh 10 bulan upah c. Besarnya uang ganti kerugian, meliputi: 1) Ganti kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil dan belum gugur 2) Untuk istirahat panjang bilamana di perusahaan bersangkutan berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja yang belum mengambil istirahat panjang menurut perbandingan antara masa kerja dengan masa kerja yang ditentukan. Istirahat sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan gaji bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun terus menerus. 3) Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja. 4) Penggantian perumahan, pengobatan, dan perawatan ditetapkan sebesar 15% dari uang pesangon dan uang penghargaan Di samping hal-hal tersebut di atas, menurut Siswanto dalam bukunya Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (2001:316), senada dengan peraturan pemerintah yang menetapkan bahwa uang pesangon, uang penghargaan, dan uang ganti kerugian perlu diberikan kepada: 149
a. Pekerja berstatus harian atau secara borongan, maka pembayaran pesangon dan lain-lainnya: 1) Untuk pekerja yang menerima upah harian dibayarkan sama dengan 30 kali upah sehari 2) Pekerja yang diberikan upah atas dasar perhitungan upah borongan atau potongan, maka besarnya upah sebulan sama dengan pendapatan rata-rata selama 3 bulan terakhir 3) Pekerja yang pekerjaannya bergantung pada cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan maka penghitungan upah sebulan dihitung dari upah ratarata 12 bulan terakhir. b. Pekerja yang mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri, maka pekerja berhak atas uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian. c. Pemutusan hubungan kerja perorangan bukan karena kesalahan pekerja, tetapi pekerja dapat menerima pemutusan hubungan kerja maka pekerja tersebut berhak uang pesangon paling sedikit 2 kali, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian. d. PHK massal karena perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus yang telah diaudit oleh akuntan publik paling singkat 2 tahun atau keadaan memaksa dapat diberikan uang pesangon, uang penghargaan, dan uang ganti kerugian. e. PHK massal karena perusahaan tutup bukan karena alasan di atas atau karena melakukan efisiensi, maka pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan dan uang ganti kerugian. f. PHK karena perubahan status atau perubahan kepemilikan perusahaan sebagian atau seluruhnya atau perusahaan pindah lokasi dengan syarat-syarat kerja baru, 150
dan pekerja tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan kerja maka kepada pekerja dibayarkan uang pesangon, uang penghargaan, dan uang ganti kerugian. g. PHK seperti kasus pada butir 6 di atas dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perusahaan dengan alasan apa pun maka pekerja berhak atas pesangon sebesar 2 kali, uang penghargaan dan uang ganti kerugian. Upah yang dijadikan sebagai dasar dalam pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang ganti kerugian terdiri atas gaji pokok, segala macam tunjangan, dan harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja secara cuma-cuma. 10.5
Sifat Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam pemutusan hubungan kerja, sebenarnya tidaklah mutlak berada pada kewenangan manajer perusahaan, tetapi harus pula mengikuti dan berpedoman kepada kebijakan pemerintah, baik berupa Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Undang-undang dan sejenisnya maupun badanbadan yang berwenang. Dilihat dari sifatnya, pemutusan hubungan kerja terdiri atas beberapa sifat. Menurut Sastrohadiwiryo (2002:307), sifat pemutusan hubungan kerja dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a. Pemutusan hubungan kerja secara hormat, yang terjadi karena beberapa hal, seperti: 1) Keinginan pekerja yang bersangkutan 2) Telah mencapai batas waktu kontrak kerja yang telah disepakati antara perusahaan dengan pekerja yang bersangkutan 151
3) Akibat ekonomi, hasil produksi yang sulit dipasarkan sehingga terjadi penurunan hasil produksi yang ditargetkan 4) Perkembangan teknologi dan komputerisasi seringkali menuntut tenaga kerja yang cakap dan memiliki bekal pendidikan formal sebelumnya tentang teknologi dan komputer 5) Kondisi fisik psikologis tenaga kerja yang bersangkutan sudah tidak cakap lagi sehingga mereka tidak mampu melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya. 6) Tenaga kerja yang bersangkutan meninggal dunia b. Pemutusan hubungan kerja sementara, ini terjadi apabila tenaga kerja yang bersangkutan dikenakan tahanan sementara oleh pihak yang berwenang karena diduga melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan individu, kelompok, perusahaan, organisasi, maupun pemerintah. c. Pemutusan hubungan kerja dengan tidak hormat, yaitu pemutusan hubungan kerja tanpa kompromi karena disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1) Tenaga kerja yang bersangkutan melanggar kontrak kerja serta janji yang telah disepakati pada saat mengadakan ikatan kerja bersama. 2) Bertindak dan berperilaku yang merugikan perusahaan baik dalam kuantum besar maupun kecil secara langsung maupun tidak langsung dan merupakan alternatif terbaik atas pengambilan keputusan yang dilakukan manajer. 152
3) Tenaga kerja yang bersangkutan karena dinyatakan melakukan tindak pidana sehingga mengakibatkan yang bersangkutan dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum yang pasti. 4) Kemangkiran yang terus-menerus dan telah diperingatkan beberapa kali oleh manajemen, akan tetapi tetap demikian, bahkan yang bersangkutan berusaha mempengaruhi tenaga kerja lain untuk melakukan hal serupa.
153
154
BAB XI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
11.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tenaga kerja adalah assets yang paling berharga bagi perusahaan, oleh karena itu pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja adalah cara yang paling tepat untuk mencapai peningkatan produktivitas perusahaan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja merupakan perencana, pelaksana, dan juga sebagai pengawas dan pengevaluasi dari segala kegiatan perusahaan. Menurut G. Terry, yang menggerakkan fungsi-fungsi manajemen adalah manusia. Fungsi-fungsi manajemen tersebut antara lain : Planning, Organizing, Actuating. Controlling (G. Terry). yang terkenal dengan POAC, kemudian menurut Luther Gullick terdiri atas Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting (POSDCoRB), dan menurut Koontz dan O’Donnell yang mengemukakan bahwa fungsi manajemen terdiri atas Planning Organizing, Staffing, Directing, dan Controling (POSDC). Semua pendapat para ahli tentang manajemen berkaitan erat dengan tenaga manusia yang menunjukkan betapa pentingnya unsur manusia dalam kegiatan organisasi baik di lingkungan pemerintahan maupun swasta. Dalam hal penempatan M (man) dalam konsep 4 M (man, money, method, and machine) selalu tampil paling depan. Demikian juga halnya dalam tooll of management yang dikemukakan G Terry dalam bukunya ”Principles of Management”, manusia berada pada posisi urutan yang paling atas. 154
Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 86 dikemukakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Selanjutnya dalam pasal 87 dikemukakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Pendekatan sistem pada manajemen keselamatan kerja dimulai dengan mempertimbangkan tujuan keselamatan kerja, teknik dan peralatan yang digunakan, proses produk dan perencanaan tempat kerja. George S. Odiorne yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (2001:163) menyatakan bahwa pendekatan sistem pada manajemen keselamatan kerja mencakup establish indicator system, involve immediate supervisors in the reporting system, develop safety management procedures, make safety a part of the jb objektives and train employees and supervisors personel in safety management”. Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan sebagai berikut: a. Penetapan indikator sistem (establish indicators systems) Kegiatan paling awal dalam implementasi sistem keselamatan kerja adalah menetapkan metode untuk mengukur pengaruh pelaksanaan keselamatan kerja dan kesehatan pegawai. b. Melibatkan para pengawasan dalam sistem pelaporan (involve immediate supervisiors in the reporting system)
155
Bilamana terjadi kecelakaan harus dilaporkan kepada pengawas langsung dari bagian kerusakan dan laporan harus pula mengidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan. c. Mengembangkan prosedur manajemen keselamatan kerja (develop safety management procedures) Pendekatan sistem yang mendasar adalah menetapkan sistem komunikasi secara teratur dan tindak lanjut pada setiap kecelakaan pegawai. d. Menjadikan keselamatan kerja sebagai bagian dari tujuan kerja (make safety a part of the job objektives). Untuk merealisasikannya perlu membuat kartu penilaian keselamatan kerja. Setiap kesalahan yang dilakukan pegawai dicatat oleh pengawas dan dipertanggungjawabkan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian prestasi kerja, kondite pegawai yang bersangkutan. e. Melatih pegawai dan pengawas dalam manajemen keselamatan kerja (train employes and supervisor personel in safety management). Melatih pegawai untuk dapat menggunakan peralatan kerja dengan baik. Begitu pula pegawai dilatih untuk dapat menggunakan alat pengamanan jika terjadi kecelakaan di tempat kerja. Untuk menambah kejelasan tentang manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, penulis kemukakan pengertiannya menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adapun yang dimaksud dengan istilah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, 156
pelaksanaan, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Semua orang atau pengusaha mengakui sepenuhnya bahwa tenaga kerja merupakan assets perusahaan, tetapi dalam kenyataannya masih ada pengusaha yang membiarkan pegawai atau buruhnya tercemar oleh produk yang dibuatnya atau tidak menyediakan alat-alat perlindungan yang diwajibkan serta membiarkan pegawai untuk melakukan pekerjaan tanpa alat perlindungan. Perkembangan dan pembangunan kesehatan serta teknologi kedokteran tidak mengakibatkan biaya pemeliharaan kesehatan menjadi murah, tetapi sebaliknya menjadi semakin mahal. Seringkali untuk menanggung biayanya di luar kemampuan pasen. Leon C. Megginson yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara mendefinisikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai berikut. The term safetys an overallterm that can include both safety and healt hazard. In the personel area how ever, a distinction is usually made between them. Occupational safety refers to the condition of being safe from suffering or causing hurt, injury, or loss in the workplace. Safety hazards are those aspects of the work environment that can cause burns, electrical shick, cuts, bruises, sprains, broken bones and the loss of limbs, eyesight or hearing. They are often associated with industrial equipment or the physical environment and involve job taks that require care and training. The harm is ussualy immediate and sometimes violet. Occupational health refers to the condition of being free 157
physical, mental or emotional disease or pain caused by the work environment that, over or period of time, can create emotional stress or physical diserase. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa istilah keselamatan mencakup dua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Dalam bidang kepegawaian kedua istilah tersebut dibedakan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan, atau kerugian di tempat bekerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan, tersengat aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Dari hal-hal tersebut di atas dapat dilihat unsur-unsur dari keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu: a. Tempat di mana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha. b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana c. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
11.2
Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Untuk menjamin terlaksananya program keselamatan dan kesehaan kerja bagi para pegawai di perusahaan diperlukan beberapa syarat-syarat pendukung yang relevan. Di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja sebagai berikut: a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
158
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya e. Memberi pertolongan pada kecelakaan f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuasa, sinar radiasi, suara, dan getaran. h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik pisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan. i. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik j. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup k. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban l. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses kerjanya. m. Mengamankan dan memperlancar pengangkatan orang, binatang, tanaman, atau barang. n. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. p. Mencegah terkena aliran lisitrik yang berbahaya. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaanya menjadi bertambah tinggi. Untuk menjaga agar keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan, pemerintah telah memerintahkan kepada semua perusahaan agar mengadakan berbagai aturan tentang kesehatan dan keselamatan, seperti diadakan pengumuman, petunjuk keselamatan kerja atau mengadakan perintah jangan mendekati sesuatu barang yang sifatnya membahayakan jiwa pekerja, menyediakan dan mengharuskan memakai alat-alat pelindung, mendirikan pos159
pos kesehatan lengkap dengan dokter jaganya. Di samping itu, di tempat-tempat strategis dipasang gambar keselamatan tenaga kerja, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa hampir semua perusahaan mendirikan tempat atau ruang kesehatan. Hal tersebut dimaksudkan agar kesehatan tenaga kerja tetap terpelihara dengan baik, maka masalah waktu kerja, istirahat, dan cuti kerja mendapat perhatian. Pasal 77 dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 mengatur tentang waktu kerja yang meliputi: a. Waktu kerja 7 jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau b. Waktu kerja 8 jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. Apabila di perusahaan tertentu memerlukan tenaga kerja yang harus bekerja lebih dari ketentuan tersebut boleh saja dilaksanakan, akan tetapi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam satu hari, dan 14 jam dalam satu minggu sebagai imbalannya tentu saja pengusaha harus membayar upah kerja lembur sebagaimana yang diatur dalam peraturan perusahaan atau peraturan perundangan lainnya yang mengatur tentang hal tersebut. Hal ini berlaku bagi perusahaan tertentu, misalnya perusahaan yang mengerjakan pekerjaan borongan. Pasal 79 dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 mengatur tentang waktu istirahat dan cuti, sebagai berikut: a. Istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya ½ jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. 160
b. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. c. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masingmasing satu bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam dua tahun berjalan. Adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dan karyawan merasa terlindungi akan membawa dampak positif baik bagi karyawan maupun perusahaan. Karyawan merasakan bahwa kebutuhan akan keselamatan dan keamanan kerja dalam perusahaan terpenuhi, dan akhirnya kinerja karyawan dan perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya produktivitas. Berdasarkan teori Maslow, terdapat lima kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, yaitu: a. Kebutuhan fisik (physiological need) b. Kebutuhan memperoleh keselamatan dan keamanan (safety need) c. Kebutuhan bermasyarakat atau berkelompok (social need) d. Kebutuhan memperoleh kehormatan atau penghargaan (esteem need) e. Kebutuhan memperoleh kebanggaan (self actualization need) Kemudian, menurut pandangan Arch Patton yang dikutip Handayaningrat terdapat 6 macam tuntutan yang akan memotivasi manusia, yaitu : 161
a. b. c. d. e. f.
Tuntutan dalam pekerjaan (the challenge found in work) Kedudukan (status) Kepemimpinan (leadership) Persaingan (competition) Ketakutan (fear) Uang (money)
Berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan harus berupaya memenuhi kebutuhan baik berupa uang (money) maupun dalam bentuk memberikan perlindungan kepada para pegawai agar tidak dihantui rasa ketakutan (fear). Terhindar dari rasa takut berarti memberikan ketenangan yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas kinerja dan produktivitas, di samping memperlakukan pegawai secara manusiawi.
162
BAB XII MOTIVASI KERJA 12.1
Pengertian Motivasi
Istilah motivasi merujuk kepada kondisi dasar yang mendorong tindakan. Untuk mempermudah pemahaman terhadap motivasi kerja, berikut akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli tentang motivasi yang dikutip oleh Anwar Prabu (2001:94): a. Menurut Sperling: Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by a adjusment. The adjusment is said to stratify the motive (motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif). b. Menurut William J. Stanton : A motive is stimulated need which a goal oriented individual seeks to safety (suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasikan yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas). c. Menurut Fillmore H. Stanford Motivation as an energizing condition of the organisem that serves to direct that organism toward the goal of certain class (motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar 163
pegawai dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Siagian dalam bukunya yang berjudul Filsafat Administrasi (1981:128) menyatakan bahwa : “Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis”. Senada dengan pendapat tersebut Hasibuan dalam buku Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah yang mengutip pendapat Flippo (1984:178) mengemukakan pengertian motivasi sebagai “Keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil guna sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tujuan organisasi”. Sedangkan menurut John F. Mee yang dikutip Handayaningrat (1996:25) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen, mengemukakan bahwa “Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja atau dorongan kerja kepada para karyawan untuk bekerja lebih bergairah sehingga mereka dengan sadar mau bekerja demi tercapainya tujuan organisasi secara berdayaguna dan berhasilguna”. 12.2
Teori Motivasi Kerja
Motivasi berkaitan erat dengan kemampuan seorang pegawai yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, keahlian, serta sifat-sifat pribadi pegawai. Selain itu motivasi dipengaruhi juga oleh kondisi yang ada dalam diri seorang pegawai dan hal-hal di luar dirinya yang mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan. 164
Menurut George R. Terry yang dikutip Winardi dalam bukunya Prinsip-prinsip Manajemen, mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu: a. Kebutuhan pribadi b. Tujuan-tujuan dan prestasi orang atau kelompok yang bersangkutan c. Dengan cara apa kebutuhan dan tujuan tersebut dapat direalisasikan. Beradasarkan ketiga faktor di atas, beberapa ahli berpendapat bahwa teori motivasi terdiri atas teori kebutuhan, teori insting, teori drive, dan teori lapangan. a. Teori kebutuhan Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami oleh seseorang antara kenyataan dengan dorongan yang ada dalam dirinya. Salah satu teori kebutuhan telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yakni teori kebutuhan menurut Maslow yang terkenal dengan lima hierarkinya. Teori kebutuhan lainnya dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard yang menjelaskan struktur kebutuhan manusia, sebagai berikut: 1) Need for Achievementy Yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab dalam pemecahan masalah. 2) Need for Affiliation Yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 165
3) Need for Power Yaitu kebutuhan akan kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk mewakili pengaruh terhadap orang lain. Di samping itu, ada lagi yang dinamakan teori ERG (existence, relatedness, growth) yang dikemukakan oleh Alderfer. Teori ini merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu: 1) Existence need Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, dan sebagainya. 2) Relatedness need Kebutuhan interpersonal yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja. 3) Growth need Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai. b. Teori insting Teori motivasi insting timbul berdasarkan teori evolusi Charles Darwin yang berpendapat bahwa tindakan yang intelegent merupakan refleksi dan instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran. c. Teori lapangan Teori ini merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari prilaku dan motivasi. Motivasi lapangan lebih memfokuskan pada pikiran nyata seorang pegawai ketimbang pada insting atau habit. 166
Teori lain tentang motivasi dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor yang terkenal dengan sebutan teori X dan teori Y. Teori X adalah pendekatan konsep yang didasarkan atas suatu anggapan tentang prilaku manusia dalam lingkungan pekerjaan, dan anggapan yang telah membudaya dalam masyarakat. Anggapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Secara umum, pada hakekatnya manusia tidak suka bekerja (malas) dan bila mungkin ia akan menghindari pekerjaan itu. b. Orang-orang itu harus dipaksa, dibina, dikendalikan, diancam (ditakut-takuti) dengan sanksi agar dapat melaksanakan usaha yang sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi. c. Pada umumnya manusia lebih suka dibina, karena ingin menghindarkan tanggungjawab. Secara relatif mempunyai sedikit ambisi dan menghendaki keamanan dalam segala hal. Teori Y diperoleh melalui penemuan penelitian tentang prilaku manusia modern. Teori ini didasarkan atas pendapat yang menyatakan bagaimana orang-orang seharusnya bekerja dalam lingkungan pekerjaannya. Teori X ini merupakan keterpaduan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi, berdasarkan anggapan sebagai berikut: a. Kegiatan usaha fisik dan mental dalam pekerjaan adalah bersifat alamiah, baik dalam waktu bekerja maupun dalam waktu istirahat. b. Pengawasan/pengendalian dari luar dan ancaman hukuman/sanksi bukanlah alat satu-satunya untuk mendorong usaha pencapaian tujuan organisasi. c. Kesanggupan terhadap tujuan adalah fungsi penghargaan yang dipadukan dengan usaha pencapaiannya. 167
d. Pada umumnya manusia dapat dipelajari dalam lingkungan yang sebenarnya, tidak hanya untuk menerima tetapi untuk mengambil tanggung jawab. e. Kemampuan untuk melaksanakan secara relatif tingkat imajinasi yang tinggi, kecakapan dan kreativitas daripada pemecahan masalah-masalah dalam organisasi. f. Dalam lingkungan kehidupan industri modern, potensi intelektual manusia pada umumnya hanya dimanfaatkan sebagian saja. R. Wayne Pace dan Don F.Faules dalam buku Komunikasi Organisasi yang diterjemahkan oleh Deddy Mulyana (2005:120), mengemukakan beberapa teori motivasi yang meliputi: a. Teori Definisi, meliputi teori hierarki, teori ERG, dan teori kesehatan motivator yang merujuk kepada kebutuhan sebagai kekuatan pendorong prilaku manusia. Kebutuhan adalah sesuatu yang penting, tidak terhindarkan untuk memenuhi suatu kondisi dan harus dipenuhi. b. Teori Hierarki, seperti yang dikemukakan oleh Maslow bahwa kebutuhan manusia terdiri atas lima tingkatan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. c. Teori ERG, seperti yang dikemukakan Alderfer dengan tiga kategori, yaitu Kebutuhan eksistensi mencakup kebutuhan fisik; Kebutuhan Relatedness meliputi hubungan dengan orang-orang seperti keluarga, sahabat, dan sebagainya; dan Kebutuhan Growth meliputi keinginan untuk mengembangkan produktivitas dan kreativitas dengan menggerakkan segenap kemampuan. 168
d. Teori Kesehatan motivator, dikemukakan oleh Herzberg tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang dapat memuaskan kebutuhan manusia, yaitu: 1) Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja (motivator) meliputi prestasi, penghargaan, tanggungjawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. 2) Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja (maintenance) meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan dan bawahan di tempat kerja. e. Teori Harapan, Seorang ahli bernama Vroom mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis-jenis pilihan yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan kebutuhan internal. Teori ini memiliki tiga asumsi pokok, yaitu: 1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu akan memperoleh hal tertentu. 2) Setiap hasil mempunyai nilai atau daya tarik bagi orang tertentu. 3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Untuk memperoleh motivasi pegawai secara maksimal, Nedler dan Lawler mengemukakan hal-hal sebagai berikut: 1) Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunya nilai bagi pegawai
169
2) Definisikan secara cermat dalam bentuk prilaku yang dapat diamati dan diukur apa yang diinginkan dari pegawai 3) Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai 4) Kaitkan hasil yang yang diinginkan dengan tingkat kinerja yang diinginkan 5) Pastikan bahwa ganjaran cukup memotivasi prilaku yang penting
besar
untuk
6) Orang berkinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah. f. Teori Persepsi, pada umumnya orang mengamati pegawai yang menunjukkan vitalitas yang tinggi dalam pekerjaan. Pada saat yang sama akan kelihatan adanya pegawai yang kekurangan vitalitas. Penelitian dan pengalaman hidup dalam organisasi menunjukkan bahwa vitalitas kerja didasarkan atas empat asumsi, yaitu: 1) Seberapa jauh harapan pegawai dipenuhi oleh organisasi 2) Apa yang dipikirkan pegawai mengenai peluang meraka dalam organisasi 3) Bagaimana pendapat pegawai mengenai seberapa banyak pemenuhan kebutuhan yang diperoleh dari pekerjaan dalam organisasi. 4) Bagaimana persepsi pegawai mengenai kinerja mereka dalam organisasi 12.3
Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau manajer dalam motivasi kerja. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya yang berjudul 170
Evaluasi Kinerja SDM, terdapat lima prinsip motivasi kerja, yaitu: a. Prinsip Partisipasi Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pimpinan. b. Prinsip Komunikasi Pemimpin harus mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas. Dengan adanya informasi yang jelas dan akurat pegawai akan lebih mudah untuk ditingkatkan motivasi kerjanya. c. Prinsip Mengakui Andil Bawahan Pemimpin mengakui bahwa bawahan mempunyai andil dalam usaha mencapai tujuan. Dengan adanya pengakuan tersebut pegawai akan lebih mudah untuk ditingkatkan motivasi kerjanya. d. Prinsip Pendelegasian Wewenang Pimpinan yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukan akan membuat pegawai termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pimpinan. e. Prinsip Memberi Perhatian Perhatian yang diberikan pimpinan terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan akan meningkatkan motivasi pegawai.
171
12.4 Teknik Motivasi Kerja Dalam memberikan motivasi kepada pegawai diperlukan teknik yang tepat agar tujuan dapat dicapai secara maksimal. Teknik motivasi adalah cara-cara atau kiat-kiat yang dianggap paling tepat untuk memberikan motivasi kerja, sehingga karyawan bersangkutan mau bekerja sesuai dengan harapan pemilik perusahaan (manajer). Teknik yang digunakan tentu saja sangat beragam bergantung kepada kemampuan seorang pemimpin, di samping itu ditentukan juga oleh situasi dan kondisi perusahaan masing-masing. Dengan demikian, setiap pemimpin akan menggunakan teknik yang berbeda dalam memotivasi pegawainya. Secara umum teknik motivasi hanya terdiri atas dua macam, yakni teknik positif dan teknik negatif. Teknik positif umumnya memberikan pengharapan kepada pegawai, biasanya dengan cara memberikan imbalan agar mereka lebih giat dan lebih baik dalam bekerja. Sedangkan teknik negatif dalam bentuk pemberian sanksi bagi yang melanggar. George Strauss dan Leonardd R. Sayles mengemukakan beberapa teknik motivasi yang dapat digunakan bagi memotivasi pegawai atau karyawan perusahaan, melalui enam pendekatan, yaitu: a. Teknik Tradisional Dilakukan dengan kekuasaan dan ganjaran ekonomi. Misalnya dengan cara memaksa orang untuk bekerja dengan ancaman; menganggap bahwa semua orang butuh urang; mereka mau bekerja dengan baik karena didorong rasa takut akan kehilangan pekerjaan; pemimpin harus memberitahu apa yang harus dikerjakan oleh pegawai; Hanya memberi sedikit kesempatan untuk bersantai; peraturan harus diumumkan sekedar untuk 172
memperlihatkan kekuasaan; karyawan dibuat sibuk agar tidak menimbulkan kesulitan. Kelemahan dari pendekatan tradisional antara lain : Orang mau bekerja karena rasa takut; tidak akan menimbulkan kreativitas orang akan bekerja sekedar mengimbangi imbalan yang ia terima; bahkan karyawan akan membentuk kelompok dalam rangka menghimpun kekuatan untuk melawan majikan. Maka, cara ini hanya cocok digunakan apabila : (a) Dalam perusahaan belum terbentuk Serikat Pekerja atau Serikat Buruh; (b) Karyawan sangat membutuhkan pekerjaan; dan (c) Belum ada kesempatan mencari pekerjaan lain atau Kondisi umum memang sulit untuk mencari pekerjaan; dan (d) Selama karyawan diawasi dengan ketat, kalau tidak masalahnya lain. a. Teknik Hubungan Manusia Pendekatan memotivasi karyawan dengan teknik hubungan manusid dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhannya, memperlakukan karyawan dengan adil dan layak, diberi kesempatan memecahkan masalah, atau berusaha menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Namun dalam hal ini harus dibedakan antara sistem kebapakan dengan sistem manajemen iklim baik. Dalam sisatem kebapakan, pemimpin merupakan Bapak yang baik bagi karyawan, kalau mereka bekerja dengan baik seorang bapak akan berterimakasih. Dalam sistem manajemen iklim baik, kondisi kerja yang baik akan membuat karyawan senang dan meningkatkan motivasi kerja secara sukarela.
173
c. Tawar Menawar Implisit Dalam pendekatan ini, manajer mendorong karyawan untuk bekerja dengan kompensasi yang layak, diterapkan dengan cara: 1) Karyawan akan berkembang sepanjang pemimpin bertindak konsekuen. 2) Pimpinan dapat menegakkan disiplin karyawan 3) Pemimpin memberi tugas kepada karyawan untuk bekerja 4) Pemimpin memberi kelonggaran untuk libur kerja 5) Karyawan boleh meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya. d. Teknik Persaingan Karyawan yang berprestasi dipromosikan atau dinaikan gajinya. Kelemahannya, tidak semua orang memiliki ambisi untuk bersaing. Dengan menggunakan teknik ini pemimpin tidak perlu mendorong karyawan untuk bekerja baik, karena masing-masing akan termotivasi untuk mengejar bonus yang tersedia. Teknik ini memiliki kelemahan, antara lain persaingan yang berlaku dapat merusak dan membahayakan perusahaan; bagi perusahaan besar akan sulit menentukan siapa yang paling berprestasi; dan usaha-usaha untuk mendorong persaingan kadang-kadang dianggap sebagai tekanan, dapat menimbulkan frustasi di kalangan karyawan. e. Teknik Terinternalisasi (tersalurkan) Dalam pendekatan ini, karyawan diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan melalui pekerjaannya, maka orang akan senang mengerjakannya dengan baik. Namun terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Pimpinan harus menciptakan situasi dan kondisi yang sesuai agar karyawan mampu bekerja dengan baik. 174
2) Tidak memerlukan motivasi ekonomi, melainkan memerlukan ego seseorang yang lebih menonjol. 3) Karyawan dianggap memiliki kemampuan kreatif yang belum dimanfaatkan, oleh karena itu harus diberi penyaluran. 4) Dengan bekerja lebih giat dapat memberikan kepuasan kerja kepada karyawan yang bersangkutan. f) Teknik Pengharapan Disebut teori pengharapan karena karyawan diberi harapan bahwa apabila usahanya berhasil akan meningkatkan prestasi, dan prestasi dapat memenuhi kepuasan dan kebutuhan karyawan bersangkutan baik secara fisik maupun sosial termasuk kepusan financial. Dalam prakteknya, tidak semua teknik dapat digunakan dengan mudah, karena masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan, bahkan beberapa kendala dapat merintanginya. Kendala yang sering dijumpai dalam menerapkan teknik-teknik motivasi antara lain sebagai berikut: 1) Sukar untuk menentukan alat motivasi yang tepat untuk dipakai, karena setiap orang memiliki karakter yang berbeda. 2) Kemampuan perusahaan terbatas dalam memberikan kompensasi yang memadai untuk semua karyawan. 3) Sangat sulit untuk mengetahui tingkat kebutuhan setiap karyawan 4) Terdapat kelemahan di pihak pimpinan dalam mengantisipasi perkembangan kebutuhan seorang karyawan. Namun demikian, memberikan motivasi merupakan bagian dari pekerjaan seorang pemimpin, maka bagaimana pun keadaannya harus tetap diupayakan. Paling tidak mau 175
menghargai setiap jerih payah karyawan yang telah memberikan jasanya kepada perusahaan. Di samping itu teknik-teknik motivasi seperti yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa teknik lain dalam memotivasi pegawai yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:76). Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut: a. Teknik Pemenuhan Kebutuhan Pegawai Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari prilaku kerja pegawai. Seorang pimpinan tidak mungkin dapat memotivasi pegawai dengan baik tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkannya. Apabila dikaitkan dengan teori Maslow, pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan alat motivasi paling efektif, karena pada hakekatnya seseorang memerlukan pekerjaan karena didorong oleh kebutuhan. b. Teknik Komunikasi Persuasif Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu teknik memotivasi pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstralogis. Persuasif dapat juga diartikan sebagai pendekatan dengan lembut, bahkan dengan bujukan. Teknik ini dirumuskan dalam mempertimbangkan perhatian, kepentingan, hasrat, keputusan,. tindakan, dan kepuasan. 12.5
Model Motivasi
Individu yang termotivasi secara intrinsik akan sangat peduli kepada pekerjaannya. Dia akan melakukan dengan baik demi memperoleh kepuasan. Kepuasan kerja akan memotivasi dirinya untuk bekerja lebih baik lagi, karena ia sudah merasakan manfaatnya. Jadi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik merupakan siklus motivasi yang saling 176
mempengaruhi. Imbalan yang diperoleh melalui motivasi intrinsik datang dari kerja itu sendiri, bukan dari faktor-faktor eksternal seperti halnya kenaikan gaji atau pujian dari atasan. Menurut Model Thomas, motivasi instrinsik akan tercapai apabila ia mengalami perasaan adanya pilihan, kompetensi, penuh arti, dan kemajuan dalam bekerja. Thomas menjelaskan lebih lanjut bahwa: a. Pilihan, akan terjadi pada individu memperoleh peluang untuk mampu menyeleksi kegiatan-kegiatan tugas yang masuk akal bagi seorang karyawan dan melaksanakannya dengan cara yang memadai. b. Kompetensi adalah pencapaian yang dirasakan oleh seorang karyawan saat melakukan kegiatan yang dipilih dengan cara yang amat trampil. c. Penuh arti adalah peluang untuk mengejar sasaran tugas yang bernilai, sasaran yang terjadi dalam skema yang lebih besar. d. Kemajuan adalah perasaan seorang pegawai membuat langkah maju yang berarti dalam mencapai sasaran tugas seorang karyawan. Keempat komponen motivasi intrinsik tersebut berhubungan erat dengan peningkatan kepuasan kerja dan perbaikan kinerja. Akan tetapi hampir semua penelitian yang dilakukan oleh Thomas ditujukan terhadap karyawan profesional dan dari kalangan manajer. Sehingga masih menyimpan suatu pertanyaan, apakah hasil penelitiannya berlaku bagi kaum buruh yang lain? Untuk menjawabnya harus dilakukan penelitian yang ditujukan langsung kepada para pekerja pada level menengah ke bawah.
177
Sedangkan menurut Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen SDM (2006:284), terdapat tiga model motivasi, yaitu: a. Model Tradisional Aspek yang sangat penting dari pekerjaan para manajer adalah membuat karyawan dapat menjalankan pekerjaan mereka yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efisien. Secara tradisional para manajer mendorong atau memotivasi karyawan dengan cara memberikan imbalan berupa gaji/upah yang makin meningkat sesuai dengan masa kerja yang telah dilaluinya. b. Model Hubungan Manusiawi Model ini lebih menekankan dan menganggap penting adanya faktor kontak sosial yang dialami para karyawan dalam bekerja daripada faktor imbalan. Cara yang digunakan oleh manajer adalah dengan cara memenuhi kebutuhan sosial dan membuat mereka merasa penting dan berguna. c. Model Sumber Daya Manusia Model ini timbul sebagai kritik terhadap model hubungan manusiawi. Menurut Argyris, Mc. Gregor, Maslow, dan Likert, bahwa motivasi karyawan tidak hanya pada upah dan atau kepuasan kerja, tetapi pengembangan tanggungjawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi. Cara yang dapat ditempuh adalah setiap anggota atau karyawan diberi kesempatan dan kepercayaan agar dapat menyumbangkan sesuatu kepada organisasi sesuai dengan kepentingan dan kemampuan masing-masing.
178
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Bahasa Indonesia, PT. Dadi Karyana Abadi; Jakarta. Diharna,H. 2000. Paradigma Baru dalam Penyediaan Pelayanan Publik Pemerintah Daerah. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Barat: Bndung. Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta; Gema Insani Press. Fielder, Fred, E and Martin M. Chemer. 1974. Leadership and Effective Management. Glenview, Illinois, Scott: Foresman and Company. Flippo, Edwin. B. 1997. Manajemen Personalia (Edisi keenam, jilid 2), Jakarta; Penerbit Erlangga. Fielder, Fred, E and Martin M. Chemer. 1974. Leadership and Effective Management. Glenview, Illinois, Scott: Foresman and Company. Hasibuan, Malayu SP. 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan, Jakarta :Gunung Agung. Handoko, T. Hani. 1991. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia (Edisi 2), Yogyakarta: BPFE. Indrawijaya, Adam I. 2002. Perilaku Organisasi, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
179
Karlins, Marvin dan Djokosoejitno, 1993. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Secara Manusiawi, PT Gelora Aksara Pratama: Jakarta. Komaruddin, 1994. Ensiklopedia Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara Manullang, 1975. Pengembangan Pegawai, Surabaya: Ghalia Indonesia. --------------, 1972, Management Personalia, Surabaya: Ghalia Indonesia. Mangkenagara, Anwar Prabu, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Remaja Rosda Karya. ---------------, 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama. -----------------2005. Perilaku dan Bandung: Refika Aditama.
Budaya
Organisasi,
Moekijat, 1990. Pengembangan Manajemen dan Motivasi, Bandung: CV Pionir Jaya. Mussanef, 1996. Manajemen Kepegawaian di Indonesia,. Jakarta : PT Gunung Agung. -------------, 1992. Administrasi Gaji dan Upah, Bandung: PT Madar Madju. -------------, 1994. Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai, Bandung: PT Rosda Karja. Nawawi, Hadari, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Notoatmodjo, Soekidjo, 1991. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta. 180
Rucky, Ahmad. 1999. Struktur Upah, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Jakarta:-------------------, 2003. SDM Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi Realitas, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rivai, Veithzal,2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Untuk Perusahaan, Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Samsudin, Sadili. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia. Saydam, Gouzali. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Scannell Edwars E. dan Donalsdson Les. 1993. Pengembangan Sumber Daya Manusia; Panduan Bagi Pelatih Pemula, Jakarta: Gaya Media Pratama. Simamora, Henry. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIE YKPN. Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Adminsitrasi dan Operasional, Jakarta: Bumi Aksara. Soekarno,. 1982. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Miswar. Umar Husein, 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zainun, Buchari. 1990. Administrasi dan Manajemen Kepegawaian Pemerintah Negara Republik Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
181
B. Dokumen Himpunan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Bidang Persyaratan Kerja. 1997. Departemen Tenaga Kerja Dirjen Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja, Jakarta. Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta. Himpunan Peraturan Pemerintah Bidang Kepegawaian RI 2000. Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia, Jakarta.
182
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan; c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
1
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha; e. bahwa beberapa undang undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang undang tentang Ketenagakerjaan; Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan Dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
2
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 5. Pengusaha adalah : a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 6. Perusahaan adalah : a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 7. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. 8. Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan. 9. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. 10. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
3
11. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. 12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. 13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. 19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
4
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 22. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. 23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. 24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan. 25. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 26. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun. 27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00. 28. 1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam. 29. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari. 30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 31. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau
5
tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. 32. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan. 33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN Pasal 2 Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Pasal 4 Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan : a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA Pasal 5 Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
6
Pasal 6 Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. BAB IV PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN Pasal 7 (1) Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja. (2) Perencanaan tenaga kerja meliputi : a. perencanaan tenaga kerja makro; dan b. perencanaan tenaga kerja mikro. (3) Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 8 (1) Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar ketenagakerjaan yang antara lain meliputi : a. penduduk dan tenaga kerja; b. kesempatan kerja; c. pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja; d. produktivitas tenaga kerja; e. hubungan industrial; f. kondisi lingkungan kerja; g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan h. jaminan sosial tenaga kerja.
informasi
(2) Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperoleh dari semua pihak yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta. (3) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7
BAB V PELATIHAN KERJA Pasal 9 Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan. Pasal 10 (1) Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di da-lam maupun di luar hubungan kerja. (2) Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja. (3) Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang. (4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 11 Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Pasal 12 (1) Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. (2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri. (3) Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bi-dang tugasnya. Pasal 13 (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta. (2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
8
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam menyelenggarakan pe-latihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta. Pasal 14 (1) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan. (2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (3) wajib memperoleh izin atau men daftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota. (4) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota. (5) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 15 Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan: a. tersedianya tenaga kepelatihan; b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan; c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja. Pasal 16 (1) Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dan lembaga pelatihan kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi. (2) Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat independen terdiri atas unsur masya rakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
9
(3) Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 17 (1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila dalam pelaksanaannya ternyata : a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan/atau b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (2) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan. (3) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja hanya dikenakan terhadap program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 15. (4) Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi dan melengkapi saran per baikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi penghentian program pelatihan. (5) Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikenakan sanksi pencabutan izin dan pembatalan pendaftaran penyelenggara pelatihan. (6) Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara, penghentian, pencabutan izin, dan pembatalan pen daftaran diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 18 (1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di selenggarakan lembaga
10
pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja. (2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompe tensi kerja. (3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman. (4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang inde penden. (5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 19 Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan. Pasal 20 (1) Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembang kan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor. (2) Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21 Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan. Pasal 22 (1) Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang di buat secara tertulis.
11
(2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurangkurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan. (3) Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan. Pasal 23 Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi. Pasal 24 Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau di tempat penyelenggaraan pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia. Pasal 25 (1)
Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2)
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara pemagangan harus ber bentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 26
(1) Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia harus memperhatikan : a. harkat dan martabat bangsa Indonesia; b. penguasaan kompetensi yang lebih tinggi; dan c. perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan ibadahnya.
12
(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan di luar wilayah Indo nesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 27 (1) Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan program pemagangan. (2) Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri harus memperhatikan ke pentingan perusahaan, masyarakat, dan negara.
Pasal 28 (1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta melakukan koordinasi pela tihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi pelatihan kerja nasional. (2) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja sebagaimana dimaksud da lam ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 29 (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan. (2) Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, dan efisien si penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas. (3) Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan melalui pengembangan buda ya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.
13
Pasal 30 (1) Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dibentuk lembaga pro duktivitas yang bersifat nasional. (2) Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berbentuk jejaring kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor maupun daerah. (3) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga produktivitas nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB VI PENEMPATAN TENAGA KERJA Pasal 31 Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Pasal 32 (1) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. (2) Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai de ngan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. (3) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penye diaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah. Pasal 33 Penempatan tenaga kerja terdiri dari: a. penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan b. penempatan tenaga kerja di luar negeri.
14
Pasal 34 Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b diatur dengan undangundang. Pasal 35 (1) Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja. (2) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memberikan perlindu ngan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja (3) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberi kan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Pasal 36 (1) Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan dengan memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja. (2) Pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur-unsur : a. pencari kerja; b. lowongan pekerjaan; c. informasi pasar kerja; d. mekanisme antar kerja; dan e. kelembagaan penempatan tenaga kerja. (3) Unsur-unsur sistem penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk terwujudnya penempatan tenaga kerja.
15
Pasal 37 (1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari: a. instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan b. lembaga swasta berbadan hukum. (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dalam melak sanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 38 (1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja. (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu. (3) Golongan dan jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
BAB VII PERLUASAN KESEMPATAN KERJA Pasal 39 (1) Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. (2) Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. (3) Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan per luasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
16
(4) Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu membantu dan mem berikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja. Pasal 40 (1) Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna. (2) Penciptaan perluasan kesempatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pasal 41 (1) Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja. (2) Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (4) Ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, dan ayat (3) dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING Pasal 42 (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
17
(2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing. (3) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. (4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. (5) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (6) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat di perpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
Pasal 43 (1) Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2) Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya me muat keterangan: a. alasan penggunaan tenaga kerja asing; b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan; c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan d. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing. (4) Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing diatur dengan Keputu san Menteri. Pasal 44 (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
18
(2) Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 45 (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib : a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki ja batan direksi dan/atau komisaris. Pasal 46 (1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan ter tentu. (2) Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Pasal 47 (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya. (2) Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pe merintah, perwakilan negara asing, badanbadan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatanjabatan tertentu di lembaga pendidikan. (3) Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. (4) Ketentuan mengenai besarnya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
19
Pasal 48 Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir. Pasal 49 Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pasal 52 (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. (3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
20
Pasal 53 Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
Pasal 54 (1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat: a. b. c. d. e. f.
nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; jabatan atau jenis pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayarannya; syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. (3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Pasal 55 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. Pasal 56 (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
21
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas : a. jangka waktu; atau b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal 57 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. (3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Pasal 58 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. (2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum. Pasal 59 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
22
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. (6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. (7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. (8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 60 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. (2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
23
Pasal 61 (1) Perjanjian kerja berakhir apabila : a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanyakeadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. (2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. (3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. (4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. (5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pasal 62 Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
24
Pasal 63 (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. (2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan : a. nama dan alamat pekerja/buruh; b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah. Pasal 64 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. (2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum. (4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurangkurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syaratsyarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
25
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. (6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. (7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. (8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. (9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Pasal 66 (1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. (2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan lang-sung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana
26
dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak; c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. (3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. (4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 (1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
27
(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 2 Anak Pasal 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Pasal 69 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. izin tertulis dari orang tua atau wali; b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. keselamatan dan kesehatan kerja; f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan a. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
Pasal 70 (1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
28
(2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun. (3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat : a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Pasal 71 (1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat : a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah. (3)Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 72 Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa. Pasal 73 Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Pasal 74 (1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaanpekerjaan yang terburuk.
29
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. (3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana di-maksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 75 (1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. (2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Perempuan Pasal 76 (1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. (2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :
30
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri. Paragraf 4 Waktu Kerja Pasal 77 (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. (2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. c. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. d. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 78 (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat : a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
31
(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur. (3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. (4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 79 (1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. (2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terusmenerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. (3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
32
(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu. (5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 80 Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Pasal 81 (1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pasal 82 (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. (2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Pasal 83 Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Pasal 84 Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.
33
Pasal 85 (1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. (2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada harihari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus- menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur. (4) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Paragraf 5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasal 86 (1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. (2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 87 (1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
34
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pengupahan Pasal 88 (1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
yang
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. (3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi : a. upah minimum; b. upah kerja lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. upah untuk pembayaran pesangon; dan a. upah untuk perhitungan pajak penghasilan. (4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
35
Pasal 89 (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. (3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. (4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 90 (1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. (2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan. (3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 91 (1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
36
Pasal 92 (1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. (2) Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. (3) Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 93 (1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.. (4) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut: a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
37
b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. (5) Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut : a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari; b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari. (6) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 94 Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Pasal 95 (1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
38
(2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. (3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah. (4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hakhak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Pasal 96 Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak. Pasal 97 Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak, dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 98 (1) Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. (2) Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/-serikat buruh, perguruan tinggi, dan pakar. (3) Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur/Bupati/Walikota.
39
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Presiden. Bagian Ketiga Kesejahteraan Pasal 99 (1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 100 (1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. (2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. (3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 101 (1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh, dibentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan. (2) Pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh berupaya menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh, dan mengembangkan usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Upaya-upaya untuk menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
40
BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 (1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundangundangan ketenagakerjaan. (2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. (3) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan. Pasal 103 Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana : a. serikat pekerja/serikat buruh; b. organisasi pengusaha; c. lembaga kerja sama bipartit; d. lembaga kerja sama tripartit; e. peraturan perusahaan; f. perjanjian kerja bersama; g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
41
Bagian Kedua Serikat Pekerja/Serikat Buruh Pasal 104 (1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat buruh ber-hak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok. (3) Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam ang-garan dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan. Bagian Ketiga Organisasi Pengusaha Pasal 105 (1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. (2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ber-laku. Bagian Keempat Lembaga Kerja Sama Bipartit Pasal 106 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. (2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. (3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis
42
untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. (4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Bagian Kelima Lembaga Kerja Sama Tripartit Pasal 107 (1) Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. (2) Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari : a. Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan b. Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. (3) Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan seri-kat pekerja/serikat buruh. (4) Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Peraturan Perusahaan Pasal 108 (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2) Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi peru-sahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.
43
Pasal 109 Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan. Pasal 110 (1) Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. (2) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka wakil pe-kerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh. (3) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, wakil pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Pasal 111 (1) Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat : a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban pekerja/buruh; c. syarat kerja; d. tata tertib perusahaan; dan e.jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. (2) Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. (3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. (4) Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/ serikat buruh di perusahaan meng hendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib melayani. (5) Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dala perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya.
44
Pasal 112 (1) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima. (2) Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2), maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan. (3) Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. (4) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 113 (1) Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh. (2) Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat pengesa-han dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 114 Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh. Pasal 115 Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur dengan Keputusan Menteri.
45
Bagian Ketujuh Perjanjian Kerja Bersama Pasal 116 (1) Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. (2) Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara musya-warah. (3) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. (4) Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka per-janjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pasal 117 Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pasal 118 Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan. Pasal 119 (1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. (2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi
46
tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. (3) Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 120 (1) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka para seri-kat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 121 Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota. Pasal 122
47
Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha. Pasal 123 (1) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun. (2) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang masa berlakunya pa-ling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh. (3) Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan se-belum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. (4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak mencapai kesepakatan maka perjan-jian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 124 (1) Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat : a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh; c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundangundangan.
48
Pasal 125 Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. Pasal 126 (1) Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada da-lam perjanjian kerja bersama. (2) Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau peru-bahannya kepada seluruh pekerja/ buruh. (3) Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja/ buruh atas biaya perusahaan. Pasal 127 (1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama. (2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama. Pasal 128 Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama. Pasal 129 (1) Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di perusa-haan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh. (2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
49
Pasal 130 (1) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasal 119. (2) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersamasama dengan serikat pekerja/serikat buruh yang membuat perjanjian kerja bersama terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional. (3) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diper-baharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/ serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan ayat (3). Pasal 131 (1) Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama. (2) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masingmasing perusahaan mempunyai perjan-jian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerja/buruh. (3) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama maka
50
perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama. Pasal 132 (1) Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut. (2) Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian kerja bersama selan-jutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 133 Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan, dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 134 Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pasal 135 Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Bagian Kedelapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Paragraf 1 Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 136
51
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang. Paragraf 2 Mogok Kerja Pasal 137 Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Pasal 138 (1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum. (2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut. Pasal 139 Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.
Pasal 140 (1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan
52
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya memuat: a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja; b. tempat mogok kerja; c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja. (3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka demi menyelamat kan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara : a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan. Pasal 141 (1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima. (2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
53
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. (4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang. (5) Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali. Pasal 142 (1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pa-sal 140 adalah mogok kerja tidak sah. (2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 143 (1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk mengguna kan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. (2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 144 Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :
54
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja. Pasal 145 Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah. Paragraf 3 Penutupan Perusahaan (lock-out) Pasal 146 (1) Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan. (2) Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. (3) Tindakan penutupan perusahaan (lock out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 147 Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaanperusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi, pusat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi, serta kereta api. Pasal 148 (1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
55
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya memuat : a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out). (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Pasal 149 (1) Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenaga-kerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal, dan jam penerimaan. (2) Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih. (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi. (4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. (5) Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh, penutupan perusahaan
56
(lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali. (6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan apabila : (4) pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140; (5) pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normatif yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pasal 151 (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. (2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benarbenar tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
57
Pasal 152 (1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. (2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2). (3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. Pasal 153 (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : a.
pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b.
pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.
pekerja/buruh agamanya;
d.
menjalankan
ibadah
yang
diperintahkan
pekerja/buruh menikah;
e.
pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f.
pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan
58
serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; h.
pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i.
karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j.
pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. Pasal 154 Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal : a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; b. pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali; c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau d. pekerja/buruh meninggal dunia.
59
Pasal 155 (1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum. (2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. (3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. Pasal 156 (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. (2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut : a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah. h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. (3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
60
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 bulan upah; d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah. (4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. (5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 157 (1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas : a. upah pokok;
61
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh. (2) Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari. (3) Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota. (4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
Pasal 158 (1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut : a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. enyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan;
62
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut : a. pekerja/buruh tertangkap tangan; b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. (3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4). (4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pasal 159 Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pasal 160 (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut :
63
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah; b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah; c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah; d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin ter-hitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib. (3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. (5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. (6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. (7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). Pasal 161 (1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan
64
kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. (2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masingmasing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. (3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 162 (1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). (2) Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak me-wakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. (3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat : a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri. d. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa pene-tapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pasal 163 (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan,
65
peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). (2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Pasal 164 (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). (2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. (3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan asal 156 ayat (4).
66
Pasal 165 Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 166 Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 167 (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). (2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun se-bagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. (3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/premi-nya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
67
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. (5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). (6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 168 (1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturutturut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. (2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja. (3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 169 (1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
68
a. menganiaya, menghina pekerja/buruh;
secara
kasar
atau
mengancam
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan; c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih; d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh; e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. (2) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). (3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3). Pasal 170 Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi keten-tuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.
69
Pasal 171 Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya. Pasal 172 Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).
BAB XIII PEMBINAAN Pasal 173 (1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketena-gakerjaan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengikutsertakan organisasi pengusaha, seri-kat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2), dilaksanakan secara terpadu dan terko-ordinasi. Pasal 174 Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
70
Pasal 175 (1) Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pem-binaan ketenagakerjaan. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.
BAB XIV PENGAWASAN Pasal 176 Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pasal 177 Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 178 (1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. (2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputu-san Presiden. Pasal 179 (1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 pada pemerintah provin-si dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri. (2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
71
Pasal 180 Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 181 Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 wajib : a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan; b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.
BAB XV PENYIDIKAN Pasal 182 (1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. b. c.
d. e. f.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang ketenaga-kerjaan; melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan; dan
72
g.
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan. (3) Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 184 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 185 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan
73
ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 186 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 187 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 188 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
74
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 189 Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh. Bagian Kedua Sanksi Administratif Pasal 190 (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : a. teguran; b. peringatan tertulis; c. pembatasan kegiatan usaha; d. pembekuan kegiatan usaha; e. pembatalan persetujuan; f. pembatalan pendaftaran; g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; h. Pencabutan ijin. (3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 191 Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang undang ini.
75
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 192 Pada saat mulai berlakunya Undang undang ini, maka : 1. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8); 2. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647); 3. Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak anak Dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87); 4. Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208); 5. 5. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545); 6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8); 7. Undang undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2); 8. Undang undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat Buruh Dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598a); 9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8 ); 10. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270); 11. Undang undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67); 12. Undang undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
76
13. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702); 14. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791); 15. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042), dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 193 Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 2003 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG KESOWO
77
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 39 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
I. UMUM Pembangunan ketenakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaian. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetap juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara laian mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR NO. XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan, ketetapan MPR ini merupakan tongggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat
78
kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong pekerja/buruh Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang dicita-citakan. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah : Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar Indonesia (Staatsblad tahun 1887 No. 8); Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad tahun 1925 Nomor 647); Ordonansi tahun 1926 Peraturan Mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad tahun 1926 Nomor 87); Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatankegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208); Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad tahun 1939 Nomor 454); Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anakanak (Staatsblad tahun 1949 Nomor 8); Undang-undang nomor 1 tahun 1951 tentang Pernyaataan Berlakunya Undang-undang Kerja tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951 Nomor 2); Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598 a);
79
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, tambahan Lembaran Negara Nomor 2270); Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (LOck Out) Di Perusahaan, Jawatan, dan Badan yang Vital (Lembaran Negara tahun 1963 Nomor 67) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912); Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702); Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791); dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042). Peraturan perundang-undangan tersebut di atas dipandang perlu untuk dicabut dan diganti dengan Undang-undang yang baru. Ketentuan-ketentuan yang masih relevan dari peraturan perundang-undangan yang lama ditampung dalam Undang-undang ini. Peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang telah dicabut masih tetap berlaku sebelum ditetapkannya peraturan baru sebagai pengganti. Undang-undang ini disamping untuk mencabut ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan zaman, dimaksudkan juga untuk menampung perubahan yang sangat mendasar di segala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era reformasi tahun 1998.
80
Di bidang ketenagakerjaan internasional, penghargaan terhadap hak asasi manusia di tempat kerja dikenal melalui 8 (delapan) konvensi dasar Internasional Labour Organization (ILO). Konvensi dasar ini terdiri atas 4 (empat) kelompok yaitu :
Kebebasan Berserikat (Konvensi ILO No. 87 dan No.98);
Diskriminasi (Konvensi ILO No. 100, dan No. 111);
Kerja Paksa (Konvensi ILO No. 29, dan No. 105); dan
Perlindungan Anak (Konvensi ILO No. 138 dan No. 182).
Komitmen Bangsa Indonesia terhadap penghargaan pada haka asasi manusia di tempat kerja antara lain diwujudkan dengan meratifikasi kedelapan konvensi dasar tersebut. Sejalan dengan ratifikasi konvensi mengenai hak dasar tersebut, maka Undang-undang ketenagakerjaan yang disusun ini harus pula mencerminkan ketaatan dan penghargaan pada ketujuh prinsip dasar tersebut.
Undang-undang ini antara lain memuat : Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan; Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan; Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh;
Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja;
Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan;
Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang
81
harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses produksi;
Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hakhak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagai pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja; Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 s.d angka 33 Cukup jelas. Pasal 2 Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.
Pasal 3 Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai
82
pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung. Pasal 4 Huruf a Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluasluasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpatisipasi secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya. Huruf b Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah. Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kerja mikro adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada instansi atau perusahaan yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Informasi ketenagakerjaan dikumpulkan dan diolah sesuai dengan maksud disusunnya perencanaan tenaga kerja daerah provinsi atau kabupaten/kota. Ayat (2)
83
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, partisipasi swasta diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ketenagakerjaan. Pengertian swasta mencakup perusahaan, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat di pusat, provinsi atau kabupaten/kota. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 9 Yang dimaksud dengan peningkatan kesejahteraan dalam pasal ini adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penetapan standar kompetensi kerja dilakukan oleh Menteri dengan mengikutsertakan sektor terkait. Ayat (3) Jenjang pelatihan kerja pada umumnya terdiri atas tingkat dasar, trampil, dan ahli. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Pengguna tenaga kerja terampil adalah pengusaha, oleh karena itu pengusaha bertanggung jawab mengadakan pelatihan kerja untuk meningkatkan kompetensi pekerjanya.
84
Ayat (2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi diwajibkan bagi pengusaha karena perusahaan yang akan memperoleh manfaat hasil kompetensi pekerja/buruh. Ayat (3)] Pelaksanaan pelatihan kerja disesuaikan dengan kebutuhan serta kesempatan yang ada di perusahaan agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan perusahaan Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pelatihan kerja swasta juga termasuk pelatihan kerja perusahaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pendaftaran kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dimaksudkan untuk mendapatkan informasi sehingga hasil pelatihan, sarana dan prasarana pelatihan dapat bergayaguna dan berhasilguna secara optimal. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15
85
Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Sertifikasi kompetensi adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/atau internasional. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Sistem pelatihan kerja nasional adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai unsur pelatihan kerja yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana, dan prasarana, tenaga kepelatihan, program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional, semua unsur dan sumber daya pelatihan
86
kerja nasional yang tersebar di instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Hak peserta pemagangan antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program. Hak pengusaha antara lain berhak atas hasil kerja/jasa peserta pemagangan, merekrut pemagang sebagai pekerja/buruh bila memenuhi persyaratan. Kewajiban peserta pemagangan antara lain menaati perjanjian pemagangan, mengikuti tata tertib program pemagangan, dan mengikuti tata tertib perusahaan. Adapun kewajiban pengusaha antara lain menyediakan uang saku dan/atau uang transpor bagi peserta pemagangan, menyediakan fasilitas pelatihan, menyediakan instruktur, dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja. Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program pelatihan pemagangan. Ayat (3) Dengan status sebagai pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan, maka berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pasal 23
87
Sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang dibentuk dan/atau diakreditasi oleh pemerintah bila programnya bersifat umum, atau dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan bila programnya bersifat khusus Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan kepentingan perusahaan dalam ayat ini adalah agar terjamin tersedianya tenaga terampil dan ahli pada tingkat kompetensi tertentu seperti juru las spesialis dlam air. Yang dimaksud dengan kepentingan masyarakat misalnya untuk membuka kesempatan bagi masyarakat memanfaatkan industri yang bersifat spesifik seperti teknologi budidaya tanaman dengan kultur jaringan Yang dimaksud dengan kepentingan negara misalnya untuk menghemat devisa negara, maka perusahaan diharuskan melaksanakan program pemagangan seperti kehalian membuat alat-alat pertanian modern.
Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas.
88
Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Yang dimaksud dengan terbuka adalah pemberian informasi kepada pencari kerja secara jelas antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah, dan jam kerja. Hal ini diperlukan untuk melindungi pekerja/buruh serta untuk menghindari terjadinya perselisihan setelah tenaga kerja ditempatkan. Yang dimaksud dengan bebas adalah pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja, sehingga tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan dan pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja yang ditawarkan. Yang dimaksud dengan obyektif adalah pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan, serta harus memperhatikan kepentingan umum dengan tidak memihak kepada kepentingan pihak tertentu. Yang dimaksud dengan adil dan setara adalah penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan seluruh wilayah Negara republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja nasional dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja sesuai bakat dan
89
kemampuannya. Demikian pula pemerataan kesempatan kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja di seluruh sektor dan daerah. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Sebelum undang-undang mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri diundangkan maka segala peraturan perundangan yang mengatur penempatan tenaga kerja di luar negeri tetap berlaku. Pasal 35 Ayat (1) Yang dimaksud pemberi kerja adalah pemberi kerja di dalam negeri Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Huruf a Penetapan instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2)
90
Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus disusun kebijakan nasional di semua sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara optimal. Agar kebijakan nasional tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi. Pasal 42 Ayat (1) Perlunya pemberian izin penggunaan tenaga kerja warga negara asing dimaksudkan agar penggunaan tenaga kerja warga negara asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6)
91
Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Rencana penggunaan tenaga kerja warga negara asing merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja (IKTA) Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan badan internasional dalam ayat ini adalah badan-badan internsional yang tidak mencari keuntungan seperti lembaga yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara lain ILO, WHO, atau UNICEF. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja warga negara asing antara lain pengetahuan, keahlian, ketrampilan di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 45 Ayat (1) Huruf a. Tenaga kerja pendamping tenaga kerja asing tidak secara otomatis menggantikan atau menduduki jabatan tenaga kerja asing yang didampnginya. Pendampingan tersebut lebih dititikberatkan pada alih teknologi dan alih keahlian agar tenaga kerja pendamping
92
tersebut memiliki kemampuan sehinga pada waktunya diharapkan dapat mengganti tenaga kerja asing yang didampingiya. Huruf b. Pendidikan dan pelatihan kerja oleh pemberi kerja tersebut dapat dilaksanakan baik di dalam negeri maupu dengan mengirimkan tenaga kerja Indonesia untuk berlatih di luar negeri. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50
93
Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara terttulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. Ayat (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antarkerja antardaerah, antarkerja antarnegara, dan perjanjian kerja laut. Pasal 52 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 53
94
Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan pada ayat ini adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan atau perjanjian kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputusputus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu
95
proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerja musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Syarat masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.
96
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Keadaan atau kejadian tertentu seperti bencana alam, kerusuhan sosial, atau gangguan keamanan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud hak-hak yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama adalah hak-hak yang harus diberikan yang lebih baik dan menguntungkan pekerja/buruh yang bersangkutan. Pasal 62 Cukup jelas.
97
Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (clening service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun penyelesaian perselisihan antara penyedia jasa tenaga kerja
98
dengan pekerja/buruh harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh memperoleh hak (yang sama) sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainnya di perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini misalnya penyediaan aksesibilitas, pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatannya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1)
99
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usia ini tidak terhambat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 76 Ayat (1) Yang bertanggung jawab atas pelanggaran ayat ini adalah pengusaha.
100
Apabila pekerja/buruh perempuan yang dimaksud dalam ayat ini dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 maka yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut adalah pengusaha. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 77 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan tertentu dalam ayat ini misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Memperkerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus dihindarkan karena pekarja/buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan kebugarannya. Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak yang
101
harus diselesaikan segera dan tidak dapat dihindari sehingga pekerja/buruh harus bekerja melebihi waktu kerja. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 79 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Selama menjalankan istirahat panjang, pekerja/buruh diberi uang kompensasi hak istirahat tahunan tahun ke delapan sebesar ½ (setengah) bulan gaji dan bagi perusahaan yang telah memberlakukan istirahat panjang yang lebih baik dari ketentuan undang-undang ini, maka tidak boleh mengurangi dari ketentuan yang sudah ada. Ayat (3) Cukup jelas.
102
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 80 Yang dimaksud kesempatan secukupnya yaitu menyediakan tempat untuk melaksanakan ibadah yang memungkinkan pekerja/buruh dapat melaksanakan ibadahnya secara baik, sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Ayat (1) Lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 83 Yang dimaksud dengan kesempatan sepatutnya dalam pasal ini adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja/buruh perempuan untuk menyusui bayinya dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan, yang diatur dalam peraturan atau perjanjian kerja bersama. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Ayat (1)
103
Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melayani kepentingan dan kesejahteraan umum. Di samping itu untuk pekerjaan yang karena sifat dan jenis pekerjaannya tidak memungkinkan pekerjaan itu dihentikan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 86 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para peerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 87 Ayat (1) Yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
104
dengan kegiatan kerja guna teciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 88 Ayat (1) Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 89 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha Indonesia untuk kabupaten/kota, propinsi, beberapa propinsi atau nasional dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang bersangkutan. Ayat (2)
105
Yang dimaksud dengan diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dalam ayat ini ialah setiap penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian perbandingan upah minimum dengan kebutuhan hidup layak yang besarannya ditetapkan oleh Menteri. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pencapaian kebutuhan hidup layak perlu dilakukan secara bertahap karena kebutuhan hidup layak tersebut merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum yang sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan dunia usaha. Pasal 90 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Ayat (1)
106
Penyusunan struktur dan skala upah dimaksudkan sebagai pedoman penetapan upah sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerja/buruh serta untuk mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan yang bersangkutan. Ayat (2) Peninjauan upah dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi kerja, perkembangan, dan kemampuan perusahaan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 93 Ayat (1) Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud pekerja/buruh keterangan dokter.
sakit
ialah
sakit
menurut
Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan menjalankan kewajiban terhadap negara adalah melaksanakan kewajiban negara yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pembayaran upah kepada pekerja/buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara dilaksanakan apabila :
negara tidak melakukan pembayaran ; atau
107
negara membayar kurang dari upah yang biasa diterima pekerja/buruh, dalam hal ini maka pengusaha wajib membayar kekurangannya.
Huruf e Yang dimaksud dengan menjalankan kewajiban ibadah menurut agamanya adalah melaksanakan kewajiban ibadah menurut agamanya yang telah diatur dengan peraturan perundangundangan. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 94 Yang dimaksud dengan tunjangan tetap dalam pasal ini adalah pembayaran kepada pekerja/buruh yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja/buruh atau pencapaian prestasi kerja tertentu. Pasal 95 Ayat (1)
108
Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja/buruh harus dibayar lebih dahulu dari pada utang lainnya. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Ayat (1) Yang dimaksud dengan fasilitas kesejahteraan antara lain pelayanan keluarga berencana, tempat penitipan anak, perumahan pekerja/buruh, fasilitas beribadah, fasilitas olahraga, fasilitas kantin, fasilitas kesehatan,dan fasilitas rekreasi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 101
109
Ayat (1) Yang dimaksud dengan usaha-usaha produktif di perusahaan adalah kegiatan yang bersifat ekonomis yang menghasilkan pendapatan di luar upah Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Ayat (1) Kebebasan untuk membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikta pekerja/serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerja/buruh. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Ayat (1)
110
Pada perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh kurang dari 50 (lima puluh) orang, komunikasi dan konsultasi perlu dilakukan melalui sistem perwakilan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Huruf c Cukup jelas.
111
Huruf d Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah kualitas atau kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila ternyata bertentangan, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundangundangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja/buruh, menempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja/buruh, atau memberikan penjelasan langsung kepada pekerja/buruh.
Pasal 115 Cukup jelas.
112
Pasal 116 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pembuatan perjanjian kerja bersama harus dilandasi dengan itikad baik, yang berarti harus ada kejujuran dan keterbukaan para pihak serta kesukarelaan/kesadaran yang artinya tanpa ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain. Ayat (3) Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan dalam bahasa lain, apabila terjadi perbedaan penafsiran, maka yang berlaku perjanjian kerja bersama yang menggunakan bahasa Indonesia. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 117 Penyelesaian melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas.
113
Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku adalah kualitas dan kuantitas isi perjanjian kerja bersama tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132
114
Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Cukup jelas. Pasal 135 Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Yang dimaksud dengan gagalnya perundangan dalam pasal ini adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu. Yang dimaksud dengan tertib dan damai adalah tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau pengusaha atau orang lain ata milik masyarakat. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Yang dimaksud dengan perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia adalah rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, penjaga pintu perlintasan kereta api, pengontrol pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara, dan pengontrol arus lalu lintas laut. Yang dimaksud dengan pemogokan yang diatur sedemikian rupa yaitu pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja/buruh yang tidak sedang menjalankan tugas.
115
Pasal 140 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Tempat mogok kerja adalah tempat-tempat yang ditentukan oleh penanggung jawab pemogokan yang tidak menghalangi pekerja/buruh lain untuk bekerja. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Ayat (1) Yang dimaksud dengan mengahalang-halangi dalam ayat ini antara lain dengan cara: a. menjatuhkan hukuman;
116
b. mengintimidasi dalam bentuk apapun; atau c. melakukan mutasi yang merugikan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Yang dimaksud dengan sungguh-sungguh melanggar hak normatif adalah pengusaha secara nyata tidak bersedia memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dan/atau ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, meskipun sudah ditetapkan dan diperintahkan oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pembayaran upah pekerja/buruh yang mogok dalam pasal ini tidak menghilangkan ketentuan pengenaan sanksi terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif. Pasal 146 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam hal penutupan perusahaan (lock out) dilakukan secara tidak sah atau sebagai tindakan balasan terhadap mogok yang sah ata tuntutan normatif, maka pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh. Pasal 147 Cukup jelas. Pasal 148
117
Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Ayat (1) Yang dimaksud dengan segala upaya dalam ayat ini adalah kegiatankegiatan yag positif yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157
118
Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas.
Pasal 160 Ayat (1) Keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungan adala istri/suami, anak atau orang yang syah menjadi tanggungan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 161 Ayat (1) Cukup jelas.
119
Ayat (2) Masing-masing surat peringatan dapat diterbitkan secara berurutan atau tidak, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dalam hal surat peringatan diterbitkan secara berurutan maka surat peringatan pertama berlaku untuk jangka 6 (enam) bulan. Apabila pekerja/buruh melakukan kembali pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama masih dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan maka pengusaha dapat menerbitkan surat peringatan kedua, yang juga mempunyai jangka waktu berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya peringatan kedua. Apabila pekerja/buruh masih melakukan pelanggaran ketentuan dalam pejanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat menerbitkan peringatan ketiga (terakhir) yang berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya peringatan ketiga. Apabila dalam kurun waktu peringatan ketiga pekerja/buruh kembali melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan pertama sudah terlampaui, maka apabila pekerja/buruh yang bersangkutan melakukan kembali pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka surat peringatan yang diterbitkan oleh pengusaha adalah kembali sebagai peringatan pertama, demikian pula berlaku juga bagi peringatan kedua dan ketiga. Perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dapat memuat pelanggaran tertentu yang dapat diberi peringatan pertama dan terakhir. Apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dalam tenggang waktu masa berlakunya peringatan pertama dan terakhir dimaksud, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.
120
Tenggang waktu 6 (enam) bulan dimaksudkan sebagai upaya mendidik pekerja/buruh agar dapat memperbaiki kesalahannya dan di sisi lain waktu 6 (enam) bulan ini merupakan waktu yang cukup bagi pengusaha untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pekerja/buruh yang bersangkutan.
Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Cukup jelas. Pasal 165 Cukup jelas. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Contoh dari ayat ini adalah : Misalnya uang pesangon yang seharusnya diterima pekerja/buruh adalah Rp. 10.000.000,00 dan besarnya jaminan pensiun menurut program pensiun adalah Rp. 6.000.000,00 serta
121
dalam pengaturan program pensiun tersebut telah ditetapkan premi yang ditanggung oleh pengusaha 60% (enam puluh perseratus) dan oleh pekerja/buruh 40% (empat puluh perseratus), maka : Perhitungan hasil dari premi yang sudah dibayar oleh pengusaha adalah: sebesar 60% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 3.600.000,00 Besarnya santunan yang preminya dibayar oleh pekerja/buruh adalah sebesar 40% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 2.400.000,00 Jadi kekurangan yang masih harus dibayar oleh Pengusaha sebesar Rp. 10.000.000,00 dikurangi Rp. 3.600.000,00 = Rp. 6.400.000,00 Sehingga uang yang diterima oleh pekerja/buruh pada saat PHK karena pensiun tersebut adalah: Rp. 3.600.000,00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 60% dibayar oleh pengusaha) Rp. 6.400.000,00 (berasal dari kekurangan pesangon yang harus dibayar oleh pengusaha) Rp. 2.400.000,00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 40% dibayar oleh pekerja/buruh) Jumlah Rp. 12.400.000,00 (dua belas juta empat ratus ribu rupiah) Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 168 Ayat (1)
122
Yang dimaksud dengan dipanggil secara patut dalam ayat ini adalah pekerja/buruh telah dipanggil secara tertulis yang ditujukan pada alamat pekerja/buruh sebagaimana tercatat di perusahaan berdasarkan laporan pekerja/buruh. Tenggang waktu antara pembanggilan pertama dan kedua paling sedikit 3 (tiga) hari kerja. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 169 Cukup jelas. Pasal 170 Cukup jelas. Pasal 171 Tengang waktu 1 tahun dianggap merupakan waktu yang cukup layak untuk mengajukan gugatan. Pasal 172 Cukup jelas. Pasal 173 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembinaan dalam ayat ini adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
123
Yang melakukan koordinasi dalam ayat ini adalah insatnsi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Yang dimaksudkan dengan independen dalam pasal ini adalah pegawai pengawas dalam mengambil keputusan tidak terpengaruh oleh pihak lain. Pasal 177 Cukup jelas. Pasal 178 Cukup jelas. Pasal 179 Cukup jelas. Pasal 180 Cukup jelas. Pasal 181 Cukup jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Cukup jelas. Pasal 185
124
Cukup jelas. Pasal 186 Cukup jelas. Pasal 187 Cukup jelas. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup jelas. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Yang dimaksud peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan dalam undang-undang ini adalah peraturan pelaksanaan dari berbagai undang-undang di bidang ketenagakerjaan baik yang sudah dicabut maupun yang masih berlaku. Dalam hal peraturan pelaksanaan belum dicabut atau diganti berdasarkan undang-undang ini, agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka dalam Pasal ini tetap diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Demikian pula apabila terjadi suatu peristiwa atau kasus ketenagakerjaan sebelum undang-undang ini berlaku dan masih dalam proses penyelesaian pada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka sesuai dengan azas legalitas, terhadap peristiwa atau kasus ketenagakerjaan tersebut diselesaikan berdasarkan peraturan pelaksanaan yang ada sebelum ditetapkannya undang-undang ini. Pasal 192 Cukup jelas.
125
Pasal 193 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR
126
NEGARA
REPUBLIK