KAJIAN SAINS FISIKA I
METODE LAGRANGE DAN MEKANIKA HAMILTON
Diajukan kepada Prof. Dr. Budi Jatmiko, M.Pd
OLEH : Hafsemi Rafsenjani
127795061
Vantri Pieter Kelelufna
127795074
Agustina Elizabeth
127795077
Asty Priantini
127795084
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS 2013
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Esa atas bimbingan dan tuntunan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Kajian
terhadap
Metode
Lagrange
dan
Mekanika
Hamilton
merupakan suatu cara yang mempermudah penyelesaian suatu solusi mekanika klasik. dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui melalui pendekatan Newton. Sehingga diperlukan pendekatan baru dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel, misal energi totalnya Isi makalah ini kiranya dapat membantu pembaca dalam memahami Metode Lagrange dan mekanika Hamilton. Tak ada gading yang tak retak maka penulis mengharapkan usul dan saran yang yang dapat membangun isi tulisan ini.
Awal Juni 2013 Hafsemi Rafsenjani Rafsenjani Vantri Pieter Kelelufna Agustina Elizabeth Elizabeth Asty Priantini
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Esa atas bimbingan dan tuntunan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Kajian
terhadap
Metode
Lagrange
dan
Mekanika
Hamilton
merupakan suatu cara yang mempermudah penyelesaian suatu solusi mekanika klasik. dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui melalui pendekatan Newton. Sehingga diperlukan pendekatan baru dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel, misal energi totalnya Isi makalah ini kiranya dapat membantu pembaca dalam memahami Metode Lagrange dan mekanika Hamilton. Tak ada gading yang tak retak maka penulis mengharapkan usul dan saran yang yang dapat membangun isi tulisan ini.
Awal Juni 2013 Hafsemi Rafsenjani Rafsenjani Vantri Pieter Kelelufna Agustina Elizabeth Elizabeth Asty Priantini
DAFTAR ISI
Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN PEMBAHASAN A. Metode Lagrange B. Koordinat Umum (Umum) C. Gaya pada Sistem Koordinat Umum D. Gaya Umum untuk Sistem Konservatif E. Contoh Pemakaian Metode Lagrange F. Momentum Koordinat Umum G. Mekanika Hamilton PENUTUP Daftar Pustaka
Halaman i ii iii 1 3 5 7 8 9 24 28 32 iv
PENDAHULUAN
Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat diperoleh dengan meninjau energi kinetik dan energi potensial partikel tanpa perlu meninjau gaya yang beraksi pada partikel. Energi kinetik partikel dalam koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi potensial partikel yang bergerak dalam medan gaya konservatif adalah fungsi dari posisi. Jika didefinisikan Lagrangian sebagai selisih antara energi kinetik dan energi potensial. Jika ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang, maka diperlukan adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan mempertahankan kontak antara partikel dengan permukaan bidang. Namun, tak selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap partikel dapat diketahui. Pendekatan Newton memerlukan informasi gaya total yang beraksi pada partikel. Gaya total ini merupakan keseluruhan gaya yang beraksi pada partikel, termasuk juga gaya konstrain. Oleh karena itu, jika dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui, maka pendekatan Newton tidak berlaku. Sehingga diperlukan pendekatan baru dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel, misal energi totalnya. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan prinsip Hamilton, dimana persamaan Lagrange yakni persamaan umum dinamika partikel dapat diturunkan dari prinsip tersebut. Dari prinsip Hamilton, dengan mensyaratkan kondisi nilai stasioner maka dapat diturunkan persamaan Lagrange. Persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari koordinat umum, kecepatan umum, dan mungkin waktu. Ketergantungan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari hubungan konstrain terhadap waktu atau dikarenakan persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat kartesian dan koordinat umum mengandung fungsi waktu. Pada dasarnya, persamaan Lagrange ekivalen dengan persamaan gerak Newton, jika koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesian.
Dalam mekanika Newtonian, konsep gaya diperlukan sebagai kuantitas fisis yang berperan dalam aksi terhadap partikel. Dalam dinamika Lagrangian, kuantitas fisis yang ditinjau adalah energi kinetik dan energi potensial partikel. Keuntungannya, karena energi adalah besaran skalar, maka energi bersifat invarian terhadap transformasi koordinat. Dalam kondisi tertentu, tidaklah mungkin atau sulit menyatakan seluruh gaya yang beraksi terhadap partikel, maka pendekatan Newton menjadi rumit pula atau bahkan tak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, pada perkembangan berikutnya dari mekanika, prinsip Hamilton berperan penting karena ia hanya meninjau energi partikel saja.
PEMBAHASAN
A. Metode Lagrange
Permasalahan sistem pegas dengan massa yang ada di ujung pegas dapat diselesaikan dengan menggunakan
̈
yang dapat dituliskan dengan
. Solusi persamaan ini adalah fungsi sinusoidal. Diyakini bahwa
untuk menyelesaikan soulusi ini ada metode selain menggunakan
adalah
hanya memperhatikan kuantitas fisik energi kinetik dan energi potensial. Solusi umum Lagrangian adalah
... (1)
dengan, T = energi kinetik ; V = energi potensial
Gambar 2.1 Sistem pegas Pada sistem pegas berlaku persamaan Hooke :
Persamaan gerak pegas diberikan oleh persamaan :
atau dapat ditulis,
̈ ̇ ̇ ̇
... (2)
sehingga, persamaan Euler Lagrangian
... (4)
Solusi persamaan gerak menggunakan metode Lagrange dapat dicari dengan melihat persamaan Euler Lagrange dan persamaan gerak pegas di at as yaitu :
̇ ̇
Kemudian dicari solusi masing-masing persamaan (5) menjadi :
̇ ̇
̇̇ ∫ ∫ ̇ ̇ ̇ ̇
∫ ∫ ̇
Jadi solusi persamaan gerak pegas
Dengan metode Lagrange ini kita dapat mencari solusi persamaan gerak dan juga kita dapat mencari persamaan gerak dari solusi persamaan geraknya (lihat persamaan 6), dan persamaan geraknya diberikan oleh persamaan Euler Lagrange (lihat persamaan 4). Diperoleh :
̇ ̇ ̇ ̇ ̇ ̇ ̈
B. Koordinat Umum
Posisi sebuah partikel dalam l ruang dapat dinyatakan dengan menggunakan tiga jenis koordinat; dapat berupa koordinat Kartesian, koordinat polar atau koordinat silinder. Jika partikel bergerak pada sebuah bidang, atau pada sebuah permukaan yang terbatas, maka hanya dibutuhkan dua koordinat untuk menyatakan posisinya, sedangkan untuk partikel yang bergerak pada sebuah garis lurus atau pada lintasan lengkung cukup dengan menggunakan satu koordinat saja.
Jika sistem yang ditinjau mengandung N partikel, maka diperlukan paling kurang 3N koordinat untuk menyatakan posisi semua partikel. Secara umum, terdapat n jumlah minimum koordinat yang diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem. Koordinat-koordinat tersebut dinyatakan dengan
(8)
yang disebut dengan koordinat umum (generalized coordinates). Koordinat
dapat saja berupa sudut atau jarak. Tiap koordinat dapat berubah secara bebas terhadap lainnya (holonomic). Jumlah koordinat n dalam hal ini disebut dengan derajat kebebasan sistem tersebut.
Dalam sistem yang nonholonomic, masing-masing koordinat tidak dapat berubah secara bebas satu sama lain, yang berarti bahwa banyaknya derajat kebebasan adalah lebih kecil dari jumlah minimum koordinat yang diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem. Salah satu contoh sistem nonholonomic adalah sebuah bola yang dibatasi meluncur pada sebuah bidang kasar. Lima koordinat diperlukan untuk menyatakan konfigurasi sistem, yakni dua koordinat untuk menyatakan posisi pusat bola dan tiga koordinat untuk menyatakan perputarannya. Dalam hal ini, koordinat-koordinat tersebut tidak dapat berubah semuanya secara bebas. Jika bola tersebut menggelinding, paling kurang dua koordinat mesti berubah. Dalam pembahasan selanjutnya kita akan membatasi diri pada sistem holonomic.
Untuk partikel tunggal, fungsi koordinat umum lebih mudah diungkapkan dengan menggunakan koordinat Kartesius:
(satu derajat kebebasan – gerak pada sebuah kurva)
(dua
derajat
kebebasan – gerak
pada
sebuah
permukaan)
Misalkan
(tiga derajat kebebasan – gerak pada bidang)
berubah dari harga awal
menuju harga
. Perubahan koordinat Kartesius yang bersesuaian adalah:
turunan parsial
(9) (10) (11)
dan seterusnya adalah fungsi dari .
Sebagai contoh sebuah partikel bergerak dalam bidang; kita memilih koordinat polar untuk menyatakan konfigurasi sistem, maka dalam hal ini :
Gambar 2.2 Koordinat Polar
selanjutnya,
dan,
(12)
(13)
(14) (15)
Perubahan konfigurasi dari
titik
ke konfigurasi di dekatnya
menyatakan perpindahan partikel ke
ke titik di dekatnya
∑ ∑ ∑
(16)
(17)
(18)
dimana:
dari
Persamaan (16 – 18) menunjukkan turunan parsialnya merupakan fungsi
indeks
.
Selanjutnya indeks untuk menyatakan koordinat rectangular, dan untuk menyatakan koordinat umum. Simbol
menyatakan mengandung
sembarang
koordinat
rectangular.
Jadi,
dipakai untuk
untuk
sistem
yang
partikel, dapat berharga antara 1 dan 3 .
C. Gaya pada Sistem Koordinat Umum
Jika sebuah partikel mengalami pergeseran sejauh dibawah
pengaruh sebuah gaya aksi , gaya yang bekerja padanya dinyatakan dengan
(19)
Dalam bentuk yag lebih sederhana dinyatakan dengan
∑
(20)
Tampak bahwa persamaan di atas tidak hanya berlaku untuk partikel tunggal, tetapi juga untuk sistem banyak partikel. Untuk satu partikel, harga adalah dari 1 sampai 3. Untuk Jika pertambahan diperoleh
partikel, harga adalah dari 1 sampai 3 .
dinyatakan dalam koordinat umum, maka
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
(21)
Persamaan di atas dapat ditulis
∑ ∑
dimana
(22)
Besaran
yang didefinisikan menurut persamaan di atas disebut
dengan gaya umum. Oleh karena perkalian dimensi jika
(23)
adalah gaya jika
menyatakan sudut.
memiliki dimensi usaha, maka
menyatakan jarak, dan dimensi
adalah torka
D. Gaya Umum untuk Sistem Konservatif
Jika sebuah gaya bekerja pada sebuah partikel dalam sebuah medan gaya konservatif, besarnya gaya tersebut dinyatakan oleh persamaan
(24)
dimana V menyatakan sebuah fungsi energi potensial. Oleh karena itu perumusan gaya umum dapat dinyatakan
merupakan turunan parsial
terhadap
(25)
, maka (26)
⁄ ⁄
Misalkan, kita menggunakan koordinat polar, gaya umum dapat dinyatakan dengan
;
;
merupakan fungsi saja (dalam kasus gaya sentral), maka
, maka
. Jika
.
Persamaan diferensial gerak untuk suatu sistem konservatif dapat dicari jika kita ketahui fungsi Lagrangian dalam bentuk koordinat tertentu. Di sisi
lain, jika gaya rampatan tidak konservatif, misalkan nilainya adalah Q 'k , maka kita dapat menuliskan Q k
Q 'k
V q k
Selanjutnya kita dapat mendefinisikan sebuah fungsi Lagrangian menuliskan persamaan diferensial gerak dalam bentuk
(27)
L L Q 'k dt q k q k
(28)
L L Qk ' qk qk
(29)
, dan
d
d dt
Bentuk di atas lebih mudah dipakai jika gaya gesekan diperhitungkan.
E. Contoh Pemakaian Metode Lagrange
Prosedur umum yang dipakai untuk mencari persamaan diferensial gerak dari sebuah sistem adalah sebagai berikut: 1. Pilih sebuah kumpulan koordinat untuk menyatakan konfigurasi siste m. 2. Cari energi kinetik T sebagai fungsi koordinat tersebut beserta turunannya terhadap waktu. 3. Jika sistem tersebut konservatif, cari energi potensial V sebagai fungsi koordinatnya, atau jika sistem tersebut tidak konservatif, cari koordinat umum Qk . 4. Persamaan deferensial gerak selanjutnya dapat dicari dengan menggunakan persamaan di atas. Beberapa contoh pemakaian metode Lagrange
1. Sebuah pendulum dengan terbuat dari pegas dengan massa m.
Pegas terikat kuat pada garis bidang datar (massa pegas diabaikan) dengan panjang pegas adalah
kamudian pegas tersebut ditarik sejauh .
Gambar 2.3 Pendulum
(̇ ̇) (̇ ̇) (̇ ̇) ̇ ̇ ̇ ̈ ̇ ̇ ( ̇) ̈ ̇ ̇
Persaman Lagrange
Persamaan gerak
2. Sebuah partikel bermassa m yang bergerak akibat pengaruh gaya sentral pada sebuah bidang.
Misalkan koordinat polar (r,) digunakan sebagai koordinat umum (umum). Koordinat Cartesian (r,) dapat dihubungkan melalui :
x = r cos
y = r sin
Energi kinetik partikel
12 m x2 y2 12 m r2 r2 2
T 12 mv2
Energi potensial gaya sentral V
k
x
2
1/ 2
y2
k r
Persamaan Lagrange untuk sistem ini
L T V 12 m r 2 r 2 2
k r
dari persamaan Lagrange
T T V dt q k q k q k d
L L 0 dt q k q k d
substitusi q1 = r dan q 2 = , diperoleh:
L L 0 dt r r d
L L 0 dt d
Dari kedua persamaan di atas diperoleh
L mr r d L mr dt r k L mr 2 2 r r mr 2 mr 2
k r 2
Untuk partikel yang bergerak dalam gaya konservatif
F(r)
k V(r) 2 r r r
jadi, mr 2
mr2 Fr
dari persamaan Lagrange
L mr 2
L
0
L 2mrr mr 2 dt d
2mrr mr 2 0 d
dJ
mr dt 0 dt
atau,
2
Hal ini berarti bahwa J merupakan momentum sudut yang nilainya konstan. Integrasi persamaan di atas menghasilkan J mr 2 = konstan Berdasarkan persamaan di atas dapat dikatakan bahwa dalam medan konservatif momentum sudut J, merupakan tetapan gerak.
3. Osilator Harmonik
Sebuah osilator harmonik 1-dimensi, dan misalkan padanya bekerja sebuah gaya peredam yang besarnya sebanding dengan kecepatan. Oleh karena itu sistem dapat dipandang tidak konservatif. Jika x menyatakan pergeseran koordinat, maka fungsi Lagrangiannya adalah L=T-V=
1 2
mx 2
12 kx 2
dimana m adalah massa dan k adalah tetapan pegas. Selanjutnya:
L mx x
L kx x
Oleh karena pada sistem bekerja gaya yang tidak konservatif yang harganya sebanding dengan kecepatan; dalam hal ini Q' = -c x , sehingga persamaan gerak dapat ditulis :
d dt
mx cx (kx )
mx cx kx 0 Ini tak lain adalah persamaan gerak osilator harmonik satu dimensi dengan gaya peredam. 4. Parikel yang berada dalam Medan Sentral
Rumuskan persamaan Lagrange gerak sebuah partikel dalam sebuah bidang di bawah pengaruh gaya sentral. Kita pilih koordinat polar q 1 = r, q2 = . Maka T
1 2
mv 2
1 2
2 mr
r 2 2
V V( r ) L
1 2
2 mr
r 2 2 V r
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan Lagrange, diperoleh :
L mr r
L mr 2 f (r ) r
L 0
L mr 2
Oleh karena sistemnya tidak konservatif, maka persamaan geraknya adalah :
L L dt r r
L L dt
d
mr 2 mr
f ( r )
d
d dt
mr 0 2
5. Pesawat Adwood
Sebuah pesawat Atwood yang terdiri dari dua benda bermassa m 1 dan m2 dihubungkan oleh tali homogen yang panjangnya l m dan dilewatkan pada katrol (lihat gambar). Sistem ini memiliki satu derajat kebebasan. Kita ambil variabel x untuk menyatakan konfigurasi sistem, dimana x adalah jarak vertikal dari katrol ke massa m 1 seperti yang ditunjukkan pada gambar.
a
l-x x
m1
m2
Gambar 2.4 Pesawat Atwood Tunggal Kecepatan sudut katrol adalah x / a , dimana a adalah jari-jari katrol. Energi kinetik sistem ini adalah : T m1 x 1 2
2
1 2
m 2 x
2
1 2
I
x 2 a2
dimana I adalah momen inersia katrol. Energi potensial sistem adalah : V
m2 gx m1 g( l x )
Anggap bahwa pada sistem tidak bekerja gaya gesekan, sehingga fungsi Lagrangiannya adalah L
1 2
m m I x 2 gm m x m gl 1 2 1 2 2 a 2
dan persamaan Lagrangenya adalah
L L dt x x d
yang berarti bahwa,
m m I x gm m 1 2 1 2 a 2 atau, xg
m1 m 2 m1 m 2 I / a 2
adalah percepatan sistem. Nampak bahwa jika m 1>m2, maka m1 akan bergerak turun, sebaliknya jika m 1
Pesawat Atwood ganda diperlihatkan pada gambar 2.5. Nampak bahwa sistem tersebut mempunyai dua derajat kebebasan. Kita akan menyatakan konfigurasi sistem dengan koordinat x dan x'. Massa katrol dalam hal ini diabaikan (untuk menyederhanakan persoalan). Energi kinetik dan energi potensial sistem adalah : T
12 m1 x 2 12 m 2 ( x x ' ) 2 12 m 3 ( x x ' ) 2
V m1gx m 2 g(l x x' ) m 3 g(l x l' x' ) dimana m1, m2 dan m3 adalah massa masing-masing beban, dan l serta l' adalah panjang tali penghubungnya.
l-x x
m1
l'-x’ m2 m3
Gambar 2.5 Pesawat Atwood Ganda
L
1 2
m1x 2
g(m 2
1 2
m2 (x x ') 2
1 2
m3 ( x x ') 2 g(m1 m 2 m 3 )x
m3 )x' tetapan
sehingga persamaan geraknya dapat ditulis :
L L dt x x d
d L dt x '
L x'
dengan penyelesaian m1x m 2 (x x' ) m 3 ( x x' ) g( m1 m 2 m 3 ) m 2 ( x x' ) m3 ( x x' ) g( m 2 m 3 ) dan dari persamaan ini percepatan x dan x' dapat ditentukan. 7. Partikel yang bergerak pada bidang miring yang dapat digerakkan.
Mari kita tinjau sebuah persoalan dimana sebuah partikel meluncur pada sebuah bidang miring yang juga dapat bergerak pada permukaan datar yang licin, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6. Dalam persoalan ini terdapat dua derajat kebebasan, sehingga kita butuhkan dua koordinat untuk menggambarkan keadaan sistem yang kita tinjau. Kita akan memilih koordinat x dan x' yang masing-masing menyatakan pergeseran dalam arah horisontal bidang terhadap titik acuan dan pergeseran partikel dari titik acuan terhadap bidang seperti yang ditunjukkan pada gambar.
Dari analisis diagram vektor kecepatan, nampak bahwa kuadrat kecepatan partikel diperoleh dengan menggunakan hukum kosinus :
v2
x 2 x '2 2x x ' cos
Oleh karena itu energi kinetiknya adalah T 12 mv 2 12 Mx 2
12 m( x 2 x '2 2x 2 x '2 cos) 12 Mx 2
dimana M adalah massa bidang miring dengan sudut kemiringan , seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.6. dan m adalah massa partikel. Energi potensial sistem tak terkait dengan x oleh karena bidangnya horisontal, sehingga kita dapat tuliskan : V=mgx'sin + tetapan dan L 12 m(x 2 x '2 2xx 'cos ) 12 Mx 2 mgx 'sin tetapan
Persamaan geraknya d
L L dt x x
L L dt x ' x'
m(x x' cos) Mx 0 ;
m(x ' xcos ) mgsin
d
Sehingga
'
Percepatan x dan x adalah :
x
g sin cos mM cos2 m
x'
g sin 1
m cos2 mM
x '
v x'
m x
M
Gambar 2.6 gerak pada bidang miring dan representasi vektor
8. Penurunan persamaan Euler untuk rotasi bebas sebuah benda tegar.
Metode Lagrange dapat digunakan untuk menurunkan persamaan Euler untuk gerak sebuah benda tegar. Kita akan tinjau kasus torka - rotasi bebas. Kita ketahui bahwa energi kinetik diberikan oleh persamaan: T
1 2
(I112
I 2 22 I 3 32 )
Dalam hal ini harga mengacu pada sumbu utama. dapat dinyatakan dalam sudut Euler , dan sebagai berikut:
1 cos sin sin 2 sin sin cos 3 cos Dengan memperhatikan sudut Eulerian sebagai koordinat umum, persamaan geraknya adalah:
L L dt d d dt
L L
d L
dt
L
oleh karena Q (gaya umum) semuanya nol. Dengan menggunakan dalil rantai (chain rule):
L T 3 3 Sehingga
L I3 3 dt d
Dengan menggunakan lagi aturan rantai, kita peroleh
T I11 1 I 22 2 I11 ( sin sin cos ) I 22 ( cos sin sin )
I112 I 221 Dapat diperoleh
3 I 3
12 (I1 I 2 ) 9. Sebuah benda bermassa m (gambar 2.7) meluncur dengan bebas pada sebuah kawat dengan lintasan berbentuk lingkaran dengan jari-jari a.
Lingkaran kawat berputar searah jarum jam pada bidang horisontal dengaan kecepatan sudut ɷ di sekitar titik O. a. Selidiki bagaimana gerak benda tersebut b. Bagaimana reaksi lingkaran kawat
Gambar 2.7 Gerak padakawat melingkar a. Perhatikan gambar di atas. C adalah pusat lingkaran kawat. Diameter OA membentuk sudut
t
dengan sumbu-X, sedangkan benda bermassa m
membentuk sudut θ dengan diameter OA. Jika yang kita perhatikan hanyalah gerak benda bermassa m saja, maka sistem yang kita tinjau memiliki satu derajat kebebasan, oleh karena itu hanya koordinat umum q = θ yang dipakai. Berdasarkan gambar 2.7 a dan 2.7 b, kita dapat tuliskan:
x
a cos t a cos(t )
y a sin t a sin(t ) x
a sin t asin(t )(t )
y a cos t a cos(t )(t ) Kuadratkan persamaan-persamaan di atas, kemudian jumlahkan akan diperoleh besaran energi kinetik
T 12 mx 2
y 2 12 ma 2 2 2 cos
T ma 2 cos dan,
2
T ma 2 sin dt d
T ma 2 sin Selanjutnya persamaan Lagrange :
T T Q1 dt q 1 q1 d
Dalam hal ini Q1 = 0 dan q 1 = θ, maka persamaan yang dihasilkan : ma 2 sin
ma 2 sin 0 2 sin 0
Persamaan di atas menggambarkan gerak benda bermassa m pada lingkaran kawat. Untuk harga θ yang cukup kecil,
2 0 yang tak lain adalah gerak bandul sederhana. Bandingkan dengan persamaan berikut :
g 0 l
dan diperoleh 2
g l
atau
l
g
2
Benda bermassa m berosilasi di sekitar garis berputar OA sebagai bandul 2 sederhana yang panjangnya l g / . Persamaan tersebut selanjutnya dapat juga
digunakan untuk menghitung kecepatan dan posisi benda bermassa m.
b. Untuk menghitung reaksi kawat, kita mesti melihat pergeseran virtual massa m dalam suatu arah yang tegaklurus pada kawat. Untuk maksud tersebut, kita anggap bahwa jarak CB sama dengan jarak r (merupakan variabel dan bukan tetapan), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 c. Maka dalam hal ini terdapat dua derajat kebebasan dan dua koordinat umum, yakni r dan . Dari gambar nampak bahwa:
x a cos t r cos t y
a sin t r sin t
x
a sin t r cos t r sin t
y
a cos t r sin t r cos t
T
1 m x 2 y 2 2 1 2 m a 2 2 r 2
r 2 2 a r sin 2 a r cos 2
d T
T Qr r dt r Dimana Qr = R adalah gaya reaksi. Nilai dari
T r dan T r diperoleh dari
didapatkan :
R m r a cos r
2
r a ,
0 , r
dan
a cos 0 r
R ma 2 cos
2
yang merupakan persamaan yang menyatakan reaksi kawat. 10.
Gerak sebuah partikel dengan massa m yang bergerak pada
bidang sebuah kerucut dengan sudut setengah puncak ( half-angle )
Gaya yang bekerja hanyalah yang disebabkan oleh gaya gravitasi saja.
Gambar 2.8 Gerak pada Kerucut
Misalkan puncak kerucut berada di titik O (pusat koordinat dalam gambar), sedangkan sumbu kerucut berimpit dengan sumbu z. Posisi partikel pada permukaan kerucut dapat dinyatakan dengan koordinat Cartesian ( x,y,z ). Namun kita akan gunakan koordinat silinder ( r , , z ) sebagai koordinat umumnya. Tidak semua ketiga koordinat tersebut a adalah independen (bebas satu sama lain). Koordinat z dan r dihubungkan oleh parameter melalui persamaan : z r cot
r cot z Kemudian diperoleh dua derajat kebebasan. Bisa digunakan r , θ sebagai koordinat umum dan menghilangkan z dengan menggunakan persamaan pembatas diatas. Energi kinetik massa m adalah : T
1 2
1 2
mv 2
1 2
2 m r
r 2 2 z 2
1 2
2 1 cot 2 r 2 2 m r
2 csc2 r 2 2 mr
atau Energi potensial massa m (anggap V = 0 dan z = 0) : V mgz mgr cot Kemudian Lagrangian L sistem : L T V
1 2
2 csc 2 r 2 2 mgr cot mr
Persamaan Lagrange untuk koordinat r adalah :
d L
L 0 r dt r L mr csc2 , r
d L
L mr csc2 , mr 2 mg cot dt r r
r r 2 sin 2 g cos sin 0 Ini adalah persamaan gerak untuk koordinat r . Persamaan Lagrange untuk koordinat θ adalah :
d L
L 0 dt Dengan memasukkan nilai L, diperoleh :
L mr 2 d dt
dan
L 0
mr d J 0 2
dt
z
Artinya J z
mr 2 konstan
F. Momentum Koordinat Umum
Tinjaulah gerak sebuah partikel tunggal yang bergerak sepanjang garis lurus (rectilinier motion). Energi kinetiknya adalah T 12 mx 2
(30)
dimana m adalah massa partikel, dan x adalah koordinat posisinya. Selanjutnya disamping mendefinisikan momentum partikel p sebagai hasil kali m x , kita juga dapat mendefinisikan p sebagai kuantitas T
p
x , yakni:
T mx x
(31)
Dalam kasus dimana sebuah sistem yang digambarkan oleh koordinat umum q1, q2, …, qk … qn, kuantitas pk didefinisikan dengan p k
L q k
(32)
yang disebut momentum umum. Persamaan Lagrange untuk sistem konservatif dapat ditulis p k
L q k
(33)
Misalkan dalam kasus khusus, satu dari koordinatnya, katakanlah q , tidak tersirat secara eksplisit dalam L. Maka
L q
p
p
tetapan c
(34)
sehingga (35)
Dalam kasus ini, koordinat q dikatakan dapat terabaikan (ignorable). Momentum umum yang diasosiasikan dengan koordinat terabaikan tak lain adalah tetapan gerak sistem. Sebagai contoh, dalam persoalan partikel yang meluncur pada bidang miring yang licin (yang telah dikerjakan pada bagian sebelumnya), kita dapatkan bahwa koordinat x, posisi bidang, tidak tersirat dalam fungsi Lagrangian L. Oleh karena x merupakan suatu koordinat terabaikan, maka p x
L (M m) x mx ' cos tetapan x
(36)
Kita dapat lihat bahwa ternyata px adalah komponen total dalam arah mendatar dari momentum linier sistem dan oleh karena tidak terdapat gaya yang bekerja dalam arah mendatar pada sistem, komponen momentum linier dalam arah mendatar harus konstan. Contoh lain koordinat terabaikan dapat dilihat dalam kasus gerak partikel dalam medan sentral. Dalam koordinat polar
2 L 12 m r
r 2 2 V ( r )
(37)
seperti yang diperlihatkan dalam contoh di atas. Dalam kasus ini adalah koordinat terabaikan dan p
L mr 2 tetapan
(38)
yang sebagaimana telah kita ketahui dari bab terdahulu adalah momentum sudut di sekitar titik asal.
Contoh
Bandul sferis, atau potongan sabun dalam mangkuk . Suatu persoalan klasik dalam mekanika adalah bahwa partikel yang terbatasi untuk berada pada permukaan sferis yang licin di bawah pengaruh gravitasi, seperti sebuah massa kecil meluncur pada permukaan mangkuk yang licin. Kasus ini juga digambarkan oleh bandul sederhana yang berayun dengan bebas dalam sembarang arah, Gambar 2.9. Ini dinamakan bandul sferis, yang dinyatakan sebelumnya dalam bagian terdahulu. z
l
m
mg y
x
Gambar 2.9 Bandul sferis Dalam hal ini terdapat dua derajat kebebasan, dan kita akan menggunakan koordinat umum dan seperti yang ditunjukkan. Hal ini kenyataannya ekivalen dengan koordinat bola dengan r = l = tetapan dimana l adalah panjang tali bandul. Kedua komponen kecepatan adalah v = l dan v = l sin . Ketinggian bola bandul, dihitung dari bidang-xy, adalah (l - l cos θ) ,
sehingga fungsi Lagrangian adalah
L
1 2
ml2 ( 2 sin 2 2 ) mgl(1 cos)
(39)
Koordinat dapat diabaikan, sehingga diperoleh p
L ml2 sin 2 tetapan
(37)
Ini adalah momentum sudut di sekitar sumbu tegak atau sumbu z. Kita akan menundanya untuk persamaan dalam :
L L dt d
(40)
yang dapat juga dinyatakan sebagai: ml 2 ml 2 sin cos 2 mgl sin
(41)
Mari kita perkenalkan tetapan h, yang didefinisikan dengan: h sin
p
ml 2
(42)
Selanjutnya persamaan diferensial gerak dalam menjadi 2 g sin h 2 cos 0 2
l
sin
(43)
Persamaan (43) mengandung beberapa makna sebagai berikut. Pertama, jika sudut konstan, maka h = 0. Akibatnya, persamaan di atas dapat ditulis sebagai :
g sin 0
(44)
l
yang tak lain adalah persamaan gerak bandul sederhana. Geraknya berada dalam bidang = o = konstan. Kedua, adalah kasus banduk konik ( conical pendulum). Dalam hal ini, gantungan bandul menggambarkan suatu lingkaran horisontal, sehingga = o = konstan. Jadi, 0 dan 0 , sehingga persamaan (44) dapat disederhanakan menjadi :
g l
sin o
h
2
h2
cos 2 o sin 2 o
0
(45)
atau : g l
sin 4 o sec o
(46)
Dari nilai h yang diperoleh pada persamaan di atas, maka
g
o2 sec o l
yang tak lain adalah persamaan gerak bandul konik.
(47)
=2
=1
Gambar 2.10 Gerak pada permukaan bola
G. Mekanika Hamilton
Persamaan Hamilton untuk gerak pada sebuah fungsi dari koordinat umum H
q p k
k
L
(48)
k
Untuk sebuah sistem dinamik sederhana, energi kinetik sistem adalah fungsi kuadrat dari q dan energi potensialnya merupakan fungsi q saja :
L T(q k , q k ) V(q k )
(49)
Berdasarkan teorema Euler untuk fungsi homogen, diperoleh
q k p k L
k
q k
k
L q k
k
q k
T 2T q k
(50)
Oleh karena itu :
H
q p k
k
L 2T (T V) T V
(51)
k
Persamaan ini tak lain adalah energi total dari sistem yang kita tinjau. Selanjutnya, pandang n buah persamaan yang ditulis sebagai : p k
L q k
(k = 1,2, …n)
(52)
dan nyatakan dalam q dalam p dan q
q k q k ( p k , q k )
(53)
Dengan persamaan di atas, kita dapat nyatakan fungsi H yang bersesuaian dengan variasi p k , q k sebagai berikut :
H
k
L L p q q p q q k k k k k k q q k k
(54)
Suku pertama dan suku kedua yang ada dalam tanda kurung saling meniadakan, oleh karena menurut defenisi p k L / q k , oleh karena itu:
H
q p
k
p k q k
(55)
k
Variasi fungsi H selanjutnya dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
H
k
H H p p k q q k k k
(56)
Akhirnya diperoleh :
H q k p k
(57)
H p k q k Dua persamaan terakhir ini dikenal dengan persamaan kanonik Hamilton untuk gerak. Persamaan-persamaan ini terdiri dari 2n persamaan defernsial orde-1 (bandingkan dengan persamaan Lagrange yang mengandung n persamaan diferensial orde-2. Persamaan Hamilton banyak dipakai dalam mekanika kuantum (teori dasar gejala atomik).
Contoh pemakaian.
1. Gunakan persamaan Hamilton untuk mencari persamaan gerak osilator harmonik satu dimensi. Jawab : Energi kinetik dan energi potensial sistem dapat dinyatakan sebagai :
1
T
2
mx 2 dan V
1 2
Kx 2
(58)
Momentumnya dapat ditulis p
T p mx atau x x m
(59)
Hamiltoniannya dapat ditulis : HTV
1
p 2 2m
K 2 x 2
(60)
Persamaan geraknya adalah : H p
H p x
x
(61)
dan diperoleh : p m
x
Kx
p
Persamaan pertama menyatakan hubungan momentum-kecepatan. Dengan menggunakan kedua persamaan di atas, dapat kita tulis :
mx Kx
0
(62)
yang tak lain adalah persamaan osilator harmonik.
2. Gunakan persamaan Hamilton untuk mencari persamaan gerak benda yang berada di bawah pengaruh medan sentral. Jawab : Energi kinetik dan energi potensial sistem dapat dinyatakan dalam koordinat polar sebagai berikut:
T
m 2
(r 2
r 2 2 )
dan V=V(r)
(63)
Jadi : p r p
T mr r
T mr 2
Akibatnya :
r
p r
m
p mr 2
(64)
(65)
1
H
2m
( p
2 r
p 2 2
r
) V(r )
(66)
Persamaan Hamiltoniannya: H p r
, r
H H H , p p r , p r
(67)
Selanjutnya: p r
r
m
(68)
V(r ) p 2 p r r mr 3 p
(69)
(70)
p 0
(71)
2
mr
Dua persamaan yang terakhir menunjukkan bahwa momentum sudut t etap, p
kons tan mr 2 mh
(72)
Sedangkan dua persamaan sebelumnya memberikan,
p r mr
mh 2 3
r
V(r ) r
untuk persamaan gerak dalam arah radial.
(71)
PENUTUP
Dari pembahasan di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Jika ditinjau gerak partikel yang terkendala pada suatu permukaan bidang, maka diperlukan adanya gaya tertentu yakni gaya konstrain yang berperan mempertahankan kontak antara partikel dengan permukaan bidang. Namun, tak selamanya gaya konstrain yang beraksi terhadap partikel dapat diketahui. 2. Dalam kondisi khusus terdapat gaya yang tak dapat diketahui, maka pendekatan Newtonian tak berlaku. Sehingga diperlukan pendekatan baru dengan meninjau kuantitas fisis lain yang merupakan karakteristik partikel, misal energi totalnya. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan prinsip Hamilton, dimana persamaan Lagrange yakni persamaan umum dinamika partikel dapat diturunkan dari prinsip tersebut. 3. Prinsip Hamilton mengatakan, lintasan nyata yang diikuti sistem dinamis adalah lintasan yang meminimumkan integral waktu selisih antara energi kinetik dengan energi potensial. 4. Persamaan gerak partikel yang dinyatakan oleh persamaan Lagrange dapat diperoleh dengan meninjau energi kinetik dan energi potensial partikel tanpa perlu meninjau gaya yang beraksi pada partikel.Energi kinetik partikel dalam koordinat kartesian adalah fungsi dari kecepatan, energi potensial partikel yang bergerak dalam medan gaya konservatif adalah fungsi dari posisi. 5. Persamaan Lagrange merupakan persamaan gerak partikel sebagai fungsi dari koordinat umum, kecepatan umum, dan mungkin waktu. 6. Pada dasarnya, persamaan Lagrange ekivalen dengan persamaan gerak Newton, jika koordinat yang digunakan adalah koordinat kartesian. 7. Hubungan Lagrangian terhadap waktu merupakan konsekuensi dari gaya konstrain terhadap waktu atau dikarenakan persamaan transformasi yang menghubungkan koordinat kartesian dan koordinat umum mengandung fungsi waktu.