MODUL
SARKOPENIA
I. Definisi Sarkopenia berasal dari bahasa Yunani yaitu sarx yang berarti daging dan penia yang berarti kehilangan. Kata sarkopenia digunakan untuk mendeskripsikan adanya kehilangan masa otot yang progresif yang berhubungan dengan proses menua.1 Sedangkan menurut Evans tahun 2010 sarkopenia didefinisikan sebagai menurunnya massa dan fungsi otot skeletal terkait dengan usia. Diagnosis sarkopenia harus dipertimbangkan pada lansia yang mengalami penurunan fungsi fisik dan kesehatan. Sarkopenia harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami tirah baring, tidak dapat berdiri sendiri dari kursi tanpa bantuan, dengan kecepatan berjalan (gait speed) <1.0 m/detik, skeletal muscle index (SMI) laki-laki < 6.87 kg/m2, Wanita: < 5.46 kg/m2, kekuatan otot: laki-laki <30 kg, wanita <20 kg. .
II. Epidemiologi Menurut New Mexico Elder Health Survey sarkopenia terjadi pada 20% pria usia 70-75 tahun, 50% kejadiannya pada pria diatas 80 tahun, sedangkan pada wanita sebesar 25% pada usia 70-75 tahun dan 40% pada usia diatas 80 tahun.1 III. Patofisiologi, Mekanisme, Etiologi dan Faktor Risi ko 3.1 Perubahan pada jaringan otot Salah satu akibat dari penuaan adalah hilangnya massa, kekuatan dan fungsi otot secara diluar kendali. Massa otot mengalami penurunan kira-kira 3-8% per dekade sesudah usia 30 tahun dan laju penurunan ini lebih cepat terjadi sesudah usia 60 tahun. 6 Hilangnya massa, kekuatan dan fungsi otot ini merupakan penyebab fundamental dan kontributor disabilitas pada lansia. Sarkopenia meningkatkan risiko jatuh dan kerentanan terhadap injury yang mengakibatkan ketergantungan fungsional dan disabilita s.7 3.2 Mekanisme Ada beberapa mekanisme yang mengakibatkan onset dan progresivitas dari sarkopenia. Mekanisme yang terlibat adalah sintesis protein, proteolisis, integritas neuromuskular, dan komposisi lemak pada otot. Berikut adalah gambar yang menjelaskan mekanisme tersebut.2
Gambar 1. Mekanisme Sarkopenia 2
3.3 Etiologi dan Faktor Risiko Sarkopenia European working Group on Sarcopenia in Older People (EWGSOP) mengkategorikan sarkopenia menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Sarkopenia primer adalah sarkopenia yang terjadi berkaitan dengan penuaan (age related) dan tidak ada penyebab lain yang ditemukan menjadi penyebab sarkopenia. Sarkopenia sekunder jika ditemukan satu atau lebih sebagai penyebab sarkopenia. Berikut tabel dari sarkopenia primer dan sekunder.2 Sarcopenia categories by cause Primary sarcopenia Age-related sarcopenia →No other cause evident except ageing Secondary sarcopenia Activity-related sarcopenia
Can result from bed rest, sedentary lifestyle, deconditioning or zero-gravity conditions
Disease-related sarcopenia
Associated with advanced organ failure (heart, lung, liver, kidney, brain), inflammatory disease, malignancy or endocrine disease. Nutrition-related sarcopenia Results from inadequate dietary intake of energy and/or protein, as with malabsorption, gastrointestinal disorders or use of medications that cause anorexia Tabel 1. Etiologi sarkopenia 2 3.4 Sarkopenia di Tingkat Seluler Mekanisme sarkopenia di tingkat selular, terjadi beberapa perubahan spesifik terkait usia meliputi reduksi jumlah sel otot, twitch time dan twitch force otot, volume retikulum sarkopl asma dan kapasitas pemompaan kalsium. 10 Perubahan biokimia dan metabolik juga terjadi seiring penuaan. Mutasi delesi DNA mitokondria sesudah kerusakan oksidatif dan reduksi sintesis protein mitokondria telah dilaporkan dan mungkin terkait dengan reduksi aktivitas enzim glikolitik dan oksidatif, simpanan creatine phosphate dan ATP di dalam sel otot.12 Perubahan metabolik otot ini berperan dalam kapasitas kebugaran fisik umum lansia dan merupakan komponen penting dari reduksi kemampuan sebesar sekitar 30% menggunakan oksigen selama exercise yaitu VO2max.9 Disamping perubahan spesifik otot yang ditekankan diatas, perubahan terkait usia lainnya dalam hal fungsi endokrin dan responsivitas terhadap stimulus hormonal, nutrisi atau responsivitas terhadap gizi, dan aktivitas fisik bisa bertanggung jawab terhadap terjadinya sarkopenia dan pemburukan sarkopenia .15 Sarkopenia kemungkinan besar merupakan masalah multifaktorial. Tetapi, diantara semua kemungkinan penyebabnya, reduksi fungsi endokrin, aktivitas fisik dan nutrisi tepat kemungkinan besar dapat diobati dengan intervensi perilaku atau obat farmakologi9. Berikut adalah berbagai etiologi dan faktor risiko yang diperkirakan menjadi penyebab sarkopenia
1) Kurangnya Latihan Fisik Penyebab penting dari sarkopenia adalah kurangnya aktivitas fisik, inaktivitas otot dapat mereduksi massa dan kekuatan otot. Sebagai contoh adalah tirah baring dan weightlessness (keadaan tanpa bobot).
16
Perubahan otot ini dapat dikembalikan dengan latihan
fisik, biasanya latihan fisik dengan resistance exercise.
17
Beberapa peneliti melaporkan bahwa
resistance exercise dapat meningkatkan sintesis protein otot miofibril pada orang dewasa muda maupun tua. 18,19 Resistance exercise training yang progresif juga terbukti menginduksi hipertrofi otot dan meningkatkan kekuatan pada lansia yang mempunyai kelemahan fisik.
20
Kerugian dari
resistance exercise training adalah diperlukan peralatan yang khusus dan supervisi, kemungkinan bahwa latihan tersebut bisa tidak diindikasikan pada kondisi-kondisi tertentu yang sering ditemukan pada lansia (contohnya, hipertensi, stroke), dan fakta bahwa mengangkat beban/barbel bukan merupakan aktivitas yang menarik bagi manula. 9 Dalam beberapa penelitian, aerobic exercise terbukti meningkatkan VO2max, densitas dan aktivitas mitokondria, sensitivitas terhadap insulin dan pengeluaran energi pada individu muda dan tua.
21
Dua penelitian menunjukkan bahwa aerobic exercise yang panjang dan intens
dapat meningkatkan sintesis protein otot pada individu muda aktif. 22 2) Hilangnya fungsi neuromuskular Faktor neurologi yang berperan pada sarkopenia adalah penurunan dari akson alfa motor neuron. Dari penelitian ditemukan bahwa setelah dekade ketujuh terjadi penurunan akson alfa motor neuron sebesar 50% dan lebih mengenai pada ekstremitas bawah dibandingkan ektremitas atas karena akson ekstremitas bawah aksonnya lebih panjang. 3) Perubahan fungsi endokrin Berbagai perubahan hormonal pada proses penuaan yang bisa berperan dalam menyebabkan hilangnya otot seiring penuaan antara lain testoteron, estrogen, insulin dan growth factor.
4) Vitamin D dan Hormon Paratiroid Kadar 25-OH- vitamin D menurun dengan penuaan. Beberapa penelitian mendapatkan adanya asosiasi antara kadar rendah 1,25 OH vitamin D dengan penurunan masa otot, kekuatan otot dan peningkatan risiko jatuh. Kadar vitamin D yang rendah berkaitan dengan peningkatan kadar hormon paratiroid. 5) Tingginya kadar dari sitokin Pada kondisi penyakit kronis seperti penyakit paru obstruktif kronis, gagal jantung, kanker berkaitan dengan peningkatan kadar sitokin proinflamsi, penurunan berat badan termasuk lean body mass. Kondisi ini dapat terjadi pada usia tua maupun muda dan disebut sebagai cachexia. Cachexia diasosiasikan dengan inflamasi, resistensi insulin, anoreksia, dan peningkatan pemecahan protein otot. Sehingga pada individu yang mengalami kaheksia juga akan terjadi sarkopenia, akan tetapi pada individu yang sarkopenia belum tentu kaheksia. 1,2
Kondisi akut hiperkatabolisme( kaheksia) ini berbeda dengan sarkopenia dimana proses lebih lama. Proses penuaan terjadi peningkatan sitokin secara gradual dan kronis, terjadi peningkatan kadar IL-6 dan IL-1. Proses penuaan berkaitan dengan peningkatan stimulus yang bersifat katabolik. Kondisi obestitas juga berkaitan dengan inflamasi. Pada individu yang mengalami sarkopenia dan obesitas disebut sebagai sarcopenic obesity. Kondisi ini lebih merupakan faktor prediktor terjadinya disabilitas dibandingkan dengan sarkopenia. Pada kondisi ini terjadi infiltrasi lemak pada otot skeletal yang berkaitan dengan penurunan kekuatan otot. 1,2 6) Disfungsi mitokondria dan apoptosis Adanya peranan disfungsi mitokondria pada sarkopenia tetap kontroversial. Fungsi mitokondria dipengaruhi oleh kerusakan kumulatif yang terjadi pada muscle mitochondrial DNA (mtDNA) yang terjadi akibat penuaan. Akibat dari hal tersebut adalah penurunan metabolisme rate dari sintesis protein otot, sintesis adenosin trifosfat, dan akhirnya mengakibatkan kematian pada serabut otot dan penurunan dari masa otot. Akan tetapi adanya aktivitas yang terbatas pada lansia dapat menjadi penyebab utama dari disfungsi mitokondria.1 7) Pengaruh genetika Beberapa faktor genetika merupakan kontributor utama terhadap variasi kekuatan otot dan (nucleus dan dalam mitkondrial), mitokondrialtempat siklus 36-65% keretanan2 macam terhadapDNA sarkopenia. Studi epidemiologi genetik menemukan sebesar crebs,otot, terpapar bebas tinggi asupan gula.dan 34% dari kemampuan untuk kekuatan 57%radikal performa dariakibat ekstremitas bawah, Mitochondrial DNA (ada di ekor sperma) jadi mitokondrial DNA melakukan aktivitas sehari-hari dijelaskan dengan faktor keturunan. diturunkan dari ibu 8) Pengaruh kekurangan nutrisi dan intake protein yang rendah
Sintesis protein otot menurun sebesar 30% pada lansia. Penuaan juga berkaitan dengan reduksi progresif asupan makanan, yang menimbulkan predisposisi terhadap malnutrisi energiprotein. Malnutrisi mengakibatkan muscle wasting. Jadi, intervensi nutrisi merupakan cara potensial yang menarik untuk mencegah dan mengobati sarkopenia pada manula disebabkan oleh aplikabilitas yang mudah dan keamanan. Penelitian untuk meningkatkan masa, kekuatan, dan sintesis protein otot dengan suplemen nutrisi komersial atau diet berprotein tinggi sebagian besar tidak berhasil. 13 Suplementasi nutrisi atau makanan berprotein tinggi yang ditambahkan pada resistance exercise tidak menyebabkan peningkatan massa, kekuatan, atau sintesis protein otot dibandingkan dengan latihan fisik saja . 38 Setidaknya terdapat dua kemungkinan penjelasan mengenai ketidakmampuan suplemen nutrisi atau peningkatan asupan protein untuk memacu pertumbuhan dan kekuatan otot. Pertama, adanya karbohidrat dalam suplemen nutrisi untuk manula tidaklah bermanfaat dan bahkan bisa melemahkan respons anabolik protein otot terhadap efek positif asam amino saja.14 Kedua, terdapat laporan bahwa orang dewasa tua, yang diberi suplemen tanpa adanya peningkatan aktivitas fisik, menurunkan asupan diet mereka, sehingga asupan energi total harian mereka tetap tak berubah.
38
Hal ini mengindikasikan bahwa suplemen nutrisi bagi manula
sebaiknya digunakan sebagai pengganti diet. Suplemen nutrisi untuk mencegah atau pengobati sarkopenia seharusnya hanya mengandung gizi yang mutlak diperlukan untuk menstimulasi anabolisme protein otot, untuk mencapai efisiensi anabolik tertinggi (efek anabolik per unit energi). Hubungan sarkopeni , sindroma geriatri dan frailty Sindroma Frailty dan sarkopenia terjadi suatu tumpang tindih, hampir setiap lansia yang mengalami frailty mengalami sarkopenia, beberapa lansia yang sarkopenia mengalami frailty. Secara umum konsep frailty tidak hanya meliputi faktor fisik akan tetapi juga meliputi faktor psikologis, sosial yang juga meliputi status kognitif, dukungan sosial dan faktor lingkungan lainnya. 1,2.
Gambar 2. Sarkopenia sebagai bagian dari sindroma geriatri
41
IV. Diagnosis Berdasarkan European Working Group on Sarcopenia in Older People (EWGSOP) tahun 2010 oleh Cruz-Jentoft AJ et al, kriteria sarkopenia harus memenuhi yaitu adanya massa otot yang kurang disertai kekuatan otot yang berkurang dan atau perfoma aktivitas fisik yang menurun.2 Menurut EWGSOP sarkopenia dibagi menjadi tiga tahap yaitu presarkopenia, sarkopenia dan sarkopenia berat. Dimana pada stadium presarkopenia hanya ditemukan penurunan masa otot tanpa adanya penurunan kekuatan dan performa otot, sedangkan pada sarkopenia ditemukan adanya penurunan masa otot disertai dengan penurunan kekuatan otot atau performa otot, sedangkan pada sarkopenia berat ditemukan penurunan dari ketiga hal tersebut.
Stage Presarcopenia Sarcopenia Severe sarcopenia
Muscle mass Muscle strength Performance ↓ ↓ ↓ or ↓ ↓ ↓ ↓ 2 Tabel 2. Stadium Sarkopenia Untuk penegakkan diagnosis pada anamnesis harus ditanyakan faktor risiko dari sarkopenia, kemudian pada pemeriksaan fisik dan penunjang diperlukan pengukuran kuantitatif dan kualtitatif terhadap otot. Secara keseluruhan kita harus melalukan pemeriksaan geriatric asessment.
Variable
Research
Clinical practice
Muscle mass
Computed tomography (CT) Magnetic resonance
BIA DXA Anthropometry
imaging (MRI) Dual energy X-ray absorptiometry (DXA) Bioimpedance analysis (BIA) Total or partial body potassium per fat-free soft tissue Muscle strength
Handgrip strength Knee flexion/extension Peak expiratory flow
Handgrip strength
Physical performance
Short Physical SPPB Performance Usual gait speed Battery (SPPB) Get-up-and-go test Usual gait speed Timed get-up-and-go test Stair climb power test
Tabel 3. Pengukuran masa otot, kekuatan dan fungsi pada penelitian dan kegiatan praktek sehari-hari. 2
Gambar 3. Kriteria Diagnosis Sarkopenia menurut International Working Group
Gambar 4 Alogaritma Diagnosis Sarkopenia menurut EWGSOP 2
Gambar 5. Algoritma Diagnosis Sarkopenia menurut EWGSOP2
Tabel 4. Nilai normal Lean Body mass dan skeletal mucle mass parameters pada dewasa muda di Cina 4 ASM :[(legs (kg)) + (arms)(kg)] Definisi sarcopenic obesity didapatkan dari gabungan diagnosis dari sarkopenia dan obesitas. Orang obesitas (nilai melalui BMI-nya) yang mengalami sarkopenia VI. Penatalaksanaan Tujuan dari penatalaksanaan sarkopenia adalah tercapainya perbaikan dari keluaran primer dan sekunder. Untuk terapi yang bersifat intervensi EWGSOP merekomendasikan tiga variabel keluaran yaitu masa otot, kekuatan otot dan performa fisik. 2
Suggested primary and secondary outcome domains for intervention trials in sarcopenia Primary outcome domains • Physical performance • Muscle strength • Muscle mass Secondary outcome domains • Activities of daily living (ADL; basic, instrumental) • Quality of life (QOL) • Metabolic and biochemical markers • Markers of inflammation • Global impression of change by subject or physician • Falls • Admission to nursing home or hospital • Social support • Mortality Tabel 5. Keluaran dari terapi sarkopenia
Penatalaksanaan Non Farmakologis Olahraga Tidak ada terapi farmakologis atau terapi perilaku yang lebih efektif seperti olahraga dalam memperbaiki kondisi sarkopenia. Olahraga yang efektif adalah olahraga dengan resistance training. Masa otot, kekuatan dan kualitas otot mengalami perbaikan setelah dilakukan latihan tersebut. The American College of Sport Medicine (ASCM) dan American Heart Association (AHA) menganjurkan latihan dimulai antara 70-90% repetisi maksimal pada dua hari atau lebih setiap minggu untuk memperoleh masa otot dan kekuatan pada lansia. 1
Gambar resistance exercise training
Olahraga aerobik tidak menghasilkan hipertropi otot seperti pada resistance training, akan tetapi olahraga ini lebih disukai orang tua karena tidak membosankan. Aerobik dapat menstimulasi sintesis protein otot, aktivasi sel satelit, dan peningkatan serabut otot pada daerah sekitarnya. Keuntungan lainnya olahraga ini dapat mengurangi lemak tubuh termasuk lemak didalam sel otot. Nutrisi Pada lansia yang mengalami malnutrisi, intake protein yang kurang akan menyulitkan Kuliah Prof. Hidenori Arai (Master Class of Ageing; Kyoto, Jepang, 2013 ) produksi masa otot dan kekuatan sebagai dari olahraga. sarkopenia pada lansia dapat Pemberian protein dengan tujuanhasil Balance Nitrogen Proses seimbang proteindengan 1,2-1,5 meningkatkan intake protein. Suplementasi protein sebaiknya diminimalkan Non protein kalori/Nitrogen ratio = digabungkan dengan olahraga, karena jika diberikan tunggal hasilnya tidak memuaskan. Pada energy intake-protein x 4 (kkal) /protein ini intake (dalam gr) lansia yang tidakTotal mengalami lansia malnutrisi suplemantasi tidak memberikan hasil yang 6,25 (nitrogen) jelas terhadap peningkatan masa dan kekuatan otot. Contoh: kebutuhan protein 60 gr Non Kalori protein = 1500 - 240= 1360 kkal Rasio Non Kalori protein/ Nitrogen rasio = 1360/60/6,25 = 9,6 = 131seharusnya Target 150-200 Kalorinya dinaikkan 1340/40/6,256,4 1340/6,2209
Penelitian yang terbaru menyarankan terapi nutrisi bersifat spesifik, seperti contohnya diberikan asam amino essensial yaitu leucine memberikan efek anabolik. Pada penelitian pada lansia didapatkan yang memberikan efek adalah asam amino essensial dibandingkan dengan asam amino non essensial. Pemberian asam amino essensial dianjurkan pada dosis besar satu kali saat makan dibandingkan pemberian intermitten. Pada studi-studi besar lainnya pemberian leucine tidak memberikan hasil untuk sintesis otot. Pencegahan terhadap sarkopenia harus dilangsungkan terus menerus selama hidup. Sebaiknya intake kalsium dan makanan yang cukup sejak dari muda dipertahankan terus menerus untuk mencegah terjadinya sarkopenia. 1 Penatalaksanaan Farmakologis Hormonal o Testosterone : pemberian hormone ini tidak dianjurkan sebagai terapi dari sarkopenia dikarenakan efek samping yang besar yaitu ( peningkatan kadar prostat specific antigen (PSA), hematokrit dan peningkatan kardiovaskular) dibandingkan dengan bukti-bukti yang lemah untuk peningkatan performa fisik. Studi lain untuk pemberian DHEA juga melaporkan tidak adanya perubahan dari kekuatan otot o Growth Hormone: dari studi-studi yang ada suplemantasi growth hormone memberikan hasil kurang baik, bahkan GH meningkatkan mortalitas pada penderita yang mengalami sakit berat dengan malnutrisi. Efek samping yang didapatkan antara lain arthralgia, edema, efek kardiovaskular, dan resistensi insulin membatasi penggunaan hormon ini. Dan mempunyai efek karsinogenik o Estrogen dan tibolone: kombinasi dari kedua hormone ini pada penelitian yang ada didapatkan peningkatan kekuatan dan perubahan komposisi tubuh, penggunaan tibolone sendiri dapat meningkatkan lean body mass dan penurunan masa lemak total. Tibolone adalah steroid sintetis yang mempunyai efek estrogenic, androgenic dan progestogenik. Miostatin Miostatin baru-baru ini ditemukan sebagai inhibitor terhadap pertumbuhan otot, adanya mutasi pada gene myostatin ini berakibat terhadap hipertropi otot. Antagonis myostatin dapat meningkatkan regenerasi jaringan otot pada mencit dengan meningkatkan proliferasi dari sel satelit. Terapi dengan miostatin mungkin dapat digunakan pada sarkopenia di masa yang akan datang. 1 Vitamin D Suplementasi vitamin D yang dianjurkan antara 700-800 IU setiap hari untuk mencegah risiko fraktur panggul dan risiko jatuh. Pada defisiensi vitamin D akan terjadi atropi otot dengan terjadi pengurangan serabut saraf tipe II. Mekanisme pasti antara vitamin D, calcium, sarkopenia dan masa otot belum diketahui dan perlu penelitian lebih lanjut. 1
Angiotensin II Converting Enzyme inhibitors (ACE inhibitors) Penelitian yang ada sekarang menunjukkan bahwa ACE inhibitors dapat mencegah terjadinya sarkopenia. Angiotensin II dapat menyebabkan atropi otot, mekanisme stres oksidatif, metabolik dan alur inflamasi dapat teraktivasi. ACE inhibitors ini menurunkan kadar Angiotensin II pada otot polos di vaskular. Angiotensin II berperan dalam sarkopenia melalui jalur pembentukan sitokin proinflamasi.
ACE inhibitors juga berperan dalam memperbaiki
toleransi olahraga melalu komposisi rantai panjang dari miosin pada otot skeletal. Polimorfisme dari gen ACE juga mempunyai efek anabolik dan efisiensi muskular setelah olahraga.1 Inhibitor sitokin Inhibitor sitokin seperti thalidomide dapat meningkatkan berat bandan dan menimbulkan efek anabolik pada pasien AIDS. TNF α menyebabkan atropi otot secara in vitro. Anti TNF α antibodi yang biasa diberikan sebagai terapi pada pasien rheumatoid arthritis dapat menjadi terapi alternatif pada sarkopenia. Akan tetapi sampai saat ini belum ada penelitian pada penderita sarkopenia, dan meningat keterbatasan dana dan efek samping pada obat ini. Dari data-data epidemiologi didapatkan bahwa lemak ikan mempunyai efek anti inflamasi yaitu omega-3, zat ini mungkin dapat mencegah sarkopenia.1 Apoptosis Apoptosis yang terjadi pada sarkopenia mungkin bersifat reversibel, sebagai contoh, olahraga dapat mengembalikan proses apoptosis pada otot skeletal. Modulator redox seperti karotenoid tampaknya mempunyai peranan dalam hilangnya kekuatan otot, keterbatasan fungsional, dan disabilitas. Akan tetapi hal ini semua masih perlu diteliti terlebih dahulu di masa depan.1 DIAGNOSTIK SARCOPENIA Society of Sarcopenia Cahexia and wasting disorders (SSCWD) Slow walking speed ≤ 1m/detik Japanese criteria for sarcopenia Skeletal muscle Index (SMI) = appendicular muscle mass/squared height (kg/m2) Laki-laki : < 6.87 kg/m2 Wanita : < 5.46 kg/m2 Korean criteria for sarcopenic obesity : Laki : 29.53% Wanita : 23.20% Waist circumference (WC) Laki : ≥ 90 cm Wanita : ≥ 85 cm European consensus SMI : Laki : 8.87 kg/m2 Wanita : 6.42 kg/m2 Handgrip strength : Laki < 30 kg Wanita < 20 kg 6 minute walking test 1. Pasien disuruh berjalan selama 6 menit dan diukur jarak yang mampu ditempuh 2. Pasien diminta berjalan dengan kecepatan paling cepat yang bisa dilakkan pasien 3. Pasen dapat menggunakan alat bantu jalan, alat yang digunakan harus dicatat 4. Test tidak dapat dilakukan apabila pasien membutuhkan orang lain untuk berjalan Hasil ≥ 0.8 m/s normal
DAFTAR PUSTAKA 1. Rolland, Yves and Vellas, Bruno. Sarcopenia. Brocklehurst’s Textbook of Geriatric Medicine and Gerontology. Elsevier: Philadelphia, 2010: 587-593. 2. Cruz-Jentoft, A J. et al. Report Sarcopenia: European Consensus on definition and diagnosis. Report of the European Working Group on Sarcopenia in Older People. Age and Ageing. 2010; 39: 412–423 3. Lynch, GS. Overview of Sarcopenia. Sarcopenia-Age related Muscle Wasting and Weakness. Springer: Melbourne, 2011: 1-5. 4. Lau, Edith M C; Lynn, Henry S. et al. Prevalence of and Risk Factors for Sarcopenia in Elderly Chinese Men and Women. The Journals of Gerontology;Medical Sciences. 2005;60: 213-216. 5. Hwang Byungkwan; Lim, JY. et al. Prevalence Rate and Associated Factors of Sarcopenic Obesity in Korean Elderly Population. J Korean Med Sci. 2012; 27: 748-755. 6. Holloszy, J.O..The Biology of Aging. Mayo Clinic Proc. 2000; 75 (Suppl): 53-58. 7. Wolfson, L., et al. Strength is a Major factor in Balance, Gait, and The Occurence of Falls. J.Gerontol.A Biol.Sci.Med.Sci. 1995; 50: 64-67. 8. Evans, W.J. What is sarcopenia? J.Gerontol.A Biol.Sci.Med.Sci. 1996;50: 5-8. 9. Volpi, E., et al. Muscle tissue changes with aging. Journal of Endocrinology and Diabetes. 2010; 56;173-76. 10. Lexel, J. Human Aging , muscle mass, and fiber type composition. J. Gerontol. A Biol.Sci.Med.Sci. 1995; 50: 11-16. 11. McCormick, K.M., Thomas, D.P., Exercise-induced satelite cell activation in senescent soleus muscle. J. Appl. Physiol. 1992 ;72:888-898. 12. Cortopassi, G.A., et al. A pattern of accumulation of a somatic deletion of mitochondrial DNA in aging human tissues. Proc Natl Acad Sci U S A. 1992..;89:7370–7374. 13. Welle, S., et al. Myofibrillar protein synthesis in young and old men. Am J Physiol Endocrinol Metab. 1993; 264:E693–E698. 14. Volpi, E., Kobayashi, H., Mittendorfer, B. Essential amino acids are primarily responsible for the amino acid-stimulation of muscle protein anabolism in healthy older adults. Am J Clin Nutr. 2003;78:250–258. 15. Roubenoff, R., Castaneda, C., Sarcopenia : understanding the dynamics of aging muscle. JAMA. 1998; 286:1230-1231. 16. Ferrando, A.A., et al. Magnetic resonance imaging quantitation of changes in muscle volume during 7 days of strict bed rest. Aviat Space Environ Med. 1995;66:976–981.97 17. Ferrando, A.A., Lane, H.W., Stuart, C.A. Prolonged bed rest decreases skeletal muscle and whole body protein synthesis. Am J Physiol Endocrinol Metab.1996.;270:E627–E633. 18. Yarasheski, K.E., Zachwieja, J.J., Bier, D.M. Acute effects of resistance exercise on muscle protein synthesis rate in young and elderly men and women. Am J Physiol Endocrinol Metab. 1993;265:E210–E214. 19. Hasten, D.L., Pak-Loduca, J., Obert, K.A., Yarasheski, K.E. Resistance exercise acutely increases MHC and mixed muscle protein synthesis rates in 78–84 and 23–32 years old. Am J Physiol Endocrinol Metab. 2000 ;278:E620–E626. 20. Jozsi, A.C., Campbel, W.W., Joseph, L. Changes in power with resistance training in older and younger men and women. J. Gerontol.A.Biol.Sci.Med.Sci.1999; 54: M591-M595. 21. Tseng, B.S., et al. Strength and aerobic training attenuate muscle wasting and improve resistance to the development of disability with aging. J Gerontol A Biol Sci Med Sci . 1995;50:113–119.
22. Carraro, F., Stuart, C.A., Hartl, W.H.Effect of exercise and recovery on muscle protein synthesis in human subjects. Am J Physiol. 1990;.259: E470-E476. 23. Coggan, A.R. et al. Skeletal muscle adaptations to endurance training in 60- to 70-yr-old men and women. J Appl Physiol.1992;72:1780–1786. 24. Charifi, N., Kadi, F., Feasson, L., Denis, C. Effects of endurance training on satellite cell frequency in skeletal muscle of old men. Muscle and Nerve. 2003.;28:87–92 25. Tracy, B.L et al. Muscle quality. II. Effects Of strength training in 65- to 75-yr-old men and women. J Appl Physiol. 1999 ;86:195–201 26. Schroeder, E.T., Terk, M., Sattler, F.R. Androgen therapy improves musclemass and strength but not muscle quality: results from two studies. Am J Physiol Endocrinol Metab.2003;285:E16– E24. 27. Lamberts, S.W., van den Beld, A.W., van der Lely, A.J. The endocrinology of aging. Science. 1997.;278:419–424. 28. Tenover, J.S., et al. Age-related alterations in the circadian rhythms of pulsatile luteinizing hormone and testosterone secretion in healthy men. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 1988.;43:M163–M169. 29. Morley, J.E., Perry, H.M III., Kaiser, F.E. Effects of testosterone replacement therapy in old hypogonadal males: a preliminary study. J Am Geriatr Soc .1993;41:149–152. 30. Bhasin, S., Buckwalter, J.G. 2001. Testosterone supplementation in older men : a rational idea whose time has not yet come. J Androl. p. 22: 728-731. 31. Melton, L.J., Khosla, S., Crowson, C.S. Epidemiology of sarcopenia. J.Am.Geriatric.Soc.2000; 48: 625-630. 32. Gower, B.A., Nyman, L. Associations among oral estrogen use, free testosterone concentration, and lean body mass among postmenopausal women. J Clin Endocrinol Metab .2000;.85:4476– 4480. 33. Flynn, M.A., Weaver-Osterholtz, D., Sharpe-Timms, K.L. Dehydroepiandrosterone replacement in aging humans. J Clin Endocrinol Metab. 1999;84:1527–1533. 34. Blackman, M.R., Sorkin, J.D., Munzer, T. Growth hormone and sex steroid administrationin healthy aged women and men : a randomized controlled trial. JAMA. 2002; 288: 2282-2292. 35. Ferrannini, E., Vichi, S., Beck-Nielsen, H. Insulin action and age. European Group for the Study of Insulin Resistance. Diabetes.1999;45:947–953. 36. Thompson, J.L., Butterfield, G.E., Marcus, R. The effects of recombinant human insulin-like growth factor-I and growth hormone on body composition in elderly women. J Clin Endocrinol Metab.1995 ;80:1845–1852. 37. Campbell, W.W., Crim, M.C., Dlla. Increased protein requirements in elderly people : new data and retrospective reassessments. Am J CLin Nutr. 1994; 60: 501-509. 38. Fiatarone, M.A., O’Neill, E.F., Ryan, N.D. Exercise training and nutritional supplementation for physical frailty in very elderly people. N Engl J Med. 1994;330:1769–1775. 39. Smith, K., Barua, J.M., Watt, P.W. Flooding with [1-13C]leucine stimulates human muscle protein incorporation of continuously infused L-[1-13C]valine. Am J Physiol. 1992;262:E372– E376. 40. Smith, K., Reynolds, N., Downie, S. Effects of flooding amino acids on incorporation of labeled amino acids into human muscle protein. Am J Physiol. 1998 ;275:E73–E78. CT scan:jenis demensia Alzimer: ada 2 Pembagian demensia (jenis-jenis demensia) Letak atropi
Temporal Frontal Sejarah ditemukannya demensia Pada orang ditemukan adanya kangguan memory, dan ditemukan neurofibrinomatosis tangel Atropi hipocampal (khas alzaimer) CT scan alzaimer (frototemporal) Luwy body bagaimana gambarannya Tabel beda antara klinis alzeimer Klo timbul halusiasi dulu itu apa? MMSE clock drowing test Care giver support Donapezil (Aricept)- buat demensia yang apasih? Lihat http.www.fkup.ac Cari di dynamed Pass word: Unipad ID: S2483204 Jurnal ebsco Tambahin pemeriksaan cepat Hapalin 6 items screener dan clock drowing test