Tugas Mata Kuliah Pengantar Teknologi Informasi dan Komunikasi
“Musik dalam Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi”
Kelas F (Gekom 301-302) Oleh: Kelompok 5 Aysa Nadira Putri (1406620604) Celine Lorencia (1406541991) Cut Ayu Rahimainita (1406556412) Fauziah Putri Oktaviani (1406541921) Nayla Aprilia (1406541833) Nurhasna Muthiah (1406541796) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2016
Daftar Isi I. Pendahuluan..........................................................................................................................1 II. Isi...........................................................................................................................................2 2.1. Mediamorphosis..............................................................................................................2 2.2. Technological Determinism.............................................................................................5 2.3. Social Construction of Technology..................................................................................6 2.4. Konvergensi Media.........................................................................................................8 2.5. Regulasi Musik..............................................................................................................12 2.6. Bisnis Musik..................................................................................................................17 III. Kesimpulan.........................................................................................................................8 IV. Daftar Pustaka....................................................................................................................9
ii
Bab I Pendahuluan Musik adalah salah satu sarana untuk berkomunikasi. Dalam menyampaikan pesan, baik kepada individu atau khalayak rama, musik dapat dijadikan sebagai salah satu alternative. Melalui musik, manusia mengekspresikan pendapat, suasana hati, dan pemikiran. Musik sudah ada sejak zaman dahulu dan teknologinya selalu mengalami perkembangan sejalan dengan waktu. Perkembangan yang ada didasarkan oleh kebutuhan manusia akan kualitas musik itu sendiri dan juga demi perkembangan teknologi. Dalam membahas perkembangan teknologi musik, akan disinggung pula hal-hal seperti media, regulasi, dan bisnisnya.
1
Bab II Isi 2.1.Mediamorphosis Mediamorphosis merupakan istilah yang merujuk pada transformasi atau perubahan pada media komunikasi, yang biasanya terjadi melalui interaksi yang kompleks antara kebutuhan, tekanan kompetitif dan politik, serta inovasi sosial dan teknologi (Fidler, 1997). Mediamorphosis yang dikemukakan oleh Fidler adalah tentang mempelajari berbagai teknologi media komunikasi sebagai anggota dari satu kesatuan sistem yang saling berhubungan dari masa lampau, masa sekarang dan masa depan dan memiliki unsur kesamaan. Menurut Fidler, mempelajari sistem komunikasi sebagai satu kesatuan membuat kita sadar bahwa teknologi tidak berdiri secara independen dan spontan, tetapi merupakan metamorfosis dari media lampau. Musik merupakan bagian dari komunikasi. Lewat musik pesan dapat disampaikan baik kepada satu penerima maupun khalayak luas. Musik yang ada pada saat ini dibuat dan disebarluaskan menggunakan teknologi. Teknologi dalam musik
juga mengalami
mediamorphosis seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan baik untuk memproduksi dan juga medistribusikan karya-karya yang dibuat. Perubahan teknologi di bidang musik ini berpengaruh pada produksi, distribusi dan konsumsi musik itu sendiri. Berikut adalah paparan mengenai mediamorphosis yang terjadi dalam teknologi terkait dengan musik: -
Phonautograph adalah alat perekam akustik pertama yang diciptakan oleh Édouard-Léon Scott de Martinville. Alat ini dipatenkan oleh Scot pada tahun 1857. Namun, pada saat itu Scott tidak berpikir bahwa suara yang dihasilkan oleh mesin yang ia ciptakan dapat diputar ulang.
-
Phonograph, adalah alat pertama yang dapat merekam dan memproduksi ulang suara manusia yang diciptakan oleh Thomas Alfa Edison. Dalam alat ini Edison Merekam “Mary’s Little Lamb”. Dalam perkembangannya, phonograph dikembangkan lagi oleh Alexander Graham Bell, Chichester Bell, dan C.S. Tainter yang kemudian dipatenkan dengan nama Graphophone. Mereka menyadari bahwa tinfoil yang sebelumnya dipergunakan oleh Thomas Alfa Edison merupakan instrumen yang menjadi hambatan paling besar, karena mudah robek dan hanya dapat memutar ulang suara yang baik dalam jumlah kecil. Mereka mengganti bahan tinfoil dengan wax. Pada akhir 1889, perusahaan Tainter, Bell dan Edison mengeluarkan alat yang lebih profitable yang merupakan
2
Phonograph yang dapat diputar dengan memasukkan koin. Alat ini dikenal sebagai jukebox pertama. Pada tahun 1906, bahan wax tergantikan oleh celluloid. Perkembangan terus terjadi, di tahun 1906, Victrola yang diluncurkan. Victrola pada dasarnya dalah Phonograph yang disamarkan menjadi furniture rumah tangga. Sekitar tahun 1880 dan 1890, saat belum ada orang yang memiliki recorded music dirumahnya,
musik pada saat itu hanya diperkenalkan lewat konser atau pertunjukkan
langsung. Media untuk menyebarkan musik yang terkenal pada saat itu adalah sheet music. 1
Orang dengan status sosial menengah keatas pada saat itu banyak yang mempelajari
instrumen, terutama piano, dan membeli sheet music untuk mereka mainkan dirumah. Sementara bagi yang tidak memiliki kemampuan untuk memainkan alat musik, memiliki cara lain untuk menikmati musik, yaitu lewat kotak musik. Tidak ada yang tahu siapa pencipta pertama kotak musik. Namun, diyakini yang membuat adalah
Louis Favre, seorang
pengrajin jam dari Geneva.2 -
Pada tahun 1888, seorang bernama Emile Berliner mendemonstrasikan alat perekam dan pemutar suara yang dinamakan Gramophone di Franklin Institute, Philadelphia. Alat ini setahun sebelumnya telah dipatenkan sebagai Gramophone pertama. Gramophone, berbeda dengan alat perekam pendahulunya Phonograph, yang menggunakan silinder, menggunakan teknologi baru yaitu flat disk yang terbuat dari lilin dan seng.
-
Diantara tahun 1898 dan 1900an, seorang penemu bernama Valdemar Poulsen memperkenalkan Telegraphone. Sebuah alat perekam magnetik pertama menggunakan kabel besi yang dapat merekam langsung dari sambungan telefon, yang sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh Phonograph.
-
Pada 1930an, perusahaan elektronik AEG memperkenalkan Magnetophon, sebuah brand dari reel-to-reel tape recorder yang mengunakan magnetic tape, diciptakan oleh Fritz Pfleumer.
1
Turow, Joseph. (2014). Media Today : Mass Communication in a Converging World [5th edition]. New York: Routledge. Hlm 272.
2
http://www.lambertcastle.org/musicbox.html (diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.00 WIB)
3
-
Kaset pertama kali dikenalkan pada tahun 1958 dengan sistem reel-to-reel. Ukuran cartridge pada saat itu 127 x 197 x 13 mm dan kaset dapat memuat audio hingga 30 menit. Di tahun 1963, compact cassette pertama kali dikenalkan oleh Phillips, dapat memuat musik stereo hingga 30-40 menit di setiap sisi. Pada tahun 1966, 8-track kaset dipasang pada mobil Ford. Setelah itu kaset semakin berkembang hingga Sony memperkenalkan Walkman di tahun 1979.
-
Pada bulan Maret, 1977 Phillips mendemonstrasikan digital optica disc kepada publik pertama kali di Audio Fair. Dua tahun kemudian, Optical Disk tersebut diperkenalkan kepada pers internasional dengan ukuran 11,5 cm dan sebuah Compact Disc Audio Player. Pada tahun 1982, Sony dan Phillips berkolaborasi untuk mengeluarkan CD player komersil pertama. Pengenalan musik dalam CD ini adalah tanda dimana musik memasuki era digital.
Selain perkembangan perangkat keras yang telah disebutkan diatas, musik juga mengalami perkembangan format pada era digital. Dimana pada tahun 1993 format MP3 mulai diiperkenalkan oleh perusahaan German Fraunhofer-Gesellshaft. MP3 adalah format digital audio data yang telah di compressed. Perkembangan ini format ini berujung pada tahun 1997 dimana format MP3 dapat masuk kedalam Windows. Perkembangan perangkat ini kemudian seiring pula dengan perkembangan platform untuk distribusi konten musik apalagi seiring dengan keberadaan internet. Di tahun 1999, Shawn Fanning dan Sean Parker menciptakan Napster, peer-to-peer file-sharing pertama yang memungkinkan orang untuk saling berbagi musik. -
Perangkat selanjutnya dalam perkembangan musik adalah iPod keluaran Apple pada bulan Oktober tahun 2001 dimana sebelumnya Apple telah memperkenalkan iTunes sebagai digital jukebox software di bulan Januari.
Selain Napster dan iTunes sebagai perkembangan platforms distribusi konten musik, portalportal lain untuk dapat mendistribusikan dan mengkonsumsi musik juga semakin beragam seperti Youtube, Soundcloud, Pandora, dan Spotify. Perbedaan teknologi ini berdampak kepada berbagai macam hal, seperti pengalaman yang dialami audience dalam menikmati musik. Selain itu, perubahan-perubahan teknologi yang terjadi juga mempengaruhi dari segi bisnis di industri musik. Hal ini akan dibahas lebih lanjut di bab mengenai bisnis.
4
2.2.Technological Determinism Technological determinism secara sederhana mengggagas sebuah pemikiran bahwa teknologi memiliki efek yang penting terhadap hidup kita (Adler, 2006). Teknologi musik yang sejak awal hingga sekarang selalu berkembang juga berdampak pada kehidupan manusia. Musik sejak kemunculan awalnya ditunjang oleh berbagai macam alat yang dapat mengeluarkan suara. Dahulu, ketika manusia berkeinginan untuk menikmati musik, maka mereka harus memainkan alat musik yang ada. Sebagai contoh keluarga kelas menengah pada akhir 1800an, dimana anggota-anggota keluarganya sering bermain instrumen musikal, terutama piano (Turow, 2014). Banyak anggota keluarga yang belajar bagaimana memainkan alat musik. Kemudian pada saat itu berkembang pula industri yang menjual sheet music pada toko musik. Namun, pada Agustus tahun 1877, Thomas A. Edison menemukan sebuah teknologi yang dinamakan phonograph (americaslibrary.gov). Phonograph merupakan sebuah mesin yang dapat digunakan untuk merekam suara. Dengan alat ini, manusia dapat dengan mudah memainkan dan menyimpan suara. Prinsip teknis dari phonograph menjadikannya sebuah medium baru untuk ekspresi artistik, yang pada akhirnya mengubah musik secara keseluruhan. Phonograph sejak awal bukan diciptakan untuk menjawab kebutuhan sosial yang menekan—tidak ada kebutuhan permintaan mendesak dari masyarakat untuk reproduksi audio dan musik, namun untuk memperbaharui teknologi telegraf dan telepon (loc.gov). Ditengah-tengah proses pembentukan phonograph, Thomas Edison menemukan bahwa alat yang ia ciptakan dapat merekam suaranya dan kemudian memainkannya. Penemuan teknologi ini kemudian mengubah masyarakat dan dunia musik sendiri. Kebiasaan masyarakat yang pada awalnya ketika hendak mendengar atau menikmati musik harus memainkan alat musik yang ada, atau bahkan datang ke sebuah resital untuk menyaksikan pertunjukkan musik, pun menjadi berubah sejak kemunculan phonograph. Manusia pun dengan mudah dapat menikmati musik di rumah mereka masing-masing dan tanpa harus memiliki keahlian memainkan musik. Perubahan ini pun berlanjut terus dalam perkembangan dunia musik. Berbagai macam media penyimpan suara pun ditemukan, mulai dari piringan hitam, cassette tape, compacct disc, hingga format digital mp3. Perubahan ini lah yang terjadi hingga sekarang, dimana musik semakin lama semakin mudah untuk dikonsumsi, terutama sejak kemunculan internet yang berimplikasi pada kemunculan tren downloading. Tren downloading yang ada sejak kemunculan dan populernya internet, membawa perubahan tersendiri juga bagi dunia musik sendiri dan manusia dari segi produksi maupun konsumsi. 5
Manusia sekarang menggunakan internet untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk mendengarkan musik. Jika sebelumnya masyarakat masih menggunakan cassette tape atau Compact Disc untuk mendengarkan musik, sekarang dengan bermigrasinya berbagai macam industri ke era digital, kebiasaan pengonsumsian musik pun menjadi berubah. Ketika ingin mendengarkan sebuah lagu yang baru, manusia akan dengan otomatis membuka berbagai gadget yang mereka miliki untuk mendownload lagu terkait dan kemudian memainkannya di music player yang ada di gadget mereka. Manusia tak lagi menjalankan rutintas pergi ke toko musik untuk membeli CD ketika ingin mendengarkan musik. Dari hal ini, kita dapat melihat bahwa terjadi perubahan-perubahan seiring dengan berubahnya teknologi dalam dunia musik, baik dari segi pengonsumsiannya dan produksinya. 2.3.Social Construction of Technology Tertulis dalam buku Media Today, Joseph Turow mengatakan, “audio recording as a medium of communication developed as a result of social, legal responses to the technology during different periods”. Ia juga mengatakan bahwa ada masanya dimana beberapa perusahaan alat rekaman itu bersaing. Fenomena ini didasari oleh kepercayaan para perusahaan tersebut bahwa masyarakat selalu menginginkan hasil suara yang memiliki kualitas yang semakin bagus seiring masyarakat memutar ulang rekaman audio tersebut. Sehingga ini memicu para perusahaan untuk terus berinovasi dalam meningkatkan teknologi dari alat rekaman guna memenuhi kebutuhan masyarakat. 3 Dalam pembahasan Social Construction of Technology (SCoT) terhadap rekaman audio atau musik kali ini akan dibagi menjadi dua hal, yaitu berdasarkan konten, teknologi dan genre. Dari segi konten, beberapa musik berupa lagi dibuat berdasarkan keadaan yang ada. Misalnya, Iwan Fals sangat gencar sekali membuat lagu-lagu yang liriknya berisikan tentang kritik pada zaman kepemimpinan Suharto. Baik kritik terhadap pemimpin negara, wakil rakyat, sampai peristiwa yang pada saat itu terjadi. Lalu untuk penyanyi internasional ada rapper Eminem yang seringkali lagunya berisikan tentang keadaan negara dan sosial yang kerap kali membedakan masyarakatnya, khususnya permasalahan kaum kulit putih dan hitam dan kaitannya dengan keadilan yang ada. Lalu ada pula lagu yang dibuat ketika terjadi bencana alam, seperti Sherina yang menciptakan lagu “Indonesia Menangis” pada tahun 2005 pasca tsunami Aceh yang dimana liriknya berisikan tentang refleksi manusia akan perilakunya selama ini terhadap alam. Kemudian ada Justin Bieber yang memiliki lagu berjudul “Pray”, bedasarkan video klip dari lagu tersebut menggambarkan sebuah keadaan 3
Turow, J. (2014). Media Today 5th Edition. New York, NY: Taylor & Francis Group.
6
dunia yang sedang perang lalu banyak anak-anak kecil yang menjadi korbannya dan keadaan negara Afrika yang keadaannya sangat jauh dari kata baik jika dibandingkan dengan negara maju dan berkembang lainnya. Dari segi teknologi, cukup banyak ditemukan. Jika mengikuti waktu, pertama ada streaming pada tahun 1920an yang masih menggunakan radio.4 Pada zaman itu, band atau penyanyi jika ingin menyebarkan lagunya tidak dapat dengan memberikan file mp3 tapi harus benyanyi secara langsung lalu kemudian disiarkan pada saat itu juga. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil suara yang keluar di radio jernih dan enak untuk didengar oleh para khalayak. Selanjutnya, ada iTunes yang dimana semua pengguna Apple dapat membeli sebuah musik atau lagu secara legal dengan cara membayar sejumlah uang. Ketika kita sudah membayarnya lagu yang kita inginkan langsung tersimpan ke dalam iPhone/iPad/iPod/PC kita dan langsung dapat kita nikmati. Tentunya hal ini merupakan terobosan baru karena masyarakat memiliki kebutuhan baru yaitu menikmati musik dimana saja kapan saja dengan cara yang praktis. Kemudian dalam bidang musik tentunya sebagian orang juga memiliki hobi bernyanyi dan sebenarnya sudah ada fasilitas tersebut yaitu karaoke. Namun, karaoke kerap kali dibayangkan membutuhkan microfon, sound system dan sebagainya. Masyarakat membutuhkan suatu hal yang praktis maka Smule menciptakan “Sing! Karaoke”. Fasilitas yang berbentuk aplikasi ini dapat memenuhi kebutuhan para pecinta bernyanyi. Ditambah ini sudah dilengkapi dengan musik yang persis dengan aslinya, lalu ada lirik yang mengiringi, dan terkadang jika sebuah lagu hits terdapat didalamnya penyanyi aslinya sehingga seolaholah kita dapat berduet dengan mereka. Kemudian masih dalam hal karaoke, pada tahun 2015 Colin Furze menciptakan “Shower Karaoke”.5 Penemuan ini dibuat karena ia merasa bahwa banyak orang yang sangat suka benyanyi ketika mereka sedang di kamar mandi. Oleh karena itu dibuatlah “Shower Karaoke”, yang dimana dilengkapi dengan mikrofon dan layar sentuh tahan air serta di dalamnya ada bola disko dan lampu-lampu untuk mendukung kegiatan karaoke tersebut. Kemudian dari segi genre, musik memiliki banyak genre namun di pembahasan kali ini akan dibahas tentang empat genre yaitu jazz, pop, elektronik, dan soundtrack. Genre jazz diciptakan oleh Buddy Bolden yang merupakan orang Afrika-Amerika yang bertempat
4
Straubhaar, J., LaRose, R., Davenport, L. (2012). Media Now Seventh Edition, Understanding Media, Culture, and Technology. Boston, MA: Wadsworth. 5
http://www.homecrux.com/2015/01/23/24556/colin-furze-makes-singing-while-bathingmore-fun-with-karaoke-shower.html (diakses pada Kamis, pukul 03.08 WIB)
7
tinggal di New Orleans.6 Ia memiliki sebuah band yang biasa benyanyi untuk sebuah acaraacara tertentu, dan Bolden pribadi suka sekali memainkan musik yang bergenre gospel, blues, dan ragtime yang dimana hasil dari perpaduan ketiga hal tersebut menghasilkan musik jazz. 7 Lalu ada musik pop yang merupakan penamaannya berasal dari sifat lagu jenis ini yang ketika dirilis menjadi hits dan juga musik jenis ini easy listening dan tidak mudah dilupakan oleh banyak orang baik irama maupun liriknya. Karena semua orang menikmati musik yang sama maka semua orang juga membicarakan musik yang sama oleh karena itu musik ini menjadi popular. Maka muncullah genre popular music atau pop music. Kemudian ada musik genre elektronik yang dimana dalam irama musiknya seolah-olah terdapat sentuhan elektronik yang merupakan sebuah genre yang cukup baru. Karena semakin hari musik jenis elektronik semakin digandrungi oleh masyarakat, maka sebagian dari mereka juga ingin memproduksi musik jenis ini. Dan kemudian diciptakanlah alat untuk menunjang pembuatan musik elektronik bernama LaunchPad dan diiringi dengan aplikasi yang mempermudah masyarakat antara lain Mixxx, LMMS, dan UltraMixer. Dan yang terakhir terdapat sebuah genre yang sebelumnya masyarakat tidak menyadari yaitu genre soundtrack. Soundtrack merupakan lagu yang terkadang dalam satu album terdapat beberapa lagu yang menunjang sebuah film. Lagu-lagu ini berguna untuk meningkatkan penyuasanaan sebuah adegan di film dan soundtrack juga memiliki kelebihan yaitu untuk meng-engage para penonton untuk ikut merasakan dan mendapatkan pesan yang sineas berusaha sampaikan. 2.4.Konvergensi Media Di dalam jurnalnya yang berjudul “The Cultural Logic of Media Convergence”, Jenkins mengatakan bahwa konvergensi media lebih dari sekedar pergeseran teknologi. Disini, konvergensi merujuk pada arus konten media yang tersebar melalui multimedia platforms, kerjasama antara industri media, dan perubahan perilaku dari khalayak media yang akan mencari konten hiburan yang sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Selain Jenkins, Turow (2014) mengatakan bahwa konvergensi media terjadi ketika dua atau lebih media bergabung dan terintegrasi menjadi satu. Konvergensi media juga dapat terjadi ketika konten media bergabung dengan media lainnya. Konvergensi media terjadi seiring dengan adanya perkembangan teknologi, terutama dengan adanya kemunculan dari internet. Turow mengatakan
6
http://www.theguardian.com/music/2011/jun/17/buddy-bolden-invents-jazz (diakses pada Kamis, pukul 03.34 WIB) 7
http://www.newsweek.com/2014/12/05/telling-story-buddy-bolden-man-who-inventedjazz-286289.html (diakses pada Kamis, pukul 04.56 WIB)
8
bahwa internet merupakan pusat dari berbagai aspek konvergensi media, hal ini berarti segala bentuk dari konvergensi atau integrasi media berbasis atas keberadaan internet. Dalam paper ini, akan dibahas mengenai konvergensi pada musik yang akan dipandang dari aspek teknologi, audience, industri, genre,danpasar. Selain itu, akan juga dibahas konvergensi musik bila dikaitkan dengan interrnet, dalam hal ini akan dibahas lebih jauh konvergensi antara musik dengan media sosial, music streaming, dandownload.
Teknologi
Dalam hal teknologi, konvergensi yang terjadi pada musik terjadi pada teknologi yang digunakan untuk mendengarkan musik. Pada awalnya, musik hanya diperuntukkan untuk golongan kaum atas. Lalu dengan muncul dan berkembangnya radio yang mulai memutarkan musik maka musik sudah tidak lagi menjadi milik kalangan atas saja. Hanya saja, dengan radio kita tidak bisa memilih lagu apa yang ingin kita dengarkan, suka atau tidak suka kita harus mendengarkan lagu-lagu yang dipilih dan diputarkan oleh DJ radio. Lalu mulai munculah alat-alat yang dicipatakan untuk mendengarkan musik.Pada masa itu, orang-orang harus memiliki alat tersendiri untuk mendengarkannya, seperti misalnya tape, mp3, ipod, dan walkman. Tetapi, seiring dengan berkembangnya teknologi untuk mendengarkan musik tidak lagi perlu untuk alat khusus untuk memutarkan musik, hal ini dikarenakan adanya perkembangan fitur pada smartphone yang memungkinkan untuk memainkan musik. Karena perkembangan ini, tidak lagi diperlukan untuk menggunakan dua jenis teknologi yang berbeda untuk dapat menikmati musik.Konvergensi ini tidak hanya terjadi pada smartphone saja, tetapi juga pada laptop, tablet dan juga televisi. Tetapi, dengan adanya konvergensi ini tidak serta merta menghilangkan teknologi yang telah tercipta sebelumnya. Hal ini masih didasarkan kepada preferensiaudience dengan media apa ia ingin menikmati tersebut. Hal ini dikarenakan perbedaan experience yang dirasakan oleh kita selaku audience. Hanya saja, adanya konvergensi ini mempermudah para penikmat musik untuk mengkonsumsi musik karena saat ini untuk menikmati musik mereka tidak lagi perlu untuk membeli alat pemutar musik khusus untuk mengkonsumsi musik karena fitur pemutar musik tersebut telah tersedia di gadget yang dimiliki oleh audience. Konvergensi lain yang terjadi pada musik adalah dengan diciptakannya music video. Music video sendiri pertama kali muncul pada tahun 1920-an, tetapi mereka mulai menonjol pada tahun 1980-an ketika muncul MTV. Seperti yang kita ketahui, musik diciptakan dalam bentuk audio. Sementara itu,music video menggabungkan bentuk audio dari musik dengan bentuk visual dari video. Hal ini tentunya menambah minat audience dalam mengkonsumsi musik dan juga memberikan experience lebih dengan memberikan gambaran cerita dari musik itu sendiri. Music video sendiri digunakan untuk tujuan promosional, artistic, dan juga digunakan sebagai salah satu strategi marketing untuk meningkatkan penjualan.
9
Konvergensi teknologi lainnya adalah dengan dibuatnya applikasi dimana kita seakan “memainkan” alat-alat musik seperti gitar, drum, dan piano sehingga kita seakan-akan bisa memainkan alat musik tersebut tanpa perlu bisa untuk memainkan alat musik aslinya. Dan juga aplikasi-aplikasi yang tersedia untuk mengedit dan menyatukan lagu seperti Garage Band dan lainnya.
Audience
Konvergensi media juga dapat meningkatkan cakupan audience. Kemunculan internet memudahkan para audienceuntuk mencari informasi yang mereka inginkan. Begitu pula halnya dengan musik. Dengan adanya konvergensi antara musik dan internet, konvergensi antara para pemilik media, dan konvergensi teknologi dalam internet, mereka meluaskan cakupan audience yang dapat mereka tangkap. Dengan adanya konvergensi, kita dapat menikmati musik-musik yang berasal dari zaman yang berbeda, kita dapat menikmati musik-musik yang berasal dari negara berbeda, dan juga mencakup generasi-generasi berbeda. Konvergensi juga menyebabkan musik yang tadinya hanya dinikmati atau ditujukan untuk khalayak tertentu saja menjadi dinikmati oleh khalayak yang lebih luas. Hal ini tentunya membawa dampak positif bagi industri musik karena semakin banyak audience yang berhasil mereka cakup maka keuntungan yang mereka dapatkan maka akan semakin besar. Selain itu, adanya konvergensi juga lebih menguntungkan bagi audience. Karena dengan semakin meluasnya pilihan yang dibawa oleh konvergensi, maka audiens semakin memegang kuasa atas pilihannya. Hal ini dikarenakan mereka dapat mengontrol dan memilih sesuai dengan keinginan mereka dan apa yang bermanfaat bagi mereka. Seperti halnya bagaimana audience memilih teknologi apa yang mereka gunakan untuk memainkan musik mereka, genre lagu seperti apa yang mereka sukai, dan platform atau aplikasi apa yang mereka gunakan untuk mendapatkan dan mendengarkan musik mereka.
Industri dan Genre
Dalam industri, konvergensi media terjadi ketika industri musik bekerja sama dengan industri lainnya. Contoh yang dapat diambil adalah ketika industri bekerja sama dengan industri perfilman atau bahkan industri game dan menciptakan soundtrack.Soundtrack sendiri dapat berbentuk musik yang memang khusus diciptakan sebagai musik yang digunakan untuk film atau game tertentu, atau musik yang telah ada sebelumnya yang kemudian dipilih untuk mengiringi film atau game tersebut. Soundtrack merupakan genre musik yang dihasilkan dari konvergensi yang terjadi karena adanya kerjasama antara industri-industri tersebut. Konvergensi ini merupakan simbiosis mutualisme dari industri-industri tersebut. Fandom dari musisi yang terpilih untuk mengisi soundtrack akan terbawa untuk menonton film atau memainkan gameyang memfiturkan musisi favorit mereka tersebut, dan
10
juga sebaliknya yaitu orang-orang menjadi memiliki ketertarikan kepada musisi yang difiturkan pada film atau game tersebut. Contoh yang terkenal adalah soundtrack untuk film “Frozen”. Film animasi tersebut meraih kesuksesan besar setelah meraih beberapa penghargaan, begitupula dengan lagu “Let it Go” yang dinominasikan sebagai Best Original Song oleh Academy Award pada tahun 2014, dan juga meraih piala Grammy untuk Best song written for visual media pada tahun 2015. Album kompilasi soundtrack film “Frozen”yang diliris oleh Walt Disney Records juga menuai kesuksesan yang tidak kalah besar. Meskipun film dan soundtrack dari film ini pada awalnya ditujukan untuk menjangkau audience yang lebih muda, film dan soundtrack ini berakhir dinikmati oleh seluruh kalangan umur karena alur ceritanya yang bagus dan juga soundtracknya yang menarik. Salah satu soundtrack yang juga meraih kesuksesan seperti ini adalah soundtarck dari film iconic “Titanic” yaitu lagu My Heart Will Go On yang dibawakan oleh Celine Dion. Lagu ini membawa Celine Dion pada puncak kepopularitasan dan masuk kedalam list “Songs of the Century”. Contoh lainnya adalah membuat film yang bertemakan musical sehingga lagu-lagu yang terdapat di film tersebut merupakan original soundtrack yang memang diperuntukkan untuk film tersebut, seperti karya-karya disney yaitu: High School Musical, Camp Rock, dan Hannah Montana. Atau seperti Glee, yang melakukan cover dari lagu-lagu yang telah ada sebelumnya. Bentuk kerjasama lain dapat dilihat dari tayangan-tayangan musik yang ada di televisi. Stasiun televisi dapat bekerja sama dengan pihak penyelenggara suatu konser untuk mendapatkan hak siar ekslusif dari konser tersebut sehingga fans-fans yang tidak dapat menghadiri konser tersebut juga bisa merasakan euphoria dari konser tersebut. Begitu juga ketika mereka membuat sebuah siaran yang berisi tentang musik seperti tayangan Dahsyat, Inbox, acara-acara pencarian bakat, acara yang menampilkan music video dan membahas tangga lagu, dan lainnya. Begitupula dengan adanya radio. Karena berkembangnya dan meluasnya radio, musik juga menjadi semakin berkembang. Penikmat musik menjadi lebih banyak karena kehadiran radio. Belum lagi dengan adanya konvergensi, para audience juga dapat memberikan suara mereka mengenai lagu-lagu apa yang ingin mereka dengarkan di radio langganan mereka. Bentuk lainnya adalah kerjasama pihak industri musik dan pihak industri game yang mengusung tema musik. Salah satu yang paling terkenal adalah “Guitar Hero”. Begitupula dengan Smule yang membuat beberapa game yang bertemakan musik. Smule mengmbangkan aplikasi dimana penggunanya dapat berkaraoke, memainkan piano, gitar, flute, dan juga mengubah ucapan kita menjadi rap. Lainnya adalah game “The Voice” yang dikembangkan oleh StarMakeryang diangkat dari acara pencarian bakat di televisi yang memiliki judul yang sama.
11
Pasar
Konvergensi media juga tentunya merubah keadaan pasar. Pangsa pasar musik telah banyak berubah pada era digital. Pada saat ini, tidak banyak lagi orang-orang yang membeli bentuk fisik dari musik (seperti kaset, cd, vinyl, atau lainnya) meskipun orang-orang yang menikmati bentuk fisik dari musik tidak menghilang sama sekali. Keberadaan internet membuat banyak orang-orang yang beralih kepada bentuk musik digital. Sekarang ini lebih banyak orang-orang yang membeli musik dari itunes atau sarana lainnya karena dirasa lebih praktis dan beragam. Ketika musik telah berhasil di download, audience bisa menikmatinya dengan berbagai jenis musik-musik lainnya yang telah tersimpan di foldernya. Berbeda ketika kita memutar cd dan lainnya dimana kita hanya dapat menikmati lagu-lagu yang ada di album itu saja. Selain point-point diatas, masih ada lagi konvergensi yang timbul akibat berkembangnya internet. Adanya konvergensi antara musik dengan sosial media terjadi karena perkembangan internet. Contohnya adalah pada Sound Cloud dan Youtube. Dengan Sound Cloud dan Youtube memungkinkan kita untuk meng-upload lagu-lagu ciptaan kita sendiri atau hasil cover dari lagu-lagu yang telah ada sebelumnya. Social media ini juga menjadi platform kita untuk mencari dan mendengarkan lagu yang kita inginkan. Perbedaan antara Sound Cloud dan Youtube adalah pada format. Sound Cloud mengadaptasi format audio only sedangkan youtube mengadaptasi format audio visual karena Youtube juga menampilkan video. Keduanya dapat digunakan oleh para musisi untuk mengembangkan karir musik mereka. Konvergensi lainnya adalah munculnya music streaming di internet baik yang berbasis aplikasi maupun website. Begitupula dengan adanya radio-radio streaming yang ada. Hal ini juga merujuk dengan kemunculan situs-situs untuk mendownload lagu dan juga platform untuk mendengarkan musik secara gratis. Hal ini tentunya digemari oleh masyarakat karena mereka dapat menikmati lagulagu kesukaan mereka tanpa perlu mengeluarkan uang untuk membayar. Namun sayangnya keberadaan internet yang membantu konvergensi disini juga membawa dampak negatif yaitu adanya piracy dan juga maraknya illegal download karena banyak bermunculannya situs-situs torrents untuk melakukan illegal downloading ini.
2.5.Regulasi 1. Kebijakan Publik di Era Konvergensi Freedom of Expression Kapasitas manusia untuk menyebarkan dan menyuarakan informasi untuk kesadaran refleksi diri adalah prinsip dasar kebebasan berekspresi. Musik maupun lagu merupakan salah satu sarana penting bagi kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, penting dibahas mengenai kebijakan kebebasan berekspresi dalam musik.
12
Dasar hukum dari kebebasan berekspresi adalah Deklarasi Universal PBB tentang HAM yang dikembangkan lebih lanjut dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Selain itu, di Indonesia terdapat pasal 28, UUD 1945 Indonesia yang juga menjadi dasar hukum dari lahirnya Undang-Undang (UU) RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 14 yang berisikan “(1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya; (2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.8 Ancaman kebebasan berekspresi di era konvergensi sekarang ini dapat dibagi dua jenis, yaitu offline & online. Ancaman tersebut dapat dibagi ke dalam dua kategori: pembatasan berdasarkan konten dan perangkat yang digunakan untuk membatasi ekspresi. Pada kategori pertama, pembatasan berekspresi biasanya disamakan dengan diskriminasi. Diskriminasi seringkali diterapkan terhadap kelompok yang lemah berdasarkan gender, pendidikan, LGBT, dll. Selain diskriminasi, pembatasan lainnya dapat berupa hujatan yang kebanyakan ditujukan pada agama yang minoritas dan pandangan pihak oposisi. Kasus yang terjadi di Indonesia, yaitu: pelarangan konser Lady Gaga (2012) yang ditangani oleh perusahaan Burson Marsteller (BM), perusahaan Public Relations (PR) untuk mengembalikan nama baik dari Big Daddy Entertainment selaku penyelenggara konser Lady Gaga9. Dengan adanya penolakan secara offline oleh kelompok-kelompok agama dan diprovokasi ke dalam media sosial (online), perusahaan BM berhasil memutar-balik keadaan dengan menggerakkan opini publik untuk mendukung konser melalui media tradisional dan online. Terkait konten, sampai sekarang sangat disayangkan belum terdapat kategori resmi untuk mengatur musik/lagu yang layak didengarkan oleh anak-anak, remaja, maupun dewasa. Di Amerika, hanya terdapat datadata klasifikasi musik yang disukai oleh kelompok umur tertentu, tanpa ada regulasinya.10 Perangkat yang membatasi kebebasan berekspresi dapat diartikan menjadi penyensoran. Di era digital sekarang ini, pelarangan akses terhadap informasi banyak terjadi dalam bentuk pemblokiran situs-situs atau sosial media di Internet. Dalam hal 8
http://donnybu.com/2012/07/25/internet-kebebasan-berekspresi-dan-hak-asasimanusia-ham/ (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 15.46 WIB) 9
http://www.burson-marsteller.com/case-studies/the-lady-gaga-concert-debacle/ (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 16.08 WIB) 10
https://musicmachinery.com/2014/02/13/age-specific-listening/ (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 13.33 WIB)
13
musik, penyensoran terjadi umumnya pada lirik lagu. Ragam penyensoran lagu ada dua, sensor kata kasar (sendiri maupun lembaga) dan sensor penguasa.
11
Sensor kata kasar
(radio edit) misalnya pada lagu Sugar - Maroon 5, bagian “Don’t give me all that shy shit” menjadi “Don’t give me all that shy *sshhh*”. Sedangkan sensor penguasa berarti sensor yang dilakukan oleh pihak penguasa karena dianggap meresahkan masyarakat. Contohnya Koesplus (1965) yang sempat dipenjara karena memainkan lagu Beatles yang dianggap membawa pengaruh buruk terhadap masyarakat. Pada 6 Mei 2016, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat melarang dan membatasi pemutaran 24 lagu karena lirik lagu mengandung pornografi dan vulgar. Salah satu lagu yang dilarang adalah lagu Satu Jam Saja – Zaskia Gotik dan yang dibatasi adalah lagu Belah Duren – Julia Perez.12 Dari segi internet, penyensoran lagu masih dilakukan oleh pengguna aktif (Youtuber). Sangat disayangkan pemerintah belum mampu melakukan penyensoran lagulagu di internet, terutama isu pembajakan yang akan dibahas pada sub bagian berikutnya. Copy Right vs. Right to Copy Isu kebebasan berekspresi berhubungan dengan isu hak cipta yang diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pelaku yang dimaksudkan terbagi menjadi produsen musik/lagu (seniman) dan konsumen musik/lagu (penikmat seni). Para seniman tidak dapat disebut menjadi seniman lagi karena jiwa seni yang dasarnya adalah bebas (misal: melakukan remix), menjadi terkekang. Penikmat seni yang menganggap sah saja membagikan seni yang mereka miliki (music file sharing) mengalami dilema akibat digugat isu pembajakan (piracy) yang lazim terdapat pada internet. Menurut UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 32 Ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak”. Apabila dikaitkan dengan UU di atas, The Pirate Bay merupakan salah satu contoh platform yang menyediakan berbagai fasilitas untuk baik mengunggah maupun mengunduh file secara bebas yang dapat berupa musik, film, buku, lagu, dan lainnya, yang telah dilindungi oleh UU Hak Cipta (Copyright). Tapi, siapa yang salah? Tanpa pengguna, The Pirate Bay tidak akan dapat menjadi situs sebesar ini sekarang dan tanpa situs seperti The Pirate Bay, pengguna tidak dapat melakukan proses unggah-unduh file-file yang terlindung hak cipta. 11
http://www.kompasiana.com/ahmadimam/ragam-menyensorlagu_5500e320a333110d1751036c (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 17.55 WIB) 12
http://www.riaupos.co/111831-berita-24-lagu-ini-dilarang-diputar-olehkpid.html#ixzz489R6sDQl (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 23.48 WIB)
14
Cara untuk menanggulangi pelanggaran tersebut adalah dengan menerapkan loyalti pada pencipta dan pemiliknya dan model bisnis baru yang akan dibahas pada bagian 2.6. Untuk lagu-lagu cover/remix yang diciptakan untuk tujuan komersial, pencantuman nama penyanyi asli saja tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum pemegang hak cipta. Agar tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari pencipta/pemegang hak cipta sebagai berikut: a. Lisensi atas Hak Mekanikal (mechanical rights), yakni hak untuk menggandakan, mereproduksi (termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD, kaset rekaman dan media rekam lainnya; dan atau b. Hak Mengumumkan (performing rights), yakni hak untuk mengumumkan sebuah lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram. Royalti atas mechanical right yang diterima dibayarkan oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak (biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili komposer/pencipta lagu). Sementara pemungutan royalti atas pemberian performing rights pada umumnya dilakukan oleh sebuah lembaga (di Indonesia disebut Lembaga Manajemen Kolektif – “LMK”) berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan lembaga tersebut (contoh: WAMI – Wahana Musik Indonesia dan YKCI – Yayasan Karya Cipta Indonesia). 13 Contoh penyanyi yang meng-cover lagu-lagu orang lain dengan lisensi, adalah Sabrina. Solusi yang paling tepat dalam isu copyright ini adalah adanya kesadaran dari para penyanyi dan pemusik untuk membuat lisensi Creative Commons (CC), yaitu suatu lisensi hak cipta yang memperbolehkan publik untuk membagikan dan menggunakan karya seseorang dengan syarat tertentu (umumnya bukan tujuan komersial). 14 Dengan adanya persyaratan dan keinginan dari sang pencipta musik/lagu itu sendiri, membuat kepuasan dan keadilan yang tercipta antara penyanyi/pemusik, online platform, dan user. 2. Tata Kelola Internet: Privasi Privasi sangat berkaitan erat dengan freedom of expression. Di era Internet sekarang, arus pertukaran informasi menjadi semakin banyak dan cepat, begitu pula audiences. 13
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt506ec90e47d25/apakah-menyanyikanulang-lagu-orang-lain-melanggar-hak-cipta (diakses pada Kamis, 12 Mei 2016 pukul 03.05 WIB) 14
https://creativecommons.org/about/ (diakses pada Kamis, 12 Mei 2016 pukul 03.27 WIB)
15
Pemerintah berkemampuan melacak user dan menghendaki semua data individu agar disimpan pada server negara tertentu. Maka, pemerintah pun melangkahi ranah privasi user, sehingga membatasi kebebasan berekspresinya. Dengan adanya pembatasan tersebut, lama-kelamaan menyebabkan berkurangnya kerelaan masyarakat untuk mengekspresikan pendapat. Masyarakat yang dimaksudkan terbagi menjadi produsen musik/lagu (seniman) dan konsumen musik/lagu (penikmat seni). Data dan kehidupan pribadi para seniman yang diketahui oleh seluruh netizen secara cepat dan luas. Penikmat seni melalui internet (website maupun aplikasi) terganggu privasinya akibat rekam jejak terhadap data pribadi dan adanya iklan. Dalam internet governance musik mengenai isu privasi, pemerintah belum melakukan dapat tindakan seperti menurut The World Summit on the Information Society (WSIS) dalam Kurbalija (2014:5), internet governance adalah penguasaan dan pengawasan internet yang dilakukan oleh kelompok tertentu (pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil) untuk tujuan tertentu. Isu yang terdapat dalam internet governance ada dua, yaitu privasi dan proteksi data. Proteksi data adalah mekanisme legal untuk memastikan privasi. Privasi, seperti yang tercantum dalam Kurbalija (2014:105) dan video dari Prof. David Kaye, adalah hak asasi dasar manusia untuk mengontrol informasinya sendiri dan memutuskan untuk membuka informasinya atau tidak. Cara melindungi privasi musik paling ampuh yakni dengan anonimitas. Anonimitas dan perangkat yang mengatur anonomitas bagi user, baik melalui VPN (Virtual Private Network) maupun melalui perangkat pengguna seperti Tor Network The Proxy Server menjadi perangkat penting untuk melindungi privasi saat dilakukannya pengawasan. Misalnya dengan tidak melakukan register pada suatu website atau aplikasi musik. Turow (2014:187) menyebutkan bahwa konvergensi dan digitalisasi media memunculkan arus komunikasi yang sangat cepat dan efisien sehingga mempermudah bisnis khususnya pengiklan, yang berujung pada pelanggaran isu privasi, khususnya dalam sektor individu dan bisnis. Untuk melindungi privasi individu, Turow (2014:188) menganjurkan dua cara atau pendekatan dalam melihat isu: opt-in approach berarti individu secara eksplisit menyetujui atau tidak menyetujui informasinya diberikan kepada perusahaan (dalam Internet) dan opt-out approach berarti perusahaan (dalam Internet) boleh menyimpan informasi pribadi dari individu selama diberitahu apa yang dilakukan perusahaan dan diberi kesempatan untuk menolak pengambilan informasi. Contoh pengaplikasian kedua pendekatan ini ada pada Term & Condition aplikasi musik Joox saat disinkronisasi (login) dengan Facebook. Aplikasi musik Joox tersebut melakukan pemberitahuan kepada user bahwa yang dapat diakses adalah hanya informasi pribadi 16
saja, tanpa dapat melakukan posting ke halaman Facebook. Facebook, selain melibatkan pengguna dalam proses penyetujuan, juga memberikan fitur untuk menolak di akhir. 2.6.Bisnis Musik Dalam penerapannya, model bisnis pada industri musik menjadi salah satu model bisnis yang paling beragam. Secara umum, pada paper ini akan dipaparkan perkembangan bisnis musik yang akan dibagi dalam dua bagian. Kedua bagian tersebut mungkin akan menunjukan peran internet yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap perubahan model bisnis pada industri musik itu sendiri. Bagian pertama akan dibahas perkembangan model bisnis industri musik sebelum kemunculan internet, yang mana juga berhubungan dengan media yang dipergunakan. Selanjutnya pada bagian kedua akan dibahas perkembangan bisnis sekaligus siasat yang diterapkan oleh para pelaku industri musik setelah kemunculan internet dan era digital. Bisnis musik sebelum internet Secara umum, bisnis musik sebelum internet lebih berfokus pada penjualan ‘musik’ itu sendiri. Perbedaannya hanya terdapat pada media yang digunakan untuk melakukan penjualan seperti vinyl, kaset, dan compact disc (CD). Namun ternyata, sebelum ditemukannya media-media yang dapat digunakan untuk merekam dan mendistribusikan suara tersebut, bisnis musik telah berjalan dengan penjualan musik cetak dan live show atau konser. Live show music Pada awal perkembangannya sebelum ditemukan peralatan-peralatan seperti mesin cetak, alat perekam, radio, dan lain sebagainya para musisi yang bergelut di dunia permusikan memfokuskan pendapatan mereka dari penampilan mereka secara langsung di tempat-tempat pertunjukan. Pendapatan yang mereka dapatkan murni merupakan dari biaya penampilan mereka atau donasi dari para pendengar. Pertunjukan musik atau yang saat ini lebih dikenal dengan konser juga berlanjut hingga masa kemunculan internet (yang akan dijelaskan di bagian selanjutnya), namun konser juga berkembang pada masa-masa sebelum kemunculan internet dengan konser rock pertama di dunia yaitu the Moondog Coronation Ball pada tahun 1952 di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat. Selain itu pada masa ini juga muncul promotor musik pertama di dunia yaitu Bill Graham (Uncle Bobo). Ditambah lagi didukung oleh kemunculan radio dan televisi sebagai media yang mempromosikan musik yang dapat merambah ke wilayah antar negera, mulailah dikenal musisi-musisi internasional seperti 17
Elvis Presley dan The Beatles yang menjadi pelopor terciptanya konser musik tur dunia atau yang kita kenal sebagai World Tour pada masa kini. Selain itu The Beatles juga muncul sebagai musisi pertama yang menciptakan sekaligus menampilkan musik mereka sendiri. Printed music Dipertengahan abad ke 19, didukung oleh ditemukan dan berkembangnya mesin cetak, lembaran kertas dan yang dikumpulkan menjadi sebuah buku musikal menjadi produk utama dari industri musik di dunia. Hal ini didukung karena para penonton pertunjukan musik ingin mendengarkan kembali musik yang mereka dengarkan dipertunjukan dengan memainkan kembali musik yang mereka dengarkan di piano mereka masing-masing. Perkembangan penjualan buku musical ini diawali oleh Ottaviano Petrucci di kota kiblat musik saat itu, Venice, dengan mencetak kumpulan notasi musik pertama, Harmonice Musices Odhecaton. Namun, komersialisasi kumpulan notasi musik pertama baru dilakukan pada pertengahan abad ke 18 oleh istri dari composer besar dunia, Mozart, yang menjual kumpulan manuskrip dan notasi dari konser-konser Mozart sebelumnya. Recorded Music Kemunculan recorded music didukung oleh perkembangan teknologi yang dikembangkan oleh Thomas Alpha Edison. Komersialisasinya diawali dengan kemunculan Columbia Records pada tahun 1887 sebagai perkembangan dari Volta Graphophone Company yang mana juga menjadi label rekaman paling tua di dunia. Sampai saat ini pun Columbia Records (saat ini dimiliki Sony Music Entertainment) menjadi salah satu label rekaman tersukses dengan mengorbitkan musisi-musisi kelas dunia seperti Adele, Michael Jackson, Prince, hingga Daft Punk. Hingga saat ini recorded music terus berkembang terutama dari segi media distribusinya. Dimulai pada masa awalnya berupa penjualan vinyl, kaset, dan compact disc (CD) seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Saat ini peta persaingan label rekaman di dunia di dominasi oleh empat perusahaan besar yaitu Sony Music Entertainment, Universal Music Group, Warner Music Group, dan EMI Music. Di Indonesia sendiri label rekaman paling besar juga merupakan bentuk ekspansi dari Grup Sony yaitu Sony Music Indonesia. Ringbacktone Banyak label-label rekaman di Indonesia yang bekerja sama dengan provider-provider telepon seluler yang menjadikan lagu-lagu sebagai nada sambung pribadi. Dengan biaya
18
tertentu yang ditarik secara rutin (perminggu atau perbulan) label rekaman seperti nagaswara berbagi keuntungan dengan provider tersebut dari keuntungan pemakaian rbt. Bisnis musik setelah kemunculan internet Kemunculan internet dapat dikatakan merevolusi bisnis musik. Para pelaku industri tersebut harus pandai-pandai memutar otak agar bisnis mereka di industri musik dapat bertahan. Hal ini disebabkan karena kebisaan musik untuk didistribusikan dalam format digital yang sangat erat kaitannya dengan piracy yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasilnya, dalam beberapa tahun belakangan banyak label rekaman yang gulung tikar karena tidak cukup kuat untuk menghadapi seleksi alam. Pada kasus di Indonesia misalnya adalah Disc Tarra dan Aquarius yang sempat sekarat dengan mengobral habis-habisan produk mereka, hingga pada akhirnya beberapa bulan lalu Aquarius mati total dan Disc Tarra menutup hampir sebagian besar gerai mereka. Tenggelamnya bisnis musik konvensional dalam bentuk fisik ‘disponsori’ oleh terus berkembangnya bisnis musik digital. Dibawah ini merupakan bentuk-bentuk model bisnis musik di era digitalisasi dan beberapa strategi bisnis yang telah diterapkan pelaku industri musik konvensional dan para musisi dalam rangka mensiasati hal tersebut. Distribusi musik digital Pada sepuluh tahun pertama diabad ke 21 distribusi musik melalui download dan streaming (yang sebagian besar illegal) menjadi lebih popular daripada bentuk fisik (vinyl, kaset, CD). Hal ini didukung oleh perkembangan internet yang begitu pesat. Tahap awal perkembangan bisnis digital di dunia diawali dengan kemunculan situs pertukaran musik peer-to-peer yaitu Napster yang memicu begitu banyak kontroversi. Apabila dikaitkan dengan ‘Between decline and a new online business model’ karya Andreu Ripolles dan Jessica Castillo, terdapat beberapa model bisnis Koran digital yang disebutkan pada jurnal tersebut yang juga telah diterapkan di model bisnis digital musik yaitu sebagai berikut:
Free-content Model bisnis free content ini menggunakan iklan sebagai sumber pendapatan utama. Para pendengar atau pengakses situs tersebut biasanya tidak perlu untuk melakukan pembayaran atau berlangganan. Namun mereka mengizinkan diri mereka untuk diterpa iklan-iklan yang diselipkan diawal, akhir, maupun ditengah suatu musik. Contoh situs yang menerapkan model bisnis adalah YouTube, Yahoo! music, AOL Music, dan MySpace. Kebanyakan situs-situs yang bersifat free-content ini merupakan situs distribusi musik yang berbasis streaming, artinya para pendengar
19
hanya bisa mendengarkan lagu-lagu tanpa bisa memilikinya. Dalam hal ini situs-situs seperti YouTube dan MySpace berusaha menjaga hubungan baik dengan label-label rekaman sehingga tidak terjadi pembajakan. YouTube misalnya yang merupakan anak perusahaan Google bekerjasama dengan Universal Music Group dan Sony Entertainment yang memunculkan suatu layanan yang bernama vevo dengan berbagi
keuntungan dari iklan. Subscription Service (Freemium) Jenis situs seperti ini menyediakan layanan download tanpa batas kepada pelanggannya dengan biaya tertentu yang dibayarkan setiap bulannya. Setelah membayar biaya berlangganan untuk satu bulan tersebut para pelanggan dapat streaming musik sepuasnya selama suatu periode tertentu. Selain akses musik semuanya biasanya perusahaan dengan model bisnis seperti ini memberikan keuntungan lain kepada pelanggan yang mengupgrade keanggotaannya seperti kualitas musik yang lebih baik, tanpa iklan, dan dapat menyimpan musik-musik tertentu sehingga tetap dapat mendengarkan musik tersebut walaupun tanpa koneksi internet. Contoh situs dengan model bisnis seperti ini adalah napster, spotify dan deezer. Situs-situs itu, yang dalam konteks ini akan diambil contoh secara mendalam Spotify, yang baru beberapa bulan lalu resmi masuk ke Indonesia, menerapkan model bisnis
yang
membagi keuntungan dengan
artist
dengan perhitungan yang tetap seperti pada gambar disamping. Selain itu, bagi artis-artis yang berada dibawah label rekaman tertentu, Spotify telah memberlakukan pembagian keuntungan dengan perbandingan 70:30 dengan label-label rekaman. Namun sebenarnya, banyak artis yang masih menganggap royalty yang didapat dari situs-situs yang menerapkan model semacam ini terlalu kecil dan kurang
menguntungkan mereka dari sisi finansial. A-la-carte Pada model bisnis musik seperti ini para pengakses aplikasi atau situs harus melakukan pembayaran pada setiap musik yang ingin didengarkan. Bentuk pembayarannya adalah satuan per musik. Contoh dari perusahaan yang menerapkan model bisnis seperti ini adalah iTunes Store dan Amazon. Pembagian keuntungan pada model bisnis seperti ini lebih jelas dibandingkan model bisnis yang lain, karena 20
harga yang diterapkan untuk perlagunya sudah merupakan kesepakatan dari label, musik, dan perusahaan distributor musik itu sendiri. Bagi para pendengar atau konsumen, model bisnis kepemilikan lagu seperti ini dianggap mengundungkan karena mereka tidak perlu mendownload seluruh lagu dalam sebuah album, mereka dapat lebih bebas untuk memilih lagu mana yang ingin mereka beli atau dengarkan. Di Indonesia sendiri, dengan terus meningkatnya kebiasaan transaksi online dan kepemilikan kartu kredit membuat semakin banyak konsumen yang melakukan pembelian. Selain itu bagi para musisi di Indonesia hal tersebut juga menguntungkan, karena bagi para musisi dengan kualitas yang baik, mereka dapat merasakan karya mereka lebih dihargai. Selain itu masuknya perusahaan seperti iTunes di Indonesia mendorong gairah pasar musik tanah air untuk menjadi raja di negara mereka sendiri. Hal tersebut salah satunya dibuktikan dengan daftar penjualan tertinggi di iTunes yang mulai diisi oleh nama-nama lokal. Bukti nyatanya adalah duduknya lagu Kesempurnaan Cinta milik Rizky Febian di tangga nomer dua penjualan musik di
iTunes mengalahkan ‘Sorry’ milik Justin Bieber. Crowd-funding Beberapa tahun kebelakang model bisnis seperti mulai dilirik oleh para pelaku industri musik terutama dengan basis penggemar yang besar. Hal tersebut disebabkan karena peran para penggemar setia musisi-musisi tersebut sangat penting untuk kelangsungan model bisnis ini. Selain itu, model bisnis ini juga memerlukan kesadaran dari para penggemar untuk kelangsungan musisi idola mereka. Sebetulnya, model bisnis seperti ini belum mulai di terapkan di Indonesia karena dirasa fans-fans garis keras musisi Indonesia belum cocok untuk dijadikan sasaran penerapan model bisnis seperti ini. Saat ini terdapat sebuah situs yang bernama Patreon. Secara umum situs ini tampak seperti YouTube namun tidak terdapat iklan. Patreon disebut sebagai tempat migrasi baru dari situs YouTube dimana diharapkan para creator dari sebuah video bisa mendapatkan pendapatan finansial dari setiap musik video yang diuploadnya. Pendapatan mereka merupakan hasil donasi dari para Patron yang secara sukarela memberikan donasi. Bagi para patron, mereka juga bisa mendapatkan keuntungan seperti akses ekslusif terhadap musisi, potongan harga di toko merchandise, hingga
video ucapan selamat ulang tahun. Cross-subsidies Model bisnis cross subsidies adalah dengan memberikan secara gratis atau biaya yang jauh lebih murah produk tertentu atau sample dengan harapan dapat meningkatkan
21
penjualan produk asli atau produk lainnya. Contoh penerapan model bisnis ini adalah apa yang pernah dilakukan oleh Radiohead dalam penjualan single di album mereka pada tahun 2007, In Rainbows. Pada penjualan album tersebut Radiohead tidak menetapkan harga yang pasti. Mereka membebaskan para pengunduh album tersebut untuk menetapkan harga sesuai dengan kesanggupan dan kemauan mereka atau bahkan tanpa membayar sama sekali. Walaupun EMI, label yang menaungi band tersebut tidak merelease secara pasti keuntungan yang mereka dapatkan melalui penjualan tersebut namun dipercaya strategi tersebut meningkatkan penjualan album Radiohead secara drastis. Selain itu, contoh lain yang unik dan cukup menggemparkan adalah apa yang dilakukan oleh Prince pada albumnya Planet Earth pada tahun 2007. Ia bekerja sama dengan Koran mingguan di Inggris untuk menjadikan CD Album tersebut sebagai bonus. Hasilnya, selain penjualan album tersebut diperkirakan meningkat, konser Prince pada tahun-tahun selanjutnya juga tidak pernah sepi penonton. Additional music business Kenyataannya pada saat ini model-model bisnis digital belum dirasa cukup untuk mendatangkan keuntungan finansial bagi para musisi, label, pencipta lagu, dan pihak-pihak terkait lainnya. Salah satu penyebab utamanya adalah pembajakan yang akan dijelaskan pada bagian sebelumnya. Namun, terkait dengan hal tersebut para pelaku bisnis musik dan yang berhubungan dengannya mensiasatinya dengan hal-hal dibawah ini: Konser musik Drastisnya penurunan tingkat penjualan fisik musik membuat para musisi dan label mereka harus memutar otak untuk tetap mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu secara rutin para musisi menggelar sebuah konser musik dalam bentuk tur berkeliling dunia dengan harga tiket yang begitu beragam. Hingga saat ini dicatat konser 360 o U2 yang digelar pada tahun 2009-2011 sebagai tur dunia tersukses yang dihadiri lebih dari 66 ribu penonton dalam 110 kali konser dengan keuntungan hingga lebih dari 736 juta dollar. Di Indonesia, konser-konser atau show di acara-acara tertentu dipandang sebagai strategi utama para artis untuk mendapatkan keuntungan. Acara-acara musik di televisi hingga undangan-undangan konser offair menjadi penunjang pendapatan musisi-musisi tanah air ditengah pendapatan dari penjualan bentuk fisik musik yang
makin menurun. Penjualan merchandise Penjualan merchandise berhubungan erat dengan penyelenggaraan konser diatas. Dimana saat penyelenggaraan konser tersebut, disediakan booth-booth yang menjual
22
merchandise resmi para musisi yang dijual kepada penonton dengan harga yang terkadang tidak masuk akal seperti kaos, gelang, dan jaket. Selain itu, tak jarang juga para musisi menjual merchandise mereka melalui situs resmi atau halaman streaming musik mereka seperti YouTube Vevo. Para musisi juga banyak yang mulai membuat produk-produk yang berkaitan dengan diri mereka walaupun tidak berkaitan dengan
musik seperti parfume dan alat kecantikan. Old-but-gold selling Belakangan ini menurut data dari beberapa sumber dikatakan bahwa penjualan vinyl mengalami peningkatan ditengah penjualan bentuk fisik musik CD. Bagi para musisi di luar negeri hal ini dipandang sebagai sebuah model bisnis yang menarik. Contoh terbaru adalah Radiohead yang pada tanggal 8 Mei 2016 lalu mengumumkan bahwa mereka akan menjual kembali vinyl dari album terbaru mereka. Penjualan vinyl dianggap sebagai penjualan prestige. Selain itu, alasan lain kembalinya vinyl ke industri permusikan adalah karena vinyl dianggap memiliki kualitas suara lebih jernih dibandingkan bentuk musik fisik lainnya. Kemunculan kembali vinyl ini menciptakan
anggapan bahwa model bisnis musik tak hanya bersifat linear namun, longitudinal. Penjualan CD di gerai restoran cepat saji dan minimarket Di Indonesia banyak para musisi mulai dari para soloist (Cinta Laura) hingga band (hijau daun, armada) yang menjual CD rekaman mereka di gerai-gerai restoran cepat saji seperti KFC dan minimarket seperti Alfamidi. Penjualan yang dilakukan di resotoran cepat saji biasaya dijadikan satu dengan paket makanan yang dibeli.
23
Bab III Kesimpulan Musik memiliki kaitan yang begitu luas dengan teknologi dan perkembangannya. Perkembangan teknologi terutama dalam hal kemunculan internet memiliki pengaruh yang begitu besar terhadap musik apabila dipandang dari sisi media, model bisnis, dan regulasinya. Dari sudut pandang mediamorphosis menunjukan bahwa perkembangan teknologi di dunia permusikan terus mengalami kemajuan yang dapat menciptakan dampak terhadap technological determinism. Selain itu perkembangan musik juga disebabkan oleh faktor-faktor sosial yang berkembang di masyarakat. Perkembangan teknologi itu sendiri juga menimbulkan terjadinya konvergensi media yang menyebabkan munculnya bisnis musik yang baru dan beragam. Perkembangan internet turut menjadi pendorong harus adanya regulasi yang sejalan dengan perkembangan tersebut.
24
Bab IV Daftar Pustaka Buku: Adler, Paul. (2006). Technological Determinism. Burgess, R. J. (2014) The History of Music Production. New York: Oxford University Press. Jenkins, Henry. 2004. The Cultural Logic of Media Convergence. International Journal of Cultural Studies, Volume 7(1): 33-43 Kurbalija, Jovan. (2014). An Introduction to Internet Governance 6th Ed. Switzerland: DiploFoundation Straubhaar, J. Larose, R. Davenport, L. (2012) Media Now: Understanding Media, Culture and Technology 7th Ed. Wadsworth, Cengage Learning. Turow, Joseph. (2014). Media Today : Mass Communication in a Converging 5th Ed. New York: Routledge. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Zittrain, J. 2008. The Future of The Internet And How To Stop It. New Haven: Yale University Press Website: http://donnybu.com/2012/07/25/internet-kebebasan-berekspresi-dan-hak-asasi-manusia-ham/ (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 15.46 WIB) http://www.burson-marsteller.com/case-studies/the-lady-gaga-concert-debacle/ (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 16.08 WIB) http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt506ec90e47d25/apakah-menyanyikan-ulanglagu-orang-lain-melanggar-hak-cipta (diakses pada Kamis, 12 Mei 2016 pukul 03.05 WIB) http://www.kompasiana.com/ahmadimam/ragam-menyensorlagu_5500e320a333110d1751036c (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 17.55 WIB) http://www.riaupos.co/111831-berita-24-lagu-ini-dilarang-diputar-olehkpid.html#ixzz489R6sDQl (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 23.48 WIB) https://creativecommons.org/about/ (diakses pada Kamis, 12 Mei 2016 pukul 03.27 WIB) https://musicmachinery.com/2014/02/13/age-specific-listening/ (diakses pada Rabu, 11 Mei 2016 pukul 13.34 WIB) https://www.youtube.com/watch?v=FhkMqEIecTs (diakses pada Rabu, 13 April 2016 pukul 22.34 WIB)
25
History
of
The
Cylinder
Phonograph.
Diakses
Mei
05,
2016
https://www.loc.gov/collections/edison-company-motion-picturesand-sound-recordings/articles-and-essays/history-of-edison-soundrecordings/history-of-the-cylinder-phonograph/ Thomas Edison and the First Phonograph August 12, 1877. Diakses Mei 05,
2016
http://www.americaslibrary.gov/jb/recon/jb_recon_phongrph_1.html http://content.time.com/time/arts/article/0,8599,1900054,00.html diakses pada Senin, 9 Mei 2016 Pukul 07.14 https://howwegettonext.com/the-history-and-future-of-live-music-147ecde437b7#.bko10yyy8 diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 07.20 http://www.history.com/this-day-in-history/the-moondog-coronation-ball-is-historys-firstrock-concert diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 07.53 http://www.recode.net/2014/4/24/11626050/the-future-of-the-music-industry-sellingaudiences-to-advertisers diakses pada Senin, 9 Mei 2016 Pukul 08.11 http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3401802800.html diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 08.24 http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/music/inside/cron.html diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 18.10 http://www.recording-history.org/HTML/musicbiz1.php diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 18.43 http://www.playlistresearch.com/history/labels1900s.htm diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 18.48 http://www.musicthinktank.com/mtt-open/a-brief-history-of-the-music-industry.html diakses pada Senin, 9 Mei 2016 pukul 18.52 http://www.spotifyartists.com/spotify-explained/ diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 19.03 http://www.lambertcastle.org/musicbox.html (diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.00 WIB)
26
http://mashable.com/2015/01/07/music-tech-ces/#ckxdmOIRmkqw (diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.00 WIB) http://www.victor-victrola.com/History%20of%20the%20Victor%20Phonograph.htm (diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.01 WIB) http://www.complex.com/pop-culture/2013/07/10-ways-tech-has-changed-how-we-consumemusic/youtube (diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.02 WIB) http://www.recording-history.org/HTML/musictech7.php (diakses pada Selasa, 10 Mei 2016 pukul 16.02 WIB)
27