EKSPERIMEN FISIKA II LABORATORIUM FISIKA LANJUT
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016-2017
MODUL 02 Surface Plasmon Resonance Susi Komalasar, Aloysius Glenn Sugiantoro , Gesti Rahma 10214039, 10214016, 10214023 Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Email:
[email protected] Asisten: Raka firman/ 10213039 Tanggal Praktikum: (2-03-2017) Abstrak Tujuan praktikum kali ini adalah adalah untuk mementukan hubungan reflektansi tehadap panjang gelombang. Selain itu, praktikum ini juga bertujuan untuk menentukan permitivitas emas sebagai fungsi frekuensi ε(w) dari data percobaan dan metode drude. Surface plasmon resonance (SPR) merupakan fenomena resonansi antara gelombang cahaya dan elektron-elektron pada permukaan logam yang menghasilkan osilasi elektronelektron di permukaan yang terkuantisasi. SPR dapat terjadi pada bidang batas baik metal maupuk dielektrik pada kondisi berkas sinar datang dari medium dielektrik dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis. Pada percobaan ini dipancarkan cahaya polikromatik dengan sudut pemutar prisma dan sudut pemutar detektor. Pengaturan sudut ini menyebabkan cahaya mengalami pemantulan internal total pada prinsma dan pemantulannya tepat jauh di detektor. Lakukan langkah diatas untuk stage 1 dan stage 2 yang berbeda hingga 5 buah variasi. Diperoleh hasil sebagai hubungan dari reflektansi terhadap panjang gelombang, nilai permitvitas bahannya adalah pada sekitar -1.78, serta didapat hubungan dalam bentuk kurva untuk frekuensi sudut dengan bilangan gelombang untuk teori dan eksperimen. Kata kunci : Mikro CT Scan, rekontruksi, kualitas citra.
I. Pendahuluan Tujuan pada praktikum kali ini adalah untuk mementukan hubungan reflektansi tehadap panjang gelombang, sehingga dapat ditentukan grafik reflektansi pada setiap variasi sudut datang, panjang gelombang pada reflektansi minimum untuk setiap panjang gelombang yang datang, serta kurva dispersi w(k) surface plasmon. Selain itu, praktikum ini juga bertujuan untuk menentukan permitivitas emas sebagai fungsi frekuensi ε(w) dari data percobaan dan metode drude. Plasmon adalah osilasi kolektif pada “free electron gas” density, umumnya pada optical frekuensi.[1] Surface plasmon merupakan osilasi kolektif dari elektron bebas yang merambat pada film logam tipis [2] . Surface plasmon juga didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik yang merambat sepanjang interface lapisan logam tipis dan bahan dielektrik [3]. Surface plasmon resonance (SPR) merupakan fenomena resonansi antara gelombang cahaya dan
elektron-elektron pada permukaan logam yang menghasilkan osilasi elektron-elektron di permukaan yang terkuantisasi[4]. Jenis polarisasi dari gelombang elektromagnetik dibagi menjadi dua berdasarkan cahaya yang melewati batas medium yaitu polarisasi TE (transverse electric) dan TM (transverse magnetic). Polarisasi TE merupakan gelombang EM yang melalui perbatasan medium dengan osilasi medan. Medan listrik tegak lurus terhadap bidang rambatnya. Sedangkan polarisasi TM memiliki osilasi medan magnet yang tegak lurus terhadap bidang rambat dari gelombang.
Gambar 1. Polarisasi TE dan TM[6]
SPR dapat terjadi pada bidang batas baik metal maupuk dielektrik pada kondisi berkas sinar datang dari medium dielektrik dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis. Dalam kondisi seperti ini, di bidang batas persambungan dielektrik/logam akan terbentuk gelombang evanesen. Gelombang ini menembus masuk ke dalam medium logam. Jika kondisi resonansi terpenuhi, maka akan terjadi resonansi antara gelombang evanesen dan elektron-elektron bebas di permukaan logam. Resonansi ini menghasilkan medan listrik lokal dan penetrasi gelombang evanesen yang jauh lebih besar. Syarat kondisi terjadinya SPR adalah Kix= Ksp. Nilai dari Ksp ditetapkan sebagai berikut
√
w K sp = c
ε d εm 2 π = εd + εm λ
√
εd ε m εd + εm
terletak pada susunan peletakan material dengan mediumnya. Pada konfigurasi Otti, material dieletrik yang diuji memilik jarak dengan prisma sebagai medium penjalarannya, sehingga sampel yang diuji tidak bersentuhan dengan prisma. Sedangkan untuk konfigurasi Kretshmann-Reatherter, material dielektrik yang diuju langsung bersentuhan dengan prisma.
Gambar 2. Konfigurassi (a) otto dan (b) Kretschmann-Reatherter[5]
Pada kondisi gelombang cahaya datang terjadi pemantulan total, maka gelombang evanesen menjalar dengan vector gelombang
k x=
w ε sinθ ….. (2)[4] c√ p
Keterangan: �x : Komponen bilangan gelombang dalam penjalaran sumbu x(m ) � : Frekuensi sudut gelombang datang (rad s- ) � : Kecepatan cahaya = 3 · 108 m/s �p : Konstanta dielektrik dari dielektrik θi : Sudut datang cahaya -1
1
….. (1)
[4]
Keterangan: �sp : Komponen bilangan gelombang surface plasmon (m ) � : Frekuensi sudut gelombang datang (rad s- ) � : Kecepatan cahaya = 3 · 108 m/s �� : Konstanta dielektrik dari dielektrik �� : Konstanta dielektrik dari metal
Sehingga, agar terjadi perpotongan kurva disperse pada kondisi Ksp bernilai sama dengan Kx, sehingga
Konfigurasi ATR (Attenuated Total Reflector) mempunyai dua bentuk. Pertama adalah konfigurasi Otto dan kedua adalah konfigurasi Kretschmann-Reather. Perbedaan konfigurasi Otto dan Kretschmann-Reatherter
Keterangan: �p : Konstanta dielektrik dari dielektrik �� : Konstanta dielektrik dari metal θi : Sudut datang cahaya
-1
1
sin θi=
√
1 εm εu ε p ε m+ε u
….. (3)[4]
Formulasi konstanta dielektrik pada metode Drude dengan pendekatan frekuensi untuk frekuensi cahaya tampak dan frekuensi yang jauh lebih besar daripada koefisien redaman adalah sebagai berikut,
k x =k np sin θ prisma ….. (7)[6] Keterangan: �� : Komponen bilangan gelombang untuk gelombang datang arah sumbu perbatasan (m ) � : Bilangan gelombang untuk gelombang datang (m ) ���i : Sudut pembelok cahaya prisma (rad) �� : Indeks bias prisma -1
ω 2 ε ( ω )=1− p2 ω
……. (4)[6]
-1
Keterangan � : Frekuensi sudut gelombang datang (rad s- ) �� : Frekuensi plasma (rad s ) � : Konstanta dielektrik
II. Metode Percobaan
1
-1
Serta bentuk sebagai berikut,
umumnya
N
ε ( ω )=1+ω p 2 ∑
m=0
dinyatakan
fm 2
ω 0,m −ω 2+i ( τ m ω )
..
(5)[4] Keterangan: � : Konstanta dielektrik �� : Frekuensi plasma (rad s ) � : Frekuensi sudut (rad s ) �0 : Frekuensi resonansi (rad s ) � : Keterkaitan lebar osilasi G : Koefisien redaman
Gambar 3. Set percobaan
-1
-1
-1
Sedangkan sudut pembelokan cahaya pada prisma dinyatakan dalam persamaan berikut −1 π sin ( sin 0.25 π )−θi θ prisma = − 4 np
….
(6)[6] Keterangan: �� : Sudut pembelok cahaya prisma (rad) �� : Sudut cahaya datang (rad) �� : Indeks bias prisma Kemudian untuk bilangan gelombang terkait dengan surface plsamon resonance adalah sebagai baerikut
Dengan menggunakan set percobaan seperti pada gambar 3, kita pancarkan cahaya polikromatik dari sumber ke sisi prisma. Sudut pada rotation stage 1 (untuk memutar prisma) dan rotation stage 2 (untuk memutar detektor) melalui software yang ada di komputer. Pengaturan sudut ini menyebabkan cahaya mengalami pemantulan internal total pada prinsma dan pemantulannya tepat jauh di detektor. Data diambil dengan pengambilan data pada grafik reflektansi terhadap panjang gelombang. Lakukan langkah diatas untuk stage 1 dan stage 2 yang berbeda hingga 5 buah variasi. Hipotesis pada percobaan ini yang pertama adalah pada kurva reflektansi yang diperoleh dalam percobaan akan memiliki lembah di panjang gelombang. Lembah ini mengartikan adanya plasmon. Semakin tinggi sudut datang cahaya maka akan semakin rendah nilai reflektansi pada lembahnya.
Hipotesis selanjutnya adalah kurva frekuensi sudut terhadap bilangan gelombang secara teori dan secara perumusan permitivitas oleh Drude-Lorentz akan bertumpangan pada kurva secara teori.
III.
93.8 96.2
15134075 9304929
-1.77207 -1.78394
-19.90 -53.81
Pengolahan Data Perbandingan eksperimen dan Teori
Data dan Pengolahan data
Pengolahan data hasil percobaan
Gambar 5. Grafik Frekunsi sudut terhadap bilangan gelombang hasil eksperimen dan teori
IV.
Gambar 4. Grafik reflektansi terhadap panjang gelombang Tabel 1. Hasil pengolahan data eksperimen panjang gelombang lembah, frekuensi sudut, dan sudut prisma
θdetektor(o) 90.8 91.8 95.2 93.8 96.2
λdeep(nm) 669.08 652.71 1014.11 628.66 1018.11
ω(Hz) 2.82E+15 2.89E+15 1.86E+15 3E+15 1.85E+15
θprisma 1.49117 1.51600 1.62059 1.57243 1.66339
Tabel 2. Hasil pengolahan data eksperimen bilangan gelombang(x) konstanta dielektrik dari material, dan konstanta dielektrik drued
θdetektor(o) 90.8 91.8 95.2
Kx 14174773 14554587 9370192
εm -1.78082 -1.77619 -1.77547
εm drued -22.67 -21.53 -53.38
Pembahasan
Gelombang SPR terjadi saat cahaya yang terpolarisasi mengenai permukaan perbatasan antara bahan dielektrik dan metal. Cahaya ini memiliki sudut datang yang melebihi sudut refleksinya. Kondisi ini menyebabakan terbentuknya gelombang evanesens dengan intensitas yang meluruh secara eksponensial. SPR sendiri dapat terjadi apabila fenomena resonansi terjadi. Fenomena resonansi pada kasus ini adalah fenomena dimana frekuensi dari gelombang bernilai sama dengan frekuensi elektronelektron pada metal sehingga pada daerah metalmuncul medan listrik yang diakibatkan resonansi tersebut. fenomena SPR akan tetap terjadi walaupun cukup sulit pada lapisan emas dengan dielektrik (tanpa pengkloping). Ini terjadi kareana cahaya dalam keadaan monokromatik akan mengenai emas dengan tidak tepat pada satu frekuensi sehingga enomena SPR akan tetap terjadi, walaupun sangat kecil. Pengkopling SPR dibagi menjadi tiga yaitu, pengkopling prisma, pengkopling grating, dan pengkopling end-fire.
Pengkopling prisma adalsh SPR yang menggunakan prisma sebagai permuakaan diantara isolator. Pengkopling grating merupakan SPR yang menggunakan grating pada metal walau tidak seluruh permukaan metal diisi oleh grating sebagai pengkopelnya dengan cahaya. Logam yang dapat memantulkan 100% merupakan logam ideal. Ideal ini merupakan kondisi di mana konduktivitas dari konduktor adalah tak hingga. SPR terjadi dengan syarat sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya terpolarisasi, frekuensi dengan gelombang sama dengan frekuensi natural dari osilasi elektron, dan nilai dari konstanta dielektrik bahan konduktor yang digunakan harus bernilai negatif yang besaran lebih besar dari konstanta dielektrik udara. SPR terjadi dengan syarat bahwa fenomena yang terjadi merupakan bagian real dari nilai bilangan gelombang pada medium dielektrik dan medium metal bernilai positif, kondisi tersebut hanya dipenuhi pada polarisasi TM. Modulasi SPR terdiri dari modulasi sudut dan modulasi spektral. Modulasi sudut memiliki kondisi yaitu panjang gelombang dari gelombang datang dibuat pasti. Kemudian untuk modulasi spektral, modulasi terjadi pada kondisi yang menempuh sensitivitas dan jangkauan deteksi dinamis serupa seperti modulasi sudut namun modulasi spektral lebih fleksibel untuk optimasi. Ini bisa terjadi karena pada modulasi spektral karena jangkauan dari penggunaan panjang gelombang dapat lebih bebas. Perubahan lebar kurva reflektansi menandakan bahwa bertambahnya sudut datang dari sinar akan menyebabkan panjang gelombang menjadi lebih rendah. Kondisi ini sesuai untuk persamaan SPR dimana penambahan sudut antara 45o hingga 53o akan menyebabkan nilai bilangan gelombang SPR semakin tinggi sementara panjang gelombang dengan bilangan gelombang memiliki hubungan berbanding terbalik.
Panjang gelombang yang menuju tak hingga, nilai reflektansi cenderung pada 100%. Sementara pada eksperimen untuk panjang gelombang rendah, terdapat nilai reflektansi yang melebih 100%, terutama untuk sudut datang 47°. Hal ini bisa terjadi karena pada daerah panjang gelombang itu terdapat banyak noise. Kurva dispersi menggambarkan penyebaran gelombang SPR pada permukaan gelombang. Hal ini menggambarkan definisi dari plasmon yaitu menyatakan mengenai kauntitas osilasiosilasi pergerakan elektron pada metal yang disebabkan oleh interaksi dengan cahaya yang terpolarisasi. Pada praktikum kali ini tidak dilakukan percobaan dengan emas yang dilapisi TMSPMA. Model Lorentz menggunakan konsep pegas, dan model Drude yang menggunakan konsep gas elektron bebas. Untuk Drude, dengan mencari solusi persamaan Newton akan didapatkan hubungan permitivitas bahan dengan frekuensi sudut. Dari hasil pengolahan data didapat grafik permitivitas emas terhadap frekuensi sudut. Hasil eksperimen yang ditunjukkan secara diskrit pada gambar 5 adalah sesuai secara teori dengan model Drude. Hal ini dapat dilihat dari titik-titik yang didapat secara eksperimen tumpang tindih dengan grafik. V. Kesimpulan - Diperoleh hubungan antara reflektansi dengan panjang gelombang adalah ditunjukan pada gambar 4. - Nilai dari permitivitas emas adalah sekitar 1.78. - Diperoleh hubngan antara frekuensi sudut dengan panjang gelombang untuk eksperimen dan teori seperti pada table 5 VI.
Daftar Pustaka
[1] Emir Yasun, Cancer cell sensing and
therapy using affinity tag-conjugated gold nanorods. 2013. Tersedia di : http://rsfs.royalsocietypublishing.org /content/3/3/20130006 (akses 5 Maret 2017) [2] Jason Quenneville. First Principles Studies of cis-trans photoisomerization dynamics and excited states in ethylene, stilbene, azobenzene and tatb. PhD thesis, University of illinois, 2003. (akses 5 Maret 2017) [3] van Veggel F.C.J.M. Flink S. and Reinhoudt D.N. Sensor functionalities in selfassembled monolayers. Adv.Mater,
12(18):1315-1328, September 2000. (akses 5 Maret 2017) [4] Alexander A. Iskandar. Slide Kuliah Fisika Electromagnetic Interaction In Mater. Dept. Fisika Institut Teknologi Bandung. Bandung; 2016. [5] Anonim. Surface Plasmon Enhanced Optical Bistability and Optical Switching. Tersedia di : https://www.researchgate.net/figure/ 278639980_fig3_Figure-3-SurfacePlasmon-Enhanced-OpticalBistability-and-Optical-Switching-aThe. Surface Plasmon Enhanced Optical Bistability and Optical Switching. (akses 5 Maret 2017) [6] Robert, P., Drude Model, Purdue University