PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK KOMBINASI GERAKAN TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PWU TUREN KABUPATEN MALANG
OLEH : Kelompok 2 Lutfi Pradipta Hadi S. Kep Ana Nisaul W S.Kep Saik Arzanul S S. Kep Nazhilatul Khoiriyah S. Kep Hajar Dewi Fumaya Putri S. Kep Franxiskus Gaguk N S.Kep Intan Anggraeni S. Kep Fitriyah S. Kep Chisniyah Ismy S. Kep Cholid Aman Arif S. Kep
PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes WIDYA CIPTA HUSADA KEPANJEN KABUPATEN MALANG 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan gerontik merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang professional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia > 60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit, yang bertujuan untuk memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tekhnik keperawatan gerontik (Maryam, dkk 2011). Menua identik terjadi pada lanjut usia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional sehingga menyebabkan adanya gangguan, ketidakmampuan dan sering terjadi penyakit (Rochman & Aswin, 2001). Menurut WHO (World Health Organization) dan ISH (The International Society of Hypertension) tahun 2003, terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita hipertensi tidak mendapatkan pengobatan yang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil Riskesdas (2007), prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dan di Provinsi Jawa Timur sebesar 37,4%. Apabila penyakit hipertensi tidak terkontrol, akan menyerang target organ seperti jantung, ginjal dan mata, serta dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal dan kebutaan. Menurut penelitian (Rahajeng dan tuminah, 2009), penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Berdasarkan data penyakit terbanyak di seluruh rumah sakit Provinsi Jawa Timur 2010 terjadi 4,89% kasus hipertensi esensial dan 1,08% kasus
hipertensi sekunder. Menurut STP (Surveilans Terpadu Penyakit) Puskesmas di Jawa Timur total penderita hipertensi di Jawa Timur tahun 2011 sebanyak 285.724 pasien. Jumlah tersebut terhitung mulai bulan Januari hingga September 2011. Dengan jumlah penderita tertinggi pada bulan Mei 2011 sebanyak 46.626 pasien (Dinkes Jatim, 2011). Menurut data yang didapat di PWU “Trisno Mukti” Turen didapatkan lansia yang mengalami hipertensi sebanyak 16 orang dari 38 orang. Terapi musik klasik ini bekerja pada otak, dimana ketika didorong oleh rangsangan dari luar (terapi musik klasik), maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan menyangkutkan ke dalam reseptor – reseptor mereka yang ada di dalam tubuh dan akan memberikan umpan balik berupa ketenangan dan menjadi rileks (Nicholas & Humenick, 2002). Keuntungan terapi musik klasik disbanding terapi yang lain adalah terapi musik mampu mempengaruhi kemampuan bahasa dan konsentrasi yang akhirnya berakibat pada hilangnya kualitas hidup dan peningkatan konsentrasi. Sehingga musik dapat mengembalikan kemampuan tersebut pada penderita depresi. Otak dapat memberitahu bagaimana cara kerja yang terjadi dalam musik, baik saat mendengar, menciptakan ataupun mempertunjukkannya, ini sangat sederhana karna kerja otak dapat dipicu oleh perilaku dan perhatian manusia terhadap kesadaran, pikiran, persepsi dan sejenisnya (DJohan, 2006). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala PWU “Trisno Mukti” Turen mengatakan bahwa dalam mengatasi hipertensi pada lansia tersebut pihak panti mengadakan kegiatan kerohanian setiap hari pada pagi hari meliputi berdoa bersama. dan bimbingan keagaman, namun kegiatan ini diakui kepala PWU Turen masih belum efektif untuk menurunkan tekanan darah pada lansia. Terapi musik tidak ada dalam kegiatan jadwal lansia, terapi musik hanya dilakukan jika ada mahasiswa yang melakukan praktik di PWU Turen yang dilakukan satu kali dalam seminggu. Melihat fenomena di atas maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik, yang meliputi
pengukuran tekanan darah, pemilihan jenis music yang sesuai, serta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan terapi musik. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan mini riset dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi di PWU “Trisno Mukti” Turen kabupaten malang”. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah pengaruh tekanan darah pada lansia sebelum diberikan intervensi terapi musik klasik yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen? 1.2.2Bagaimanakah pengaruh tekanan darah pada lansia sesudah diberikan intervensi terapi musik klasik dan gerakan yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen? 1.2.3 Apakah ada pengaruh terapi musik klasik dan kombinasi gerakan terhadap penurunan tekanan darah pada lansia yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh terapi musik klasik kombinasi gerakan terhadap penurunan tekanan darah pada lansia yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengukur tekanan darah pada lansia yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen sebelum diberikan intervensi terapi music kombinasi gerakan. 1.3.2.2 Mengukur tekanan darah pada lansia yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen setelah diberikan intervensi terapi music kombinasi gerakan. 1.3.2.3 Menganalisis pengaruh terapi music kombinasi gerakan terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen.
1.1 Manfaat Penelitian 1.4.3 Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan terkait penelitian yang dilakukan dan juga untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya tentang hipertensi pada lansia. 1.4.2 Bagi PWU Trisno Mukti Sebagai masukan informasi tentang terapi musik pada lansia dan juga dapat digunakan sebagai strategi dalam penatalaksanaan hipertensi pada lansia di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen 1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya tentang hipertensi pada lansia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun (Potter & Perry, 2005). Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase
menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013). 2.1.2 Teori Proses Lansia Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho, 2000). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley and Patricia, 2006). Darmojo dan Martono (1994), dalam Nugroho (2008), mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. a. Teori Biologis 1) Teori Radikal Bebas Radikal bebas
merupakan
contoh
produk
sampah
metabolisme yang dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas
tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel dan replikasi DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh karena itu tampaknya terkait dengan radikal bebas. 2) Teori Cross-link Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara melokulmelokul yang normalnya terpisah (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). 3) Teori Imunologis Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga pada lamsia akan sangat mudah mengalami
infeksi
dan
kanker.perubahan
sistem
imun
ini
diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem imun itu sendiri.
b. Teori Psikososial 1) Disengagement theory (pemisahan diri) Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan
kontak
sosial
bagi lansia
adalah
agar
dapat
menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai. 2) Teori Aktivitas Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan. 3) Teori Kontinuitas Teori kontinuitas
mencoba
menjelaskan
mengenai
kemungkinan kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan kualitas hidup. 2.2 Hipertensi Pada Lansia 2.2.1 Pengertian Hipertensi
adalah
tekanan
darah
persisten dimana
tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer, 2001). Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis
(dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurangkurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. 2.2.2 Epidemiologi Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM) dimana diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Merokok adalah faktor risiko utama untuk mobilitas dan mortalitas Kardiovaskuler. Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 615% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu. 2.2.3 Etiologi Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis : a. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder : 1. Penyakit Ginjal a) Stenosis arteri renalis b) Pielonefritis c) Glomerulonefritis
d) Tumor-tumor ginjal e) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan) f) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal) g) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal 2. Kelainan Hormonal a) Hiperaldosteronism b) Sindroma Cushing c) Feokromositoma 3. Obat-obatan a) Pil KB b) Kortikosteroid c) Siklosporin d) Eritropoietin e) Kokain f) Penyalahgunaan alkohol g) Kayu manis (dalam jumlah sangat besar) 4. Penyebab Lainnya a) Koartasio aorta b) Preeklamsi pada kehamilan c) Porfiria intermiten akut d) Keracunan timbal akut Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu : a) Peningkatan kecepatan denyut jantung b) Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama c) Peningkatan TPR yang berlangsung lama 2.2.4 Faktor predisposisi Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah
satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. 2.2.5 Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi. Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan
aktivitas
vasokonstriksi.
Medulla
adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. 2.2.6 Manefestasi Klinis Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: a. Sakit kepala b. Kelelahan c. Mual
d. Muntah e. Sesak nafas f. Gelisah g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. 2.2.7 Klasifikasi The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu : Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih * Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg) Normal < 130 <85 Normal tinggi 130-139 85-89 Hipertensi Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99 Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109 Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110 Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancyinduced hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptidavasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang, koma, dan kematian. 2.2.8 Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah diantaranya : a. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). b. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
c. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. d. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi : a. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL b. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi. c. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium
serum
(meningkat
menunjukkan
aldosteron
yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi). d. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan 2.2.10 Penatalaksanaan Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu: pengobatan non obat (non farmakologis) dan pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) a. Pengobatan non obat (non farmakologis) Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah : 1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh 2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis. 3. Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. 4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. 5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol b. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan
antihipertensi.
Terdapat
banyak
jenis
obat
antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
1. Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid. 2. Penghambat Simpatetik Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin. 3. Betabloker Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hatihati. 4. Vasodilator Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing. 5. Penghambat ensim konversi Angiotensin Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas. 6. Antagonis kalsium Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah. 7. Penghambat Reseptor Angiotensin II Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan
pengobatan
dan
kontrol
yang
teratur,
serta
menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan. 2.3 Terapi Musik 2.3.1 Pengertian Terapi Musik Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisisr sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011, dalam Apriliana 2012).
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi (sistem limbik) (Astuti, 2011). Terapi musik terdiri dari dua hal yaitu aktif dan pasif, dengan pendekatan aktif maka pasien dapat turut serta aktif berpartisipasi. Misalnya pada saat mendengarkan musik mereka dapat ikut serta bersenandung, menari, atau sekedar bertepuk tangan. Sedangkan yang sifatnya pasif jika pasien hanya bertindak sebagai pendengar saja, meski sebagai motorik mereka tampak pasif, namun sesungguhnya aktivitas mentalnya tetap bekerja (Kurniawan, 2011, dalam Apriliana, 2012). Campbell (2001) dalam Apriliana (2012) mengatakan bahwa proses mendengarkan musik merupakan suatu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi merupakan suatu pengalaman subyektif yang terdapat pada setiap manusia.Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.
2.3.2 Efek Musik Terhadap Respon Tubuh Menurut Nurseha & Djafar (2002) musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan katarsis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan harmoni yang teratur sehingga menghasilkan gelombang alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan menidurkan. Secara umum musik menimbulkan gelombang vibrasi yang dapat menimbulkan stimulus pada gendang pendengaran. Stimulasi itu ditransmisikan pada susunan saraf pusat (limbic system) di
sentral otak yang merupakan ingatan, kemudian pada hypothalamus atau kelenjar sentral memiliki susunan saraf pusat akan mengatur segala sesuatunya untuk mengaitkan musik dengan respon tertentu. Bernardi (2006) dalam jurnal penelitiannya mengatakan bahwa mendengarkan musik merupakan fenomena komplek yang menyertakan aspek psikologis, emosional, neurologis, dan perubahan kardiovaskular yang disertai perilaku perubahan pernapasan. Terdapat tiga sistem saraf dalam otak yang akan terpengaruh oleh musik yang didengar, yaitu : a. Sistem otak yang memproses perasaan Musik merupakan bahasa jiwa yang mampu membawa perasaan ke arah mana saja. Musik yang didengar akan merangsang sistem saraf yang akan menghasilkan suatu perasaan. Rangsangan sistem saraf ini mempunyai arti penting bagi pengobatan, karena sistem saraf merupakan bagian dalam proses fisiologis. Dalam ilmu kedokteran jiwa, jika emosi tidak harmonis maka akan mengganggu sistem lain dalam tubuh, misalnya sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem imun, sistem kardiovaskuler, sistem metabolik, sistem motorik, sistem nyeri, sistem temperatur dan lain sebagainya. Semua sistem tersebut dapat bereaksi positif jika mendengar musik yang tepat. b. Sistem otak kognitif Aktivitas sistem ini dapat terjadi walaupun
seseorang
tidak
mendengarkan atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Musik akan merangsang sistem ini secara otomatis, walaupun seseorang tidak menyimak atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Sistem ini dirangsang maka seseorang akan meningkatkan memori, daya ingat, kemampuan
belajar,
kemampuan
matematika,
analisis,
logika,
intelegensi dan kemampuan memilah. Di samping itu juga adanya perasaan bahagia dan timbulnya keseimbangan sosial. c. Sistem otak yang mengontrol kerja otot
Musik secara langsung bisa mempengaruhi kerja otot kita. Detak jantung dan pernapasan bisa melambat atau cepat secara otomatis, tergantung alunan musik yang didengar. Bahkan bayi dan orang tidak sadar pun tetap terpengaruh oleh alunan musik. Bahkan ada suatu penelitian tentang efek terapi musik pada pasien dalam keadaan koma. Ternyata denyut jantung bisa diturunkan dan tekanan darah kembali naik. Fakta ini juga bermanfaat bagi penderita hipertensi karena musik bisa mengontrol tekanan darah (Eka, 2011, dalam Apriliana, 2012). 2.3.3 Manfaat Musik Untuk Kesehatan Siritunga (2013) dalam jurnal penelitiannya menyimpulkan bahwa mendengarkan musik klasik India sekitar 22 menit secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah systole dan diastole, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan pada individu yang asimtomatik. Kesimpulan tersebut mengarahkan musik untuk dapat dijadikan terapi pencegahan penyakit kardiovaskular. Astuti (2011) menyatakan bahwa terdapat setidaknya 10 manfaat utama dari terapi musik bagi kesehatan, antara lain: a. Relaksasi, mengistirahatkan tubuh dan pikiran Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik adalah perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih fresh. Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi relaksasi (istirahat) yang sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh akan mengalami reproduksi, penyembuhan
alami
berlangsung,
produksi
hormon
tubuh
diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran. b. Meningkatkan kecerdasan Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al dari Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masa dalam kandungan dan bayi adalah waktu yang paling tepat untuk menstimulasi otak anak agar menjadi cerdas. Hal ini karena otak anak sedang dalam masa pembentukan, sehingga
sangat baik apabila mendapatkan rangsangan yang positif. Ketika seorang ibu yang sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam kandungannya juga ikut mendengarkan. Otak janin pun akan terstimulasi untuk belajar sejak dalam kandungan. Hal ini dimaksudkan agar kelak si bayi akan memiliki tingkat intelegensia yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dibesarkan tanpa diperkenalkan pada musik. c. Meningkatkan motivasi Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata jenis musik tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level energi seseorang. d. Pengembangan diri Musik sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri seseorang. Musik yang sering didengarkan oleh seseorang menuntukan kualitas pribadinya. Hasil penelitian Pusat Riset Terapi Musik dan Gelombang Otak menunjukkan bahwa orang yang punya masalah perasaan, biasanya cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan perasaannya. Misalnya orang yang putus cinta, mendengarkan musik atau lagu bertema putus cinta atau sakit hati. Dan hasilnya adalah masalahnya menjadi semakin parah. Dengan mengubah jenis musik yang didengarkan menjadi musik yang memotivasi, dalam beberapa hari masalah perasaan bisa hilang dengan sendirinya atau berkurang sangat banyak. Bahkan terapi musik dapat membentuk kepribadian sesuai dengan apa yang diinginkan seseorang dengan mendengarkan musik yang sesuai. e. Meningkatkan kemampuan mengingat Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang memproses musik terletak
berdekatan dengan memori. Sehingga ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan prestasi akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan. f. Kesehatan jiwa Seorang ilmuwan Arab, Abu Nasr al-Farabi (873-950M) dalam bukunya ''Great Book About Music'', mengatakan bahwa musik membuat rasa tenang,
sebagai
pengembangan
pendidikan
spiritual,
moral,
menyembuhkan
mengendalikan gangguan
emosi,
psikologis.
Pernyataannya itu tentu saja berdasarkan pengalamannya dalam menggunakan musik sebagai terapi. Sekarang di zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan psikologis. g. Mengurangi rasa sakit Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan dan mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para penderita nyeri kronis akibat suatu penyakit, terapi musik terbukti membantu mengatasi rasa sakit. h. Menyeimbangkan tubuh Menurut penelitian para ahli,
stimulasi
musik
membantu
menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga dan otak.
Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat. i. Meningkatkan kekebalan tubuh Dr. John Diamond dan Dr. David Nobel telah melakukan riset mengenai efek dari musik terhadap tubuh manusia dimana mereka menyimpulkan bahwa: Apabila jenis musik yang kita dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia, maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin ) yang dapat menimbulkan rasa Nikmat dan senang sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih sehat. j. Meningkatkan olahraga Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan olahraga yang lebih baik dalam beberapa cara, di antaranya meningkatkan daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan Anda dari setiap pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga. Pada semua pusat kebugaran di Indonesia musik dengan paduan irama dan tempo yang sesuai diputar untuk mengiringi gerakan-gerakan senam. 2.3.4 Mekanisme Musik Dalam Mempengaruhi Manusia Harus dipahami bahwa pola gelombang otak manusia menentukan aktivitas tubuh seseorang dan pikiran. Oleh karena itu, yang sebelumnya diketahui bahwa musik berpengaruh lebih besar pada otak kanan, ternyata juga memengaruhi otak kiri akibat pancaran yang dilakukan oleh Corpus Callosum dengan menyebarkan informasi dari kanan ke kiri dan sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa musik memengaruhi kedua belah otak (Feriyadi, 2012). Semua jenis bunyi atau bila bunyi tersebut dalam suatu rangkaian teratur yang kita kenal dengan musik, akan masuk melalui telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga, mengguncang cairan di telinga dalam serta menggetarkan sel-sel berambut di dalam Koklea untuk selanjutnya melalui saraf Koklearis menuju ke otak. Ada 3 buah jaras Retikuler atau Reticular Activating System yang diketahui sampai saat ini. Pertama: jarak retikuler-
talamus. Musik akan diterima langsung oleh Talamus, yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan, tanpa terlebih dahulu dicerna oleh bagian otak yang berpikir mengenai baik-buruk maupun intelegensia. Kedua: melalui Hipotalamus mempengaruhi struktur basal “forebrain” termasuk sistem limbik, Hipotalamus merupakan pusat saraf otonom yang mengatur fungsi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi endokrin, memori, dan lain-lain, dan ketiga: melalui axon neuron secara difus mempersarafi neokorteks. Seorang peneliti Ira Altschuler mengatakan “Sekali suatu stimulus mencapai Talamus, maka secara otomatis pusat otak telah diinvasi.”(Feriyadi, 2012). Gilman dan Newman (1996), dalam Feriyadi (2012), mengemukakan bahwa Planum Temporale adalah bagian otak yang banyak berperan dalam proses verbal dan pendengaran, sedangkan Corpus Callosum berfungsi sebagai pengirim pesan berita dari otak kiri kesebelah kanan dan sebaliknya. Seperti kita ketahui otak manusia memiliki dua bagian besar, yaitu otak kiri dan otak kanan. Walaupun banyak peneliti mengatakan bahwa kemampuan musikal seseorang berpusat pada belahan otak kanan, namun pada proses perkembangannya proporsi kemampuan yang tadinya terhimpun hanya pada otak kanan akan menyebar melalui Corpus Callosum kebelahan otak kiri. Akibatnya, kemampuan tersebut berpengaruh pada perkembangan linguistik seseorang. Dr. Lawrence Parsons dari Universitas Texas San Antonio menemukan data bahwa harmoni, melodi dan ritme memiliki perbedaan pola aktivitas pada otak. Melodi menghasilkan gelombang otak yang sama pada otak kiri maupun kanan, sedangkan harmoni dan ritme lebih terfokus pada belahan otak kiri saja. Namun secara keseluruhan, musik melibatkan hampir seluruh bagian otak. Bernardi (2006) dalam jurnal penelitiannya menyatakan bahwa mendengarkan musik merupakan fenomena kompleks yang meliputi aspek psikologik,
emosional,
neurologik,
dan
perubahan
-
perubahan
kardiovaskular dengan modifikasi pernapasan. Dalam mendengarkan musik, ada perbedaan mekanisme antara orang yang bukan musisi (non-musician) dengan musisi (musician). Non-musician mendengarkan musik dengan hemisfer non-dominan di otaknya, sedangkan musician mendengarkan musik dengan hemisfer dominan. Perbedaan tersebut membuat musician dapat lebih atentif atau memperhatikan musik dengan lebih seksama.
2.3.5 Jenis - Jenis Terapi Musik Para terapis membagi tema musik ke dalam lima jenis, yaitu musik bertema trance, melow, semangat, ceria, dan relaksasi. Musik bertema trance adalah jenis musik yang mengandung ungkapan rasa ceria yang luar biasa. Jenis musik semacam itu cocok untuk menyembuhkan orang yang mengalami tekanan mental atau stress. Musik yang berirama melow dan melankolis merupakan jenis musik yang menyayat perasaan. Musik semacam itu bisa menurunkan asupan sejumlah komposisi kimia dalam otak. Musik bertema melankolis dalam kondisi normal bisa mengurangi rasa sakit dan nyeri. Sementara jika didengar di saat sedih, bisa mempermudah bagi seseorang untuk menahan rasa duka. Namun, penggunaan musik bertema seperti itu secara berlebihan bisa menurunkan semangat dan kebencian. Musik bertema semangat merupakan jenis musik yang bisa membangkitkan reaksi kuat dan cepat yang disertai dengan tanggapan fisiologis. Astuti (2011) menyebutkan bahwa terapi musik yang biasa digunakan untuk kesehatan terdiri dari 2 macam, terapi musik aktif dan terapi musik pasif. a. Terapi musik aktif Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik, misalnya pada saat mendengarkan musik mereka dapat ikut serta bersenandung, menari, atau sekedar bertepuk tangan. Untuk melakukan
Terapi Musik aktif tentu saja dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten. b. Terapi musik pasif Pada terapi musik pasif pasien hanya bertindak sebagai pendengar saja, meski sebagai motorik mereka tampak pasif, namun sesungguhnya aktivitas mentalnya tetap bekerja (Kurniawan, 2011). Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Pada jenis terapi ini perlu diperhatikan pemilihan
jenis
musik
yang
digunakan
harus
sesuai
dengan
permasalahan yang sedang dialami pasien.
2.4 Tinjauan penelitian terdahulu
Judul
Tahun
Peneliti
Hasil Penelitian
Pengaruh terapi musik
2011
Jasmarizal
Hasil penelitian menunjukkan dari 20
klasik (mozart)
Lenni Sastra,
orang
terhadap penurunan
Delvi Yunita
responden
Tekanan darah sistolik
responden
sampel
yang
untuk
hanya
11
memenuhi dijadikan
orang kriteria
responden.
pada lansia dengan
Seluruh responden (100%) menderita
hipertensi di wilayah
tekanan darah sistolik yang tinggi
Kerja puskesmas air
sebelum diberikan terapi musik klasik
dingin kecamatan koto tangah padang.
(Mozart),
100%
dari
responden
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
rata-rata
6
mmHg
setelah
diberikan terapi musik klasik (Mozart). Penerapan terapi musik klasik (Mozart)
berpengaruh
terhadap
penurunan
tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi yang di uji melalui
Perbandingan
2015
Uji Wilcoxon nilai P value 0,003. Dewi Ismarina, Hasil uji statistik menggunakan uji T
perubahan tekanan
Herliawati,
Independent (α=0,05) menunjukkan
darah lansia penderita
Putri Widita
nilai p value sistolik sebesar 0,104 dan
Hipertensi setelah
Muharyani
p value diastolik sebesar 0,455.
dilakukan terapi
Kesimpulan penelitian ini bahwa tidak
musik klasik dan
terdapat perbedaan efektivitas yang
relaksasi Autogenik di
bermakna antara terapi musik klasik
wilayah kerja
dengan relaksasi autogenik dalam menurunkan
puskesmas pembina
tekanan
darah
lansia
ini
dapat
terapi
yang
penderita hipertensi.
Palembang
Diharapkan digunakan
penelitian sebagai
membantu menurunkan tekanan darah selain menggunakan obat pada lansia penderita hipertensi di Wilayah Kerja Pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat
2015
M. Bambang
Puskesmas Pembina Palembang. Tingkat depresi sebelum
Marzuki
diberikanterapi musik klasik pada
depresi Pada lansia di
kelompokintervensi
dan
kelompok
unit rehabilitasi sosial
kontrol sebagianbesar pada katagori
wening wardoyo
sedang yaitu 61,7%pada kelompok
Kecamatan ungaran
intervensi dan 66,7% padakelompok
kabupaten semarang
kontrol. Tingkat depresi sesudah diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi
sebagian
besar
pada
katagoriringan yaitu 66,7%, sedangkan padakelompok kontrol pada kategori sedang(66,7%). Ada
perbedaan
terhadap
tingkat
depresilansia sebelum dan sesudah diberikan terapimusik klasik pada kelompok intervensi (pvalue0,003) di Unit
Rehabilitasi
SosialWening
Wardoyo Ungaran. Tidak ada perbedaan terhadap tingkat depresi lansia pada kelompok kontrol di akhirpenelitian (p-value 0,815) di Unit
RehabilitasiSosial
Wardoyo
Wening
Ungaran .Ada pengaruh
pemberian terapi musikklasik terhadap penurunan tingkat depresilansia (pvalue
0,037
UnitRehabilitasi Wardoyo Ungaran
<
(0,05)
Sosial
di
Wening
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pra-Eksperimental dengan one group pre-post test design. Desain penelitian ini dilakukan dengan melibatkan satu kelompok subjek penelitian, yakni lansia yang mengalami hipertensi. Kelompok subjek tersebut diobservasi tekanan darah sebelum diberikan perlakuan berupa terapi musik klasik (pra-test), kemudian diobservasi kembali setelah diberikan perlakuan (post-test). Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar pengaruh terapi musik klasik penurunan tekanan darah pada subjek penelitian dengan cara membandingkan hasil pra-tes dengan hasil post-test. Ciri tipe penelitian one group pra-post test design ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Pengujian sebab-akibat dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pra-tes dengan pasca-tes. Namun tetap tanpa melakukan pembandingan dengan pengaruh perlakuan yang dikenakan pada kelompok lain (Nursalam, 2013).
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian adalah subjek (manusia, klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen yang berjumlah 38 orang. 3.2.2 Sampel Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Sampel dalam penelitian kali ini adalah lansia yang memenuhi kriteria penelitian di panti werdha usia “trisno mukti” Turen. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-probability sampling dengan teknik Purposive Sampling. Sedangkan besar sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 16 orang. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013). Kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain: a.
Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1) Lansia yang berada di panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen 2) 3)
dengan riwayat hipertensi; Bersedia menjadi responden; Dapat mendengar dengan jelas;
b.
4) Responden tidak mengalami komplikasi penyakit kardiologi; Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi pada penelitian ini antara lain: 1) Responden dalam kondisi gangguan jiwa berat; 2) Responden mengalami nyeri akut yang ditunjukkan dengan 3) 4)
tanda-tanda baik secara objektif maupun subjektif; Responden berada dalam kondisi demam tinggi; Responden mengalami gangguan pendengaran.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di PWU “Trisno Mukti” Turen Kabupaten Malang. Waktu penelitian adalah sebagai berikut: a. Persiapan dan Perencanaan : 18-20 Februari 2015 b. Pelaksanaan : 21-23 Februari 2015 c. Pelaporan : 24 - 27 Februari 2015 3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Sumber Data Data yang akan diambil oleh peneliti terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari hasil observasi langsung peneliti pada saat pre-test dan post-test berupa pengukuran tekanan darah. Sedangkan data sekunder diambil dari catatan medis dan keperawatan berupa data-data yang terkait dengan karakteristik subjek. 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh dengan melakukan observasi langsung terhadap subjek penelitian sebelum dan setelah diberikan terapi musik klasik. Terapi musik klasik akan diberikan sebanyak 2 kali. Jadi, data yang akan diperoleh meliputi data pada observasi ke-1 dan observasi ke-2. a. Instrument Pengumpulan Data Alat-alat yang digunakan selama pemberian terapi musik klasik antara lain:
formulir
informed consent
sebagai bukti kesediaan yang
bersangkutan diteliti, Speaker mini dan pemutar musik (Handphone
OPPO Joy), lembar pengumpulan data, demografi responden, dan alat tulis dan alat kesehatan seperti stetoskop dan tensi meter. 3.5 Prosedur Pengumpulan Data Data akan dikumpulkan melalui prosedur standar yang terdiri dari prosedur administratif dan prosedur teknis. 3.3.5 Prosedur Administratif Prosedur administratif pada penelitian ini terkait dengan perijinan kepada pihak-pihak terkait. Adapun prosedurnya antara lain: a. Mengajukan proposal mini riset kepada dosen pembimbing keperawatan Gerontik. b. Mengajukan proposal permohonan penelitian mini riset kepada panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen; c. Mengajukan permohonan pelaksanaan penelitian kepada Pimpinan panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen; d. Apabila disetujui, Pimpinan panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen akan memberikan rekomendasi kepada Pembimbing Mahasiswa untuk mendampingi penelitian akan dilakukan, untuk memfasilitasi jalannya penelitian; e. Setelah data selesai dikumpulkan, dilanjutkan dengan penyusunan laporan penelitian untuk seterusnya juga dilaporkan kepada Pimpinan panti werdha usia “Trisno Mukti” Turen. 2.5.1 Prosedur Teknis Prosedur teknis penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan yang menjadi acuan standar dalam mengumpulkan data-data subjek penelitian. Adapun SOP (Standart Operational Procedure) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan informasi kepada subjek penelitian segala sesuatu terkait penelitian dan mengisi formulir persetujuan tindakan (informed consent); b. Memposisikan subjek penelitian dalam posisi duduk di kursi, menganjurkan subjek untuk santai dan tidak merasa tegang; c. Melakukan pengukur tekanan darah pada lansia dengan Tensi Meter;
d. Memberikan terapi musik klasik dengan durasi 15 menit pada subjek penelitian, amati respon subjek selama pemberian terapi musik; e. 15 menit setelah pemberian terapi musik klasik, hitung kembali tekanan darah; f. Mendokumentasikan seluruh aktivitas penelitian dan data-data yang diperoleh; g. Mengulang kembali prosedur (c) sampai (g) observasi ke 2. 3.6 Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya akan dianalisa menggunakan prosedur statistik. Uji statistik dapat membuktikan hubungan, perbedaan, atau pengaruh hasil yang diperoleh pada variabel-variabel yang diteliti (Nursalam, 2013). Pertama-tama akan dilakukan analisis univariat (deskriptif). Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskriptifkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Hastono, 2006, dalam Rasni dan Dewi, 2009). Data selanjutnya akan diolah menggunakan analisis bivariat. Jenis uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Paired T Test untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum, setelah perlakuan pertama dan setelah perlakuan kedua dari keseluruhan subjek penelitian. Keseluruhan proses analisis statistik tersebut akan dilakukan oleh jasa pengolahan data statistik yang menggunakan program komputer SPSS 17.0.
BAB IV HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan secara rinci tentang hasil penelitian dan hasil pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang peneliti tetapkan. Data hasil penelitian
yang dilakukan di PWU “Trisno Mukti” Turen Kabupaten Malang dikelompokkan menjadi data umum dan data khusus. Data umum menjelaskan karakteristik responden di lokasi pengambilan sampel penelitian. Data khusus menampilkan variable penelitian. 6.1 Data Umum 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden di PWU “Trisno Mukti”. JenisKelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah 9 7
Presentase 56 % 44 %
Total
16
100 %
Berdasarkan tabel di atas, responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 9 (56%) responden berjenis kelamin laki-laki. 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendapatan Responden di PWU “Trisno Mukti”. Usia Jumlah Presentase 60-74 2 12,5% 75-90 10 62,5% >90 4 25 % Total 16 100 % Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui sebagian besar 10 responden (62,5%) berusia 75-90 tahun.
6.2 Data Khusus
Data khusus pada penelitian ini meliputi pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan terapi musik, setelah dilakukan terapi music pertama dan setelah dilakukan terapi music kedua. TAK 1 Inklusi no. JK/Umur sebelum terapi r1 P r2 P r3 P r4 P r5 P r6 P r7 L r8 L r9 L r10 L r11 L r12 L TAK r13 L1 r14 L r15no.L r16 r17 L R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25
sudah terapi
64 150/80 130/80 70 150/80 120/80 76 150/80 130/80 77 140/80 130/80 76 150/80 130/80 77 150/80 130/80 80 150/80 130/80 82 150/80 130/80 86 150/80 130/80 89 150/80 130/80 80 150/80 130/80 81 150/80 130/80 90 150/80 130/80 Eksklusi 91 150/80 130/80 JK/Umur sudah terapi 91 150/80 sebelum terapi 130/80 150/80120/80 130/80130/80 P91 64 P P P P P L L L
70 76 77 76 77 80 82 86
110/80 120/80 130/80 110/80 120/80 120/80 100/70 100/80
120/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80
TAK 2 no. r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 r9 r10 r11 r12 r13 r14 r15 r16
JK/Umur P P P P P P L L L L L L L L L L
64 70 76 77 76 77 80 82 86 89 80 81 90 91 91 91
sebelum terapi 150/80 150/80 150/80 140/80 150/80 150/80 150/80 140/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 140/80
sudah terapi 130/80 120/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80
Berdasarkan Tabel di atas terdapat 16 responden yang memiliki tekanan darah tinggi (Hipertensi), dan 9 responden memiliki tekanan darah normal, maka data yang akan di olah di SPSS adalah responden yang memenuhi kreteria inklusi sebanyak 16 responden. 6.3 Hasil Analisis Data Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan Paired T-Test, diketahui bahwa data tekanan darah didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Paired T-Test Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Terapi, Setelah Terapi Pertama dan Setelah Terapi Kedua Waktu
Mean
SD
95% Confidence Interval
Pre Test –Post Test 1
,25000
,04564
,22568-,27432
Pre Test –Post Test 2
,25000
,04564
,22568-,27432
Nilai p
0,0000
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat rata-rata tekanan darah antara sebelum terapi dan setelah terapi pertama sebesar 25000, Hasil uji statistic diperoleh nilai p sebesar 0,0000.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan uraian hasil penelitian yang dikaitkan dengan landasan teoritis yang telah ada sebelumnya. Topik pembahasan pada bab ini meliputi uraian tentang pengaruh terapi musik klasik kombinasi gerakan terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, keterbatasan penelitian, serta implikasi hasil penelitian terhadap keperawatan. 5.1 Pengaruh Terapi Musik Klasik Kombinasi Gerakan Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia 5.1.1 Tekanan Darah Pada Lansia Sebelum Dilakukan Terapi Musik Klasik Kombinasi Gerakan Sebanyak 16 lansia mengalami hipertensi, rata-rata tekanan darah lansia adalah 150/80MMHg. 5.1.2 Tekanan Darah Pada Lansia Setelah Dilakukan Terapi Musik Klasik Kombinasi Gerakan Terjadi penurunan tekanan darah setelah lansia diberikan terapi musik dan gerakan, penurunan tekanan darah sangat signifikan dan terjadi pada semua lansia yang menjadi responden berdasarkan kreteria inklusi. 5.1.3 Pengaruh Terapi Musik Klasik Kombinasi Gerakan Terhadap Penurunan Tekanan Pada Lansia Dengan Hipertensi
Berdasarkan
hasil analisis korelasinya bahwa terdapat pengaruh
negatif antara sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik dan yoga terhadap perubahan tekanan darah pada lansia di PWU Tresno Mukti Turen. Mendengarkan musik merupakan fenomena kompleks yang meliputi aspek psikologik, emosional, neurologik, dan perubahan - perubahan kardiovaskular dengan modifikasi pernapasan (Bernardi 2006). Menurut Siritunga
(2013)
dalam
jurnal
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
mendengarkan musik klasik India sekitar 22 menit secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah systole dan diastole, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan
pada
individu
yang
asimtomatik.
Kesimpulan
tersebut
mengarahkan musik untuk dapat dijadikan terapi pencegahan penyakit kardiovaskular. Berdasarkan eksperimen di PWU Tresno Mukti Turen yang dilaksanakan pada 21 februari 2016 yang diikuti oleh 16 lansia dapat disimpulkan bahwa terapi musik dan senam yoga dapat menurunkan tekanan darah, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik yang telah dilakukan dengan membedakan tekanan darah sebelum dan seudah dilakukanya terapi. 5.1 Implikasi Keperawatan a. Salah satu kompetensi perawat dalam pemberian terapi komplementer dalam mengatasi masalah hipertensi pada lanjut usia. b. Meningkatkan kwalitas dan mutu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk menagani pasien lansia yang mengalami msalah kardiovaskular.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil mini riset dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan antara lain: 1. Tekanan darah lansia yang menjadi responden mini riset di PWU “Trisno Mukti” Turen sebelum diberikan terapi musik dan gerakan bervariasi dari normal dan hipertensi; 2. Tekanan darah lansia yang menjadi responden mini riset di PWU “Trisno Mukti” Turen berdasarkan hasil pengkukuran setelah diberikan terapi musik dan gerakan mengalami penurunan yang signifikan. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan pemberian terapi musik dan gerakan terhadap penurunan tensi darah lansia di PWU “Trisno Mukti” Turen. 6.2 Saran Berdasarkan hasil mini riset dan pembahasan pada bab sebelumnya, kami selaku peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagi PWU “Trisno Mukti” Terapi musik, khususnya musik klasik, berpotensi untuk dijadikan pilihan terapi komplementer dalam mengatasi masalah hipertensi pada lanjut usia. Hal tersebut didasarkan pada hasil mini riset yang telah dilakukan serta penelitian-penelitian lainnya yang menyimpulkan bahwa terapi musik secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan tensi pada lanjut usia. Terapi musik klasik dapat diberikan secara rutin sebagai salah satu bentuk pelayanan pada klien di PWU “Trisno Mukti” Turen. Terapi musik dapat diberikan melalui sarana yang tersedia. seperti sistem pengeras suara (sound system), sebanyak 2 – 3 kali seminggu. 2. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Terapi musik merupakan salah satu terapi unggulan dalam ilmu keperawatan. Pengembangannya sangat bergantung pada upaya insan akademik dalam melakukan riset-riset yang lebih mendalam. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi baru terkait pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tensi lansia. Demi berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang keperawatan,
hendaknya
lembaga
pendidikan
keperawatan
dapat
memfasilitasi lebih lanjut upaya-upaya penelitian terkait di masa yang akan datang. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang mendasari penelitian serupa di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Astuti,
Endah
Puji.
2011.
Mengenal
Terapi
Musik.
Didownload
dari
www.terapimusik.com pada tanggal 23 Desember 2013, 19.45 WIB. Dewi dan Rasni. 2009. Modul Praktikum Biostatistika. Jember: PSIK Unej. Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish. Elin Yulinah, Sukandar, et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Feriyadi. 2012. Pengaruh Musik Terhadap Kesehatan, Jiwa, Fungsi, dan Kerja Otak Manusia. Didownload dari www.terapimusik.com pada 23 Desember 2013, 20.30 WIB. Hidayat. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Buku 2. Jakarta: Salemba Medika. Mansjoer, et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 1. Jakarta: EGC. Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
TAK 1
Inklusi
no. JK/Umur
sebelum terapi
r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 r9 r10 r11 r12 r13 r14 r15 r16
150/80 150/80 150/80 140/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80
P P P P P P L L L L L L L L L L
64 70 76 77 76 77 80 82 86 89 80 81 90 91 91 91
TAK 2 sudah terapi 130/80 120/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80
no. r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 r9 r10 r11 r12 r13 r14 r15 r16
JK/Umur P P P P P P L L L L L L L L L L
64 70 76 77 76 77 80 82 86 89 80 81 90 91 91 91
sebelum terapi 150/80 150/80 150/80 140/80 150/80 150/80 150/80 140/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 150/80 140/80
sudah terapi 130/80 120/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80
TAK 1
Eksklusi
no.
JK/Umur
sebelum terapi
r17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25
P P P P P P L L L
120/80 110/80 120/80 130/80 110/80 120/80 120/80 100/70 100/80
64 70 76 77 76 77 80 82 86
sudah terapi 130/80 120/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Tensi_Pre
1,8672
16
,03125
,00781
Tensi_Post
1,6172
16
,03125
,00781
Paired Samples Correlations N Pair 1
Tensi_Pre & Tensi_Post
Correlation 16
-,067
Sig. ,806
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
T
df
Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
Tensi_Pre - Tensi_Post
,25000
,04564
,01141
Paired Samples Correlations N Pair 1
Tensi_Pre & Tensi_Post2
Correlation 16
-,067
Sig. ,806
,22568
Upper ,27432
21,909
15
,000
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
T
df
Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
Tensi_Pre - Tensi_Post2
,25000
,04564
,01141
,22568
Upper ,27432
21,909
15
,000