DEMAM TIFOID 1. Pendahuluan Demam yg diakibatkan oleh infeksi Salmonella typhi Bakteri masuk ke GIT Menuju ileum Menembus mukosa usus hingga mencapai Patch of Peyer Kuman masuk ke sistem limfatik mesenterika Masuk ke organ RES (hepar, lien, sumsum tulang) Masa inkubasi 10-14 hari 2. Anamnesis Minggu 1: demam naik turun (naik biasanya malam hari) Minggu 2: demam terus tinggi Anoreksia, nyeri perut, diare/konstipasi, mual-muntah, kembung Anak sering mengigau (delirium), malaise Demam tifoid berat: penurunan kesadaran, kejang, ikterus 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Kesadaran menurun, delirium K/L: lidah tifoid Thoraks: Kadang-kadang ada rhonki Abdomen: meteorismus, hepatomegali, splenomegali, defans muscular bila ada perforasi Ekstremitas: -- 4. Penunjang a) DL: - Anemia (supresi sumsum tulang, perdarahan usus) - Leukopenia (tidak <3000) - Limfositosis b) Uji Widal: Titer O terdeteksi setelah demam 1 minggu (Positif bila 1/320) Titer H terdeteksi setelah demam 10-12 hari (Positif 1/640) 5. Terapi a) Kloramfenikol Oral/IV 50-100 mg/kgBB/hari (dalam 4 dosis): selama 10-14 hari b) Steroid diberikan pada kasus berat dgn penurunan kesadaran Dexamethasone 1-3 mg/kgBB (dalam 3 dosis) c) Bedah pada perforasi d) Indikasi MRS: Demam tifoid berat
32
Catatan:
33
RESPIROLOGI BRONKIOLITIS 1. Pendahuluan Definisi: inflamasi bronkioli pada bayi usia <2 tahun Penyebab tersering: RSV Ditandai dengan: a) Demam b) Batuk-Pilek c) Wheezing Biasa dijumpai gejala Pneumonia Biasanya tidak membaik dengan bronkodilator Biasanya muncul pada musim dingin/hujan Untuk menilai kegawatan digunakan RDAI (Respiratory Distress Assessment Instrument) - Bila skor >15: BERAT - Bila skor <3: RINGAN
2. Anamnesis Awalnya batuk pilek Demam (jarang) biasanya tidak tinggi Bisa disertai: sesak napas, poor feeding Tampak toksik (jarang): Letargis/mengantuk, pucat, nadi c epat Ada paparan dgn penderita ISPA Biasa ditemukan gejala pneumonia... 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Tampak lemah, Demam, Takipnea K/L: Sianosis sentral Napas cuping hidung: (-) Thoraks: - Takipnea - Retraksi subkosta, interkosta, suprasklavikula tak terlalu dalam krn ada hiperinflasi paru - HIPERINFLASI dinding dada, ICS mendatar - Suara napas: Ekspirasi MEMANJANG (lumen menyempit akibat inflamasi) - Wheezing (+) ekspiratorik, high-pitched (Tidak membaik dgn 3 dosis bronkodilator) - Perkusi: Hipersonor - Nilai Down Score (untuk neonatus) Abdomen: Hepar & Lien bs teraba krn terdorong paru yg hiperinflasi Ekstremitas: --
34
4. Penunjang Tidak spesifik Sp02 menurun Radiologis: HIPERAERASI: - Iga mendatar - Siluet jantung menyempit - Jantung terangkat - Diafragma mendatar - Diameter AP bertambah - Ruang retrosternal lebih lusen 5. Kriteria Diagnosis: TRIAS BRONKIOLITIS a) Wheezing pertama kali b) Usia <2 tahun c) Pemeriksaan fisik: mengarahkan infeksi virus (batuk, pilek)
6. Terapi a) Oksigen: nasal kanul 2 lpm b) Bronkodilator – Salbutamol & Ipratropium Bromida 2.5 mg (1 ampul): untuk perbaiki mucocilliary clearance (kontroversi) c) Dexamethasone: Bolus IV 0.5 mg/kgBB (single dose) Mainatanace: 0.5 mg/kgBB/hari (dalam 2-3 dosis) d) Antibiotik dapat diberikan jika disertai dengan Pneumonia.
PNEUMONIA 1. Pendahuluan Definisi Infeksi akut parenkim paru: alveoli + jaringan interstisial Diagnosinya berdasarkan KLINIS Faktor resiko: defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, aspirasi, gibur, BBLR, tidak dapat ASI, imunisasi tidak lengkap, keluarga ISPA Penyebab: S. pneumoniae tersering, RSV (Respiratory Syncytial Virus) pd anak <3-5 thn Penyebab berdasarkan kelompok usia: a) Neonatus: Aspirasi (ASI, Mekonium), Virus (Varisela), Bakteri (S. pneumoniae, TORCH transplasental) b) Bayi: Virus (Adeno, Influenza A/B, RSV), Bakteri (S. pneumoniae) c) Anak: Virus (Adeno, Influenza A/B), Bakteri (S. pneumoniae, Haemophilus influenza) Sumber infeksi: - Aspirasi mekonium, ASI - Transplasental: infeksi bakteri - Community acquired Klasifikasi Pneumonia oleh WHO Usia <2 Bulan 1. Penumonia Berat Takipnea, Retraksi 2. Pneumonia Sangat Berat Tidak mau menyusu, Letargis, Kejang, Demam, Bradipnea, Napas Ireguler
Usia 2 bulan – 5 tahun 1. Pneumonia Ringan Takipnea 2. Pneumonia Berat Retraksi 3. Pneumonia Sangat Berat Tidak mau makan minum, Letargis, Kejang
35
Diagnosis Klinis vs Klasifikasi MTBS untuk Pneumonia
2. Anamnesis Awalnya batuk kering menjadi berdahak: purulen, bloody Sesak napas (bukan episodik) Demam Sulit makan/minum 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Tampak lemah, Demam, Takipnea K/L: Napas cuping hidung, Sianosis sentral mukosa bibir sianotik Thoraks: - Takipnea - Retraksi subkosta, interkosta, suprasternal TRIAS PNEUMONIA: - Suara napas MENURUN 1. Takipnea - Suara napas: BRONKIAL akibat konsolidasi 2. Retraksi - Rhonki (+) 3. Demam - Nilai Down Score (pada neonatus) Abdomen: --Ekstremitas: -- 4. Penunjang a) DL: Leukositosis b) Kultur Dahak: utk kasus berat agar dapat diberikan AB yg spesifik c) Mantoux: utk singkirkan DD TB Paru d) Radiologis: Tidak rutin hanya pada yg MRS atau klinis membingungkan, didapatkan: Peningkatan corakan BV (Bronkopneumonia) Konsolidasi = gambaran radioopak (Pneumonia lobaris) 5. Terapi a) Oksigen SpO2 harus >92% (cek tiap 4 jam) b) Infus (bila sulit makan/minum): D5 ¼ NS c) Antibiotik (utk CAP) Usia 0-2 bulan: Ampi, Genta Usia >2 bulan: - Lini 1 Ampi, Kloram - Lini 2 Seftri d) Antipiretik jika demam e) Nebulisasi B2 agonis + NaCl: utk perbaiki mucocilliary clearance f) Fisioterapi dada tidak direkomendasikan
36
TBC PARU PADA ANAK 1. Pendahuluan Definisi: infeksi Mycobacterium tuberculosis yg bersifat sistemik yg hampir dapat menyerang seluruh tubuh Infeksi TB: - Kompleks primer fokus primer, limfangitis, limfadenitis regional - Mantoux (+) - Cell mediated immunity (CMI) - Tidak ada manifestasi klinis atau radiologis (foto thorax AP-Lat) Sakit TB: Infeksi TB + Manifestasi klinis atau radiologis (pembesaran hilus, infiltrat) Klasifikasi TB anak: Class 0 Class 1 Class 2 Class 3 Kontak (-) Kontak (+) Kontak (+) Sakit TB Infeksi (-) Infeksi (-) Infeksi (+) Mantoux (-) Mantoux (-) Mantoux (+) Sakit TB (-) Sakit TB (-) Observasi
Profilaksis primer
Profilaksis sekunder
OAT
2. Anamnesis BB turun dalam 2 bln berturut-turut tanpa sebab jelas (gagal tumbuh) Demam >2 minggu tnp sebab jelas Batuk >3 minggu Riwayat kontak 3. Pemeriksaan Fisik Pembesaran KGB leher, aksila, inguinal (Scrofuloderma) Radang atau deformitas tulang, sendi, lutut, phalangs, Gibus Gizi kurang Tanda bahaya (Meningitis TB) Kejang, Kaku kuduk, Penurunan kesadaran 4. Penunjang Uji tuberkulin Foto thoraks AP-Lat
37
5. Kriteria Diagnosis – Scoring TB Anak: Dikatakan TB jika skor >6
6. Terapi Tahap awal – 2 bulan: minimal 3 jenis OAT Tahap lanjutan – 4 bulan: minimal 2 jenis OAT Dosis OAT: H : 5-15 mg/kgBB/hari [Sediaan: Tablet 100, 300 mg] R : 10-15 mg/kgBB/hari [Sediaan: Tablet 150, 300, 450, 600 mg] Z : 20-35 mg/kgBB/hari [Sediaan: Tablet 500 mg] OAT Kemoprofilaksis H 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulam
38
ASTHMA PADA ANAK 1. Pendahuluan Asthma: wheezing berulang dan/atau batuk persisten yg episodik Eksaserbasi/Serangan Asma: episode perburukan gejala-gejala asthma (sesak, batuk, wheezing, dada tertekan Klasifikasi asthma: a) Derajat Penyakit Asma episodik jarang, Asma episodik sering, Asma persisten b) Derajat Serangan Ringan, Sedang, Berat, Ancaman henti napas
Klinis Frekuensi serangan Durasi serangan
DERAJAT PENYAKIT Asma Episodik Jarang Asma Episodik Sering <1 x /bulan > 1 x /bulan <1 minggu 1 minggu
Di antara serangan
Gejala (-)
Gejala sering muncul
Tidur & aktivitas Pemr Fisik saat tidak ada serangan Kontroler Fungsi Paru saat tidak ada serangan
Normal Normal
Sering terganggu Mungkin normal
Asma Persisten Sering Sepanjang tahun, tak ada remisi Gejala muncul siang & malam Sangat terganggu Selalu abnormal
Tidak butuh PEF/FEV1 > 80 %
Butuh steroid PEF/FEV1 60-80 %
Butuh steroid PEF/FEV1 < 60%
DERAJAT SERANGAN Ringan
Berat
Bicara Bayi: nangis lemah, sulit minum
Istirahat Bayi: tidak mau makan-minum Duduk bertopang lengan Kata Rewel Nyata Nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sesak
Jalan Bayi: keras
Posisi
Bisa berbaring
Lebih suka duduk
Bicara Kesadaran Sianosis
Kalimat Mungkin rewel Tidak ada
Penggalan kalimat Rewel Tidak ada
Wheezing
Akhir ekspirasi
Sepanjang ekspirasi & inspirasi
(-)
(+)
Retraksi
Dangkal
Sedang
RR HR SpO2
Takipnea Normal >95%
Takipnea Takikardia 91-95%
Otot Napas
Bantu
nangis
Ancaman Henti Napas
Sedang
(+) Dalam + flare Takipnea Takikardia <90%
2. Anamnesis Consider diagnosis of asthma: Sesak berulang Sering batuk malam hari Sesak muncul setelah terpapar alergen Pilek: >10 hari baru sembuh Gejala membaik setelah pengobatan asthma (bronkodilator)
39
Kebingungan Nyata Tidak terdengar Gerak paradoks
Nasal
Dangkal/hilang Bradipnea Bradikardi
3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Kesadaran menurun (pada kondisi berat), demam K/L: Napas cuping hidung (-), sianosis sentral hanya pada kondisi berat Thoraks: Hiperinflasi, retraksi subkosta, wheezing Abdomen: pernapasan paradoksal pada kondisi berat Ekstremitas: --4. Penunjang a) DL: eosinofil biasanya naik b) Spirometri c) Analisa gas darah: asidosis repiratorik/metabolik d) Radiologis: Thorax AP-Lat Hiperaerasi 5. Terapi
40
Catatan:
41
NEUROLOGI KEJANG DEMAM 1. Pendahuluan Definisi: Bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38’C) tanpa adanya infeksi SSP, gangg.elektrolit & metabolik lain Usia: >1 bulan (6 bln – 5 tahun) Usia < 1 bulan Bukan kejang demam Penyebab demam pada kejang demam yg paling sering: - ISPA - Otitis media - Pneumonia - Infeksi saluran cerna - ISK Penyebab febrile convulsion: a) Imaturitas otak: fungsi termoregulasi blm optimal b) Demam: kebutuhan oksigen meningkat hipoksia sel-sel otak c) Predisposisi genetik Kejang Demam Sederhana (KDS) Kriteria Livingstone: - Kejang tonik klonik generalisata - Durasi: <15 menit - Terjadi 1x dalam 24 jam - Pasca kejang: Anak sadar, Defisit neurologis (-) - Terjadi pada usia 6 bln – 4 thn
Kejang Demam Kompleks (KDK) Selain yang tercantum pada kriteria KDS - Kejang fokal - Durasi >15 menit - Terjadi >1x dalam 24 jam - Defisit neurologis pasca kejang (+): Hemiparese - Terjadi pada usia <6 bln atau >4 thn
2. Anamnesis Usia pasien Pastikan apakah benar-benar kejang Tubuh kaku, mata mendelik, tidak sadar saat kejang Karakteistik kejang: tipe, durasi, frekuensi, kondisi pasca kejang Riwayat kejang sebelumnya; Riwayat kejang pada keluarga Singkirkan penyebab kejang yg lain: Diare/muntah hebat (gangg. elektrolit), Asupan kurang (hipoglikemi) 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Kesadaran, Demam K/L: UUB menonjol (singkirkan meningitis), Kaku kuduk (singkirkan meningitis), tanda ISPA (faringitis, pembesaran KGB), otitis media, nasal flare (jika pneumonia) Thoraks: Retraksi (jika pneumonia) Abdomen: Distensi & BU meningkat (gastroenteritis), nyeri suprapubis (ISK) Ekstremitas: Kekuatan otot otorik, sensorik, refleks fisiologis, refleks patologis Lainnya: Laseque & Kernique sign 4. Penunjang DL: Leukositosis GDS: hipoglikemia Elektrolit: UL: Bakteri (+) Pungsi Lumbal utk singkirkan meningitis. Dianjurkan pada: - Bayi usia <12 bulan: Sangat dianjurkan - Bayi usia 12-18 bulan: Dianjurkan - Bayi usia >18 bulan: Tidak rutin EEG: tidak direkomendasikan
42
5. Terapi a) Alur tatalaksana saat serangan kejang:
b) Antipiretik: Paracetamol: 10-15 mg/kgBB/dosis (tiap 6 jam) Ibuprofen: 5-10 mg/kgBB/dosis (tiap 6 jam) c) Anti Kejang: Diazepam 0.5 mg/kgBB/dosis (K/P) Jika kejang, berikan perlahan d) Terapi jangka panjang (Hanya diberikan pada KDK): Fenobarbital (Luminal ) 3-4 mg/kgBB/hari (dibagi 1-2 dosis) Asam Valproat (Depakene) 15-40 mg/kgBB/hari (dibagi 2-3 dosis) *Terapi jangka panjang diberikan selama 1 tahun bebas kejang; Dosis turun perlahan selama 1-2 bulan.
Indikasi MRS: 1. KDK 2. Hiperpireksia (>40’C) 3. Usia <6 bulan 4. Kejang demam pertama kali 5. Defisit neurologis (+)
43
Faktor resiko berulangnya kejang pada kejang demam adalah: 1. Rkejang demam dlm keluarga, 2. Usia < 18 bulan, 3. Suhu tubuh rendah saat kejang, 4. Riwayat epilepsi dalam keluarga Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah: 1. Adanya gangguan neurodevelopmental, 2. KDK 3. Rriwayat epilepsi dalam keluarga 4. Lebih dari satu kali KDK
EPILEPSI 1. Pendahuluan Definisi: Kejang berulang >2 kali dengan interval waktu > 24 jam tanpa penyebab yang jelas Klasifikasi menurut ILAE 1981:
2. Terapi: Fenobarbital (Luminal) 3-4 mg/kgBB/hari (dibagi 1-2 dosis) Asam Valproat (Depakene) 15-40 mg/kgBB/hari (dibagi 2-3 dosis)
Kedua terapi di atas diberikan selama 2 tahun bebas kejang.
44
MENINGITIS BAKTERIAL PADA ANAK 1. Pendahuluan Definisi: peradangan meningens akibat bakteri patogen Hampir 40% pasien alami gejala sisa: Gangguan pendengaran, Defisit neurologis (spastik, hemiparese) Penyebab: < 2 bulan Streptokokus, E.coli 2 bln – 5 thn S. pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenza >5 thn S. pneumonia, N. Meningitidis 2. Anamnesis Demam Seringkali didahului: ISPA, diare akut Meningismus dengan/tanpa penurunan kesadaran Kejang Nyeri kepala, Muntah Letargi 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Penurunan kesadaran, irritable K/L: UUB menonjol, kaku kuduk, tanda ISPA Rangsang meningeal mungkin (-) pada usia < 1 tahun Thoraks: tanda ISPA Abdomen: tanda diare Ekstremitas: Hemiparese, spastisitas Lainnya: Kernique, Laseque, Bruzinski I-II 4. Penunjang a) DL: Leukositosis b) Pungsi lumbal: - Cairan keruh/opalesence - Jumlah sel 100-100.000/mm3 (predominan PMN) - Glukosa <40 mg/dL - Pengecatan gram, kultur & uji sensitivitas kuman *Kasus berat Pungsi lumbal ditunda; Langsung terapi empiris 5. Terapi Diawali terapi empiris Kemudian disesuaikan hasil kultur CSS & uji sensitivitas kuman. Lama pengobatan 10-14 hari a) Antibiotik empiris: Usia < 3 bulan Ampicillin 200-400 mg/kgBB/hari (dalam 4 dosis) + Cefotaxime 200-300 mg/kgBB/hri (dalam 4 dosis) Ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari (dalam 2 dosis) Usia >3 bulan Cefotaxime 200-300 mg/kgBB/hri (dalam 4 dosis) Ceftriaxone 100 mg/kgBB/hari (dalam 2 dosis) Ampicillin 200-400 mg/kgBB/hari (dalam 4 dosis) + Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hri (dalam 4 dosis) b) Deksametason: Selama 4 hari 0.6 mg/kgBB/hari IV (dalam 4 dosis)
45
MENINGITIS TB PADA ANAK 1. Pendahuluan Definisi: Radang selaput otak yg disebabkan Mycobacterium tuberculosis Biasanya jaringan otak juga terkena: meningoensefalitis TB Jarang pada usia < 3 bulan, paling sering usia 6 bln – 2 thn Jika tidak diobati, meninggal dalam 3-5 minggu Imunisasi BCG bisa mencegah meningitis TB yang berat 2. Anamnesis Riwayat gejala TB Nyeri kepala, Muntah, Kejang Riwayat kontak dgn penderita TBC Imunisasi BCG (-) pada pemeriksaan fisik: Parut BCG (-) 3. Pemeriksaan Fisik a) Stadium 1 – Inisial - Apatis, irritable - Rangsang meningeal (-) - Defisit neurologis (kejang, penurunan kesadaran) belum ada b) Stadium 2 - Somnolen, disorientasi - Rangsang meningeal (+) - Defisit nurologis (+) c) Stadium 3 - Stadium 2 + Kesadaran semakin menurun s/d Koma - Napas ireguler - Ekstremitas spastik 4. Penunjang a) DL: Leukositosis (10.000-20.000), peningkatan LED b) Pungsi lumbal: - Cairan jernih, keruh atau santokrom - Jumlah sel 10-250/mm3 (predominan limfosit) - Glukosa menurun < 35 mg/dL - Protein meningkat > 100 mg/dl - Pemeriksaan apusan liquor: ada basil TB - Kultur & uji sensitivitas kuman c) Scoring TB: Radiologis, Mantoux test 5. Terapi a) OAT 2 bulan pertama: 4 macam OAT, 10 bulan berikutnya: Isoniazid & Rifampisin H = 5-10 mg/kgBB/hari R = 10-15 mg/kgBB/hari Z = 20-35 mg/kgBB/hari E = 15-20 mg/kgBB/hari b) Steroid: untuk mengurangi edema serebral dan mencegah perlengketan/fibrotik Dexamethasone 0.5 mg/kgBB/hari IV (dalam 4 dosis)
46
Catatan:
47
KARDIOLOGI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK
ASIANOTIK
Dengan aliran pirau (shunts) 1. Tetralogi of Fallot (TOF) 2. Transpotition of the great artery (TGA)
Dengan aliran pirau (shunts) 1. Atrial Septal Defect (ASD) 2. Ventricular Septal Defect (VSD) 3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Tanpa aliran pirau (shunts) 1. Atresia tricuspid 2. Atresia pulmonary
Tanpa aliran pirau (shunts) 1. Coarcation of aorta 2. Congenital aortic stenosis
TETRALOGY OF FALLOT 1. Pendahuluan PJB sianotik yang paling sering ditemukan Terjadi akibat kegagalan perkembangan infundibulum Terdiri atas 4 kelainan: a) VSD b) Stenosis pulmonal c) Hipertrofi ventrikel kanan d) Overriding aorta Defek VSD diameternya hampir selalu berukuran besar, hampir sama dengan ukuran pangkal aorta Derajat TF ditentukan oleh beratnya stenosis pulmonal 2. Anamnesis Sesak (dyspnea d’effort ), bibir tampak kebiruan Anak sering jongkok setelah beraktivitas 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: RR meningkat K/L: Sianosis sentral Thoraks: - Terdapat right ventricular tap (tampak pulsasi) dan Thrill (+) sepanjang parasternal kiri - Murmur sistolik pada katup pulmonal (ICS II Parasternal kiri) Abdomen: -- Ekstremitas: Sianosis perifer, clubbing fingers
48
4. Penunjang a) DL: Polisitemia b) Foto thorax: jantung berbentuk sepatu boot c) EKG: Hipertrofi ventrikel kanan (V1 dominan gelombang R, V6 dominan gelombang S) d) Ekokardiografi: tampak VSD, overriding aorta, aorta besar namun arteri pulmonal sempit (stenosis) 5. Terapi Serangan Sianotik biasa terjadi Akibat shunt kanan ke kiri yang mendadak: Hipoksemia berat Tatalaksana serangan sianotik: a) Oksigen b) Knee Chest position: aliran darah ke paru bertambah akibat penekukan arteri femoralis sehingga afterload aorta meningkat c) Morfin sulfat 0.1-0.2 mg/kgBB/single dose (IV/IM/SC) untuk atasi takipnea d) Natrium Bikarbonat (Meylon) 1 mEq/kgBB/single dose (IV) untuk Asidosis (bisa diulang dalam 10-15 menit) Setelah anak tidak takipnea, tidak sianotik, anak sudah tenang: e) Propanolol 0.05 mg/kgBB dioplos dengan 10 cc NaCl 5 cc dibolus, 5 cc diberikan perlahan 5-10 mnt (Menurunkan denyut jantung agar serangan teratasi) *Pada PJB non-sianotik: Kontraindikasi diberikan Propanolol, yang diberikan adalah Digoxin.
ATRIAL SEPTAL DEFECT 1. Pendahuluan Ada 3 tipe: - Defek sekundum (70% kasus) - Defek primum - Defek tipe sinus venosus Defek ukuran 0-8 mm: menutup sempurna pada usia 1½ tahun Defek ukuran > 8 mm: jarang menutup, ukuran bisa mengecil atau tetap sama Defek primum & tipe sinus venosus tidak akan menutup.
2. Anamnesis Biasanya asimtomatik Tampak kurus (tergantung derajat) Jika shunt besar, anak mengeluhkan sesak setelah beraktivitas
49
3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis: Tampak kurus K/L: Sianosis sentral (-) Thoraks: Murmur sistolik pada ICS II Parasternal kiri Abdomen: -- Ekstremitas: Clubbing finger (-) 4. Penunjang a) Lab: Polisitemia (-) b) EKG: RVH (V1 dominan gelombang R, V6 dominan gelombang S) c) Ekokardiografi: menentukan lokasi dan besarnya defek 5. Terapi Pada ASD dengan CHF berikan: a) Digitalis: Digoxin oral dosis: b) Diuretik: Furosemide oral c) Penutupan tanpa pembedahan (hanya tipe sekundum): pemasangan device (Clamshell, Atrial Septal Defect Occluder System) melalui transkateter.
50
VENTRICULAR SEPTAL DEFECT 1. Pendahuluan 20% dari seluruh PJB Berdasarkan anatomi: a) VSD Defek Kecil b) VSD Defek Sedang Atrium & Ventrikel kiri membesar, Ventrikel kanan normal c) VSD Defek Besar - Resistensi Vaskuler Paru Rendah Atrium & Ventrikel kiri membesar, Ventrikel kanan membesar d) VSD Defek Besar - Resistensi Vaskuler Paru Tinggi.
2. Anamnesis VSD Kecil: Asimtomatik VSD Sedang: BB kurang VSD Besar: sesak, gagal tumbuh, ISPA berulang 3. Pemeriksaan Fisik VSD Kecil: Murmur sistolik ICS 4 Parasternal Kiri VSD Sedang-Besar: Murmur sistolik ICS 4 Parasternal kiri + Takipnea & Retraksi 4. Penunjang a) Foto thorax VSD Ringan: Normal, VSD Sedang-Berat: Cardiomegali dengan pinggang jantung menghilang (akibat LAH) b) EKG: LAH, LVH, RVH c) Ekokardiografi: menentukan besarnya defek 5. Terapi VSD Kecil: Operasi penutupan VSD setelah usia 2-4 tahun VSD Sedang-Besar tanpa Gagal Jantung: operasi penutupan VSD saat usia + 2 tahun VSD Sedang-Besar disertai Gagal Jantung: a) Digoxin b) Furosemide - Jika medikamentosa gagal: operasi penutupan VSD segera - Jika medikamentosa responsif: operasi penutupan VSD saat usia 12-18 bulan.
51
PATENT DUCTUS ARTERIOSUS 1. Pendahuluan Kelainan yg ditandai dgn tetap terbukanya duktus arteriosus yg menghubungkan arteri pulmonalis kiri dan aorta desenden Normalnya, pada bayi cukup bulan, penutupan duktus secara fungsional terjadi: 12 jam stlh BBL Penutupan lengkap: 2 - 3 minggu
2. Anamnesis PDA kecil: Asimtomatik PDA besar: - Sesak - Kesulitan minum - BB sulit naik - Pneumonia berulang, - Gejala CHF 3. Pemeriksaan Fisik K/L: Sianosis sentral (-) Thoraks: Murmur sistolik-diastolik pada ICS II Midklavikula yang meluas sampai ke subklavikula Abdomen: -- Ekstremitas: Clubbing fingers (-) 4. Penunjang a) Foto thorax: Kardiomegali b) EKG: LAH, LVH c) Ekokardiografi: menentukan besarnya defek
52
5. Terapi a) PDA tanpa Gagal Jantung: Dapat dicoba diberikan INDOMETASIN: 0.2 mg/kgBB (diberikan sebanyak 3 kali dgn jarak 12-24 jam) Indometasin adalah NSAID yang akan menghambat Prostaglandin E2 dimana PG-E2 dianggap memiliki efek penghambatan penutupan duktus arteriosus Hanya diberikan pada neonatus b) PDA disertai Gagal Jantung: Digoxin Furosemide Jika medikamentosa gagal: operasi
53
HIPOTIROIDISME KONGENITAL 1. Pendahuluan Hipotiroid Kongenital: penyakit bawaan akibat kekurangan hormon tiroid. Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 danT4) di sirkulasi darah yg kurang dengan kadar TSH yang meningkat a) Hipotiroidisme sentral (HS) : Kegagalan hipofisis (sekunder) atau hipotalamus (tersier) b) Hipotiroidisme Primer (HP) - Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid - Kelainan anatomi kelenjar - Etiologi terbanyak hipotiroidisme kongenital di negara barat - Kerusakan tiroid dapat terjadi karena: Pascaoperasi: Strumektomi Pascaradiasi: Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme; >40-50% menjadi hipotiroidisme dlm 10 tahun. Tiroiditis autoimun: Kerusakan kelenjar tiroid gagal produksi hormon tiroid yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Dishormogenesis: Defek pada enzim yg berperan pada proses hormogenesis Karsinoma: amat jarang. c) Hipotiroidisme Sepintas (Transien) - Keadaan hipotiroidisme yg cepat menghilang Misal: pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis - Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yo dium keadaan ini banyak ditemukan
Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian tiroid Kondisi ini kita dapat dibagi ke dalam 4 kelompok: 1. Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis) Gagal terbentuk sebelum kelahiran Kelenjar tiroid absen & tidak akan pernah dapat berkembang tidak ada hormon yg diproduksi Merupakan 35% kasus yang ditemukan pada Newborn Screening. 2. Kelenjar Tiroid Ektopik Kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak terletak secar normal pada posisinya di depan trakea Seringkali kelenjar tiroid ditemukan di bawah lidah Terkadang ukuran kecil & tidak aktif, namun pada kondisi tertentu masih menghasilkan hormon tiroid yg jumlahnya hampir mencapai normal Merupakan 50% dari yang terdeteksi pada Newborn Screening 3. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia) Kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal, terkadang hanya satu lobus Hanya terjadi dengan persentase yg sangat k ecil 4. Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi Optimal (Dysmorphogenesis) Merupakan 15% kasus yg ditemukan pada Neonatal Screening Terjadi akibat defek enzim tertentu (bisa transien maupun permanen) Ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran, dapat dilihat/diraba
2. Anamnesis Pasien sering datang terlambat dgn keluhan r etardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek Pada beberapa kasus: datang dgn keluhan pucat Pada BBL s/d usia 8 minggu: keluhan tidak spesifik Perlu ditanya riw.gangg.tiroid dlm keluarga, penyakit tiroid saat ibu hamil
54
Ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan menurun dan k ulit teraba dingin Riwayat keluarga dgn hipotiroid
3. Pemeriksaan Fisik Anak pendek, ekstremitas pendek Fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar, mata tampak berjauhan dan hidung pesek Mulut terbuka, lidah tebal dan besar menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh Leher pendek dan tebal, tangan besar dan jari-jari pendek Kulit kering Hernia umbilikalis Otot hipotonik. Dicurigai adanya hipotiroid bila skor indeks hipothyroid kongenital > 5
4. Penunjang FT4 rendah, TSH tinggi 5. Terapi
55
Catatan:
56
IMUNISASI JADWAL IMUNISASI Menkes: Imunisasi dasar (Imunisasi yang diberikan pada usia <12 bulan) 0 bulan (0-7 hari) : HB0, Polio 0 1 bulan : BCG, Polio 1 2 bulan : DPT/HB 1, Polio 2 3 bulan : DPT/HB 2, Polio 3 4 bulan : DPT/HB 3, Polio 4 9 bulan : Campak
IDAI 2011:
57
DASAR-DASAR IMUNISASI Imunisasi meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen Vaksin: mikroorganisme yg dimodifikasi sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tapi masih punya sifat antigenisitas Perbedaan imunisasi dan vaksinasi: ...??? Ada 2 jenis kekebalan: 1. Aktif = Kekebalan yg dibuat tubuh sendiri setelah terpajan antigen (imunisasi, terpajan infeksi) 2. Pasif = Kekebalan/antibodi Kekebalan/antibodi yg diperoleh dari luar tubuh, tubuh, bukan dibuat dibuat tubuh individu sendiri (imunoglobulin dari ibu) Tujuan imunisasi mencegah/menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat Respon imun pada imunisasi respon imun sekunder
58
Yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi: 1) Cara pemberian lokal atau sistemik 2) Dosis dosis terlalu tinggi: menghambat respon imun yg diharapkan, dosis terlalu rendah: tidak merangsang sel imunokompeten 3) Frekuensi dan jarak pemberian Bila jarak pemberian terlalu dekat/tidak sesuai jadwal, kadar antibodi masih sangat tinggi sehingga vaksin (antigen) yang diberikan segera dinetralkan oleh antibodi spesifik dan tidak merangsang sel imunokompeten
JENIS VAKSIN: a. Vaksin Hidup Attenuated Dibuat dari virus/bakteri yg dilemahkan Virus/bakteri dapat hidup dan bereplikasi di dalam tubuh, namun tidak menyebabkan penyakit tetapi cukup besar untuk merangsang respon imun Contoh Virus: campak (measles), mumps (gondongan), rubela, polio, rotavirus Bakteri: BCG b. Vaksin Inactivated Dibuat dengan cara membuat virus/bakteri menjadi tidak aktif Tidak menyebabkan penyakit Vaksin ini membutuhkan dosis ganda dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif namun hanya memacu/menyiapkan sistem imun, respon imun baru muncul setelah dosis ke-2 atau ke-3 Contoh: - Seluruh sel virus inactivated: Polio, Hepatitis A, Influenza, Rabies - Seluruh sel bakteri inactivated: Pertusis, Tifoid - Vaksin fraksional: Hepatitis B, Influenza - Toksoid: Botulinium, Difteri, Pertusis c.
Vaksin Rekombinan: Antigen vaksin didapatkan dengan cara rekayasa genetik Ada 3 jenis vaksin: 1) Hepatitis B 2) Vaksun Tifoid 3) Vaksin Rotavirus
TEMPAT SUNTIKAN IMUNISAI YANG DIANJURKAN: Paha anterolateral bayi dan anak usia <12 bulan Deltoid alternatid pada anal yg lebih besar dan orang dewasa Alasan memilih otot vastus lateral (anterolateral) pada anak usia <12 bulan: - Hindari resiko kerusakan nervus ischiadikus pada suntikan di daerah gluteal - Daerah deltoid pada bayi tidak cukup tebal utk menyerap suntikan secara adekuat - Massa otot gluteal dan lapisan lemak sub kutan pada paha bagian anterior terlalu tebal bisa secara tidak sengaja menyebabkan menyebabkan suntikan sub kutan (karena suntikan tidak terlalu dalam) yang justru menimbulkan reaksi lokal
59
PEMBERIAN PCT SESUDAH IMUNISASI Diberikan PCT sesuai dosis maksimal 6x dalam 24 jam REAKSI KIPI (KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI) Akan ada reaksi lokal pada tempat penyuntikan, umumnya ringan dan hilang dalam 1-2 hari Pada tempat penyuntikan: kemerahan, bengkak, gatal, nyeri selama 1-2 hari Kompres hangat dapat mengurangi keadaan tsb
VAKSIN PPI (PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI) HEPATITIS B (HB) 1. Komponen HbsAg 2. Bentuk Sediaan
3. Cara Pemberian Dosis: 0.5 cc IM pada paha anterolateral Hanya 1 dosis tiap PID 4. Efek Samping KIPI jarang terjadi Setelah imunisasi: Demam tidak tinggi, kemerahan/bengkak/nyeri pada lokasi injeksi Demam dpt diberikan PCT Boleh mandi atau diseka dengan air hangat 5. Jika Pemberian Imunisasi Terlambat (Seharunya diberikan: 0 bulan) Jangan diulang dari awal, lanjutkan sesuai jadwal Jika usia >1 tahun atau dewasa: bisa dapat imunisasi HB serial kapan saja saat berkunjung
60
DPT 1. Komponen Toksoid difteri, Whole-vaccine pertusis, Toksoid tetanus 2. Bentuk Sediaan
3. Cara Pemberian Dosis: cc IM pada paha anterolateral kanan Bisa 10 dosis tiap 1 vial 4. Efek Samping: Demam tinggi, rewel (hilang dalam 2 hari) Bekas suntikan: kemerahan, bengkak. Nyeri (hilang dalam 2 hari) Demam dpt diberikan PCT Bekas suntikan kompres hangat Boleh mandi atau diseka dengan air hangat 5. Jika Pemberian Imunisasi Terlambat (Seharusnya diberikan umur: 2,3,4 bulan) Jangan diulang dari awal, lanjutkan sesuai jadwal.
61
DPT/HB 1. Komponen DPT Toksoid difteri, Whole-vaccine pertusis, Toksoid tetanus HB HbsAg 2. Bentuk Sediaan
3. Cara Pemberian Dosis: 0.4 cc IM pada paha anterolateral kanan Bisa 10 dosis tiap 1 vial 4. Efek Samping: - Demam tinggi, rewel (hilang dalam 2 hari) - Bekas suntikan: kemerahan, bengkak. Nyeri (hilang dalam 2 hari) - Demam dpt diberikan PCT - Bekas suntikan kompres hangat - Boleh mandi atau diseka dengan air hangat 5. Jika Pemberian Imunisasi Terlambat (Seharusnya diberikan umur: 2,3,4 bulan) Jangan diulang dari awal, lanjutkan sesuai jadwal.
62
BCG Tidak mencegah infeksi TB tapi mengurangi resiko TB berat seperti meningits TB dan TB milier 1. Komponen Berisis suspensi M. bovis hidup yang dilemahkan
2. Bentuk Sediaan
Vaksin BCG beku: 1 ampul (4 cc) Pelarut vaksin: 1 ampul (4 cc)
3. Cara Pemberian Secara Intradermal (Intrakutan) sebanyak 0.05 cc pada usia <1 thn dan 0.1 cc pada usia >1 thn Lokasi: Deltoid kanan, buat menjadi gelembung 4. Kontraindikasi: 0 Demam tinggi (>38 C), Gizi buruk, Uji tuberkulin >5 mm, Pernah sakit TB, Imunokompromise 5. Efek Samping: 2-6 minggu setelah imunisasi: Timbul bisul kecil (papul) yg semakin membesar dan bisa terjadi ulkus selama 2-3 bulan, kemudian sembuh perlahan dan meninggalkan jaringan parut (Parut BCG) Jika ulkus mengeluarkan cairan: kompres dgn antiseptik 6. Jika Pemberian Imunisasi Terlambat (Seharusnya diberikan: usia 1 bulan) Usia <1 thn: boleh diberikan kapan saja Usia >1 thn: tes tuberkulin terlebih dahulu Jika uji tuberkulin negatif (indurasi <5 mm): boleh diimunisasi kapan saja dgn dosis O.1 cc IC | Jika uji tuberkulin >5 mm: BCG tidak diberikan
63
POLIO Polio oral: imunitas lokal (mukosa GIT) dan sistemik (sirkulasi) Polio injeksi: imunitas sistemik saja 1. Komponen Virus polio tipe 1,2,3 yg dilemahkan Harus disimpan pada suhu 2-8’C
2. Bentuk Sediaan
3. Cara Pemberian 2 tetes oral 4. Efek Samping: Hampir tidak ada 5. Jika Pemberian Imunisasi Terlambat (Seharusnya diberikan umur: 0, 1, 2, 3, 4 bulan) Jangan diulang dari awal, lanjutkan sesuai jadwal.
64
CAMPAK 1. Komponen Ada 2 jenis: virus campak yg dilemahkan, virus campak yg dimatikan 2. Bentuk Sediaan
3. Cara Pemberian Sebanyak 0.5 cc subkutan pada deltoid kiri 4. Efek Samping: Rasa tidak nyaman bekas suntikan 5-12 hari setelah suntik: demam tidak tinggi, erupsi halus (selama <2 hari) Demam dpt diberikan PCT Bekas suntikan kompres air dingin 5. Jika Pemberian Imunisasi Terlambat (Seharusnya diberikan usia: 9 bulan) Usia <1 tahun: boleh diberikan kapan saja (usia 9-12 bulan) Usia >1 tahun: diberikan vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
65
PERTANYAAN POLI TUMBANG 1. Bila tidak ada VVM (Vial Vaccine Monitor) pada vaksin BCG dalm bentuk ampul, apa yang dipakai untuk menentukan kualitas vaksin? Untuk menentukan kualitas vaksin bcg dalam bentuk ampul digunakan tanggal kadaluarsa yang tertera, o o kemudian dilihat juga suhu penyimpanan vaksin, bila vaksin disimpan dalam suhu + 2 C s.d + 8 C maka akan bertahan selama 1 tahun 2. Tahan berapa lama vaksin yang sudah dilarutkan dan yang sudah di dalam spuit? Vaksin yang sudah dilarutkan
Vaksin di dalam spuit (sesuai suhu kamar)
VAKSIN
PADA SUHU
BERTAHAN SELAMA
o
o
30 hari
Beberapa C diatas suhukamar ( < 34 C )
o
o
14 hari
PADA SUHU
BERTAHAN SELAMA
Hepatitis B
Beberapa C diatas suhukamar ( < 34 C )
D P T VAKSIN Polio Campak BCG
o
o
Beberapa C diatas suhukamar ( < 34 C ) o
o
Beberapa C diatas suhukamar ( < 34 C )
2 hari 7 hari
3. Klasifikasi vaksin berdasarkan jenis vaksin? a) Vaksin Hidup Attenuated Dibuat dari virus/bakteri yg dilemahkan Virus/bakteri dapat hidup dan bereplikasi di dalam tubuh, namun tidak menyebabkan penyakit tetapi cukup besar untuk merangsang respon imun Contoh Virus: campak (measles), mumps (gondongan), rubela, polio, rotavirus Bakteri: BCG b) Vaksin Inactivated Dibuat dengan cara membuat virus/bakteri menjadi tidak aktif Tidak menyebabkan penyakit Vaksin ini membutuhkan dosis ganda dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif namun hanya memacu/menyiapkan sistem imun, respon imun baru muncul setelah dosis ke-2 atau ke-3 Contoh: - Seluruh sel virus inactivated: Polio, Hepatitis A, Influenza, Rabies - Seluruh sel bakteri inactivated: Pertusis, Tifoid - Vaksin fraksional: Hepatitis B, Influenza - Toksoid: Botulinium, Difteri, Pertusis c) Vaksin Rekombinan: Antigen vaksin didapatkan dengan cara rekayasa genetik Ada 3 jenis vaksin:
66
1. Hepatitis B 2. Vaksun Tifoid 3. Vaksin Rotavirus
4. Dosis vaksin dan dosis efektifnya? Jenis vaksin Dosis/kemasan BCG 20/ampul (1Am+5ml) DPT 10/vial CAMPAK 10/vial (1Vi+5ml) Hepatitis B 1/PID Polio 10/vial
Dosis efektif 20 dosis 8/vial 8/vial 1/PID 8/vial
5. Bila bayi lahir dirumah sakit, dimana pemberian vaksin polio? OPV diberikan di rumah sakit pada saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lainnya. 6. Beda OPV dan IVP? a) OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yangmasih hidup tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian. Cara ini dapat mengurangi frekuensi ekskresi virus polio liar sehingga sangat berguna untuk mengendalikan epidemi. Jenis vaksin virus polio ini dapat bertahan dalam tinja sampai 6 minggu setelah pemberian OPV b) IVP berisi tipe 1, 2, 3 yang sudah diinaktif dengan formaldehid sehingga sifat virusnya hilang termasuk sifat perkembang biakannya. IPV sedikit memberikan kekebalan lokal pada dinding usus sehingga virus polio masih dapat berkembang biak dalam usus orang telah mendapat IPV. Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran virus ke sekitarnya, yang membahayakan orang-orang di sekitarnya. Sehingga vaksin ini tidak dapat mencegah penyebaran virus polio liar. 7. Beda vaksin live attenuated dan vaksin inactivated ? a) Vaksin Hidup Attenuated Dibuat dari virus/bakteri yg dilemahkan Virus/bakteri dapat hidup dan bereplikasi di dalam tubuh, namun tidak menyebabkan penyakit tetapi cukup besar untuk merangsang respon imun b) Vaksin Inactivated Dibuat dengan cara membuat virus/bakteri menjadi tidak aktif Tidak menyebabkan penyakit Vaksin ini membutuhkan dosis ganda dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif namun hanya memacu/menyiapkan sistem imun, respon imun baru muncul setelah dosis ke-2 atau ke-3
67