PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA
I. PENGERTIAN Koma adalah suatu keadaan tidak sadar atau hilangnya kesadaran pasien, dimana diberi rangsangan dari luar seberapa keraspun tidak bereaksi dan juga tidak mampu berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Koma bukanlah suatu penyakit tertentu akan tetapi suatu keadaan yang mempunyai banyak macam penyebab. Serangan anoksik-iskemik akut yang fokal atau total, gangguan traumatik, peradangan, kelainan metabolik, perdarahan atau neoplasma, dapat mengakibatkan edema dan menurunkan aliran darah otak (ADO), menimbulkan gangguan neurologik dan kesadaran, menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Kerusakan atau cedera pertama (lesi primer), pada jaringan otak itu sendiri yang tidak dapat diobati sering diikuti oleh perubahan sekunder (lesi sekunder) yang disebabkan oleh hipoksia, hiperkapnia, hipotensi atau peninggian tekanan intrakranial (TIK).
Perubahan sekunder itulah yang harus segera di cegah dan
diobati. Keadaan koma berarti gangguan berat fungsi susunan syaraf pusat yang perlu ditangani secara tepat, karena makin lama keadaan koma berlangsung, makin parah keadaan susunan syaraf pusat dan makin kecil kemungkinan akan penyembuhan yang baik. Tujuan perawatan pasien koma antara lain : a. Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya b. Memperbaiki keadaan patologis c.
Mempertahankan sirkulasi oksigen dan sirkulasi aliran darah dalam otak
d. Mempertahankan diffus dan metabolik pada otak e. Mempertahankan homeostasis otak. II. RUANG LINGKUP Instalasi Gawat darurat dan Instalasi Rawat Inap
1
III. TATALAKSANA A. Penatalaksanaan segera 1. Pastikan keadaan koma. Usahakan agar penderita sadar dengan menggoyang, berteriak memanggil untuk mengetahui apakah penderita tertidur atau pingsan. Observasi respon terhadap nyeri dalam dengan menekan tulang dada penderita.Pada pasien koma tidak terdapat respon terhadap rangsangan. 2. Pertahankan ventilasi dan sirkulasi yang adekuat. Rasakan, lihat dan dengarkan adanya pernafasan. Lakukan perabaan denyut nadi karotis. Bila tak ada denyut nadi atau pernafasan maka segera lakukan tindakan RJP ( Resusitasi Jantung Pulmoner ). 3. Pertahankan saluran nafas , berikan Oksigen Walaupun terdapat ventilasi spontan yang adekuat, saluran nafas harus dijaga agar tetap lancar dan terbuka dengan memasang gudel atau intubasi endotrakea bila perlu. Berikan Oksigen 5 lpm dengan masker atau selang hidung. 4. Pasang kanula intravena pada extremitas atas Pasang kateter diameter besar ( no.16 ) pada extremitas atas dengan baik agar dapat digunakan sewaktu-waktu. 5. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan lengkap. Periksa gula darah, darah rutin,fungsi ginjal dan hati, kadar elektrolit serum termasuk kalsium. 6. Tangani segera penyebab koma reversibel. a. Hipoglikemia : berikan D40% 2 vial lewat vena perifer sesuai instruksi dokter b Dosis opiat berlebihan : berikan nalokson 0,4mg intravena, bisa diulangi sampai pernafasan adekuat. Dosis maksimal nalokson 10 mg. c. Ensefalopati Wernicke : berikan Tiamin 100mg intravena. 7. Periksa kadar gas darah arteri ( AGD ) Kadar gas darah arteri membantu menilai adekuasitas ventilasi yang diberikan ( melalui kadar PCO2 dan PO2 ). pH darah sangat berguna untuk menentukan intoksikasi obat ( salisilat ) atau ensefalopati metabolik. 8. Lakukan evaluasi singkat a. Lakukan anamnesis pada keluarga, kawan atau lainnya. Menanyakan kapan mulai terjadinya koma, riwayat trauma, kejang, riwayat penyakit kronis misalnya: diabetes, hipertensi, penyalahgunaan obat, sakit kepala menetap.
2
b. Periksa tanda tanda vital lengkap termasuk temperatur tubuh. c. Lakukan pemeriksaan fisik cepat. Perhatikan adanya perlukaan traumatis, penyakit kardiopulmoner, tanda rangsangan meningeal ( kaku kuduk, tanda Brudzinski ), ukuran pupil. Pupil pinpoint bisa dijumpai pada pasien keracunan Opiat, keracunan penghambat kolinesterase, perdarahan pontin atau serebellum. d. Periksa EKG. Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak dengan pasien dengan menanyakan : 1. Kejadian terakhir 2. Riwayat medis pasien 3. Riwayat psikiatrik 4. Obat-obatan 5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan fisik : a. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi. b. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan CO), atau kuning. c. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk d. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi e. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang. f. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid. g. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari penyebab koma.
3
B. Pemeriksaan Penunjang Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain : 1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone window pada kejadian trauma kepala 2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala. 3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui pemeriksaan CT dan LP. C. Penatalaksanaan lanjutan 1. Sistem Pernafasan Menjamin jalan nafas tetap bebas, memperbaiki ventilasi dan oksigenisasi, mencegah hiposekmia dan hiperkarbia. Tindakan untuk memperbaiki jalan nafas atau ventilasi yaitu: pengisapan lendir (trakea), fisioterapi dada, drainase postural, pemasangan pipa endotrakhea, semuanya ini harus dikerjakan dengan hati-hati dan bila perlu saja, karena dapat meninggikan tekanan intrakranial (TIK). Pemberian oksigen 100% dalam jangka pendek untuk tujuan resusitasi otak dapat dilakukan, tetapi untuk pemberian dalam waktu lama, cara yang aman ialah pemberian oksigen sampai 50%. Bila dengan pemberian oksigen 50% dalam udara inspirasi belum tercapai PaO 2 yang diinginkan antara 80 – 100 mmHg kalau dapat melebihi 100 mmHg, maka harus dipikirkan adanya peninggian ”shunting” dalam paru, dan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan tekanan akhir ekspirasi positif (TAEP). 2. Sistem Kardiovaskuler Mengatasi hipotensi atau hipertensi berat, untuk menjamin perfusi ke organorgan tubuh.
Karena pada keadaan otak normal.Aliran Darah Otak (ADO)
ditentukan oleh autoregulasi otak, yang merupakan mekanisme intrinsik dari pembuluh darah otak untuk menjamin sirkulasi. Sedangkan pada kelainan otak autoregulasi ini tidak atau kurang berfungsi, sehingga untuk menjamin ADO perlu
4
dipertahankan Tekanan Arteri Rata-rata (TAR) dalam batas normal (90–100 mmHg). Bila ada hipotensi karena hipovolemia sebaiknya diberikan cairan Ringer laktat,NaCl, kalau perlu diberikan obat vasopresor.
Hipertensi yang sering
ditemukan pada disfungsi otak harus segera dikoreksi dengan obat-obatan. 3. Posisi Penderita Bila keadaan kardiovaskuler telah stabil, posisi penderita sebaiknya ”kepala tinggi” (20-300) untuk memperlancar aliran pengosongan vena otak, menurunkan TIK dan mencegah edema otak. Harus diperhatikan jangan sampai leher terlalu fleksi atau rotasi karena dapat menekan vena leher dan menghambat aliran vena otak. 4. Cairan Elektrolit dan Asam-Basa Menentukan keseimbangan cairan yang adekuat, mengoreksi perubahan elektrolit dan asam-basa yang terjadi. Karena jika terjadi Alkalosis metabolik dapat menyebabkan kadar bikarbonat dalam cairan otak meninggi menyebabkan depresi pernafasan sentral dan hipoksemia. Sedangkan Asidosis metabolik yang disebabkan oleh kegagalan ginjal atau pada diabetes melitus akan menimbulkan hiperventilasi. 5 Gastrointestinal atau Nutrisi Nutrisi harus segera diberikan dengan tujuan untuk menjamin metabolisme otak dan mencegah timbulnya malnutrisi, kalau perlu dengan pemberian nutrisi parenteral secepatnya. Bila fungsi saluran pencernaan normal, diberikan nutrisi secara pipa lambung.
Pemberian dekstrose adalah penting pada penderita
disfungsi otak berat. 6. Mengatasi rasa nyeri Hal ini bukan saja penting untuk mengurangi penderitaan tetapi juga untuk mencegah timbulnya pengaruh buruk terhadap sistem kardiovaskuler seperti takikardi, vasokonstriksi atau hipotensi. Perawatan umum lainnya : 1. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit. 2. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan plester
5
3. Perawatan Bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses dan pemberian obat pelindung lambung seperti omeprazole untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi. 4. Perawatan Bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam 5. Mobilitas Joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur. 6. Profilaksis Deep Vein Trombosis (DVT) : pemberian heparin 5000 iu sc tiap 12 jam, penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya sesuai instruksi dokter.
IV. DOKUMENTASI 1. Lembar catatan keperawatan intensif dalam flosit berisikan
Identitas pasien
Diagnose medis
Nama dokter
Observasi TTV
Jenis cairan balance cairan
Terapi dari dokter
Catatan perkembangan dan keperawatan pasien.
2. Lembar catatan perkembangan pasien terintegrasi .
Direktur RS. Santa Maria Pekanbaru,
Dr. Arifin
6